Dasar –Dasar Teori TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dasar –Dasar Teori

2.1.1. Hubungan tegangan dan regangan Hubungan teganan dan regangan pertama kali dikemukakan oleh Robert Hooke pada tahun 1678. Dalam hokum hooke dijelaskan bahwa baja lunak ditarik oleh gaya aksial tertentu pada kondisi temperatur ruang maka material tersebut akan mengalami regangan yang nilainya berbanding lurus dengan tegangan ataupun dengan beban aksial yang diberikan kondisi tersebut kemudian disebut sebagai kondisi elastis. Hubungan antara tegangan dan regangan dapat diinterpretasikan sebagai berikut: • � = � � 2.1 • ε = �−� � 2.2 • � = �� 2.3 Dimana: P = Beban Aksial A = Luas Profil l o = Panjang Mula-mula l = Panjang Batang setelah dibebani E = Modulus Young Modulus kekenyalan Universitas Sumatera Utara Tegangan didefinisikan sebagai intensitas gaya yang bekerja pada tiap satuan luas bahan sedangkan regangan didefinisikan sebagai suatu perbandingan antara perubahan dimensi suatu bahan dengan dimensi awalnya. Karena regangan merupakan rasio antara dua panjang, maka regangan ini merupakan besaran tak berdimensi, artinya regangan tidak mempunyai satuan. Dengan demikian, regangan dinyatakan hanya dengan suatu bilangan, tidak bergantung pada sistem satuan apapun. Harga numerik dari regangan biasanya sangat kecil karena batang yang terbuat dari bahan struktural hanya mengalami perubahan panjang yang kecil apabila dibebani. Hubungan antara regangan dan tegangan untuk lebih jelasnya dapat digambarkan pada gambar 2.1 Gambar 2.1. Hubungan tegangan dan regangan Daerah pertama yaitu OA, merupakan garis lurus dan menyatakan daerah linear elastis. Kemiringan garis ini menyatakan besarnya modulus elastis atau disebut juga Modulus young, E. diagram tegangan- regangan untuk baja lunak � � �� M C � � A’ B � y � � � A Universitas Sumatera Utara umumnya memiliki titik leleh atas Upper Yield Point , σ yu dan daerah leleh datar. Secara praktis, letak titik leleh atas ini, A’ tidaklah terlalu berarti sehingga pengaruhnya sering diabaiakan. Lebih lanjut, tegangan pada titik A disebut sebagai tegangan leleh, dimana regangan pada kondisi ini berkisar 0.00012. Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa bila regangan terus bertambah hingga melampaui harga ini, ternyata tegangannya dapat dikatakan tidak mengalami pertambahan. Sifat dalam daerah AB ini kemudian kemudian disebut sebagai daerah plastis. Lokasi titik B, yaitu titik akhir sebelum tegangan mengalami sedikit kenaikan, tidaklah dapat ditentukan. Tetapi, sebagai perkiraan dapat ditentukan terletak pada regangan 0,014 atau secara praktis dapat ditetapkan sebesar sepuluh kali besarnya regangan leleh. Daerah BC merupakan daerah strain- hardening, dimana pertambahan regangan akan diikuti oleh pertambahan sedikit tegangan. Disamping itu hubungan tegangan- regangannya tidak bersifat linear. Kemiringan garis setelah titik B ini didefinisikan sebagai Es. Di titik M, tegangan mencapai titik maksimum yang disebut sebagai tegangan tarik ultimit ultimate tensile strength . Pada akhirnya material akan putus ketika mencapai titik C. Besaran- besaran pada gambar 2.1 akan tergantung pada komposisi baja, proses pembuatan pengerjaan baja dan temperature baja pada saat percobaan. Tetapi factor- faktor tersebut tidak terlalu mempengaruhi besarnya modulus elastisitas E . Roderick dan Heyman 1951, melakukan percobaan terhadap empat jenis baja dengan kadar karbon yang berbeda, data yang dihasilkan ditampilkan pada table 2.1 Universitas Sumatera Utara Table 2.1 Hubungan persentase karbon C terhadap tegangan C σ Nmm 2 σ ya σ y ε s ε y Es Ey 0.28 340 1.33 9.2 0.037 0.49 386 1.28 3.7 0.058 0.74 448 1.19 1.9 0.070 0.89 525 1.04 1.5 0.098 Dari table 2.1 dapat dilihat bahwa semakin besar tegangan lelehnya maka semakin besar kadar karbon yang dibutuhkan. Tegangan bahan akan berpengaruh pada daktalitas bahan. Semakin tinggi tegangan leleh maka semakin rendah daktalitas dari material tersebut. Daktalitas adalah perbandingan antara ε s dan ε y dimana ε s adalah regangan strain hardening dan ε y adalah regangan leleh. Selanjutnya, apabila suatu material logam mengalami keadaan tekan dan tarik secara berulang, diagram tegangan regangannya dapat berbentuk seperti gambar 2.2. lintasan dan tekan akan sama. Hal ini menunjukkan suatu keadaan yang disebut efek bauschinger, yang pertama kali diperkenalkan oleh J. Bauschinger dalam makalahnya yang dipublikasikan pada tahun 1886. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.2. Efek bauschinger Hubungan regangan-tegangan untuk keperluan analisis ini diidealisasikan dengan mengabaikan pengaruh tegangan leleh atas strain hardening dan efek bauschinger, sehingga hubungan antara tegangan dan regangan menjadi seperti gambar 2.3. keadaan semacam ini sering disebut sebagai keadaan hubungan plastis ideal ideal plastic relation. � � � � � � � −� � � � � Universitas Sumatera Utara Gambar 2.3. Hubungan plastic ideal 2.1.2. Distribusi Tegangan Regangan Sebuah balok diatas dua tumpuan sendi dan menahan beban terpusat W seperti gambar 2.4. dari persamaan keseimbangan, kita dapat memperoleh reaksi tumpuan sebesar W2. Diagram momen lenturnya terdapat pada 2.4b, dengan momen maksimumnya sebesar Wl4 yang terletak dibawah titik beban. Gambar 2.4. Perletakan sederhana Jika besarnya tegangan maksimum belum mencapai tegangan leleh, distribusi tegangan dan regangan dari semua penampangnya akan berupa garis lurus. Hal ini sesuai dengan hukum Bernoulli dan Navier, yaitu bersifat linear dan nol pada garis netral. Dengan demikian, tegangan dan regangan disuatu serat yang ditinjau adalah berbanding lurus terhadap jarak dari garis netral penampang. Teganan tarik maksimum pada serat bawah dan tegangan tekan pada serat atas adalah : � ��� = � � 2.4 Dengan M = momen lentur W a A B C W2 W2 Wl4 l2 l2 Universitas Sumatera Utara S = modulus penampang section modulus. Jika beban terpusat semakin besar, tegangan di setiap serat penampang turut bertambah pula. Keadaan ini dapat kita lihat pada gambar 2.5, gambar 2.5b menunjukkan tegangan dan regangan pada serat terluar yang telah mencapai kondisi leleh. Keadaan ini terletak ditik A pada gambar 2.1, dan besarnya momen padatitik ini disebut sebagai momen leleh yield stress, My. Apabila beban w diperbesar lagi, tengangan lelehnya mulai menjalar keserat sebelah dalam, gambar 2.5c-d. bahwa tidak ada tegangan yang lebih besar daripada tegangan leleh, tetapi momen dalam dapat terus bertambah karena resultan gaya dalamnya bertambah besar. Dengan pemberian sedikit penambahan beban lagi, akan tercapailah keadaan dimana seluruh serat penampang mengalami tegangan leleh, gambar 2.5e. momen dalam menjadi maksimum dan merupakan momen plastis. Pada kondisi ini, penampang tadi akan mengalami rotasi yang cukup besar tanpa terjadi perubahan momen. Dengan kata lain dititik tersebut telah terjadi sendi plastis. Titik c pada gambar 2.4 memiliki harga momen yang terbesar, sehingga titk ini akan lebih cepat untuk berubah menjadi sendi plastis dibandingkan dengan titik lainnya. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.5. Distribusi tegangan - regangan 2.1.3. Menentukan garis netral profil Garis netral untuk tampak yang sama pada kondisi elastis tidak akan sama dengan kondisi garis netral pada saat plastis. Pada kondisi elastis, garis netral merupakan garis yang membagi penampang menjadi dua bagian yang sama luasnya. Pada kondisi plastis, garis netral ditinjau sebagai berikut : gambar 2.6. penentuan garis netral • D1 = A1. σ y 2.5 regangan � � 2 � � � � −2� � 10 � � −10� � a b c d e tegangan � � � � � � � � � � � A1 A2 Z 1 D 2 � � � � Z 2 D 1 Universitas Sumatera Utara • D2 = A2. σ y 2.6 Agar terjadi keseimbangan maka D1 = D2 • Sehingga A1 = A2 = 12 A • Selanjutnya Z1 = S1A1 Z2 = S2A2 Dimana : S1 = statis momen pada bidang A1 terhadap garis netral plastis S2 = statis momen pada bidang A2 terhadap garis netral plastis D1 = resultan gaya tekan diatas garis netral plastis D2 = resultan gaya tarik diatas garis netral plastis Z1 = section modulus luasan 1 Z2 = section modulus luasan 2 Untuk menentunkan momen plastis batas digunakan : • Mp = D1 Z1 + Z2 • Mp = σ y ½ A Z1 + Z2 2.1.4. Hubungan momen kelengkungan Pada saat terjadi sendi plastis pada suatu struktur dengan perletakan sederhana, suatu struktur akan berotasi secara tidak terbatas. Sebelun gaya luar bekerja, balok masih dalam keaadan lurus. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.7. Kelengkungan balok Setelah gaya luar bekerja, balok akan mengalami pelenturan. Diasumsikan bahwa material penyusun balok adalah homogen dan diasumsikan bahwa balok hanya mengalami lentur murni tanpa gaya aksial. Perubahan kelengkungan akibat lentur murni ditunjukkan oleh gambar 2.5. titik A, B dan C akan tertekan sedangkan titik A1, B1, C1, akan meregang. Perpanjangan titik A1-A, B1-B, C1-C akan mengalami perpotongan pada titik O. sudut yang terbentuk akibat trjadinya perubahan kelengkungan ditik A dan B atau B dan C, dinyatakan dengan �. Kalau � ini sangat kecil maka : • � � = � − �� • �1�1 = � � dengan � adalah jari- jari kelengkungan radius of curvature A B C A1 B1 C1 O � � � M M C B A y a b a1 b1 c1 A1 B1 C1 Universitas Sumatera Utara sehingga, regangan pada arah memanjang disuatu serat sejauh y dari sumbu netral dapat dinyatakan sebagai: • � = ��−�1 �1 �1 �1 � = −� � 2.7 Dimana 1 � menunjukkan kelengkungan K . Tanda negatif menunjukkan bahwa bagian diatas garis netral, berada pada kondisi tekan, sedangkan pada kondisi dibawah garis netral berada pada kondisi tarik. Dengan • � � = � � 1 R = σ Ey 2.8 Tegangan tarik pada serat bawah dan tegangan tekan pada sera atas adalah : • � = � � Dimana : S adalah modulus penampang • � = � 2 Akhirnya didapat 1 � = M ESD2 dimana S.D2 = I momen inersia • 1 � = M EI = d 2 y dx 2 2.9 Universitas Sumatera Utara = Daerah yang mengalami elastis = daerah yang berada pada kondisi elastis gambar 2.8. Distribusi tegangan pada penampang Pada gambar 2.8. dapat dilihat bahwa regangan pada serat terluar telah mencapai tegangan leleh. Sedangkan serat terjauh Z dari garis netral belum mengalami tegangan leleh. Dengan demikian daerah sejauh 2Z materialnya masih berada pada kondisi elastis dan besarnya momen dalam dapat dicari dari resultan bagian elastis dan plastis. Jika Z=D2, hanya serat terluar saja yang mencapai kondisi leleh dan besar momen dalam yang ditahan disebut sebagai momen leleh M y . • M y = S . � � 2.10 Dimana S adalah modulus penampang section modulus Dari persamaan 2.6 dengan harga � = � � , � = �, dapat diperoleh : • � = � � � 2.11 Selanjutnya untuk Z = ½ D diperoleh : • � � = 2 � � � 2.12 Dimana K = kelengkungan pada kondisi plastis sebagian partially plastic state Garis netral B � � � � z D2 D2 Universitas Sumatera Utara Ky = kelengkungan pada saat kondisi leleh Perbandingan antara momen plastis Mp dengan momen leleh My menyatakan peningkatan kekuatan penampang akibat ditinjau dari kondisi plastis. Perbandingan ini tergantung dari bentuk penampang shape factor yang dinotasikan sebagai f. Gambar 2.9. Hubungan momen kelengkungan dari gambar 2.9 dapat dilihat bahwa suatu kurva hubungan momen terhadap kelengkungan M-K, dimana dari kurva tersebut dapat dilihat bahwa nilai momen M akan semakin mendekati f. My apabila harga K semakin besar. Bila nilai menjadi factor bentuk f maka harga K akan mencapai harga tidak berhingga, dimana ini menandakan bahwa nilai z dalam persaamaan 2.11 sama dengan nol, dimana y = z, maka seluruh penampang serat mencapai kondisi plastis penuh dan momen plastisnya adalah Mp = f. My. Dimana f adalah factor bentuk yang merupakan perbandingan antara momen plastis dan momen leleh menyatakan b c MMy Kky a Universitas Sumatera Utara peningkatan kekuatan penampang akibat ditinjau dari kondisi plastis. Perbandingan ini tergantung dari bentuk penampang. 2.1.5. Analisa penampang Pada bagian ini akan diberikan paparan yang lebih mendetail tentang distribusi tegaganan pada keadaan leleh menuju kondisi plastis penuh yang digambarkan pada gambar 2.10. Gambar 2.10. Distribusi tegangan pada keadaan leleh dan keadaan plastis pada tampang persegi  Modulus elastis My = 2M1+2M2 = 2 � � 2 − �� �. � � 1 2 � � 2 + �� + 2. 1 2 �. �. � � � 2 3 �� = � � 2 − �� � � 2 + �� �. � � + �. � � 2 3 � 2 = �. � � ��� � 2 � 2 − � 2 � + 2 3 � 2 � = �. � � � � 2 4 − 1 3 � 2 � = �. � � � � 2 4 − 1 3 � � 2 � 2 � = �. � � � 3� 2 −� 2 12 � D2 D2 B 1 2 2 1 2 1 1 2 Momen elastis Momen plastis � � � � � � � � Tampang persegi Universitas Sumatera Utara = 1 6 �. � 2 . � � 2.13a  Modulus plastis Momen plastis yaitu luasan tampang kali lengan momen Mp = 2. � � � 1 2 �. �� � 1 4 �� = 1 4 �. � 2 . � � 2.13b Jika menggunakan factor bentuk shape factor yang dinotasikan dengan f, maka hubungan antara kapasitas momen pada saat keadaan leleh My dan kapasitas momen pada keadaan plastis Mp akan menghasilkan : • � = �� �� • � = 1 4 �.� 2 . � � 1 6 �.� 2 . � � • � = 1,5

2.2. SENDI PLASTIS