Latar belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang Masalah

Problema kemiskinan semakin hari semakin mengemuka di berbagai daerah di Indonesia sebagai akibat dari keterpurukan ekonomi bangsa yang berkepanjangan. Untuk mengatasi masalah kemiskina Allah SWT menurunkan syari’at berupa zakat yang ditujukan kepada umat Islam agar yang mampu memiliki kepedulian terhadap orang-orang yang fakir dan miskin sebagaimana disebutkan dalam surat at-Taubah 9:103. Pada dasarnya, zakat merupakan suatu tanda yang jelas dan tegas dari Tuhan untuk menjamin tidak seorang pun menderita dan kekurangan sarana untuk memenuhi kebutuhan pokoknya terutama barang dan jasa. 1 Oleh karena itu, zakat bisa menjadi sumber dana tetap yang cukup potensial yang dapat digunakan untuk mengangkat kesejahteraan umat terutama golongan fakir miskin sehingga dapat hidup layak secara mandiri tanpa harus menggantungkan nasibnya atas belas kasihan orang lain. 2 Zakat sebagai salah satu dari lima nilai instrumental yang strategis dan sangat berpengaruh pada tingkah laku ekonomi manusia dan pembangunan ekonomi umumnya . Zakat dalam Islam dapat menjadi prasarana untuk menolong, membantu dan membina para Mustahiq dan meningkatkan serta menguggah komitmen para Muzakki. Sebab pada khakikatnya zakat merupakan perintah Tuhan yang harus dilaksanakan 1 M. Umer Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi Surabaya: Risalah Gusti, 1999 Cet Ke- 1, h. 290. 2 Masyfuk Zuhdi, Masail Diniyah Ijtimaiyah Jakarta: Haji Mas Agung, 1994 Cet Ke- 1, h. 189. sehingga diinterpretasikan bahwa penunaian zakat memiliki urgensi yang sebanding dengan pendirian sholat. 3 Khalifah Abu Bakar r.a, mengatakan ”Saya akan memerangi orang yang memisahkan antara Sholat dengan Zakat”. 4 Sayyid Aqil al-Munawwar pernah mengatakan bahwa potensi dana zakat di Indonesia pertahun dapat mencapai Rp 7,5 triliun. 5 Bila saja zakat dapat optimalkan dengan baik, kemungkinan dana zakat dapat berguna bagi para dhuafa dalam melepaskan dari himpitan ekonomi yang telah menderanya. Oleh karena itu, Fundraising dana zakat harus dioptimalkan pada sektor pemanfaatan perkembangan teknologi dengan model fundraising yang kreatif sehingga dapat diarahkan kepada pertumbuhan ekonomi untuk memberdayakan para dhuafa. Karena dalam ajaran zakat ini pandangan dan kometmen sosialnya sangat jelas, bahkan dari titik kepentingan yang paling menyentuh hajat orang banyak yaitu pemenuhan kebutuhan ekonomi. 6 Sebagai ibadah dan amal sosial, zakat memiliki fungsi sangat penting, strategis dan menentukan baik dalam ajaran maupun pembangunan kesejahteraan umat, serta sebagai salah satu cara mempersempit jurang perbedaan pendapatan dalam masyarakat, sehingga tidak terjadi 3 Sudirman, Zakat Dalam Arus Modernenitas Malang: UIN Malang Press, 2007 Cet Ke- 1, h. 22. 4 Saleh al-Fauzan, Fiqih Sehari-Hari Jakarta: Gema Insani, 2006, h. 244. 5 Abd Qodir, Pengelolaan Zakat Di Badan Amil Zakat Daerah BAZDA Kota Bogor Studi Implementasi dan Implikasi UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat Studi Di BAZDA Kota Bogor, Jakarta: Fakultas Syari’ah UIN, 2006, h. 46. 6 Masdar Farid Mas’udi, Menggagas Ulang Zakat Sebagai Etika Pajak dan Belanja Negara Untuk Rakyat Bandung: Mizan, 2005 Cet Ke-1, h. 12: Masdar Farid Mas’udi, Agama Keadilan, Risalah Zakat Pajak Dalam Islam Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993 Cet Ke-3, h. 28. kesenjangan sosial yang dapat berpotensi chaos menimbulkan kekacauan dan mengangu keharmonisan bermasyarakat. 