Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah

BAB III PONDOK PESANTREN MANBA’UL HIKMAH

A. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah

1. Berawal dari Berdirinya Madrasah Ibtidaiyah Islamiyah Dalam perkembangan sejarah bangsa Indonesia sejak proklamasi sampai sekarang telah banyak usaha untuk menggambarkan profil dan ciri-ciri manusia Indonesia, tidak semudah seorang seniman menuangkan imajinasinya menjadi sebuah patung atau lukisan. Oleh karena itu, gambaran manusia Indonesia harus merupakan hasil konsensus atau kesepakatan nasional dari semua pihak yang membentuk bangsa Indonesia itu sendiri. Dalam masyarakat Indonesia, guru-guru agama dan ahli kitab Islam, kyai dan ulama, sejak awal merupakan unsur sosial yang penting dalam masyarakat Indonesia. Kaum ulama merupakan inti dari cara hidup orang alim terpelajar. Akar tradisional golongan santri berpusat dalam ajaran agama. Kemudian perubahan terjadi dilingkungan agama Islam Indonesia, karena semakin luas keberadaan santri dalam arti yang sebenarnya dalam masyarakat Indonesia. 1 Sejalan dengan kebutuhan dan cita-cita luhur bangsa Indonesia, khususnya Kecamatan Kresek desa Renged, untuk mengisi kemerdekaan diperlukan data sejarah dan pengalaman-pengalaman generasi dimasa silam sebagai cermin atau bahan pelajaran generasi kemudian yang akan melanjutkan estafet perjuangannya. Dari percikan sejarah perjuangan kemerdekaan, bidang pendidikan juga 1 Lihat Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta, Bulan Bintang, 1988, hlm. 15 22 diutamakan. Diamana-mana didirikan Pondok Pesantren 2 dan gedung-gedung sekolah, dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi sebagai sarana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan pembukaan UUD 1945. Tidak terkecuali di desa Renged Kecamatan Kresek Kabupaten Tangerang Jawa Barat, dibangun Pondok Pesantren dan lembaga pendidikan Islam Madrasah Tarbiyatul Islamiyah yang menjadi cikal bakal pesantren Manba’ul Hikmah di kemudian. Di desa Renged Kecamatan Kresek sebelumnya sudah ada tempat-tempat pengajian yang diasuh oleh kyai 3 dari kelompoknya masing-masing. Salah seorang kyai itu adalah Kyai Syarif bin Samiran yang mempunyai gagasan untuk membentuk pendidikan formal. Meskipun Kyai Syarif keadaan hidupnya sangat sederhana, tetapi semangatnya dalam dunia pendidikan benar-benar membara dan memancar. Hal itu dapat dibuktikan semasa hidupnya, sehingga disebelah rumahnya dibangun sebuah gubuk sederhana dua lokal, yang terbuat dari bambu. Bangunan tersebut beliau gunakan untuk jualan minyak tanah, sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. 4 Ide dalam mendirikan Madrasah Ibtidaiyah Diniyah terjadi tahun 1957, yang dihasilkan dari musyawarah antara Kyai Syarif dengan KH. Kalyubi Nawawi. 5 Dalam musyawarah itu KH. Kalyubi Nawawi menyarankan agar Kyai 2 Pesantren yang dikenal mula-mula didirikan oleh Sunan Ngampel atau Raden Rahmat di Kembang Kuning Surabaya. Memang pesantren selain dari tempat belajar, juga lembaga perluasan agama Islam. santri-santri yang telah merasa cukup menimba ilmu yang diberikan oleh kyai-kyai dari satu pesantren mendirikan pula pesantren baru. Lihat Muh Said dan Junimar Affan, Mendidik dari Zaman ke Zaman, Bandung, Jemamars, 1987, hlm.21. 3 Kyai adalah sebutan atau gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seseorang yang ahli agama Islam, yang biasa memiliki dan mengelola pesantren. 4 Wawancara dengan KH. Kalyubi Nawawi di Kresek, 18 Desember 2008. 5 KH. Kalyubi Nawawi lahir tanggal 13 April 1930 di Kampung Renged, Desa Renged Kecamatan Kresek, Kabupaten Tangerang,. Ia anak dari perkawinan H. Nawawi dan Hj. Aspiah. Syarif menyerahkan urusan pendirian madrasah diserahkan kepada orang muda. Pemikiran yang mengarah kemasa depan itu diwujudkan dengan mendirikan pesantren, yang merupakan suatu intitusi untuk mencetak kader-kader. Pesantren yang memiliki tujuan tempat untuk mendidik kepada kemampuan hidup santri dalam memberdayakan potensi dirinya. Ia harus lebih aktif dalam menentukan rencana perjalanan hidupnya, sehingga pada gilirannya mampu menangkap tema- tema zamannya dan terutama bagaimana mereka mampu menanggani realitas yang melahirkan tema-tema itu. 6 Mengingat pada waktu itu Kyai Syarif sering sakit-sakitan dikarenakan usianya yang sudah tua. Pada musyawah itu Kyai Syarif menyetujui urusan madrasah dipercayakan kepada generasi muda yang mempunyai bakat mengajar di madrasah. Pada tahun itu pula Kyai Syarif mengadakan musyawarah dengan masyarakat setempat, meminta supaya musyawarah diputuskan bahwa memang harus segera dibangunkan sebuah tempat pendidikan formal, yang dananya diambil dari masyarakat. 7 Lahirnya pemikiran ini untuk meneruskan dan mengisi kemerdekaan, yang pada sebelum masa kemerdekaan telah dicontohkan dan dipelopori oleh kaum terpelajar. Kebangkitan dunia timur melawan dominasi barat, dan gerakan pembaharuan Islam. Gerakan pembaharuan itu paling tidak muncul karena dua Awal pendidikannya adalah di pesantren, mulai dari pesantren Ki Mahmud, di Kresek kemudian di Pesantren KH. Muhamad Amin di Koper Kresek, dan di Pesantren Pelamunan Serang. 6 Adapun tujuan mendirikan pesantren di Renged yakni: pertama, memberi bekal pendidikan agar santri-santri dapat mencari penghidupannya yang layak. Kedua, memberi hak kepada para santri untuk belajar organisasi. Ketiga, menyadarkan santri-santri tentang adanya penderitaan berjuta-juta masyarakat. Wawancara dengan KH. Kalyubi Nawawi di Kresek, 18 desember 2008. 7 TIM LPI Manba’ul Hikmah, Kenang-Kenangan 27 Tahun Berdirinya LPI Manba’ul Hikmah Renged Kresek Tangerang Jawa Barat, Kresek, Lembaga Pendidikan Islam Manba’ul Hikmah, 1996, hlm.1. hal; pertama, timbulnya kesadaran dikalangan ulama bahwa banyak ajaran-ajaran asing yang masuk dan diterima sebagai ajaran Islam. Ajaran-ajaran itu beartentangan dengan semangat ajaran Islam yang sebenarnya, seperti bid’ah, khurafat dan takhayul. Ajaran-ajaran inilah, menurut mereka, yang membawa Islam menjadi mundur. Oleh karena itu, mereka bangkit untuk membersihkan Islam dari ajaran atau paham seperti itu. Kedua, pada periode ini barat mendominasi dunia dibidang politik dan peradaban. Persentuhan dengan barat menyadarkan tokoh-tokoh Islam atas ketinggalan mereka. Karena itu, mereka berusaha bangkit dengan mencontoh barat dalam masalah-masalah politik dan peradaban untuk menciptakan kekuatan baru. Peristiwa yang diterima umat Islam sebagai pertanda simbolik dari bangkitnya dunia Islam yang luput dari perhatian golongan terpelajar di Indonesia. Pemikiran Jamal Al-Din Al-Afhgani 8 lewat gerakan politiknya melalui Pan Islamisme, yang berusaha untuk mempersatukan umat Islam diseluruh dunia, yang kemudian mendapat kerangka ideologis dan teologisnya dari muridnya, yaitu Muhammad Abduh di Mesir. 