Upaya UNICEF Melalui Joint Action Plan Dalam Mengatasi Perekrutan

54 asasi manusia rakyatnya bukan menjadi sumber dari pelanggaran hak asasi manusia itu sendiri. Penegakkan Human Security ini tentunya tidak dapat dilakukan secara paksa. Kekuatan militer dan senjata bukan cara terbaik untuk menerapkan Human Security . Perlu adanya kepanjangan tangan aktor internasional, misalnya organisasi internasional untuk ikut serta menyelesaikan masalah kemanusiaan yang universal ini. Korban dari kekerasan dan pelanggaran di Myanmar memang bersifat individual, tetapi konsep Human Security menegaskan bahwa kemanusiaan bersifat People-Centred, namun bukan berarti penyelesaiannya pun bersifat individualis. Kajian ini memfokuskan kembali poin penting upaya UNICEF sebagai organisasi internasional. Seperti yang dijelaskan dalam kerangka pemikiran, organisasi internasional memiliki 3 fungsi yaitu salah satunya sebagai aktor. Dalam sistem internasional, aktor memegang peran penting untuk menjalankan hubungan dengan aktor lainnya. Eksistensi dan tindakan aktor dalam sistem internasional; dalam hal ini adalah organisasi internasional, tidak terlepas dari tujuan organisasi tersebut. Dilihat dari tujuannya, UNICEF memiliki tujuan besar yakni mereformasi standar kualitas hidup anak-anak khususnya di negara berkembang sesuai dengan isi yang tertera pada Konvensi Hak-Hak Anak 1989. UNICEF juga memiliki otoritas yang bersifat persuasif untuk secara mendasar mempengaruhi proses formulasi kebijakan atau keputusan pemerintah suatu negara. Selain permasalahan 55 anak, tujuan UNICEF lainnya yang memiliki kesinambungan secara kuat terhadap kehidupan anak-anak adalah bekerja menangani masalah kemiskinan, kekerasan, dan diskriminasi. 98 Peranannya sebagai aktor internasional, tidak menjadikan UNICEF mengabaikan keberadaan dan pengaruh negara anggotanya, hal inilah yang dilakukan secara jelas oleh UNICEF dalam mencetuskan Joint Action Plan yang juga ikut dipelopori oleh Country Task Force. Dalam menjalankan perannya, UNICEF merekomendasikan bahkan mengikat anggotanya untuk melakukan tindakan atau memformulasi kebijakan yang sesuai dan sejalan dengan tujuan UNICEF itu sendiri melalui peraturan-peraturan yang mengikat. Mekanisme yang biasanya dilakukan adalah melalui pembentukan resolusi, yakni permasalahan tentara anak. Joint Action Plan yang dijalankan oleh UNICEF merupakan salah satu cara untuk mengikat Myanmar secara hukum internasional agar taat pada norma dan hukum internasional terkait dengan masalah tentara anak. Hal ini didasarkan- pihak yang terlibat didalamnya. Joint Action Plan tidak hanya kerangka yang bersifat regional tetapi global bagi setiap permasalahan, secara khusus dalam masalah ini adalah perekrutan tentara anak. Pihak-pihak yang menandatangani kerangka tersebut memiliki kewajiban yang mengikat untuk patuh pada ketentuan yang ada. Joint Action Plan ini bertujuan untuk mencegah perekrutan anak di bawah umur oleh angkatan militer Myanmar dan juga untuk melakukan pembebasan serta identifikasi para anak. Pemerintah Myanmar telah setuju untuk 98 About UNICEF: Who we are, http:www.unicef.orgaboutwhoindex_introduc tion.html 56 memfasilitasi proses untuk mencari penyelesaian perekrutan tentara anak oleh BGFs. 99 Terdapat beberapa ketentuan atau mekanisme yang ada dalam Joint Action Plan , 100 yaitu mengidentifikasi semua anak di dalam angkatan bersenjata Tatmadaw dan memastikan pembebasan tanpa syarat, memfasilitasi reintegrasi anak yang dilepaskan dari Tatmadaw pada keluarga dan masyarakat, memfasilitasi proses untuk mengakhiri perekrutan anak-anak oleh Non-State Armed Groups atau BGFs, mengambil langkah-langkah tepat untuk meningkatkan perlindungan terhadap seluruh anak yang terkena dampak konflik bersenjata, mengambil langkah-langkah