Representasi Simbol Keislaman Film Mata Tertutup Karya Garin Nugroho
REPRESENTASI SIMBOL KEISLAMAN
FILM MATA TERTUTUP KARYA GARIN NUGROHO Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh:
Sita Mawarni Murdiati NIM: 109051000167
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1435 H/2014 M
(2)
(3)
(4)
1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu (S1) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini merupakan hasil plagiat atau hasil jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 15 Juli 2014 Penulis
(5)
i ABSTRAK
Representasi Simbol Keislaman Film Mata Tertutup Karya Garin Nugroho Film Mata Tertutup ini mengisahkan kegundahan diri seorang wanita bernama Rima dalam pencarian identitasnya hingga ia terjerumus dalam NII (Negara Islam Indonesia) dan perjuangannya setelah menjadi anggota NII (Negara Islam Indonesia), pergulatan hidup seorang remaja bernama Jabir dengan kondisi keluarga dan kesulitan ekonomi yang terus menekannya dan pencarian seorang ibu bernama Asimah terhadap anak semata wayangnya, Aini, yang terjebak dalam kelompok fundamentalis Islam tersebut.
Adegan-adegan yang disuguhkan dalam film ini menimbulkan banyak interpretasi dari para penonton. Oleh karena itu, penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Bagaimanakah makna ikon, indeks dan simbol yang terdapat dalam beberapa adegan di film Mata Tertutup? Apa pesan moral yang ingin disampaikan dalam film Mata Tertutup?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka peneliti menggunakan metodologi penelitian kualitatif. Sedangkan metode yang digunakan adalah semiotika. Subjek penelitian ini berupa film Mata Tertutup. Unit analisisnya adalah potongan-potongan gambar atau visual yang terdapat dalam film Mata Tertutup.
Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data-data melalui observasi, wawancara (dalam hal ini penulis mewawancarai Produser film Mata Tertutup, Khelmy. K. Pribadi) dan dokumentasi yang dianalisis menggunakan teori semiotika Charles Sanders Pierce. Dimana tanda dilihat dari ikon, indeks dan simbol.
Bisa dikatakan, melalui teori Charles Sanders Pierce dengan ikon, indeks dan simbol, peneliti dapat lebih memahami makna atau simbol yang terkandung dalam pengambilan gambar film Mata Tertutup.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah representasi simbol keagamaan, yaitu proses perekrutan oleh NII yang disebut sebagai bai’at dan hijrah. Uang yang dikumpulkan oleh NII disebut infaq, sedangkan teknik persuasif yang dilakukan oleh Jamaah Islamiyah adalah muqayadhah (barter) dan proses menjadi seorang pengantin bom bunuh diri yang disebut sebagai jihad atau mati syahid.
(6)
ii
Dengan mengucapkan rasa syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga Allah SWT limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, para sahabat dan pengikutnya.
Sekalipun skripsi yang berjudul “Representasi Simbol Keislaman Film Mata Tertutup Karya Garin Nugroho” ini masih jauh dari sempurna, namun ini merupakan suatu usaha yang maksimal, karena dalam proses penyelesaiannya tidak sedikit kesulitan dan hambatan dalam penyusunan skripsi ini. Namun berkat doa, motivasi bantuan, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak yang akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan.
Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, M.A, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Bapak Dr. Arief Subhan, M.A, Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Dr. Suprapto, M.Ed, Wakil Dekan Bidang Akademik, Bapak Drs. Jumroni, M.si, Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum, Bapak Dr. Sunandar, M.Ag, Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama.
(7)
iii
3. Bapak Rachmat Baihaky, M.A, Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam dan Ibu Fita Fathurrokhmah, M.Si, Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
4. Ibu Siti Napsiyah, M.SW, Dosen Penasehat Akademik KPI E angkatan 2009, yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan proposal skripsi.
5. Bapak Dr. Suhaimi, M.Si, dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktunya serta memberi arahan dan masukan dalam membantu penulisan skripsi ini.
6. Maarif Institute, Mas Garin Nugroho, Sutradara Film Mata Tertutup, Mas Khelmy K. Pribadi, Produser Film Mata Tertutup, Mas Pipit Aidul Fitriyana, bagian Tim Produksi Film Mata Tertutup.
7. Seluruh dosen yang telah mengajarkan ilmunya kepada penulis dari semester I hingga semester VIII. Semoga ilmu yang diberikan menjadi amal baik di akhirat kelak, Amin.
8. Para staf Tata Usaha (TU) yang telah membantu surat menyurat untuk penelitian skripsi ini, dan para staf perpustakaan yang telah memberikan pelayanan dan fasilitas buku-buku referensi.
9. Ayahanda dan Mamahku tercinta, Bapak (Alm) Harsono Hernawan dan Ibu Hj. Nani Murnani, terimakasih telah membesarkan anakmu ini dengan penuh kasih sayang serta selalu mendukung dan mendoakan saya hingga saat ini. 10. Keluarga besar penulis, yang mendukung penulis dalam penyelesaian skripsi
(8)
iv
11. Teman-teman seperjuangan KPI E 2009 yang memberikan banyak motivasi untuk penulis Meta, Isni, Nur Afifah, Annisa, Ela, Hernisya, Fadli, Dava, Eci, Yunia, Saipul, Oki, Sadam, Yusly, Supriadi, Kharisma, Sutrisno, Adharu, Zia, Rulli, Mahdi dan kawan-kawan lainnya yang tidak dapat bisa penulis sebutkan namanya satu per satu, terima kasih atas segala dukungan, perhatian dan memberikan nuansa kekeluargaan selama lebih dari tiga tahun bersama-sama menuntut ilmu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sukses terus sahabat-sahabatku.
12. Teman sekaligus sahabat berbagi keluh kesah penulis Vira, Farwah dan Ranni, terima kasih atas dukungan dan motivasi terhadap penulis.
13. Teman-teman KKN Kelompok Empat Belas Gita, Uswah, Subhan, Hisbul, Shalihin, Hafidz, Luthfi dan kawan-kawan lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu per satu.
14.Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini baik moril maupun materil kepada penulis yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Jakarta, 02 Mei 2014
(9)
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... 76
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6
D. Metodologi Penelitian ……… 7
E. Tinjauan Pustaka ……… ... 13
F. Sistematika Penulisan ... 15
BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Representasi ... 17
B. Pengertian Simbol Keislaman ... 19
C. Semiotika ... 20
1. Pengertian Semiotika ... 20
2. Semiotika Charles Sanders Pierce ... 24
D. Aneka Jenis Film ... 31
1. Pengertian Film ... 31
2. Karakteristik Film ... 34
3. Unsur-unsur Film ... 36
4. Jenis-jenis Film ... 37
E. Pesan Moral ... 39
BAB III GAMBARAN UMUM FILM MATA TERTUTUP A. Sekilas Tentang Film Mata Tertutup ... 42
B. Sinopsis Film Mata Tertutup ... 44
C. Para Pemain dan Tim Produksi Film Mata Tertutup ... 46
D. Profil Produser Film Mata Tertutup ... 47
E. Karakter Pemain ... 49
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Temuan Data Film Mata Tertutup ... 51
B. Makna Ikon, Indeks dan Simbol ... 56
C. Pesan Moral Film Mata Tertutup ... 70
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 71
B. Saran-Saran ... 72
DAFTAR PUSTAKA ... 73 LAMPIRAN-LAMPIRAN
(10)
vi
Tabel 2: Para Pemain dan Tim Produksi ... 46
Tabel 3: Makna Ikon, Indeks, Simbol Scene Satu ... 56
Tabel 4: Makna Ikon, Indeks, Simbol Scene Dua ... 59
Tabel 5: Makna Ikon, Indeks, Simbol Scene Tiga ... 64
(11)
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
NII adalah Negara Islam Indonesia. NII merupakan gerakan politik yang diproklamasikan pada 7 Agustus 1949 oleh Soekarmadji Maridjan Kartosoewirjo di Desa Cisampah, Kecamatan Ciawiligar, Kawedanan Cisayong, Tasikmalaya, Jawa Barat.1
Beberapa tahun belakangan, muncul suatu pembahasan di berbagai kalangan, terutama mahasiswa muslim tentang kembali bangkitnya pergerakan NII. Namun, tak banyak informasi yang dapat menjelaskan secara lengkap mengenai pergerakan tersebut. Berbagai sumber mengatakan bahwa NII yang banyak dibicarakan orang saat ini bukanlah NII yang didirikan oleh Kartosoewiryo. NII yang konon menyimpang jauh dari ajaran Al-Quran dan Hadist ini disebut-sebut memiliki kaitan erat dengan Pondok Pesantren Al-Zaytun di Jawa Barat.2
Film Mata Tertutup ini mengangkat kisah buram kehidupan dua remaja dan seorang ibu korban NII dan Jamaah Islamiyah yang menampakkan pemahaman keagamaan. Mereka adalah pengikut NII dan seorang calon pengebom bunuh diri. Mungkin keberadaan mereka mengejutkan kita sebagai bangsa, ternyata ada manusia Indonesia yang mengambil langkah sedemikian sulit untuk dipahami oleh
1
Holk H. Dengel, Darul Islam-Nii dan Kartosuwiryo “Angan-angan Yang Gagal” (Terjemahan), (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2011), hal 1.
2
Umar Abduh, Membongkar Gerakan Sesat NII Di Balik Pesantrem Mewah Al-Zaytun, (Jakarta: Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam, 2001), hal. 13.
(12)
rata-rata manusia Indonesia.3 Film ini tidak menjadikan tokoh-tokoh itu sebagai orang lain, melainkan sebagai anggota keluarga yang hilang, sebagai diri kita yang tidak menemukan tempat mengaktualisasi diri, dan sebagai anak yang terdesak kemiskinan dan rasa cinta mendalam pada ibunya. Dalam film ini, mereka menjadi anggota keluarga kita atau bahkan diri kita sendiri.
Banyak masalah-masalah sosial yang belum terselesaikan. Segalanya berjalan lurus, namun tidak menjanjikan jalan keluar ke kehidupan yang lebih baik. NII menjadi satu dari sedikit jalan keluar yang tersedia bagi para tokoh dalam film. Masalah personal dalam kasus ini bukanlah soal kepercayaan, tapi keberlangsungan hidup. Jabir bergabung dengan kelompok jihad karena teringat ibunya, yang susah payah menyambung hidup dengan berjualan di pasar. Penekanannya pada kondisi keluarga yang dilanda kesulitan ekonomi.
