e692f4f1 48c9 4e0d 9eae 9faf065922d6

(1)

Berbagi Praktik Baik

Tata Kelola Pendidikan


(2)

Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Pendidikan

Halaman 1

Kata Pengantar

Chief of Party

USAID Kinerja

Selamat datang di program peningkatan tata kelola pelayanan publik USAID Kinerja. Buku Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Pelayanan Pendidikan ini merupakan sumbangsih program kami terhadap pemerintah Indonesia. Buku ini berisi kumpulan praktik baik penerapan prinsip-prinsip tata kelola di bidang kesehatan, pendidikan, dan iklim usaha yang baik di beberapa daerah mitra Kinerja.

Tata kelola merupakan aspek penting dalam peningkatan pelayanan

publik karena tata kelola yang baik dapat meningkatkan kepercayaan dan partisipasi masyarakat yang pada akhirnya dapat membantu pemerintah menjalankan programnya secara berkualitas dan sesuai kebutuhan masyarakat.

Tahun 2014 dan 2015 merupakan tahun yang penting dalam mempromosikan praktik baik mitra USAID Kinerja di kancah internasional. Luwu Utara, Aceh Singkil dan Barru menjadi finalis the United Nations Public Service Awards (UNPSA) 2014 masing-masing untuk inovasi distribusi guru proporsional, kemitraan bidan dan dukun, serta penyederhanaan perizinan. Tahun 2015, program kemitraan bidan dan dukun di Aceh Singkil terpilih menjadi salah satu pemenang UNPSA 2015. Hal ini merupakan prestasi yang luar biasa karena Indonesia baru pertama kali memenangkan kompetisi paling bergengsi untuk pelayanan publik.

Kami terus mendorong mitra-mitra kami untuk terus berinovasi menciptakan pelayanan yang bermutu, mengatasi segala tantangan menggunakan sumber daya yang ada. Kami juga meminta mereka untuk terus berbagi pengalaman dan pengetahuan dengan daerah lain, sehingga pelayanan publik yang baik tidak hanya menjadi milik mitra Kinerja.

Kami juga mengucapkan terimakasih kepada organisasi mitra pelaksana, konsultan dan staff Kinerja yang telah bekerja keras mendampingi daerah mitra untuk terus berinovasi. Mereka merupakan ujung tombak kami yang akan siap membantu daerah lain, jika diperlukan.

Semoga buku ini dapat menginspirasi semua pihak untuk melaksanakan tata kelola pelayanan baik demi kemajuan pelayanan publik di Indonesia.

Jakarta, Juni 2015 Elke Rapp


(3)

Halaman 2

Daftar Isi

Kata Pengantar Chief of Party USAID Kinerja ... 1

Daftar Isi ... 2

Menciptakan Lingkungan Belajar Aman dan Nyaman Melalui Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan Publik: Hasil Pembelajaran SMPN 1 Belimbing ... 4

Situasi sebelum program dilakukan ... 4

Bentuk inovasi... 5

Proses pelaksanaan program ... 9

Anggaran yang diperlukan ... 14

Hasil dan dampak program ... 15

Monitoring dan evaluasi ... 18

Tantangan yang dihadapi ... 19

Keberlanjutan dan peluang replikasi ... 20

Hasil pembelajaran dan rekomendasi ... 21

Informasi Kontak... 23

Penataan dan Pemerataan Guru Melalui Partisipasi Publik di Kabupaten Barru ... 24

Situasi sebelum program dilakukan ... 24

Bentuk inovasi... 25

Proses pelaksanaan program ... 28

Anggaran yang diperlukan ... 30

Hasil dan dampak program ... 31

Monitoring dan evaluasi ... 32

Tantangan yang dihadapi ... 33

Keberlanjutan dan peluang replikasi ... 34

Hasil pembelajaran dan rekomendasi ... 35

Informasi kontak ... 36

Replikasi Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan Publik di Kota Probolinggo .... 37

Situasi sebelum program dilakukan ... 37

Bentuk inovasi... 38

Proses pelaksanaan program ... 41

Anggaran yang diperlukan ... 44


(4)

Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Pendidikan

Halaman 3

Monitoring dan evaluasi ... 47

Tantangan yang dihadapi ... 47

Keberlanjutan dan peluang replikasi ... 48

Hasil pembelajaran dan rekomendasi ... 49

Informasi kontak ... 51

Menguatkan Partisipasi Masyarakat dalam Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah di Bener Meriah ... 52

Situasi sebelum program dilakukan ... 52

Bentuk inovasi... 53

Proses pelaksanaan program ... 58

Anggaran yang diperlukan ... 62

Hasil dan dampak program ... 63

Monitoring dan evaluasi ... 65

Tantangan yang dihadapi ... 65

Keberlanjutan dan peluang replikasi ... 67

Hasil pembelajaran dan rekomendasi ... 68

Informasi kontak ... 70

Biaya Operasional Satuan Pendidikan yang Berkelanjutan: Hasil Pembelajaran dari Kabupaten Bulukumba ... 71

Situasi sebelum program dilaksanakan ... 71

Bentuk Inovasi ... 72

Proses pelaksanaan program ... 74

Anggaran yang diperlukan ... 76

Hasil dan dampak program ... 76

Monitoring dan evaluasi ... 79

Tantangan yang dihadapi ... 80

Keberlanjutan dan peluang replikasi ... 81

Hasil pembelajaran dan rekomendasi ... 81

Informasi Kontak ... 82

Sekilas tentang USAID Kinerja ... 83

Pendekatan Strategis USAID Kinerja... 83


(5)

Program pendidikan USAID Kinerja bertujuan untuk meningkatkan kualitas manajemen pendidikan di tiga bidang: Manajemen Berbasis Sekolah, Distribusi Guru Proporsoional, dan Bantuan Operasional Satuan Pendidikan.

Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan Publik:

Hasil Pembelajaran SMPN 1 Belimbing


(6)

Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Pendidikan

Halaman 4

Menciptakan Lingkungan Belajar Aman dan Nyaman Melalui

Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan Publik: Hasil

Pembelajaran SMPN 1 Belimbing

Situasi sebelum program dilakukan

SMP Negeri 1 Belimbing terletak di Kecamatan Belimbing, Kabupaten Melawi. Sekolah ini berlokasi di sekitar perkebunan sawit milik swasta dimana sebagian orangtua siswa bekerja di perkebunan tersebut.

Seperti banyak sekolah di Indonesia, SMP Negeri 1 Belimbing telah menerapkan manajemen berbasis sekolah (MBS). Hal ini merupakan mandat Undang-Undang Nomor 20 tahun 2013 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 48 Ayat (1)

menyatakan bahwa “Pengelolaan dana pendidikan berdasarkan prinsip keadilan,

efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik”. Sejalan dengan amanat tersebut, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

pasal 49 Ayat (1) menyatakan: “Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang

pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan

akuntabilitas”.

Namun, pelaksanaan MBS di SMP Negeri 1 Belimbing masih perlu banyak perbaikan. Kerjasama antara sekolah dan masyarakat masih lemah. Banyak orangtua dan masyarakat beranggapan bahwa pemerintah dan sekolah bertanggungjawab sepenuhnya untuk menyediakan layanan pendidikan yang baik. Ada anggapan bahwa orangtua dan masyarakat tidak perlu berkontribusi terhadap sekolah karena semua fasilitas disediakan oleh sekolah menggunakan dana bantuan operasional sekolah (BOS).

Selain itu, pihak sekolah juga menganggap bahwa orangtua sulit diajak berpartisipasi dan mengatasi permasalahan sekolah, terutama terkait dengan perbaikan fasilitas


(7)

Halaman 5 sekolah. Hal ini terjadi karena hubungan dan komunikasi yang kurang optimal antara sekolah dengan orangtua dan komite sekolah.

Kerjasama yang lemah antara sekolah dan masyarakat menyebabkan sekolah sulit menyediakan sarana dan prasarana yang memadai untuk menyediakan pendidikan yang berkualitas. Ruang kelas relatif tidak terawat dengan beberapa kaca jendela pecah, lantai dari papan yang sudah tua, dan bangku murid yang kurang terawat. Pagar sekolah pun tidak ada sehingga faktor keamanan dan kenyamanan di sekolah pun berkurang. Sarana penunjang seperti kantin dan toilet pun kondisinya kurang memadai.

Untuk memperbaiki situasi ini, masyarakat sebagai pengguna layanan perlu memahami bahwa pendidikan berkualitas merupakan tanggungjawab seluruh elemen masyarakat. Pemahaman masyarakat dan orangtua tentang peran dan fungsi mereka di sektor pendidikan perlu ditingkatkan.

Bentuk inovasi

Sejak tahun 2012, SMP Negeri 1 Belimbing bekerjasama dengan Lembaga Pengkajian Kemasyarakatan dan Pembangunan (LPKP) – organisasi mitra pelaksana USAID-KINERJA – meningkatkan tata kelola MBS agar dapat beriorientasi pada pelayanan publik. Program ini menekankan aspek tata kelola di kedua sisi, yaitu:

1. Sisi penyedia layanan, program ini fokus pada:

a. Pemangku kepentingan di sekolah yang terdiri dari kepala sekolah, guru dan pengawas sekolah mendapat pelatihan tentang MBS beriorientasi pelayanan publik dan belajar pengalaman dari sekolah lain yang telah berhasil menerapkan program ini.

b. Setelah itu pihak sekolah didorong untuk memfasilitasi pertemuan dan komunikasi dengan masyarakat dan komite sekolah untuk membagikan pengetahuan tentang model implementasi MBS dan inovasinya.

c. Sekolah meningkatkan kapasitasnya untuk menyusun Rencana Kerja Sekolah (RKS), Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah


(8)

Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Pendidikan

Halaman 6 (RAPBS) secara partisipatif serta memasang rencana kerja sekolah dan laporan keuangan di papan informasi.

2. Sisi penerima layanan, program ini fokus pada:

a. Penguatan fungsi dan peran komite sekolah agar dapat mengawasi pelaksanaan MBS dan memberikan masukan terkait peningkatan kualitas layanan pendidikan di sekolah.

b. Dorongan agar sekolah melakukan survei pengaduan, membuat janji perbaikan pelayanan dan rekomendasi teknis, monitoring pelaksanaan janji perbaikan pelayanan, dan membantu Dinas Pendidikan dan pemerintah kabupaten memonitor monitoring pelaksanaan rekomendasi teknis.

c. Seleksi perwakilan masyarakat termasuk komite sekolah untuk menjadi jurnalis warga sebagai salah satu upaya untuk mendorong partisipasi masyarakat untuk mengawasi pelaksanaan MBS. Program ini melatih dan mendampingi para jurnalis agar mereka mampu menulis dan menyiarkan informasi yang terkait upaya perbaikan pelayanan dan manajemen sekolah. Jurnalis diharapkan dapat membuat melakukan advokasi perbaikan pelayanan pendidikan melalui tulisan mereka di media sosial maupun di media cetak dan elektronik seperti surat kabar dan radio lokal.

