Meningkatnya Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Sekolah Meningkatnya Partisipasi Masyarakat Tata Kelola Pelayanan Publik di Sekolah Lebih Responsif

Halaman 63 Hasil dan dampak program Penerapan survei pengaduan sebagai salah satu pendekatan baru dalam mengembangkan komunitas MBS di Kabupaten Bener Meriah telah membawa hasil dan dampak perubahan dari berbagai aspek yang secara prinsip membangun kerja sama antara sekolah dan masyarakat menuju upaya perbaikan pelayanan publik di sekolah. Berikut ini beberapa hasil dan dampak pelaksanaan program yang dirangkum berdasarkan aspek utama dalam penerapan MBS:

1. Meningkatnya Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Sekolah

Melalui program ini, sekolah telah menunjukkan itikad baik untuk mulai membangun model pengelolaan sekolah yang transparan kepada masyarakat. Sekolah sudah mempublikasikan berbagai dokumen kerja sekolah, seperti Rencana Kerja Sekolah RKS, Rencana Kerja dan Anggaran Sekolah RKAS, Laporan Keuangan Sekolah, Indeks Pengaduan Masyarakat, dan Janji Perbaikan Layanan. Dokumen tersebut bisa dijumpai di papan pengumuman mading yang ada di sekolah. Orangtua dan masyarakat sudah bisa mengsakses dan mengetahui hal-hal yang terkait dengan pengelolaan sekolah dalam rangka memperbaiki kualitas pendidikan di sekolah tersebut.

2. Meningkatnya Partisipasi Masyarakat

Halaman 64 Permasalahan yang dihadapi oleh sekolah seperti perlunya perbaikan sarana dan prasarana sekolah sudah direspon dengan positif oleh komite sekolah dan orangtua. Mereka mau membantu sekolah untuk memperbaiki beberapa fasilitas seperti perbaikan ruang kelas, halaman sekolah, pagar, toilet, dan fasilitas lainnya.

3. Tata Kelola Pelayanan Publik di Sekolah Lebih Responsif

Tim Pelayanan Publik yang ada di sekolah dan tim Survei Pengaduan telah menunjukkan sikap kerja yang responsif di mana keluhan dan pengaduan yang diterima dari masyarakat telah ditindaklanjuti secara sistematis dan didiskusikan melalui forum-forum yang ada secara regular. Ini memberikan contoh konkrit dari aspek responsif yang menjadi salah satu aspek penting dalam pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah. . Hasil yang telah dicapai tersebut secara keseluruhan memberikan dampak positif bagi pelayanan publik di Kabupaten Bener Meriah. Sekolah sebagai penyedia layanan sudah merasakan manfaat dari tata kelola yang transparan dan akuntabel, di mana komite sekolah dan masyarakat mau terlibat dan mendukung perbaikan fasilitas dan masalah-masalah lainnya yang dihadapi sekolah. Sementara di sisi pengguna layanan yaitu orangtua dan masyarakat sekarang memiliki rasa percaya pada pengelolaan sekolah. Mereka lebih mau aktif menjalankan peran dan fungsi mereka dalam ikut Gambar 5. Masyarakat bergotong royong membangung kebun sekolah, sebagai salah satu respon hasil survey pengaduan. Halaman 65 memperbaiki kualitas pendidikan. Sehingga secara umum masyarakat di Kabupaten Bener Meriah sekarang memiliki model konkrit penerapan MBS yang berorientasi pelayanan publik. Kabupaten Bener Meriah telah membangun suatu komunitas di mana penerapan MBS dapat menjadi contoh bagi kabupaten lain yang ada di Provinsi Aceh dan daerah lain di Indonesia. Monitoring dan evaluasi Implementasi program pengembangan komunitas MBS Berorientasi Pelayanan Publik di Kabupaten Bener Meriah ini tentu saja secara rutin dan sistematis dimonitor dan dievaluasi oleh Dinas Pendidikan, terutama pengawas sekolah. Hasil monitorinmg kemudian dibahas dalam pertemuan dengan Dinas Pendidikan, sekolah, dan para pemangku kepentingan terkait. Masyarakat sendiri lewat Forum Peduli Pendidikan Bener Meriah secara periodik per kuartal melakukan pertemuan untuk membahas hal-hal yang sudah dilakukan dan yang masih perlu ditindaklanjuti sesuai dengan hasil survei pengaduan dan janji layanan yang