Aksi jihad ia harapkan dapat menggerakkan mata pemerintah ke masalah ibunya, yang terkait erat dengan kemiskinan yang masih melanda negara. Permasalahan Rima lebih bernada eksistensial, walau kaitannya tetap dengan keberlangsungan hidup. Sebagai perempuan, ia merasa hak-haknya tidak dipenuhi oleh kondisi negara sekarang. Tindak-tanduknya di NII ia harapkan bisa membuka ruang bagi dirinya dan rekan-rekannya.4
Film Mata Tertutup memborong Penghargaan AFI 2012. Dari 14 penghargaan, film produksi SET Film & Ma'arif Institute mampu meraih lima penghargaan sekaligus, yaitu Film Cerita Panjang Terunggul, Sutradara Terunggul (Garin Nugroho), Pemeran Utama Wanita Terunggul (Jajang C Noer), Pengarah
3
Khelmy K. Pribadi,,Membuka Mata Tertutup, (Jakarta: Maarif Institute, 2012), h. 27.
4
(13)
3
Sinematografi Terunggul (Anggi Frisca "Cumit"), dan Pemeran Pendukung Pria Terunggul (Kukuh Riyadi).
NII adalah komunitas atau kelompok yang minoritas. Apabila kita mendengar isu tentang NII atau Negara Islam Indonesia, maka yang terlintas dalam pandangan masyarakat adalah kelompok yang ingin menggantikan Republik Indonesia dengan Negara Islam Indonesia, yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan tertentu. Seperti, dihalalkan mencuri, tidak wajib melakukan shalat 5 waktu, diancam atau diteror bahkan dianggap kafir bila keluar dari kelompok tersebut. Akibatnya, persepsi yang negatif itu tidak saja berdampak buruk bagi kelompok itu, tapi juga terhadap Islam itu sendiri. Bahkan akhir-akhir
ini, tidak saja mengaitkan gerakan Islam Syari’at dengan NII, tapi juga mengaitkan
dengan terorisme.
Dalam bingkai kecil, Mata Tertutup mengajak penonton untuk menelusuri lika-liku di balik NII. Sudah dijelaskan bagaimana film dibuka dengan gambaran proses perekrutan. Gambaran tersebut kemudian dilanjutkan dengan adegan-adegan yang menggambarkan kondisi internal NII. Mulai dari kegiatan merekrut anggota (seperti yang terjadi di awal film), pengadilan berbasis syariat Islam, kelas ideologi, hingga rapat kegiatan komunitas. Melalui adegan-adegan tersebut, penonton mendapat informasi perihal tujuan NII, yakni menghadirkan negara baru berbasis syariat Islam, yang diharapkan lebih adil bagi masyarakatnya.
Alur cerita dalam film ini terbagi menjadi tiga: pertama, kegundahan diri seorang wanita bernama Rima dalam pencarian identitasnya hingga ia terjerumus dalam NII dan perjuangannya setelah menjadi anggota NII; kedua, pergulatan hidup seorang remaja bernama Jabir dengan kondisi keluarga dan kesulitan
(14)
ekonomi yang terus menekannya; dan ketiga, pencarian seorang ibu bernama Asimah terhadap anak semata wayangnya, Aini, yang terjebak dalam kelompok fundamentalis Islam tersebut.
Tiga alur yang berbeda ini memberikan kita peluang untuk memahami cerita dan apa yang ingin disampaikan oleh sang sutradara dengan lebih baik, dan diharapkan audiens mampu memandang fenomena dalam cerita ini melalui berbagai perspektif yang berbeda pula. Melalui cerita Rima, mungkin sang sutradara ingin para audiens untuk lebih bisa memahami kehidupan orang-orang yang bekerja dalam lingkaran NII, bahwa tidak semua kehidupan mereka yang
“fundamentalis” berjalan dengan baik, harmonis, dan selalu berada dalam satu
kesatuan yang padu untuk tujuan yang sama, melainkan konflik selalu mengiringi mereka, entah karena perbedaan paham, masalah organisasi, ataupun hal-hal konfliktual lainnya.
Melalui cerita Jabir, kita dapat melihat bahwasanya himpitan ekonomi dan kondisi hidup yang tidak selamanya menguntungkan kita mampu merubah pendirian dan membiasakan pandangan kita terhadap kebenaran yang hakiki, kebenaran yang hanya Tuhan miliki dan tidak ada seorangpun yang tahu dan mampu mengubahnya. Kesulitan ekonomi yang Jabir alami, adalah trigger atau pemicu berubahnya keinginannya untuk membahagiakan ibunya, dengan cara sesederhana apapun, untuk melangkah lebih jauh lagi dengan misinterpretasinya
bahwa pengorbanannya akan memberikan “sebuah tempat” bagi ibunya di surga kelak, walaupun pada akhirnya, usahanya untuk menjadi “pengantin bom”,
(15)
5
Dan cerita Asimah mengajarkan kita tentang kasih sayang yang lebih konkrit, kasih sayang dari kedua orang tua, yang tiada lelahnya mencari sang anak, Aini, yang diduga terjerumus dalam lingkaran organisasi fundamentalis Islam. Dengan perseteruan batin dalam diri seorang Asimah, yang mungkin tak akan bertemu lagi dengan sang anak, ia tetap memegang kuat kepercayaannya kepada Tuhan untuk terus menjaga anaknya dan menuntunnya kembali pulang ke rumah.
Banyak simbol yang mempunyai pesan tersirat yang bisa dikaji. Contohnya, judul film tersebut yakni “mata tertutup” yang dikenal sebagai salah satu proses perekrutan anggota–anggota baru NII.
Kasus ini menjadi kajian yang menarik untuk diteliti karena terdapat beberapa simbol, ikon dan indeks yang menarik di dalam Film Mata Tertutup, berdasarkan latar belakang pemikiran di atas, maka penulis bermaksud mengkajinya dalam skripsi dan mengambil judul “Representasi Simbol Keislaman Film Mata Tertutup Karya Garin Nugroho”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah
Peneliti membatasi penelitian ini pada simbol keagamaannya. Peneliti mengambil gambar dan teks dalam adegan perekrutan oleh NII, rapat internal NII, teknik persuasif yang dilakukan Jamaah Islamiyah dan pengantin bom bunuh diri oleh Jamaah Islamiyah.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang serta identifikasi masalah di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
(16)
a. Bagaimanakah makna ikon, indeks dan simbol yang terdapat dalam beberapa adegan di Film Mata Tertutup?
b. Apa pesan moral yang ingin disampaikan dalam Film Mata Tertutup? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada latar belakang yang telah dikemukakan, secara spesifik tujuan penelitian ini adalah:
Mengetahui makna ikon, indeks dan simbol dalam Film Mata Tertutup. Serta untuk mengetahui pesan moral yang terdapat pada Film Mata Tertutup.
2. Manfaat Penelitian
Dari tujuan di atas penulis berkeinginan agar penelitian ini bermanfaat bagi peneliti sendiri dan masyarakat umumnya, dan adapun manfaat tersebut antara lain :
a. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu komunikasi, serta sebagai tambahan referensi bahan pustaka, khususnya penelitian tentang analisis dengan minat pada kajian film dan semiotika.
b. Manfaat Praktis
Dengan penelitian ini diharapkan dapat menjadikan masukkan dalam menambah wawasan bagi para mahasiswa pada khususnya. Juga kepada kalangan teoritis serta praktis pada umumnya untuk lebih bisa mengartikan maksa di setiap ikon, indeks, dan simbol yang terkandung
(17)
7
dalam sebuah film melalui semiotika. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kosa kata dan istilah yang digunakan dalam sebuah film.
D. Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kualitatif. Jenis penelitian ini memberikan peluang yang besar dibuatnya interpretasi-interpretasi alternatif. Maksudnya setiap orang pasti memiliki pemahaman yang berbeda terhadap film.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis semiotika. Analisis semiotika digunakan untuk dapat mengetahui makna yang terkandung dalam bentuk verbal dan non verbal. Semiotika diterapkan pada tanda-tanda simbol, lambang.
Peirce mengemukakan teori segitiga makna atau triangle meaning yang terdiri dari tiga elemen utama, yakni tanda atau sign, object, dan interpretant. Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk atau merepresentasikan hal lain di luar tanda itu sendiri. Tanda menurut Peirce terdiri dari simbol atau tanda yang muncul dari kesepakatan, Ikon atau tanda yang muncul dari perwakilan fisik dan Indeks atau tanda yang muncul dari hubungan sebab-akibat. Sedangkan acuan tanda ini disebut objek. Objek atau acuan tanda adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda.
Interpretant atau pengguna tanda adalah konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Hal yang
(18)
terpenting dalam proses semiosis adalah bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang saat berkomunikasi.
Contoh : Saat seorang gadis mengenakan rok mini, maka gadis itu sedang berkomunikasi mengenai dirinya kepada orang lain yang bisa jadi memaknainya sebagai simbol keseksian. Begitu pula ketika Nadia Saphira muncul di film Coklat Strowberi dengan akting dan penampilan fisiknya yang memikat, para penonton bisa saja memaknainya sebagai ikon wanita muda cantik dan menggairahkan.5
Merujuk pada teori Pierce, berdasarkan objeknya, Pierce membagi tanda-tanda dalam gambar dan dapat dilihat dari jenis tanda-tanda yang digolongkan dalam semiotika. Diantaranya adalah ikon, indeks, dan simbol. Pertama, dengan mengikuti sifat objeknya, ketika kita menyebut tanda sebuah ikon. Kedua, menjadi kenyataan dan keberadaannya berkaitan dengan objek individual, ketika kita menyebut tanda sebuah indeks. Ketiga, kurang lebih, perkiraan yang pasti bahwa hal itu diinterpretasikan sebagai objek denotaif sebagai akibat dari suatu kebiasaan ketika kita menyebut tanda sebuah simbol.
Ikon adalah tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Dengan kata lain, ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan. Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Dan Simbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya.
5
Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisa Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis framing, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), hal.127-128.
(19)
9
1. Objek dan Subjek Penelitian
Penelitian ini yang menjadi objeknya adalah Film Mata Tertutup karya Garin Nugroho. Sedangkan yang menjadi subjeknya adalah potongan gambar atau visual yang terdapat dalam Film Mata Tertutup dengan mengacu kepada rumusan masalah.
2. Purposive Sampling
Pemilihan objek penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive sampling) dengan maksud dan tujuan tertentu. Menurut Sugiyono, menjelaskan yang dimaksud dengan purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu.6
Ada beberapa alasan penulis yang menjadi dasar penelitian mengenai pemilihan film Mata Tertutup sebagai objek penelitian adalah di film ini menceritakan tentang NII. Kelompok NII adalah kelompok yang
menyimpang dari syari’at Islam.. selain itu, film ini menyajikan tentang
tahap perekrutan anggota baru NII sampai terorisme yang dilakukan oleh kelompok Jaringan Islamiyah. Sehingga ini menjadi alasan penulis untuk mengangkat film tersebut sebagai penelitian.
3. Teknik Pengumpulan Data
Adapun tahapan-tahapan dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan metode sebagai berikut:
Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan secara menyeluruh dari adegan yang diambil dalam film Mata Tertutup dan isi teks.
6
(20)
a. Observasi
Observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan panca indera mata sebagai alat bantu utamanya selain panca indera lainnya seperti telinga, mulut, dan kulit. Yang dimaksud metode observasi adalah metode pengumpulan data untuk menghimpun data penelitian. Dalam arti bahwa data tersebut dapat dihimpun melalui pengamatan peneliti melalui penggunaan panca indra.7
Pengamatan yang dilakukan peneliti adalah menonton film dan mengamati teliti dengan adegan-adegan yang diambil. Kemudian mencatat, memilih dan menganalisanya.8
b. Wawancara
Wawancara atau interview adalah sebuah proses memperoleh sebuah keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab disertai dengan bertatap muka antara pewawancara dengan responden atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa pedoman wawancara. Dalam hal ini peniliti melakukan komunikasi langsung juga wawancara dengan Produser Film Mata Tertutup, Khelmy K. Pribadi. 9
Wawancara ini dilakukan untuk memperoleh data dari sumber tentang masalah yang akan diteliti. Wawancara ini dilakukan secara bebas, tetapi tetap menggunakan pedoman wawancara agar pertanyaan terarah. c. Dokumentasi
7
Burhan Bungin, Metode Penelitian Kuantitatif, (Jakarta; Prenada Media Group, 2005), hal.134.
8
Jalaluddin Rahmat, Metode Penelitian Komunikasi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), hal.83.
9
(21)
11
Metode ini merupakan suatu cara pengumpulan data yang menghasilkan catatan-catatan penting yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, sehingga akan diperoleh data yang lengkap, sah, dan bukan berdasarkan perkiraan. Metode ini hanya mengambil data-data yang sudah ada dan tersedia dalam catatan dokumen.10
Fungsi data yang berasal dari dokumen lebih banyak digunakan sebagai data pendukung dan pelengkap bagi data primer. Penulis mengumpulkan data yang diperoleh dari buku Membuka Mata Tertutup dan sebagainya yang berhubungan dengan semiotika terhadap suatu film.
4. Sumber Data
Sumber data terbagi menjadi dua, yaitu:
a. Data primer yakni data ini diperoleh dari video film Mata Tertutup, yang akan dipilih gambar dari adegan-adegan yang berkaitan dengan penelitian. b. Data sekunder yakni data yang diperoleh dari literatur yang mendukung
data primer, seperti buku-buku dan tulisan lain yang berkaitan dengan masalah yang menjadi objek studi ini.
5. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penentuan lokasi penelitian ditentukan dengan sengaja yakni, dipusatkan di Rumah Produksi Maarif Institute yang bertempatkan di Jl. Tebet Barat Dalam II No 6, Tebet, Jakarta Selatan 12810. Sedangkan waktu pengamatan dilakukan untuk penelitian yaitu dimulai dari bulan Oktober 2013 hingga mendapatkan data yang diinginkan.
10
Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2008), hal. 158
(22)
6. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dengan menggunakan semiotika model Charless Sanders Pierce yang membagi tanda atas ikon, indeks, dan simbol. Ikon adalah tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah atau dengan kata lain, ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan. Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab-akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Sedangkan simbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya.11
Menurut Charles Sanders Pierce, semiotika berangkat dari tiga elemen utama tersebur, yang disebut sebagai teori segitiga makna (Triangle Meaning).12
7. Teknik Keabsahan Data
Untuk mendapatkan tingkat kepercayaan atau kebenaran hasil penelitian, ada berbagai cara yang dapat dilakukan, yakni :
a. Memperpanjang masa observasi; b. Mengamati terus menerus; c. Triangulasi;
Tujuan triangulasi adalah mengecek kebenaran data tertentu dengan membandingkannya dengan data yang diperoleh dari sumber lain, pada
11
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), h. 42.
12
Rachmat Krisyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2006), Cet. 2, h. 263.
(23)
13
berbagai fase penelitian dilapangan, pada waktu yang berlainan, dan dengan menggunakan metode yang berlainan.
d. Membicarakannya dengan orang lain;
e. Menganalisis kasus negatif, kasus yang tidak sesuai dengan hasil penelitian tertentu;
f. Menggunakan referensi;
g. Mengadakan member check. Agar informasi yang diperoleh dan gunakan dalam penulisan laporan sesuai dengan apa yang dimaksud informan.13
E. Tinjauan Pustaka
Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut dan menyusunnya menjadi sebuah karya ilmiah, penulis telah melakukan tinjauan pustaka dan menelaah terlebih dahulu beberapa skripsi dan karya ilmiah yang berkaitan atau hampir sama dengan penelitian yang penulis lakukan.
Sebagaimana yang telah ditulis Novita Intan Sari 108051000015 tahun 2012 mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam dengan judul “Analisis Semiotika Kepemimpinan Dalam Komik Strip Si Bujang“. Dalam skripsinya Novita Intan Sari meneliti dengan menggunakan model semiotika Charles Sanders Pierce yang melihat (Representamen, object dan interpretant) pada komik strip bernuansa Islam Si Bujang karya Harlis Kurniawan. Rumusan Masalahnya adalah Representamen apa saja yang terdapat dalam komik strip si Bujang edisi kepemimpinan? Object apa saja yang terdapat dalam komik strip si Bujang edisi
13
Suwardi, Endraswara, Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan: Ideologi, Epistemologi, dan Aplikasi, (Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2006), h. 14.
(24)
kepemimpinan? Interpretan apa saja yang terdapat dalam komik strip si Bujang edisi kepemimpinan?
Pada skripsi yang berjudul “Analisis Semiotik Film Cin(t)a karya Sammaria Simanjuntak“ yang ditulis oleh Nurlaelatul Fajriah 107051002056 tahun 2011 mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam. Dalam skripsinya Nurlaelatul Fajriah meneliti tentang menghargai perbedaan dalam beragama. Rumusan masalahnya adalah Bagaimana makna judul film Cin(T)a? Bagaimana makna ikon, indeks dan simbol dalam film Cin(T)a? Bagaimana cinta, agama dan perbedaan dalam film Cin(T)a ditinjau dari teori segitiga makna (triangle meaning) Charles Sanders Pierce?
Pada skripsi yang berjudul “Analisis Semiotik Film 3 Doa 3 Cinta disusun oleh M. Fikri Ghazali 206051003915 Tahun 2010 mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam. Dalam penelitian tersebut objek yang diteliti adalah film 3 Doa 3 Cinta dengan menggunakan model Roland Barthes. Rumusan masalahnya adalah Bagaimana makna denotasi, konotasi dan mitos dalam film 3 Doa 3 Cinta? Bagaimana makna judul film 3 Doa 3 Cinta? Apa pesan moral yang ingin disampaikan dalam film 3 Doa 3 Cinta?
Film ini sengaja dipilih penulis untuk diteliti karena menurut penulis film ini sangat menarik, terutama pada bagian kehidupan di balik NII dan Jamaah Islamiyah. Mulai dari proses merekrut anggota, rapat internal, teknik persuasif Jamaah Islamiyah dan menjadi pengantin bom bunuh diri yang dilakukan oleh Jabir. Melalui adegan-adegan tersebut penonton mendapat informasi perihal tujuan NII dan Jamaah Islamiyah, yakni menghadirkan negara baru berbasis syariat Islam
(25)
15
yang diharapkan lebih adil bagi masyarakatnya. Serta jihad yang dilakukan oleh Jamaah Islamiyah dengan cara menjadi pengantin bom bunuh diri.
Melalui Film Mata Tertutup Garin Nugroho sebagai sutradara mencoba menterjemahkan cerita tentang elemen masyarakat yang sedang mencari keadilan atas keadaan bangsa yang tidak menentu. Selain itu Film Mata Tertutup mengetengahkan tiga kisah yang berlatar belakang kehidupan masyarakat Indonesia dalam menyikapi kondisi bangsa pada saat ini.
Namun dalam penulisan skripsi ini tidak ada persamaan. Penelitian ini disusun berdasarkan analisis yang peneliti lakukan dengan pengamatan langsung terhadap objek yaitu “Representasi Simbol Keislaman Film Mata Tertutup
Karya Garin Nugroho”. F. Sistematika Penulisan
Untuk mengetahui gambaran yang jelas tentang hal-hal yang diuraikan dalam penelitian ini, maka penulis membagi sistematika penyusunan kedalam lima bab. Di mana masing-masing bab dibagi kedalam sub-sub dengan penulisan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini memaparkan latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodelogi penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Dalam bab ini berisikan tentang tinjauan umum tentang film, sejarah perkembangan film, representasi, simbol keagamaan kemudian terdapat pula tinjauan umum tentang semiotika, konsep semiotika Charles Sanders Pierce.
(26)
BAB III GAMBARAN UMUM FILM MATA TERTUTUP
Pada bab ini pembahasan spesial di balik layar Film Mata Tertutup, seperti profil produser, sinopsis Film Mata Tertutup dan karakter pemain Film Mata Tertutup. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini di fokuskan pada data dan hasil penelitian berupa makna ikon, indeks, dan simbol yang terdapat dalam beberapa adegan di Film Mata Tertutup dan pesan moral dalam Film Mata Tertutup.
BAB V PENUTUP
Penulis mengakhiri skripsi ini dengan memberikan kesimpulan yang berfungsi menjadi jawaban umum yang terdapat pada bab I, serta diikuti saran penulis.
(27)
17 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Representasi
Menurut David Croteau dan William Hoynes, representasi merupakan hasil dari suatu proses penyeleksian yang menggarisbawahi hal-hal tertentu. Dalam representasi media, tanda yang akan digunakan untuk melakukan representasi tentang sesuatu mengalami proses seleksi. Mana yang sesuai dengan kepentingan-kepentingan dan pencapaian tujuan-tujuan komunikasi ideologisnya itu yang digunakan sementara tanda lain diabaikan.1
Menurut Stuart Hall ada dua proses representasi. Pertama, representasi
mental, yaitu konsep tentang „sesuatu’ yang ada dikepala kita masing-masing (peta konseptual), representasi mental masih merupakan sesuatu yang abstrak. Kedua,
„bahasa’ yang berperan penting dalam proses konstruksi makna. Konsep abstrak
yang ada dalam kepala kita harus diterjemahkan dalam „bahasa’ yang lazim,
supaya kita dapat menghubungkan konsep dan ide-ide kita tentang sesuatu dengan tanda dari simbol-simbol tertentu. Media sebagai suatu teks banyak menebarkan bentuk-bentuk representasi pada isinya. Representasi dalam media menunjuk pada bagaimana seseorang atau suatu kelompok, gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan dalam pemberitaan.
Isi media bukan hanya pemberitaan tetapi juga iklan dan hal-hal lain di luar pemberitaan intinya bahwa sama dengan berita, iklan juga merepresentasikan orang-orang, kelompok atau gagasan tertentu.
1
(28)
Representasi bekerja pada hubungan tanda dan makna. Konsep representasi sendiri bisa berubah-ubah, selalu ada pemaknaan baru. Representasi berubah-ubah akibat makna yang juga berubah-ubah. Setiap waktu terjadi proses negoisasi dalam pemaknaan.
Jadi representasi bukanlah suatu kegiatan atau proses statis tapi merupakan proses dinamis yang terus berkembang seiring dengan kemampuan intelektual dan kebutuhan para pengguna tanda yaitu manusia sendiri yang juga terus bergerak dan berubah. Representasi merupakan suatu proses usaha konstruksi. Karena pandangan-pandangan baru yang menghasilkan pemaknaan baru, juga merupakan hasil pertumbuhan konstruksi pemikiran manusia, melalui representasi makna diproduksi dan dikonstruksi. Ini menjadi proses penandaan praktik yang membuat suatu hal bermakna sesuatu.2
Representasi menurut penulis adalah sebuah cara dimana memaknai apa yang diberikan pada benda yang digambarkan. Representasi merujuk kepada segala bentuk media terutama media massa terhadap segala aspek realitas atau kenyataan seperti masyarakat, objek, peristiwa. Representasi ini bisa berbentuk kata-kata atau tulisan bahkan juga dapat dilihat dalam bentuk gambar bergerak atau film. Dalam kasus film ini sebagai representasi agama, film tidak hanya menjelaskan nilai-nilai agama tertentu di dalam dirinya sendiri tapi juga tentang bagaimana nilai-nilai agama diproduksi dan bagaimana nilai itu dikonsumsi oleh masyarakat yang menyaksikan film tersebut. Dalam hal ini, proses memaknai tanda-tanda yang berkaitan dengan simbol keagamaan pada film Mata Tertutup
2
Wibowo, Semiotika komunikasi aplikasi praktis bagi penelitian dan skripsi komunikasi,(Jakarta:Mitra Wacana Media,2011), h.123.
(29)
19
terdapat tanda-tanda yang berkaitan dengan NII dan Jamaah Islamiyah seperti bendera NII, bai’at, hijrah, mati syahid, jihad yang direpresentasikan sebagai simbol keislaman dalam film Mata Tertutup tersebut.
B. Pengertian Simbol Keislaman
Hidup agaknya memang digerakkan oleh simbol-simbol, dibentuk oleh simbol-simbol dan dirayakan dengan simbol-simbol. Ketika aksi terorisme 11 September meluluhlantahkan Gedung Kembar WTC (World Trade Center) di kawasan Manhattan, New York, Amerika Serikat, dan ketika orang-orang di negeri kita sendiri hiruk pikuk menghancurkan, memporakporandakan, dan membakari gedung pemerintahan, kendaraan, mall, atau tempat-tempat ibadah. Sasaran sesungguhnya tentulah bukan benda-benda itu sendiri. Sasaran mereka sebenarnya adalah simbol. Gedung-gedung pencakar langit, kendaraan, pusat perbelanjaan, tempat-tempat ibadah dan sebagainya itu bisa saja dilihat sebagai simbol
“kecongkakan,” keserakahan,” “kekuasaan,” kesewenangan,” kepura-puraan,” atau apapun. Itulah rupanya yang hendak mereka hantam atau hancurkan.
Secara etimologis, simbol berasal dari kata Yunani “sym-ballein” yang berarti melemparkan bersama suatu (benda, perbuatan) dikaitkan dengan suatu ide. Ada pula yang menyebutkan “symbolos”, yang berarti tanda atau ciri yang memberitahukan sesuatu hal kepada seseorang. Biasanya simbol terjadi berdasarkan metonimi, yakni nama untuk benda lain yang berasosiasi atau yang menjadi atributnya (misalnya si kaca mata untuk seseorang yang berkacamata) dan metafora yaitu pemakaiaan kata atau ungkapan lain untuk objek atau konsep lain berdasarkan kias atau persamaan (misal kaki gunung, kaki meja, berdasarkan kias pada kaki manusia). Semua simbol mewakili tiga unsur, simbol itu sendiri, satu
(30)
rujukan atau lebih, dan hubungan antara simbol dengan rujukan. Ketiga hal itu merupakan dasar bagi semua makna simbolik. Simbol adalah bentuk yang mewakili sesuatu yang lain di luar perwujudan bentuk simbolik itu sendiri.3
Secara Etimologis, kata “Islam” berasal dari bahasa Arab yakni salima yang artinya selamat. Dari kata itu terbentuk aslama yang artinya menyerahkan diri atau tunduk dan patuh. Sebagaimana firman Allah SWT. Dari kata aslama itulah terbentuk kata Islam. Pemeluknya disebut Muslim. Orang yang memeluk Islam berarti menyerahkan diri kepada Allah dan siap patuh pada ajaran-Nya.4
Jadi simbol menurut penulis adalah sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain. Sedangkan simbol keislaman adalah sesuatu yang mewakili simbol agama Islam tersebut. Teori Pierce mengatakan bahwa sesuatu itu dapat disebut sebagai tanda jika ia mewakili sesuatu yang lain. Contohnya, jilbab. Jilbab merupakan simbol keagamaan. Karena jilbab merupakan identitas atau ciri dari seorang wanita yang beragama Islam.
C. Semiotika
1. Pengertian Semiotika
Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tanda (sign) dalam kehidupan manusia. Semiotika telah digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam menelaah sesuatu yang berhubungan dengan tanda, misalnya karya sastra dan teks berita dalam media.
3
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Rosdakarya,2009), h. 153-156.
4
http://indonesiaindonesia.com/f/5894-pengertian-islam-tingkatannya/ artikel diakses pada 23 Juli 2014 pukul 08.26 WIB.
(31)
21
Semiotika merupakan varian dari teori strukturalisme. Strukturalisme berasumsi bahwa teks adalah fungsi dari isi dan kode, sedangkan makna adalah produk dari sistem hubungan.
Istilah semiotics (dilafalkan demikian) diperkenalkan oleh Hippocrates (460-337 SM), penemu ilmu media Barat, seperti ilmu gejala-gejala. Gejala, menurut Hippocrates merupakan semeion, bahasa Yunani untuk penunjuk (mark) atau tanda (sign) fisik. 5
Semiotika berasal dari kata Yunani yaitu semeion yang berarti tanda. Semiotika berakar dari studi klasik dan skolastik atas seni logika, retorika dan poetika.6
Untuk menyederhanakan kemudian Umberto Eco dalam bukunya A Theory of Semiotic menjelaskan dan mempertimbangkan, bahwa semiotika berkaitan dengan segala hal yang dapat di maknai tanda-tanda. Suatu tanda adalah segala sesuatu yang dapat dilekati (dimaknai) sebagai penggantian yang signifikan untuk sesuatu lainnya. Segala sesuatu ini tidak terlalu mengharuskan perihal adanya atau mengaktualisasikan perihal di mana dan kapan suatu tanda memaknainya. Jadi, semiotika ada dalam semua kerangka (prinsip), semua disiplin ilmu, termasuk dapat pula digunakan untuk menipu bila segala sesuatu tidak dapat dipakai untuk menceritakan (mengatakan) segala sesuatu (semuanya).7 Umberto Eco menyebut
tanda tersebut sebagai “kebohongan”, dalam tanda ada sesuatu yang tersembunyi dibaliknya dan bukan merupakan tanda itu sendiri.
5
Marcel Danesi, Pesan, Tanda, dan makna, (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), h. 7.
6
Sumbo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual, (Yogyakarta: Jalasutra, 2008), h. 11.
7
Arthur Asa Berger, Pengantar Semiotika: Tanda-tanda dalam Kebudayaan Kontemporer,
(32)
Semiotika seperti yang kita kenal dapat dikatakan baru karena berkembang sejak awal abad ke-20. Memang pada abad ke-18 dan ke-19 banyak ahli teks (khususnya Jerman) berusaha mengurai berbagai masalah yang berkaitan dengan tanda, namun mereka tidak menggunakan pengertian semiotika.8
Sementara Preminger (2001) menyebut semiotika sebagai ilmu yang menganggap bahwa fenomena sosial atau masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda.9 Saussure mendefinisikan semiologi sebagai sebuah ilmu yang mengkaji kehidupan tanda-tanda di tengah masyarakat dan dengan demikian menjadi bagian dari disiplin psikologi sosial. Tujuannya adalah untuk menunjukkan bagaimana terbentuknya tanda-tanda beserta kaidah yang mengaturnya.10
Semiotika sebagai suatu model dari ilmu pengetahuan sosial memahami dunia sebagai sistem hubungan yang memiliki unit dasar yang disebut dengan
“tanda”. Dengan demikian, semiotika mempelajari hakikat tentang keberadaan suatu tanda. Sedangkan secara terminologis, semiotika dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda.11 Tanda adalah basis dari seluruh komunikasi. Manusia dengan perantara tanda-tanda dapat melakukan komunikasi dengan sesamanya. Kajian semiotika dibedakan atas dua jenis, yaitu semiotika komunikasi dan semiotika signifikasi.12
8
Tommy Christomy, Semiotika Budaya, (Depok: UI, 2004), cet. Ke-1, h. 81.
9
Rachmat Kriyantono,Teknik Praktis Riset Komunikasi. (Jakarta: Kencana, 2009), h. 263.
10
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), h. 12.
11
Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisa Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis framing, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h.95.
12
(33)
23
Semiotika komunikasi menekankan pada teori tentang produksi tanda yang salah satu diantaranya adalah mengasumsikan adanya enam faktor dalam komunikasi. Yaitu: pengirim, penerima kode, pesan, saluran komunikasi, dan acuan (hal yang dibicarakan). Sedangkan semiotika signifikasi memberikan tekanan pada teori tanda dan pemahamannya dalam suatu konteks tertentu. Dalam hal ini yang diutamakan adalah segi pemahaman suatu tanda sehingga proses kognisinya pada penerimaan tanda lebih diperhatikan dari pada proses komunikasinya, karena tujuan berkomunikasi pada hal ini tidak dipersoalkan.
Semiotika mengkaji tanda, dan segala sesuatu yang bertalian dengan tanda. Kemudian, semua jelas dapat menjadi tanda sehingga tidak ada yang tidak dapat untuk dijadikan topik penelitian semiotika. Dengan kata lain, perangkat pengertian semiotika dapat diterapkan pada semua bidang kehidupan asalkan persyaratannya terpenuhi yaitu ada arti yang diberikan, ada pemaknaan dan ada interpretasi.
Ada dua tokoh semiotika yang perlu kita ketahui. Penulis akan memaparkan secara singkat kaitan diantara para pakar semiotika tersebut. Yaitu: Ferdinand de Saussure (1857-1913) di Swiss, dia adalah orang yang pertama kali mencetuskan gagasan untuk melihat bahasa sebagai sistem tanda.13 Ada tiga aliran yang diturunkan dari teori tanda Saussure. Pertama, semiotika komunikasi yang menekuni tanda sebagai bagian dari proses komunikasi. Kedua, semiotika konotasi yaitu yang mempelajari makna konotatif dari tanda. Ketiga, yang sebenarnya merupakan aliran di dalam semiotika konotasi adalah semiotika ekspansif dengan tokohnya yang paling terkenal Julia Kristeva. Dalam semiotika jenis ini, pengertian tanda kehilangan tempat sentralnya karena digantikan oleh pengertian produksi
13
(34)
arti. Tujuan semiotika ekspansif adalah mengejar ilmu total dan bermimpi menggantikan filsafat.14
2. Semiotika Charles Sanders Pierce
Pierce adalah ahli filsafat dan ahli logika. Peirce mengemukakan teori segitiga makna atau triangle meaning yang terdiri dari tiga elemen utama, yakni tanda (sign), object, dan interpretant.15 Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu sendiri. Tanda menurut Peirce terdiri dari Simbol (tanda yang muncul dari kesepakatan), Ikon (tanda yang muncul dari perwakilan fisik) dan Indeks (tanda yang muncul dari hubungan sebab-akibat). Sedangkan acuan tanda ini disebut objek. Objek atau acuan tanda adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda.
Interpretant atau pengguna tanda adalah konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Hal yang terpenting dalam proses semiosis adalah bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang saat berkomunikasi.16
Menurut Pierce, semua gejala (alam dan budaya) harus dilihat sebagai
tanda. Pandangannya itu disebut “pansemiotik”. Model tanda yang dikemukakan
14
Chitomy. T dan Untung Yuwono (ed), Semiotika Budaya, (Depok: Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya Direktorat dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia, 2004), h. 82-83.
15
Kris Budiman, Semiotik Visual (Yogyakarta: Penerbit Buku Baik, 2004), h. 26.
16
Christomy. T dan Untung Yuwono (ed), Semiotika Budaya, (Depok: Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia, 2004), h. 83-84.
(35)
25
Pierce adalah trikotomis atau triadik. Prinsip dasarnya ialah bahwa tanda bersifat
representatif, yaitu tanda adalah “sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain”. Teori
Pierce mengatakan bahwa sesuatu itu dapat disebut sebagai tanda jika ia mewakili sesuatu yang lain. Tanda yang mewakilinya disebut representamen, jadi jika sebuah tanda mewakilinya, hak ini adalah fungsi utama tanda. Misalnya anggukan kepala mewakili persetujuan, gelengan mewakili ketidaksetujuan. Agar berfungsi tanda harus ditangkap, dipahami, misalnya dengan bantuan kode. Proses perwakilan itu disebut semiosis, yaitu suatu proses dimana suatu tanda berfungsi sebagai tanda, yaitu mewakili sesuatu yang ditandainya.
Ada beberapa konsep menarik yang dikemukakan oleh Pierce terkait dengan tanda dan interpretasi terhadap tanda yang selalu dihubungkannya dengan logika. Yakni segitiga tanda antara ground, denotatum, dan interpretant. Ground adalah dasar atau latar dari tanda, umumnya berbentuk sebuah kata. Denotatum adalah unsur kenyataan tanda. Interpretant adalah interpretasi terhadap kenyataan yang ada dalam tanda. Dimana dari ketiga konsep tersebut dilogikakan lagi kedalam beberapa bagian yang masing-masing pemaknaannya syarat akan logika.
Proses pemaknaan tanda pada Pierce mengikuti hubungan prosesual antara tiga titik, yaitu representamen (R) objek (O) interpretan (I). Representamen adalah bagian tanda yang dapat dipersepsi (secara fisik atau mental) yang merujuk pada sesuatu yang diwakili oleh objeknya. Kemudian Interpretan adalah bagian dari proses yang menafsirkan hubungan Representamen dengan Objek. Oleh karena itu, bagi Pierce, tanda tidak hanya representatif tetapi juga interpretatif. Semua konsep-konsep mengenai tanda yang dikemukakan oleh Peirce sangat penting dipelajari dan dipahami oleh semua mahasiswa ilmu sosial. Semua tanda yang ada didunia
(36)
ini apabila pemaknaannya salah tentu akan mengakibatkan kesimpulan yang salah pula.17
Dalam buku Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya karya Benny H. Hoed yang dikutip dari W. Nort, membedakan tiga jenis tanda dalam kaitannya dengan objek (hal yang dirujuk), yaitu indeks, ikon, dan simbol. Indeks adalah tanda yang hubungan representamen dengan objeknya bersifat langsung, bahkan didasari hubungan kontiguitas atau sebab akibat. Ikon adalah tanda yang representamennya berupa tiruan identitas objek yang dirujuknya. Lambang adalah tanda yang hubungan representamen dengan objeknya didasari konvensi.18
Dipandang dari sisi hubungan representamen dengan objeknya, yakni
hubungan “mengantikan” atau the “standing for relation”. Tanda-tanda diklasifikasikan Peirce menjadi Ikon, Indeks dan simbol. Pembagian tanda trikotomi ini menurut Peirce sangat fundamental. Ikon, merupakan tanda yang didasarkan pada keserupaan atau kemiripan di antara representamen dan objeknya, entah objek itu betul-betul eksis atau tidak. Akan tetapi, sesungguhnya ikon tidak semata-mata mencakup citra-citra “realistis” seperti pada foto atau lukisan, melainkan juga pada grafis, skema, peta geografis, persamaan-persamaan matematis, bahkan metafora. Ikon dalam film berupa tanda yang dicirikan oleh persamaannya (resembles) dengan objek yang digambarkan. Ikon dapat diamati dengan cara melihatnya. Seperti, sosok Rima yang direkrut oleh NII, bagaimana proses Rima menjadi anggota hingga akhirnya Rima menyadari bahwa NII adalah
17
Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantaruntuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, h. 115.
18
(37)
27
organisasi yang menyimpang. Sosok Jabir yang menjadi “pengantin bom” untuk
memuliakan ibunya di surga.
Indeks, merupakan tanda yang memiliki kaitan fisik, eksistensial, atau kausal di antara representamen dan objeknya sehingga seolah-olah akan kehilangan karakter yang mejadikannya tanda jika objeknya dihilangkan atau dipindahkan. Indeks bisa berupa hal-hal semacam zat atau benda material, asap (asap adalah indeks dari adanya api), gejala alam (jalan becek adalah indeks dari adanya api). Indeks pun terwujud dan teraktualisasi di dalam kata penunjuk (demonstratif) seperti ini, itu, di sini, di situ, dan seterusnya; gerak-gerik (gesture) seperti jari telunjuk yang menuding; serta berbagai tanda visual lain. Dalam lukisan garis-garis juga menjadi bagian dari indeks. Indeks dalam film ini berupa sebuah peristiwa yang ada pada tanda, seperti mata yang ditutup dengan kain yang berwarna hitam.
Simbol, merupakan tanda yang representamennya menunjuk kepada objek tertentu tanpa motivasi (unmotivated); simbol terbentuk melalui kovensi-konvensi atau kaidah-kaidah tanpa adanya kaitannya langsung diantara representamen dan objeknya. Simbol dalam film ini berupa sebuah norma yang terkandung oleh tanda, seperti makna dari bendera NII.
Semiotika bagi Pierce adalah suatu tindakan (action), pengaruh (influence), atau kerja sama tiga subjek, yaitu tanda (sign), objek (object), dan interpretan (interpretant).
(38)
Tabel 1
Trikotomi Ikon/ Indeks/ Simbol
Tanda Ikon Indeks Simbol
Ditandai dengan Contoh Proses Persamaan (kesamaan) Gambar-gambar Patung-patung Tokoh Besar Foto Reagen Dapat dilihat Hubungan Kausal Asap/ Api Gejala penyakit (Bercak merah/ campak) Dapat diperkirakan Konvensi Kata-kata Isyarat Harus dipelajari
Sumber: Arthur Asa Berger, Pengantar Semiotika: Tanda-tanda dalam Kebudayaan Kontemporer, h. 17
Bila pernyataan Saussure tentang penanda dan petanda adalah kunci dari model analisis semiologi, maka trikotomi Pierce adalah kunci menuju analisis semiotika.19
Pierce muncul dengan skemati triadik, yakni ground, objek, dan interpretan. Atas dasar hubungan ini, Pierce mengandakan klasifikasi tanda. Tanda yang dikaitkan dengan ground dibaginya menjadi qualisign, sinsign, dan legisign. Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda, misalnya kata-kata kasar, keras, lembut, merdu. Sinsign adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda, misalnya kata kabur atau keruh yang ada pada urutan kata air sungai keruh yang menandakan bahwa ada hujan di hulu sungai. Legisign adalah makna
19
Arthur Asa Berger, Pengantar Semiotika: Tanda-tanda dalam Kebudayaan Kontemporer, Edisi Baru, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2010), cet 1, h. 17.
(39)
29
yang terkandung oleh tanda, misalnya rambu-rambu lalu lintas yang menandakan adanya hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh manusia.20
Pierce menandakan bahwa kita hanya dapat berfikir dengan medium tanda. Manusia hanya dapat berkomunikasi lewat sarana tanda. Pierce dikenal dengan teori segitiga maknanya (triangle meaning). Menurutnya, semiotika berangkat dari tiga elemen utama, yaitu tanda (sign atau representamen), acuan tanda (object), dan pengguna tanda (interpretant), yang dikupas teori segitiga adalah bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang pada waktu berkomunikasi.21
Pierce mengemukakan teori segitiga makna atau triangle meaning yang terdiri dari tiga elemen utama, yakni tanda (sign), object dan interpretant.22
Sumber: Sumbo Tinarbuko, 2008, dalam buku semiotika komunikasi visual
20
Christomy. T dan Untung Yuwono (ed), Semiotika Budaya, (Depok: Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia, 2004), h. 83-84.
21
Kris Budiman, Semiotika Visual: Konsep, Isu dan Problem Ikonitas, (Yogyakarta: Jalasutra, 2011), h. 17.
22
(40)
Karena proses semiosis seperti tergambarkan pada skema di atas ini menghasilkan rangkaian hubungan yang tak berkesudahan, maka pada gilirannya sebuah interpretan akan menjadi representamen, menjadi interpretan lagi, menjadi representamen lagi, dan seterusnya. Gerakan yang tak berujung pangkal ini oleh Umberto Eco dan Jacques Derrida kemudian dirumuskan sebagai proses semiosis tanpa batas.23
Upaya klasifikasi yang dikerjakan oleh Pierce terhadap tanda-tanda sungguh tidak bisa dibilang sederhana, melainkan sangatlah rumit. Meskipun demikian, pembedaan tipe-tipe tanda yang agaknya paling simple dan fundamental adalah diantara ikon (object), indeks (index), dan symbol (symbol) yang didasarkan atas relasi di antara representamen dan objeknya.
Menurut Pierce, tanda adalah seperti dikutip Eco, “Something which stands
to somebody for something in some respect or capacity” (segala sesuatu yang ada pada seseorang untuk menyatakan sesuatu yang lain dalam beberapa hal atau kapasitas). Definisi Pierce tidak menuntut kualitas keadaan yang secara sengaja diadakan dan secara artificial diupayakan. Lebih dari itu, triade Pierce bisa juga dipakai untuk yang tidak dihasilkan oleh manusia, tetapi dapat diterima oleh manusia; misalnya gejala meteorologist dan macam indeks yang lain.24
Berdasarkan objeknya, Pierce membagi tanda atas ikon, indeks, dan simbol. Ikon adalah tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah atau objeknya bersifat kemiripan. Misalnya, potret pada peta. Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara
23
Kris Budiman, Semiotika Visual: Konsep, Isu dan Problem Ikonitas, (Yogyakarta: Jalasutra, 2011), h. 18.
24
Alex Sobur, “Analisis Teks Media.” Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis
(41)
31
tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab-akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Misalnya, asap menandakan bahwa adanya api. Simbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya.25
D. Aneka Jenis Film 1. Pengertian Film
Dunia perfilman saat ini telah mampu merebut perhatian masyarakat. Lebih-lebih setelah berkembangnya teknologi komunikasi massa yang dapat memberikan konstitusi bagi perkembangan dunia perfilman. Meskipun masih banyak bentuk-bentuk media massa lainnya, film memiliki efek ekslusif bagi penontonnya. Dari puluhan sampai ratusan penelitian itu semua berkaitan dengan efek media massa film bagi kehidupan manusia, sehingga begitu kuatnya media memengaruhi pikiran, sikap dan tindakan penonton.26
Sebagaimana diketahui, film merupakan salah satu media komunikasi massa.27 Oleh Karena itu film adalah medium komunikasi yang ampuh, bukan saja untuk hiburan, tetapi juga untuk penerangan pendidikan (edukatif) secara penuh (media yang komplit).28
Dalam pembuatan film tidak mudah dan tidak sesingkat yang kita tonton, membutuhkan waktu dan proses yang sangat panjang diperlukan proses pemikiran dan proses teknik. Proses pemikiran berupa pencarian ide, gagasan, dan cerita yang
25
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Rosdakarya,2006), h. 41-42.
26
Miftah Faridl, Dakwah Kontemporer Pola Alternatif Dakwah Melalui Televisi (Bandung: Pusdai Press, 2000), h. 96.
27
Adi Pranajaya, Film dan Masyarakat: Sebuah Pengantar (Jakarta: BP SDM Citra Pusat Perfilman Haji Usman Ismail, 1999), h. 11.
28
Onong Uchaja Effendi,Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: Cipta Aditya Bakti, 2003), h. 207.
(42)
akan digarap. Proses teknik berupa keterampilan artistik untuk mewujudkan ide, gagasan menjadi sebuah film yang siap ditonton. Pencarian ide atau gagasan ini dapat berasal dari mana saja, seperti, novel, cerpen, puisi, dongeng, bahkan dari sejarah ataupun cerita nyata.
Sedangkan menurut UU Perfilman No 8 Tahun 1992, film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, dan atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik, dan atau lainnya.29
Secara material film terdiri atau dibangun oleh gambar-gambar dan bukan oleh seluloid. Gambar-gambar menimbulkan ilusi yang kuat sekali pada kita bahwa apa yang diproyeksikan pada layar sungguh-sungguh kenyataan. Ini disebabkan karena gambar-gambar itu berbeda dengan gambar-gambar seni lukis misalnya, tapi merupakan gambar-gambar mekanis (dibuat oleh dan dengan suatu mekanik: fototustel, kamera film). Film lahir dalam kurun waktu seni, terutama seni lukis meninggalkan naturalisme dan realisme.
Impresionalisme di bidang seni rupa telah memulai perjalanan pasti kearah pemberian bentuk abstrak pada seni rakyat.Fotografi dan film mengambil jurus yang bertentangan.Kenyataan malah direproduksi dengan mirip sekali, termasuk gerak yang oleh seni rupa tidak dapat ditiru. Film mengambil tontonan massa,
29
UU Republik Indonesia No 8 Tahun 1992 tentang perfilman Bab 1, Pasal 1 Ayat 1. Departemen Penerangan RI.
(43)
33
tempatnya bukan di galeri atau museum, tetapi di lapangan, di sebuah tenda (sekarang bioskop). Media film mempunyai keampuhan yang besar untuk mempengaruhi publik. Medium ini dapat menyajikan gambar-gambar atau peragaan gerak, termasuk suara. Teknologi baru yang hampir sejenis dengan film adalah kaset video dengan piringan laser (laser disc).30
Film adalah media massa yang memiliki kelebihan antara lain dalam hal jangkauan, realism, pengaruh, emosional, dan popularitas yang hebat. Namun, selain itu film juga memiliki kelemahan salah satunya adalah sifatnya yang sekilas, sehingga untuk menangkap pesannya secara utuh, orang tidak bisa mengalihkan perhatian untuk melakukan kegiatan lain. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengertian film adalah merupakan media komunikasi sosial yang terbentuk dari penggabungan dua indra, penglihatan dan pendengaran, yang mempunyai inti atau tema sebuah cerita yang banyak mengungkapkan realita sosial yang terjadi di sekitar lingkungan tempat dimana film itu sendiri tumbuh.
2. Karakteristik Film
Faktor-faktor yang dapat menunjukkan karakteristik film adalah layar lebar, pengambilan gambar, konsentrasi penuh dan identifikasi psikologis. a. Layar yang luas / lebar
Film dan televisi sama-sama menggunakan layar, namun kelebihan media film adalah layarnya yang berukuran luas. Meskipun saat ini ada layar televisi yang berukuran jumbo, itu digunakan pada saat-saat khusus dan biasanya di ruangan terbuka, seperti pada pertunjukkan musik dan sejenisnya. Layar film yang luas
30
Ys. Gunadi dan Djony Heffan, Himpunan Istilah Komunikasi, (Jakarta: PT Grasindo, 1998), h. 11-12.
(44)
telah memberikan keleluasaan penontonnya untuk melihat adegan-adegan yang disajikan dalam film. Apalagi dengan adanya kemajuan teknologi, layar film di bioskop-bioskop pada umumnya sudah tiga dimensi, sehingga penonton seolah-olah melihat kejadian nyata dan tidak berjarak.
b. Pengambilan Gambar
Sebagai konsekuensi layar lebar, maka pengambilan gambar atau shot dalam film bioskop memungkinkan dari jarak jauh atau extreme long shot dan panoramic shot, yakni pengambilan pemandangan menyeluruh. Shot tersebut dipakai untuk memberi kesan artistik dan suasana yang sesungguhnya, sehingga film menjadi lebih menarik. Perasaan kita akan tergugah melihat seseorang (pemain film) sedang berjalan di gurun pasir pada tengah hari yang amat panas. Manusia yang berjalan tersebut terlihat bagai benda kecil yang bergerak di tengah luasnya padang pasir. Di samping itu, melalui panoramic shot, kita sebagai penonton dapat memperoleh sedikit gambaran, bahkan mungkin gambaran yang cukup tentang daerah tertentu yang dijadikan lokasi film sekalipun kita belum pernah berkunjung ke tempat tersebut. Misalnya, kita dapat mengetahui suasana sekitar menara Eiffel di Paris, air terjun Niagara di Amerika Serikat dan lain-lain. Sebaliknya, pengambilan gambar pada televisi lebih sering jarak dari jarak dekat.
c. Konsentrasi Penuh
Saat kita menonton film di bioskop, kita akan mengalami suasana yang berbeda dibandingkan dengan saat kita menonton televisi di rumah. Di dalam bioskop kita semua terbebas dari gangguan hiruk-pikuk suara diluar karena biasanya ruangan kedap suara. Semua mata hanya tertuju pada layar, sementara
(45)
35
pikiran perasaan kita tertuju pada alur cerita. Dalam keadaan demikian emosi kita juga terbawa oleh suasana.
d. Identifikasi Psikologis
Penonton dapat merasakan bahwa suasana di gedung bioskop telah membuat pikiran dan perasaannya larut dalam cerita yang disajikan. Karena penghayatan para penonton yang amat mendalam, seringkali secara tidak sadar mereka menyamakan (mengidentifikasikan) pribadinya dengan salah seorang pemeran dalam film itu, sehingga seolah-olah dialah yang sedang berperan. Gejala ini menurut ilmu jiwa sosial disebut sebagai identifikasi psikologis.31
3. Unsur-unsur Film
Film secara umum dapat dibagi atas dua unsur pembentuk, yakni unsur naratif dan unsur sinematik. Kedua unsur tersebut saling berinteraksi dan berkesinambungan satu sama lain. Unsur naratif adalah bahan (materi) yang akan diolah, berhubungan dengan aspek cerita atau tema film, terdiri dari unsur-unsur seperti: tokoh, masalah, konflik, lokasi, dan waktu. Sedangkan unsur sinematik adalah cara (gaya) untuk mengolahnya. Dalam film cerita unsur naratif adalah perlakuan terhadap cerita filmnya. Sementara unsur sinematik atau gaya sinematik merupakan aspek-aspek teknis pembentuk film.
Unsur sinematik terdiri dari empat elemen pokok, yakni:
a. Mise-en-scene, yaitu segala hal yang berada di depan kamera.
b. Sinematografi, yaitu perlakuan terhadap kamera dan filmnya serta hubungan kamera dengan objek yang diambil.
31
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003) Cet. Ke-3 h. 207.
(46)
c. Editing, yakni transisi sebuah gambar (shot) ke gambar (shot) lainnya. d. Suara, yakni segala hal dalam film yang mampu kita tangkap melalui
indera pendengaran
Film juga mengandung unsur-unsur dramatik. Unsur dramatik dalam istilah lain disebut dramaturgi, yakni unsur-unsur yang dibutuhkan untuk melahirkan gerak dramatik pada cerita atau pada pikiran penontonnya, antara lain: konflik, suspense, curiosity, dan surprise. Konflik adalah suatu pertentangan yang terjadi dalam sebuah film misalnya, pertentangan antar tokoh. Suspense adalah ketegangan yang dapat menggiring penonton ikut berdebar menantikan adegan selanjutnya. Curiosity adalah rasa ingin tahu atau penasaran penonton terhadap jalannya cerita sehingga penonton terus mengikuti alur film sampai selesai. Surprise adalah kejutan. Kejutan ini biasanya digunakan pada alur film yang sulit ditebak. Perasaan surprise pada penonton timbul karena jawaban yang mereka saksikan adalah di luar dugaan. Efek surprise ini bisa membuat penonton senang, bisa juga kecewa atau sedih.32
4. Jenis-jenis Film
Film dapat dikelompokkan pada jenis film cerita, film berita, film documenter, dan film kartun.
a. Film Cerita
Film cerita (story film) adalah jenis film yang mengandung suatu cerita yang lazim dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop dengan bintang film tenar dan film ini didistribusikan sebagai barang dagangan. Cerita yang diangkat
32
Elizabeth Lutters,Kunci Sukses Menulis Skenario, (Jakarta: Grasindo, 2004) cet. Ke-3, h. 100-103.
(47)
37
menjadi topik film bisa berupa cerita fiktif atau berdasarkan kisah nyata yang dimodifikasi, sehingga ada unsur menarik, baik dari jalan ceritanya maupun dari segi gambar yang artistik.
b. Film Berita
Film berita atau newsreed adalah film mengenai fakta, peristiwa yang benar-benar terjadi. Karena sifatnya berita, maka film yang disajikan kepada publik harus mengandung nilai berita (news value). Kriteria berita itu adalah penting dan menarik. Yang terpenting dalam film berita adalah peristiwanya terekam secara utuh.
c. Film Dokumenter
Film dokumenter (documentary film) didefinisikan oleh Robert
Flaherty sebagai “karya cipta mengenai kenyataan (creative treatment of actuality)”. Berbeda dengan film berita yang merupakan kenyataan, maka film dokumenter merupakan hasil interpretasi pribadi (pembuatnya) mengenai kenyataan tersebut.
d. Film Kartun
Film kartun (cartoon film) dibuat untuk dikonsumsi anak-anak. Tujuan utama dari film kartun adalah untuk menghibur. Walaupun tujuan utamanya adalah untuk menghibur, tapi terdapat pula film-film kartun yang mengandung unsur-unsur pendidikan di dalamnya.33
e. Film Fiksi
33
Elvinaro Ardianto,Lukiati Komala Erdinaya. Komunikasi Massa, suatu pengantar,
(48)
Film fiksi adalah film yang menggunakan cerita rekaan di luar kejadian nyata, terkait oleh plot, dan memiliki konsep pengadegaan yang telah dirancang sejak awal, struktur cerita film juga terikat hukum kausalitas. Cerita fiksi juga seringkali diangkat kejadian nyata dengan menggunakan beberapa cuplikan rekaman gambar dari peristiwa aslinya (fiksi-dokumenter).
f. Film Eksperimental
Film eksperimental merupakan film yang berstruktur namun tidak berplot. Film ini tidak bercerita tentang apapun (anti-naratif) dan semua adegannya menentang logika sebab-akibat (anti-rasional).34
E. Pesan Moral
Istilah pesan dalam bahasa Inggris berasal dari kata latin yaitu message yang bersumber dari kata yang berarti perintah, nasehat, permintaan, kata-kata, lambang, ide, amanat yang harus disampaikan atau dilakukan kepada oreang lain.35
Akan tetapi pengertian pesan yang dipaparkan di atas bersifat mendasar, dalam arti kata bahwa pesan itu adalah suatu kata-kata itu menyediakan suatu alat pengantar yang dapat menyampaikan ide-ide dan informasi, tapi juga persuasif yaitu pesan-pesan berjalan dengan struktur yang melalui komunikator dan diterima oleh komunikan agar orang lain bersedia menerima suatu paham dan keyakinan melakukan suatu perbuatan atau kegiatan dan lain-lain.36
Dalam komunikasi, pesan menjadi salah satu unsur penentu efektifitas suatu tindakan komunikasi. Pesan menjadi unsur utama selain komunikator dan
34
Himawan Pratista, Memahami Film, (Yogyakarta: Homerian Pustaka, 2008) cet. 1, h. 4.
35
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1997), cet. Ke-9, h. 761.
36
James G. Robinson, Komunikasi Yang Efektif, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1986), cet. Ke-3, h. 35.
(49)
39
komunikan, terjadi komunikasi antar manusia. Tanpa adanya komunikasi pesan, maka tidak pernah terjadi komunikasi yang jelas antar manusia.37
Menurut beberapa ahli, pesan mempunyai macam-macam arti.Pesan dapat diartikan sebagai lambang, ide, kata atau isi pernyataan. Menurut Hoeta Soehoet, pesan adalah isi pernyataan yaitu hasil penggunaan akal budi yang disampaikan manusia kepada manusia lain. Artinya berfungsi untuk mewujudkan isi pernyataan dari bentuknya yang abstrak menjadi konkret. Dari berbagai definisi yang telah disebutkan, meskipun terdapat perbedaan dalam perumusan dapat disimpulkan bahwa pesan merupakan suatu isi pernyataan yang mendatangkan makna dan respon tertentu.
Sebenarnya suatu pesan tidak hanya sebatas menstimulasi emosi khalayak. Pesan dapat pula dikatakan persuasif manakala menyentuh rasio khalayak. Bahkan pesan yang disampaikan tidak hanya menyentuh rasio khalayak tapi juga dapat mengajak khalayak untuk menjadi sesuatu yang lebih baik.
Dengan demikian pesan akan dapat menghasilkan respon tertentu seandainya dirancang dengan baik. Untuk itu pesan hendaknya mengoptimalkan lambang komunikasi yang tersedia (verbal, non-verbal dan paralinguistik) yang disesuaikan dengan topik yang dikomunikasikan. Saluran komunikasi yang digunakan dan khalayak yang dituju. Selain itu, pesan yang dirancang biasanya merupakan refleksi dari perilaku khalayak yang dituju, sehingga diharapkan merupakan hasil pengkondisian dari sumber.38
37
M. Jamaluddin Piktoringa, Tipologi Pesan Persuasif, (Jakarta: PT Indeks, 2005), cet. Ke-1, h. 1.
38
M. Jamaluddin Piktoringa, Tipologi Pesan Persuasif, (Jakarta: PT Indeks, 2005), cet. Ke-1, h. 4.
(50)
Dalam penelitian ini, pesan yang ingin disampaikan pada khalayak adalah pesan yang mengandung nilai-nilai moral. Pesan moral merupakan suatu materi atau gagasan mengenai ajaran tentang baik buruknya perbuatan dan kelakuan yang ingin disampaikan oleh pembuat film kepada penontonnya.
Sebagaimana tema, pesan moral hanya dapat ditangkap melalui penafsiran cerita. Hal ini sekaligus merupakan petunjuk praktis mengenai berbagai hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan, seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan. Sutradara atau pembuat film ini menyampaikan semua hal tersebut di atas melalui penampilan tokoh-tokoh cerita.
Sebenarnya yang dimaksud dengan moral adalah penentuan baik-buruk terhadap perbuatan dan perilaku. Sedangkan menurut istilah moral adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik atau buruk.39
Moralitas akan muncul dengan sendirinya manakala seseorang mulai berpikir tentang apa yang harus dilakukan dan tidak harus dilakukan. Seseorang akan bertindak dengan alasan-alasan tertentu dan tidak dikendalikan oleh sebab-sebab yang lain. Tindakan moral harus rasional, alasannya pun harus operatif. Jadi, tidak sekedar rasional semata. Pada intinya, setiap orang harus mampu bertindak sebagai makhluk yang bermoral.40
Uraian ini menjadi suatu acuan khusus dalam seluruh penelitian ini. Berbagai pesan moral tersirat dan tersurat dalam film “Mata Tertutup”. Dan
39
Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), h. 93.
40
Cheppy Haricahyono, Dimensi Pendidikan Moral, (Semarang: IKIP Semarang Pres, 1995), h. 67.
(51)
41
penggalian ini akan dilakukan dengan menggunakan pendekatan semiotika ala Charles Sanders Pierce.
(52)
42 A. Sekilas Tentang Film Mata Tertutup
Pada bulan Maret 2011 film Mata Tertutup berhasil tayang di bioskop-bioskop. Film ini bercerita tentang Dalam bingkai kecil, Mata Tertutup mengajak penonton untuk menelusuri lika-liku di balik NII. Sudah dijelaskan bagaimana film dibuka dengan gambaran proses perekrutan. Gambaran tersebut kemudian dilanjutkan dengan adegan-adegan yang menggambarkan kondisi internal NII. Mulai dari kegiatan merekrut anggota (seperti yang terjadi di awal film), pengadilan berbasis syariat Islam, kelas ideologi, hingga rapat kegiatan komunitas. Melalui adegan-adegan tersebut, penonton mendapat informasi perihal tujuan NII, yakni menghadirkan negara baru berbasis syariat Islam, yang diharapkan lebih adil bagi masyarakatnya.
Dalam bingkai yang lebih luas, Mata Tertutup mencoba menggambarkan kehidupan beragama di Indonesia. Tokoh Rima di film ini menjadi sosok perempuan yang paling giat dan paling berhasil menarik uang sumbangan. Pada sosok Ibu Asimah yang kehilangan putrinya kita melihat kegigihannya mencari sang putri tidak kenal lelah. Ibu Asimah single parent, membesarkan putrinya sendirian. Berkali-kali ia bilang suaminya lari entah kemana tidak ada kabar berita. Ayah Jabir hanya dikenalkan sebentar sebagai pria yang tidak bekerja, tapi minta uang pada istrinya. Sedangkan ayah Rima pasif, ia tidak ingin mencari tahu apa sebetulnya kegiatan putrinya. Jabir pun sebagai laki-laki digambarkan sebagai orang yang kalah. Ia menyerah pada nasib, lebih banyak diam, dan mencari solusi
(53)
43
paling mudah yaitu mati sebagai teroris, karena itu dianggapnya bisa memuliakan ibunya.
Penggambaran NII (maupun kelompok fundamentalis sejenis) dalam film Mata Tertutup tidak bisa dianggap sebagai antagonis. NII menjadi satu dari sedikit jalan keluar yang tersedia bagi para tokoh dalam film. Betul, NII berada di seberang ideologi negara, namun negara juga tidak segera bertindak menyelesaikan masalah-masalah di dalamnya. Dalam film, NII mewakili sebuah perubahan skala besar, sebuah pemaknaan ulang atas relasi kuasa di tubuh masyarakat, yang diharapkan orang-orang di dalamnya bisa menyelesaikan masalah personal mereka. Masalah personal dalam kasus ini bukanlah soal kepercayaan, tapi keberlangsungan hidup. Hal tersebut tercermin dari motivasi para protagonis. Jabir bergabung dengan kelompok jihad karena teringat ibunya, yang susah payah menyambung hidup dengan berjualan di pasar. Penekanannya pada kondisi keluarga yang dilanda kesulitan ekonomi. Aksi jihad ia harapkan dapat menggerakkan mata pemerintah ke masalah ibunya, yang terkait erat dengan kemiskinan yang masih melanda negara. Permasalahan Rima lebih bernada eksistensial, walau kaitannya tetap dengan keberlangsungan hidup. Sebagai perempuan, ia merasa hak-haknya tidak dipenuhi oleh kondisi negara sekarang. Tindak-tanduknya di NII ia harapkan bisa membuka ruang bagi dirinya dan rekan-rekan sejawatnya.1
Dengan berfokus pada keberlangsungan hidup, film Mata Tertutup sesungguhnya melihat permasalahan tokohnya dengan bijak. Ia tak menghakimi, tidak ambil pusing dengan kepercayaan mana yang lebih benar. Masalahnya bukan
1
(1)
seing bikin-bikin lah. Film tidak hanya sekedar bahasa, tidak hanya sekedar alat propaganda. Tapi ada capaian-capaian estetika. Dan Mas Garin bisa memberikan itu. Kalo film saat ini kaya tidak lihat film. Kaya lihat gambar-gambarnya itu, artinya gini loh itu yang menjadi cara kamu untuk bicara. Antara film dengan hari ini kita kan gak ada bedanya. Kalo kamu lihat ibu tua menggendong, kamu bisa juga gak nonton itu di Pasar Minggu? Ketika lihat metromini atau bus kan, kamu kan bisa melihat. Tapi bandingkan kalo di sinetron misalnya, wah dia suami istri naik mobil BMW. Pernah gak naik mobil BMW? Saya tidak pernah duduk di mobil BMW itu. Artinya bagaimana kita menggunakan film itu untuk media komunikasi dengan penonton. Artinya kalo di film itu terjadi, itu bisa terjadi pada saya. Terus saya mesti ngapain? Kenapa SET Film? Pertama, Mas Garin itu satu visi dan cukup dekat. Mas Garin itu aktif untuk memperjuangkan keberagaman juga multikulturalisme. Sama dengan Maarif. Kita punya visi yang sama, visi kebangsaan yang sama. disitulah kita ketemu. Aku sebagai programmer ya terus terang saja, budget kita cuman di bawah 1 milyar. Bikin produksi film bioskop dengan panjang 110 menit.
11. Bagaimana alur atau plot dalam film Mata Tertutup ini?
Sebenarnya alur yang dipakai itu kan maju mundur. Jadi disini kan ada 3 cerita, kita ingin meramu 3 cerita itu, 3 kisah yang sebenarnya dari ketiga itu mewakili beberapa cara pandang. Ada yang dilihat dari ketika radikalisme atau ekstrimisme keagamaan itu dilihat dari sosok seorang ibu, Ada yang di lihat dari sosok seorang perempuan dan ada yang dilihat dari sosok korban laki-laki, miskin, yang melihat jelas ketidakadilan bagaimana ibunya di perlakukan tidak adil oleh bapaknya. Tapi dia tidak bisa membantu, sementara dia miskin, dia tidak punya pekerjaan. Akhirnya bertemu dengan kelompok itu, kamu ingin membahagiakan ibumu? Pengen, siapa yang gak pengen. Kalo kamu gak bisa
(2)
membahagiakan ibumu di dunia, kamu bisa membahagiakan di akhirat. Caranya gimana? Bom, doktrinnya kaya gitu. Kelompok-kelompok itu memang sering mendoktrin kaya gitu. 3 cara pandang itu yang kemudian kita gunakan, dan alurnya sendiri kenapa harus maju mundur? Karena dengan begitu kita bisa merefleksi, jadi ini dokumenter-drama. Bukan opnipus juga, tapi dalam satu cerita satu frame ada, meskipun sebenarnya plot seperti ini tidak lazim dalam film-film Hollywood. Ini kalo kita bicara soal film ya, kamu akan banyak menemukannya ketika kamu menonton film-film eropa. Di film ini kita tidak membuat scene yang mempertemukan ketiga tokohnya, secara sengaja. Tapi lebih bagaimana mereka bergulir. Pointnya adalah ketiga kisah ini ada di dalam kehidupan yang sama di Indonesia. Jadi kita tidak sedang berbicara tentang kisah yang antah berantah, bukan. Bahkan ketika film itu diproduksi, tokoh-tokoh yang kita tokohkan, yang kita karakterkan dalam film itu ada Asimah itu di Malang, ada orangnya. Tapi tokoh itu tidak merepresentasikan si Asimah, karakternya itu tidak merepresentasikan satu narasumber. Jadi ada yang anaknya di kedokteran kita ambil, jadi satu tokoh itu kita kompilasi dari banyak narasumber yang kita temukan. Penonton akan diajak untuk bicara reflektif antar satu kisah dengan kisah yang lain. Ada yang begini begitu, sehingga gambarnya akan semakin utuh.
12. Kenapa dalam adegan di film itu hanya Jabir yang terdoktrin untuk melakukan pengeboman? Sedangkan temannya Husni malah tidak terdoktrin?
Di situlah sebenarnya kalo dari cara pandang kami, sebenarnya itu adalah tesis yang ingin kita sampaikan. Fungsi pertemanan, fungsi sahabat itu seperti itu. Dia selalu meragukan, bukankah seringkali kita seperti itu? Sahabat kan tidak selalu mengiyakan, kadang kan perlu mempertanyakan. Mempertanyakan bukan untuk kemudian meragukan itu, engga. Sebenarnya saya tidak menganggap pernyataan Husni itu meragukan, tapi dia
(3)
mempertanyakan. Mempertanyakan untuk kamu maju atau mundur. Justru di situlah aku melihat tesis. Meskipun pada akhirnya Jabir yakin inilah jalan hidupku. Makanya penting untuk terbuka, penting untuk menjalin komunikasi dengan banyak orang. Sehingga memperluas radius pergaulan, jangan introvert, dengan begitu semoga terhindar. Setidaknya dengan punya banyak teman kamu banyak pandangan, banyak pengetahuan. Dengan begitu kamu bisa memilih. Jangan hanya satu saja, di film itu seorang Husni itu kan. Seperti Punok kawan, kaya Bagong, Semar . dia bukan tokoh utama, tapi sebenarnya mereka memainkan peran utama. Peran utama apa? Untuk membuat kita tersadar, ketika seorang Jabir terjerumus masih ada seorang Husni, seorang tokoh, seorang peran pembantu yang justru masih waras. Ketika dia mempertanyakan “opo koe wes yakin arek ngelakoni kaya kie?” kita secara sadar seorang Jabir itu tidak mati karena bom bunuh diri, tapi karena ditembak. Kita menghindari fatalis, secara sadar kita memang memilih untuk menghindari fatalis. Dan ingat film mata tertutup itu dibuka dengan bom. Itu bom yang dilakukan bukan atas nama Islam tapi atas nama Kristen. Artinya kita ingin bilang bahwa bom bunuh diri ekstrimisme keagamaan radikalisme itu gak hanya Islam. Fundamentalis Kristen juga ada, kaya di Rohingya itu fundamentalis Budha. Jadi yang namanya terorisme itu tidak hanya Islam. Tapi kita harus mengakui juga kalo ada orang Islam yang punya pikiran seperti itu. Tapi kan bukan berarti semua.
13. Menurut Mas Khelmy pribadi, dengan maraknya pemberitaan tentang terorisme, pengeboman di Indonesia ini yang belum kunjung selesai itu seharusnya seperti apa?
Saya ingin menggunakan tesisnya Maarif, tesis Maarif Institute itu seperti ini ektrimisme keagamaan, terorisme itu tidak semata-mata karna persoalan penafsiran ayat-ayat Al-Quran yang di bilang jihadlah. Tidak hanya itu, tetapi ada persoalan yang besar struktural, persoalan
(4)
keadilan sosial, persoalan kemiskinan, mau gak mau kita harus sadari. Dan sebagian besar yang terkena dampak dari ketidakadilan itu orang Islam, kemiskinan masih dimana-mana. Di film ini kan melihat permasalaha-permasalahan yang ada. Negara yang tidak memihak kelompok miskin. Kalo kamu melihat terorisme itu seperti itu, maka selain persoalan pendidikan, negara harus adil. Kalo ada yang salah ya diadili. Kalo ada kelompok minoritas ya dilindungi, negara harus netral, negara harus berada di atas semuanya. Kalo dengan persoalan terorisme terakhir yang terjadi Maarif itu selalu mengambil sikap seperti ini, ketika terjadi penangkapan selalu dengan ditembak mati. Kita tidak setuju dengan itu, karena itu sudah menghilangkan hak dia di mata hukum. Seseorang baru terduga teroris sudah ditembak mati sementara polisi bisa gak membuktikan kalo dia bersalah? Kan gak bisa, terlepas dari saya pribadi saya anti hukuman mati. Harusnya hukuman mati dihilangkan, terus gimana hukumannya? Kasih aja hukuman 100 tahun, 130 tahun, mau dia mati di penjara ya sudah. Tapi setidaknya selama 100 tahun itu dia diberi kesempatan untuk mencari bukti baru. Kalo seseorang sudah dihukum mati, sehari setelah dia di hukum mati kemudian ada bukti baru lebih valid, yang membuktikan bahwa orang ini tidak bersalah gimana? Apa dia bisa bangkit dari kubur? Kan gak bisa. Mestinya jelas penembakan itu sudah mencederai hak asasi manusia. Apapun bagaimanapun dia tetap punya hak di mata hukum, dia punya hak untuk dilindungi sebagai tersangka. Jadi itu pertanyaan besar buat negara kita, negara kita punya infrastruktur, punya tentara, punya polisi, punya inteligen. Kenapa harus ditembak mati? Kita punya sniper, kenapa gak di tembak aja kakinya? Kenapa gak ditembak tangannya? Nah itu dia yang jadi persoalan terorisme di Indonesia itu jangan dipolitisir. Kalo punya teman yang agak-agak mengikuti gerakan seperti itu kalo punya daya ya di ajak ngobrol, tapi kalo misalnya tidak ya di hindari.
(5)
14. Apakah makna judul Mata Tertutup?
Di NII itu menutup matanya adalah sebagian dari hijrah. Dalam film itu juga terlihat orang yang matanya ditutup dan kemudian di suruh baca Bismillah yang kenceng, karena kita akan hijrah. Nah itu memang kita tafsirkan diambil dari bagian proses hijrahnya seorang yang masuk NII. Diluar itu Mata Tertutup itu adalah representasi dari nilai-nilai keislaman, kemanusiaan yang tertutup. Orang yang masuk dalam kelompok ini adalah orang-orang yang fanatik, orang-orang yang merasa benar sendiri. Orang-orang yang sudah merasa bahwa dirinya yang paling benar keagamaannya. Maka sebenarnya dia sudah tertutup mata hatinya. Dia tidak bisa menerima kebenaran yang lain. Padahal kan sebenarnya kita hidup itu kan sama-sama mencari kebenaran. Di dalam film bagian terakhir Buya Syafii itu bilang “kalau anak muda cara melihatnya hitam dan putih, kalau anak muda sudah terpancing cara pandangnya itu yang sangat fanatik apalagi yang fanatik buta. Anak muda itu kan menggali kubur masa depannya.
(6)
MAS KHELMY K. PRIBADI SELAKU PRODUSER FILM MATA TERTUTUP