Melalui pendekatan dan strategi tersebut, SMPN 1 Belimbing telah melakukan beberapa inovasi di sektor pendidikan, antara lain:

1. Melibatkan lebih banyak pemangku kepentingan dalam membuat rencana kerja dan anggaran sekolah.

Ada empat langkah inovatif yang dilakukan dalam melibatkan lebih banyak pemangku kepentingan di sekolah ini, yaitu:


(9)

Halaman 7 a. Melaksanakan rapat kerja tahunan dengan komite sekolah dan orangtua

Pertemuan rutin setiap tahun ini menjadi sarana bagi komite sekolah dan orangtua untuk dapat terlibat lebih banyak dalam proses perencanaan dan penganggaran program kerja sekolah (RKAS). Dalam pertemuan ini komite sekolah dan orangtua dapat melihat laporan pertanggungjawaban kegiatan dan keuangan sekolah pada tahun ajaran sebelumnya. Hasil pertemuan rutin ini didokumentasikan dengan baik dan dituangkan dalam berita acara rapat yang ditandatangani oleh pihak sekolah (kepala sekolah), pihak orangtua dan masyarakat (ketua komite sekolah) dan pihak pemerintah daerah (kepala UPTD Kecamatan Belimbing dan pengawas sekolah). Ini adalah langkah awal yang sangat baik untuk mengajak orangtua dan masyarakat untuk terlibat dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring program kerja yang dilakukan sekolah.

b. Survei pengaduan, Janji Perbaikan Layanan dan Rekomendasi Teknis

Survei pengaduan dilakukan untuk mendapatkan masukan dari para pengguna layanan (murid dan orangtua murid) tentang kualitas pelayanan sekolah dan tantangan yang perlu diperbaiki. Setelah melakukan survei, sekolah dan komite sekolah menganalisa hasil survei dan menentukan apakah tantangan dapat Gambar1. Rapat kerja sekolah yang dihadiri kepala sekolah,


(10)

Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Pendidikan

Halaman 8 diatasi oleh sekolah sendiri atau perlu dukungan dinas. Pengaduan yang dapat diatasi oleh sekolah dasar pembuatan RKS dan RKAS dan janji sekolah untuk mengatasi tantangan tersebut dituangkan dalam jenji perbaikan layanan. Sedangkan, pengaduan yang tidak dapat diatasi sekolah akan diajukan ke dinas pendidikan dalam bentuk rekomendasi teknis.

Selain memberikan masukan bagi sekolah, komite sekolah dan anggota masyarakat mengawasi tindak lanjut pemenuhan janji perbaikan pelayanan.

c. Membangun hubungan dengan dunia usaha untuk peduli dan terlibat dalam dunia pendidikan.

Lokasi SMPN 1 Belimbing yang terletak di daerah perkebunan sawit menjadikannya sangat strategis untuk membangun hubungan dan kerjasama dengan pihak swasta yang umumnya memiliki program dan anggaran Corporate Social Responsibility (CSR). Untuk itu, kepala sekolah dan komite sekolah telah bekerjasama dengan dunia usaha untuk memperbaiki fasilitas sekolah. Untuk menindaklanjuti kerjasama ini, pengurus komite sekolah membuat proposal dan melakukan komunikasi dengan perusahaan kelapa sawit yang berada di sekitar lokasi sekolah.

d. Membuat papan informasi

Hal nyata yang dapat dilakukan penyedia layanan untuk membangun transparansi dan akuntabilitas publik adalah memberikan akses kepada para pemangku kepentingan terhadap program kerja dan anggaran sekolah. Oleh karena itu, SMPN 1 Belimbing membuat tiga papan informasi dan memasang rencana kerja di tiga tempat di sekitar sekolah. Melalui media informasi ini, para orangtua, masyarakat dan pihak berkepentingan lainnya dapat memperoleh informasi tentang rencana sekolah dan laporan pertanggungjawaban keuangan sekolah. Langkah transparansi keuangan ini diharapkan dapat memotivasi masyarakat untuk lebih peduli dan aktif terlibat dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan.


(11)

Halaman 9 2. Melakukan supervisi mandiri terhadap proses pembelajaran.

SMPN 1 Belimbing melakukan evaluasi mandiri untuk meningkatkan kualitas kegiatan belajar mengajar (KBM) di kelas. Para guru merekam proses KBM di kelas menggunakan telepon seluler dengan bantuan seorang murid. Hasil rekaman tersebut digunakan oleh guru untuk mengevaluasi metode dan proses pembelajaran yang sudah dilakukan. Selain untuk evaluasi diri sendiri, hasil rekaman tersebut juga diperlihatkan kepada kepala sekolah untuk didiskusikan bersama dan mendapat masukan.

Menindaklanjuti evaluasi mandiri ini, para guru membuat agenda pembelajaran yang berisi catatan guru tentang kesulitan dan hal-hal yang masih perlu diperbaiki dalam memimpin proses pembelajaran. Hasil rekaman dan agenda pembelajaran tersebut menjadi salah satu bahan yang dibahas dalam rapat kerja guru setiap bulan. Para guru dapat saling belajar dan memberikan masukan sehingga kualitas pembelajaran di sekolah tersebut dapat diperbaiki secara berkelanjutan.

Proses pelaksanaan program

Pelaksanaan program MBS berorientasi pelayanan publik di SMPN 1 Belimbing melibatkan banyak pihak dari sisi penyedia dan pengguna layanan. Tabel berikut menyajikan langkah sistematis pelaksanaan program dan peran berbagai pihak yang terlibat.

No Tahap pelaksanaan Pihak terlibat Peran

1 Melaksanakan survei

pengaduan

Survei ini bertujuan untuk mendapatkan masukan perbaikan dari pengguna layanan, khususnya dari murid, orangtua murid dan masyarakat

Penyedia layanan:

 Kepala sekolah.

 Guru.

Membuat formulir dan mekanisme survei, serta menyiapkan kelengkapan lain yang diperlukan untuk melaksanakan survei. Pengguna layanan: Mengisi formulir survei


(12)

Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Pendidikan

Halaman 10 sekitar.

Sebelum survei pengaduan dilakukan, komite sekolah dan masyarakat mendapatkan sosialiasi dan pelatihan tentang hak mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Di sisi lain, sekolah juga mendapat pelatihan tentang partisipasi publik dan cara melibatkan masyarakat di perencanaan sekolah.

 Murid.

 Orangtua.

 Masyarakat sekitar.

untuk memberikan masukan kepada kepada sekolah.

No Tahap pelaksanaan Pihak terlibat Peran

2 Membuat janji perbaikan pelayanan

Hasil survei dianalisa dan diverifikasi oleh sekolah. Kemudian, hasil survei yang dapat ditindaklanjuti oleh sekolah dituangkan ke dalam Janji Perbaikan Pelayanan. Dokumen ini ditandatangani oleh kepala sekolah, komite sekolah, dan dikuatkan oleh dinas pendidikan kabupaten.

Penyedia layanan:

 Kepala sekolah.

 Dinas pendidikan.

Memperbaiki kualitas layanan terutama terkait janji yang tertulis di janji perbaikan pelayanan. Pengguna layanan:

 Murid

 Komite sekolah/ orangtua

 Masyarakat sekitar

Mendorong dan memonitor janji perbaikan pelayanan.

3 Kepala sekolah, guru dan komite sekolah menyusun RKS secara partisipatif

RKS dibuat untuk jangka waktu empat tahun sebagaimana diatur

Penyedia layanan:

 Kepala sekolah

 Guru

 Komite sekolah

Membuat rancangan RKS berdasarkan masukan masyarakat yang diperoleh dari survei pengaduan.


(13)

Halaman 11 dalam PP nomor 19 tahun 2005

tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 53 yang menyatakan bahwa setiap satuan pendidikan dikelola atas dasar rencana kerja tahunan yang merupakan penjabaran rinci dari rencana kerja jangka menengah satuan pendidikan yang meliputi masa empat tahun.

Pengguna layanan:

 Orangtuamurid/ komite sekolah

 Murid

Mengawasi

pelaksanaan RKS. Hal ini dapat dilakukan dengan mengakses informasi tentang rencana kerja sekolah yang dipasang di papan informasi.

4 Kepala sekolah, guru dan komite sekolah menyusun RKAS secara partisipatif.

Pada tahap penyusunan RKAS ini terdapat sub tahap sebagai berikut:

a. Kepala sekolah membuat rancangan RKAS berdasarkan hasil evaluasi diri sekolah (EDS), hasil survei pengaduan dan capaian standar pelayanan mutu (SPM) serta mengacu pada RKS.

b. Rancangan tersebut tersebut dibahas dan didiskusikan melalui rapat kerja dengan dewan guru dan komite sekolah.

c. Kemudian RKAS dibahas kembali di rapat pleno yang dihadiri oleh pengawas

Penyedia layanan:

 Kepala sekolah.

 Guru

 Melakukan evaluasi bersama

berdasarkan data EDS dan capaian SPM, serta hasil survei pengaduan.

 Menyusun

rancanganRKAS dengan mengacu pada hasil evaluasi tersebut dan RKS yang telah dibuat sebelumnya.

 Memfasilitasi rapat pleno dengan mengundang

pemangku kepentingan lainnya.


(14)

Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Pendidikan

Halaman 12 sekolah, kepala UPTD, komite

sekolah, orangtua murid, dan tokoh masyarakat lainnya.

 Orangtua murid/ komite sekolah

 Murid

masyarakat dapat memberikan

masukan kepada sekolah untuk memperbaiki

kualitas layanan pendidikan.

No Tahap pelaksanaan Pihak terlibat Peran

5 Publikasi RKS/ RKAS

Sekolah membuat ringkasan RKS/ RKAS yang telah disepakati dalam rapat pleno dan memasangnya di papan informasi. Hal ini penting agar seluruh pihak dapat melihat informasi tentang RKS/ RKAS dan laporan keuangannya.

Penyedia layanan:

 Kepala sekolah.

 Guru

 Membangun

transparansi dan akuntabilitas

pelayanan publik yang dapat meningkatkan partisipasi dan respon seluruh pemangku

kepentingan sekolah tersebut. Pengguna layanan:

 Orangtua murid/ komite sekolah

 Murid

 Masyarakat sekitar

Terlibat dan mengawasi

pelaksanaan RKS/ RKAS tersebut sesuai dengan peran dan kewenangan masing-masing.

6 Melaksanakan RKS/ RKAS

Pelaksanaan RKS/ RKAS ini bersinergi dengan pelaksanaan

Penyedia layanan:

 Kepala sekolah

 Guru

Kepala sekolah dan dewan guru adalah penanggungjawab


(15)

Halaman 13 program MBS berorientasi

pelayanan publik. Perbaikan-perbaikan inovatif yang dilakukan dalam implementasi RKAS ini telah dijelaskan di bagian sebelumnya.

pelakasanaan RKS/ RKAS.

Pengguna layanan:

 Orangtua murid/ komite sekolah

 Murid

Namun, pemangku kepentingan lainnya seperti komite sekolah dan orangtua juga mempunyai tanggung jawab untuk terlibat dan bekerja sama dengan sekolah untuk mengatasi masalah yang muncul di sekolah.

7 Monitoring dan evaluasi

Monitoring dan evaluasi dilakukan secara internal dan eksternal.

Evaluasi internal dilakukan oleh kepala sekolah dan guru. Kepala sekolah memonitor pelaksanaan RKS/ RKAS dan proses kegiatan belajar mengajar. Hasil evaluasi tersebut didiskusikan bersama dengan guru dan komite sekolah dalam pertemuan rutin.

Penyedia layanan:

 Sekolah

Pengguna layanan:

 Komite sekolah

 Murid

Melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan rencana kerja sekolah dan kualitas proses kegiatan belajar mengajar.