telah dibuat. Dalam manajemen sekolah sendiri, tentu saja Kepala Sekolah menjalankan fungsi supervisi melalui rapat kerja rutin dengan Dewan Guru dan Komite Sekolah untuk membicarakan pelaksanaan RKS dan RKAS sekolah sekaligus mengevaluasi pencapaian yang sudah atau belum terlaksana. Tantangan yang dihadapi Pelaksanaan MBS mendapat beragam reaksi dan tanggapan dari para pemangku kepentingan. Secara umum masyarakat di Kabupaten Bener Meriah mendukung pelaksanaan program, namun tetap ada beberapa tantangan yang dihadapi dalam proses pengembangan komunitas MBS ini, antara lain: Halaman 66 1. Tidak mudah menyakinkan semua sekolah sebagai unit penyedia layanan untuk mau melaksanakan tata kelola yang transparan dan akuntabel. Dalam banyak pandangan, sekolah menganggap jika orangtua dan masyarakat mengetahui perencanaan dan laporan pertanggungjawaban sekolah maka semakin banyak keluhan atau tuntutan dari masyarakat. Untuk itu peningkatan kapasitas yang diberikan lewat pendampingan disertai dengan contoh-contoh konkrit tentang manfaat yang bisa didapat sekolah jika mereka bisa mendapatkan kepercayaan dari orangtua dan masyarakat. Dan salah satu kunci utama mendapatkan kepercayaan adalah transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan sekolah sebagai suatu unit pelayanan publik. 2. Tantangan lain adalah bervariasinya tingkat pemahaman dan keterampilan dari sumber daya manusia dalam melaksanakan MBS. Kepala Sekolah, Guru, dan Komite Sekolah sudah mendapat sosialisasi dan pengetahuan dari pemerintah setempat tentang MBS, namun kurangnya contoh praktik baik yang mereka ketahui, membuat pelaksanakan sistem MBS berorientasi pelayanan publik belum optimal. Terobosan inovatif membutuhkan pendampingan intensif sehingga setiap orang mengerti peran dan fungsinya dalam melakukan perubahan. 3. Keadaan lain yang juga menjadi tantangan adalah belum adanya wadah atau media di mana para pemangku kepentingan yang peduli dengan perbaikan kualitas pendidikan di Kabupaten Bener Meriah bisa rutin berkumpul dan berdiskusi bersama tentang permasalahan yang dihadapi dan perbaikan yang bisa dilakukan. Pengelolaan pendidikan cenderung menjadi urusan Dinas Pendidikan dan sekolah saja. Sebagai jalan keluarnya, pendampingan program harus mendorong terbentuknya forum seperti Forum Peduli Pendidikan tersebut baik di tingkat kabupaten maupun di kecamatan. Pertemuan rutin itulah yang bisa membangun komunikasi dan kesepahaman tentang arah perbaikan yang ingin dicapai masyarakat. Halaman 67 4. Terakhir, tentu saja tidak mudah melaksanakan suatu sistem pengelolaan pengaduan masyarakat ketika para pelaku di sektor pendidikan ini sebelumnya tidak punya contoh sistematis tentang bagaimana mengelola dan merespon keluhan atau pengaduan masyarakat. Diperlukan tahapan persiapan yang matang dan pendampingan yang rutin untuk membantu sekolah dan komite bisa melaksanakan survei pengaduan. Dan juga karena latar belakang pendidikan dan pekerjaan dari para responden yang berbeda-beda, maka diperlukan pendampingan dan strategi pendekatan yang efektif dan efisien untuk membantu siswa, orangtua dan masyarakat yang menjadi responden dalam agar mau terlibat dan mengerti cara mengisi kuesioner dengan benar. Kondisi yang kurang mendukung tersebut secara bertahap mulai diatasi dengan adanya program MBS yang didukung oleh USAID-KINERJA ini. Pihak pemerintah daerah, sekolah, orangtua, dan elemen masyarakat secara bertahap mulai memahami peran dan fungsinya dalam memperbaiki kualitas pelayanan publik. Kegiatan pelatihan, pendampingan dan rapat kerja telah membangun komitmen bersama dari pemangku kepentingan untuk mengembangkan komunitas MBS berorientasi pelayanan publik. Keberlanjutan dan peluang replikasi Peluang keberlanjutan dan replikasi Program MBS sangat besar. Hal ini ditunjuukan oleh kuatnya komitmen Dinas Pendidikan yang sejak awal program hingga tahun 2015 terus merencanakan dan mengalokasikan anggaran untuk pelatihan di sekolah-sekolah lainnya secara bertahap dan menindaklanjuti rekomendasi teknis yang diajukan oleh sekolah berdasarkan hasil survei pengaduan yang telah mereka laksanakan. Faktor pendukung lainnya adalah telah tersedianya fasilitator daerah sebanyak 15 orang yang sudah mempunyai pengalaman melakukan pendampingan teknis selama implementasi program ini. Ketersediaan anggaran dan sumber daya manusia tentunya merupakan modal yang sangat baik untuk melakukan replikasi penerapan MBS ini ke sekolah-sekolah lain di Kabupaten Bener Meriah. Halaman 68 Di tingkat sekolah sendiri, peluang keberlanjutan juga cukup baik karena sekolah telah memiliki mekanisme yang jelas dalam membangun komunikasi dan mendapatkan masukan dari masyarakat lewat survei pengaduan, kotak saran atau SMS pengaduan. Keterbukaan dalam merespon masukan, membuat masyarakat mau terlibat dan kedua belah pihak perlu menjaga dan meningkatkan kerja sama ini agar perbaikan di sekolah terus berkelanjutan. Faktor pendukung lainnya yang memperbesar peluang keberlanjutan dan replikasi adalah sudah adanya forum masyarakat di tingkat kabupaten FPPBM dan forum komite di tingkat kecamatan. Kalau komitmen bersama tetap bisa dipertahankan maka forum ini akan menjadi media yang baik untuk menjadi mitra bagi pemerintah daerah dan sekolah dalam mengupayakan perbaikan kualitas pendidikan di Kabupaten Bener Meriah. Kemajuan yang sudah dicapai ini perlu dilengkapi dengan mengembangkan sistem replikasi yang efektif dan efisien, terutama tentang proses dan tahapan yang diperlukan dalam membangun komitmen dan tanggung jawab bersama dari para pemangku kepentingan, termasuk melengkapi sistem tersebut dengan modul dan panduan implementasi yang jelas dan bisa dipahami oleh para pelaku pendidikan di Kabupaten Bener Meriah. Hasil pembelajaran dan rekomendasi Perjalanan implementasi program MBS berorientasi pelayanan publik di Kabupaten Bener Meriah ini telah memberikan banyak dampak positif bagi perbaikan pelayanan publik di sekolah. Catatan penting yang dapat dijadikan pembelajaran untuk perbaikan dalam menghadapi tantangan implementasi program di masa yang akan datang adalah sebagai berikut: Halaman 69 1. Penerapan survei pengaduan di sekolah tidak hanya memerlukan persiapan teknis seperti survei pada umumnya, namun perlu juga disertai kegiatan-kegiatan yang mengubah paradigma penyedia dan pengguna layanan dalam melihat suatu sistem tata kelola sekolah yang partisipatif, transparan, akuntabel dan responsif. Sekolah dan masyarakat perlu membangun rasa saling percaya satu sama lain agar mekanisme pengaduan tersebut bisa menjadi hal positif yang berguna untuk perbaikan sekolah, bukan menjadi hal negatif yang hanya mencari kesalahan sekolah tanpa memberi pemecahan masalah yang konkret. 2. Pembentukan forum kerja atau forum diskusi yang berjalan rutin merupakan faktor penting yang mendukung pelaksanaan MBS berorientasi pelayanan publik. Setiap pemangku kepentingan mempunyai pandangan dan tujuan yang berbeda- beda, apabila tidak ada media di mana mereka bisa saling berbicara dan mendengarkan, maka akan sulit membangun komitmen bersama untuk upaya perbaikan kualitas pendidikan di tingkat kabupaten maupun kecamatan. 3. Model pemberdayaan yang melibatkan institusi lain yang ada di daerah tersebut seperti Pusat Kajian Pendidikan dan Masyarakat PKPM juga sangat baik. Demikian juga kerja sama dengan media lokal merupakan hal yang tidak bisa dikesampingkan begitu saja, karena melalui informasi yang benar, pemahaman masyarakat tentang MBS berorientasi pelayanan publik dapat meningkat. 