pencegahan untuk kedepannya dari Tatmadaw dan mengambil tindakan terhadap mereka yang terlibat dalam perekrutan anak di bawah umur, meningkatkan kesadaran bagi Tatmadaw dan masyarakat umum terhadap isi dari ini, termasuk melaporkan perekrutan anak-anak ke dalam tentara Myanmar melalui telpon hotline yang tersedia, serta memfasilitasi kerja PBB dan Country Task Force on Monitoring and Reporting CTFMR dalam mengimplementasikan Joint Action Plan. Selama masa rezim militer, angkatan bersenjata di Myanmar kurang lebih telah merekrut 5.000 anak di bawah umur. 101 Semenjak penandatanganan Joint Action Plan, dilaporkan bahwa jumlah anak yang direkrutsepanjang tahun 2012 99 http:www.iseas.edu.sgdocumentspublicationiseas_perspective2013_52- prospects_for_ending_child_soldiering_in_Myanmar1.pdf 100 http:www.unicef.orgMyanmarmedia_20449.html diakses pada tanggal 19 Maret 2014 101 http:uscampaignforburma.orgabout-burmaconflict-and-human-rightschild- soldiers.htmldiakses pada 3 Juli 2015 57 sebanyak 167 anak 102 dan sepanjang tahun 2013 setidaknya sebanyak 723 anak yang mana 474 diantaranya berada dibawah Joint Action Plan. 103 Angka ini memang tidak lebih masif dari perekrutan yang terjadi di Republik Afrika Selatan.Terdapat 6.000 anak berhasil direkrut oleh angkatan bersenjata Republik Afrika Selatan. 104 Melalui Joint Action Plan ini, Tatmadaw Kyi membebaskan 68 tentara anak pada 7 Agustus 2012, pembebasan dalam jumlah terbesar dari 4 proses pelepasan sejak Joint Action Plan disetujui untuk mengakhiri perekrutan anak dibawah umur. 105 Selanjutnya, Tatmadaw Kyi juga membebaskan pekerja yang direkrut di bawah umur sebanyak 42 orang dan telah dipulangkan di bawah kerangka Joint Action Plan pada September 2012. Sementara 45 orang dipulangkan di bawah mekanisme pengaduan tenaga kerja yang diselenggarakan oleh ILO. 102 http:www.hrw.orgnews20130528briefing-security-council-working-group-children-and- armed-conflict-regarding diakses pada 3 Juli 2015 103 http:www.childsoldiers.orguser_uploadspdfundertheradarongoingrecruitmentanduseofchildr enbythemyanmararmy23jan1525065.pdf diakses pada tanggal 12 Juni 2015 Hal 10 104 http:www.unicefusa.orgmissionemergenciesconflictcentral-african-republic diakses pada 3 Juli 2015 105 http:www.child-soldiers.orgnews_reader.php?id=696 diakses pada 18 Juni 2015 58 106 Pada Oktober 2012, CTFMR menyerahkan 25 kasus baru perekrutan anak di bawah umur yang diterima melalui mekanisme pengaduan ILO kepada senior perhubungan angkatan bersenjata negara dalam hal verifikasi yang berada di bawah kerangka Joint Action Plan. Selain itu, pemerintah Myanmar juga telah menolak 538 calon anggota baru pada tahap penyaringan karena para calon anggota tersebut termasuk di bawah umur. 107 Terdapat 66 anak yang telah dibebaskan dari pemerintah dalam 6 bulan antara 2012 sampai 2013. 108 Pada 106 http:metro.co.uk20130318forced-into-fighting-the-battle-to-rid-burma-of-its-child-soldiers- 3525856 diakses pada 8 Juli 2015 107 http:childrenandarmedconflict.un.orgcountriesMyanmar?contentonly=1 diakses pada tanggal 7 Mei 2014 108 Burma: Failing to Demobilize Child Soldiers www.hrw.orgnews20130528burma-failing-demobilize-child-soldiers 59 Agustus 2013, Tatmadaw membebaskan sekitar 68 anak. 109 Kemudian tahun 2013 tepatnya pada bulan Februari, 24 anak telah dikembalikan ke keluarganya. 110 Tertutupnya informasi dan akses dari angkatan bersenjata militer terhadap UNICEF dan CTFMR mempersulit proses perolehan data untuk melakukan ulasan laporan perkembangan perekrutan tentara anak di Myanmar. Setelah pelepasan sejumlah anak tersebut, UNICEF dan CTFMR kembali mendapatkan tantangan untuk menyelesaikan masalah tentara anak ini. Pasalnya, Tatmadaw menolak entitas PBB yang tergabung dalam Country Task Force untuk melakukan pengawasan ke daerah basis militer mengenai verifikasi usia dan demobilisasi. 