7 Untuk merealisasikan hal itu, maka pola fundraising dana zakat yang lebih tepat adalah bila dialihkan pada bentuk model kreatif daripada bentuk tradisional. Sebab jika para muzakki diberi model fundraising zakat dalam bentuk kreatif akan membantu muzakki sendiri untuk lebih mudah memberikan dana zakatnya. Dalam hal ini LAZIS PT PLN Persero sebagai lembaga yang berazazkan Pancasila dan UU 1945 yang didirikan pada tanggal 11 September 2006 bertujuan menjadi lembaga pengelola ZIS Zakat, Infaq, dan Shadaqah yang amanah, profesional dan transparan di lingkungan PT PLN Persero Kantor pusat dalam memberdayakan Mustahik menjadi Muzakki. Bila merujuk pada UU 1945, di sana dijelaskan bahwa yang berkewajiban menjamin orang-orang tidak mampu dari segi ekonomi adalah negara. Akan tetapi, realitanya saat sekarang adalah BAZIS atau LAZIS yang peduli dengan mengurus dan memberdayakan kaum fakir miskin. Dengan diangkatnya zakat dalam hukum positif merupakan langkah maju bagi peluang berlakunya hukum Islam di Indonesia khususnya dalam persoalan zakat. Sehingga dengan disahkannya UU No. 33 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat memicu terhadap banyak berdirinya lembaga- lembaga zakat di Indonesia, perkembangan ini sangat menggembirakan karena dana penghimpunan zakat terus akan meningkat meskipun masih 7 Sahal Mahfud, Era Baru Fiqih Indonesia Yogyakarta: Cermin, 1999, Cet Ke- 1, h. 106. jauh dari potensinya. Oleh karena itu, di sini timbul sebuah tantangan yaitu bagimana menghimpun dana zakat agar efektif dan berdampak luas di masyarakat? Sebab, dalam catatan sejarah pada permulaan Islam disebutkan bahwa keberhasilan zakat sebagai instrumen sumber tranformasi sosial masyarakat Islam ketika itu dimulai dari model pengelolaannya. Bahkan model pengelolaan zakat pada awal Islam itu menjadi kunci keberhasilan lembaga zakat dalam mengatasi kesenjangan sosial dan kemiskinan karena ada kepastian hukum dalam pelaksanaan zakat yang eksekusinya langsung dilakukan oleh aparat negara. 8 Pola penghimpunan zakat tidak ditujukan sekedar menghimpun dana zakat fitrah dan mal saja dengan cara mendatangi masjid-masjid untuk memberikan zakatnya tetapi mempunyai tujuan yang lebih permanen dengan pola fundraising yang lebih kreatif sehingga menarik bagi para muzakki dan dana yang terhimpun dapat mensejahterakan orang-orang miskin. Dengan kata lain, pola fundraising dana zakat harus dihimpun dalam bentuk kreatif. Sebab dengan bentuk pola kreatif akan dapat membantu muzakki dalam memberikan dana zakat sehingga membantu mustahiq dalam mendapatkan penghasilan tetap, meningkatkan usaha, mengembangkan usaha serta mereka dapat menyisihkan penghasilannya untuk menabung. Berdasarkan data Lembaga Amil Zakat yang melakukan kreativitas dan mengembangkan pola fundraising zakat dalam rangka menarik lebih banyak muzakki adalah LAZIS PT PLN Pusat. Berangkat dari latar 8 Sjcehul Hadi Permono, Pemerintah Republik Indonesia Sebagai Pengelola Zakat Jakarta:Pustaka Firdaus, 1992, h. 3-5. belakang di atas ini ahirnya penulis membuat judul skripsi dengan judul: “Pola Fundraising Dana Zakat Pada LAZIS PT PLN Persero Kantor Pusat Kebayoran Baru.”

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah