Tahap Persiapan Tahap Pelaksanaan

Halaman 42 Gambar 2. Peserta pelatihan berdiskusi Salah satu strategi diseminasi program MBS beriorientasi pelayanan publik adalah berbagi pengetahuan antara sekolah percontohan dan non-percontohan melalui pelatihan MBS dan kunjungan ke sekolah-sekolah studi banding yang berhasil menerapkan MBS dengan baik. Proses berbagi pengetahuan ini dipimpin oleh fasilitator MBS yang juga merupakan kepala sekolah percontohan yang telah diseleksi. Selain itu, Dinas Pendidikan Kota Probolinggo menerbitkan surat keputusan untuk mendukung para fasilitator melakukan tugasnya. Pelaksanaan program MBS beriorientasi pelayanan publik di sekolah non-percontohan mengikuti langkah-langkah pelaksanaan program di sekolah percontohan:

1. Tahap Persiapan

Sebelum melaksanakan Program MBS di sekolah-sekolah diseminasi, Dinas Pendidikan melaksanakan Pelatihan untuk Fasilitator yang dibantu oleh USAID- KINERJA dalam hal narasumber dan materi pelatihan modul. Peserta berjumlah 30 orang yang terdiri dari pengawas sekolah dan kepala sekolah yang dinilai mempunyai kemampuan, khususnya yang berasal dari sekolah-sekolah percontohan yang berhasil melaksanakan program MBS. Dari hasil pelatihan tersebut dipilih sekitar 15-20 orang yang ditugaskan memfasilitasi pelatihan-pelatihan dan pendampingan di sekolah. Pelatihan di tingkat sekolah tidak hanya melibatkan kepala sekolag dan guru, juga melibatkan komite sekolah sebagai perwakilan orangtua dan masyarakat.

2. Tahap Pelaksanaan

Halaman 43 Dengan dukungan Dinas Pendidikan, sekolah menjadi penggerak dalam tahapan ini. Sekolah harus mampu melibatkan komite sekolah, orangtua dan tokoh masyarakat untuk terlibat aktif dalam pelaksanaan program yang meliputi:  Penyediaan data sekolah – di awal tahun akademik sekolah akan menyajikan data-data sekolah yang mencakup antara lain mengenai murid, guru, sarana, prasarana, dan hasil pembelajaran untuk tahun ajaran yang sebelumnya. Data tersebut dibutuhkan sebagai dasar perencanaan pengembangan sekolah.  Penghitungan capaian Standar Pelayanan Minimal SPM – sekolah didorong untuk bekerjasama dengan komite sekolah untuk menghitung capaian SPM menggunakan data sekolah dan mengidentifikasi aspek yang belum dicapai.  Penyusunan evaluasi diri sekolah EDS – berdasarkan data yang tersedia dan hasil perhitungan SPM,sekolah membuat EDS yang bertujuan mengukur kinerja sekolah dan mengidentifikasi kekurangan sekolah. Hasil EDS juga membantu sekolah menentukan langkah yang perlu diambil untuk meningkatkan kinerja sekolah.  Pelaksanaan survei pengaduan – sekolah melaksanakan survei pengaduan masyarakat untuk mengetahui pendapat dan pandangan siswa, orangtua dan masyarakat, yang selama ini menjadi pengguna layanan.  Penyusunan rencana kerja sekolah RKS – menggunakan hasil survei pengaduan, sekolah menyusun RKS yang berlaku untuk jangka waktu empat tahun. Rencana jangka menengah tersebut menjadi panduan bagi sekolah untuk menentukan tujuan yang hendak dicapai.  Penyusunan rencana kerja dan anggaran sekolah RKAS – berdasarkan rencana kerja jangka menengah tersebut, sekolah membuat RKAS yang merupakan rencana kerja tahunan beserta rencana anggaran yang diperlukan. Penyusunan RKAS ini melibatkan komite sekolah, orangtua, dan tokoh masyarakat terkait lainnya. Halaman 44  Penyusunan janji perbaikan layanan – sekolah membuat janji perbaikan layanan untuk merespon hasil survei pengaduan dan menunjukkan komitmen sekolah untuk menyediakan pelayanan pendidikan yang berkualitas. Janji perbaikan layanan tersebut ditandatangani oleh kepala sekolah dan komite sekolah, serta diketahui oleh dinas pendidikan untuk memastikan bahwa sekolah memenuhi janjinya.  Penyusunan rekomendasi teknis untuk Dinas pendidikan – sekolah membuat rekomendasi teknis untuk merespon pengaduan yang menjadi kewenangan dinas pendidikan, seperti kekurangan jumlah guru dan ruang kelas yang tidak sesuai dengan jumlah rombongan belajar..  Publikasi RKS dan RKAS – untuk mewujudkan aspek transparansi dan akuntabilitas pelayanan publik, sekolah wajib mempublikasi RKS dan RKAS yang telah dibuat. Publikasi dilakukan dengan memajang dokumen RKS dan RKAS tersebut di papan informasi sekolah yang dapat diakses oleh publik atau pihak-pihak yang memerlukan. Orangtua siswa dan masyarakat umum sebagai pengguna layanan berhak untuk mengetahui target dan program kerja sekolah. Diakhir tahun akademik, sekolah juga wajib mempublikasikan laporan pelaksanaan dan pertanggungjawaban RKAS yang telah dibuatnya. Anggaran yang diperlukan Pada tahun 2014, pemerintah Kota mengalokasikan Rp. 257.405.000 yang berasal dari dana alokasi umum dan bantuan provinsi. Anggaran tersebut digunakan untuk melakukan pembinaan kelembagaan dan manajemen di 99 sekolah untuk menerapkan MBS. Selain itu, USAID-KINERJA membantu menyediakan bantuan teknis terbatas selama proses diseminasi berupa penyediaan narasumber. Halaman 45 Hasil dan dampak program Pelaksanaan program MBS beriorientasi pelayanan publik secara masif di Kota Probolinggo mulai menunjukkan hasil yang cukup penting. Secara umum, ada peningkatan tata kelola, fasilitas dan lingkungan di sekolah sehingga siswa dan guru merasa lebih nyaman dalam melaksanakan proses pembelajaran. Selain itu, dampak yang cukup penting terlihat pada kerjasama sekolah dan masyarakat yang semakin erat. Dampak program ini bagi sekolah adalah: a. Meningkatkan kapasitas sekolah dalam merespon kebutuhan siswa dan orangtua meningkat. Semua sekolah yang telah menerapkan MBS beriorientasi pelayanan publik telah melakukan survey pengaduan dan evaluasi diri sekolah. b. Sekolah lebih mampu membuat perencanaan program kerjanya yang berorientasi pada pencapaian standar pelayanan minimal SPM dan standar nasional pendidikan SNP dengan menggunakan data yang lebih valid dan Gambar 3. Siswa menanam di taman sekolah. Manajemen berbasis sekolah berorientasi pelayanan publik membantu sekolah merespon kebutuhan siswa dan orang tua Halaman 46 akurat menggunakan masukan dari siswa dan orangtua sehingga sekolah dapat meningkatkan kualitas pendidikannya. c. Meningkatnya kepercayaan masyarakat sebagai pengguna jasa kepada sekolah sebagai penyedia jasa. Peningkatkan kepercayaan tersebut diikuti juga dengan meningkatkan kepedulian dan partisipasi orangtua dan masyarakat dalam memberikan solusi dan saran atas permasalahan-permasalahan yang dihadapi sekolah. Selama empat tahun program ini dilaksanakan, sekolah telah memenuhi semua janji perbaikan layanan dengan bantuan komite sekolah dan paguyuban kelas. Perbaikan janji ini dilakukan sebagai respon sekolah terhadap masukan masyarakat. Keberhasilan program MBS beriorentasi pelayanan publik di Kota Probolinggo juga diakui oleh pemerintah daerah. Enam dari 20 sekolah percontohan mendapat penghargaan atas prestasi sekolah dalam meningkatkan pengelolaan dan pengawasan fasilitas pendidikan di sekolah. Selain itu, SDN Tisnonegaran 1, salah satu sekolah percontohan, berhasil memperoleh penghargaan Adiwiyata Bestari Kota Probolinggo tahun 2014 sebagai sekolah peduli dan berbudaya lingkungan. Dampak program MBS beriorientasi pelayanan publik juga dirasakan oleh masyarakat: a. Masyarakat dapat terlibat aktif dan memberikan masukan untuk perbaikan pelayanan pendidikan. Secara keseluruhan kapasitas Kepala Sekolah, Guru, dan Komite Sekolah pun meningkat dengan adanya diseminasi masif MBS ini. Mereka menjadi lebih aktif untuk berdiskusi dan membangun tanggung jawab bersama untuk memperbaiki sekolah mereka. b. Masyarakat memiliki wadah untuk menyalurkan aspirasi dan kepedulian mereka tentang isu pendidikan. Jurnalis warga yang beberapa diantaranya juga merupakan bagian dari MSF berperan dalam menyuarakan perlunya perbaikan pelayanan pendidikan melalui tulisan-tulisan mereka di media sosial maupun di media arus utama Halaman 47 Program ini juga berdampak secara tidak langsung terhadap Dinas Pendidikan. Kepercayaan masyarakat terhadap program Dinas Pendidikan meningkat. Selama tiga tahun pelaksanaan program MBS, Dinas Pendidikan Kota Probolinggo telah memenuhi 80 rekomendasi teknis dari sekolah. Respon dinas terhadap usulan sekolah yang berdasarkan masukan masyarakat telah membuat mereka percaya bahwa pemerintah peduli terhadap kebutuhan masyarakat. Monitoring dan evaluasi Pelaksanan penyebarluasan MBS beriorientasi pelayanan publik di Kota Probolinggo mendapatkan perhatian yang luas dari berbagai elemen masyarakat, perguruan tinggi, dan pemangku kepentingan lainnya. Program ini dimonitor dan dievaluasi oleh pihak yang terkait langsung dengan program sesuai dengan petunjuk teknis yang telah disepakati. Kepala dinas pendidikan selalu memonitor pelaksanaan kegiatan dengan menanyakan kepada fasilitator tentang situasi pelaksanaan program dan kehadiran peserta pelatihan. Secara periodik, beliau juga meminta para pengawas sekolah melakukan kunjungan ke sekolah dan melaporkan perkembangannya kepada kepala bidang pendidikan dasar, dinas pendidikan Kota Probolinggo. Selain itu, kepala sekolah, guru dan komite sekolah juga aktif melakukan evaluasi internal. Evaluasi ini dilakukan untuk memastikan seluruh pihak berkomitmen melaksanakan program ini secara optimal. Tantangan yang dihadapi Dalam mencapai hasil dan dampak yang telah diuraikan diatas, perlu juga dicatat beberapa tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan program MBS Berorientasi Pelayanan Publik ini, yakni antara lain: a. Program diseminasi masif yang melibatkan 20 sekolah mitra memberikan tantangan tersendiri dalam membangun komitmen yang sama dari semua Halaman 48 sekolah tersebut. Diperlukan pendekatan yang berbeda untuk membangun komitmen yang baik dari seluruh sekolah mitra yang terlibat. b. Tantangan yang lain adalah kemampuan atau kapasitas dari sumber daya manusia SDM yang ada di sekolah tentu tidak sama. Diperlukan adanya pendampingan yang intensif dan sistematis untuk membantu setiap sekolah dalam melaksanakan MBS yang partisipatif, transparan, akuntabel, dan responsif. c. Di awal pelaksanaan program, masih ada resistensi dari sebagian pihak di sekolah, baik yang disampaikan secara eksplisif, maupun implisif. Beberapa pemangku kepentingan enggan diajak melakukan perubahan dalam proses perencanaan sekolah dan tata kelola sekolah yang sudah biasa mereka lakukan sebelumnya. Sehingga diperlukan pelatihan dan pendampingan untuk meyakinkan tentang manfaat yang mereka akan dapatkan ketika proses perencanaan dan tata kelola sekolah didasarkan pada prinsip dan sistem MBS Berorientasi Pelayanan Publik. d. Hal lain yang juga tidak mudah diatasi adalah keterbatasan anggaran sekolah yang tersedia dan perbedaan prioritas pemenuhan kebutuhan sekolah dalam melaksanakan kegiatan kerja mereka. Untuk itulah program ini mencoba mendorong sekolah agarhubungan dan komunikasi dengan orangtua dan masyarakat terus ditingkatkan, sehingga mereka mau terlibat dalam membantu masalah yang dihadapi sekolah. e. Kadang di tengah periode implementasi program, terjadi penggantian Kepala Sekolah di sekolah mitra. Hal ini kadang berdampak pada sedikit menurunnya komitmen dari sekolah tersebut dalam melanjutkan pelaksanaan program ini. Tim KINERJA perlu secara proaktif membangun hubungan dan meyakinkan Kepala Sekolah yang baru tentang manfaat yang diperoleh dari program MBS ini. Keberlanjutan dan peluang replikasi Penyebarluasan masif program MBS beriorientasi pelayanan publik dapat terus dilanjutkan di Kota Probolinggo karena ada beberapa faktor pendukung, yaitu: Halaman 49 a. Komitmen yang tinggi dari pejabat pemerintah daerah, termasuk walikota dan dinas pendidikan untuk melaksanakan program ini. Selain itu, komitmen DPRD terkait dengan alokasi anggaran bagi sekolah agar mereka dapat melaksanakan program MBS dan membiayai kegiatan sekolah yang memadai. b. Tim fasilitator yang berasal dari sekolah percontohan merupakan narasumber terbaik bagi sekolah non-percontohan. Mereka telah mengikuti berbagai kegiatan peningkatan kapasitas dan mempunyai pengalaman langsung dalam menerapkan program MBS beriorientasi pelayanan publik. c. Surat Keputusan Dinas Pendidikan mendukung dan mengikat komitmen tim fasilitator MBS melakukan tugas mereka mendampingi sekolah non percontohan menerapkan program ini. Keberhasilan pelaksanaan program MBS beriorientasi pelayanan publik juga mendapat apresiasi dari daerah lain. Salah satu kepala sekolah percontohan diundang menjadi narasumber di lokakarya nasional yang diselenggarakan oleh USAID-KINERJA pada November 2013. Melihat keberhasilan dan dampak program ini terhadap kualitas pendidikan di Kota Probolinggo, Pemerintah Kabupaten Pacitan mulai melaksanakan MBS berorientasi pelayanan publik melalui 10 sekolah sebagai percontohan. Kesepuluh sekolah itu melakukan studi banding ke Kota Probolinggo dan dalam penerapan MBS di sekolahnya masing-masing dibantu oleh fasilitator dari Kota Probolinggo. Hasil pembelajaran dan rekomendasi Setelah empat tahun program MBS berorientasi pelayanan publik dilakukan di Kota Probolinggo, ada berbagai hasil pembelajaran yang diperoleh antara lain: a. Membangun komitmen dan meningkatkan kapasitas sekolah untuk mengelola layanan pendidikan yang berorientasi pelayanan publik perlu waktu dan kerja keras. Sistem pendampingan yang tepat dan teratur sangat diperlukan bagi sekolah dalam menerapkan program ini, terutama ketika menyusun RKS dan RKAS berdasarkan hasil analisa capaian SPM dan survei pengaduan serta ketika menerpakan prinsip transparansi dan partisipasi. Oleh karena itu, dinas pendidikan perlu membentuk tim pelaksana yang dapat memberikan Halaman 50 pendampingan intensif kepada sekolah yang akan menerapkan program MBS berorientasi pelayanan publik. b. Kepercayaan masyarakat terhadap sekolah dapat dibangun melalui mekanisme pengaduan dan respon sekolah terhadap pengaduan tersebut. Jika kepercayaan masyarakat terhadap sekolah meningkat, mereka akan lebih mudah diajak bekerjasama mengatasi tantangan yang dihadapi sekolah. Oleh karena itu, sekolah perlu meningkatkan transparansi dan akuntabilitasnya dengan menyediakan media bagi masyarakat untuk menyampaikan masukan. Sekolah juga harus terbuka dan merespon pengaduan masyarakat tersebut. c. Peran komite sekolah sangat penting dalam pelaksanaan program MBS. Komite sekolah yang bertugas menjembatani sekolah dengan masyarakat dan mengawasi kualitas pelayanan pendidikan. Komite sekolah juga melakukan monitoring terhadap tindak lanjut janji perbaikan layanan sekolah. d. Pelaksanaan program perlu mempertimbangkan adanya sistem dan mekanisme pemberian insentif atau penghargaan kepada sekolah atau pihak terkait lainnya yang telah menunjukkan komitmen dan kinerja yang sangat memuaskan. Oleh karena itu, pemerintah perlu membuat sistem insentif untuk membangun rasa bangga dan kepercayaan diri dari para peneriman manfaat program, sehingga keberlanjutan dan replikasi program dapat terus berjalan. e. Paguyuban kelas di beberapa sekolah merupakan langkah inovatif yang perlu diteruskan dan ditingkatkan sehingga para guru dan orangtua bisa bekerja sama dalam memperbaiki aspek pedagogis dari proses pembelajaran di kelas. Halaman 51 Informasi kontak Kepala Dinas Pendidikan Kota Probolinggo Jl. Basuki Rahmat No.22A Kota Probolinggo Telp. 0335-421160 Fax. 0335-425057 Email: dinas_pdk_kotaprobyahoo.co.id Program pendidikan USAID Kinerja bertujuan untuk meningkatkan kualitas manajemen pendidikan di tiga bidang: Manajemen Berbasis Sekolah, Distribusi Guru Proporsoional, dan Bantuan Operasional Satuan Pendidikan. Menguatkan Partisipasi Masyarakat dalam Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah di Bener Meriah Halaman 52 Menguatkan Partisipasi Masyarakat dalam Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah di Bener Meriah Situasi sebelum program dilakukan Bener Meriah merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Aceh dengan total populasi sekitar 128. 538 orang BPS Kabupaten Bener Meriah, 2012. Terkait dengan pendidikan, sekitar 98,76 dari penduduk tersebut sudah bisa membaca dan menulis. Namun hanya sekitar 50 yang tamat sekolah dasar SD dan kurang dari 25 yang menyelesaikan pendidikan tingkat lanjutan SMA. Masih rendahnya kesadaran masyarakat di Kabupaten Bener Meriah untuk menyelesaikan pendidikan formal sampai tingkat SMA bisa jadi disebabkan karena kualitas pendidikan di sekolah belum baik akibat kurangnya komunikasi antara Dinas Pendidikan setempat dan sekolah untuk memberikan pemahaman tentang manfaat sekolah untuk masa depan masyarakat Bener Meriah. Sebagai unit penyedia layanan pendidikan, sebagian besar sekolah di kabupaten ini masih memiliki keterbatasan dalam melaksanakan proses pendidikan yang baik. Hal ini antara lain disebabkan karena 1 kapasitas sumber daya manusia masih kurang, 2 sarana dan prasarana yang terbatas, 3 metode pembelajaran yang masih konvensional, dan 4 pengelolaan sekolah kurang transparan dan tidak partisipatif, sehingga komunikasi dan kerjasama dengan orangtua dan masyarakat pun tidak berjalan optimal. Sementara dari sisi pengguna layanan, dalam hal ini siswa, orangtua, dan masyarakat secara umum kurang mau terlibat dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi sekolah. Mereka merasa atau menganggap pengaduan dan keluhan mereka selama ini ke sekolah tidak diperhatikan dan tidak ditindaklanjuti juga oleh sekolah. Tidak adanya sistem dan manajemen komplain yang benar membuat sebagian besar keluhan masyarakat tidak mendapat respon yang baik dari sekolah, sehingga orangtua Halaman 53 dan masyarakat pun menjadi kurang peduli dengan sekolah. Ditambah juga dengan masih terbatasnya kapasitas Komite Sekolah, membuat peran dan fungsi sebagai besar komite sekolah yang ada di Kabupaten Bener Meriah belum berjalan optimal. Secara umum kenyataan di atas menunjukkan bahwa pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah MBS di sebagian besar sekolah belum berjalan secara efektif dan efisien. Prinsip utama dari MBS sebagaimana yang tertulis dalam Peratuan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 49 Ayat 1 adalah: “Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas”. Ketika tata kelola sekolah masih belum bersifat partisipatif, transparan dan akutabel, maka hal itu menunjukkan masih belum optimalnya pelaksanaan MBS di sekolah tersebut. Bentuk inovasi Partisipasi masyarakat dalam manajemen sekolah sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas layanan pendidikan. Program ini mempertemukan sisi penyedia dan pengguna layanan. Survei pengaduan merupakan salah satu komponen dalam kerangka MBS yang dimaksudkan agar sekolah dapat memperoleh masukan dari murid, orangtua, dan masyarakat tentang apa yang dirasakan dan dibutuhkan terkait dengan pelayanan sekolah. Dalam penerapannya, MBS menekankan pentingnya kerjasama tata kelola di kedua sisi, yaitu:

1. Sisi penyedia layanan: