Analisis Pengaruh Bantuan Perkuatan Terhadap Perkembangan Usaha Koperasi Di Propinsi Sumatera Utara

(1)

ANALISIS PENGARUH BANTUAN PERKUATAN TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA KOPERASI

DI PROVINSI SUMATERA UTARA

TESIS

Oleh

MARDIANA 067019106/IM

S E K O L A H P A S C A S A R J A N A UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N 2 0 0 9


(2)

ANALISIS PENGARUH BANTUAN PERKUATAN TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA KOPERASI

DI PROVINSI SUMATERA UTARA

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Manajemen pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

MARDIANA 067019106/IM

S E K O L A H P A S C A S A R J A N A UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N 2 0 0 9


(3)

ABSTRAK

Koperasi merupakan salah satu bentuk badan usaha yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yang pantas untuk ditumbuhkembangkan sebagai badan usaha penting dan bukan sebagai alternatif terakhir. Selain itu pada masa krisis koperasi telah terbukti tangguh sebagai jaring pengaman perekonomian Sumatera Utara. Pemerintah melalui Kementerian Negara Koperasi Dan UKM telah melaksanakan berbagai program sebagai upaya mengatasi kelemahan-kelemahan yang dihadapi koperasi, salah satunya melalui program bantuan perkuatan. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana pengaruh pemanfaatan bantuan perkuatan permodalan dan bantuan sarana. terhadap perkembangan usaha koperasi, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi program bantuan perkuatan permodalan koperasi dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi program bantuan perkuatan sarana koperasi.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah manajemen produksi yang berkaitan dengan faktor-faktor produksi, seperti modal dan sarna usaha, teori modal koperasi, sisa hasil usaha, bantuan perkuatan koperasi, kebutuhan kredit bagi koperasi, dan pendekatan sasaran dan konsep perkreditan.

Metode Penelitian ini menggunakan pendekatan survei dengan jenis penelitian deskriptif kuantitatif dan bersifat eksplanatory. Metode pengambilan sampel menggunakan rumus slovin, yaitu dari 450 populasi diambil sampel sebanyak 10% dari penelitian sehingga jumlah sampel sebanyak 82 responden. Pengujian hipotesis menggunakan analisis regresi linier berganda, dengan uji secara simultan (Uji F) dan secara parsial (Uji t) yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen pada tingkat kepercayaan 95% ( = 0,05).

Hasil analisis hipotesis pertama menunjukkan bahwa bantuan perkuatan modal dan bantuan perkuatan sarana mempunyai pengaruh highly signifikan terhadap perkembangan usaha koperasi di Provinsi Sumatera Utara dengan tingkat signifikansi 0,000. Koefisien determinasi (R2) variabel independen terhadap variabel dependen sebesar 67,70% dan sisanya 32,20% dijelaskan oleh faktor lain yang tidak diikutkan dalam penelitian ini. Hasil uji t (secara parsial) yaitu bantuan perkuatan modal dan bantuan perkuatan sarana berpengaruh secara signifikan terhadap perkembangan KUMKM di Provinsi Sumatera Utara. Hasil analisis hipotesis kedua menunjukkan bahwa kelembagaan koperasi, informasi bantuan perkuatan modal dan bantuan yang tersedia mempunyai pengaruh highly signifikan terhadap program bantuan perkuatan modal yang dilaksanakan oleh Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sumatera Utara dengan tingkat signifikansi 0,000. Koefisien determinasi (R2) variabel independen terhadap variabel dependen sebesar 64,40% dan sisanya 35,60% dijelaskan oleh faktor lain yang tidak diikutkan dalam penelitian ini. Hasil uji t (secara parsial) yaitu kelembagaan koperasi merupakan variabel yang paling dominan mempengaruhi program bantuan perkuatan modal. Hasil analisis hipotesis ketiga menunjukkan bahwa kelembagaan koperasi, informasi bantuan perkuatan sarana dan spesifikasi bantuan sarana yang disediakan mempunyai pengaruh highly signifikan terhadap


(4)

program bantuan perkuatan sarana yang dilaksanakan oleh Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sumatera Utara dengan tingkat signifikansi 0,000. Koefisien determinasi (R2) variabel independen terhadap variabel dependen sebesar 50,40% dan sisanya 49,60% dijelaskan oleh faktor lain yang tidak diikutkan dalam penelitian ini. Hasil uji t (secara parsial) yaitu spesifikasi bantuan sarana yang disediakan merupakan variabel yang paling dominan mempengaruhi program bantuan perkuatan sarana.

Kesimpulan dari penelitian adalah bantuan perkuatan modal dan sarana berpengaruh signifikan terhadap perkembangan usaha koperasi. Kelembagaan koperasi, informasi bantuan perkuatan modal dan bantuan yang tersedia mempengaruhi program bantuan perkuatan modal. Kelembagaan koperasi, informasi bantuan perkuatan sarana dan spesifikasi bantuan sarana mempengaruhi program bantuan perkuatan sarana.


(5)

ABSTRACT

Co-Operation represent one of physique ofis effort matching with proper Indonesian nation personality for the growed to develop of as important effort body and non last alternatively. Others at a period ofto co-operation crisis have been proven to by delay as net of peacemaker of North Sumatra economics. Governmental through passing Ministry of State of Co-Operation And UKM have executed various program as effort overcome the weakness faced by the co-operation, one of them is through passing program of strength aid. internal issue Formulation this research is: How influence of exploiting of aid of strength of capital and medium aid. to growth ofis effort co-operation, factors of any kind of influencing program of aid of strength of capital of co-operation and factors of any kind of influencing program of aid of strength of co-operation medium.

Theory used in this research is production management of related to factors produce, like capital and sarna ofis effort, theory of co-operation capital, net income, aid of co-operation strength, credit requirement for co-operation, and approach of target and credit concept.

This Research Method use the approach survey with the quantitative descriptive research type and have the character of the eksplanatory. method of Intake sampel use the formula slovin, that is from 450 population taken by sampel as much 10% from research so that sum up the sampel as much 82 responder. Hypothesis examination use the doubled linear analysis regresi, with the test by simultan (Test F) and by parsial (Test t) what aim to to know the variable influence to variable dependen of at belief storey;level 95% ( = 0,05).

Result of first hypothesis analysis indicate that the aid of strength of capital and aid of medium strength have the influence of highly signifikan to growth ofis effort co-operation in Provinsi of North Sumatra with the storey;level signifikansi 0,000. Coefficient Determinasi (R2) Variable to variable dependen of equal to 67,70% and the rest 32,20% explained by other;dissimilar factor is which do not join in this research. Result of first hypothesis analysis indicate that the aid of strength of capital and aid of medium strength have the influence of highly signifikan to growth ofis effort co-operation in Provinsi of North Sumatra with the storey;level signifikansi 0,000. coefficient Determinasi (R2) Variable to variable dependen of equal to 67,70% and the rest 32,20% explained by other;dissimilar factor is which do not join in this research. coefficient Determinasi (R2) Variable to variable dependen of equal to 64,40% and the rest 35,60% explained by other;dissimilar factor is which do not join in this research. Result of test t (by parsial) that is co-operation institute represent the most dominant variable influence the program of aid of capital strength. Result of hypothesis analysis third indicate that the co-operation institute, information of aid of medium strength and specification of medium aid provided have the influence of highly signifikan to program of aid of medium strength executed by On duty Co-Operation and UKM Provinsi of North Sumatra with the storey;level signifikansi 0,000. Coefficient Determinasi (R2) Variable to variable dependen of equal to 50,40%


(6)

and the rest 49,60% explained by other;dissimilar factor is which do not join in this research. Result of test t (by parsial) that is the specification of medium aid provided represent the most dominant variable influence the program of aid of medium strength.

Conclusion from research is aid of strength of capital and medium have an effect on the signifikan to growth ofis effort co-operation. Co-Operation institute, information of aid of strength of available aid and capital influence the program of aid of capital strength. Co-Operation institute, information of aid of medium strength and specification of medium aid influence the program of aid of medium strength. Keyword : Strength, Policy, Medium.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... v

RIWAYAT HIDUP... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN... 1

I.1 Latar Belakang ... 1

I.2 Perumusan Masalah ... 4

I.3 Tujuan Penelitian ... 4

I.4 Manfaat Penelitian ... 5

I.5 Kerangka Berpikir/Landasan Teori... 6

I.6 Hipotesis Penelitian... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 13

II.1 Penelitian Terdahulu ... 13

II.2 Konsep Koperasi ... 18

II.3 Modal Koperasi... 22

II.4 Modal Penyertaan... 25

II.5 Sisa Hasil Usaha (SHU) ... 26

II.6 Bantuan Perkuatan Koperasi ... 28

II.7 Kebutuhan Kredit Bagi Koperasi ... 31

II.8 Pendekatan Sasaran dan Konsep Perkreditan ... 34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 38

III.1 Lokasi dan Waktu Penelitian... 38

III.2 Metode Penelitian... 38

III.3 Populasi dan Sampel ... 39

III.4 Metode Pengumpulan Data ... 40

III.5 Jenis dan Sumber Data ... 40

III.6 Hipotesis Pertama... 41

III.7 Hipotesis Kedua ... 45


(8)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 55

IV.1 Hasil Penelitian ... 55

IV.1.1 Gambaran Umum Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sumatera Utara ... 55

IV.1.2 Visi dan Misi Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sumatera Utara ... 56

IV.1.3 Strukur Organisasi Dinas Koperasi dan UKM Sumatera Utara ... 56

IV.1.4 Penjelasan Responden ... 60

IV.2 Pembahasan ... 67

IV.2.1 Pembahasan Pengujian Hipotesis Pertama ... 67

IV.2.2 Pembahasan Pengujian Hipotesis Kedua ... 74

IV.2.3 Pembahasan Pengujian Hipotesis Ketiga ... 81

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 89

V.1 Kesimpulan ... 89

V.2 Saran ... 90


(9)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

I.1 Rekapitulasi Program Bantuan Perkuatan Menurut Jenis Program ... 3

I.2 Perkembangan Koperasi di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2005-2007.. 4

III.1 Definisi Operasional Variabel hipotesis Pertama ... 42

III.2 Definisi Operasional Variabel hipotesis Kedua ... 47

III.3 Definisi Operasional Variabel hipotesis Ketiga ... 51

IV.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 58

IV.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia... 58

IV.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan ... 60

IV.4 Hasil Uji Koefisien Determinasi Hipotesis 1 ... 67

IV.5 Hasil Uji Secara Simultan ... 68

IV.6 Hasil Uji t (Uji Secara Parsial)... 69

IV.7 Hasil Regresi Linier Berganda Hipotesis 1 ... 73

IV.8 Hasil Uji Koefisien Determinasi Hipotesis Kedua ... 74

IV.9 Hasil Uji Secara Simultan Hipotesis 2 ... 75

IV.10 Hasil Uji Parsial Hipotesis 2 ... 77

IV.11 Hasil Regresi Linier Berganda ... 80


(10)

IV.13 Hasil Uji Secara Simultan Hipotesis Ketiga ... 82 IV.14 Hasil Uji Secara Parsial Hipotesis Ketiga... 84 IV.15 Hasil Regresi Linier Berganda Hipotesis Ketiga ... 87


(11)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman I.1 Kerangka Berpikir... 11

IV.1 Struktur Organisasi Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Provinsi Sumatera Utara ... 57


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

I Jawaban Responden ... 93

II Hasil Regresi Linier Berganda Hipotesis 1 ... 98

III Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Hipotesis 2... 105


(13)

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Koperasi merupakan salah satu bentuk badan usaha yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yang pantas untuk ditumbuhkembangkan sebagai badan usaha penting dan bukan sebagai alternatif terakhir.