Memberikan masukan terhadap pelaksanaan rencana kerja sekolah dan kegiatan belajar mengajar.

Evaluasi eksternal dilakukan oleh komite sekolah dan jurnalis warga. Hasil evaluasi didiskusikan oleh komite sekolah dan jurnalis warga.

Penyedia layanan:

 Sekolah

Mendiskusikan hasil monitoring dan masalah pendidikan yang terjadi di sekolah


(16)

Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Pendidikan

Halaman 14 Selain itu, jurnalis warga

menyiarkan isu pendidikan dan partisipasi publik melalui radio komunitas Suara Melawi. Evaluasi eksternal juga dilakukan secara formal oleh dinas Pendidikan, khususnya Pengawas Sekolah. Mereka secara rutin memperoleh laporan sekolah dan mengahadiri pertemuan sekolah untuk membahas berbagai masalah sekolah.

Pengguna layanan:

 Komite sekolah

 Murid

 Masyarakat

dengan berbagai pemangku

kepentingan.

Jurnalis warga membantu

mempublikasikan isu pendidikan dan informasi tentang partisipasi publik.

Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap penyediaan

pelayanan pendidikan di sekolah dan memberikan

masukan.

Anggaran yang diperlukan

Pelaksanaan program MBS berorientasi pelayanan publik tidak perlu anggaran khusus; sekolah dapat menggunakan anggaran sekolah yang sudah ada untuk melaksanakan survei pengaduan yang hanya membutuhkan biaya untuk penggandaan kuesioner dan menindaklanjuti janji perbaikan layanan.


(17)

Halaman 15

Hasil dan dampak program

Para pemangku kepentingan diSMPN 1 Belimbing telah mendapat banyak manfaat dari program MBS berorientasi pelayanan publik yang menggabungkan sisi penyedia dan pengguna layanan. Hasil dan dampak yang nyata terjadi adalah:

1. Kesadaran masyarakat tentang haknya mendapat pelayanan publik yang berkualitas meningkat. Survei pengaduan yang diawali dengan edukasi tentang hak masyarakat terhadap pelayanan publik telah meningkatkan kesadaran komite sekolah – sebagai perwakilan masyarakat – untuk meminta layanan pendidikan yang berkualitas.

Survei pengaduan juga menjadi proses evaluasi yang transparan dan partisipatif. Dalam survei ini, masyarakat dapat merefleksikan kembali kualitas pelayanan pendidikan yang selama ini mereka terima. Selain itu, masyarakat juga diajak untuk ikut memikirkan solusi untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

Gambar 2. Siswa mencuci tangan di sekolah. Partisipasi masyarakat yang kuat membantu sekolah menciptakan lingkungan belajar aman dan nyaman serta mendorong siswa berperilaku hidup sehat.


(18)

Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Pendidikan

Halaman 16 2. Transparansi dan akuntabilitas pelayanan sekolah meningkat. Adanya papan

informasi yang membuat RKAS dan laporan keuangan adalah wujud tata kelola di mana transparansi dan akuntabilitas pelayanan publik dilakukan oleh SMPN 1 Belimbing sebagai penyedia layanan.

3. Kepercayaan masyarakat terhadap sekolah meningkat. Keterbukaan sekolah untuk mempublikasi laporan keuangan dan rencana kerjanya telah meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sekolah. Selain itu, inisiatif sekolah untuk mengundang masyarakat di pertemuan-pertemuan sekolah meningkatkan komunikasi dengan masyarakat.

4. Partisipasi dan respon masyarakat terhadap masalah pendidikan meningkat. Kesadaran masyarakat tentang hak mendapat pelayanan berkualitas dan kepercayaan mereka yang tinggi terhadap sekolah mendorong masyarakat untuk lebih banyak terlibat dalam memecahkan masalah di sekolah. Selain itu, masyarakat juga berinisiatif untuk mencari dukungan dunia usaha untuk membantu memperbaiki fasilitas sekolah.

Kerjasama yang kuat antara penyedia layanan (sekolah) dan pengguna layanan (orangtua dan masyarakat serta komite sekolah) menciptakan lingkungan belajar yang nyaman, sehat dan aman. Contoh perbaikan yang telah dilakukan di SMPN 1 Belimbing adalah:

a. Membuat taman hijau dan kebun tanaman obat. Sekolah memanfaatkan sebagian lahan sekolah yang dulunya hanya semak belukar, sekolah telah menanam sejumlah tanaman disertai dengan pembuatan bangku kayu dan saung dengan bahan alami. Sarana ini selain membuat lingkungan sekolah lebih sehat dan asri, juga dapat dimanfaatkan guru untuk mengajar tentang lingkungan hidup.

b. Memperbaiki kantin sekolah. Kondisi kantin sekolah yang kurang tertata baik membuat murid lebih sering jajan di luar lingkungan sekolah pada


(19)

Halaman 17 waktu jam istirahat. Hal ini sangat berisiko terhadap kesehatan murid. Untuk itu, komite sekolah dan beberapa orangtua murid berinisiatif untuk memperbaiki kantin sekolah. Mereka dan sekolah merencanakan, membuat anggaran dan mengerjakan perbaikan kantin tersebut. Sebagian orangtua ikut menyumbang bahan kayu, atap, uang, dan kebutuhan terkait lainnya.

c. Memperbaiki toilet murid. Perbaikan toilet selama program intervensi ini merupakan salah satu langkah awal keterlibatan orangtua di SMPN 1 Belimbing. Toilet untuk murid laki-laki dan perempuan telah dibuat terpisah dan dilengkapi dengan air bersih yang cukup. Bahkan di tahun 2014, sekolah ini mendapat bantuan dari Bank Pembangunan Daerah (BPD) Kalimantan Barat Cabang Melawi, untuk membangun tambahan lima toilet untuk murid perempuan, sehingga fasilitas toilet saat ini sudah memadai dan mendukung perbaikan kualitas pelayanan di sekolah ini. d. Memperbaiki penyekat ruang aula. Pada tahun 2013, orangtua murid

SMPN 2013 berinisiatif mengganti sekat kayu antar kelas dengan folding gate (sekat aluminium) untuk ruang aula yang juga berfungsi sebagai ruang kelas. Usul ini diberikan untuk agar kelas dapat dibuka dengan mudah jika sekolah perlu ruang pertemuan yang dapat menampung 374 orangtua murid. Sejak tahun 2012 hingga 2015, orangtua murid telah memberikan dukungan dana 256.569.700 rupiah untuk membantu perbaikan fasilitas sekolah.

e. Mendapatkan dukungan yang kuat dari dunia usaha. Selain mendapatkan kontribusi dari orangtua siswa, komite sekolah juga mendorong dunia usaha untuk membantu sekolah memperbaiki fasilitasnya. Sejak tahun 2012, dunia usaha telah memberikan dukungan dana kepada sekolah setiap tahun. Selama empat tahun kerjasama, industri telah mengucurkan 140 juta rupiah kepada sekolah.

5. Kapasitas sekolah dalam melaksanakan proses pembelajaran di sekolah meningkat. Para guru mulai memahami dan melaksanakan proses perencanaan dan evaluasi mandiri. Hasil evaluasi didiskusikan dengan kepala sekolah dan


(20)

Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Pendidikan

Halaman 18 juga dalam rapat bulanan dewan guru. Hal ini penting dilakukan agar guru dan kepala sekolah dapat terus memonitor kualitas kegiatan belajar mengajar.

Monitoring dan evaluasi

Monitoring dan evaluasi program MBS berorientasi pelayanan publik di SMPN 1 Belimbing dilakukan oleh pihak internal dan eksternal secara berkala. Hasil evaluasi ini ditindaklanjuti oleh sekolah untuk memperbaiki kualitas pelayanan pendidikannya.

a. Evaluasi internal. Sebagai pihak yang bertanggungjawab atas pelaksanaan RKS/ RKAS, kepala sekolah memonitor pelaksanaan rencana kerja sekolah tersebut. Hasil evaluasi tersebut didiskusikan bersama dengan guru dan komite sekolah dalam pertemuan rutin.

Selain itu, kepala sekolah dan guru juga mengevaluasi proses kegiatan belajar mengajar di kelas secara mandiri dan mendiskusikan masalah dan rencana pengajaran dalam pertemuan dewan guru. Evaluasi mandiri ini menjadi salah satu alat untuk menjamin mutu pelayanan pendidikan di sekolah.

b. Evaluasi eksternal. Evaluasi eksternal dilakukan oleh komite sekolah dan jurnalis warga. Mereka memastikan janji perbaikan pelayanan sebagai respons survey pengaduan dimasukkan dalam RKS/ RKAS dan dilaksanakan oleh sekolah. Kemudian, komite sekolah mendiskusikan dan mencari solusi masalah pendidikan yang ditemukan dengan sekolah. Sementara itu, jurnalis warga menyebarluaskan hasil monitoring mereka dan isu pendidikan yang dihadapi melalui radio komunitas Suara Melawi. Selain itu, radio komunitas ini juga aktif menyiarkan informasi tentang partisipasi masyarakat dalam memajukan manajemen sekolah dan mengajak masyarakat untuk terlibat aktif di sekolah.

Evaluasi eksternal juga dilakukan secara formal oleh dinas pendidikan melalui pengawas sekolah dan kepala UPTD. Mereka secara rutin menerima laporan dari sekolah tentang penyelenggaraan pelayanan pendidikan di sekolah dan


(21)

Halaman 19 menghadiri rapat dengan sekolah. Dinas pendidikan juga memberikan masukan terhadap laporan sekolah.

Tantangan yang dihadapi

Selama empat tahun program ini berjalan, ada beberapa tantangan utama yang dihadapi dalam proses meningkatkan kualitas pelayanan publik di sektor pendidikan, yaitu:

1. Persepsi awal orangtua dan masyarakat bahwa mereka tidak perlu membantu sekolah karena pendidikan adalah tanggungjawab sepenuhnya pemerintah. Pandangan ini menyebabkan sebagian besar dari orangtua jarang mau terlibat dalam program dan kegiatan sekolah. Namun, paradigma ini dapat diubah melalui kegiatan sosialisasi dan pelatihan yang intensif bagi dinas pendidikan, sekolah dan komite sekolah sebagai perwakilan masyarakat. Sosialisasi tersebut berisi tentang hak masyarakat mendapatkan pendidikan berkualitas dan pentingnya partisipasi publik untuk perbaikan pendidikan bagi sekolah.

2. Kapasitas sumber daya manusia dalam memahami sistem dan cara melaksanakan MBS masih perlu ditingkatkan. Meskipun pemerintah telah melakukan sosialisasi MBS kepada sekolah sebelum program ini berjalan, masih banyak sekolah belum dapat menerapkan MBS karena tidak mempunyai contoh praktik baik dan tidak semua sumber daya manusia di sekolah memiliki keterampilan memadai untuk melaksanakan sistem ini.

Tantangan ini diatasi dengan memberikan contoh sekolah yang telah berhasil menerapkan MBS dan memberikan pelatihan intensif kepada sekolah tentang cara penerapan MBS beriorientasi pelayanan publik, termasuk menyusun RKS/ RKAS secara partisipatif.