111 Tindakan Tatmadaw ini menunjukkan bahwa komitmen Myanmar untuk menyelesaikan masalah tentara anak di bawah kerangka Joint Action Plan tidak secara utuh diimplementasikan. Upaya UNICEF dalam kerangka Joint Action Plan tidak terbatas pada pembebasan dan penghentian perekrutan tentara anak saja, tetapi secara lebih jauh upaya UNICEF ini juga dibutuhkan dalam proses reintegrasi anak-anak tersebut dan pemulihan keadaan hidup mereka sebagai anak-anak pada umumnya. Pasca pembebasan tentara anak di bawah Joint Action Plan, langkah UNICEF selanjutnya adalah melakukan pemulihan secara psikologis dengan memberikan konseling. Hal ini juga didukung oleh Save the Children. Organisasi Save the Children ini bekerjasama dengan UNICEF dalam menyediakan pelatihan dasar 109 Child soldiers released under Joint Action Plan, http:www.mmtimes.comindex.phpnational- news7762-child-soldiers-released-under-joint-action-plan.html 110 http:daccess-dds-ny.un.orgdocUNDOCGENN1328364PDFN1328364.pdf?OpenElement diakses pada tanggal 8 Mei 2014 111 http:uscampaignforburma.orgimagesdocumentsBurma_Non- compliant_in_Child_Soldiers.pdf 60 bagi anak-anak. Selain itu, UNICEF juga bekerjasama dengan ILO untuk melatih mantan tentara anak dan kelompok rentan lainnya dalam praktek bisnis secara dasar dan keterampilan yang menghasilkan uang. 112 Pada Agustus 2013, seperti yang tertera pada strategi UNICEF dalam menyelesaikan masalah tentara anak, Myanmar dianjurkan untuk meningkatkan sistem pencatatan kelahiran atau Birth Registration sebagai langkah kunci untuk mencegah perekrutan di masa depan dan penggunaan anak-anak ke dalam militer. 113 Sistem Birth Registration ini bertujuan untuk memperketat pengawasan terhadap anak dibawah umur yang akan dicatat secara legal dan mendapatkan perlindungan hukum. Upaya ini nampaknya sebagai langkah melindungi anak- anak dari perekrutan atau dari pemalsuan identitas usia mereka agar terhindar dari perekrutan tentara anak yang marak terjadi. Upaya yang diambil oleh UNICEF melalui Joint Action Plan ini setidaknya dapat membuat Direktorat Kekuatan Militer pada Oktober 2012 mengeluarkan arahan yang berisi langkah-langkah untuk implementasi dari Joint Action Plan . Arahan ini termasuk prosedur untuk mengidentifikasi dan memverifikasi usia perekrutan, penyediaan kerangka waktu untuk prosedur yang akan dilaksanakan dan menetapkan langkah-langkah yang akan diambil terhadap pihak-pihak yang gagal mematuhi arahan dan masih melanjutkan proses perekrutan anak-anak. 112 External News Child Soldiers: Graduating From the School of Hard Knocks Isn’t Easy http:www.child-soldiers.orgnews_reader.php?id=731 113 http:www.child-soldiers.orgnews_reader.php?id=724Press ReleaseMyanmar: Step up efforts to end prevent child recruitment, implement Working Group recommendations 61 Pada prosesnya, Joint Action Plan tidak berjalan sesuai mekanisme karena pemerintah Myanmar tidak konsisten dalam menjalankan rencana tersebut. Pada tahun 2013, Tatmadaw Kyi membentuk Dewan Pengawasan di 14 daerah perintah militer untuk memberikan pelaporan data perekrutan militer dalam batalion. Akan tetapi, tidak ada publikasi secara umum mengenai hal tersebut sehingga tidak terdapat bukti yang menunjukkan bahwa Dewan Pengawasan telah benar-benar melakukan penolakan terhadap proses perekrutan yang berpotensial terjadi. 114 Tatmadaw seolah membentuk sistem pertahanan yang tertutup agar kegiatan perekrutan tentara anaknya tidak diintervensi oleh UNICEF. Ketidakterbukaan Tatmadaw dalam melaporkan kegiatan perekrutan tentara anak ini bertolak belakang dengan isi dari Joint Action Plan bahwa pemerintah Myanmar akan bersedia memberikan akses UNICEF dan badan lainnya untuk melakukan pemantauan kegiatan perekrutan tentara anak.

4.3 Hambatan UNICEF Dalam Pengimplementasian Joint Action Plan di

Myanmar Tidak berbeda dari proses penerapan hasil negosiasi antara dua pihak selalu menemukan hambatan. Begitu pula yang terjadi dengan Joint Action Plan. Diawali dengan persetujuan kedua belah pihak yang berjalan lambat hingga memerlukan waktu negosiasi selama 5 tahun. Selama itu, Pemerintah Myanmar menolak untuk menandatangani Joint Action Plan terkait penyelesaian perekrutan tentara anak. Negosiasi ini berjalan sangat alot namun kemudian membuahkan 114 Press Release Myanmar: Further steps needed to end army’s recruitment and use of children http:www.child-soldiers.orgnews_reader.php?id=803 62 hasil pada bulan Juni 2012, UNICEF dan pemerintah Myanmar sepakat untuk menyelesaikan masalah perekrutan tenatar anak dalam kerangka Joint Action Plan ini. Hambatan selanjutnya adalah adanya konflik internal yang masih bergulir sehingga fokus pemerintah Myanmar tidak lagi pada penghentian perekrutan tetapi sebaliknya, yaitu memperluas perekrutan dengan tujuan memperbesar kekuatan militer mereka guna melawan pihak pemberontak. Momentum konflik internal ini mengakibatkan banyak kerugian secara nasional karena infrastruktur mengalami kerusakan, terjadi pelanggaran HAM, dan stabilitas keamanan negara semakin terganggu. Pemerintah Myanmar masih terfokus pada upaya pencapaian kekuasaan secara masif di Myanmar daripada pihak pemberontak. Terlebih lagi Tatmadaw dan BGFs secara aktif masih melakukan invasi dan gerilya untuk memperluas kekuasaan geopolitik. Selain secara konflik internal, hambatan penerapan Joint Action Plan juga datang dari sistem peraturan di Myanmar yang belum secara konsisten dijalankan dan dipertimbangkan secara matang. Joint Action Plan merupakan suatu upaya melakukan penghentian perekrtuan tentara anak dan juga mencegah terjadi kembali perekrutan di masa yang akan datang. Pemerintah Myanmar pernah menerapkan sistem kepemilikan kartu penduduk untuk anak usia 10 tahun, hal ini bertujuan agar ada legalitas yang melindungi hak mereka hidup sebagai anak. Namun demikian, pada penerapannya terdapat hambatan secara teknis yakni terkait dengan biaya pembuatan kartu juga jarak masyarakat daerah ke pusat 63 kota, sehingga masyarakat lebih memilih tidak memiliki kartu tersebut. Hal ini sering menyebabkan adanya pemalsuan usia oleh Tatmadaw Kyi ataupun BGFs sehingga kedua pihak ini memiliki legalitas untuk merekrut anak menjadi tentara. Pengaruh kuat yang dimiliki oleh Tatmadaw di Myanmar harus diakui memang belum bisa dihentikan. Dalam prosesnya, Tatmadaw menjalankan roda pemerintahan secara otoriter. Hal inilah yang menyebabkan intervensi UNICEF sebagai organisasi internasional belum bisa membawa perubahan yang berarti. Berbenturan dengan prinsip otoriter yang dianut oleh pemegang kekuasaan di Myanmar, Joint Action Plan pun seolah mengalami kebuntuan sebelum tahun 2012. Setelah penandatangan Joint Action Plan pada Juni 2012, harapan yang lebih prospektif muncul dari UNICEF untuk dapat menghentikan perekrutan tentara anak dan mencegah perekrutan kembali di masa yang akan datang. Namun harapan ini tidak berlangsung lama, meskipun Tatmadaw dan BGFs melakukan pembebasan tentara anak dan mengembalikan mereka pada keluarga masing- masing, implementasi Joint Action Plan ini terbentur dengan adanya penutupan akses yang dilakukan oleh pemerintah Myanmar. Salah satu poin dari Joint Action Plan adalah memberikan akses pada UNICEF dan CTFMR untuk melakukan pengawasan, namun hal ini yang secara terang-terangan dilanggar oleh Myanmar. Pemerintah Myanmar tetap melakukan pembebasan tentara anak secara bertahap namun juga tetap tidak membuka akses bagi pengawasan dari UNICEF. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada proses perekrutan yang dilakukan 64 Myanmar dibalik tindakan menutup diri tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa Joint Action Plan secara implementasi sudah efektif karena mampu membuat Myanmar membebaskan tentara anak meksipun bertahap. Namun secara regulasi, belum bisa mengikat dan memberikan efek jera terhadap Myanmar jika masih melakukan perekrutan dan melakukan pelanggaran terhadap Joint Action Plan sehingga Myanmar secara mudah menutup akses untuk pengawasan dari UNICEF.