Menurut Undang-undang Nomor 25 tahun1992, koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-perorangan atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan. Koperasi sebagai organisasi ekonomi yang berwatak sosial sebagai usaha bersama berdasar asas-asas kekeluargaan dan gotong royong. makna koperasi dipandang dari sudut organisasi ekonomi adalah suatu organisasi bisnis yang para pemilik/anggotanya adalah juga pelanggan utama perusahaan tersebut.

Dalam usaha pemulihan krisis ekonomi Indonesia dewasa ini, sesungguhnya koperasi mendapatkan peluang untuk tampil lebih eksis. Krisis ekonomi yang diawali dengan krisis nilai tukar dan kemudian membawa krisis hutang luar negeri, telah membuka mata semua pemerhati ekonomi bahwa "fundamental ekonomi" yang semula diyakini kesahihannya, ternyata hancur lebur. Para pengusaha besar konglomerat dan industri manufaktur yang selama ini diagung-agungkan membawa pertumbuhan ekonomi yang pesat pada rata-rata 7% per tahun, ternyata hanya


(14)

merupakan wacana. Sebab, ternyata kebesaran mereka hanya ditopang oleh hutang luar negeri sebagai hasil nepotisme dan praktik mark-up ekuitas, dan tidak karena variabel endogenous yang tumbuh dari dalam (Manurung, 2000).

Pengembangan koperasi dalam pembangunan nasional yang berdasarkan sistem ekonomi kerakyatan, tidak hanya ditujukan untuk mengurangi masalah kesenjangan pendatapatan diantara masyarakat, ataupun penyerapan tenaga kerja. Lebih dari itu, pengembangan koperasi diharapkan mampu memperluas basis ekonomi dan dapat memberikan kontribusi dalam mempercepat perubahan struktural, yaitu dengan meningkatnya perekonomian daerah dan ketahanan ekonomi nasional.

Peran strategis koperasi dalam perekonomian Provinsi Sumatera Utara dapat dilihat dari konstribusinya dalam pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), penciptaan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan. Selain itu pada masa krisis koperasi telah terbukti tangguh sebagai jaring pengaman perekonomian Sumatera Utara. Ketika usaha besar tidak sanggup bangkit dari keterpurukan akibat ketergantungannya pada pinjaman luar negeri, Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKMK) justru mampu mengangkat perekonomian dari keterpurukan yang semakin dalam.

Untuk membangun perekonomian nasional pemerintah sebagai regulator dan fasilitator menginginkan koperasi mampu berkembang dengan baik untuk menopang perekonomian. Pemerintah melalui Kementerian Negara Koperasi Dan UKM telah melaksanakan berbagai program sebagai upaya mengatasi kelemahan-kelemahan yang dihadapi koperasi, salah satunya melalui program bantuan perkuatan. Program


(15)

bantuan perkuatan telah dilaksanakan sejak tahun 2000 sampai dengan 2007 yang diberikan kepada koperasi berupa modal kerja dan sarana usaha. Bantuan perkuatan telah disalurkan kepada koperasi sebanyak 13.000 unit koperasi yang tersebar di 33 Provinsi selama periode 2000-2007. Di Provinsi Sumatera Utara telah disalurkan bantuan kepada 450 unit koperasi dengan nilai bantuan Rp. 99.044.570.000 seperti ditunjukkan pada Tabel I.1. Tujuan program bantuan perkuatan adalah agar usaha mampu berkembang dan memiliki daya saing.

Tabel I.1 Rekapitulasi Program Bantuan Perkuatan Menurut Jenis Program Tahun Anggaran 2007

No. Bantuan Perkuatan Jumlah Koperasi Nilai Bantuan (Rp).

1. Modal 21 11.242.000.000

2. Sarana 429 87.802.570.000

Total 450 99.044.570.000

Sumber : Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sumatera Utara, 2008

Secara kuantitatif berdasarkan Tabel I.1, jumlah koperasi di Provinsi Sumatera Utara pada kurun waktu 2005-2007 menunjukkan kenaikan rata-rata mencapai 6,5 persen setiap tahun, jumlah anggota naik 8,5%, modal sendiri naik 6,5%, modal luar naik 6,6%, volume usaha naik 6,5%, jumlah tenaga kerja 1,5% dan sisa hasil usaha (SHU) naik 6,5%.

Kondisi ini memerlukan suatu pengkajian terhadap pengaruh program-program pengembangan koperasi termasuk program-program bantuan perkuatan modal dan sarana yang telah dilaksanakan sejak tahun 2007 dan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan program tersebut baik dari sisi pemerintah seperti pengawasan dalam pengelolaan bantuan perkuatan, kebijakan dalam hal jumlah


(16)

bantuan yang disesuaikan dengan kebutuhan koperasi maupun dari SDM koperasi sendiri.

Tabel I.2. Perkembangan Koperasi di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2005-2007 Tahun

No. Uraian Satuan

2005 2006 2007 Persentase

(%) 1. Jumlah

Koperasi 8,047 9,030 9,232

6,5

a. Aktif Unit 4,582 5,565 5,761

b. Tidak

Aktif

Unit

3,465 3,465 3,471

2. Anggota Orang 962,524 1,080,103 1,151,016 8,5

3.

Modal Sendiri

Rp.000

899,186,052 1,009,028,215 1,031,600,063

6,5

4. Modal Luar Rp.000 1,178,673,889 1,233,866,240 1,352,245,227 6,5

5.

Volume Usaha

Rp.000

2,443,515,379 2,742,008,684 2,803,347,081

6,5 6. Jumlah

Tenaga Kerja

Orang 7,695 7,765 7,938 1,5

7. Sisa Hasil

Usaha (SHU)

Rp.000 288,777,767 324,054,086 331,303,137 6,5

Sumber: Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008 (Data diolah)

I.2 Perumusan Masalah

a. Bagaimana pengaruh pemanfaatan bantuan perkuatan permodalan dan bantuan sarana terhadap perkembangan usaha koperasi?

b. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi program bantuan perkuatan permodalan koperasi?

c. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi program bantuan perkuatan sarana koperasi?


(17)

I.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas dapat ditetapkan tujuan penelitian sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui pengaruh bantuan perkuatan modal dan sarana terhadap perkembangan usaha koperasi.

b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi program bantuan perkuatan permodalan.

c. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi program bantuan perkuatan sarana.

I.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sumatera Utara, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam penyusunan program dalam pemberdayaan dan pengembangan usaha koperasi di masa mendatang.

b. Bagi Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, penelitian ini merupakan tambahan kekayaan penelitian untuk dapat dipergunakan dan dikembangkan di masa mendatang.

c. Peneliti selanjutnya, sebagai bahan referensi dalam melakukan penelitian yang sama di masa mendatang.

d. Bagi peneliti, menambah wawasan secara ilmiah dalam bidang manajemen khususnya yang berkaitan dengan program peningkatan dan pemberdayaan koperasi.


(18)

I.5 Kerangka Berpikir/Landasan Teori

Keberadaan koperasi di Indonesia hingga saat ini masih ditanggap dengan pola pikir yang sangat beragam. Hal seperti itu wajar saja sebab, sebagai seperangkat sistem kelembagaan yang menjadi landasan perekonomi kita, koperasi akan selalu berkembang dinamis mengikuti berbagai perubahan lingkungan. Koperasi adalah bentuk lembaga ekonomi yang berwatak sosial. Menurut pasal 33 UUD 1945 koperasi ditetapkan sebagai bangun usaha yang sesuai dalam tata ekonomi kita. Oleh karena itu seyogyanya koperasi perlu dipahami secara lebih luas yaitu sebagai suatu kelembagaan yang mengatur tata ekonomi berlandaskan jiwa dan semangat kebersamaan dan kekeluargaan. Jadi membangun sokoguru perekonomian nasional berarti membangun badan usaha koperasi yang tangguh, menumbuhkan badan usaha swasta yang kuat dan mengembangkan BUMN yang mantap secara simultan dan terpadu dengan bertumpu pada Trilogi Pembangunan untuk mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat banyak.

Namun dalam perkembangan usahanya, koperasi dinilai sangat lambat. Hal ini berkaitan dengan kemampuan pengelola dalam mengoptimalkan faktor-faktor produksi yang ada. perolehan dan penggunaan modal dan efektifitas pencapaian target yang ditetapkan.

Dalam ilmu ekonomi, faktor produksi adalah sumber daya yang digunakan dalam sebuah proses produksi barang dan jasa. Pada awalnya, faktor produksi dibagi menjadi empat kelompok, yaitu tenaga kerja, modal, sumber daya alam, dan kewirausahaan. Namun pada perkembangannya, faktor sumber daya alam diperluas cakupannya menjadi seluruh benda tangible, baik langsung dari alam maupun tidak, yang digunakan oleh perusahaan, yang kemudian disebut sebagai faktor fisik (physical resources). Selain itu, beberapa ahli juga menganggap sumber daya


(19)

informasi sebagai sebuah faktor produksi mengingat semakin pentingnya peran informasi di era globalisasi ini.(Griffin 2006) Secara total, saat ini ada lima hal yang dianggap sebagai faktor produksi, yaitu tenaga kerja (labor), modal (capital), sumber daya fisik (physical resources), kewirausahaan (entrepreneurship), dan sumber daya informasi (information resources).

Salah satu faktor produksi yang sangat penting dalam pengembangan usaha adalah faktor modal. Menurut Griffin (2006), bahwa: ”Yang dimaksud dengan modal adalah barang-barang atau peralatan yang dapat digunakan untuk melakukan proses produksi.

Selanjutnya, menurut Akhan (2008), bahwa untuk mencapai pengembangan usaha diperlukan alat-alat sarana (tools). Tools merupakan syarat suatu usaha untuk mencapai hasil yang ditetapkan. Tools tersebut dikenal dengan 6M, yaitu men, money, materials, machines, method, dan markets.

Selain itu faktor tenaga kerja juga merupakan faktor yang mempengaruhi perkembangan suatu usaha termasuk usaha koperasi. Tenaga kerja merupakan faktor produksi insani yang secara langsung maupun tidak langsung menjalankan kegiatan produksi. Faktor produksi tenaga kerja juga dikategorikan sebagai faktor produksi asli. Dalam faktor produksi tenaga kerja, terkandung unsur fisik, pikiran, serta kemampuan yang dimiliki oleh tenaga kerja. Oleh karena itu, tenaga kerja dapat dikelompokan berdasarkan kualitas (kemampuan dan keahlian) dan berdasarkan sifat kerjanya.

Dalam rangka meningkatkan usaha koperasi dan memberdayakan ekonomi kerakyatan, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyrakat serta memperluas lapangan kerja, maka permerintah berupaya untuk meningkatkan kemampuan koperasi agar menjadi koperasi yang sehat, tangguh dan mandiri.

Bantuan perkuatan merupakan salah satu alternatif mengembangkan usaha koperasi dengan indikator utama omset, laba yang diperoleh koperasi setelah mendapatkan bantuan perkuatan. Namun agar bantuan perkuatan tersebut dapat dilaksanakan dengan baik maka diperlukan perencanaan yang komprehensif serta


(20)

kesiapan sumberdaya manusia dan teknologi dalam pelaksanaanya.

Hal ini sejalan dengan Hasil Penelitian Kementerian Koperasi dan UKM (2004) bahwa: ”dalam rangka memacu kinerja dan kontribusi koperasi dan usaha kecil dan menengah (KUKM) dalam perekonomian, maka perlu dilakukan upaya pengidentifikasian serta pemecahan masalah yang dihadapi oleh KUKM. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Koperasi dan UKM berusaha menstimulir pertumbuhan ekonomi masyarakat melalui kebijakan pembinaan dan pengembangan Koperasi dan UKM dengan mengembangkan program yang bersifat stimulan dalam bentuk bantuan perkuatan sarana dan permodalan dengan pola bergulir. Penyelenggaraan program tersebut bertujuan untuk : (a) meningkatkan aktivitas ekonomi pedesaan, (b) meningkatkan volume usaha koperasi, (c) meningkatkan penyerapan tenaga kerja, (d) meningkatkan semangat berkoperasi, (e) meningkatkan pendapatan anggota, (f) membangkitkan etos kerja”.

Menurut Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah RI No.18/Per/M.KUKM/VIII/2006, Tentang Pedoman Teknis Bantuan Perkuatan dalam Bidang Produksi Kepada Koperasi, menyatakan bahwa sasaran pemberian dana bantuan perkuatan adalah; a) meningkatnya kesejahteraan masyarakat, b) meningkatnya kesempatan lapangan kerja, c) menigkatnya kewirausahaan dikalangan Koperasi dan/atau anggotanya, d) meningkatnya jumlah dan partisipasi anggota Koperasi, e) meningkatnya kualitas dan kuantitas produk Koperasi, f) meningkatnya pelayanan Koperasi kepada anggota dan masyarakat.

Bantuan perkuatan yang telah dilaksanakan pemerintah diharapkan dapat meningkatkan kinerja koperasi namun masih diperlukan kebijakan pendukung seperti pengawasan dalam pengelolaan bantuan perkuatan dan peningkatan kualitas SDM koperasi dalam mengkelola bantuan yang diterima.

Masalah mutu sumberdaya manusia pada berbagai perangkat organisiasi koperasi menjadi masalah yang menonjol dan mendapat sorotan terutama dalam hal mengkelola bantuan, baik itu program bantuan perkuatan modal maupun bantuan perkuaran sarana. Subyakto (1996) mempunyai pandangan bahwa, kendala yang


(21)

sangat mendasar dalam pemberdayaan koperasi dan usaha kecil adalah masalah sumberdaya manusia.

Dalam mengembangkan usaha koperasi dibutuhkan tenaga-tenaga SDM yang handal terutama dalam mengatur kelembagaan ataupun struktur organisasi yang mampu mengekelola usahanya secara demokratis, berkeadilan, dan solidaritas dengan menerapkan manajemen kebersamaan (joint management) yang profesional.

Menurut Merza (2006), dari segi kualitas kelembagaan, keberadaan koperasi masih perlu upaya yang sungguh-sungguh untuk ditingkatkan mengikuti tuntutan lingkungan dunia usaha dan lingkungan kehidupan dan kesejahteraan para anggotanya. Pangsa koperasi dalam berbagai kegiatan ekonomi masih relatif kecil, dan ketergantungan koperasi terhadap bantuan dan perkuatan dari pihak luar, terutama Pemerintah, masih sangat besar.

Selain kemampuan untuk menerapkan kelembagaan koperasi yang efektif dan efisien juga diperlukan sumber daya manusia yang mampu mengakses informasi, baik informasi untuk memanfaatkan sumber daya yang ada maupun dalam mengakses informasi. Dalam hal ini informasi adalah faktor yang sangat penting dalam pengembangan usaha koperasi.

Menurut Griffin (2006), bahwa:” sumber daya informasi adalah seluruh data yang dibutuhkan perusahaan untuk menjalankan bisnisnya. Data ini bisa berupa ramalan kondisi pasar, pengetahuan yang dimiliki oleh karyawan, dan data-data ekonomi lainnya.

Selain memanfaatkan sumber daya informasi, SDM koperasi juga harus dapat mengkelola kelembagaan organisasi koperasi sesuai dengan tuntutan lingkungan bisnis. Hal ini sejalan dengan pendapat Menurut Merza (2006), dari segi kualitas kelembagaan, keberadaan koperasi masih perlu upaya yang sungguh-sungguh untuk ditingkatkan mengikuti tuntutan lingkungan dunia usaha dan lingkungan kehidupan dan kesejahteraan para anggotanya. Pangsa koperasi dalam berbagai kegiatan ekonomi masih relatif kecil, dan ketergantungan koperasi terhadap bantuan dan perkuatan dari pihak luar, terutama Pemerintah, masih sangat besar.


(22)

Dan untuk mendukung usaha koperasi juga dibutuhkan ketersediaan sarana yang memadai yang berupa mesin dan jenis-jenis peralatan lain yang diperlukan dalam proses produksi.

Menurut Sofa (2008) bahwa: ”dibutuhkannya bantuan sarana produksi adalah karena volume penjualan yang terus meningkat, peralatan yang ada telah usang, dan peralatan yang ada telah memasuki masa aus serta harus diganti”.

Dengan adanya bantuan perkuatan sarana yang dilaksanakan oleh dinas koperasi dan ukm provinsi sumatera utara diharapkan dapat meningkatkan perkembangan usaha koperasi. Namun untuk mendukung keberhasilan program tersebut juga dibutuhkan pengawasan ataupun pendekatan langsung kepada koperasi dalam penentuan jumlah maupun spesifikasi sarana yang akan diberikan.

Dari uraian diatas, maka kerangka berpikir dari penelitian ini ditunjukkan pada Gambar I.1


(23)

Bantuan Perkuatan Modal

Gambar I.1 Kerangka Berpikir

I.6 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian, perumusan masalah dan tujuan penelitian, sehingga hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Program bantuan perkuatan permodalan, dan perkuatan sarana, berpengaruh terhadap perkembangan Koperasi di Provinsi Sumatera Utara.

Bantuan Perkuatan Sarana

Perkembangan Koperasi

Kelembagaan Koperasi

Informasi Program Perkuatan Modal

Jumlah Bantuan yang tersedia

Program Bantuan Perkuatan Modal

Kelembagaan Koperasi

Informasi Program Perkuatan Sarana

Spesifikasi Sarana yang Tersedia

Program Bantuan Perkuatan Sarana


(24)

b. Kelembagaan koperasi, informasi program bantuan perkuatan modal, dan jumlah bantuan yang tersedia mempengaruhi Program bantuan perkuatan modal.

c. Kelembagaan koperasi, informasi program bantuan perkuatan sarana dan spesifikasi bantuan sarana yang disediakan mempengaruhi Program bantuan perkuatan sarana.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Penelitian Terdahulu

Menurut Jurnal Pengkajian Koperasi dan UKM Nomor 1 Tahun I – 2006 dengan judul “Evaluasi Program Bantuan Dana Bergulir Melalui KSP/USP Koperasi”. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana dampak program dana bergulir terhadap usaha KSP/USP Koperasi dengan Pola PKPS BBM, Agribisnis dan Syariah.

Metode Analisis yang digunakan pada penelitin ini dengan metode deskripstif dan metode statistik inferensial. Hasil kajian yang disajikan disini hanya meliputi analisis pengaruh (Effect Analysis) yaitu evaluasi pengaruh program terhadap kinerja KSP/USP Koperasi (sebagai lembaga intermediary) dan target groups (beneficiaries) yaitu anggota dan non anggota koperasi. Analisis dibatasi kepada aspek (a) kinerja umum berdasarkan Pedoman Klasifikasi Koperasi, dan (b) evaluasi Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Bergulir dengan metode before and after perguliran dana pada beberapa variabel dinamika seperti jumlah dana yang diterima dan disalurkan. Berbagai dinamika tersebut diukur melalui Statistical Packages for Social Sciences (SPSS) versi 15, pada sejumlah cuplikan (contoh) secara berpasangan (paired) dan tidak berpasangan (independent).

Proses Impelementasi Program Dana Bergulir Kepada KSP/USP Koperasi Efektivitas proses penyaluran dan penerimaan bantuan perkuatan program dana


(26)

bergulir dievaluasi berdasarkan variabel penilai dalam petunjuk pelaksanaan (Juklak) dan petunjuk teknis (Juknis) program dana bergulir. Dalam hal persepsi terhadap proses seleksi calon KSP/USP koperasi contoh, 50 persen menyatakan telah berlangsung dengan baik, sangat baik ± 35 persen dan hanya sebagian kecil yang menilai tidak cukup baik. Persepsi seleksi ini memperllihatkan bahwa manfaat yang baik dari proses seleksi berkorelasi positif dengan kualitas efek program perkuatan, seperti proses pencairan dana, pendampingan, penyaluran, tenaga pendamping, monitoring dan evaluasinya.

Efektivitas proses pencairan dan penyaluran dana oleh bank pelaksana. Secara umum (> 70 persen) dinyatakan baik, sangat baik (20 persen) dan hanya sebagian kecil (< 5 persen) yang menganggap kurang baik. Hasil ini sangat mendukung aktivitas usaha anggota/non anggota di bidang pertanian yang sangat akrab dengan perubahan iklim. Sebab, bila pencairan dana sangat terlambat akan berdampak buruk kepada kinerja produksi yang pada gilirannya akan mempersulit proses pengembalian dana.

Efektivitas proses pendampingan yang diterima KSP/USP koperasi contoh. Proses ini, umumnya dinilai telah berlangsung dengan baik (> 50 persen) bahkan sangat baik( 6 hingga 7 persen), selebihnya cenderung menilai kurang baik dan sangat buruk. Ilustrasi ini menegaskan bahwa proses pendampingan sangat dibutuhkan untuk ’mengawal’ proses perguliran kepada KSP/USP Koperasi. Sebab, masih banyak informasi yang mengungkap adanya proses pendampingan yang belum berjalan secara baik (dalam hal frekuensi dan kualitasnya), terutama di daerah luar Pulau Jawa


(27)

dan disekitarnya. Tampaknya, inilah critical point yang perlu diprioritaskan di masa mendatang. Khusus mengenai efektivitas proses monitoring dan evaluasi, ditemukan 50 persen menyatakan telah dilaksanakan dengan baik dan 10 persen sangat baik. Walaupun demikian, masih terdapat penilaian (<10 persen) bahwa proses ini belum dilaksanakan dengan baik.

Resume evaluasi proses penyaluran dan penerimaan bantuan (semua pola) menggunakan analisis statistik non parametrik sebagai alat ukur kuantitatif pada data ordinal. Dalam hal ini digunakan analisis independen pada sejumlah sampel cuplikan dengan uji Kruskall Wallis (K-W) dan analisis Median, serta uji signifikansi Chi Square. Rangkuman hasil analisis menunjukkan bahwa pada umumnya ketiga pola perguliran tidak menunjukkan signifikansi statistik dalam perilaku proses penerimaan dan penyaluran dana, kecuali perbedaan perilaku dalam menilai manfaat seleksi pada ketiga pola (uji K-W menunjukkan perbedaan nyata pada a = 90 persen, sementara analisis Median menunjukkan perbedaan). Artinya, secara umum dapat dikatakan bahwa proses tersebut secara keseluruhan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.

Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa Program pola perkuatan dana melalui pola perguliran pada dasarnya adalah suatu upaya kelembagaan (institutional building) yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan kinerja usaha UKM/anggota KSP/USP Koperasi. Hal ini sekaligus untuk meningkatkan kinerja KSP/USP Koperasi sebagai lembaga intermediasi dalam program perguliran dana. Dalam kerangka yang lebih luas, program ini diharapkan menjadi inisiasi dan trigger untuk mengembangkan perekonomian wilayah melalui aktivitas ekonomi produktif


(28)

sesuai dengan keunggulan komparatif dan kompetitif wilayah bersangkutan. Secara teoritis, dalam kerangka kelembagaan, aturan main (rules of the game) dan aturan representasi (rules of the representation) sangat perlu dituangkan dalam bentuk petunjuk program perguliran dana. Aspek-aspek penting di dalam aturan tersebut harus senantiasa dikaitkan dengan nilai-nilai keadilan sebagai prasyarat kecukupan (sufficient condition, selain nilai-nilai efisiensi sebagai prasyarat keharusan (necessary conditon). Nilai keadilan sebagai prasyarat pokok keberhasilan program, dapat diuji dengan pertanyaan : (a) apakah sumberdaya program perguliran untuk usaha anggota koperasi/UKM telah terdistribusi secara adil; (b) apakah aturan main telah mencerminkan distribusi program secara adil; (c) apakah akses terhadap peluang KSP/USP untuk ikut serta dalam program telah terdistribusi secara adil, dan (d) apakah peluang UKM/anggota koperasi telah terdistribusi secara adil pula? Memang tidak mudah menelaah aspek-aspek nilai tersebut secara kuantitatif, namun kajian ini telah berusaha mengevaluasi seluruh bangunan kelembagaan program perguliran. Telaahan dilakukan mulai dari bentuk konsep, pelaksanaan hingga pengaruh program, sesuai dengan batasan-batasan yang ada. Beberapa indikator telah dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan untuk pengembangan KSP/USP Koperasi.

Triyono dan Aedah (2006), dalam penelitiannya menyatakan salah satu permasalahan yang dihadapi Koperasi dan usaha kecil menengah dan mikro dalam mengembangkan usahanya adalah kecilnya modal usaha yang dimiliki dan rendahnya kemampuan untuk mengakses ke lembaga keuangan, baik lembaga keuangan


(29)

perbankan (BRI, BPR, dll) maupun lembaga keuangan non bank (KSP/USP Koperasi, penggadaian, lembaga keuangan non formal, dan lain-lain).

Analisis pengkajian yang dilakukan pada penelitian ini dilakukan dengan cara; baik melalui induksi data, deduksi berdasarkan teori-teori yang relevan, maupun dengan validasi experties. Dengan demikian, analisis pengkajian lebih bersifat pendalaman berpikir kualitatif sesuai dengan keperluan untuk merumuskan model-model yang dipandang optimal bagi pengembangan pemusatan koperasi di bidang pembiayaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa; Koperasi harus mampu membina kerjasama dengan sesama koperasi dengan konsep waralaba, koperasi harus mampu membentuk kerjasama dengan Bank Perkreditan Rakyat, kerjasama koperasi dengan bank Bukopin dalam bentuk pola Swamitra yang merupakan model pemusatan kegiatan pengembangan koperasi dengan kerjasama koperasi primer dengan bank. Dengan pola ini, Bukopin menyediakan sistem dan aplikasi manajemen simpan pinjam koperasi, termasuk pengadaan dan pelatihan sumberdaya manusia, aplikasi teknologi informasi, sistem manajemen operasi simpan pinjam, pendampingan dan supervisi simpan pinjam dan standarisasi produk simpanan, dan pinjaman, serta cadangan likuiditas koperasi simpan pinjam. Dengan demikian koperasi dapat berkembang lebih cepat.

Dalam Kajian Penelitian Kerjasama antara Kementerian Koperasi dan UKM dengan PT. Vetiga Himais Optima (2004) dengan judul; “Pengkajian Tentang Dampak Program Stimulan Dengan Pola Bergulir Melalui Koperasi Dibidang Peternakan, Perikanan Dan Perkebunan”. Populasi dalam penelitian ini adalah


(30)

Perhitungan sampel berdasarkan provinsi dimana dari 24 provinsi tersebut diambil masing-masing 2 kabupaten yang representatif sehingga didapatkan kabupatennya. Jenis data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengurus koperasi dan anggota koperasi, sedangkan data sekunder diperoleh dari publikasi tertulis. Adapun teknik dan pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner, wawancara dan studi dokumentasi.

Metode yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dan metode regresi simultan. Hasil penelitian menunjukkan kondisi perekonomian daerah yang mendapatkan program rata-rata adalah daerah yang struktur ekonominya bertumpu pada sektor pertanian, dimana sektor ini merupakan sektor utama yang berkontribusi terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), lapangan kerja dan perkembangan koperasi.

II.2 Konsep Koperasi

Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau Badan Hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Tingkatan koperasi ada dua, yakni Koperasi Primer dan Koperasi Sekunder (UU No. 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian Indonesia).

Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 27 Revisi 1998, disebutkan bahwa karakteristik utama koperasi yang membedakannya dengan badan usaha lain adalah, anggota koperasi memiliki identitas ganda, sebagai


(31)

pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi. Umumnya koperasi dikendalikan secara bersama oleh seluruh anggotanya, di mana setiap anggota memiliki hak suara yang sama dalam setiap keputusan yang diambil. Pembagian keuntungan atau Sisa Hasil Usaha (SHU) dihitung berdasarkan modal masing-masing dan transaksi yang dilakukan oleh anggota.

Menurut Undang-Undang Nomor 25 tentang Perkoperasian Indonesia, pengelompokan koperasi secara umum ada tiga yakni koperasi konsumen, produsen dan koperasi kredit (jasa keuangan). Namun koperasi dapat pula dikelompokkan berdasarkan sektor usahanya yakni Koperasi Simpan Pinjam, Koperasi Konsumen, Koperasi Produsen, Koperasi Pemasaran dan Koperasi Jasa.

Menurut Calvert dalam Kusnadi (2005), bahwa koperasi adalah sebagai organisasi orang-orang yang hasratnya dilakukan secara sukarela sebagai manusia atas dasar kemampuan untuk mencapai tujuan ekonomi masing-masing.

Idiologi yang terkandung dalam definisi ini adalah: a. Menolong diri sendiriatau swadaya.

b. Menolong orang-orang (personal coorperation) dalam mana anggotanya yang terhimpun dianggap sebagai manusia, bukan semata-mata sebagai pemegang saham.

c. Persamaan hak bagi anggota.

d. Perhimpunan atau perkumpulan sukarela. e. Mengutamakan kepentingan anggota.


(32)

Berdasarkan pengertian tersebut, yang dapat menjadi anggota koperasi adalah:

a. Perorangan, yaitu orang yang secara sukarela menjadi anggota koperasi.

b. Badan hukum koperasi, yaitu yaitu koperasi primer yang bergabung minimal 3 unit menjadi koerasi sekunder.

Mekanisme pendirian koperasi terdiri dari beberapa tahap. Pertama pengumpulan anggota, untuk menjalankan koperasi membutuhkan minimal 20 orang anggota. Kedua, anggota tersebut mengadakan rapat pembentukan untuk memilihan pengurus (ketua, sekretaris, dan bendahara). Ketiga, menyusun rencana anggaran dasar dan rumah tangga dan selanjutnya memohon Badan Hukum (BH) Koperasi. Setelah pengesahan Badan Hukum maka organisasi atau usaha tersebut disebut Koperasi.

Umumnya koperasi dikendalikan secara bersama oleh seluruh anggotanya, di mana setiap anggota memiliki hak suara yang sama dalam setiap keputusan yang diambil. Menurut UU Perkoperasian tujuan pendirian Koperasi adalah memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Prinsip Koperasi menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian Indonesia, adalah sebagai berikut: ). Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka, 2).Pengelolaan dilakukan secara demokratis, 3).Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota, 4).Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal, 5).Kemandirian,


(33)

6). Pendidikan perkoperasian, 7).Kerja sama antar korasi.

Menurut Prawirokusumo (2001), bahwa: secara konsepsional Koperasi sebagai Badan Usaha memiliki potensi untuk ikut serta memecahkan persoalan sosial-ekonomi masyarakat. Peran Koperasi sebagai upaya menuju demokrasi sosial-ekonomi secara kontitusional tercantum dalam Pasal 33 UUD 1945. Namun dalam perjalanannya, pengembangan koperasi dengan berbagai kebijakan yang telah dilakukan Pemerintah Republik Indonesia, belum memenuhi kondisi sebagaimana yang diharapkan masyarakat.

Dalam sistem perekonomian yang menggunakan pendekatan pertumbuhan, pemberdayaan Koperasi sering terlupakan karena sebagian besar Koperasi bergerak pada bidang usaha yang produktifitasnya rendah seperti sektor pertanian dan jasa informal. Kekeliruan inilah sebenarnya yang membangun jebakan ekonomi (economic traps) dalam era orde baru. Perencanaan pembangunan yang lebih diarahkan pada pertumbuhan ekonomi semata sering mengabaikan atau mengesampingkan berbagai aspek lainnya khusunya aspek sosial.

Salam (2007) menyatakan bahwa: berbagai negara yang dinyatakan berhasil menerapkan konsep tersebut seperti Chili, Costarica, Thailand dan Malaysia ternyata tidak menghadapi banyak kendala dan juga tidak mengganggu stabilitas ekonomi dan politiknya. Ciri keberhasilan penerapan konsepsi tersebut juga sangat spesifik, yaitu meninggkatnya produksi dan pendapatan nasional secara perlahan (antara 1 sampai 2% per tahun), serta berkurangnya pengangguran yang diimbangi dengan meningkatnya indeks kesejahteran secara merata, yang secara langsung mengurangi kemiskinan. Keberhasilan pembangunan yang bersandar pada


(34)

pendekatan potensi regional dinegara-negara berkembang tersebut di atas, pada umumnya mengutamakan pemanfaatan sumberdaya manusia melalui berbagai usaha padat karya dengan memberdayakan Koperasi dan UKM. Konsep ini memungkinkan pembangunan dilakukan secara merata dan tidak terpusat, sehingga masalah n pembangunan antar daerah dapat diatasi.

Dalam struktur dan sistem perekonomian nasional maupun daerah belum mampu menumbuh kembangkan Koperasi sesuai dengan diamanahkan oleh UUD 1945, dimana Koperasi sebagai soko guru perekonomian Nasional sehingga menyebabkan perekonomian Indonesia masih rawan terhadap goncangan perekonomian dunia.

II. 3 Modal Koperasi

Menurut Sularso (2008), modal adalah sejumlah harga (uang/barang) yang dipergunakan untuk menjalankan usaha, modal berupa uang tunai, barang dagangan bangunan dan lain sebagainya.

Seperti halnya bentuk badan usaha yang lain, untuk menjalankan kegiatan usahanya koperasi memerlukan modal. Adapun modal koperasi terdiri atas modal sendiri dan modal pinjaman.

Sularso (2008), Koperasi ataupun perusahaan pada umumnya memerlukan modal dalam jumlah dan peristiwa tertentu sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan usahanya, yaitu (1) pada waktu didirikan dan hendak memulai usaha koperasi memerlukan modal dalam jumlah minimum tertentu, (2) pada


(35)

waktu melakukan perluasan usaha memerlukan tambahan modal, dan (3) pada waktu mengalami kesulitan yang hanya dapat diatasi dengan menambah modal. Perusahaan pada umumnya memiliki mekanisme untuk mengatasi permodalan dengan saham, yaitu ada ketentuan tentang minimu,m modal saat didirikan dalam bentuk modal dasar, modal ditempatkan dan modal disetor. Mekanisme penambahan modal dilakukan dengan mengeluarkan saham baru.

Modal koperasi terdiri dari Modal Sendiri dan Modal Pinjaman. Modal sendiri koperasi pertama-tama dihimpun dari simpanan anggota (simpanan pokok dan simpanan wajib), setelah koperasi berjalan dan mendapatkan sisa hasil usaha sebagian dari sisa hasil usaha tersebut dapat disisihkan pada dana cadangan untuk memperkuat modal sendiri. Dengan demikian modal sendiri koperasi berasal dari:

1. Simpanan Pokok, sejumlah uang yang wajib dibayarkan oleh anggota kepada koperasi pada saat masuk menjadi anggota. Simpanan pokok tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota koperasi. Simpanan pokok jumlahnya sama untuk setiap anggota.

2. Simpanan Wajib, adalah jumlah simpanan tertentu yang harus dibayarkan oleh anggota kepada koperasi dalam waktu dan kesempatan tertentu, misalnya tiap bulan dengan jumlah simpanan yang sama untuk setiap bulannya. Simpanan wajib tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota koperasi.

3. Dana Cadangan adalah sejumlah dana yang disisihkan dari sisa hasil usaha untuk memupuk modal sendiri dan untuk menutup kerugian koperasi bila diperlukan. Besarnya penyisihan dana yang dicadangkan ditentukan/tercantum dalam anggaran dasar.


(36)

4. Hibah/Donasi adalah pemberian yang mengikat berupa uang atas barang untuk memperlancar jalannya usaha

Modal pinjaman koperasi berasal dari : 1. Anggota

Disamping simpanan pokok dan simpanan wajib, koperasi dapat menghimpun modal pinjaman dari anggota dalam bentuk simpanan sukarela dan simpanan khusus. Simpanan sukarela pada dasarnya merupakan uang titipan dari anggota yang dapat diambil sesuai perjanjian yang pelaksanaannya diatur dalam anggaran rumah tangga. Simpanan khusus pada dasarnya merupakan pinjaman dari anggota yang membiayai keperluan tertentu. Tujuan, imbalan jasa dan cara pengembalian diatur dalam peraturan khusus.

2. Koperasi atau badan usaha lain

Pinjaman dari koperasi atau badan usaha lain dapat diperoleh atas dasar kerjasama yang saling menguntungkan.

3. Bank dan lembaga keuangan lainnya

Untuk mendapatkan pinjaman modal dari bank atau lembaga keuangan lainnya, koperasi harus mengajukan surat yang antara lain terdiri dari :

a. Rencana penggunaan modal/rencana usaha b. Rencana pengembalian kredit

c. Jaminan barang yang nilainya sebanding dengan besarnya pinjaman 4. Penerbitan obligasi atau surat hutang lainnya


(37)

Obligasi adalah surat berharga yang merupakan pengakuan hutang jangka panjang kepada pemegangnya dengan kesanggupan membayar bunga tetap dan mengembalikannya pada waktu yang ditentukan, untuk menerbitkan obligasi harus memenuhi persyaratan dan dapat ijin dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

5. Sumber lain yang syah

Pinjaman dari sumber lain yang syah biasanya diperoleh dari pemerintah atau lembaga lain atas dasar pertimbangan tertentu.

Untuk memperkuat kegiatan usaha terutama dalam investasi, koperasi dapat pula melakukan pemupukan modal yang berasal dari modal penyertaan baik dari pemerintah maupun dari masyarakat. Modal penyertaan menanggung resiko. Pemilik modal penyertaan tidak mempunyai hak suara dalam rapat anggota dan dalam menentukan kebijakan koperasi secara keseluruhan. Namun demikian, pemilik modal penyertaan dapat diikutsertakan dalam pengelolaan dan pengawasan usaha investasi yang didukung oleh modal penyertaannya sesuai dengan perjanjian (UU Pasal 42 beserta penjelasannya).

II.4 Modal Penyertaan

Selain modal sendiri dan pinjaman koperasi dapat memperluas usaha yang dibiayai dengan modal penyertaan yang berasal dari pemerintah dan atau masyarakat. Pada hakekatnya modal penyertaan merupakan modal pinjaman yang dalam hal menanggung resiko diperlukan sebagai modal sendiri.


(38)

Modal penyertaan dari pemerintah termasuk BUMN dan BUMD merupakan salah satu bentuk bantuan kepada koperasi yang potensial. Untuk menjaga agar modal penyertaan digunakan sebagaimana mestinya, pemerintah dapat mengikut sertakan wakilnya dalam pengelolaan unit usaha yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan yang berlaku setelah usahanya berjalan lancar, modal penyertaan secara berangsur dapat ditarik kembali.

Kecuali dari pemerintah, modal penyertaan dapat berasal dari lembaga swasta dan perorangan. Penggunaan modal penyertaan merupakan salah satu usaha koperasi untuk memperkuat susunan modal ekuity yang ikut menanggung resiko dalam rangka mengembangkan usaha.

Penempatan modal diikat dengan perjanjian antara penanam modal dan koperasi yang bersangkutan. Ditinjau dari pihak peserta penanam modal penyertaan dalam koperasi merupakan suatu investasi untuk mendapatkan imbalan jasa.

Sesuai dengan perjanjian yang dibuat antara kedua belah pihak penanam modal dapat diberi hak dan kewajiban :

1 Hak atas asasi jasa modal penyertaan dengan system bagi hasil atau dengan pembayaran bunga tetap.

2 Kewenangan untuk ikut dalam kegiatan perencanaan pengelolaan dan

pengawasan dengan jalan menempatkan wakilnya diunit usaha koperasi yang dibiayai dengan modal penyertaan.


(39)

Terkait dengan perjanjian tersebut dapat diadakan kesepakatan apakah modal penyertaan akan ditanam secara terus menerus (tetap) atau dapat dikembalikan setelah koperasi berhasil menghimpun modal sendiri secukupnya.

II.5 Sisa Hasil Usaha (SHU)

Menurut pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992, Sisa Hasil Usaha Koperasi merupakan pendapatan koperasi yang diperoleh dalam satu tahun buku dikurangi biaya, penyusutan dan kewajiban lainnya termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan.

Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 pasal 5 ayat 1, bahwa: “Pembagian SHU kepada anggota dilakukan tidak semata-mata berdasarkan modal yang dimiliki seseorang dalam koperasi, tetapi juga berdasarkan perimbangan jasa usaha anggota terhadap koperasi. Ketentuan ini merupakan perwujudan kekeluargaan dan keadilan”.

Sularso (2008) mengatakan bahwa: pembagian SHU setiap tahun kepada anggota merupakan pengeluaran uang yang berpengaruh terhadap likuiditas modal tahun berikutnya. Koperasi mempunyai kebiasaan membagi habis SHU setiap tahun. Anggota koperasi selalu menghendaki pembagian SHU sebesar-besarnya atau seluruhnya, seperti juga kehendak pemegang saham perusahaan pada umumnya. Koperasi tidak mempunyai kebiasaan menyisihkan bagian SHU yang ditahan atau retained earning, untuk kepentingan likuiditas keuangan tahun berikutnya. Jika likuiditas keuangan terganggu harus diusahakan tambahan pinjaman dari bank dengan bunga tinggi yang menjadi beban koperasi. SHU yang ditahan berbeda dengan pembagian SHU kepada anggota untuk disimpan kembali.

Perusahaan pada umumnya menyisihkan sebagian laba dalam bentuk laba yang ditahan, untuk kepentingan likuiditas tahun berikutnya dan juga untuk mengatur stabilitas tingkat deviden yang dibagi secara wajar. Pada waktu diperoleh laba yang cukup besar dalam tahun buku tertentu, sebagian laba disisihkan untuk laba yang ditahan disamping tetap membagi deviden. Laba yang ditahan muncul kembali dalam


(40)

neraca tahun buku berikutnya disamping laba tahun yang bersangkutan. Jika tahun berikutnya laba yang diperoleh menurun atau rugi, perusahaan masih dapat membagi deviden dari laba yang ditahan.

Koperasi juga sebaiknya tidak membagi habis SHU setiap tahun dan menyisihkan sebagian untuk SHU yang ditahan, bukan saja untuk kepentingan likuiditas keuangan tahun berikutnya, tetapi juga untuk stabilitas tingkat SHU yang dibagikan kepada anggota. Koperasi yang umumnya memiliki modal sendiri sangat kecil yang usahanya berkembang besar karena kredit bank atau fasilitas pemerintah, dan sering membagi SHU dalam tingkat yang berlebih-lebihan dibanding dengan jumlah simpanan anggota

II.6 Bantuan Perkuatan Koperasi

Selain Modal sendiri, permodalan koperasi bersumber dari luar (pinjaman), untuk memperkuat modal luar, Pemerintah menyalurkan modal kerja dan sarana usaha Koperasi. Dalam Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia, Nomor 18/Per/M.KUKM/VIII/2006 tentang Pedoman Teknis Bantuan Perkuatan dalam bidang Produksi kepada Permodalan Bantuan di nyatakan bahwa Bantuan Perkuatan adalah bantuan dana dari pemerintahan yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah yang disalurkan kepada koperasi dengan tujuan pengembangan usaha koperasi dengan persyaratan dan tata cara yang diatur dalam peraturan tersebut.


(41)

a. Tujuan pengembangan usaha koperasi adalah dalam rangka menyeimbangkan/ memenuhi kebutuhan usaha anggota/masyarakat yang bergerak pada berbagai usaha ekonomi rakyat berskala kecil dan bersifat tradisional dan informal, dalam arti belum terdaftar, atau tercatat sebagai pengusaha pada instansi pemerintah dan belum berbadan hukum, dengan hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 100.000.000, atau kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000.

Program bantuan perkuatan yang dilaksanakan oleh Kementerian Negara Koperasi dan UKM dalam beberapa tahun terakhir ini dikelompokkan menjadi 5 jenis bantuan yaitu bahan baku, modal, teknologi, pasar, dan manajemen yang diberikan kepada koperasi yang bergerak diberbagai jenis usaha yang diwujudkan melalaui program penjaminan kredit, pengembangan usaha KSP/USP, perkuatan dibidang produksi seperti pengadaan bibit sapi perah dan perahu nelayan, kredit pola syariah, perkreditan untuk pengembangan agribisnis, kemitraan usaha, modal awal dan padanan (MAP), penyediaan sarana usaha pedagang kaki lima, pengembangan pasar tradisional, dan pengembangan usaha distribusi retail. Dari konsep perencanaan program tersebut diharapkan sukses dilaksanakn penyalurannya, pelaksanaannya dan pengembaliannya.

Untuk pemerataan, penyebaran bantuan perkuatan sangat diperlukan sehingga tidak tertumpuk pada satu lokasi saja, maka satu daerah hanya diperkenankan satu atau dua jenis bantuan walaupun daerah tersebut memerlukan tiga atau empat jenis perkuatan.


(42)

pemerintah melalui Kementerian Negara Koperasi dan UKM, maupun melalui instansi lainnya adalah usaha untuk menstimulir pertumbuhan ekonomi masyarakat, untuk mendukung kebijakan dalam pemberdayaan dan pengembangan peran Koperasi. Oleh sebab itu secara umum program bantuan perkuatan diharapkan akan memberi pengaruh bagi :

a. Peningkatkan aktivitas ekonomi pedesaaan, b. Peningkatkan volume usaha koperasi, c. Peningkatkan penyerapan tenaga kerja,

d. Peningkatkan semangat berusaha dan berkoperasi, e. Peningkatkan pendapatan koperasi maupun anggotanya, f. Pembangkitkan etos kerja.

Tujuan dari perkuatan bantuan perkuatan adalah penyeimbangan usaha koperasi dan selanjutnya mendorong, memperluas kesempatan kerja dan upaya pengentasan kemiskinan.