4. Kesediaan Pemerintah Kabupaten Bener Meriah mengalokasikan anggaran untuk menunjang pelaksanaan program dan pembentukan Fasilitator Daerah Fasda merupakan contoh praktik baik. Keberhasilan dan keberlanjutan suatu program pemberdayaan masyarakat pada akhirnya tidak terlepas dari seberapa besar komitmen Pemerintah Daerah dalam membuat kebijakan dan perangkat pendukung lainnya yang selaras dengan pelaksanaan program itu sendiri. Dari seluruh pencapaian yang sudah diuraikan di atas dan tantangan yang masih ada, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan program pengembangan MBS berorientasi Halaman 70 pelayanan publik di Kabupaten Bener Meriah ini dapat dijadikan contoh praktik baik bagi sekolah atau kabupatenkota lainnya di Indonesia. Informasi kontak Jailani, S.Pd Kepala Bidang Program Dinas Pendidikan Kabupaten Bener Meriah Jl. Seurule Kayu, Kompleks Perkantoran, Bener Meriah Telp. 085260663548 Fax. 0634-7426245 Email : kabid.programbmgmail.com Program pendidikan USAID Kinerja bertujuan untuk meningkatkan kualitas manajemen pendidikan di tiga bidang: Manajemen Berbasis Sekolah, Distribusi Guru Proporsoional, dan Bantuan Operasional Satuan Pendidikan. Biaya Operasional Satuan Pendidikan yang Berkelanjutan: Hasil Pembelajaran dari Kabupaten Bulukumba Halaman 71 Biaya Operasional Satuan Pendidikan yang Berkelanjutan: Hasil Pembelajaran dari Kabupaten Bulukumba Situasi sebelum program dilaksanakan Seperti yang terjadi di banyak daerah di Indonesia, pemerintah Kabupaten Bulukumba menjanjikan program pendidikan gratis untuk memberikan kesempatan bagi lebih banyak anak dari masyarakat kurang mampu untuk bersekolah. Namun sayangnya, program ini dijalankan tanpa benar-benar menghitung dana yang diperlukan sekolah untuk menyelenggarakan pendidikan berkualitas dan paling tidak mencapai standar pelayanan minimal SPM seperti yang diamanatkan oleh Permendiknas 152010 yang kemudian diubah melalui Permedikbud 232013. Meskipun, pemerintah pusat melalui dana bantuan operasional BOS telah mengalokasikan dana sebesar Rp.580.000 dan pemerintah Sulawesi Selatan mengalokasikan dana sebesar Rp.48.000 untuk setiap siswa sekolah dasar di provinsi ini, dana ini tidak cukup untuk membiayai kebutuhan operasional sekolah. Berdasarkan hasil penghitungan biaya operasional sekolah tahun 2012 setiap siswa sekolah dasar perlu biaya sekitar Rp.837.000 per tahun, sehingga ada kekurangan dana sebesar Rp.209.222 per siswa per tahun. Akibatnya, sekitar 70 sekolah di Sulawesi Selatan belum mencapai standar pelayanan minimal. Program pendidikan gratis juga menyulitkan sekolah untuk mencari dana dari sumber lain karena masyarakat menganggap bahwa pemerintah telah menanggung seluruh biaya pendidikan, sehingga masyarakat tidak perlu berkontribusi. Melalui program peningkatan tata kelola Bantuan Operasional Satuan Pendidikan BOSP yang dikenalkan oleh USAID-KINERJA, pemerintah daerah Bulukumba mengidentifikasi kebutuhan finansial sekolah yang sebenarnya dan mencari alternatif pembiayaan melalui partisipasi masyarakat. Halaman 72 Bentuk Inovasi Program tata kelola BOSP ini bertujuan membantu sekolah mencapai standar pelayanan minimal melalui identifikasi dan pemenuhan kebutuhan anggaran sekolah. Program ini mempertemukan pemerintah, SKPD dan sekolah sebagai penyedia layanan dan masyarakat sebagai pengguna layanan. Program tata kelola BOSP yang dikenalkan oleh USAID Kinerja menerapkan prinsip umum tata kelola pendidikan yang dijadikan patokan dalam menyusun strategi implementasi, yaitu sebagai berikut: a. Penghitungan BOSP berdasarkan kebutuhan sekolah, bukan hanya apa yang diinginkan kepala sekolah atau guru serta menampung aspirasi murid, orangtua murid, dan masyarakat. b. Penghitungan BOSP menggunakan data yang valid dan mutakhir. Untuk itu manajemen data di dinas pendidikan dan sekolah menjadi persyaratan utama. c. Memuat capaian pemenuhan standar pelayanan minimal dan standar nasional pendidikan sehingga pembiayaan sekolah