25 menyebabkan perubahan sifat alamiah protein misalnya: panas, asam, basa,
pelarut organik, pH, garam, logam berat, maupun sinar radiasi radioaktif. Perubahan sifat fisik yang mudah diamati adalah terjadinya penjendalan menjadi
tidak larut atau pemadatan Sudarmadji, 1989. Ada protein yang larut dalam air, ada pula yang tidak larut dalam air,
tetapi semua protein tidak larut dalam pelarut lemak seperti misalnya etil eter. Daya larut protein akan berkurang jika ditambahkan garam, akibatnya protein
akan terpisah sebagai endapan. Apabila protein dipanaskan atau ditambahkan alkohol, maka protein akan menggumpal. Hal ini disebabkan alkohol menarik
mantel air yang melingkupi molekul-molekul protein. Adanya gugus amino dan karboksil bebas pada ujung-ujung rantai molekul
protein, menyebabkan protein mempunyai banyak muatan dan bersifat amfoter dapat bereaksi dengan asam maupun basa. Dalam larutan asam pH rendah,
gugus amino bereaksi dengan H+, sehingga protein bermuatan positif. Bila pada kondisi ini dilakukan elektrolisis, molekul protein akan bergerak kearah katoda.
Sebaliknya, dalam larutan basa pH tinggi molekul protein akan bereaksi sebagai asam atau bermuatan negatif, sehingga molekul protein akan bergerak menuju
anoda Winarno, 1992.
11. Penentuan Kadar Protein Menggunakan Metode Lowry
Metode Lowry merupakan pengembangan dari metode Biuret. Dalam metode ini terlibat 2 reaksi. Awalnya, kompleks CuII-protein akan terbentuk
sebagaimana metode biuret, yang dalam suasana alkalis CuII akan tereduksi menjadi CuI. Ion Cu
+
kemudian akan mereduksi reagen Folin-Ciocalteu,
26 kompleks phosphomolibdat-phosphotungstat, menghasilkan heteropolymolybde-
num blue akibat reaksi oksidasi gugus aromatik rantai samping asam amino
terkatalis Cu, yang memberikan warna biru intensif yang dapat dideteksi secara kolorimetri. Kekuatan warna biru terutama bergantung pada kandungan residu
tryptophan dan tyrosine-nya. Keuntungan metode Lowry adalah lebih sensitif 100 kali daripada
metode Biuret sehingga memerlukan sampel protein yang lebih sedikit. Batas deteksinya berkisar pada konsentrasi 0.01 mgmL. Namun metode Lowry lebih
banyak interferensinya akibat kesensitifannya Lowry et al., 1951. Metode Lowry-Folin hanya dapat mengukur molekul peptida pendek dan
tidak dapat mengukur molekul peptida panjang. Prinsip kerja metode Lowry adalah reduksi Cu
2+
reagen Lowry B menjadi Cu
+
oleh tyrosine, tryptophan, dan sistein yang terdapat dalam protein. Ion Cu
+
bersama dengan fosfotungstat dan fosfomolibdat reagen Lowry E atau Folin-Ciocalteau membentuk warna biru,
sehingga dapat menyerap cahaya Lowry et al.,1951. Metode Lowry mengkombinasikan pereaksi biuret dengan pereaksi lain
Folin-Ciocalteau phenol yang bereaksi dengan residu tyrosine dan tryptophan dalam protein. Reaksi ini menghasilkan warna kebiruan yang dapat dibaca
diantara panjang gelombang 500 – 750 nm, tergantung sensitivitas yang dibutuh- kan. Akan muncul puncak kecil di sekitar 500 nm yang dapat digunakan untuk
menentukan protein dengan konsentrasi tinggi dan sebuah puncak besar disekitar 750 nm yang dapat digunakan untuk menentukan kadar protein dengan
konsentrasi rendah.