Koperasi penerima dan pengelola program bantuan perkuatan wajib memenuhi persyarat sebagai berikut:

a. Koperasi Primer,

b. Memiliki kantor dan sarana kerja serta alamat yang jelas, c. Memilki pengurus yang aktif dan lengkap,

d. Melaksankan Rapat Aggota Tahunan (RAT), e. Memilki Nomor Wajib Pajak (NPWP),


(43)

anggota melalui keputusan Rapat Anggota,

g. Bersedia mentaati seluruh ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan,

h. Berada pada lokasi/daerah yang mempunyai potensi sumber daya produktif yang sesuai dengan rencana pengembangan usaha,

i. Mampu menyediakan tenaga pengelola yang memenuhi kualifikasi sesuai dengan rencana pengembangan usaha terkait dengan bantuan perkuatan.

Dengan kondisi Koperasi serta kondisi lingkungan ekonomi baik mikro maupun makro yang belum sepenuhnya kondusif bagi pemgembangan peran Koperasi, memungkinkan keberhasilan program tersebut, tidak sesuai dengan tujuan dan sasaran, sehingga kondisi inilah seharusnya mendapat perhatian.

II.7 Kebutuhan Kredit Bagi Koperasi

Konsep Pembangunan Nasional adalah sangat ironis jika dalam era sekarang ini Koperasi tidak juga dapat ditumbuh-kembangkan, sesuai dengan potensi dan perannya dalam perekonomian nasional. Tetapi kondisi tersebut merupakan kenyataan. Jika diperhatikan selama delapan tahun reformasi sudah berjalan, kedudukan Koperasi dalam mengurangi pengangguran dan sumbangannya terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) memang semakin membaik. Hal tersebut dapat diperlihatkan dari semakin membesarnya peran Koperasi dalam penyerapan tenaga kerja dan sumbangannya terhadap PDB.


(44)

Koperasi memang tidak, atau kurang berminat untuk memperoleh bantuan dana dari perbankan. Hanya 32 % dari mereka yang masuk dalam Koperasi yang menyatakan memerlukan bantuan modal dari pinjaman bank dan hanya 76 % dari 32 % yang membutuhkan tersebut menyatakan pernah meminta pinjaman kredit dari perbankan.

Hal ini adalah sangat kontroversial dibandingkan dengan kenyataan di lapang yang antara lain pernah di kemukakan oleh Sondakh (1989), bahwa kebutuhan kredit di lingkungan usaha kecil dan mikro di pedesaan adalah sangat besar, mencapai 97,8 %. Ironisnya 67 % dari kebutuhan kredit usaha mikro dan usaha kecil tersebut didapatkan dari pinjaman para pelepas uang (rentenir). Dari sini timbul pameo bahwa “rentenir bukan lintah darat tetapi “malaikat penolong” yang memberikan kehidupan perekonomian masyarakat kecil terutama di pedesaan”.

Sondakh, dkk. (1989), dari hasil penelitiannya di 27 Provinsi di Indonesia secara tegas menyatakan bahwa kelompok miskin memerlukan bantuan pinjaman modal. Bank komersial tidak dapat dijadikan sandaran oleh kelompok miskin karena kelompok ini tidak akan mampu memenuhi persyaratan yang diminta oleh pihak Bank (The Five C of Credit).

Hal ini juga telah dikemukakan oleh Yunus (2006) bahwa: bank komersial mengharuskan adanya jaminan dan berbagai persyatan adminidtratif lainnya, yang tidak mungkin dipenuhi oleh mereka (Koperasi). Yang sangat diperlukan adalah


(45)

bagaimana menghubungkan pekerjaan yang mereka lakukan dengan ketersediaan modal agar memungkinkan kelompok ini meningkatkan kemampuan ekonomi mereka, dan memperoleh sumber pendapatan. Di sini sebenarnya peran pemerintah berlaku adil untuk berpihak kepada kelompok Koperasi yang dianggap sebagai masyaarkat miskin, tetapi keberpihakan tersebut sampai sekarang belum juga terlihat.

Lebih lanjut dikatakan oleh Yunus (2006), masyarakat miskin memiliki kemampuan untuk menciptakan kekayaan sama seperti orang lain. Akses pada kredit memberikan mereka kesempatan untuk keluar dari perangkap lemahnya permodalan yang menjebak mereka dalam lingkaran setan kemiskinan (The Vicious Circle of Poverty). Berikan kesempatan kepada mereka untuk mencoba kemampuannya dan menciptakan kekayaan dalam jumlah besar. Dengan pinjaman kredit, pelanggan (orang miskin) dapat menciptakan lapangan kerja sendiri, dan kebanyakan juga mempekerjakan seluruh keluarganya atau orang lain (mengurangi pengangguran).

Perekonomian masyarakat miskin ini ditandai dengan akumulasi modal yang rendah. Sejumlah kecil uang dan surat berharga beredar dan berpindah tangan dengan cepat dan membentuk ilusi ekonomi. Bahwa ada tersedia banyak uang untuk semua orang. tetapi padahal sistem tersebut tidak memberikan kesempatan untuk terbentuknya akumulasi modal dan investasi dalam jumlah besar karena terikat dengan sejumlah besar uang yang beredar dalam sistem itu sendiri. Hal inilah yang


(46)

mempersulit posisi orang miskin untuk mendapatkan kredit, bahkan sebaliknya ada kecenderungan akumulasi dana dikalangan bawah untuk ditarik keatas seperti yang dilakukan melalui berbagai bentuk tabungan oleh perbankan sekarang ini. Tabungan-tabungan itu sendiri cenderung memberikan tingkat bunga yang relatif sangat kecil (lebih kecil dari sertifikat Bank Indonesia) sehingga dapat dikatakan sebagai strategi perbankan untuk mendapatkan dana murah dari masyarakat untuk membiayai keperluan usaha konglomerasinya.

Agar bisa berhasil masyarakat miskin membutuhkan bantuan yang terorganisir untuk meningkatkan pendapatan dan produktivitas mereka. Tapi penyediaan bantuan seperti itu akan sangat mahal bagi lembaga yang juga membutuhkan percobaan untuk menentukan metode kerja dan mekanisme pelaksanaan yang cocok. Masyarakat miskin tidak akan bisa menanggung seluruh biaya yang berkaitan dengan penerapan dan pelaksanaan program-program tersebut. Keberhasilan replikasi bergantung pada adanya dana subsidi pada tahap awal dan yang terutama sekali pada kreatifitas dan komitmen pemimpinnya.

Apa yang dikatakan oleh Yunus (2006) telah dibuktikan dengan keberhasilan Grameen Bank bukan hanya menjadi sumber permodalan bagi kelompok miskin, tetapi berperan sebagai lembaga pendidikan, lembaga informasi dan lembaga kekerabatan dari para anggotanya. Grameen Bank (GB) bukan bank konvensional yang hanya berhubungan dengan nasabah terbatas dari aspek ekonomi, tetapi bersifat multidimensil dari segala aspek kehidupan kelompok miskin, serta memasukan unsur sosial budaya “Grameen Bank adalah loncatan budaya manusia yang meninggalkan


(47)

teori ekonomi klasik dan terbebas dari unsur politis”.

Grameen Bank menugaskan dirinya untuk terutama sekali memberikan pinjaman kepada yang paling miskin. Dan perempuan merupakan jumlah terbanyak dari kelompok yang terpinggirkan diantara yang paling miskin dari yang miskin. Pemberdayaan ekonomi perempuan memiliki dampak yang sangat besar terhadap terbentuknya keluarga yang stabil.

Sukirno, (2007) mengemukakan bahwa dua hal yang menyolok dari konsep perkreditan yang diprakarsai oleh Muhammad Yunus yaitu ; yang pertama sebagian besar pelanggannya adalah perempuan dan ; yang kedua misinya bukan bergerak dibidang keuangan saja, tetapi dari semua aspek kesejahteraan anggotanya. Grameen Bank merupakan satu-satunya bank di dunia ini yang mendorong pendidikan, kesehatan, keluarga berencana, sanitasi dan lingkungan yang bersih.

II.8 Pendekatan Sasaran Dan Konsep Perkreditan

Pendekatan program perkuatan sebagai program perkreditan adalah pemerataan pemilikan asset dalam rangka memperkuat potensi usaha kelompok Koperasi agar dapat meningkatkan produksi dan pendapatannya. Tujuan akhir (output) dari program ini adalah meningkatkan pendapatan Koperasi dan perluasan lapangan kerja dalam rangka menanggulangi masalah kemiskinan dan pengangguran. Sasaran program perkuatan terutama adalah kelompok mikro dan usaha kecil. Dari pendekatan dan dan sasaran program ini maka idealnya program perkuatan sebagai bentuk kredit mikro yang titujuakan untuk kelompok masyarakat miskin harus memperhatikan karakteristik atau ciri-ciri dari kelompok tersebut dari aspek ekonomi dan sosial.


(48)

Menurut Hayami dan Kikuchi dalam Syarif (2006) kelompok ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Berpendidikan rendah sehingga sulit untuk dapat memahami prosedur perkreditan dari perbankan yang relatif rumit.

2. Tidak memiliki harta atau kekayaan yang dapat dijadikan agunan sehingga tidak memenuhi syarat perbankan yang menerapkan prinsip kehati-hatian dengan konsep The Five C of Credit.

3. Keperluan kredit tidak hanya untuk biaya produksi, tetapi juga sebagaian sering digunakan untuk biaya konsumsi sebelum berproduksi.

4. Kegiatan usaha tradisional yang lebih didominansi penggunaan tenaga kerja (Labour intensive), sedangkan investasi dan modal kerja yang digunakan relative kecil, maka mereka masuk dapat dimasukan dalam kelompok usaha mikro dan atau usaha kecil.

5. Sebagian besar kegiatan Koperasi dapat dilaksanakan (perdagangan, industri kerajianan, penggalian, angkutan dan sektor informal) dalam waktu yang singkat sehingga turn over dari kegiatan usahanya sangat cepat (antara 1 sampai 7 hari Per satu kali putaran), kecuali untuk kegiatan di sektor pertanian. 6. Sangat tergantung pada kesempatan (opportunity) yang relatif sempit dengan

time lag yang relatif sempit.

7. Margin yang diperoleh dibandingkan dengan modal yang digunakan relatif besar, yang bervariasi (di Indonesia antara 3,8-87,6 % per bulan) tergantung pada jenis kegiatan yang diusahakan.

8. Solidaritas dalam kelompok relatif besar.

Oleh karena program-program kredit mikro yang dilaksanakan oleh pemerintah pada umumnya ditujukan untuk masyarakat miskin dengan ciri-ciri seperti disebutkan di atas, maka idealnya program-program perkreditan tersebut memiliki prinsip dasar sebagai berikut :

a. Tidak menggunakan agunan, atau agunan dapat digantikan dengan social capital yang ada dikalangan kelompok itu sendiri, seperti yang digunakan dalam konsep perkreditan Grameen Bank di Bangladesh,

b. Prosedur peminjaman dibuat sesederhana mungkin agar lebih mudah dipahami, c. Penggunaan kredit tidak dibatasi pada satu atau beberapa jenis kegiatan uasaha


(49)

beragam,

d. Waktu proses pengajuan kredit sampai pencairan kreditnya singkat (cepat), e. Jumlah yang diberikan sesuai atau mencukupi dan,

f. Tingkat bunga diperhitungkan berdasarkan jenis sektor kegiatan yang dilaksanakan karena setiap sektor kegiatan usaha memiliki besar margin yang berbeda. Untuk menghindari terjadinya manipulasi kredit oleh kelompok pelaksana maupun kelompok lain yang ingin mengambil kesempatan dari adanya subsidi bunga, maka subsidi bunga harus ditiadakan atau tingkat bunga minimal adalah sama dengan bunga Bank komersial.

Dengan memperhatikan berbagai program perkreditan bagi kelompok Koperasi yang telah dilaksanakan di Indonesia sejak era orde baru yang lalu, nampaknya kelima prinsip dasar kredit untuk kelompok miskin seperti disebutkan di atas hampir tidak pernah ada. Kalaupun ada, hanya satu prinsip saja yang sering digunakan yaitu tidak menggunakan agunan. Sebagai kompensasi dari tidak disyaratkannya agunan maka dibuat prosedur perkreditan yang sangat tertutup, sehingga sangat menyulitkan bagi Koperasi dan menyebabkan biaya kredit menjadi tinggi, tetapi membuka peluang terjadinya manipulasi dana ditingkat penyalur. Dalam hal ini para perancang program kredit mikro masih terkungkung pada dogma bahwa kredit untuk orang miskin harus dengan bunga yang rendah. Pendapat ini sangat tidak realistis dan telah dibantah oleh puluhan pakar.

Terkait dengan dogma atau mitos bahwa kredit untuk orang miskin harus dengan bunga rendah atau bersubsidi, Gonzalaes dalam Syarif (2006) malah


(50)

merumuskan Hukum Besi perkreditan yang dinamakan The iron law of credit atau Hukum besi Gonzales. Disini Gonzales mengumpamakan bunga yang besar sebagai besi, sedangkan bunga ringan (bersubsidi) sebagai kapas. Hanya besi yang akan turun kebawah atau dikonsumsi oleh orang miskin, sedangkan kapas akan ditangkap di atas oleh orang tertentu, baik penyalur kredit maupun pihak-pihak lainnya.

Dalam hal bunga kredit ini Syarif (2006) mengatakan bahwa: bunga kredit tidak berpengaruh nyata terhadap effektifitas dan efisiensi penggunaan kredit, tetapi sangat besar pengaruhnya terhadap ketepatan sasaran pemberiann kredit (bunga yang rendah dapat menyebabkan salah sasaran). Sebaliknya biaya untuk mendapatkan kredit sampai dengan pengembaliannya (cost of credit), berpengaruh nyata (pemborosan) terhadap efektifitas dan efisiensi penggunaan kredit.Pada kredit-kredit bersubsidi, karena persyaratan yang sedemikian ketat menyebabkan cost of credit menjadi tinggi. Biaya yang tinggi ini harus ditanggung oleh peminjam, yang dalam hal ini adalah Koperasi, sehingga manfaat yang diperoleh menjadi berkurang. Bagaimana kesesuaian pola perkreditan dalam program perkuatan Koperasi yang telah dilaksanakan oleh Kementerian Negara Koperasi dan UKM dibandingkan dengan kriteria pola kredit mikro yang dikembangkan dari hasil penelitian dan yang telah dikemukakan oleh para ahli kredit mikro.


(51)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN III.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sumatera Utara. Kegiatan penelitian dari pengumpulan data hingga dengan penulisan laporan akhir dilaksanakan selama 4 (empat) bulan, dimulai sejak bulan Oktober 2008 sampai dengan Januari 2009.

III.2 Metode Penelitian III.2.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan survey yang dilakukan pada pegurus koperasi di Propinsi Sumatera Utara. Survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari populasi dengan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok dan secara umum menggunakan statistik (Singarimbun dan Effendy, 1995).

III.2.2 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif yaitu untuk mengetahui pengaruh Program Dinas Koperasi dan UKM Propinsi Sumatera Utara. Penelitian deskriptif kuantitatif meliputi pengumpulan data untuk diuji hipotesis atau untuk menjawab pertanyaan mengenai status terakhir dari subjek penelitian (Kuncoro, 2003).


(52)

III.2.3 Sifat Penelitian

Adapun sifat penelitian ini adalah deskriptif eksplanatory, yaitu penelitian yang bermaksud menjelaskan kedudukan variabel-variabel yang diteliti serta hubungan antara satu variabel dengan variabel lain. (Sugiono, 2006).

III.3 Populasi dan Sampel

Populasi dari penelitian ini adalah 450 Unit Koperasi berkualitas (Data Juni 2007, Dinas koperasi dan Usaha Kecil Menengah Provinsi Sumatera Utara) yang menerima bantuan perkuatan. Jumlah bantuan perkuatan yang diberikan bervariasi sesuai dengan program kerja koperasi tersebut. Penentuan jumlah sampel pada penelitian ini digunakan dengan menggunakan rumus Slovin sebagai berikut:

( )

2 1 N e

N n

+ = Keterangan:

n : Jumlah Sampel N : Jumlah populasi e : Tingkat Kesalahan

Maka dalam penelitian ini, jumlah sampel yang ditetapkan dengan nilai kritis sebesar 10% dari jumlah populasi 450 orang adalah sebagai berikut:

(

)

81 ,82 82

10 , 0 450 1

450

2 = ≈

+ =

n


(53)

III.4 Metode Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini maka instrumennya adalah sebagai berikut :

a. Wawancara (interview)

Wawancara (interview) yaitu melakukan tanya jawab langsung dengan Pengurus Koperasi mengenai bantuan perkuatan modal dan sarana yang diberikan dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah.

b. Daftar pertanyaan (questionaire) yaitu pertanyaan-pertanyaan yang disusun oleh peneliti dengan menyediakan lima pilihan jawaban. Selanjutnya daftar pertanyaan diberikan kepada pengurus koperasi yang menjadi responden penelitian, untuk memilih salah satu jawaban kemudian memberikan penjelasan singkat mengapa memilih jawaban tersebut

c. Studi Dokumentasi yang dilaksanakan dengan mengumpulkan dan mempelajari data tertulis seperti dokumen data koperasi, peraturan pemerintah dan undang-undang tentang koperasi.

III.5 Jenis Dan Sumber Data

Jenis dan sumber data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah :

a. Data Primer yang diperoleh langsung dari hasil wawancara dan melalui penyebaran daftar pertanyaan kepada responden (pengurus koperasi) di Provinsi Sumatera Utara.


(54)

b. Data Sekunder yang diperoleh melalui dokumen-doumen dari Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sumatera Utara.

III.6 Hipotesis Pertama

Hipotesis pertama dalam penelitian ini yaitu: bantuan perkuatan modal dan bantuan perkuatan sarana berpengaruh terhadap perkembangan koperasi di Provinsi Sumatera Utara.

III.6.1 Identifikasi Variabel Penelitian Hipotesis Pertama

Pada hipotesis pertama, terdapat dua variabel bebas (independent variable) yang digunakan, yaitu Bantuan perkuatan modal sebagai variabel bebas pertama(X1),

Bantuan perkuatan sarana sebagai variabel bebas kedua (X2), dan satu variabel terikat

(dependent variabel), yaituperkembangan koperasi (Y).

III.6.2 Definisi Operasional Variabel Penelitian Hipotesis Pertama

Definisi operasional dari variabel-variabel hipotesis pertama adalah sebagai berikut:

1. Bantuan Perkuatan Modal (X1), adalah program dari Dinas Koperasi dan UKM

Provinsi Sumatera Utara berupa bantuan modal untuk perkembangan usaha koperasi.

2. Bantuan Perkuatan Sarana (X2), adalah program dari Dinas Koperasi dan UKM


(55)

usaha koperasi.

3. Perkembangan Koperasi (Y), adalah meningkatnya kinerja koperasi setelah mendapatkan bantuan perkuatan modal dan sarana.

Definisi operasional variabel hipotesis pertama dapat diliihat pada Tabel III.1. Tabel III.1Definisi Operasional Variabel Hipotesis Pertama

No Variabel Definisi Operasional Indikator

Pengu-kuran

(1) (2) (3) (4) (5)

1. Bantuan Perkuatan Modal (X1)

1. Prosedur untuk mendapatkan bantuan perkuatan modal

Likert Program dari Dinas

Koperasi dan UKM Provinsi Sumatera Utara berupa

bantuan modal untuk perkembangan usaha koperasi

2. Jumlah bantuan modal yang diterima

3. Tingkat suku bunga

pinjaman 4. Sistem pengembalian pinjaman 5. Tingkat Kepercayaan lembaga keuangan dalam memberikan pinjaman 2 Bantuan Perkuatan Sarana (X2)

1. Prosedur untuk mendapatkan bantuan perkuatan sarana.

Likert Program dari Dinas

Koperasi dan UKM Provinsi Sumatera Utara berupa bantuan sarana pendukung untuk perkembangan usaha koperasi

2. Pelatihan tenaga kerja

3. Bantuan teknologi

produksi

4. Bantuan teknologi

administrasi


(56)

No Variabel Definisi Operasional Indikator Pengu-kuran Lanjutan Tabel III.1.

perkuatan 3.

Perkembang an Koperasi (Y)

1. Modal Likert

2. Produksi

3. Omset

Meningkatnya kinerja koperasi setelah mendapatkan bantuan perkuatan modal dan sarana

4. Laba

5. Skill Tenaga Kerja

III.6.3 Model Analisis Data Hipotesis Pertama Hipotesis pertama dalam penelitian ini, yaitu :

H0 : b1, b2, = 0 (Bantuan perkuatan modal dan bantuan perkuatan sarana koperasi

tidak berpengaruh terhadap perkembangan koperasi di Provinsi Sumatera Utara).

Ha : b1, b2, ≠0 (Bantuan perkuatan modal dan bantuan perkuatan sarana koperasi

berpengaruh terhadap perkembangan koperasi di Provinsi Sumatera Utara).

Alat uji statistik yang dipergunakan untuk menganalisis hipotesis pertama dalam penelitian ini adalah Analisis Regresi Linier Berganda (Multiple Regression Analysis) untuk menguji variabel bebas (bantuan perkuatan modal dan bantuan


(57)

perkuatan sarana) terhadap variabel terikat (perkembangan usaha koperasi). Analisis regresi linier berganda dipergunakan dalam penelitian ini karena variabel terikat yang dicari dipengaruhi oleh lebih dari satu variabel bebas atau variabel penjelas.

Model persamaan regresi linier berganda: Y = b0+b1X1+ b2X2+e

di mana: Y = Perkembangan Koperasi

b0 = intersep atau konstanta

b1, b2, = koefisien regresi variabel X

X1 = Bantuan Perkuatan Modal

X2 = Bantuan Perkuatan Sarana

e = error atau disturbance

Pengujian hipotesis sebagai berikut: 1. Uji Simultan (uji-F)

Uji F dilakukan untuk melihat secara bersama-sama apakah ada pengaruh dari variabel bebas (X1 danX2) yaituprogram bantuan perkuatan dan bantuan perkuatan

sarana terhadap perkembangan koperasi yang merupakan variabel terikat. Model hipotesis yang digunakan dalam uji F ini adalah:

H0 : b1, b2, = 0 (Bantuan perkuatan modal dan bantuan perkuatan sarana koperasi

secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap perkembangan koperasi di Provinsi Sumatera Utara).


(58)

secara bersama-sama berpengaruh terhadap perkembangan koperasi di Provinsi Sumatera Utara).

Nilai Fhitung akan dibandingkan dengan nilai Ftabel dengan kriteria pengambilan

keputusan yaitu:

H0 diterima jika Fhitung < Ftabel pada = 5%.

H0 ditolak (Ha diterima) jika Fhitung > Ftabel pada = 5%.

2. Uji t (Uji Secara Parsial)

Uji t bertujuan untuk melihat secara parsial apakah ada pengaruh dari variabel bebas, Bantuan Perkuatan Modal (X1) dan Bantuan Perkuatan Sarana (X2), terhadap

variabel Perkembangan Koperasi (Y).

H0 : bi = 0 (Bantuan perkuatan modal dan bantuan perkuatan sarana secara

parsial tidak berpengaruh terhadap perkembangan koperasi).

Ha : bi ≠ 0 (Bantuan perkuatan modal dan bantuan perkuatan sarana secara

parsial berpengaruh terhadap perkembangan koperasi)

Nilai thitung dibandingkan dengan nilai ttabel. Kriteria pengambilan keputusan:

H0 diterima jika -thitung ≤ thitung≤ ttabel pada = 5%.

H0 ditolak (Ha diterima) jika thitung < -ttabel atau thitung > ttabel pada = 5%.

III.7 Hipotesis Kedua

Hipotesis kedua dalam penelitian ini: kelembagaan koperasi, informasi program bantuan perkuatan modal dan jumlah bantuan yang tersedia merupakan


(59)

faktor yang mempengaruhi program bantuan perkuatan modal.

III.7.1 Identifikasi Variabel Penelitian Hipotesis Kedua

Pada hipotesis kedua terdapat empat variabel yaitu kelembagaan koperasi (X1), informasi program bantuan perkuatan modal (X2), bantuan yang tersedia (X3)

sebagai variabel bebas(independent variable) dan program bantuan perkuatan modal (Y) sebagai variabel terikat (dependent variable).

III.7.2 Definisi Operasional Variabel Penelitian Hipotesis Kedua

Definisi operasional dari variabel-variabel yang digunakan dalam hipotesis kedua adalah sebagai berikut:

1. Kelembagaan koperasi (X1), adalah kemampuan koperasi menerapkan sistem

manajemen administrasi koperasi.

2. Informasi program bantuan perkuatan modal (X2), adalah informasi tentang

keberadaan program bantuan perkuatan modal yang dapat diakses di berbagai media.

3. Bantuan yang tersedia(X3), adalah jumlah bantuan modal yang disediakan untuk

membantu perkembangan koperasi.

4. Program Bantuan Perkuatan Modal (Y), adalah keberhasilan program bantuan perkuatan melalui kegiatan yang sudah terealisasi.


(60)

Definisi operasional variabel hipotesis pertama dapat diliihat pada tabel III.2. Tabel III.2 Definisi Operasional Variabel Hipotesis Kedua

No Variabel Definisi Operasional Indikator

Pengu-kuran

(1) (2) (3) (4) (5)

1. Kelembagaan koperasi (X1)

1. Kemamapuan koperasi dalam melaksanakan RAT Likert Kemampuan koperasi menerapkan sistem manajemen administrasi koperasi 2. Kemampuan koperasi dalam melakukan pembukuan keuangan koperasi 2 Informasi program bantuan perkuatan modal (X2)

1. Kemamapuan SDM koperasi dalam mengakses informasi Likert Informasi tentang keberadaan program bantuan perkuatan modal yang dapat diakses di berbagai media

2. Sosialisasi program dari dinas KUKM

3. Bantuan yang

tersedia (X3)

Jumlah bantuan modal yang disediakan untuk membantu perkembangan koperasi

1. Jumlah bantuan perkuatan modal Likert 2. Kesesuaian jumlah bantuan dengan kebutuhan koperasi

3. Program Bantuan Perkuatan Modal (Y) 1. Meningkatnya Modal koperasi Likert 2. Meningkatnya Omset koperasi Keberhasilan program bantuan perkuatan melalui kegiatan yang sudah terealisasi

3. Meningkatnya Laba koperasi


(1)

program bantuan perkuatan sarana dimana nilai koefisien faktor spesifikasi sarana yang disediakan adalah 0,363. Artinya dengan meningkatkan ketersediaan bantuan perkuatan sarana (kesesuaian jenis bantuan dengan kebutuhan dan kesesuaian jenis bantuan dengan skill tenaga kerja koperasi) akan meningkatkan keberhasilan program bantuan perkuatan sarana yang dilaksanakan oleh Dinas Koperasi dan UKM Propinsi Sumatera Utara.

Hal ini sejalan dengan pernyataan dari Budhiretnowati (2008), bahwa: kurangnya lembaga pendukung pemberdayaan UMKM terutama lembaga penelitian dan pemasaran, diduga menjadi penyebab rendahnya pertumbuhan jumlah UMKM. Sarana usaha yang dimiliki UMKM relatif kurang, kekurangan ini terkait langsung dengan rata-rata pemilikian modal UKM yang relatif rendah.

Berdasarkan hasil regresi data primer yang telah diolah dengan menggunakan program SPSS versi 12, diperoleh hasil regresi linier berganda pada Tabel IV.15.

Tabel IV.15 Hasil Regresi Linier Berganda Hipotesis Ketiga Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients t Sig.

Collinearity Statistics

B

Std.

Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 4.849 .782 6.197 .000

X1 .296 .137 .241 2.150 .035 .505 1.981

X 2 .279 .086 .285 3.237 .002 .821 1.218

X 3 .363 .108 .359 3.350 .001 .555 1.802

a Dependent Variable: Y

Sumber: Hasil Penelitian, 2008 (Data diolah)


(2)

Pada persamaan tersebut dapat dilihat bahwa kelembagaan koperasi (X1), informasi program bantuan perkuatan sarana (X2) dan spesifikasi sarana yang disediakan (X3) mempunyai pengaruh atau kemampuan untuk mempengaruhi berhasil tidaknya program bantuan perkuatan sarana (Y). Semua variabel bebas memilki koefisien regresi positif terhadap program bantuan perkuatan sarana, dan masing-masing mempunyai kontribusi terhadap perubahan naik atau turunnya variabel terikat.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan antara lain:

1. Hasil pengujian hipotesis pertama secara simultan diperoleh bahwa Bantuan Perkuatan Modal dan Bantuan Perkuatan Sarana secara bersama-sama berpengaruh highly signifikan (α=0.05) terhadap perkembangan usaha koperasi di Provinsi Sumatera Utara, dan secara parsial, bantuan perkuatan modal merupakan variabel yang dominan berpengaruh terhadap perkembangan usaha koperasi, yang berarti bahwa Bantuan Perkuatan Modal sangat menentukan perkembangan usaha koperasi di Provinsi Sumatera Utara.

2. Hasil pengujian hipotesis kedua secara simultan diperoleh bahwa kelembagaan koperasi, informasi program bantuan perkuatan modal dan bantuan yang tersedia secara bersama-sama berpengaruh highly signifikan (α=0.05) terhadap Program Bantuan Perkuatan Modal yang dilaksanakan oleh Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sumatera Utara, dan secara parsial, kelembagaan koperasi merupakan variabel yang dominan berpengaruh terhadap program Bantuan Perkuatan Modal, yang berarti bahwa kelembagaan koperasi sangat menentukan berhasil


(4)

3. Hasil pengujian hipotesis ketiga secara simultan diperoleh bahwa kelembagaan koperasi, informasi program bantuan perkuatan sarana dan spesifikasi bantuan sarana yang disediakan secara bersama-sama berpengaruh high signifikan (α=0.05) terhadap Program Bantuan Perkuatan Sarana yang dilaksanakan oleh Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sumatera Utara, dan secara parsial, spesifikasi bantuan sarana yang disediakan merupakan variabel yang dominan berpengaruh terhadap program Bantuan Perkuatan Sarana, yang berarti bahwa spesifikasi bantuan sarana yang disediakan sangat menentukan berhasil tidaknya Program Bantuan Perkuatan Modal.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan tersebut maka disarankan bagi Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Provinsi Sumatera Utara untuk:

1. Meningkatkan jumlah bantuan perkuatan modal dan lebih mempermudah akses koperasi untuk mendapatkan pinjaman modal dan merumuskan kembali prosedur dan persyaratan untuk mendapatkan bantuan perkuatan modal bagi koperasi dan Mensosialisasikan kepada masyarakat.

2. Pembinaan terhadap kelembagaan koperasi lebih ditingkatkan oleh Dinas Koperasi dan UKM Provinsi maupun Kabupaten/Kota dengan melakukan penyuluhan tentang jati diri koperasi.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Bank Indonesia, 2006, Annual Report Bank Indonesia 2006, Bank Indonesia, Jakarta. Dinas Koperasi dan UKM, 2006, Kajian Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Perkembangan Usaha UKM di Provinsi Sumatera Utara, Jurnal Pengkajian Koperasi dan UKM Nomor 1 Tahun I-2006, Jakarta.

Joesran, TH, 2005, Manajemen Strategik, Graha Ilmu, Yogyakarta.

Kementerian Negara Koperasi dan UKM RI, 2006, Kajian Pemanfaatan Bantuan Perkuatan, Deputi Pengkajian Sumberdaya UKM dan Koperasi. Kementerian Negara Koperasi dan UKM RI, Jakarta.

Kementerian Negara Koperasi dan UKM RI, 2006, Kajian Evaluasi Program Bantuan Perkuatan, Deputi Pengkajian Sumberdaya UKM dan Koperasi. Kementerian Negara Koperasi dan UKM RI, Jakarta.

Kuncoro, Mudrajat 2007. “Catatan Tentang Sektor Industri & UKM 10 tahun Pasca Krisis” Makalah Seminar PSAK.

Kusnadi dan Hendar, 2005, Ekonomi Koperasi, Edisi Kedua, LP-FEUI, Jakarta. Manurung, 2000, Perkoperasian Di Indonesia: Masalah, Peluang dan Tantangannya

di Masa Depan. Economics e-Journal, 28 Januari 2000.

Noer, Ahmad, 2005, Statistik Deskriptif dan Profitabilitas, BPFE, Yogyakarta.

Panggabean, Riana, 2008, Kerjasama Bank, Koperasi Dan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) mendukung Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah (UMKM), Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Negara Koperasi dan UKM, Jakarta.

Prawirokusumo Soeharto, 2001, Ekonomi Rakyat (Konsep, Kebijakan dan Strategi), BPFE, Yogyakarta.

Panggabean Riana, 20087, Kerjasama Bank, Koperasi dan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Mendukung Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Sukirno, Sadono, 2007, Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah dan dAsar


(6)

Salim Sutaryo, 2000, Permodalan Koperasi, Masalah, Tantangan dan Peluang Menghadapi Era Persaingan Global, Lokakarya Ikopin, Jakarta.

Santoso, Singgih, (2001), Buku Latihan SPSS Statistik Non Parametrik, Penerbit PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, 2001.

Singarimbun M, Sufyan Effendi,1995. Metode Penelitian Survei, LPES Jakarta.

Subyakto (1996) Subyakto, 1996. “Mutu Layanan dalam Perilaku Organisasi Koperasi”. http://ln.doubleclick.net

Sugiono, (2003), Metode Penelitian Bisnis, CV, Alfabeta, Bandung, 2003.

Syarif, 2002, Mengenal bank dan Lembaga Keuangan Non Bank. Djambatan, Jakarta:,

Yunus, (2006), “The Aspects of Technological Development in Supporting the Promotion of Small Medium Enterprises,” A Paper Presented in UMKM-Unhas Seminar, Malaysian National University (UMKM), dan Diskusi Terfokus, ISEI, “Pembangunan Pertanian dan Perikanan Sebagai Basis Pengembangan Ekonomi Kawasan Timur Indonesia,” 12-13 April 2006, Hotel Sahid, Makassar.

Sumber Lain:

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil Undang-Undang Nomor . 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil

Undang-undang Nomor. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Inpres No. 18 Tahun 1998 tentang Peningkatan Pembinaan dan Pengembangan

Perkoperasian

Inpres No 4 tahun 1984 tentang Pembinaan dan Pengembangan KUD

Inpres No. 18 Tahun 1998 tentang Peningkatan Pembinaan dan Pengembangan Perkoperasian.

Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2005 Tentang Pembinaan Koperasi dan UKM www.bainfokomsumut.go.id.