Pengaturan Hukum Instrumen Penyertaan Saham pada pasar Modal

timbul di kemudian hari, jual beli pemilikan aset fisik oleh lembaga keuangan, efek bersifat investasi yang dijamin oleh pemerintah, sarana peningkatan investasiarus kas serta aset keuangan setara yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. 6 Surat berharga komersial syariah adalah surat pengakuan atas suatu pembiayaan dalam jangka waktu tertentu yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

D. Pengaturan Hukum Instrumen Penyertaan Saham pada pasar Modal

Syari’ah Secara praktis, instrumen saham belum didapati pada masa Rasulullah SAW dan para sahabat semoga Allah SWT ridha dan merahmati mereka semua. Pada masa Rasulullah SAW dan sahabat yang dikenal hanyalah perdagangan komoditas barang riil seperti layaknya yang terjadi pada pasar biasa. Pengakuan kepemilikan sebuah perusahaan syirkah pada masa itu belum direpresentasikan dalam bentuk saham seperti layaknya sekarang. Dengan demikian pada masa Rasulullah SAW dan para sahabat bukti kepemilikan danatau jual beli atas sebuah aset hanya melalui mekanisme jual beli biasa dan belum melalui Initial Public Offering dengan saham sebagai instrumennya. Pada saat itu yang terbentuk hanyalah pasar riil biasa yang mengadakan pertukaran barang dengan uang jual beli dan pertukaran barang dengan barang atau barter. 68 68 Nurul Huda dan Mohamad Heykal., Op. cit., hlm. 223. Universitas Sumatera Utara Dikarenakan belum adanya nash atau teks Al-Qur’an maupun Al-Hadis yang menghukumi secara jelas dan pasti tentang keberadaan saham, maka para ulama dan fuqaha kontemporer berusaha untuk menemukan rumusan kesimpulan hukum tersendiri untuk saham. Usaha tersebut lebih dikenal dengan istilah ijtihad, yaitu sebuah usaha dengan sungguh-sungguh untuk mendapatkan dan mengeluarkan hukum Islam yang belum dikemukakan secara jelas Al-Qur’an dan Al-Hadis dengan mengacu kepada sandaran dan dasar hukum yang diakui keabsahannya. Para fuqaha kontemporer berselisih pendapat dalam memperlakukan saham dari aspek hukum tahkim khususnya dalam jual beli. Ada sebagian mereka yang membolehkan transaksi jual beli saham dan ada juga yang tidak membolehkan. Para fuqaha yang tidak membolehkan transaksi jual beli saham memberikan beberapa argumentasi yang diantaranya adalah sebagai berikut : 69 1. Saham dipahami sebagaimana layaknya obligasi, di mana saham juga merupakan utang perusahaan terhadap para investor yang harus dikembalikan, maka dari itu memperjualbelikannya juga sama hukumnya dengan jual beli utang yang dilarang Islam. 2. Banyaknya praktik jual beli najasy di bursa efek. 3. Para investor pembeli saham keluar dan masuk tanpa diketahui oleh seluruh pemegang saham. 69 Ibid., hlm. 223-224. Universitas Sumatera Utara 4. Harga saham yang diberlakukan ditentukan senilai dengan ketentuan perusahaan yaitu pada saat penerbitan dan tidak mencerminkan modal awal pada waktu pendirian. 5. Harta atau modal perusahaan penerbit saham tercampur dan mengandung unsur haram sehingga menjadi haram semuanya. 6. Transaksi jual beli saham dianggap batal secara hukum, karena dalam transaksi tersebut tidak mengimplementasikan prinsip pertukaran sharf, jual beli saham adalah pertukaran uang dan barang, maka prinsip saling menyerahkan taqabudh dan persamaan nilai tamatsul harus diaplikasikan. Dikatakan kedua prinsip tersebut tidak terpenuhi dalam transaksi jual beli saham. 7. Adanya unsur ketidaktahuan jahalah dalam jual beli saham dikarenakan pembeli tidak mengetahui secara persis spesifikasi barang yang akan dibeli yang terefleksikan dalam lembaran saham. Adapun salah satu syarat sahnya jual-beli adalah diketahuinya barang ma’luumu al mabi’. 8. Nilai saham pada setiap tahunnya tidak bisa ditetapkan pada satu harga tertentu, harga saham selalu berubah-ubah mengikuti kondisi pasar bursa saham, untuk itu saham tidak dapat dikatakan sebagai pembayaran nilai pada saat pendirian perusahaan. 