lebih diarahkan pada peningkatan pelayanan publik dan pencapaian mutu pendidikan yang lebih tinggi. d. Pelaksanaan dan monitoring alokasi dana ke sekolah diperlukan agar pelaksanaan program BOSP dapat tepat sasaran dan dapat terus disempurnakan. e. Penanganan setiap pengaduan masyarakat perbaikan program yang menyangkut alokasi dan penggunaan dana. f. Mengacu pada regulasi daerah Peraturan Bupati dan Petunjuk Teknis agar program BOSP dapat berlangsung terus secara berkesinambungan. Salah satu strategi kunci dalam pelaksanaan penghitungan BOSP yang dilakukan di Kabupaten Bulukumba ini adalah melibatkan sebanyak mungkin pemangku kepentingan dalam forum diskusi dan lokakarya. Kegiatan diskusi dan lokarya tersebut dilaksanakan dengan pendampingan Tim KINERJA dan mitra pelaksana dari Lembaga Pendidikan dan Konsultasi Inovasi Pendidikan Indonesia LPKIPI. Halaman 73 Strategi utama yang dilaksanakan dalam program BOSP ini adalah:  Sosialisasi dan membangun komitmen bersama Kegiatan sosialisasi ini dibuka oleh Wakil Bupati Bulukumba Drs. H. Syamsuddin, M.Si. dan dihadiri oleh pejabat pemerintah daerah antara lain dinas pendidikan, DPRD, Bappeda, tokoh masyarakat setempat, perwakilan dari sekolah dan komite sekolah, LSM dan media lokal. Kegiatan ini bertujuan untuk menjelaskan program tata kelola BOSP kepada para pemangku kepentingan dan meminta dukungan dan komitmen dari para pihak yang hadir untuk melaksanakan program tersebut di Kabupaten Bulukumba.  Rangkaian pelatihan dan pendampingan Untuk meningkatkan kapasitas para pemangku kepentingan, terutama mereka yang terlibat dalam pelaksanaan perhitungan BOSP, maka dilakukan serangkaian lokakarya, yaitu: 1. Lokakarya penyamaan persepsi dan pengenalan metode perhitungan BOSP. 2. Lokakarya penghitungan BOSP yang diikuti dengan review hasil penghitungan BOSP, dilaksanakan oleh dua orang Tim Fasilitator BOSP. 3. Lokakarya finalisasi penghitungan yang ditindaklanjuti dengan review hasil finalisasi pnghitungan BOSP. 4. Lokakarya konsultasi internal. 5. Lokakarya konsultasi eksternal.  Advokasi program kepada Pemerintah Daerah Setelah proses penghitungan BOSP selesai, strategi penting lain yang dilakukan dalam program ini adalah menyelenggarakan serangkaian kegiatan advokasi kepada pemerintah daerah agar program BOSP ini didukung dengan regulasi untuk menjamin pelaksanaan dan keberlanjutan program. Proses advokasi ini dilakukan melalui kerjasama dengan forum multi-stakeholder yang disebut Forum Pendidikan Bulukumba. Forum ini memfasilitasi pertemuan baik dengan dinas pendidikan maupun DPRD setempat. Hasilnya, pemerintah Halaman 74 mengeluarkan Peraturan Bupati Nomor 19 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan BOSP di Kabupaten Bulukumba. Advokasi juga dilakukan oleh jurnalis warga yang beberapa diantaranya merupakan anggota Forum Peduli Pendidikan. Mereka membuat kebisingan dan menyuarakan advokasi perbaikan pelayanan pendidikan melalui tulisan-tulisan mereka di media sosial maupun di media arus utama lokal. Para jurnalis warga tersebut sebelumnya telah dipilih, kemudian dilatih dan didampingi dari waktu ke waktu oleh mitra media USAID KINERJA untuk dapat melatih kemampuan menulis dan juga bersiaran mereka dalam menyampaikan informasi terkait upaya advokasi diatas. Selain itu, media massa lokal di Kabupaten Bulukumba juga diajak membantu menyiarkan isu-isu tentang pelayanan pendidikan untuk menjangkau masyarakat lebih luas. Proses pelaksanaan program Untuk melaksanakan program BOSP, Pemerintah Kabupaten Bulukumba membentuk tim teknis yang terdiri dari unsur-unsur pemerintah daerah, SKPD terkait, dan perwakilan Forum Pendidikan Bulukumba. Dengan demikian, sejak awal program ini melibatkan penyedia dan pengguna layanan. Secara umum Program BOSP ini dilaksanakan melalui tahapan berikut ini:

1. Penghitungan BOSP