Peningkatan kinerja pertumbuhan dan daya tahan tubuh ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) melalui penambahan selenium dalam pakan

(1)

PENINGKATAN KINERJA PERTUMBUHAN DAN DAYA

TAHAN TUBUH IKAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis)

MELALUI PENAMBAHAN SELENIUM DALAM PAKAN

MUHAIMIN HAMZAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Peningkatan Kinerja Pertumbuhan dan Daya Tahan Tubuh Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis) melalui Penambahan Selenium dalam Pakan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Februari 2013

Muhaimin Hamzah NRP. C161090021


(4)

(5)

ABSTRACT

MUHAIMIN HAMZAH. The Growth Performance and Viability Enhancement of Humpback Grouper (Cromileptes altivelis) Fed on Selenium Supplementation. Under direction of M. AGUS SUPRAYUDI, NUR BAMBANG PRIYO UTOMO, and WASMEN MANALU.

This study was conducted to evaluate the effects of different levels and sources of selenium (Se) on the growth performance and viability of juvenile humpback grouper (Cromileptes altivelis). The experiments were arranged and conducted in four stages. The first experiment was conducted to compare the digestibility of dietary Se from sodium selenite and selenometionin. Two groups of grouper were given the experimental diets for 14 days. The result of this experiment showed that selenometionin was more digestible (68,68%) than sodium selenite (60,36%). In experiment 2, two different sources of Se at varying concentrations were added to the basal diet (sodium selenite at 0,5; 1; 2; and 4 mg Se/kg diet, and selenometionin at 1; 2; and 4 mg Se/kg diet, respectively). Another treatment was unsupplemented Se. Of the treatments, selenometionin supplementation with dose of 4 mg Se/kg diet showed a better performance than other diets. The addition of sodium selenite with dose of 0,5 mg Se/kg diet showed a toxic effects. In experiment 3, pelleted diets with 0; 0,025; 0,05; 0,1; 0,2; and 0,4 mg Se/kg diet from sodium selenite were used to fed triplicate groups of fish twice a day at satiation (mean initial length and weight: 5,83+0,28 cm and 3,47+0,43 g, respectively) in a 90x40x35 cm aquaria. The experimental fish were reared for 42 days at a density of 15 ind./aquarium. At the end of the experiment, fish were dipped in fresh water for 10 minutes and no aeration was added. The addition of sodium selenite with dose of 0,05 mg Se/kg diet enhanced growth performance and viability of juvenile humpback grouper. The last experiment was conducted to evaluate the effects of different levels of selenometionin on the growth and viability of juvenile humpback grouper. In this experiment, pelleted diets with 0; 4; and 16 mg Se/kg diet from selenometionin were used to fed triplicate groups of fish twice a day at satiation. The experimental fish were reared for 42 days at a density of 15 ind./aquarium. At the end of the rearing period, fish were transported for 13 hours and then reared again for 20 days. At the second week of the continued rearing period, fish were dipped in fresh water for 10 minutes and no aeration was added. The studies showed that the addition of selenometionin at a concentration of 4 mg Se/kg diet enhanced growth performance and viability of juvenile humpback grouper.


(6)

(7)

RINGKASAN

MUHAIMIN HAMZAH. Peningkatan Kinerja Pertumbuhan dan Daya Tahan Tubuh Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis) melalui Penambahan Selenium dalam Pakan. Dibimbing oleh M. AGUS SUPRAYUDI, NUR BAMBANG PRIYO UTOMO, dan WASMEN MANALU.

Ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) merupakan spesies ikan laut yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan berpotensi untuk dikembangkan. Namun, budi daya kerapu bebek masih menyisakan masalah, di antaranya pertumbuhannya yang lebih lambat dibandingkan dengan jenis kerapu lain. Selain itu, dalam pemeliharaan di karamba jaring apung, ikan mudah mengalami stres akibat perubahan kondisi lingkungan dan penanganan yang kurang baik, yang berakibat pada rentannya ikan terserang penyakit, bahkan mengalami kematian.

Lambatnya pertumbuhan dan rendahnya kelangsungan hidup ikan dapat disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan nutrisi ataupun ketidakmampuan ikan untuk memanfaatkan materi dan energi yang ada dalam pakan. Komponen pakan yang secara langsung maupun tidak langsung berkontribusi pada pertumbuhan adalah protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral. Kajian tentang kebutuhan nutrisi ikan kerapu bebek saat ini masih terbatas pada makronutrien, sedangkan informasi tentang kebutuhan mikronutrien, terutama mineral, masih sangat terbatas.

Mineral, termasuk di dalamnya trace element, merupakan bahan-bahan anorganik yang mempunyai fungsi fisiologis penting bagi tubuh. Selenium (Se) adalah salah satu mikromineral penting bagi pertumbuhan dan kesehatan organisme. Selenium ditemukan menjadi bagian integral dari enzim glutation peroksidase. Glutation peroksidase (GPx) mengkatalisis reaksi-reaksi penting untuk konversi hidrogen peroksida dan asam lemak hidroperoksida menjadi air dan asam lemak alkohol dengan menggunakan glutation tereduksi, yang dengan demikian melindungi membran sel dari kerusakan oksidatif. Fungsi penting lain mineral Se adalah peran sertanya dalam metabolisme hormon tiroid. Iodotironin deiodinase (ID) adalah suatu selenoenzim yang mengkatalisis produksi bentuk

aktif hormon tiroid (3,5,3‟-triiodtironin, T3) dari tiroksin (T4).

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jumlah penambahan Se optimal yang mampu meningkatkan kinerja pertumbuhan dan daya tahan tubuh, serta membandingkan penggunaan Se anorganik (sodium selenite) dan Se organik (selenometionin) dalam pakan juvenil ikan kerapu bebek. Penelitian didesain dalam 4 seri percobaan yaitu : (1) Uji kecernaan Se; (2) Penentuan dosis optimal dan sumber Se terbaik; (3) Kinerja pertumbuhan dan daya tahan tubuh ikan yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda; dan (4) Uji ketahanan tubuh terhadap berbagai stressor lingkungan.

Percobaan I bertujuan untuk membandingkan kecernaan Se dari dua sumber yang berbeda, yaitu Se anorganik (sodium selenite) dan Se organik (selenometionin). Hewan uji yang digunakan adalah juvenil berapu bebek yang dipelihara pada akuarium berukuran 90x40x35 cm dengan sistem resirkulasi. Media percobaan adalah air laut bersalinitas 30-31 ppt dan suhu 28-29oC. Pakan uji adalah pakan buatan berbentuk pelet yang ditambahkan dengan indikator


(8)

(Cr2O3) sebanyak 0,5%. Pemeliharaan ikan dilakukan selama 14 hari dengan pemberian pakan 2 kali sehari. Pengumpulan feses dilakukan pada pagi dan sore hari selama percobaan. Feses yang terkumpul kemudian dikeringkan dan diukur kadar Cr2O3 dan Se-nya. Hal yang sama dilakukan pada pakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecernaan dan penyerapan Se yang berasal dari selenometionin lebih tinggi dibandingkan dengan sodium selenite.

Pada percobaan II, hewan uji yang digunakan adalah juvenil kerapu bebek berukuran panjang rata-rata 6,39+0,41 cm dan bobot rata-rata 4,49+0,65 g. Ikan berjumlah 12 ekor dipelihara di akuarium berukuran 90x40x35 cm dengan sistem resirkulasi. Media percobaan adalah air laut bersalinitas 30-31 ppt dan suhu 28-29oC. Percobaan didesain menggunakan rancangan acak lengkap dengan delapan perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan yang diujikan adalah tanpa penambahan Se, 4 tingkatan dosis sodium selenite (0,5, 1, 2, dan 4 mg Se/kg pakan), dan 3 tingkatan dosis selenometionin (1, 2, dan 4 mg Se/kg pakan). Selama pemeliharaan, ikan diberi pakan secara at satiation frekuensi dua kali sehari (pagi dan sore). Pemeliharaan ikan dilakukan selama 40 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian selenometionin lebih baik dibandingkan dengan sodium selenite. Pada penambahan sodium selenite, tingkat kelangsungan hidup makin menurun dengan makin meningkatnya kadar Se di pakan, dan penambahan 0,5 mg Se/kg pakan adalah dosis yang sudah menyebabkan keracunan. Hasil pengujian histopatologi menunjukkan adanya kerusakan pada organ hati, ginjal, dan usus pada ikan yang diberi sodium selenite dosis 0,5–4 mg Se/kg pakan. Sebaliknya, penambahan selenometionin sampai dengan 4 mg Se/kg pakan belum menunjukkan tanda-tanda keracunan pada ikan, dengan tingkat kelangsungan hidup 86,11–97,22%. Berdasarkan nilai efisiensi pakan, retensi protein, retensi lemak, dan retensi Se terlihat bahwa penambahan selenometionin dosis 4 mg Se/kg pakan adalah perlakuan terbaik.

Percobaan III bertujuan untuk menentukan jumlah penambahan Se anorganik (sodium selenite) yang mampu meningkatkan kinerja pertumbuhan dan daya tahan tubuh juvenil kerapu bebek pada cekaman kondisi lingkungan. Percobaan didesain menggunakan rancangan acak lengkap dengan enam perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan yang diujikan adalah penambahan sodium selenite pada berbagai tingkat dosis (0, 0,025, 0,05, 0,1, 0,2, dan 0,4 mg Se/kg pakan). Juvenil kerapu bebek berukuran panjang rata-rata 5,83+0,28 cm dan bobot rata-rata 3,47+0,43 g dipelihara dalam akuarium berukuran 90x40x35 cm dan diberi pakan buatan berbentuk pellet frekuensi dua kali sehari (pagi dan sore) secara at satiation. Media percobaan adalah air laut bersalinitas 30-31 ppt dan suhu 28-29oC. Ikan dipelihara selama 42 hari dengan kepadatan 15 ekor setiap akuarium. Pada akhir pemeliharaan, ikan direndam di dalam air tawar selama 10 menit tanpa aerasi untuk mengetahui respons stres. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan harian, konsumsi pakan, efisiensi pakan, retensi protein, aktivitas enzim GPx hati, dan semua parameter gambaran darah tidak dipengaruhi oleh pakan uji. Sebaliknya, penambahan Se memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada retensi lemak, rasio RNA/DNA, aktivitas enzim GPx plasma, dan rasio T3/T4. Penambahan sodium selenite dosis 0,05 mg Se/kg pakan mampu meningkatkan kinerja pertumbuhan dan daya tahan tubuh juvenil kerapu bebek.


(9)

Percobaan IV bertujuan untuk menguji ketahanan tubuh juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin dosis berbeda. Stressor yang digunakan adalah uji transportasi (simulasi) dan uji perendaman di air tawar. Percobaan didesain menggunakan rancangan acak lengkap dengan tiga perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan yang diujikan adalah tanpa penambahan Se, penambahan selenometionin dosis 4 mg Se/kg pakan (Se optimal), dan penambahan 16 mg Se/kg pakan (Se berlebih). Hewan uji yang digunakan adalah juvenil kerapu bebek berukuran panjang rata 5,68+0,73 cm dan bobot rata-rata 3,43+0,46 g. Ikan uji dipelihara selama 42 hari pada akuarium berukuran 90x40x35 cm dengan kepadatan 15 ekor/wadah. Media percobaan adalah air laut bersalinitas 30-31 ppt dan suhu 28-29oC. Selama pemeliharaan, ikan diberi pakan buatan berbentuk pellet sesuai perlakuan dengan frekuensi dua kali sehari (pagi dan sore) secara at satiation. Pada akhir pemeliharaan, ikan uji ditransportasikan selama 13 jam dan kemudian dipelihara kembali selama 20 hari. Pada minggu kedua pemeliharaan lanjutan, dilakukan uji perendaman di air tawar selama 10 menit tanpa aerasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan yang diberi selenometionin dosis 4 dan 16 mg Se/kg pakan memiliki stres yang lebih rendah ketika uji transportasi dan uji perendaman di air tawar dibandingkan dengan kelompok ikan tanpa penambahan Se. Pertumbuhan ikan juga menunjukkan hal yang sama pada saat pemeliharaan lanjutan. Secara umum terlihat bahwa penambahan selenometionin dosis 4 mg Se/kg pakan meningkatkan kinerja pertumbuhan dan daya tahan tubuh juvenil ikan kerapu bebek.

Kata kunci: selenium, pertumbuhan, daya tahan tubuh, Cromileptes altivelis, kerapu


(10)

(11)

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2013

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa seizin IPB.


(12)

(13)

PENINGKATAN KINERJA PERTUMBUHAN DAN DAYA

TAHAN TUBUH IKAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis)

MELALUI PENAMBAHAN SELENIUM DALAM PAKAN

MUHAIMIN HAMZAH

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Akuakultur

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013


(14)

Penguji pada Ujian Tertutup:

1. Dr.Ir. Mia Setiawati, M.Si.

Staf Pengajar Departemen Budi Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB

2. Dr.Ir. Zafril Imran Azwar, M.Sc.

Peneliti pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budi Daya, Kementerian Kelautan dan Perikanan RI

Penguji pada Ujian Terbuka:

1. Prof.Dr.Ir. M. Zairin Junior, M.Sc.

Guru Besar Departemen Budi Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB

2. Dr.Ir. Ophirtus Sumule, DEA.

Kabid Pengembangan Jaringan IPTEK Pusat dan Daerah Kementerian Riset dan Teknologi RI


(15)

Judul Disertasi : Peningkatan Kinerja Pertumbuhan dan Daya Tahan Tubuh Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis) melalui Penambahan Selenium dalam Pakan

Nama : Muhaimin Hamzah

NRP : C161090021

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr.Ir. M. Agus Suprayudi, M.Si. Ketua

Dr.Ir. Nur Bambang Priyo Utomo, M.Si. Anggota

Prof. Wasmen Manalu, Ph.D. Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Akuakultur

Prof.Dr.Ir. Enang Harris, M.S.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr.Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.


(16)

(17)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2011 ini adalah nutrisi ikan, dengan judul Peningkatan Kinerja Pertumbuhan dan Daya Tahan Tubuh Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis) melalui Penambahan Selenium dalam Pakan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa disertasi ini tidak dapat selesai dengan baik tanpa bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu diucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. M. Agus Suprayudi, Bapak Dr. Nur Bambang Priyo Utomo, dan Bapak Prof. Wasmen Manalu, Ph.D selaku Komisi Pembimbing atas segala arahan dan ilmu yang telah diberikan selama penelitian dan penulisan disertasi.

2. Bapak Prof. Dr. M. Zairin Junior dan Bapak Dr. Ophirtus Sumule selaku penguji luar komisi pada Ujian Terbuka, atas segala saran dan masukan yang diberikan demi penyempurnaan disertasi.

3. Ibu Dr. Mia Setiawati dan Bapak Dr. Zafril Imran Azwar selaku penguji luar komisi pada Ujian Tertutup, atas segala saran dan masukan yang diberikan demi penyempurnaan disertasi.

4. Bapak Prof. Dr. Enang Harris selaku Ketua Program Studi Ilmu Akuakultur, Sekolah Pascasarjana IPB.

5. Rektor IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Dekan FPIK IPB, dan Ketua Departemen BDP FPIK IPB serta semua staf pengajar dan administrasi atas berkenannya saya diterima sebagai mahasiswa IPB, mendapatkan pelayanan, fasilitas pendidikan, pengajaran, dan kegiatan penelitian yang baik.

6. Rektor Universitas Haluoleo dan Dekan FPIK Universitas Haluoleo yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Program Doktor di IPB.


(18)

7. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia atas beasiswa BPPS yang telah diberikan. 8. Program Mitra Bahari Coremap II Tahun Anggaran 2011 atas beasiswa

bantuan penulisan Tesis/Disertasi.

9. PT Aneka Tambang Tbk. atas beasiswa pascasarjana Tahun 2012.

10.Kepala Balai Besar Pengembangan Budi Daya Laut Lampung atas bantuan benih kerapu bebek yang diberikan.

11.Kepala Pusat Studi Ilmu Kelautan (PSIK) Institut Pertanian Bogor yang telah memberi izin penggunaan fasilitas laboratorium.

12.Bapak Sumardi selaku teknisi lapangan di PSIK IPB di Ancol atas bantuan yang diberikan selama pemeliharaan ikan.

13.Para teknisi dan laboran yang telah membantu dalam analisis sampel. 14.Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Ilmu Akuakultur, Sekolah

Pascasarjana IPB, khususnya Program Doktor angkatan 2009, atas kebersamaan, diskusi, dan masukannya.

15.Rekan-rekan anggota forum WACANA Sulawesi Tenggara IPB atas kebersamaan dan bantuan yang selalu diberikan.

16.Seluruh keluarga besar Hamzah Sanifu dan Drs. La Usa, terutama istri saya tercinta Sari Dewi, SE, M.Si atas segala pengertian, kasih sayang, dan doanya yang selalu diberikan.

Akhirnya penulis berharap semoga disertasi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Bogor, Februari 2013

Muhaimin Hamzah


(19)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Raha, Kabupaten Muna, Provinsi Sulawesi Tenggara pada tanggal 15 Agustus 1975 sebagai anak kedua dari enam bersaudara pasangan Hamzah Sanifu (alm.) dan Hanifa Batoa. Penulis menikah dengan Sari Dewi, SE, M.Si pada tahun 2005. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, pada tahun 1994 dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun 2001, penulis melanjutkan pendidikan magister di Program Studi Ilmu Perairan, Program Pascasarjana IPB dan lulus pada tahun 2004. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada program studi Ilmu Akuakultur, Sekolah Pascasarjana IPB diperoleh pada tahun 2009. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari BPPS Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Haluoleo sejak tahun 2005.

Karya ilmiah berjudul „Pertumbuhan dan daya tahan tubuh juvenil ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) yang diberi pakan dengan penambahan

selenium dari sumber berbeda‟ telah disajikan pada Simposium Nasional

Bioteknologi Akuakultur IV Departemen Budidaya Perairan FPIK IPB pada tanggal 18 Oktober 2012. Artikel dengan judul „Pertumbuhan dan daya tahan tubuh juvenil ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) yang diberi suplemen

selenium anorganik dan organik‟ telah diterima untuk diterbitkan pada Jurnal

Akuakultur Indonesia Vol. 11 (2) Juli 2012. Artikel lain berjudul „Pertumbuhan

dan daya tahan tubuh juvenil ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) yang

diberi pakan dengan penambahan selenometionin‟ telah disetujui dan sementara

dalam proses penerbitan di Majalah Ilmiah Agriplus Vol. 22(3) September 2012. Karya-karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari disertasi penulis.


(20)

(21)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL……….……… xxv

DAFTAR GAMBAR ……… xxvi

DAFTAR LAMPIRAN……… xxix

I. PENDAHULUAN………...……… 1

1.1 Latar belakang ……….……… 1

1.2 Perumusan masalah ……….……… 3

1.3 Kerangka pemikiran ……… 4

1.4 Tujuan dan manfaat ……… 5

1.5 Hipotesis ……….……… 5

1.6 Kebaruan ……….……… 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ………..……… 7

2.1 Kebutuhan nutrisi ikan kerapu bebek (C. altivelis) ……… 7

2.2 Mineral selenium (Se) dan kebutuhannya ……….…….. 9

2.3 Metabolisme Se ………...……… 11

2.4 Fungsi Se ……….……… 14

2.5 Pertumbuhan ………...……… 15

2.6 Imunitas dan status Se ……….……… 16

2.7 Pengaruh Se pada pertumbuhan dan daya tahan tubuh ……...…… 17

2.8 Stres ……… 18

III. BAHAN DAN METODE……… 21

3.1 Uji kecernaan Se ……….……… 21

3.2 Penentuan dosis optimal dan sumber Se terbaik …….……… 23

3.3 Kinerja pertumbuhan dan daya tahan tubuh juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda ……… 25

3.4 Uji ketahanan tubuh terhadap berbagai stressor lingkungan …..… 27

3.5 Peubah yang diukur ……… 30

3.6 Analisis data ……… 33

3.6.1 Percobaan I ………..……… 33

3.6.2 Percobaan II ……… 33

3.6.3 Percobaan III ………...……… 33

3.6.4 Percobaan IV ………...……… 34

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………...……… 35

4.1 Hasil Percobaan I: Uji kecernaan Se …………...……… 35

4.2 Pembahasan Percobaan I: Uji kecernaan Se ………...……… 35

4.3 Hasil Percobaan II: Penentuan dosis optimal dan sumber Se terbaik ……….. 36

4.3.1 Kinerja pertumbuhan ………..……… 36


(22)

4.3.3 Gambaran darah ………..……… 40

4.3.4 Retensi Se ………...……… 43 4.4 Pembahasan Percobaan II: Penentuan dosis optimal dan sumber

Se terbaik ……….……… 43

4.4.1 Kinerja pertumbuhan ……..……… 43 4.4.2 Aktivitas enzim dan kadar hormon ….……… 50

4.4.3 Gambaran darah ………..……… 52

4.4.4 Retensi Se ………...……… 52 4.5 Hasil Percobaan III: Kinerja pertumbuhan dan daya tahan tubuh

juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda ……….……… 53

4.5.1 Kinerja pertumbuhan ………..……… 53 4.5.2 Aktivitas enzim dan kadar hormon ………...……….. 55 4.5.3 Gambaran darah ………...………... 57 4.5.4 Retensi Se dan distribusi Se di beberapa organ ………...…... 59

4.5.5Daya tahan tubuh ikan terhadap perubahan kondisi

lingkungan ………... 60

4.6 Pembahasan percobaan III: Kinerja pertumbuhan dan daya tahan tubuh juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda ….………... 62 4.6.1 Kinerja pertumbuhan ………..……… 62 4.6.2 Aktivitas enzim dan kadar hormon ………...……….. 64 4.6.3 Gambaran darah ………...………... 66 4.6.4 Retensi Se dan distribusi Se di beberapa organ …...………... 66

4.6.5Daya tahan tubuh ikan terhadap perubahan kondisi

lingkungan………. 68

4.7 Hasil Percobaaan IV: Uji ketahanan tubuh terhadap berbagai stressor lingkungan ……….………. 69 4.7.1 Kinerja pertumbuhan ………..……… 70 4.7.2 Aktivitas enzim dan kadar hormon ………...….. 72 4.7.3 Gambaran darah ………...………... 74 4.7.4 Retensi Se dan distribusi Se di beberapa organ ………...…... 75 4.7.5Daya tahan tubuh ikan terhadap perubahan kondisi

lingkungan……….……….. 76 4.8 Pembahasan Percobaan IV: Uji ketahanan tubuh terhadap

berbagai stressor lingkungan ………...… 79 4.8.1 Kinerja pertumbuhan ………..……… 79 4.8.2 Aktivitas enzim dan kadar hormon ………...……….. 82 4.8.3 Gambaran darah ………...…... 83 4.8.4 Retensi Se dan distribusi Se di beberapa organ …………... 84

4.8.5Daya tahan tubuh ikan terhadap perubahan kondisi lingkungan………... 85 4.9 Pembahasan umum ………..………... 88


(23)

V. SIMPULAN DAN SARAN………...……….. 97

5.1 Simpulan ………..………... 97

5.2 Saran ………..………. 97

DAFTAR PUSTAKA ………..………... 99


(24)

(25)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Komposisi pakan uji, hasil analisis proksimat, dan kadar Se pakan pada uji kecernaan Se ………...……… 22

2. Komposisi pakan uji, hasil analisis proksimat, dan kadar Se pakan dengan penambahan dosis dan sumber Se berbeda ……...……….. 23

3. Komposisi pakan uji, hasil analisis proksimat, dan kadar Se pakan dengan penambahan Se dalam bentuk sodium selenite dosis berbeda … 26

4. Komposisi pakan uji, hasil analisis proksimat, dan kadar Se pakan dengan penambahan Se dalam bentuk selenometionin dosis berbeda .... 28

5. Nilai koefisien kecernaan (Nda) dan kadar Se di darah pada dua sumber Se yang berbeda ………..……… 35

6. Tingkat kelangsungan hidup (TKH), laju pertumbuhan harian (LPH), konsumsi pakan (KP), efisiensi pakan (EP), retensi protein (RP), dan retensi lemak (RL) juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan dosis dan sumber Se berbeda ……….. 37

7. Kadar glikogen hati, glikogen otot, dan rasio RNA/DNA juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan dosis dan sumber

Se berbeda ………...………. 37

8. Aktivitas enzim GPx hati dan aktivitas enzim SOD hati juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan dosis dan sumber Se

berbeda ………. 38

9. Total eritrosit (TE), kadar hemoglobin (Hb), dan kadar hematokrit (Ht) juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan dosis dan sumber Se berbeda ………...……… 41

10. Jumlah limfosit, monosit, neutrofil, dan indeks fagositik (IP) juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan dosis dan sumber

Se berbeda ………...………. 42

11. Tingkat kelangsungan hidup (TKH), laju pertumbuhan harian (LPH), konsumsi pakan (KP), efisiensi pakan (EP), retensi protein (RP), retensi lemak (RL), dan rasio RNA/DNA juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda …...… 54 12. Total eritrosit (TE), kadar hemoglobin (Hb), dan kadar hematokrit (Ht)

juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda ………...……... 58


(26)

13. Jumlah limfosit, monosit, neutrofil, dan indeks fagositik (IP) juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite

dosis berbeda ………...……… 58

14. Tingkat kelangsungan hidup (TKH), laju pertumbuhan harian (LPH), konsumsi pakan (KP), dan efisiensi pakan (EP) juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin dosis berbeda pada pemeliharaan awal ………...………… 70

15. Tingkat kelangsungan hidup (TKH), laju pertumbuhan harian (LPH), konsumsi pakan (KP), efisiensi pakan (EP), retensi protein (RP), dan retensi lemak (RL) juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin dosis berbeda pada pemeliharaan lanjutan. 70

16. Aktivitas enzim GPx plasma dan SOD hati juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin dosis berbeda …... 72

17. Total eritrosit (TE), kadar hemoglobin (Hb), dan kadar hematokrit (Ht) juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin dosis berbeda ………...…………... 74

18. Jumlah limfosit, monosit, neutrofil, dan indeks fagositik (IP) juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin


(27)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka pemikiran peningkatan daya tahan tubuh dan pertumbuhan juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan Se …...….. 6

2. Metabolisme selenium (Anonim 2010b) ………..……… 13

3. Pengaruh selenium pada pertumbuhan melalui jalur hormon tiroid

(Susanto 2000) ………... 18

4. Aktivitas enzim GPx plasma juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan dosis dan sumber Se berbeda ………..……… 39

5. Aktivitas enzim SOD plasma juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan dosis dan sumber Se berbeda ………..…… 39

6. Rasio T3/T4 juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan dosis dan sumber Se berbeda ……….……….. 40

7. Rataan nilai retensi Se juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan dosis dan sumber Se berbeda ………..……. 43

8. Beberapa contoh organ juvenil kerapu bebek yang mengalami

kerusakan………..……….. 46

9. Kadar glikogen hati dan glikogen otot juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda ………..…… 55

10. Aktivitas enzim GPx plasma dan GPx hati juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda ……… 56

11. Rasio T3/T4 juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda ……….………… 56

12. Rataan nilai retensi Se juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda ………..……... 59

13. Kadar Se pada beberapa organ juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda ………..……... 59

14. Kadar glukosa darah juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda pada uji perendaman di air


(28)

15. Kadar kortisol juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda pada uji perendaman di air

tawar ………...………... 61

16. Rasio RNA/DNA juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin dosis berbeda ………..……… 71

17. Aktivitas enzim GPx plasma juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin dosis berbeda ………...…... 72

18. Rasio T3/T4 juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin dosis berbeda ……….………. 73

19. Rataan nilai retensi Se juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin dosis berbeda ………..……… 75

20. Kadar Se pada beberapa organ juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin dosis berbeda ………...…... 75

21. Tingkat kelangsungan hidup (TKH) juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin dosis berbeda sesaat setelah

uji transportasi …………..………. 76

22. Kadar glukosa darah juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin dosis berbeda pada saat awal, sesaat setelah transportasi, dan hari ke-7 pascatransportasi ……….... 77

23. Kadar kortisol juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin dosis berbeda pada saat awal, sesaat setelah transportasi, dan hari ke-7 pascatransportasi ……….…………... 77

24. Kadar glukosa darah juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin dosis berbeda pada uji perendaman di air

tawar ………...………... 78

25. Kadar kortisol juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin dosis berbeda pada uji perendaman di air


(29)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Prosedur analisis proksimat bahan (Takeuchi 1988) ... 107

2. Komposisi vitamin mix dan mineral mix pakan uji ... 110 3. Prosedur preparasi sampel untuk analisis kadar Se ... 111

4. Prosedur pengukuran glikogen hati dan otot ... 112

5. Prosedur analisis RNA dan DNA ... 113

6. Prosedur analisis gambaran darah pada ikan ... 115

7. Prosedur analisis glukosa darah ... 117

8. Prosedur pengukuran aktivitas enzim GPx ... 118

9. Prosedur pengukuran aktivitas enzim SOD ... 119

10. Prosedur pengujian konsentrasi T3 dan T4 dengan metode RIA ... 120

11. Prosedur pengujian konsentrasi kortisol dengan metode RIA ... 121

12. Nilai koefisien kecernaan Se juvenil kerapu bebek yang diberi pakan

dengan penambahan Se dari dua sumber yang berbeda ……... 122

13. Kinerja pertumbuhan juvenil kerapu bebek pada percobaan penentuan

dosis optimal dan sumber Se terbaik ……… 123

14. Kadar gikogen hati dan glikogen otot juvenil kerapu bebek pada percobaan penentuan dosis optimal dan sumber Se terbaik ………... 127

15. Aktivitas enzim GPx plasma, GPx hati, SOD plasma, dan SOD hati juvenil kerapu bebek pada percobaan penentuan dosis optimal dan sumber

Se terbaik ………... 128

16. Nilai rasio T3/T4 dan rasio RNA/DNA juvenil kerapu bebek pada

percobaan penentuan dosis optimal dan sumber Se terbaik ………... 130

17. Total eritrosit, kadar hemoglobin, dan persentase hematokrit juvenil kerapu bebek pada percobaan penentuan dosis optimal dan sumber Se

terbaik ………... 131

18. Jumlah limfosit, monosit, neutrofil, dan indeks fagositik juvenil kerapu


(30)

19. Retensi Se juvenil kerapu bebek pada percobaan penentuan dosis optimal

dan sumber Se terbaik ………... 135

20. Kinerja pertumbuhan juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan

penambahan sodium selenite dosis berbeda ………... 136

21. Kadar gikogen hati dan glikogen otot juvenil kerapu bebek yang diberi

pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda ……….. 139

22. Aktivitas enzim GPx plasma dan GPx hati juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda ………... 140

23. Nilai rasio T3/T4 dan rasio RNA/DNA juvenil kerapu bebek yang diberi

pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda ……….. 141

24. Total eritrosit, kadar hemoglobin, dan persentase hematokrit juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite

dosis berbeda ……… 142

25. Jumlah limfosit, monosit, neutrofil, dan indeks fagositik juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda ………. 144

26. Retensi Se dan distribusi Se di beberapa organ tubuh juvenil kerapu bebek

yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda ….. 146

27. Kadar glukosa darah dan kortisol juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda pada uji perendaman

di air tawar ……… 147

28. Kinerja pertumbuhan juvenil kerapu bebek pada percobaan uji ketahanan tubuh terhadap berbagai stressor lingkungan ………... 149

29. Aktivitas enzim GPx plasma, GPx hati, dan SOD hati juvenil kerapu bebek pada percobaan uji ketahanan tubuh terhadap berbagai stressor

lingkungan ……… 154

30. Nilai rasio T3/T4 dan rasio RNA/DNA juvenil kerapu bebek pada percobaan uji ketahanan tubuh terhadap berbagai stressor lingkungan …... 156

31. Total eritrosit, kadar hemoglobin, dan persentase hematokrit juvenil kerapu bebek pada percobaan uji ketahanan tubuh terhadap berbagai stressor lingkungan ………... 157

32. Jumlah limfosit, monosit, neutrofil, dan indeks fagositik juvenil kerapu bebek pada percobaan uji ketahanan tubuh terhadap berbagai stressor lingkungan ………... 159


(31)

33. Retensi Se dan distribusi Se di beberapa organ tubuh juvenil kerapu bebek pada percobaan uji ketahanan tubuh terhadap berbagai stressor

lingkungan ……… 161

34. Kadar glukosa darah dan kortisol juvenil kerapu bebek pada percobaan uji ketahanan tubuh terhadap berbagai stressor lingkungan (uji transportasi)... 162

35. Kadar glukosa darah dan kortisol juvenil kerapu bebek pada percobaan uji ketahanan tubuh terhadap berbagai stressor lingkungan (uji perendaman


(32)

(33)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) merupakan salah satu spesies ikan laut yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Harga jualnya, dalam kondisi hidup, di Indonesia yang mencapai Rp 400.000,- sampai Rp 500.000,- per kg (Anonim 2010a) dan teknologi pembenihan yang sudah mulai dikuasai (Giri et al. 2006) merupakan peluang untuk membudidayakan ikan ini.

Dalam upaya peningkatan produksi ikan kerapu bebek, pakan merupakan salah satu faktor yang sangat penting karena menjadi input produksi dengan biaya terbesar, yaitu berkisar 25-88% (Suprayudi 2010). Dewasa ini, petani budi daya masih mengandalkan ikan rucah sebagai pakan ikan kerapu. Ketersediaannya yang bersifat musiman, harga yang selalu berfluktuasi, dapat menjadi carrier penyakit, dan bersaing dengan kebutuhan konsumsi manusia, merupakan kelemahan penggunaan pakan ikan rucah.

Penggunaan pakan buatan dapat menjadi solusi karena mempunyai keunggulan, di antaranya penanganannya lebih mudah, ketersediaannya dapat berlanjut, dan pakan dapat diformulasikan sesuai kebutuhan ikan budi daya. Namun, penggunaan pakan buatan dalam budi daya kerapu bebek masih menyisakan masalah, di antaranya pertumbuhan ikan masih lebih lambat dibandingkan dengan yang diberi pakan ikan rucah (Fauzi et al. 2008). Selain itu, dalam pemeliharaan di karamba jaring apung (KJA), ikan mudah mengalami stres akibat perubahan kondisi lingkungan dan penanganan yang kurang baik. Sebagai contoh, pada musim penghujan, atau peralihan musim terjadi penurunan kualitas air yang menyebabkan ikan mengalami stres. Stres yang berlangsung terus menerus akan berdampak pada penurunan nafsu makan sehingga dapat menyebabkan ikan terserang parasit dan/atau bakteri patogen yang berujung pada kematian. Studi lapangan menunjukkan bahwa kelangsungan hidup kerapu bebek tidak lebih dari 60% (Setiawati 2010).

Lambatnya pertumbuhan dan rendahnya kelangsungan hidup ikan dapat disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan nutrisi ataupun ketidakmampuan ikan tersebut untuk memanfaatkan materi dan energi yang ada dalam pakan.


(34)

2

Komponen pakan yang secara langsung maupun tidak langsung berkontribusi pada pertumbuhan adalah protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral. Kajian tentang kebutuhan nutrisi ikan kerapu bebek saat ini masih terbatas pada makronutrien (protein, karbohidrat, dan lemak). Salah satunya adalah hasil riset unggulan strategis nasional (RUSNAS) tahun 2007 yang menunjukkan bahwa kebutuhan juvenil kerapu bebek adalah protein 48%, lemak 12%, BETN 6%, dan abu 13% (Mokoginta et al. 2007). Sementara itu, informasi tentang kebutuhan mikronutrien (vitamin dan mineral) masih sangat terbatas.

Mineral, termasuk di dalamnya trace element, merupakan bahan-bahan anorganik yang mempunyai fungsi fisiologis penting bagi tubuh (Strain & Cashman 2002). Selenium (Se) adalah salah satu mikromineral esensial yang ditemukan menjadi bagian integral dari enzim glutation peroksidase (GPx)

(Rotruck et al. 1973). Fungsi enzim GPx adalah membantu mencegah kerusakan sel yang disebabkan oleh radikal bebas dengan cara mengkatalisis hidrogen peroksida dan asam lemak hidroperoksida menjadi air dan asam lemak alkohol (Anonim 2010b). Berdasarkan organ tempatnya bekerja, enzim GPx terbagi dalam empat tipe, yaitu glutation peroksidase seluler (cGPx), glutation peroksidase ekstraseluler (eGPx), glutation peroksidase gastrointestinal (GPx-GI), dan glutation peroksidase fosfolipid (PhGPx). Fungsi penting lain mineral Se adalah peran sertanya dalam metabolisme hormon tiroid. Iodotironin deiodinase (ID) adalah suatu selenoprotein (enzim yang mengandung Se) yang mengkatalisis

produksi bentuk aktif hormon tiroid (3,5,3‟-triiodtironin, T3) dari tiroksin (T4) (Brown & Arthur 2001).

Berdasarkan bentuk atau sumbernya, Se terbagi menjadi Se anorganik (selenite dan selenate) dan Se organik (selenometionin, selenosistein, dan selenosistine) (Anonim 2010b). Selenium bentuk organik, terutama selenometionin lebih mudah diserap oleh tubuh daripada bentuk anorganik. Hal ini disebabkan karena Se bentuk organik mengandung asam amino sehingga dapat bergabung dengan protein tubuh dan memungkinkan untuk disimpan dan dilepaskan kembali jika diperlukan. Sebaliknya, Se anorganik (selenite) langsung didegradasi sehingga tidak dapat disimpan. Penggunaan Se yang berlebihan dapat


(35)

3

menyebabkan keracunan pada organisme; dan Se anorganik (sodium selenite, Na2SeO3) daya racunnya lebih tinggi daripada selenometionin.

Selenium dibutuhkan dalam pakan untuk pertumbuhan normal dan fungsi fisiologis ikan (Wang & Lovell 1997). Kebutuhan Se telah didapatkan pada beberapa spesies ikan di antaranya rainbow trout, Salmo gairdneri (0,15–0,38 mg Se/kg pakan, dalam bentuk sodium selenite) (Hilton et al. 1980), channel catfish, Ictalurus punctatus (0,25 mg Se/kg pakan, dalam bentuk sodium selenite) (Gatlin & Wilson 1984), kerapu malabar, Epinephelus malabaricus (0,7 mg Se/kg pakan, dalam bentuk selenometionin) (Lin & Shiau 2005), dan juvenil abalon, Haliotis discus hannai Ino (1,408 mg Se/kg pakan, dalam bentuk sodium selenite) (Wang et al. 2012). Secara umum, hasil-hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa kekurangan Se menyebabkan berkurangnya pertambahan bobot, efisiensi pakan, aktivitas enzim GPx, dan respons imun ikan.

Hasil yang sama juga didapatkan jika mineral Se diberikan dalam jumlah yang melebihi kebutuhan ikan. Oleh karena itu, dibutuhkan Se dalam jumlah optimal untuk meningkatkan pertumbuhan dan daya tahan tubuhnya.

1.2 Perumusan masalah

Masalah yang dihadapi dalam budi daya kerapu bebek adalah rendahnya tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan. Dalam pemeliharaannya, ikan ini mudah mengalami stres yang diakibatkan oleh perubahan kondisi lingkungan maupun penanganan yang kurang baik. Hal ini dapat menyebabkan menurunnya konsumsi pakan. Stres yang berkepanjangan dapat pula menurunkan daya tahan tubuh ikan.

Rendahnya pertumbuhan dan daya tahan tubuh ikan antara lain diduga bersumber dari jumlah Se yang tidak mencukupi dalam pakan. Sebagai mikromineral, Se yang berfungsi sebagai komponen dari sejumlah enzim (selenoprotein) dibutuhkan dalam jumlah tertentu yang dapat berbeda antarspesies. Pemberian Se yang optimal dalam pakan buatan diharapkan dapat meningkatkan jumlah Se dalam organ/jaringan tubuh ikan.


(36)

4

1.3 Kerangka pemikiran

Pakan merupakan sumber energi dan bahan pembangun tubuh. Secara teoretis, energi tersebut baru akan digunakan untuk pertumbuhan setelah semua kebutuhan dasar terpenuhi. Oleh karena itu, untuk mengoptimalkan fungsi pakan maka pemberian pakan harus sesuai kebutuhan ikan serta ditunjang media hidup yang optimum. Secara umum, kebutuhan nutrisi pakan bagi ikan adalah protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral.

Selenium adalah mikromineral yang berfungsi sebagai komponen dari sejumlah enzim. Enzim yang mengandung selenium disebut selenoprotein. Terdapat lebih dari 30 selenoprotein yang telah diidentifikasi, tetapi belum semuanya diketahui fungsinya. Tiga di antaranya yang telah diketahui dengan jelas fungsinya adalah glutation peroksidase (GPx), iodotironin deiodinase (ID), dan tioredoksin reduktase (TR). Fungsi-fungsi tersebut menyebabkan Se menjadi penting bagi kesehatan dan merupakan komponen beberapa jalur metabolisme utama, termasuk metabolisme normal tiroid, sistem pertahanan antioksidan, dan fungsi imun.

Glutation peroksidase merupakan enzim antioksidan yang berfungsi untuk mencegah kerusakan sel yang disebabkan oleh radikal bebas dengan cara mengkatalisis berbagai hidroperoksida. Glutation peroksidase mengubah hidrogen peroksida dan lipid peroksida menjadi H2O dan alkohol yang tidak berbahaya.

Iodotironin deiodinase adalah selenoprotein yang berperan dalam metabolisme hormon tiroid, yaitu menjadi katalisator dalam pembentukan T3 (bentuk aktif) dari T4. Berkurangnya intake Se akan mengurangi jumlah yang diserap dan selanjutnya akan mengurangi pula jumlah ID yang terbentuk. Berkurangnya jumlah enzim ini akan mengurangi kecepatan reaksi pembentukan T3 tadi, sedangkan kecepatan suatu reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi enzimnya. Sementara itu, hormon tiroid mempunyai fungsi khusus dalam mengatur pertumbuhan. Hormon tiroid merangsang pembentukan hormon pertumbuhan (HP) yang juga disertai peningkatan aktivitas metabolisme yang lain.

Tioredoksin reduktase (TR) mempunyai beberapa fungsi, di antaranya menghilangkan peroksidasi, mengurangi tioredoksin (mengontrol pertumbuhan


(37)

5

sel), dan mempertahankan bentuk redoks dari faktor-faktor transkripsi. Selain itu, TR mempunyai peran penting dalam mencegah beberapa bentuk kanker. Selain GPx dan TR, selenoprotein lain yang berhubungan dengan sistem imun adalah selenoprotein P, selenoprotein W, dan 15 kDa selenoprotein (teridentifikasi di dalam sel-sel T), walaupun fungsi yang tepat belum diketahui.

Terkait ketiga fungsi di atas, terlihat bahwa mineral Se dapat digunakan dalam pakan untuk upaya meningkatkan pertumbuhan dan ketahanan tubuh ikan.

1.4 Tujuan dan manfaat

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jumlah penambahan Se optimal yang mampu meningkatkan pertumbuhan dan daya tahan tubuh, serta membandingkan penggunaan Se anorganik dan organik dalam pakan juvenil ikan kerapu bebek.

Hasil penelitian diharapkan dapat menambah informasi tentang kebutuhan mineral bagi ikan kerapu bebek, khususnya Se, sehingga dapat menjadi acuan bagi industri dalam pembuatan formulasi pakan.

1.5 Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah apabila jenis dan kadar mineral Se dalam pakan mampu meningkatkan ketersediaan Se dalam organ/jaringan tubuh, maka pertumbuhan dan daya tahan tubuh juvenil kerapu bebek menjadi meningkat.

1.6 Kebaruan

Kebaruan penelitian adalah mengkaji suplementasi mineral Se dalam pakan buatan pada pertumbuhan dan daya tahan tubuh juvenil kerapu bebek, dan melihat distribusi Se dalam berbagai organ/jaringan tubuh ikan.


(38)

6

Gambar 1. Kerangka pemikiran peningkatan daya tahan tubuh dan pertumbuhan juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan Se

Pakan dengan suplementasi Se

Ikan

Kualitas air

Kadar Se organ

Iodotironin deiodinase

Manaj. pakan

Manaj. KA

Kadar Se opt

?

Glutation peroksidase Thioredoksin reduktase Selenoprotein P, W 15 kda-selenoprotein

Respon s imun Pembe ntukan T3 dari T4?

Pertumbuhan

Viabilitas

P r o d u k s i

TKH


(39)

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebutuhan nutrisi ikan kerapu bebek (C. altivelis)

Pakan merupakan komponen utama yang dibutuhkan oleh ikan untuk menjaga kelangsungan hidup dan pertumbuhannya. Kelengkapan nutrisi dalam pakan mutlak diperlukan untuk menjaga agar pertumbuhan ikan dapat berlangsung secara normal. Kebutuhan nutrisi yang meliputi protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral pada ikan berbeda menurut jenis dan ukurannya (Gatlin 2002).

Protein adalah bahan organik utama dalam tubuh ikan, dan kandungannya dapat mencapai 65-70% dari bobot total tubuh (Wilson 2002). Protein berperan dalam pembentukan jaringan baru pada masa pertumbuhan dan reproduksi, mengganti jaringan yang rusak dan memelihara jaringan yang telah ada, pembentukan enzim dan hormon, pengatur berbagai metabolisme dalam tubuh, dan sebagai sumber energi. Kebutuhan ikan akan protein dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain ukuran ikan, suhu air, kandungan energi dalam pakan yang dapat dicerna, dan kualitas protein. Kerapu bebek yang merupakan ikan karnivor membutuhkan kandungan protein pakan yang lebih tinggi daripada ikan omnivor dan herbivor, dan kebutuhannya menurun dengan meningkatnya ukuran ikan. Kebutuhan protein ikan karnivor berkisar 40-55%, sedangkan ikan herbivor dan omnivor berkisar 25-40%. Shiau dan Lan (1996) melaporkan bahwa kebutuhan protein pada pembesaran ikan kerapu malabar (Epinephelus malabaricus) adalah 44%, sedangkan juvenil kerapu Epinephelus coloides membutuhkan protein optimal 48% (Luo et al. 2004).

Lemak merupakan sumber energi yang nilainya paling tinggi dan sangat efektif untuk ikan dibandingkan dengan karbohidrat (Williams et al. 2006). Selain sebagai sumber energi, lemak juga mempunyai fungsi sebagai sumber asam lemak. Kebutuhan ikan akan asam lemak esensial berbeda untuk setiap spesies. Perbedaan kebutuhan terutama dihubungkan dengan habitat ikan. Ikan laut membutuhkan asam lemak omega-3 HUFA yang terdiri dari asam eikosapentanoat (EPA, 20:5n-3) dan asam dokosaheksanoat (DHA, 22:6n-3)


(40)

8

(Sargent et al. 2002), sedangkan ikan air tawar membutuhkan asam lemak linoleat 18:2n-6 atau linolenat 18:3n-3 atau kombinasi keduanya. Pada umumnya ikan tidak mampu mensintesis asam-asam lemak linoleat dan linolenat sehingga keberadaannya dalam pakan mutlak diperlukan. Fungsi penting lain lemak adalah sebagai media transpor senyawa-senyawa yang larut dalam lemak, sebagai bagian dari struktur membran sel, dan sebagai prekursor senyawa-senyawa penting, misalnya hormon dan pigmen (Jobling 1994). Kebutuhan lemak ikan kerapu bebek berkisar 15-30% bergantung pada komposisi asam lemaknya (Williams et al. 2004).

Karbohidrat merupakan salah satu sumber energi yang murah bagi ikan, tetapi kemampuan untuk memanfaatkannya berbeda antarspesies. Meskipun ikan karnivor yang hidup di air laut tidak mampu memanfaatkan dengan baik karbohidrat dalam pakan dibandingkan dengan ikan herbivor dan omnivor yang disebabkan saluran pencernaannya yang relatif pendek, berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa keberadaan karbohidrat dalam pakan mutlak diperlukan (Usman 2002). Kebutuhan karbohidrat pada ikan karnivor berkisar 10-20% (Watanabe 1988), sedangkan ikan herbivor dan omnivor dapat memanfaatkan karbohidrat secara optimal pada kisaran 30-40% (Furuichi 1988). Giri et al. (1999) melaporkan bahwa kebutuhan karbohidrat ikan kerapu tikus berbobot 5-10 g adalah 10-14%.

Beberapa mikronutrien, seperti vitamin dan mineral, dapat ditambahkan dalam pakan ikan dengan kadar tertentu sebagai dasar pemenuhan kebutuhan ikan untuk tumbuh dan menjaga kesehatan (peningkat daya tahan tubuh). Vitamin adalah senyawa organik yang sangat kompleks dan diperlukan dalam jumlah yang sangat kecil untuk pertumbuhan normal, reproduksi, kesehatan, dan metabolisme pada umumnya. Vitamin C, misalnya, dibutuhkan oleh juvenil kerapu bebek (bobot rata-rata 13,5 g) sebanyak 3 mg/100 g pakan dalam bentuk askorbil magnesium fosfat (AMP) (Giri et al. 1999). Hasil penelitian Subyakto (2000) menunjukkan bahwa pakan yang ditambahkan vitamin C dalam bentuk L-ascorbyl-2-phosphate-magnesium (APM) sebesar 25 mg/kg pakan merupakan perlakuan terbaik bagi pertumbuhan juvenil kerapu tikus.


(41)

9

Mineral diperlukan dalam pakan ikan, meskipun dalam jumlah yang relatif sedikit, tetapi sangat penting untuk mempertahankan kondisi tubuh yang normal, untuk proses respirasi, osmoregulasi, mekanisme homeostasis, dan pembentukan kerangka tulang. Dari 15 unsur yang dibutuhkan dalam jumlah kecil dan dianggap penting bagi hewan, termasuk ikan, peran fisiologi dari kekurangan unsur-unsur kromium, kobalt, tembaga, iodine, besi, mangan, molibdenum, selenium, zinc, dan fluorin telah diketahui dengan baik (Lall 2002). Namun, kebutuhan mineral-mineral tersebut untuk ikan kerapu bebek belum banyak diteliti. Salah satu yang telah diteliti adalah kebutuhan juvenil kerapu bebek atas mineral Fe oleh Setiawati (2010) dan diperoleh hasil bahwa suplementasi Fe dalam pakan mampu memperbaiki vitalitas dan imunitas ikan; dan kadar Fe 100 ppm dalam pakan memberikan potensi tumbuh dan peningkat daya tahan tubuh ikan lebih baik pada paparan perubahan kondisi lingkungan.

2.2 Mineral selenium (Se) dan kebutuhannya

Tidak seperti kebanyakan hewan-hewan terestrial, ikan mempunyai kemampuan untuk menyerap beberapa unsur-unsur anorganik tidak hanya dari pakan, tetapi juga dari lingkungan eksternalnya, baik pada air tawar maupun air laut (Lall 2002). Namun, mineral melalui pakan lebih efektif dan sangat dibutuhkan untuk kehidupan ikan (Andersen et al. 1996). Seperti disebutkan sebelumnya, salah satu mineral yang dibutuhkan oleh ikan adalah Se.

Peran biokimia Se masih menjadi tanda tanya sampai ditemukan bahwa Se menjadi bagian integral dari enzim glutation peroksidase (Rotruck et al. 1973). Enzim ini mengkatalis reaksi-reaksi penting untuk konversi hidrogen peroksida dan lipid peroksida menjadi air dan asam lemak alkohol dengan menggunakan glutation tereduksi, yang dengan demikian melindungi membran sel dari kerusakan oksidatif. Pengaruh protektif Se dan senyawa-senyawa yang mengandung Se melawan toksisitas logam-logam berat, seperti cadmium dan merkuri telah juga dilaporkan.

Berdasarkan bentuk atau sumbernya, Se terbagi menjadi Se anorganik (selenite dan selenate) dan Se organik (selenometionin, selenosistein, dan selenosistine) (Anonim 2010b). Kebutuhan Se menentukan pertumbuhan optimum


(42)

10

dan aktivitas glutation peroksidase plasma. Kebutuhan Se optimal berkisar 0,15-0,38 mg Se/kg pakan, dalam bentuk sodium selenite, untuk rainbow trout (Hilton et al. 1980), 0,25 mg Se/kg pakan, dalam bentuk sodium selenite, untuk channel catfish (Gatlin & Wilson 1984), 0,7 mg Se/kg pakan, dalam bentuk selenometionin, untuk ikan kerapu malabar (Epinephelus malabaricus) (Lin & Shiau 2005), dan 1,408 mg Se/kg pakan, dalam bentuk sodium selenite, pada juvenil abalon (Holiotis discus hannai Ino) (Wang et al. 2012).

Selenium tersebar secara luas dengan konsentrasi yang kecil, baik di dalam air tawar maupun air laut. Selenium juga terdapat secara alami dalam pakan dan bahan-bahan pakan dalam kompleks organik, utamanya dalam bentuk selenometionin, selenium-metil selenometionin, selenosistine, dan selenosistein. Kandungan Se bahan pakan yang berasal dari tumbuhan bervariasi berdasarkan tingkat dan biological availability Se dalam tanah pada berbagai lokasi geografis (Lall 2002).

Beberapa peneliti telah membandingkan penggunaan Se dalam bentuk anorganik dan organik dengan hasil yang bervariasi. Wang dan Lovel (1997) mendapatkan bahwa channel catfish yang memakan Se dari sumber organik (selenometionin dan selenoyeast) mempunyai pertumbuhan yang lebih baik dan aktivitas enzim glutation peroksidase yang lebih tinggi daripada yang memakan Se dari sumber anorganik (sodium selenite, Na2SeO3). Hasil yang sama didapatkan oleh Paripatananot dan Lovel (1997) yang menemukan bahwa Se dari selenometionin lebih available dari pada sodium selenite. Rider et al. (2009) juga menyimpulkan bahwa Se organik (selenoyeast) mempunyai beberapa keuntungan dibanding dengan sodium selenite dalam hal meningkatnya retensi Se, menurunnya kehilangan Se di tubuh selama stres, dan meningkatnya kapasitas untuk meningkatkan aktivitas glutation peroksidase selama stres.

Hasil yang berbeda ditemukan oleh Lorentzen et al. (1994) yang mendapatkan bahwa pemberian Se dalam bentuk sodium selenite (Na2SeO3) dan selenometionin pada Atlantik salmon tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada pertumbuhan bobot atau aktivitas glutation peroksidase hati pada penambahan 1 atau 2 mg Se/kg pakan. Demikian pula ditemukan bahwa aktivitas glutation peroksidase plasma dan hati tidak berbeda pada Atlantik salmon yang


(43)

11

memakan 1 mg Se/kg pakan dalam bentuk sodium selenite (Na2SeO3), selenometionin, selenosistein, atau tepung ikan (Bell & Cowey 1989).

Pada crucian carp (Carassius auratus gibelio), pemberian Se anorganik dalam bentuk Se nanopartikel (nano-Se) dan organik (selenometionin) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan pada bobot akhir, laju pertumbuhan relatif, aktivitas glutation peroksidase, namun nano-Se lebih efektif daripada organik selenometionin dalam meningkatkan kandungan Se otot (Zhou et al. 2009).

Jaramillo et al. (2009) mendapatkan bahwa bioavailability selenometionin 3,3 kali lebih tinggi dari pada sodium selenite untuk juvenil hybrid striped bass berdasarkan konsentrasi Se seluruh tubuh. Selanjutnya dikatakan bahwa pakan yang mengandung 21,2 mg Se/kg sodium selenite menyebabkan pertumbuhan terhambat dan tingkat kematian yang tinggi.

2.3 Metabolisme Se

Asam-asam selenoamino adalah bentuk utama Se dalam pakan, yang mana Se mengganti sulfur dalam selenometionin pada protein umum dalam bahan-bahan makanan yang berasal dari tumbuhan dan hewan, dan selenosistein pada selenoenzim dalam bahan-bahan makanan yang berasal dari hewan (Thomson 2007). Metabolisme Se mencakup penyerapan, transportasi, distribusi, ekskresi, retensi, dan transformasi ke bentuk aktif.

Selenium utamanya diserap dalam duodenum. Selenometionin dan metionin membagi mekanisme transpor aktif yang sama, tetapi sedikit diketahui tentang transportasi selenosistein. Penyerapan bentuk anorganik, seperti selenite dan selenate, terjadi melalui mekanisme pasif. Selenometionin diserap hampir 100%, sedangkan penyerapan Se anorganik bervariasi bergantung pada faktor luminal. Selenium bentuk organik, terutama L-selenometionin lebih mudah diserap oleh tubuh daripada bentuk anorganik. Hal ini disebabkan karena Se bentuk organik mengandung asam amino sehingga dapat bergabung dengan protein tubuh dan memungkinkan untuk disimpan dan dilepaskan kembali jika diperlukan. D-selenometionin didegradasi menjadi Se anorganik. Oleh karena itu, bioavailability-nya hanya 1/5 dari L-selenometionin, sedangkan selenium


(44)

12

anorganik langsung didegradasi sehingga tidak dapat disimpan (Anonim 2010b). Penyerapan Se tidak dipengaruhi oleh status Se, yang menunjukkan bahwa tidak ada pengaturan homeostasis dalam penyerapannya.

Sedikit diketahui tentang transportasi Se dalam tubuh, walaupun tampaknya dialirkan berikatan dengan protein plasma (Thomson 2007). Selanjutnya dikatakan bahwa selenoprotein P dalam plasma telah menunjukkan bahwa transportasinya bersama protein, dan plasma juga mengandung GPx ekstraseluler, tetapi bobot molekul bentuk-bentuk Se ini lebih kecil sehingga lebih memungkinkan berperan dalam transportasi protein. Strain dan Cashman (2002) menyatakan bahwa Se bentuk anorganik secara pasif dialirkan melewati usus brush border, sedangkan bentuk organik (selenometionin dan mungkin selenosistein) secara aktif ditransportasikan, dan ketika sampai pada aliran darah, Se sebagian besar ditransportasikan berikatan dengan protein (terutama very

low-density β-lipoprotein, VLDL, dan sedikit berikatan dengan albumin) untuk disimpan dalam berbagai organ. Hati dan ginjal adalah organ target utama ketika jumlah Se yang masuk tinggi, tetapi pada saat jumlahnya sedikit, kandungan Se di hati menjadi berkurang. Jantung dan otot adalah organ target yang lain. Mekanisme transportasi sejauh ini masih belum jelas, tetapi ada hipotesis yang menyatakan bahwa Se masuk ke sel darah merah melalui proses difusi dan kemudian dibawa ke seluruh tubuh. Di dalam darah, Se terikat pada lipoprotein seperti VLDL atau LDL (Anonim 2010b).

Selenium dalam jaringan-jaringan hewan terdapat dalam satu kumpulan dengan protein, dan hadir dalam dua bentuk utama. Pertama adalah selenosistein, yang hadir sebagai bentuk aktif Se dalam selenoprotein. Kedua adalah selenometionin, yang mana tidak spesifik bergabung pada tempat metionin dalam berbagai protein, tidak diatur oleh status Se pada hewan.

Tingkat Se pada jaringan dipengaruhi oleh konsumsi pakan. Bentuk Se yang diberikan juga mempengaruhi retensi Se, dengan selenometionin lebih efektif dalam meningkatkan level Se daripada sodium selenite atau selenate. Baik Se bentuk anorganik maupun organik berubah bentuk menjadi selenide. Selenite dan selenate berubah menjadi selenide, demikian pula selenosistein organik secara langsung berubah menjadi selenide; sedangkan selenometionin berubah menjadi


(45)

13

selenosistein terlebih dahulu, kemudian menjadi selenide. Selenide (bentuk oksidasi -2) berubah menjadi selenosistein pada tRNA dan residu selenosisteinil digabungkan ke dalam bentuk aktif selenoprotein oleh UGA kodon yang spesifik terhadap selenosistein. Selenometionin yang bergabung tidak spesifik ke dalam protein berkontribusi terhadap Se jaringan, yang mana tidak dengan segera tersedia untuk sintesis bentuk-bentuk Se fungsional sampai dikatabolisasi.

Urin adalah jalan utama ekskresi Se, diikuti oleh feses yang mana terutama adalah Se yang tidak terserap. Homeostasis Se tercapai melalui pengaturan ekskresi ini. Penelitian-penelitian tentang keseimbangan menunjukkan bahwa konsumsi Se dalam wilayah yang luas (jumlah yang berlebih), jumlah ekskresi melalui urin ini mencapai 50-60% dari total Se yang diekskresikan. Berikut ini adalah skema metabolisme selenium:


(46)

14

2.4 Fungsi Se

Selenium merupakan mineral penting bagi kesehatan dan merupakan komponen beberapa jalur metabolisme utama, termasuk metabolisme normal tiroid, sistem pertahanan antioksidan, dan fungsi imun (Brown & Arthur 2001).

Selenium berfungsi sebagai komponen dari sejumlah enzim yang disebut selenoprotein (Anonim 2010b). Ada 30 selenoprotein yang telah diidentifikasi di antaranya adalah kelompok glutation peroksidase (GPx) yang meliputi GPx1, GPx2, GPx3, dan GPx4, selenoprotein P, iodotironin deiodinase (tipe I, II dan III), tioredoksin reduktase (TR1, TR2, TR3), selenofosfat sintetase, 15 kDa selenoprotein (sep 15), selenoprotein W, dan selenoprotein H, I, K, M, N, O, R, S, T, V (Beckett & Arthur 2005).

Tidak semua selenoprotein yang telah teridentifikasi diketahui dengan jelas fungsinya. Beberapa di antaranya yang telah diketahui dengan jelas akan dikemukakan pada bagian ini. Kelompok glutation peroksidase yang merupakan selenoprotein yang pertama dikarakterisasi mempunyai fungsi sebagai enzim antioksidan yang berperan dalam konversi hidrogen peroksida dan asam lemak hidroperoksida menjadi air dan asam lemak alkohol dengan menggunakan glutation tereduksi, yang dengan demikian melindungi membran sel dari kerusakan oksidatif (Rotruck et al. 1973). Kelompok utama kedua dari selenoprotein adalah enzim-enzim iodotironin deiodinase yang berfungsi mengkatalis reaksi perubahan prohormon tiroxin (T4) menjadi bentuk aktif hormon tiroid, triiodotironin (T3) (Brown & Arthur 2001). Selenoprotein lain yang telah teridentifikasi fungsinya dengan jelas adalah tioredoksin reduktase yang merupakan enzim yang mengandung selenosistein dan berfungsi mengkatalis berkurangnya thioredoksin yang bergantung pada NADPH, dan oleh karena itu memainkan peran pengaturan aktivitas metaboliknya.

Beberapa fungsi lain Se yang dapat disebutkan di sini adalah selenofosfat sintetase yang merupakan selenoenzim yang dibutuhkan untuk pembentukan selenosistein yang berikatan dengan tRNA selama sintesis selenoprotein; selenoprotein W ditemukan pada otot dan jaringan-jaringan lainnya, yaitu konsentrasinya menurun selama kekurangan Se, kecuali pada otak, namun fungsi selenoprotein W ini belum diketahui (Thomson 2007). Selanjutnya dikatakan


(47)

15

bahwa selenoprotein-selenoprotein lain (15 kDa selenoprotein, dan selenoprotein H, I, K, M, N, O, P, S, T, dan V) fungsinya juga belum diketahui.

2.5 Pertumbuhan

Pertumbuhan didefinisikan sebagai perubahan ukuran, yaitu variabel yang mengalami perubahan dapat berupa panjang atau dimensi fisik lainnya, termasuk volume, bobot atau massa, baik pada keseluruhan tubuh organisme atau pada berbagai jaringan. Perubahan itu juga bisa berkaitan dengan kandungan protein, lemak atau komponen kimia lainnya dari tubuh; perubahan kandungan kalori (energi) dari keseluruhan tubuh, atau dari komponen jaringannya (Weatherley & Gill 1987).

Untuk mengestimasi pertumbuhan, penggunaan asam nukleat dalam bentuk rasio RNA/DNA merupakan metode yang cukup akurat, selain juga dapat menjadi indikator status nutrisi ikan (Rooker & Holt 1996). Parameter ini telah diuji pada beberapa spesies ikan dan krustasea. Raae et al. (1988) melaporkan bahwa larva ikan cod (Gadus morhua) yang dipelihara tanpa pemberian pakan memperlihatkan penurunan nilai rasio RNA/DNA, sebaliknya pada ikan yang diberi pakan, nilai rasio RNA/DNA relatif konstan walau terjadi sedikit fluktuasi. Tarkii et al. (1994) juga dengan sukses menggunakan rasio RNA/DNA dalam memprediksi pertumbuhan ikan striped jack (Caranx delicatissimus). Hasil penelitian selama 42 hari pada larva menunjukkan adanya peningkatan rasio RNA/DNA dalam tubuh seiring dengan makin meningkatnya pertumbuhan ikan.

Hasil penelitian Kaligis (2010) pada post larva udang vaname (Litopenaeus vannamei, Boone) di salinitas rendah menunjukkan bahwa kadar protein pakan 45% dengan kadar kalsium 2% dalam pakan, yang juga merupakan perlakuan optimal, terjadi peningkatan efisiensi pakan, retensi kalsium, dan laju pertumbuhan seiring dengan meningkatnya rasio RNA/DNA. Pada juvenil kerapu bebek didapatkan bahwa dengan penambahan 100 ppm Fe dalam pakan, yang juga merupakan perlakuan terbaik, menunjukkan rasio RNA/DNA tertinggi (Setiawati 2010).


(48)

16

2.6 Imunitas dan status Se

Imunitas adalah suatu mekanisme fisiologi yang penting bagi hewan-hewan untuk perlindungan melawan infeksi dan pemeliharaan keseimbangan internal (Saurabh & Sahoo 2008). Selanjutnya dikatakan bahwa sistem imun biasanya terbagi menjadi dua bagian, yaitu imunitas alami (innate immunity) yang juga disebut sebagai imunitas nonspesifik karena tidak ditujukan terhadap mikrob tertentu, dan siap berfungsi sejak lahir, serta merupakan pertahanan terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikrob; dan imunitas yang didapat (adaptive immunity) yang juga disebut sebagai imunitas spesifik, mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap asing bagi dirinya dan siap menyerang benda asing tersebut pada penyerangan berikutnya (sel-sel memori). Molekul-molekul yang penting di antaranya lysozyme, superoksida, protein fase akut, interferon, komplemen, properdin, lisin, dan agglutinin adalah parameter-parameter imunitas alami dan telah digunakan sebagai indikator respons stres hewan akuatik dan resistensi terhadap penyakit. Sel-sel dan molekul-molekul penting pada sistem imun yang didapat di antaranya adalah reseptor sel-T dan immunoglobulin (Ig).

Peningkatan daya tahan tubuh ikan melalui perbaikan formulasi pakan dengan penambahan bahan-bahan tertentu dapat meningkatkan sistem imun sehingga ikan lebih tahan terhadap serangan penyakit dan produksi akuakultur dapat meningkat (Gatlin 2002). Pakan yang mengandung Se penting untuk suatu respons imun optimum, walaupun mekanisme-mekanisme keperluan ini tidak selalu dimengerti secara lengkap (Arthur et al. 2003). Selanjutnya dikatakan bahwa Se mempengaruhi sistem imun alami maupun sistem imun yang didapat.

Stres dapat mempengaruhi fungsi tiroid melalui penekanan metabolisme hormon tiroid. Timus mengandung aktivitas iodotironin deiodinase tipe 2 yang umumnya membatasi jaringan-jaringan yang membutuhkan produksi lokal triiodotironin (T3) dari tiroksin (T4) untuk aktivitas optimal (Arthur et al. 2003). Selanjutnya dikatakan bahwa beberapa penurunan aktivitas deiodinase tipe 2 pada defisiensi Se dapat berpengaruh pada sistem imun.

Satu dari banyak penelitian yang mempelajari hubungan antara Se dan sistem imun adalah pengaruh mikronutrien ini pada fungsi neutrofil.


(49)

Neutrofil-17

neutrofil menghasilkan radikal-radikal derivat superoksida untuk mengambil bagian dalam membunuh mikrob-mikrob. Hasil penelitian menunjukkan bahwa neutrofil dari tikus dan sapi yang kekurangan Se dapat memakan patogen secara in vitro, tetapi sedikit yang dapat membunuhnya, dibandingkan dengan neutrofil-neutrofil yang berasal dari hewan-hewan yang cukup Se (Arthur et al. 2003).

Brown dan Arthur (2001) menyatakan bahwa pengaruh defisiensi Se dapat menyebabkan berkurangnya jumlah sel T, merusak proliferasi limfosit dan responsiveness.

2.7 Pengaruh Se pada pertumbuhan dan daya tahan tubuh

Penelitian tentang pengaruh Se pada pertumbuhan dan daya tahan tubuh ikan telah banyak dilakukan dengan hasil yang bervariasi. Pada hybrid striped bass, penambahan Se dengan konsentrasi dan sumber yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada pertambahan bobot, laju pertumbuhan bobot spesifik, faktor kondisi, aktivitas lysozyme, dan aktivitas glutation peroksidase hati, dengan perlakuan terbaik didapatkan pada penambahan 0,2 mg Se/kg pakan dari sumber organik (selplex) (Cotter et al. 2008).

Dengan pemberian Se pakan yang meningkat dari 0 sampai 5 mg/kg pakan menunjukkan bahwa pertumbuhan dan efisiensi pakan juvenil kerapu malabar meningkat sampai dengan titik optimum kemudian menurun kembali (Lin & Shiau 2005). Hasil penelitian ini juga menyimpulkan bahwa berdasarkan pertambahan bobot dan regresi linear, retensi Se keseluruhan tubuh menunjukkan bahwa kebutuhan Se untuk ikan kerapu malabar ini adalah 0,7 mg/kg pakan dalam bentuk selenometionin.

Penelitian tentang pengaruh Se pakan pada stres oksidatif juvenil kerapu malabar (E. malabaricus) yang memakan Cu dengan konsentrasi yang tinggi menunjukkan bahwa konsumsi Cu pada konsentrasi tinggi menyebabkan stres oksidatif dan menurunkan respons imun (Lin & Shiau 2007). Selanjutnya didapatkan bahwa penambahan Se dalam pakan dengan konsentrasi yang tinggi (2 kali kebutuhan) menurunkan stres oksidatif dan meningkatkan respons imun ikan.

Hasil penelitian lain oleh Lin dan Shiau (2009) menunjukkan bahwa pada kadar vitamin E yang rendah, peningkatan kandungan Se di pakan sampai dengan


(50)

18

1,6 mg/kg meningkatkan pertambahan bobot dan efisiensi pakan, tetapi nilainya makin menurun pada kadar vitamin E sedang dan tinggi, pada juvenil kerapu malabar. Hasil lain menunjukkan bahwa nilai thiobarbituric acid reactive substance (TBARS) makin menurun dengan makin meningkatnya kandungan Se pada ketiga kelompok pemberian vitamin E (rendah, sedang, dan tinggi). Telah diketahui bahwa TBARS yang tinggi menunjukkan stres oksidatif yang tinggi pula.

Hasil berbeda ditemukan oleh Rider et al. (2009) pada ikan rainbow trout (O. mykiss), yang mendapatkan bahwa pemberian pakan dengan kandungan Se 2, 4, dan 8 mg Se/kg dalam bentuk Se-yeast dan sodium selenite tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada laju pertumbuhan spesifik, rasio konversi pakan, rasio efisiensi protein, dan beberapa parameter imun (hematokrit, aktivitas lysozyme, dan aktivitas respiratory burst) ikan.

Skema hubungan antara selenium dan pertumbuhan melalui jalur hormon tiroid dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Pengaruh selenium pada pertumbuhan melalui jalur hormon tiroid (Susanto 2000)

2.8 Stres

Stres didefinisikan sebagai respons nonspefisik oleh tubuh terhadap berbagai kebutuhan yang diakibatkan oleh stres itu, sedangkan stressor didefinisikan sebagai faktor lingkungan yang menimbulkan stres (Selye 1973).


(51)

19

Selanjutnya dikatakan bahwa ketika organisme terpapar suatu stressor, respons fisiologinya mengikuti pola yang dikenal sebagai general adaptation syndrome, yang dicirikan dengan tiga tahapan proses, yaitu tahap peringatan (alarm), resistens, dan exhaustion. Pada ikan, tahap peringatan ditandai dengan hilangnya nafsu makan, kehilangan keseimbangan, dan perubahan tingkah laku. Tahap resistens ditandai dengan meningkatnya metabolisme dan laju konsumsi pakan, sedangkan pada tahap exhaustion pengaruh kumulatif pemaparan menyebabkan kematian prematur pada individu. Kematian terjadi ketika mekanisme kompensasi gagal karena ikan-ikan tidak sanggup mempertahankan tingkat aksi yang dibutuhkan untuk mengimbangi pengaruh stressor.

Stres juga diartikan sebagai sejumlah respons fisiologi yang terjadi pada saat hewan berusaha mempertahankan homeostatis. Respons terhadap stres ini dikontrol oleh sistem endokrin melalui pelepasan hormon kortisol (Barton et al. 1980). Stres menyebabkan peningkatan sekresi kortisol (glukokortikoid) dan glukosa darah.

Pada kegiatan budi daya ikan, stres terjadi jika ada serangan suatu wabah penyakit. Stres juga biasanya dipicu oleh padat tebar yang tinggi, perubahan suhu secara signifikan, salinitas, oksigen terlarut, dan stres akibat penanganan yang kurang baik sehingga menurunkan kemampuan ketahanan tubuh ikan.

Anderson (1974) menyatakan bahwa stressor lingkungan mempengaruhi respons imunitas dan kesehatan ikan, karena cekaman lingkungan dapat meningkatkan kortisol plasma yang selanjutnya dapat mempengaruhi penurunan sel antibodi, aktivitas makrofag, dan menghambat proliferasi limfosit.

Pada budi daya kerapu bebek di KJA, kondisi dan aktivitas yang diduga menjadi penyebab ikan stres adalah perubahan musim, transportasi, dan perendaman di air tawar. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa peralihan musim dari musim kemarau ke musim hujan menyebabkan penurunan kualitas air yang juga dapat memicu peningkatan jumlah bakteri patogen. Transportasi benih dari panti-panti pembenihan dengan kepadatan tinggi ke lokasi budi daya (KJA) dan memakan waktu yang cukup lama, berpotensi menyebabkan stres pada ikan, bahkan dapat menyebabkan kematian jika penanganannya kurang baik. Aktivitas lain yang rutin dilakukan oleh petani dan diduga menjadi penyebab stres adalah


(52)

20

perendaman ikan di air tawar. Kegiatan yang diyakini dapat mengurangi atau menghilangkan ektoparasit pada ikan ini biasanya dilakukan seminggu sekali, bahkan ada yang melakukannya tiga hari sekali.


(53)

21

III. BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011-Juni 2012. Pemeliharaan ikan dilakukan di Pusat Studi Ilmu Kelautan (PSIK), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Ancol-Jakarta.Pembuatan pakan uji, analisis kimia bahan, pakan, dan ikan, analisis gambaran darah, analisis RNA dan DNA, analisis kualitas air media, analisis kandungan Se pakan dan organ-organ tubuh ikan, analisis aktivitas enzim GPx dan SOD, analisis hormon kortisol, T3, dan T4, serta pengujian histopatologi dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ikan, Laboratorium Kesehatan Ikan, Laboratorium Genetika Ikan, dan Laboratorium Lingkungan di Departemen Budi Daya Perairan FPIK IPB; Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak di Fakultas Peternakan IPB; Laboratorium Fisiologi di Fakultas Kedokteran Hewan IPB; Laboratorium Pengujian di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian; dan di Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor.

Penelitian didesain dalam 4 seri percobaan, yaitu: 1. Uji kecernaan Se

2. Penentuan dosis optimal dan sumber Se terbaik

3. Kinerja pertumbuhan dan daya tahan tubuh juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda

4. Uji ketahanan tubuh terhadap berbagai stressor lingkungan

3.1 Percobaan I: Uji kecernaan Se

Percobaan ini bertujuan untuk membandingkan kecernaan Se dari dua sumber yang berbeda, yaitu Se anorganik (sodium selenite) dan Se organik (selenometionin). Pakan uji yang digunakan adalah pakan buatan berbentuk pellet (semi murni) dengan isoprotein dan isoenergi. Komposisi pakan uji, hasil analisis proksimat, dan kadar Se pakan disajikan pada Tabel 1. Jumlah Se yang ditambahkan pada percobaan ini adalah 0,1 mg Se/kg pakan dari kedua sumber Se tersebut.


(54)

22

Tabel 1. Komposisi pakan uji, hasil analisis proksimat, dan kadar Se pakan pada uji kecernaan Se

Bahan (%) Sumber Se

Sodium selenite Selenometionin

Kasein 46,0 46,0

Gelatin 8,0 8,0

Dekstrin 15,0 15,0

Tepung kepala udang 12,0 12,0

Minyak1 10,0 10,0

Vitamin mix2 2,0 2,0

Mineral mix (tanpa Se)3 4,0 4,0

CMC 3,0 3,0

Sodium selenite (mg) 0,22 -

Selenometionin (mg) - 0,25

Cr2O3 0,5 0,5

Hasil analisis proksimat (% bobot kering)

Protein 45,47 46,37

Lemak 11,45 11,16

BETN4 26,52 28,63

Energi (kkal GE5 /kg) 4709,94 4819,59

C/P6 (kkal/g protein) 10,36 10,39

Cr2O3 0,41 0,57

Se pakan (mg/kg) 0,325 0,318

1 = Terdiri atas minyak ikan, minyak cumi, dan minyak jagung

2 dan 3 = komposisi vitamin mix dan mineral mix disajikan pada lampiran 4 = BETN (Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen)

5 = GE (Gross Energy), Protein : 5,6 kkal/g; Lemak : 9,4 kkal/g; Karbohidrat : 4,1 kkal/g (NRC 1977) 6 = C/P (Kalori/Protein rasio)

Tahap awal pelaksanaan percobaan adalah persiapan hewan uji. Hewan uji yang telah diadaptasikan dan diseleksi, dimasukkan ke dalam wadah percobaan dengan kepadatan 15 ekor/akuarium. Tahap selanjutnya adalah pembuatan pakan uji. Masing-masing pakan uji yang telah dibuat sesuai perlakuan, ditambahkan dengan indikator (Cr2O3) sebanyak 0,5%. Pemeliharaan ikan dilakukan selama 14 hari dengan pemberian pakan dua kali sehari (pagi dan sore) secara at satiation. Untuk menghindari tercampurnya sisa pakan dan feses, dilakukan penyiponan sesaat setelah pemberian pakan. Pengambilan feses dilakukan 1 jam setelah pemberian pakan. Pengambilan feses dilakukan dengan metode penyiponan, dan feses yang terkumpul dimasukkan ke dalam botol film dan disimpan dalam lemari pendingin. Pengumpulan feses dilakukan selama pemeliharaan ikan. Feses yang telah terkumpul tersebut kemudian dikeringkan dan selanjutnya diukur kadar Cr2O3 dan Se-nya. Pengukuran kadar Cr2O3 dan Se juga dilakukan pada pakan uji.


(1)

Lampiran 32. Jumlah limfosit, monosit, neutrofil, dan indeks fagositik juvenil kerapu bebek pada percobaan uji ketahanan tubuh terhadap berbagai stressor lingkungan

Penambahan Se (mg/kg)

Differensial leukosit (%) Indeks fagositik (%) Ulangan Limfosit Monosit Neutrofil

0 1 65,43 20,99 13,58 19,00

2 82,56 11,63 5,81 13,00

3 76,47 11,76 11,76 16,00

Rata-rata 74,82 14,79 10,39 16,00

4 1 72,94 18,82 8,24 30,00

2 68,24 15,29 16,47 23,00

3 71,74 18,48 9,78 25,00

Rata-rata 70,97 17,53 11,50 26,00

16 1 62,22 24,44 13,33 20,00

2 85,06 6,90 8,05 25,00

3 72,29 15,66 12,05 22,00

Rata-rata 73,19 15,67 11,14 22,33

ANALISIS STATISTIK Limfosit (%) One-way ANOVA: limfosit versus dosis Se

Source DF SS MS F P dosis Se 2 22.4 11.2 0.16 0.857 Error 6 423.8 70.6

Total 8 446.2

S = 8.405 R-Sq = 5.01% R-Sq(adj) = 0.00%

Monosit (%) One-way ANOVA: monosit versus dosis Se

Source DF SS MS F P dosis Se 2 11.7 5.9 0.16 0.855 Error 6 219.0 36.5

Total 8 230.7


(2)

Neutrofil (%) One-way ANOVA: neutrofil versus dosis Se Source DF SS MS F P dosis Se 2 1.9 1.0 0.07 0.936 Error 6 86.5 14.4

Total 8 88.4

S = 3.797 R-Sq = 2.20% R-Sq(adj) = 0.00%

Indeks fagositik (%) One-way ANOVA: indeks fagositik versus dosis Se Source DF SS MS F P dosis Se 2 153.56 76.78 8.13 0.020 Error 6 56.67 9.44

Total 8 210.22


(3)

Lampiran 33. Retensi Se dan distribusi Se di beberapa organ tubuh juvenil kerapu bebek pada percobaan uji ketahanan tubuh terhadap berbagai stressor lingkungan

33.1. Retensi Se (%) Penambahan

Se (mg/kg)

Ulangan

Jumlah Rata-rata

1 2 3

0 67,96 77,94 76,89 222,79 74,26

4 77,28 71,16 79,54 227,98 75,99

16 57,95 78,61 81,30 217,86 72,62 33.2. Distribusi Se di beberapa organ tubuh

Penambahan Se (mg/kg)

Kadar Se organ (mcg/100 g)

hati usus ginjal otot Darah

0 0,36 1,96 0,25 0,41 0,44

4 4,75 2,02 1,88 0,49 0,88

16 1,75 1,36 1,82 0,39 0,63

ANALISIS STATISTIK Retensi Se (%) One-way ANOVA: retensi Se versus dosis Se

Source DF SS MS F P dosis Se 2 17.1 8.5 0.12 0.888 Error 6 424.2 70.7

Total 8 441.2


(4)

Lampiran 34. Kadar glukosa darah dan kortisol juvenil kerapu bebek pada percobaan uji ketahanan tubuh terhadap berbagai stressor lingkungan (uji transportasi)

34.1. Kadar glukosa darah (mg/dL)

Waktu pengamatan Penambahan Se (mg/kg)

0 4 16

Awal 58,22 60,09 60,38

Sesaat setelah transportasi

126,76 80,75 97,67

Hari ke-7 pasca transportasi

72,86 59,62 61,03

34.2. Kadar kortisol (ng/ml)

Waktu pengamatan Ulangan Penambahan Se (mg/kg)

0 4 16

Awal 1 12,62 9,31 8,20

2 13,38 9,03 10,26

Rata-rata 13,00 9,17 9,23

Sesaat setelah

transportasi 1 51,25 14,57 29,72

2 51,68 14,16 23,66

Rata-rata 51,47c 14,37a 26,69b

Hari ke-7 pasca

transportasi 1 10,17 6,28 11,24

2 14,28 7,10 11,50

Rata-rata 12,23 6,69 11,37

ANALISIS STATISTIK

Kortisol sesaat setelah transportasi (ng/mL) One-way ANOVA: kortisol awal (transportasi) versus dosis Se Source DF SS MS F P

dosis Se 2 1428.08 714.04 115.55 0.001 Error 3 18.54 6.18

Total 5 1446.62

S = 2.486 R-Sq = 98.72% R-Sq(adj) = 97.86%

Kortisol hari ke-7 pascatransportasi (ng/mL) One-way ANOVA: kortisol hari ke-7 versus dosis Se

Source DF SS MS F P dosis Se 2 35.51 17.76 6.04 0.089 Error 3 8.82 2.94

Total 5 44.33


(5)

Lampiran 35. Kadar glukosa darah dan kortisol juvenil kerapu bebek pada percobaan uji ketahanan tubuh terhadap berbagai stressor lingkungan (uji perendaman di air tawar)

35.1. Kadar glukosa darah (mg/dL) Media dan waktu

pengamatan

Penambahan Se (mg/kg)

0 4 16

Air laut (awal) 58,22 60,09 60,38

Air tawar (10 menit) 96,62 83,05 105,16

Air laut (1 jam) 127,70 79,81 108,45

Air laut (2 jam) 97,65 58,69 67,14

35.2. Kadar kortisol (ng/mL) Media dan waktu

pengamatan Ulangan

Penambahan Se (mg/kg)

0 4 16

Air laut (awal) 1 12,62 9,31 8,20

2 13,38 9,03 10,26

Rata-rata 13,00b 9,17a 9,23a

Air tawar (10

menit) 1 70,64 33,93 63,95

2 80,92 32,25 60,92

Rata-rata 75,78b 33,09a 62,44b

Air laut (1 jam) 1 55,26 24,54 31,13

2 51,59 25,99 35,88

Rata-rata 53,43b 25,27a 33,50a

Air laut (2 jam) 1 22,87 13,93 20,19

2 22,16 10,65 20,70

Rata-rata 22,52b 12,29a 20,45b

ANALISIS STATISTIK Kadar kortisol awal (ng/mL) One-way ANOVA: kortisol awal versus dosis Se

Source DF SS MS F P dosis Se 2 19.257 9.628 11.79 0.038 Error 3 2.450 0.817

Total 5 21.707


(6)

Kadar kortisol 10 menit (ng/mL) One-way ANOVA: kortisol 10 menit versus dosis Se Source DF SS MS F P dosis Se 2 1907.8 953.9 48.63 0.005 Error 3 58.8 19.6

Total 5 1966.6

S = 4.429 R-Sq = 97.01% R-Sq(adj) = 95.01%

Kadar kortisol 1 jam (ng/mL) One-way ANOVA: kortisol 1 jam versus dosis Se

Source DF SS MS F P dosis Se 2 838.62 419.31 65.65 0.003 Error 3 19.16 6.39

Total 5 857.78

S = 2.527 R-Sq = 97.77% R-Sq(adj) = 96.28%

Kadar kortisol 2 jam (ng/mL) One-way ANOVA: kortisol 2 jam versus dosis Se

Source DF SS MS F P dosis Se 2 116.89 58.45 30.43 0.010 Error 3 5.76 1.92

Total 5 122.65