1. Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Bagi pelaku usaha melalui promosi dapat dilakukan kegiatan untuk memperkenalkan hasil produksi suatu barang danatau jasa yang diperdagangkan
untuk menarik minat beli konsumen terhadap barang danatau jasa. Pelaku usaha harus memperdagangkan barang sesuai dengan janji yang dinyatakan melalui
promosi penjualan barang danatau jasa tersebut. Hal ini sebagai wujud itikad baik dari pelaku usaha dalam melakukan kegiatan usahanya dengan cara memberikan
informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang danatau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.
Pasal 9 Undang-undang Perlindungan Konsumen UUPK, dijelaskan bahwa
“pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, dan mengiklankan suatu barang danatau jasa secara tidak benar dan seolah-
olah produk tersebut memiliki potongan harga, keadaannya baik, memiliki sponsor, tidak mengandung cacat tersembunyi, merendahkan
produk lain yang sejenis, menggunakan kata-kata yang berlebihan, dan
mengandung janji yang belum pasti”.
Larangan terhadap pelaku usaha tersebut dalam UUPK, membawa akibat bahwa pelanggaran atas larangan tersebut dikualifikasikan sebagai perbuatan
melanggar hukum. Tujuan dari pengaturan ini menurut Nurmadjito adalah untuk mengupayakan terciptanya tertib perdagangan dalam rangka menciptakan iklim
usaha yang sehat. Ketertiban tersebut sebagai bentuk perlindungan konsumen
Universitas Sumatera Utara
karena larangan itu memastikan bahwa produk yang diperjualbelikan dalam masyarakat dilakukan dengan cara tidak melanggar hukum.
149
Pasal 10 Undang-undang Perlindungan Konsumen UUPK sama dengan ketentuan Pasal 9 UUPK yang diuraikan sebelumnya. Pasal 10 UUPK juga
menyangkut larangan yang tertuju pada perilaku pelaku usaha yang tujuannya mengupayakan adanya perdagangan yang tertib dan iklim usaha yang sehat guna
memastikan produk yang diperjualbelikan dalam masyarakat dilakukan dengan cara tidak melanggar hukum. Demikian pula, ketentuan Pasal 10 UUPK berisi
larangan menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan terhadap barang danatau jasa tertentu.
Pasal 12 UUPK menyangkut larangan yang tertuju pada perilaku pelaku usaha sebagaimana pasal-pasal sebelumnya. Larangan yang ditujukan pada
perilaku pelaku usaha, terlihat dari kegiatan menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan barang danatau jasa dengan harga atau tarif khusus padahal pelaku
usaha tidak bermaksud untuk melaksanakannya. Pelaku usaha dilarang melakukan hal tersebut untuk menghindari
kekacauan tertib perdagangan dan iklim usaha yang tidak sehat, disamping melindungi konsumen dari kegiatan menyesatkan. Atas perilaku yang tidak benar
seperti itu, dengan sendirinya dikualifikasi sebagai perbuatan melawan hukum serta dapat dituntut melakukan wanprestasi.
150
149
Nurmadjito, Kesiapan Perangkat Peraturan Peraturan Perundang-undangan tentang Perlindungan Konsumen di Indonesia, dalam Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyanti,
Penyunting, Hukum Perlindungan Konsumen, Bandung : Mandar Maju, 2000, hlm 18.
150
Ahmadi Miru, Op.Cit, hlm 95.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 13 UUPK menyangkut iklan produk barang dan jasa dengan memberikan janji pemberian souvenir atau hadiah secara gratis, tetapi ketika
dibeli, janji tersebut tidak dipenuhi dengan alasan persediaan sudah habis. Larangan yang tertuju pada cara-cara penjualan yang dilakukan melalui sarana
penawaran, promosi, atau pengiklanan, disamping larangan yang dituju pada pelaku usaha yang mengelabui atau menyesatkan konsumen.
Pemberian hadiah sesungguhnya tidak lebih daripada pemberian manfaat-manfaat tambahan yang dapat saja mengelabui konsumen dan menjadi
distorsi persaingan usaha. Hadiah tersebut teristimewa dilakukan secara berlebihan hanya untuk membuat persaingan pada barang hadiah dan bukan
pada barang yang menjadi objek transaksi utama.
151
Secara tidak sadar konsumen dipaksa untuk membeli produk yang ditawarkan melalui cara pemberian hadiah.
Apabila promosi yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam kegiatan perdagangan barang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentunya
pelaku usaha harus segera menarik barang tersebut dari peredaran. Hal ini merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan sebagai wujud ketaatan
pelaku usaha terhadap ketentuan-ketentuan yang berlaku berkaitan dengan perlindungan terhadap hak-hak konsumen. Dalam kegiatan bisnis terdapat
hubungan yang saling membutuhkan antara pelaku usaha dengan konsumen pemakai barang dan atau jasa. Kepentingan pelaku usaha adalah memperoleh
laba dari transaksi dengan konsumen, sedangkan kepentingan konsumen adalah
151
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op.Cit, hlm 96.
Universitas Sumatera Utara
memperoleh kepuasan melalui pemenuhan kebutuhannya terhadap produk tertentu.
152
Pasal 14 UUPK berkenaan dengan janji iklan dalam undian yang tidak dipenuhi pelaku usaha atau mengganti dengan hadiah lain, bahkan sering kali
undian tersebut ternyata tidak ada ataupun jika ada, namun tidak diumumkan secara patut melalui media yang diketahui konsumen secara luas.
Ketentuan Pasal 14 UUPK adalah agar pelaku usaha tidak melakukan cara-cara penjualan yang dapat mengelabui atau menyesatkan konsumen. Cara-
cara penjualan yang mengelabui atau menyesatkan konsumen tersebut menurut Nurmadjito, terjadi selain melalui cara yang sudah disebutkan sebelumnya juga
terjadi melalui kegiatan undian. Dalam berbagai praktek undian tidak diumumkan secara transparan atau jadwal waktu penarikan undian ditunda atau hadiah tidak
jadi diberikan tetapi mengganti dengan barang lain yang nilainya tidak setara.
153
Transparansi dalam hal ini diperlukan agar semua masyarakat sebagai konsumen dapat mengetahui hasil pengumuman tersebut, sehingga dapat menghilangkan
kesan bahwa hadiah hanya diberikan pada orang-orang tertentu.
154
Pasal 20 UUPK menyatakan tentang tanggung jawab pelaku usaha atas iklan yang diproduksi dan akibat yang ditimbulkan dari iklan tersebut. Pengaturan
ini merupakan langkah maju untuk mengantisipasi anggapan yang berlaku dikalangan pelaku usaha periklanan yang melihat iklan seolah-olah dianggap
sebagai alat promosi belaka yang tidak memiliki akibat hukum.
152
Sanusi Bintang dan Dahlan, Pokok-Pokok Hukum Ekonomi dan Bisnis, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2000, Cetakan Ke- 1, hlm . 107.
153
Nurmadjito, Loc. Cit.
154
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op.Cit, hlm 98.
Universitas Sumatera Utara
Nurmadjito mengatakan
iklan sebagai
media promosi
yang menggambarkan produk secara audio visual atau melalui media cetak yang
diproduksi dan diperdagangkan oleh pemesan iklan. Oleh karena itu iklan meruapakan media positif bagi konsumen untuk memperoleh informasi yang
dapat membedakan dengan produk lain, maka harus ada upaya untuk mencegah hal-hal yang dapat menimbulkan ekses negatif berupa informasi yang tidak benar
atau menyesatkan.
155
2. Undang-undang No. 22 Tahun 1954 tentang Undian