81
BAB IV UPAYA PENANGGULANGAN TERHADAP NARAPIDANA YANG
MELAKUKAN TINDAK PIDANA SELAMA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN.
A. Upaya Penanggulangan Penal
Masalah pencegahan dan penanggulangan kejahatan tentunya bukan hal yang baru bagi para praktisi, bahkan sudah merupakan pekerjaan rutin, sehari-
hari.
147
Upaya atau kebijakan untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan kejahatan termasuk bidang kebijakan kriminal Criminal Policy. Marc Ancel
pernah menyatakan bahwa modern criminal science terdiri dari tiga komponen, yaitu Criminology, Criminal Law dan Penal Policy.
148
Dikemukakan olehnya, bahwa Penal Policy adalah suatu ilmu sekaligus seni yang pada akhirnya
mempunyai tujuan praktis untuk memungkinkan peraturan hukum positif dirumuskan secara lebih baik dan untuk memberi pedoman tidak hanya kepada
pembuat undang-undang, tetapi juga kepada pengadilan yang menerapkan undang-undang dan juga kepada penyelenggara dan pelaksana putusan
pengadilan.
149
Hakikat masalah kebijakan hukum pidana bukanlah semata-mata pekerjaan teknik perundang-undangan secara yuridis normatif dan sistematik-
dogmatik. Pengertian kebijakan atau politik hukum pidana dapat dilihat dari
147
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan kejahatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal 73.
148
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru, Kencana, Jakarta, 2008, hal 19 Selanjutnya disebut Barda
Nawawi Arief 2.
149
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
82 politik hukum maupun dari politik kriminal.
150
Bertolak dari pernyataan demikian, Sudarto selanjutnya menyatakan bahwa melaksanakan politik hukum pidana
berarti mengadakan pemilihan untuk mencapai hasil perundang-undangan pidana yang baik dalam arti memenuhi syarat keadilan dan daya guna. Usaha
penanggulangan dengan hukum pidana pada hakikatnya juga merupakan bagian dari usaha penegakan hukum. Usaha penanggulangan kejahatan lewat pembuatan
undang-undang hukum pidana pada hakikatnya juga merupakan bagian integral dari usaha perlindungan masyarakat social welfare.
151
Pelanggaran yang dilakukan oleh narapidana selama menjalani pembinaan pada dasarnya terjadi berulang-ulang meski bukan dilakukan oleh narapidana
yang sama. Banyak cara bisa ditempuh, dan itu sangat tergantung pada bagaimana intitusi Lapas dirancang.
152
Upaya penanggulangan penal yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Tanjung Gusta yaitu:
1. Pemberian sanksi disiplin.
2. Pemberian sanksi Pidana.
Pemberian sanksi disiplin sebagaimana yang telah dikemukakan di bab III merupakan sanksi yang diberikan oleh petugas Lapas kepada narapidana yang
melakukan pelanggaran didalam Lapas. “Upaya penanggulangan penal yang di lakukan dalam hal untuk mencegah
terjadinya pelanggaran yang dilakukan oleh narapidana adalah dengan pemberian sanksi disiplin. Sanksi disiplin ini diberikan sebagai suatu
bentuk tanggung jawab pelaku atas pelanggaran yang dibuatnya. Sanksi
150
Barda Nawawi Arief 2. Op.Cit., hal.22.
151
Ibid., hal 24.
152
David J Cooke dkk, Op.Cit., hal 169.
Universitas Sumatera Utara
83 disiplin tidak untuk membalas sipelaku, tetapi sebagai bagian dari
pembinaan ”
153
Sanksi disiplin yang diberikan dapat berupa tindakan disiplin dan
hukuman disiplin. Dasar hukum pemberlakuaan sanksi tersebut tercantum dalam Undang-Undang Pemasyarakatan Pasal 47. Selanjutnya pengaturan pemberian
sanksi disiplin diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan
yang telah mengalami dua kali perubahan, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32
Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan dan Peraturan Pemerintah Nomor28 Tahun 2006 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan.