70 Berbeda dengan pendapat pertama, maka para fuqaha yang membolehkan jual beli saham mengatakan bahwa saham sesuai dengan terminologi yang melekat padanya, maka saham yang dimiliki oleh seseorang menunjukkan sebuah 70 Ibid. Universitas Sumatera Utara bukti kepemilikan atas perusahaan tertentu yang berbentuk aset, sehingga saham merupakan cerminan kepemilikan atas aset tertentu. Logika tersebut dijadikan dasar pemikiran bahwa saham dapat diperjualbelikan sebagaimana layaknya barang. Para ulama kontemporer yang merekomendasikan perihal tersebut di antaranya Abu Zahrah, Abdurrahman Hasan, dan Khalaf sebagaimana dituangkan oleh Yusuf Qardhawi dalam kitabnya Fiqhu Zakah halaman 527. Singkatnya bahwa jual beli saham dibolehkan secara Islam dan hukum positif yang berlaku. Aturan dan norma jual beli saham tetap mengacu kepada pedoman jual beli barang pada umumnya, yaitu terpenuhinya rukun, syarat, aspek ‘an taradhin, serta terhindar dari unsur maysir, gharar, riba, haram, dhulum, ghisy, dan najasy. Praktek forward contract, short selling, option, insider trading, “penggorengan” saham, merupakan transaksi yang dilarang secara Islam dalam dunia pasar modal. 71 Adanya fatwa-fatwa ulama kontemporer tentang jual beli saham semakin memperkuat landasan akan bolehnya jual beli saham. Dalam kumpulan Fatwa Dewan Islam Saudi arabia yang diketuai oleh Syekh Abdul Aziz Ibn Abdillah Ibn Baz Jilid 13 tiga belas Bab Jual Beli halaman 320-321 fatwa nomor 4016 dan 5149 dalam Satrio, 2005 tentang jual beli saham dinyatakan sebagai berikut: 72 “Jika saham yang diperjualbelikan tidak serupa dengan uang secara utuh apa adanya, akan tetapi hanya representasi dari sebuah aset seperti tanah, mobil, pabrik, dan yang sejenisnya, dan hal tersebut merupakan sesuatu yang telah diketahui oleh penjual dan pembeli, maka dibolehkan hukumnya untuk 71 Ibid., hlm. 225. 72 Ibid., hlm. 225-226. Universitas Sumatera Utara diperjualbelikan dengan harga tunai ataupun tangguh, yang dibayarkan secara kontan ataupun beberapa kali pembayaran, berdasarkan keumuman dalil tentang bolehnya jual-beli”. Selain fatwa tersebut, Fatwa Dewan Syariah Nasional Indonesia juga telah memutuskan akan bolehnya jual beli saham. Fatwa DSN-MUI No. 40DSN- MUI2003. Dalam perkembangannya mulai 2007, Bapepam Lembaga Keuangan sudah mengeluarkan Daftar Efek Islam yang berisi emiten-emiten yang sahamnya sesuai dengan ketentuan Islam berdasarkan keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Lembaga Keuangan No. Kep. 325BI2007 tentang Daftar Efek IslamTanggal 12 September 2007 yang berisi 174 Saham Islam. 73 DSN-MUI ketika memberikan fatwa selalu merujuk pada dalil-dalil dan syara yang berfungsi sebagai dasar hukum. Adapun fatwa DSN-MUI yang terkait dengan pengembangan pasar modal syariah adalah sebagai berikut : 74 a. No. 5DSN-MUIIV2000 tentang Jual Beli Sahan b. No. 20DSN-MUIIX2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksa Dana. c. No. 32DSN-MUIIX2002 tentang Obligasi Syariah. d. No. 33DSN-MUIIX2002 tentang Obligasi Syariah Mudharabah. e. No. 40DSN-MUIIX2003 tentang Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Pasar Modal. f. No. 41DSN-MUIIII2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah. g. No. 59DSN-MUIIX2007 tentang Obligasi Mudharabah Konversi. 73 Ibid. 74 Burhanuddin S., Op. cit., hlm. 133. Universitas Sumatera Utara Sebagai tindak lanjut fatwa DSN-MUI, BAPEPAM juga telah mengeluarkan kebijakan terkait dengan pengembangan pasar modal syariah. Pada tanggal 23 November 2006, BAPEPAM dan LK melalui Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor Kep-130BL2006 Peraturan Nomor IX.A.13 tentang penerbitan efek syariah dan Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor Kep- 131BL2006 Peraturan Nomor IX.A.14 tentang akad-akad yan digunakan dalam penerbitan efek syariah. 75 75 Ibid. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang