PENUTUP Representasi Simbol Keislaman Film Mata Tertutup Karya Garin Nugroho

Representasi bekerja pada hubungan tanda dan makna. Konsep representasi sendiri bisa berubah-ubah, selalu ada pemaknaan baru. Representasi berubah-ubah akibat makna yang juga berubah-ubah. Setiap waktu terjadi proses negoisasi dalam pemaknaan. Jadi representasi bukanlah suatu kegiatan atau proses statis tapi merupakan proses dinamis yang terus berkembang seiring dengan kemampuan intelektual dan kebutuhan para pengguna tanda yaitu manusia sendiri yang juga terus bergerak dan berubah. Representasi merupakan suatu proses usaha konstruksi. Karena pandangan-pandangan baru yang menghasilkan pemaknaan baru, juga merupakan hasil pertumbuhan konstruksi pemikiran manusia, melalui representasi makna diproduksi dan dikonstruksi. Ini menjadi proses penandaan praktik yang membuat suatu hal bermakna sesuatu. 2 Representasi menurut penulis adalah sebuah cara dimana memaknai apa yang diberikan pada benda yang digambarkan. Representasi merujuk kepada segala bentuk media terutama media massa terhadap segala aspek realitas atau kenyataan seperti masyarakat, objek, peristiwa. Representasi ini bisa berbentuk kata-kata atau tulisan bahkan juga dapat dilihat dalam bentuk gambar bergerak atau film. Dalam kasus film ini sebagai representasi agama, film tidak hanya menjelaskan nilai-nilai agama tertentu di dalam dirinya sendiri tapi juga tentang bagaimana nilai-nilai agama diproduksi dan bagaimana nilai itu dikonsumsi oleh masyarakat yang menyaksikan film tersebut. Dalam hal ini, proses memaknai tanda-tanda yang berkaitan dengan simbol keagamaan pada film Mata Tertutup 2 Wibowo, Semiotika komunikasi aplikasi praktis bagi penelitian dan skripsi komunikasi,Jakarta: Mitra Wacana Media,2011, h.123. terdapat tanda-tanda yang berkaitan dengan NII dan Jamaah Islamiyah seperti bendera NII, bai’at, hijrah, mati syahid, jihad yang direpresentasikan sebagai simbol keislaman dalam film Mata Tertutup tersebut.

B. Pengertian Simbol Keislaman

Hidup agaknya memang digerakkan oleh simbol-simbol, dibentuk oleh simbol-simbol dan dirayakan dengan simbol-simbol. Ketika aksi terorisme 11 September meluluhlantahkan Gedung Kembar WTC World Trade Center di kawasan Manhattan, New York, Amerika Serikat, dan ketika orang-orang di negeri kita sendiri hiruk pikuk menghancurkan, memporakporandakan, dan membakari gedung pemerintahan, kendaraan, mall, atau tempat-tempat ibadah. Sasaran sesungguhnya tentulah bukan benda-benda itu sendiri. Sasaran mereka sebenarnya adalah simbol. Gedung-gedung pencakar langit, kendaraan, pusat perbelanjaan, tempat-tempat ibadah dan sebagainya itu bisa saja dilihat sebagai simbol “kecongkakan,” keserakahan,” “kekuasaan,” kesewenangan,” kepura-puraan,” atau apapun. Itulah rupanya yang hendak mereka hantam atau hancurkan. Secara etimologis, simbol berasal dari kata Yunani “sym-ballein” yang berarti melemparkan bersama suatu benda, perbuatan dikaitkan dengan suatu ide. Ada pula yang menyebutkan “symbolos”, yang berarti tanda atau ciri yang memberitahukan sesuatu hal kepada seseorang. Biasanya simbol terjadi berdasarkan metonimi, yakni nama untuk benda lain yang berasosiasi atau yang menjadi atributnya misalnya si kaca mata untuk seseorang yang berkacamata dan metafora yaitu pemakaiaan kata atau ungkapan lain untuk objek atau konsep lain berdasarkan kias atau persamaan misal kaki gunung, kaki meja, berdasarkan kias pada kaki manusia. Semua simbol mewakili tiga unsur, simbol itu sendiri, satu