Hukuman disiplin yang diberikan kepada narapidana adalah tutupan sunyi selama 6 enam hari dan dapat apabila mengulangi pelanggaran atau bermaksud
melarikan diri, dapat dijatuhi hukuman tutupan sunyi paling lama 2 dua kali 6 enam hari dan hukuman disiplin lainnya berupa penundaan atau peniadaan hak -
hak tertentu dari narapidana. Sanksi pidana diberikan dalam hal pelanggaran yang dilakukan oleh
narapidana diduga merupakan suatu tindak pidana. Pelanggaran yang merupakan suatu tindak pidana yang dilakukan oleh narapidana ditindak lanjuti dengan
penyerahan masalah tersebut kepada pihak-pihak yang berwenang.
153
Kutipan wawancara dengan Kabid. Adm. Keamanan dan Ketertiban Lapas kelas 1 Tanjung Gusta, Bpk E. Manurung, Pada 4 Juli 2015.
Universitas Sumatera Utara
84 “Untuk narapidana yang melakukan pelanggaran berupa tindak pidana,
selain akan dijatuhi sanksi pidana, narapidana pelaku tersebut juga diberikan sanksi disiplin. Dengan kata lain, narapidana pelaku tindak
pidana
akan mendapat
dua jenis
hukuman untuk
kebijakan penanggulangan pelanggaran oleh narapidana melalui pendekatan hukum
pidana akan dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan. Sebab pelanggaran itu sendiri pun banyak jenis dan bentuknya. Seperti yang
dilakukan oleh Ditjen Pemasyarakatan, melalui surat edaran yang dikeluarkan, bahwa dalam menjelas hari-hari besar ataupun hari khusus
lainnya, jika memang berpotensi menimbulkan pelanggaran, maka jauh hari sebelum hari tersebut datang, Ditjen Pemasyarakatan telah
mengeluarkan surat Edaran untuk mengantisipasinya. Namun memang meskipun begitu, tidak jarang, pelanggaran itu masih sering terjadi.
154
Jika sanksi disiplin tidak mempan terhadap narapidana pelaku pelanggaran tersebut, maka pencegahan dapat dilakukan dengan cara pemindahan narapidana,
sebagaimana yang telah ditetapkan dalam UndangUndang Nomor 12 tahun 1995. Pasal 16 Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 menerangkan bahwa pemindahan
narapidana dapat dilakukan untuk kepentingan pembinaan, keamanan dan ketertiban, proses peradilan, dan lainnya yang dianggap perlu. Pemindahan
tersebut dapat dilakukan dari satu Lapas ke Lapas yang lain yang masih dalam satu wilayah kerja kantor wilayah Ketemterian Hukum dan HAM ataupun antar
kantor wilayah Kementerian Hukum dan HAM. “Izin pemindahan tersebut diminta untuk tujuan keamanan dan ketertiban
dan disertai dengan alasan-alasan mengapa pemindahan dianggap perlu. Kebijakan ini biasanya dilakukan untuk narapidana yang kerap melakukan
pelanggaran yang sama berulang-ulang, seperti berkelahi. Pemindahan itu sendiri merupakan upaya terakhir yang dilakukan jika memang solusi yang
lain tidak mampu lagi menyelesaikan penyebab persoalan tersebut.”
155
154
Kutipan wawancara dengan Kabid. Adm. Keamanan dan Ketertiban Lapas kelas 1 Tanjung Gusta, Bpk E. Manurung, Pada 4 Juli 2015.
155
Kutipan wawancara dengan Kabid. Adm. Keamanan dan Ketertiban Lapas kelas 1 Tanjung Gusta, Bpk E. Manurung, Pada 4 Juli 2015.
Universitas Sumatera Utara
85
B. Upaya Penanggulangan Nonpenal