3. Sebelum program ini dilakukan, komite sekolah tidak berfungsi secara optimal. Namun, setelah mendapatkan pelatihan tentang partisipasi publik, anggota komite sekolah yang terdiri dari perwakilan masyarakat, sekolah, pemerintah


(22)

Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Pendidikan

Halaman 20 daerah memiliki komitmen tinggi untuk bekerjasama untuk meningkatkan kualitas pelayanan di sekolah. Mereka melakukan diskusi dan mencari solusi untuk memperbaiki kualitas pendidikan di sekolah. Akibatnya, sekolah dapat melaksanakan manajemen berbasis sekolah beriorientasi pelayanan publik.

Keberlanjutan dan peluang replikasi

Pelaksanaan MBS beriorientasi pelayanan publik di SMPN 1 Belimbing dapat berkelanjutan dan berpeluang untuk direplikasi karena:

1. Kepemimpinan kepala sekolah sangat berperan dalam keberlanjutan program. Beliau sangat berkomitmen untuk menerapkan program MBS beriorientasi pelayanan publik. Kepala sekolah yakin bahwa kerjasama erat antara Dinas Pendidikan, sekolah, masyarakat, dan dunia usaha adalah kunci untuk menyediakan pelayanan pendidikan yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Selain itu, kepala sekolah juga menjadi panutan bagi guru untuk terus berinovasi dan meningkatkan kualitas kegiatan belajar mengajar.

Program ini tetap dapat dilaksanakan meskipun ada kepala sekolah berganti jika ada alih pengetahuan yang baik tentang MBS beriorientasi pelayanan publik. Kepala sekolah yang lama juga perlu mengenalkan dan meyakinkan kepada para pemangku kepentingan bahwa penggantinya memiliki komitmen dan kemampuan yang kuat untuk menerapkan program ini.

2. Dukungan kuat dari komite sekolah, masyarakat dan dunia usaha. Masyarakat telah sadar dan merasakan manfaat partisipasi publik terhadap peningkatan kualitas pelayanan sekolah. Oleh karena itu, mereka akan meminta kepada sekolah untuk tetap terlibat aktif dalam program-program sekolah meskipun staff sekolah berganti.

3. Belajar dari pengalaman SMPN 1 Belimbing, Dinas Pendidikan Kabupaten Melawi menerbitkan surat keputusan yang meminta seluruh sekolah di kabupaten ini untuk memajang rencana kerja dan anggarannya serta


(23)

Halaman 21 mendokumentasikan pertemuan dengan baik. Hal ini menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas sekolah. Surat keputusan tersebut adalah Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Melawi Nomor 36/2014 tentang “Penyediaan Papan Informasi, Pemajangan

Perencanaan dan Anggaran Sekolah” yang diterbitkan pada tanggal 28 Mei

2014; dan Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Melawi Nomor 42/2014 tentang “Penyediaan Absensi dan Notulensi dalam Pertemuan Rapat Sekolah kedalam Dokumen Rencana Kerja Sekolah atau Rencana Kegiatan dan

Anggaran Sekolah” yang diterbitkan pada tanggal 6 Juni 2014. Regulasi ini merupakan dukungan nyata pemerintah daerah untuk mendorong sekolah-sekolah lain untuk menerapkan MBS berorientasi pelayanan publik.

Hasil pembelajaran dan rekomendasi

Sekitar empat tahun pelaksanaan program MBS Berorientasi Pelayanan Publik di SMPN 1 Belimbing Kabupaten Melawi ini telah menghasilkan beberapa perubahan konkrit yang menumbuhkan kesadaran dan paradigm baru bagi para pemangku kepentingan di daerah tersebut. Namun di sisi lain juga memberikan pelajaran untuk perbaikan dalam menghadapi tantangan implementasi program di masa yang akan datang.

Pembelajaran dan rekomendasi yang utama dari proses implementasi ini adalah sebagai berikut:

1. Implementasi suatu sistem manajemen yang partisipatif, transparan, akuntabel dan responsif, tidak cukup hanya dilakukan melalui transfer pengetahuan dalam pelatihan atau lokakarya. Diperlukan suatu pola pendampingan intensif langsung di lapangan untuk membangun komitmen dan disiplin kerja para pemangku kepentingan, khususnya sekolah dan orangtua murid. Oleh karena itu, Dinas

Manajemen berbasis sekolah membantu sekolah dan

masyarakat membangun kesepahaman tentang kualitas pendidikan yang diharapkan.

- Theresia Idayani Kepala Sekolah SMPNI Belimbing


(24)

Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Pendidikan

Halaman 22 Pendidikan perlu membuat panduan pelaksanaan MBS dan memberikan bantuan teknis yang intensif kepada sekolah agar mampu menggalang komitmen dari berbagai pemangku kepentingan.

2. Komunikasi terbuka antara sekolah, komite sekolah dan masyarakat sangat diperlukan untuk membangun kepercayaan sehingga publik dapat terus memberikan dukungannya kepada sekolah. SMPN 1 Belimbing telah berhasil memperbaiki komunikasinya dengan berbagai pemangku kepentingan sehingga mereka dapat memperbaiki toilet yang telah lama rusak dengan bantuan orangtua murid. Oleh karena itu, sekolah tetap perlu menjaga komunikasinya dengan para pemangku kepentingan secara terbuka.

3. Model pemberdayaan yang mempertemukan penyedia dan pengguna layanan penting dilaksanakan di tingkat sekolah. Model ini membantu peningkatan kapasitas dua sisi yang melibatkan pengguna layanan, dalam hal ini orangtua murid dan masyarakat, dalam membahas permasalahan di sekolah membuat proses mencari solusi dan membuat perencanaan perbaikan menjadi lebih baik; dan secara langsung kapasitas pihak penyedia layanan (kepala sekolah dan para guru) pun meningkat. Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa proses kerjasama antara penyedia dan pengguna layanan menjadi penting dalam upaya peningkatan pelayanan pendidikan oleh sekolah.

4. Selain fasilitas penunjang, sekolah perlu melakukan inovasi dalam kegiatan belajar mengajar. Supervisi mandiri akan menjadi lebih lengkap ketika disertai dengan inovasi dalam metode pembelajaran dan aspek pedagogis lainnya sehingga prestasi akademik murid meningkat.

Dari seluruh pencapaian yang sudah diuraikan di atas dan tantangan yang masih ada, dapat disimpulkan bahwa implementasi program MBS Berorientasi Pelayanan Publik di SMPN 1 Belimbing dapat dijadikan contoh praktik baik bagi sekolah atau pemangku


(25)

Halaman 23 kepentingan lainnya yang ingin meningkatkan kualitas layanan publik dan kualitas pendidikan secara keseluruhan.

Informasi Kontak

Theresia Idayani, S.Pd

Kepala Sekolah SMPN 1 Belimbing, Melawi Jl. Provinsi No. 43, Pemuar


(26)

Program pendidikan USAID Kinerja bertujuan untuk meningkatkan kualitas manajemen pendidikan di tiga bidang: Manajemen Berbasis Sekolah, Distribusi Guru Proporsoional, dan Bantuan Operasional Satuan Pendidikan.

Penataan dan Pemerataan Guru Melalui Partisipasi Publik di

Kabupaten Barru


(27)

Halaman 24

Penataan dan Pemerataan Guru Melalui Partisipasi Publik di

Kabupaten Barru

Situasi sebelum program dilakukan

Kabupaten Barru adalah salah satu kabupaten yang terletak di pesisir pantai barat Provinsi Sulawesi Selatan dengan luas wilayah 1.174,72 Km2 (117.472 Ha). Kabupaten Barru dapat ditempuh melalui perjalanan darat kurang lebih 2,5 jam atau berada kurang lebih 102 Km sebelah utara Kota Makassar Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan. Terkait sektor pendidikan, data yang tersedia berupa indeks pendidikan Kabupaten Barru, sebagai gabungan dari nilai angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Indeks pendidikan kabupaten ini telah mengalami peningkatan dari tahun 2004 ke tahun 2007, tetapi posisinya masih dibawah rata-rata indeks pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan, seperti terlihat pada tabel berikut:

Tahunan Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi Selatan Nasional

2004 71,29 71,44 76,27

2005 71,91 71,96 76,82

2006 73,07 74,37 77,41

2007 73,56 74,37 77,84

Indeks pendidikan yang masih di bawah rata-rata provinsi dan nasional menunjukkan masih perlunya perbaikan kualitas pendidikan di Kabupaten Barru. Memang banyak faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan di suatu kabupaten, dan salah satu faktor yang penting adalah ketersediaan guru di setiap sekolah. Pemerintah daerah harus memastikan bahwa setiap sekolah mempunyai jumlah guru yang sesuai dengan kebutuhan. Artinya di suatu kabupaten, idealnya selain jumlah guru yang cukup, distribusinya pun harus proporsional. Saat ini data jumlah guru di Barru, untuk guru Sekolah Dasar sekitar 1.680 , Sekolah Menengah Pertama 572 guru, Sekolah Menengah Atas sebanyak 235 guru dan Sekolah Menengah Kejuruan 142 guru. Total jumlah guru mencapai 2.715.


(28)

Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Pendidikan

Halaman 25 Namun, menurut Kepala Dinas Pendidika Kabupaten Barru, distribusi guru masih belum merata karena masih adanya sejumlah sekolah yang masih kekurangan guru. Ketidakmerataan guru ini mempunyai dampak yang kurang produktif bagi sektor pendidikan. Pertama, pelayanan publik bidang pendidikan di sekolah-sekolah yang kekurangan guru menjadi tidak maksimal karena pada jam pelajaran banyak kelas dibiarkan kosong tanpa kegiatan belajar, kriteria ketuntasan mengajar tidak tercapai, dan akhirnya kompetensi murid manjadi rendah. Kedua, guru-guru yang bertugas di sekolah-sekolah yang berkelebihan guru tidak dapat memenuhi jumlah jam mengajar sesuai standar (24 jam per minggu) karena harus berbagi dengan guru lainnya. Keadaan ini menimbulkan kerugian pada guru karena berpengaruh pada pengembangan karir guru, yakni sertifikasi dan kenaikan pangkat yang mensyaratkan terpenuhinya jam mengajar

Berdasarkan realitas tersebut dan sesuai dengan regulasi di sektor pendidikan, maka perlu dilakukannya penataan dan pemerataan guru seperti peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah pusat melalui Peraturan Bersama Lima Menteri tentang Penataan dan Pemerataan Guru PNS yang dikeluarkan pada Oktober 2011. Juga perlu dilakukan analisis kebutuhan distribusi guru PNS dengan berperdoman pada Petunjuk Teknis Penataan dan Pemerataan Guru Pegawai Negeri Sipil dan Permendikbud Nomor 62/2013 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan.

Bentuk inovasi

Tidak meratanya distribusi guru sebagai akibat manajemen yang tidak didasarkan pada kebutuhan sekolah, tetapi lebih pada kebutuhan pribadi guru. Pemindahan atau pengalihan guru umumnya diprakarsai oleh guru secara individual berdasarkan kepentingan mereka sendiri dan bukan kepentingan sekolah atau kabupaten. Dinas Pendidikan umumnya tidak punya dasar atau patokan data yang valid untuk memutuskan memberikan izin atau tidak dalam menanggapi permintaan pindah dari seorang guru. Akibatnya, sering ada kelebihan guru di satu tempat dan kekurangan guru di tempat lain. Biasanya sekolah di wilayah perkotaan mempunyai kelebihan guru sementara sekolah di pedesaan dan wilayah terpencil seringkali kekurangan guru.


(29)

Halaman 26 Melihat kenyataan bahwa permasalahan ini adalah kewenangan di tingkat pemerintah daerah, maka strategi utama dari program ini adalah memberikan bantuan teknis dan menjalin hubungan kerja yang intensif dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Barru. Program USAID-KINERJA menunjuk mitra pelaksana yaitu Lembaga Pendidikan dan Konsultan Inovasi Pendidikan Indonesia (LPKIPI) untuk mendampingi Tim Teknis yang disiapkan oleh pemerintah daerah setempat.

Melalui berbagai forum diskusi yang dihadiri oleh para pemangku kepentingan, akhirnya terbentuklah Tim Teknis yang terdiri dari unsur Dinas Pendidikan, Badan Kepegawaian Daerah (BKD), Bappeda, PGRI, dan perwakilan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

Gambar 1. Dinas pendidikan berdikusi tentang capaian standar pelayanan minimum, yang salah satunya mencakup rasio guru dan murid. Hasil analisa ini menjadi sebagai salah satu latar belakang pelaksanaan distribusi guru proporsional


(30)

Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Pendidikan

Halaman 27 Gambar 2. Staff dinas pendidikan

melakukan analisa data distribusi guru

setempat. Tim inilah yang dilatih oleh LPKIPI untuk menggunakan aplikasi komputer untuk pengolahan data Distribusi Guru Proporsional yang disebut SIMPK. Tujuan pelatihan ini adalah meningkatkan kapasitas penyedia layanan, dalam hal ini staf Dinas Pendidikan Kabupaten Barru, agar trampil dalam melakukan pengolahan data untuk penataan dan pemerataan guru di seluruh wilayah kabupaten.

Strategi lain yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pengelolaan data distribusi guru adalah mendampingi Tim Teknis tersebut melakukan pemutakhiran data jumlah dan profil guru-guru yang ada di sekolah-sekolah dari tingkat Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas. Umumnya data yang ada di Dinas Pendidikan berdasarkan pada laporan bulanan dan tahunan yang dibuat sekolah sebagai kelengkapan administrasi di Dinas Pendidikan. Namun pengelolaan yang tidak rapi dan sistematis membuat data tersebut sudah tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya di lapangan. Untuk itulah tim teknis tersebut dengan dibantu oleh LPKIPI turun langsung ke sekolah-sekolah untuk melakukan validasi data sebelum dimasukkan ke dalam aplikasi SIMPK.

Data yang valid dan tersimpan secara sistematis dalam suatu sistem pengelolaan data sangat bermanfaat bagi Dinas Pendidikan, tidak hanya untuk mengambil keputusan dan kebijakan tentang distribusi guru proporsional secara tepat, namun juga digunakan untuk menghitung kebutuhan terkait Standar Pelayanan Minimal, pemetaan sarana dan prasarana satuan pendidikan, penyusunan rencana kerja tahunan, dan lain-lain.

Dengan data yang valid dan sistem pengolahan data yang terkomputerisasi, Dinas Pendidikan mempunyai dasar yang kuat untuk menghitung distribusi guru dengan benar


(31)

Halaman 28 sehingga kebijakan yang diambil dapat memberikan pemerataan guru untuk semua sekolah yang ada di Kabupaten Barru.

Sehingga secara umum strategi penataan dan pemerataan guru di kabupaten Barru ini dilakukan dengan memperhatikan beberapa prinsip, yaitu:

1. Penghitungan distribusi guru berdasarkan kebutuhan sekolah, bukan hanya apa yang diinginkan kepala sekolah atau guru. Proses penghitungan dilaksanakan secara partisipatif, artinya juga menampung aspirasi murid, orangtua, dan masyarakat.

2. Penghitungan distribusi guru menggunakan data yang sudah diperbaharaui. Untuk itu manajemen data di Dinas Pendidikan dan sekolah harus tertata dengan baik dan sistematis.

3. Penghitungan didasarkan pada Standar Pelayanan Minimal (SPM) sehingga distribusi guru di sekolah lebih diarahkan pada peningkatan pelayanan publik, pemenuhan standar pelayanan minimal, dan pencapaian mutu pendidikan yang lebih tinggi.

4. Penghitungan didasarkan pada regulasi daerah (Peraturan Bupati). Hal ini diperlukan untuk menjamin program pemerataan guru ini dapat berlangsung terus secara berkesinambungan.

5. Monitoring pelaksanaan distribusi guru ke sekolah diperlukan agar penataan dan pemerataan guru dapat tepat sasaran dan dapat terus diperbaharui.

6. Penanganan setiap pengaduan masyarakat mengenai masalah-masalah kekurangan guru.

Proses pelaksanaan program

Setelah komitmen bersama dari pemerintah daerah, DPRD, dan pemangku kepentingan lainnya telah tercapai, maka proses penataan dan pemerataan guru di kabupaten Barru ini dilakukan dengan tahapan seperti sebagai berikut:


(32)

Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Pendidikan

Halaman 29 Gambar 3. SK Bupati Barru tentang Distribusi Guru Proporsional

a. Penghitungan Kebutuhan Guru

Penghitungan didasarkan pada kebutuhan operasional sekolah yang dikaitkan dengan kegiatan-kegiatan pembelajaran untuk mencapai standar pelayanan minimal (SPM) dan standar nasional pendidikan (SNP). Jadi hal-hal terkait jumlah mata pelajaran, jam mengajar guru, jumlah kelas, rasio guru dan murid, dan lain-lain, harus diperhatikan sebagai variabel dalam perhitungan ini.

b. Analisis Kesenjangan

Setelah itu dilakukan rapat kerja dan forum diskusi untuk melakukan analisa kesenjangan antara kebutuhan sebenarnya dengan keadaan di sekolah-sekolah yang ada. Analisis ini juga disertai dengan alternatif-alternatif solusi yang difokuskankan pada sekolah-sekolah yang kekurangan guru dan sekolah-sekolah yang berkelebihan guru.

c. Rekomendasi Teknis

Isi rekomendasi teknis yang paling utama adalah mengusulkan agar Pemerintah Daerah melaksanakan distribusi guru sesuai hasil analisa kekurangan dan kelebihan guru yang sudah dipetakan oleh tim teknis.

d. Uji Publik

Hasil analisa dan rekomendasi tersebut ditindaklanjuti melalui diskusi dengan berbagai pihak, termasuk masyarakat dan DPRD. Hal ini dilakukan agar pihak-pihak yang berkepentingan memahami dan memberi masukan untuk pengambil kebijakan dalam penerapan distribusi guru.

e. Pembuatan Regulasi

Setelah semua pihak yang berkepentingan memahami dan menyetujui hasil penghitungan dan rekomendasi dari program penataan dan pemerataan guru ini, maka Bupati


(33)

Halaman 30 menerbitkan Peraturan tentang Penataan dan Pemerataan Guru yang diikuti oleh petunjuk teknis pelaksanaannya.

f. Perencanaan dan Penganggaran

Untuk bisa dilaksanakan, hasil penghitungan dan rekomendasi dimasukkan ke dalam perencanaan dan penganggaran daerah, baik di tingkat kabupaten maupun satuan kerja parangkat daerah (SKPD).

g. Pelaksanaan Distribusi Guru

Berdasarkan regulasi yang sudah ditetapkan, maka sesuai dengan perencanaan dan penganggaran yang telah ditentukan, maka distribusi guru dilaksanakan secara transparan dan sesuai dengan petunjuk teknis yang telah dibuat pemerintah daerah.

h. Monitoring, Evaluasi, dan Pelaporan

Untuk menjamin distribusi guru dilaksanakan sesuai peraturan, maka pelaporan yang akuntabel dilakukan secara teratur sehingga program ini dapat mencapai tujuannya. Monitoring dan evaluasi dilaksanakan secara periodik sehingga perbaikan-perbaikan penyelenggaraan distribusi guru dapat dilaksanakan.

Anggaran yang diperlukan

Anggaran yang dibutuhkan untuk melaksanakan program distribusi guru secara proporsional ini adalah sekitar Rp.200 juta yang digunakan untuk keperluan pemutakhiran dan validasi data, penyusunan regulasi (Peraturan Bupati), uji publik serta pertemuan-pertemuan sesuai kebutuhan. Selain itu sejumlah dana yang besarnya disesuaikan dengan kebutuhan dan ketersediaan anggaran daerah juga diperlukan untuk menunjang skema insentif bagi guru-guru yang ditempatkan di daerah-daerah terpencil.


(34)

Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Pendidikan

Halaman 31

Hasil dan dampak program

Melalui program ini, secara komprehensif dilakukan penghitungan kondisi aktual guru berdasarkan jumlah rombongan belajar dengan memetakan kelebihan dan kekurangan guru kelas untuk tingkat SD dan SMP. Disamping penghitungan ketersediaan guru kelas berdasarkan jumlah rombongan belajar, Dinas Pendidikan juga melakukan identifikasi rasio jumlah guru dengan jumlah murid dalam satu rombongan belajar dan berhasil mengidentifikasi bahwa di tingkat kabupaten rasio siswa dalam satu rombel dapat dirata-ratakan sebanyak 16 siswa per rombongan belajar yang artinya masih memenuhi rasio ukuran SPM yaitu maksimal jumlah siswa dalam rombel 32 siswa.

Berdasarkan hasil analisis kesenjangan dan rekomendasi teknis, Pemerintah Kabupaten Barru melaksanakan mutasi 326 guru PNS yang terdiri dari 261 guru SD, 29 guru SMP, dan 36 guru SMA/SMK melalui SK Bupati yang dikeluarkan pada tanggal 22 September 2014.

Gambar 4. Siswa bermain di sekolah. Program distribusi guru proporsional yang melibatkan partisipasi masyarakat membantu pemerataan layanan pendidikan.


(35)

Halaman 32 Dari hasil perbaikan data, analisa kesenjangan dan rekomendasi teknis yang telah dihasilkan melalui program ini, maka ada dampak perbaikan yang diperoleh oleh para pemangku kepentingan di kabupaten ini, antara lain:

1. Manajemen data dan informasi, terutama terkait data guru dan pegawai yang ada di Dinas Pendidikan menjadi lebih baik dan teratur. Data yang valid dan rutin diperbaharui tentunya penting bagi pengambil kebijakan untuk membuat keputusan yang benar dan bijaksana.

2. Peningkatan keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan forum diskusi dan forum kerja yang terkait dengan program penataan dan pemerataaan guru ini. Hal ini tentu memperkuat peran dan fungsi dari masyarakat dalam ikut memperbaiki kondisi pendidikan di kabupaten Barru.

3. Peningkatan kapasitas pemerintah daerah terutama dalam daya tanggap (responsif) terhadap kebutuhan sekolah dalam hal ketimpangan distribusi guru. Pemerataan distribusi guru sangat penting dalam mencapai standar pelayanan publik yang baik.

Secara keseluruhan program Kinerja ini telah memberikan dampak kepada perbaikan pelayanan publik dalam hal penataan dan pemerataan guru di Kabupaten Barru.

Monitoring dan evaluasi

Program ini memberikan kesempatan bagi para pemangku kepentingan bisa memonitor dan mengevaluasi bersama apa yang telah mereka sepakati di awal program. Prinsip kerja itu adalah sebagai berikut:

Keikutsertaan instansi-instansi terkait

Program-program di sektor pendidikan tidak semata-mata dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan, melainkan menyangkut beberapa instansi pemerintah daerah lainnya seperti Bappeda, Bagian Organisasi dan Tata Laksana, Bagian Keuangan, Bagian Hukum, dan Badan Kepegawaian Daerah.


(36)

Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Pendidikan

Halaman 33Dibentuknya forum multi stakeholder (MSF).

Dari sisi pengguna pelayanan, keterlibatan masyarakat sangat diperlukan karena masyarakat mempunyai kewajiban untuk ikut serta dalam penyelengaraan pendidikan sebagaimana diamanatkan oleh peraturan perundangan. Dengan keterlibatan masyarakat, program-program sektor pendidikan dapat dilaksanakan secara tranparan dan akuntabel.

Memperhatikan Keberkelanjutan Program

Semua pendekatan program sektor pendidikan harus dapat berlangsung terus secara berkesinambungan. Hal ini hanya dapat terlaksana ketika manfaat program-program pendidikan dapat dirasakan oleh masyarakat dan pelaksanaannya terus dikawal, tidak saja oleh pemerintah daerah tetapi juga oleh masyarakat melalui forum-forum multi stakeholder.

Selain itu, pendekatan KINERJA juga menggunakan media massa lokal sehingga tersedia wadah bagi partisipasi masyarakat. Media massa dan forum multi stakeholder berperan dalam pengawasan program penataan dan pemerataan guru ini. Pengawasan dilakukan melalui monitoring dan pengaduan-pengaduan yang kemudian ditindaklanjuti dengan analisis dan laporan kepada para pengambil kebijakan.

Tantangan yang dihadapi

Dalam setiap implementasi program bantuan teknis, selalu ada tantangan yang dihadapi dan harus diatasi agar program berjalan baik. Untuk pelaksanaan program penataan dan pemerataan guru di kabupaten Barru ini, beberapa tantangan di antaranya:

a. Pelaksanaan program di tingkat kabupaten seperti penataan dan pemerataan guru ini membutuhkan keselarasan dengan program kerja yang telah dimiliki pemerintah daerah sebelum program dimulai. Jika diperlukan perubahan perencanaan daerah untuk mendukung pelaksanaan program maka hal tersebut yang tidak mudah dilakukan. Karena perubahan program daerah harus sesuai dengan siklus perencanaan dan penganggaran daerah.


(37)

Halaman 34 b. Untuk melaksanakan seluruh rekomendasi teknis dan melakukan distribusi guru

secara merata, dibutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Keterbatasan anggaran yang tersedia kadang menjadi tantangan yang harus dihadapi sehingga kadang diperlukan tahapan implementasi sesuai prioritas pemenuhan kebutuhan di sektor pendidikan ini.

c. Kapasitas sumber daya manusia yang terlibat dalam implementasi program masih perlu ditingkatkan. Karena itu diperlukan pelatihan dan pendampingan agar pengetahuan dan keterampilan mereka secara bertahap dapat ditingkatkan. d. Membangun komitmen dan disiplin kerja dari seluruh pemangku kepentingan juga menjadi tantangan yang harus dihadapi dalam pelaksanaan program ini. Diperlukan pendampingan yang intensif agar setiap pihak yang terlibat memahami peran dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan dalam program ini.

Secara bertahap, tantangan tersebut dapat diatasi bersama dengan kerja sama yang baik dari pemerintah daerah, dan para pemangku kepentingan lainnya di kabupaten Barru.

Keberlanjutan dan peluang replikasi

Dengan komitmen yang baik dari pemerintah daerah di kabupaten Barru dan dukungan yang baik dari forum pemangku kepentingan maka hasil-hasil perhitungan dan analisa yang diperoleh dari program ini dan kebijakan yang sudah ditetapkan oleh Bupati dan Dinas Pendidikan, maka peluang keberlanjutan program ini sangat besar. Melalui komitmen dan penganggaran yang benar, maka penataan dan pemerataan guru dapat terus dilaksanakan sehingga kuantitas dan kualitas guru yang tersedia di sekolah-sekolah dapat sungguh-sungguh menjawab kebutuhan riil yang ada di sekolah-sekolah.

Sistem penataan dan pemerataan guru ini juga bisa direplikasi ke kabupaten lain yang ada di Indonesia, apalagi sebagian alat bantu dalam sistem perhitungan ini sudah teraplikasi ke dalam program komputer. Ketika sistem ini dilengkapi dengan modul dan


(38)

Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Pendidikan

Halaman 35 panduan pelaksanaan yang detil, maka pemerintah daerah dan masyarakat dapat melakukan proses perhitungan dan analisa ini secara mandiri.

Hasil pembelajaran dan rekomendasi

Berdasarkan pengalaman dari proses implementasi program ini, maka beberapa pembelajaran dan rekomendasi yang bisa dicatat untuk perbaikan ke depan adalah:

a. Sejak awal dimulainya program, sangat perlu melibatkan masyarakat melalui forum-forum diskusi para pemangku kepentingan. Karena kegiatan perbaikan pelayanan publik yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah adalah untuk kepentingan masyarakat, maka sudah seharusnya masyarakat dilibatkan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasannya.

b. Tim teknis untuk pelaksanaan program harus mengoptimalkan sumber daya manusia yang sudah tersedia di institusi yang ada, tidak perlu perekrutan baru. Dengan melibatkan pegawai yang ada maka proses pemberdayaan institusi pemerintah seperti Dinas Pendidikan, BKD, Bappeda, LSM lokal, dan lain-lain dapat berjalan parallel dengan pelaksanaan program.

c. Pelaksanaan program di tingkat kabupaten seperti pemerataan guru ini, melibatkan banyak individu dari berbagai institusi dan elemen masyarakat, sehingga diperlukan koordinasi dan indikator pencapaian yang jelas. Setiap pihak perlu menyadari tanggung jawabnya dalam kerja kolektif yang dilakukan untuk perbaikan pelayanan publik di daerah.

Demikian salah satu contoh praktik baik yang telah dilakukan terkait dengan penataan dan pemerataan guru dalam rangka memperbaiki kualitas pelayanan publik. Praktik baik ini dapat direplikasi dan dikembangkan oleh pemerintah daerah lainnya atau pihak lainnya yang peduli terhadap perbaikan mutu pendidikan di Indonesia.


(39)

Halaman 36

Informasi kontak

DR. Ir. Abustan, M.Si

Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Barru Jl. H.M. Saleh Lawa No.40, Barru


(40)

Program pendidikan USAID Kinerja bertujuan untuk meningkatkan kualitas manajemen pendidikan di tiga bidang: Manajemen Berbasis Sekolah, Distribusi Guru Proporsoional, dan Bantuan Operasional Satuan Pendidikan.

Replikasi Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan

Publik di Kota Probolinggo


(41)

Halaman 37

Replikasi Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi

Pelayanan Publik di Kota Probolinggo

Situasi sebelum program dilakukan

Meskipun manajemen berbasis sekolah (MBS) telah menjadi mandat nasional dan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005, pasal 49 ayat 1 tentang Standar Nasional Pendidikan, masih banyak sekolah di Kota Probolinggo yang kurang optimal menerapkan program pemerintah ini. Sekolah cenderung melaksanakan MBS hanya untuk memenuhi persyaratan formal tanpa melibatkan masyarakat. Selama ini keterlibatan komite sekolah, sebagai perwakilan masyarakat, masih terbatas pada tandatangan bukti pengesahan rencana kerja sekolah (RKS) dan rencana kerja anggaran sekolah (RKAS); mereka tidak terlibat dalam penyusunan rencana kerja sekolah. Di sisi pengguna layanan, masyarakat dan orangtua cenderung pasif dan tidak terlibat dalam pembangunan sekolah. Akibatnya, kualitas layanan pendidikan di Kota Probolinggo kurang optimal.

Dengan bantuan teknis USAID Kinerja melalui organisasi mitra pelaksananya, Lembaga (LPKP), Dinas Pendidikan Kota Probolinggo menerapkan program MBS berorientasi pelayanan publik. Program yang awalnya dilakukan di 20 sekolah ini bertujuan membantu sekolah memperbaiki tata kelola layanannya sehingga kualitas layanan pendidikan di sekolah akan meningkat. Program percontohan ini diawali dengan pelatihan MBS beriorientasi pelayanan publik bagi staf dinas pendidikan dan sekolah. Selama mengikuti pelatihan ini, peserta belajar tentang pentingnya akuntabilitas, transparansi dan partisipasi publik untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Di sisi lain, komite sekolah dan paguyuban kelas mendapatkan pelatihan dan mengikuti berbagai kegiatan pengembangan kapasitas agar mereka mampu terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pelayanan sekolah.

Setelah tiga tahun program MBS beriorientasi pelayanan publik berjalan, banyak perkembangan yang terjadi di 20 sekolah percontohan. Kerjasama komite sekolah, paguyuban kelas, sekolah dan dinas pendidikan semakin kuat. Sekolah mendapatkan


(42)

Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Pendidikan

Halaman 38 umpan balik dari orangtua dan murid tentang kualitas layanan pendidikan melalui survey pengaduan dan menggunakan masukan tersebut dalam perencanaan sekolah. Selain itu, orangtua murid dan masyarakat juga terlibat dalam perencanaan, berkontribusi terhadap pembangunan di sekolah dan mengawasi penyediaan pelayanan di sekolah. Hal ini berdampak pada peningkatan kualitas layanan pendidikan. Bahkan beberapa sekolah mitra mendapat penghargaan, seperti SDN Tisnonegaran 1 yang berhasil memperoleh penghargaan Adiwiyata Bestari Kota Probolinggo tahun 2014 sebagai sekolah peduli dan berbudaya lingkungan.

Melihat keberhasilan program MBS beriorientasi pelayanan publik di 20 sekolah mitra, pemerintah Kota Probolinggo memutuskan untuk mereplikasi program ini ke 99 sekolah di seluruh kota. Replikasi tersebut bertujuan untuk meratakan kualitas pendidikan di seluruh kota.

Bentuk inovasi

Pelaksanaan program MBS berorientasi publik di Kota Probolinggo telah menunjukkan hasil yang nyata bagi sekolah. Setelah melaksanakan program ini selama tiga tahun, 20 sekolah percontohan mampu mengatasi berbagai masalah sekolah, termasuk pembangunan sarana dan penyediaan pelajaran tambahan melalui kerjasama dengan komite sekolah, orangtua dan masyarakat. Prestasi sekolah tersebut juga telah mendapat pengakuan dari

pemerintah kota dan beberapa sekolah mendapatkan penghargaan. Sebagai upaya untuk memeratakan kualitas pendidikan di Kota Probolinggo, pemerintah memutuskan untuk menerapkan MBS beriorientasi pelayanan publik di seluruh sekolah.

Salah satu kunci utama dalam pelaksanaan MBS berorientasi pelayanan publik adalah penyadaran dan penguatan kapasitas sekolah sebagai penyedia layanan untuk

…wali murid tidak datang hanya jika ada undangan rapat tapi karena kebutuhan wali murid itu sendiri untuk

memenuhi kebutuhan anaknya di sekolah.

- Rizqon Komite Sekolah SN Kebonsari Kulon II


(43)

Halaman 39 menerapkan prinsip MBS – partisipasi, transparansi dan akuntabilitas. Penyebarluasan program ini di Kota Probolinggo dilakukan melalui berbagi pengetahuan dan pengalaman dari sekolah percontohan ke sekolah non-percontohan. Dalam proses ini, fasilitator MBS yang juga kepala sekolah percontohan memberikan pelatihan dan pendampingan intensif bagi staff sekolah non-percontohan. Pendampingan tersebut bertujuan untuk:

 menumbuhkan kesadaran bahwa guru dan kepala sekolah bermitra dalam melaksanakan MBS dan memperbaiki kualitas layanan pendidikan di sekolah;  meningkatkan kapasitas kepala sekolah untuk melibatkan guru dan pemangku kepentingan lainnya dalam upaya memperbaiki kualitas pelayanan publik;

 meningkatkan kapasitas guru untuk lebih banyak berkontribusi dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program kerja sekolah.

Sebagai tindak lanjut pelatihan MBS, kepala sekolah dan guru mendapatkan beberapa modul pelatihan untuk meningkatkan kapasitas mereka dalam memahami dan menerapkan MBS berorientasi pelayanan publik.

Selain itu, sekolah juga menerima pelatihan tentang standar pelayanan minimum (SPM) sebagai acuan minimal kualitas pendidikan. Kegiatan ini membantu sekolah menganalisa capaian mereka dan mengidentifikasi aspek yang belum dicapai. Kerjasama antara sekolah, komite sekolah dan masyarakat sangat diperlukan untuk mencapai SPM tersebut.

Tidak hanya menguatkan penyedia layanan, dinas pendidikan Kota Probolinggo, meningkatkan kapasitas komite sekolah dan masyarakat, sebagai salah satu pengguna layanan, agar mereka mampu terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan layanan pendidikan serta meminta layanan yang berkualitas.

Peran komite sekolah dan partisipasi masyarakat harus dikuatkan agar mereka dapat terlibat dan berkontribusi dalam upaya peningkatan layanan sekolah. Partisipasi


(44)

Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Pendidikan

Halaman 40 orangtua dan masyarakat sebagai pengguna layanan mutlak diperlukan dalam pelaksanaan MBS berorientasi pelayanan publik.

Untuk memperkuat peran dan fungsi komite sekolah, pengurus komite mendapat pelatihan tentang MBS Berorientasi Pelayanan Publik. Sebagai tindak lanjut dari pelatihan tersebut, komite sekolahdilibatkan dalam analisa kebutuhan, perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi program kerja sekolah.

Untuk meningkatkan partisipasi orangtua dalam menyelesaikan masalah proses pembelajaran di sekolah, para orangtua murid membentuk paguyuban kelas sebagai mitra dan membantu guru di sekolah. Dengan demikian, orangtua tidak lagi menganggap pendidikan di sekolah hanya urusan guru semata, tetapi mereka juga aktif memantau dan memberikan masukan terhadap proses belajar mengajar.

Salah satu upaya meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pelayanan publik, sekolah melibatkan masyarakat dalam monitoring dan evaluasi kinerja dan penggunaan anggaran sekolah. Dalam proses monitoring ini, sekolah memajang perencanaan, program kerja sekolah, dan laporan pertanggungjawaban, termasuk janji perbaikan layanan yang dibuat sebagai respon survey pengaduan di tempat yang strategis dan mudah diakses oleh orangtua murid dan masyarakat. Publikasi tersebut diperbarui setiap tahun atau enam bulan. Strategi ini meningkatkan peran masyarakat untuk memonitor perkembangan layanan pendidikan dan masyarakat dapat memberikan masukan positif terhadap pendidikan.

Selain itu, advokasi kebijakan pendukung juga dilakukan untuk mendorong seluruh sekolah di Kota Probolinggo menerapkan MBS beriorientasi pelayanan publik. Advokasi ini menghasilkan Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Kota Probolinggo tentang penujukkan fasilitator dan koordinator – spesialis MBS yang bertugas memberikan pelatihan dan pendampingan intensif bagi sekolah non-percontohan. Surat ini menjadi dasar bagi fasilitator untuk melaksanakan tugasnya.


(45)

Halaman 41 Penerapan sistem MBS memerlukan tambahan sumber daya sekolah, termasuk sumber daya keuangan. Penyediaan anggaran keuangan untuk mendorong pelaksanaan MBS sangat diperlukan. Pemerintah daerah, dalam hal ini Walikota dan jajarannya di Dinas Pendidikan perlu mendorong DPRD dan pihak terkait lainnya untuk menyediakan anggaran yang memadai baik perbaikan pelayanan publik di sektor pendidikan ini.

Proses pelaksanaan program

Program MBS berorientasi pelayanan publik di 20 sekolah percontohan di Kota Probolinggo mampu meningkatkan kualitas layanan pendidikan dasar di sekolah tersebut. Melihat keberhasilan program ini, pemerintah Kota Probolinggo menyebarluaskan MBS beriorientasi publik ke 99 sekolah non-percontohan. Proses diseminasi ini dilakukan dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan.

Gambar 1. Pelatihan pembuatan rencana kerja sekolah sebagai bagian dari manajemen berbasis sekolah


(46)

Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Pendidikan

Halaman 42 Gambar 2. Peserta pelatihan berdiskusi

Salah satu strategi diseminasi program MBS beriorientasi pelayanan publik adalah berbagi pengetahuan antara sekolah percontohan dan non-percontohan melalui pelatihan MBS dan kunjungan ke sekolah-sekolah (studi banding) yang berhasil menerapkan MBS dengan baik. Proses berbagi pengetahuan ini dipimpin oleh fasilitator MBS yang juga merupakan kepala sekolah percontohan yang telah diseleksi. Selain itu, Dinas Pendidikan Kota Probolinggo menerbitkan surat keputusan untuk mendukung para fasilitator melakukan tugasnya.

Pelaksanaan program MBS beriorientasi pelayanan publik di sekolah non-percontohan mengikuti langkah-langkah pelaksanaan program di sekolah percontohan:

1. Tahap Persiapan

Sebelum melaksanakan Program MBS di sekolah-sekolah diseminasi, Dinas Pendidikan melaksanakan Pelatihan untuk Fasilitator yang dibantu oleh USAID-KINERJA dalam hal narasumber dan materi pelatihan (modul). Peserta berjumlah 30 orang yang terdiri dari pengawas sekolah dan kepala sekolah yang dinilai mempunyai kemampuan, khususnya yang berasal dari sekolah-sekolah percontohan yang berhasil melaksanakan program MBS. Dari hasil pelatihan tersebut dipilih sekitar 15-20 orang yang ditugaskan memfasilitasi pelatihan-pelatihan dan pendampingan di sekolah.

Pelatihan di tingkat sekolah tidak hanya melibatkan kepala sekolag dan guru, juga melibatkan komite sekolah sebagai perwakilan orangtua dan masyarakat.


(47)

Halaman 43 Dengan dukungan Dinas Pendidikan, sekolah menjadi penggerak dalam tahapan ini. Sekolah harus mampu melibatkan komite sekolah, orangtua dan tokoh masyarakat untuk terlibat aktif dalam pelaksanaan program yang meliputi:

Penyediaan data sekolah – di awal tahun akademik sekolah akan menyajikan data-data sekolah yang mencakup antara lain mengenai murid, guru, sarana, prasarana, dan hasil pembelajaran untuk tahun ajaran yang sebelumnya. Data tersebut dibutuhkan sebagai dasar perencanaan pengembangan sekolah.

Penghitungan capaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) – sekolah didorong untuk bekerjasama dengan komite sekolah untuk menghitung capaian SPM menggunakan data sekolah dan mengidentifikasi aspek yang belum dicapai.

Penyusunan evaluasi diri sekolah (EDS) – berdasarkan data yang tersedia dan hasil perhitungan SPM,sekolah membuat EDS yang bertujuan mengukur kinerja sekolah dan mengidentifikasi kekurangan sekolah. Hasil EDS juga membantu sekolah menentukan langkah yang perlu diambil untuk meningkatkan kinerja sekolah.

Pelaksanaan survei pengaduan – sekolah melaksanakan survei pengaduan masyarakat untuk mengetahui pendapat dan pandangan siswa, orangtua dan masyarakat, yang selama ini menjadi pengguna layanan.

Penyusunan rencana kerja sekolah (RKS) – menggunakan hasil survei pengaduan, sekolah menyusun RKS yang berlaku untuk jangka waktu empat tahun. Rencana jangka menengah tersebut menjadi panduan bagi sekolah untuk menentukan tujuan yang hendak dicapai.

Penyusunan rencana kerja dan anggaran sekolah (RKAS) – berdasarkan rencana kerja jangka menengah tersebut, sekolah membuat RKAS yang merupakan rencana kerja tahunan beserta rencana anggaran yang diperlukan. Penyusunan RKAS ini melibatkan komite sekolah, orangtua, dan tokoh masyarakat terkait lainnya.


(48)

Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Pendidikan

Halaman 44Penyusunan janji perbaikan layanan – sekolah membuat janji perbaikan

layanan untuk merespon hasil survei pengaduan dan menunjukkan komitmen sekolah untuk menyediakan pelayanan pendidikan yang berkualitas. Janji perbaikan layanan tersebut ditandatangani oleh kepala sekolah dan komite sekolah, serta diketahui oleh dinas pendidikan untuk memastikan bahwa sekolah memenuhi janjinya.

Penyusunan rekomendasi teknis untuk Dinas pendidikan – sekolah membuat rekomendasi teknis untuk merespon pengaduan yang menjadi kewenangan dinas pendidikan, seperti kekurangan jumlah guru dan ruang kelas yang tidak sesuai dengan jumlah rombongan belajar..

Publikasi RKS dan RKAS – untuk mewujudkan aspek transparansi dan akuntabilitas pelayanan publik, sekolah wajib mempublikasi RKS dan RKAS yang telah dibuat. Publikasi dilakukan dengan memajang dokumen RKS dan RKAS tersebut di papan informasi sekolah yang dapat diakses oleh publik atau pihak-pihak yang memerlukan. Orangtua siswa dan masyarakat umum sebagai pengguna layanan berhak untuk mengetahui target dan program kerja sekolah. Diakhir tahun akademik, sekolah juga wajib mempublikasikan laporan pelaksanaan dan pertanggungjawaban RKAS yang telah dibuatnya.

Anggaran yang diperlukan

Pada tahun 2014, pemerintah Kota mengalokasikan Rp. 257.405.000 yang berasal dari dana alokasi umum dan bantuan provinsi. Anggaran tersebut digunakan untuk melakukan pembinaan kelembagaan dan manajemen di 99 sekolah untuk menerapkan MBS. Selain itu, USAID-KINERJA membantu menyediakan bantuan teknis terbatas selama proses diseminasi berupa penyediaan narasumber.


(49)

Halaman 45 Hasil dan dampak program

Pelaksanaan program MBS beriorientasi pelayanan publik secara masif di Kota Probolinggo mulai menunjukkan hasil yang cukup penting. Secara umum, ada peningkatan tata kelola, fasilitas dan lingkungan di sekolah sehingga siswa dan guru merasa lebih nyaman dalam melaksanakan proses pembelajaran.

Selain itu, dampak yang cukup penting terlihat pada kerjasama sekolah dan masyarakat yang semakin erat. Dampak program ini bagi sekolah adalah:

a. Meningkatkan kapasitas sekolah dalam merespon kebutuhan siswa dan orangtua meningkat. Semua sekolah yang telah menerapkan MBS beriorientasi pelayanan publik telah melakukan survey pengaduan dan evaluasi diri sekolah. b. Sekolah lebih mampu membuat perencanaan program kerjanya yang

berorientasi pada pencapaian standar pelayanan minimal (SPM) dan standar nasional pendidikan (SNP) dengan menggunakan data yang lebih valid dan Gambar 3. Siswa menanam di taman sekolah. Manajemen berbasis

sekolah berorientasi pelayanan publik membantu sekolah merespon kebutuhan siswa dan orang tua


(50)

Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Pendidikan

Halaman 46 akurat menggunakan masukan dari siswa dan orangtua sehingga sekolah dapat meningkatkan kualitas pendidikannya.

c. Meningkatnya kepercayaan masyarakat sebagai pengguna jasa kepada sekolah sebagai penyedia jasa. Peningkatkan kepercayaan tersebut diikuti juga dengan meningkatkan kepedulian dan partisipasi orangtua dan masyarakat dalam memberikan solusi dan saran atas permasalahan-permasalahan yang dihadapi sekolah. Selama empat tahun program ini dilaksanakan, sekolah telah memenuhi semua janji perbaikan layanan dengan bantuan komite sekolah dan paguyuban kelas. Perbaikan janji ini dilakukan sebagai respon sekolah terhadap masukan masyarakat.

Keberhasilan program MBS beriorentasi pelayanan publik di Kota Probolinggo juga diakui oleh pemerintah daerah. Enam dari 20 sekolah percontohan mendapat penghargaan atas prestasi sekolah dalam meningkatkan pengelolaan dan pengawasan fasilitas pendidikan di sekolah. Selain itu, SDN Tisnonegaran 1, salah satu sekolah percontohan, berhasil memperoleh penghargaan Adiwiyata Bestari Kota Probolinggo tahun 2014 sebagai sekolah peduli dan berbudaya lingkungan.

Dampak program MBS beriorientasi pelayanan publik juga dirasakan oleh masyarakat:

a. Masyarakat dapat terlibat aktif dan memberikan masukan untuk perbaikan pelayanan pendidikan. Secara keseluruhan kapasitas Kepala Sekolah, Guru, dan Komite Sekolah pun meningkat dengan adanya diseminasi masif MBS ini. Mereka menjadi lebih aktif untuk berdiskusi dan membangun tanggung jawab bersama untuk memperbaiki sekolah mereka.

b. Masyarakat memiliki wadah untuk menyalurkan aspirasi dan kepedulian mereka tentang isu pendidikan. Jurnalis warga yang beberapa diantaranya juga merupakan bagian dari MSF berperan dalam menyuarakan perlunya perbaikan pelayanan pendidikan melalui tulisan-tulisan mereka di media sosial maupun di media arus utama


(51)

Halaman 47 Program ini juga berdampak secara tidak langsung terhadap Dinas Pendidikan. Kepercayaan masyarakat terhadap program Dinas Pendidikan meningkat. Selama tiga tahun pelaksanaan program MBS, Dinas Pendidikan Kota Probolinggo telah memenuhi 80% rekomendasi teknis dari sekolah. Respon dinas terhadap usulan sekolah yang berdasarkan masukan masyarakat telah membuat mereka percaya bahwa pemerintah peduli terhadap kebutuhan masyarakat.

Monitoring dan evaluasi

Pelaksanan penyebarluasan MBS beriorientasi pelayanan publik di Kota Probolinggo mendapatkan perhatian yang luas dari berbagai elemen masyarakat, perguruan tinggi, dan pemangku kepentingan lainnya. Program ini dimonitor dan dievaluasi oleh pihak yang terkait langsung dengan program sesuai dengan petunjuk teknis yang telah disepakati.

Kepala dinas pendidikan selalu memonitor pelaksanaan kegiatan dengan menanyakan kepada fasilitator tentang situasi pelaksanaan program dan kehadiran peserta pelatihan. Secara periodik, beliau juga meminta para pengawas sekolah melakukan kunjungan ke sekolah dan melaporkan perkembangannya kepada kepala bidang pendidikan dasar, dinas pendidikan Kota Probolinggo.

Selain itu, kepala sekolah, guru dan komite sekolah juga aktif melakukan evaluasi internal. Evaluasi ini dilakukan untuk memastikan seluruh pihak berkomitmen melaksanakan program ini secara optimal.

Tantangan yang dihadapi

Dalam mencapai hasil dan dampak yang telah diuraikan diatas, perlu juga dicatat beberapa tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan program MBS Berorientasi Pelayanan Publik ini, yakni antara lain:

a. Program diseminasi masif yang melibatkan 20 sekolah mitra memberikan tantangan tersendiri dalam membangun komitmen yang sama dari semua


(1)

Halaman 82 Kabupaten Bulukumba telah menjadi salah satu contoh praktik baik yang telah melaksanakan penghitungan dan analisa BOSP dalam rangka memperbaiki kualitas pelayanan publik. Program ini dapat direplikasi dan dikembangkan oleh pemerintah daerah lainnya atau pihak lainnya yang peduli terhadap perbaikan mutu pendidikan di Indonesia.

Informasi Kontak

Drs. H. Isbair, M.Pd

Dinas Pendidikan Kabupaten Bulukumba Jl. Jenderal Ahmad Yani No. 41

Bulukumba – Sulawesi Selatan Telp, (0413) 81054; 82762


(2)

Halaman 83

Sekilas tentang USAID Kinerja

Pendekatan Strategis USAID Kinerja

Kinerja adalah program tata kelola pelayanan publik yang didanani oleh the United States Agency for International Development (USAID). Program ini bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk mengatasi kesenjangan pelayanan publik di bidang kesehatan, pendidikan, dan iklim usaha yang baik. Dalam kerjasama ini, Kinerja memperkuat aspek tata kelola program pemerintah yang telah ada.

Aspek kunci pedekatan Kinerja adalah mempertemukan penyedia dan pengguna layanan untuk memastikan adanya pelayanan publik yang berkualitas. Di sisi penyedia layanan, Kinerja memberikan bantuan teknis kepada pemerintah daerah untuk

meningkatkan kapasitasnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Di sisi pengguna layanan, Kinerja bekerjasama dengan masyarakat, organisasi masyarakat sipil, dan media lokal untuk dapat meminta pelayanan publik yang berkualitas.

Kinerja bekerja di tiga intervensi penting:

a. Insentif – menguatkan permintaan terhadap pelayanan publik yang baik b. Inovasi – meningkatkan praktik inovasi yang sudah ada dan mendukung

pemerintah daerah untuk menguji dan mengadopsi pendekatan penyediaan pelayanan publik yang menjanjikan; serta

c. Replikasi – memperluas inovasi yang dianggap berhasil di tingkat nasional dan mendukung organisasi di Indonesia untuk menyediakan dan menyebarluaskan pelayanan yang lebih baik kepada pemerintah daerah.

Sebagian besar program Kinerja dilaksanakan oleh organisasi lokal dan nasional yang mendapatkan dana hibah dan pelatihan peningkatan kapasitas dari Kinerja.

Program pendidikan USAID Kinerja Distribusi guru proporsional

Berdasarkan survei yang dilakukan Bank Dunia dan USAID, distribusi guru di Indonesia kurang merata meskipun rasio guru dan murid telah cukup. Guru lebih banyak mengajar


(3)

Halaman 84 di daerah perkotaan sehingga banyak sekolah di pedesaan dan daerah terpencil kekurangan guru.

Untuk itu, USAID Kinerja bekerjasama dengan dinas pendidikan, Bappeda, dan forum multi-stakeholder yang terdiri dari tokoh masyarakat, lintas SKPD, DPRD, media, LSM, dan organisasi profesi mengatasi isu kesenjangan distribusi guru, melalui:

a. Analisa data pendidikan kabupaten menggunakan pendekatan yang telah terbukti dan indicator standar pelayanan minimal;

b. Membuat rekomendasi dan membantu advokasi kebijakan pendukung program distribusi guru proporsional di daerah, serta mendiskusikannnya dengan para pemangku kepentingan;

c. Membuat rencana tindakan distribusi guru proporsional; dan

d. Membantu forum multi-stakeholder memonitor pelaksanaan kebijakan distribusi guru proporsional dan mendorong masyarakat mendukung program ini.

Hingga saat ini, program distribusi guru proporsional USAID Kinerja telah berhasil memindahkan lebih dari 500 guru PNS.

Bantuan operasional satuan pendidikan(BOSP)

Meskipun banyak pemerintah daerah bersedia mengalokasikan anggaran untuk membantu sekolah mencapai standar pelayanan minimal, mereka belum memahami cara penghitungan selisih kebutuhan nyata sekolah dan dana yang telah diterima sekolah.

Untuk mengatasi masalah ini, USAID Kinerja memberikan bantuan teknis kepada dinas pendidikan kabupaten dan para pemangku kepentingan yang terkait untuk menghitung kebutuhan operasional sekolah, alokasi anggaran untuk pendidikan dasar, serta

komponen biaya per kabupaten. Hasil perhitungan tersebut dianalisa oleh dinas

pendidikan, Bappeda dan, para pemangku kepentingan yang terkait. Selanjutnya, hasil analisa tersebut dapat menjadi dasar pembuatan kebijakan dan pengalokasian


(4)

Halaman 85 Melalui bantuan teknis USAID Kinerja, pemerintah Kabupaten Simeulue dan

pemerintah Kota Banda Aceh menerapkan kebijakan BOSP berkeadilan. Di Kabupaten Simeulue, distribusi BOSP juga mempertimbangkan status ekonomi siswa. Sedangkan di Kota Banda Aceh, proporsi distribusi BOSP dibedakan salah satunya berdasarkan jumlah siswa – sekolah dengan siswa sedikit menerima lebih banyak BOSP.

Manajemen berbasis sekolah (MBS)

USAID Kinerja mendorong pelaksanaan manajemen berbasis sekolah berorientasi pelayanan publik, yang juga melibatkan masyarakat.

Program ini mendorong sekolah untuk membuat rencana kerja sekolah (RKS) dan rencana kegiatan dan anggaran sekolah (RKAS) berdasarkan hasil evaluasi diri sekolah (EDS) dan hasil survey pengaduan yang ditindaklanjuti dengan janji perbaikan layanan. Selain itu, USAID Kinerja juga mendorong sekolah untuk memasang RKS, RKAS, hasil survey pengaduan dan janji perbaikan layanannya sebagai salah satu upaya untuk menegakkan prinsip transparansi dan akuntabilitas di sekolah.

Melalui program MBS ini, USAID Kinerja juga membantu meningkatkan kapasitas kepala sekolah, guru, dan komite sekolah untuk menerapkan standar pelayanan minimal.

Di beberapa kabupaten, sekolah mitra USAID Kinerja bekerjasama dengan masyarakat meningkatkan kualitas layanan dan fasilitas dasarnya sebagai salah satu respon

terhadap hasil survey pengaduan . Replikasi

Program pendidikan USAID Kinerja telah direplikasi di delapan kabupaten di Jawa Timur (Kota Mojokerto, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Pacitan, Kota Batu), Sulawesi Selatan (Kabupaten Sidrap. Kabupaten Jonoponto, Kota Palopo), Sumatera Utara (Kabupaten Phakphak Barat), dan Kota BauBau (Sulawesi Tenggara).


(5)

Halaman 86 Daerah mitra awal Kinerja untuk program pendidikan :

Aceh : Aceh Singkil, Bener Meriah, Kota Banda Aceh, dan Simeuleu.

Jawa Timur : Bondowoso, Jember, dan Kota Probolinggo.

Sulawesi Selatan : Barru, Bulukumba, dan Luwu Utara.


(6)