Subsistem Ketersediaan dalam Sistem Ketahanan Pangan

penduduk terbebas dari kelaparan dan gizi kurang. Konsep ketahanan pangan yang luas bertolak pada tujuan akhir dari ketahanan pangan yaitu tingkat kesejahteraan manusia. Oleh karena itu, sasaran pertama Millenium Development Goals MGDs bukanlah tercapainya produksi atau penyediaan pangan, tetapi menurunkan kemiskinan dan kelaparan sebagai indikator kesejahteraan masyarakat. MDGs menggunakan pendekatan dampak bukan masukan. United Nation Development Programme UNDP sebagai lembaga PBB yang berkompeten memantau pelaksanaan MDGs telah menetapkan dua ukuran kelaparan, yaitu jumlah konsumsi energi kalori rata-rata anggota rumah tangga di bawah kebutuhan hidup sehat dan proporsi anak balita yang menderita gizi kurang. Ukuran tersebut menunjukkan bahwa MDGs lebih menekankan dampak daripada masukan. Oleh karena itu, analisis situasi ketahanan pangan harus dimulai dari evaluasi status gizi masyarakat diikuti dengan tingkat konsumsi, persediaan dan produksi pangan; bukan sebaliknya. Status gizi masyarakat yang baik ditunjukkan oleh keadaan tidak adanya masyarakat yang menderita kelaparan dan gizi kurang. Keadaan ini secara tidak langsung menggambarkan akses pangan dan pelayanan sosial yang merata dan cukup baik. Sebaliknya, produksi dan persediaan pangan yang melebihi kebutuhannya, tidak menjamin masyarakat terbebas dari kelaparan dan gizi kurang. Tujuan dari ketahanan pangan harus diorentasikan untuk pencapaian pemenuhan hak atas pangan, peningkatan kualitas sumberdaya manusia, dan ketahanan pangan nasional. Berjalannya sistem ketahanan pangan tersebut sangat tergantung pada dari adanya kebijakan dan kinerja sektor ekonomi, sosial dan politik. Kebijakan pemerintah dalam aspek ekonomi, sosial maupun politik sangat perpengaruh terhadap ketahanan pangan. Pemerintah

2.2.1. Subsistem Ketersediaan dalam Sistem Ketahanan Pangan

Ketersediaan pangan mengisyaratkan adanya rata-rata pasokan pangan yang cukup tersedia setiap saat. Stabilitas distribusi pangan didefinisikan sebagai kemampuan meminimalkan kesenjangan ketersediaan pangan terhadap permintaan konsumsi pangan, khususnya pada tahun atau musim sulit. Aspek ketersediaan mencakup tingkat nasional, wilayah dan rumah tangga. Ketersediaan diharapkan sampai tingkat rumah tangga minimal 2200 kkalkapitahari dan protein 57 gramkapitahari. Aspek ketersediaan dapat dipenuhi tidak hanya dari potensi domestik saja tetapi juga dari perdagangan antar daerah maupun impor dalam perdagangan luar negeri. Namun demikian akan sangat berbahaya jika suatu wilayah hanya menggantungkan aspek ketersediaan dari impor. Hal ini dikarenakan perdagangan pangan merupakan residual atas terpenuhinya kebutuhan domestiknya, sehingga berimplikasi pada pasar pangan yang cenderung bersifat thin market. Bahan pangan tersedia dalam jenis yang bermacam-macam baik itu berupa padi-padian, jagung, kedelai, umbi-umbian, hasil ternak, hasil perikanan dan lainnya. Beraneka ragam bahan pangan merupakan potensi yang sangat baik bagi suatu wilayah untuk melakukan diversifikasi pangan. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari konsumsi pangan pada satu jenis bahan pangan tertentu saja, misalnya beras, karena dapat berimplikasi pada rentannya aspek ketersediaan 8 beras, baik itu berkaitan dengan impor yang meningkat tajam karena tekanan jumlah penduduk, ataupun berkaitan dengan fluktuatifnya ketersediaan beras gabah karena pengaruh musiman dari produksi pertanian. Dalam aspek ketersediaan yang tidak kalah pentingnya adalah masalah cadangan pangan. Dalam masalah cadangan pangan yang perlu diperhatikan adalah pengembangan cadangan pangan untuk mengantisipasi kondisi darurat, mengatasi berfluktuasinya produksi yang melimpah pada suatu waktu dan kekurangan pada waktu yang lain, cadangan pangan dalam arti buffer stock juga menghindari fluktuasi harga yang merugikan, disamping itu pengembangan cadangan pangan hidup melalui pengembangan pekarangan patut juga dikembangkan.

2.2.2. Subsistem Distribusi Pangan dalam Sistem Ketahanan Pangan

Dokumen yang terkait

AN ALIS IS YU RID IS PUT USAN BE B AS DAL AM P E RKAR A TIND AK P IDA NA P E NY E RTA AN M E L AK U K A N P R AK T IK K E DO K T E RA N YA NG M E N G A K IB ATK AN M ATINYA P AS IE N ( PUT USA N N O MOR: 9 0/PID.B /2011/ PN.MD O)

0 82 16

ANALISIS FAKTOR YANGMEMPENGARUHI FERTILITAS PASANGAN USIA SUBUR DI DESA SEMBORO KECAMATAN SEMBORO KABUPATEN JEMBER TAHUN 2011

2 53 20

EFEKTIFITAS SENAM TERA TERHADAP KADAR KOLESTEROL PADA LANSIA DI RW. 02 POLOWIJEN KOTA MALANG

13 67 21

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN BESAR DAN MENENGAH PADA TINGKAT KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2006 - 2011

1 35 26

A DISCOURSE ANALYSIS ON “SPA: REGAIN BALANCE OF YOUR INNER AND OUTER BEAUTY” IN THE JAKARTA POST ON 4 MARCH 2011

9 161 13

Pengaruh kualitas aktiva produktif dan non performing financing terhadap return on asset perbankan syariah (Studi Pada 3 Bank Umum Syariah Tahun 2011 – 2014)

6 101 0

Pengaruh pemahaman fiqh muamalat mahasiswa terhadap keputusan membeli produk fashion palsu (study pada mahasiswa angkatan 2011 & 2012 prodi muamalat fakultas syariah dan hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

0 22 0

Pendidikan Agama Islam Untuk Kelas 3 SD Kelas 3 Suyanto Suyoto 2011

4 108 178

ANALISIS NOTA KESEPAHAMAN ANTARA BANK INDONESIA, POLRI, DAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 SEBAGAI MEKANISME PERCEPATAN PENANGANAN TINDAK PIDANA PERBANKAN KHUSUSNYA BANK INDONESIA SEBAGAI PIHAK PELAPOR

1 17 40

KOORDINASI OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) DENGAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS) DAN BANK INDONESIA (BI) DALAM UPAYA PENANGANAN BANK BERMASALAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG RI NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN

3 32 52