9 Untuk mengambil dana pembangunan madrasah tersebut dibentuklah tiga orang panitia diantaranya H. Johari selaku tokoh masyarakat dan sebagai Kepala Desa, H. Muhammad Idris dan KH. Kalyubi Nawawi. Bangunan atas bantuan dan 8 Jamal Al-Din Al-Afhgani lahir di Afganistan pada tahun 1839 dan meninggal dunia di Istambul di tahun 1897. Ia adalah seorang pemimpin pembaharu dalam Islam yang tempat tinggal dan aktifitasnya berpindah-pindah dari satu negara Islam ke negara Islam lainnya. Pengaruh terbesar ditinggalkannya di Mesir. Lihat Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1988, hlm. 51. Lihat juga Busthami Muhammad Sa’id, Gerakan Pembaharuan Agama, Bekasi, Wacanalajuardi Amanah, hlm. 127 9 Muhamad Abduh lahir tahun 1849 di suatu desa di Mesir Hilir. Didesa mana tidak dapat diketahui dengan pasti, karena ibu bapaknya adalah orang desa biasa yang tidak mementingkan tempat dan tanggal lahir anak-nakanya. Lihat Husayn Ahmad Amin, Seratus Tokoh Dalam Islam, Bandung, 1999, hlm. 293 partisifasi masyarakat itu selesai pada tahu 1958, yang merupakan sebuah gedung madrasah sederhana, pondasi dari batu bata, atap genteng, dinding bilik, lantai tanah dengan ukuran 6x12 m 2 dan telah tersedia papan tulis, meja dan bangku. Madrasah yang baru selesai itu diberi nama Tarbiyatul Islamiah, dengan kepengurusan Madrasah adalah : Kepala Madrasah: Ustadz H. Zaeni bin Kyai Syarif, Tata Usaha: Ustadz H. Suryani Mu’thi. Madrasah ini berjalan dengan lancar sampai akhir tahun 1958. 10 Pada tahun 1959, Madrasah Tarbiyatul Islamiyah, berniat untuk ditutup dengan alasan kekurangan tenaga pengajar. Tetapi atas saran KH. Abdul Halim menyarankan agar madrasah jangan ditutup, hanya karena alasan kurang pengajar, tetapi kalu bisa ditingkatkan lagi, karena alangkah ganjilnya madrasah Renged ditutup, padahal di desa lain akan dibuka madrasah. Kemudian untuk menyikapi hal tersebut, maka diadakan musyawarah bertempat di rumah H. Johari selaku kepala Desa Renged, yang dihadiri oleh Komisariat Pesantren Al-Khaeriyah Citangkil wilayah IV. 11 Didalam musyawarah tersebut sepakat untuk mengangkat KH. Kalyubi Nawawi untuk memimpin madrasah itu. Tetapi beliau merasa kebingungan, karena sedang aktif mengajar di Madrasah Al-Khaeriyah Kandang Gede Kresek. Karena atas desakan masyarakat mau tidak mau KH. Kalyubi Nawawi harus menerimanya dan langsung diangkat menjadi Kepala Madrasah 10 Wawancara dengan KH. Kalyubi Nawawi di Kresek, 18 Desember 2008 11 Pesantren Citangkil Cilegon didirikan oleh KH. Sjam’un pada tahun 1916, yang dimulai dari membangun pesantren kecil yang dihuni oleh 25 orang santri dari berbagai peloksok Banten. Studi lebih lanjut lihat Rahayu Permana, KH. Sjam’un Gagasan dan Perjuangannya 1885- 1949, Tesis, Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Depok, 2003, hlm 25-55. Tarbiyatul Islamiayah menggantikan Ustadz Zaeni Syarif. KH. Kalyubi Nawawi menerima jabatan Kepala Madrasah dengan syarat: 1. Masyarakat harus sanggup menyediakan tempat untuk bangunan madrasah yang dapat memenuhi syarat pendidikan, mengingat tempat yang ada selain tidak memenuhi syarat juga tidak bisa untuk pelebaran bangunan serta tanahnya masih milik pribadi bukan wakaf. 2. Masayarakat harus sanggup menyediakan meja, bangku, papan tulis, yang memadai dengan madrasah yang lain mengingat alat-alat madrasah yang ada sudah tidak layak lagi untuk di pakai. 3. Para santri yang ada disekitar Renged, harus ikut aktif dalam masalah madrasah. 12 Persyaratan itu diterima oleh masyarakat Renged, mereka sepakat untuk memberikan sumbangan dan mengusahakan sarana dan prasarana yang dibutbuhkan oleh Madrasah Tarbiyatul Islamiah. KH. Kalyubi Nawawi mulai memimpin pesantren pada bulan Syawal dan sekaligus mohon diri dan minta doanya untuk memundurkan diri dari Madrasah Al-Khaeriyah secara lisan kepada pimpinan Al-Khaeriyah yakni KH. Mansyur. Dalam kepemimpinan KH. Kalyubi Nawawi madrasah berjalan dengan lancar. Jumlah siswa pada waktu itu yang belajar di madrasah Tarbiyatul Islamiyah sekitar 54 orang dan dibagi empat lokal. Hal ini tentunya setelah madrasah dipindahkan dari tanah Kyai Syarif ke tanah pinjaman hak pakai yang milik dari keturunan Kyai Andung yang terletak di dalam kampung Renged Tegal sebelah utara Kesek. 12 Lihat Tim LPI Manba’ul Hikmah, op.cit., hlm. 7-8. Wawancara juga dengan KH. Kalyubi Nawawi di Kresek, 18 Desember 2008. Setahun kemudian yakni tahun 1960, Madrasah Tarbiyatul Islamiyah menggabungkan diri dengan Pengurus Besar Khaeriyah Citangkil Cilegon sekaligus pindah nama dari Tarbiyatul Islamiyah menjadi Madrasah Ibtidaiyah Khaeriyah dengan nomor cabang 123 dibawah Komisariat Wilayah IV Khaeriyah. Hal ini karena anjuran dari Kyai Abdul Halim Ketua pengurus wilayah IV Al-Khaeriyah, dan persetujuan para pengurus Madrasah Tarbiyatul Islamiyah dengan masyarakat setempat. 13 Kyai Abdul Halim beralasan agar guru yang mengajar di madrasah itu bisa ditingkatkan kesejahteraannya ketika bergabung dengan PB Al-Khaeriyah. 14 Madrasah Al-Khaeriyah Renged dari tahun ketahun mengalami kemajuan yang berarti. Hal ini ditunjukan dengan bertambahnya siswa yang sekolah ke madrasah itu. 15 Tercatat jumlah siswa pada waktu itu mencapai 200 orang, sehingga harus menambah lokal lagi untuk ruangan belajar siswa. Perkembangan madrasah ini mendapat respon positif dari masyarakat, baik dari dalam Kecamatan Kresek maupun di luar Kecamatan Kresek. 16 2. Berdirinya MTS Manba’ul Hikmah Mengingat perkembangan Madrasah Al-Khaeriyah Renged semakin maju, dan banyaknya siswa-siswi lulusan sana, pada tahun 1968 KH Kalyubi Nawawi 13 Madrasah Al-Khaeriyah Renged mendapat bantuan subsidi dari pemerintah melalui Pengurus Besar al-Khaeriyah Citangkil Cilegon sebesar Rp. 600,-. Uang tersebut oleh pengurus dibagikan untuk kesejahteraan dewan guru. Disamping itu Madrasah Al-Khaeriyah Renged Mendapat bantuan guru negeri yaitu ustadz H. Abus Salam Sulaiman yang berasal dari kampung Kandang Gede Wawancara dengan H. Ubaidillah di Kresek, 15 Pebruari 2009 14 Wawancara dengan KH. Kalyubi Nawawi di Kresek, 18 Desember 2008. 15 Perkembangan ini didukung oleh guru-gurunya yang memiliki semangat mengabdi. Adapun para pengajar madrasah diantaranya: Ketua pengurus Kyai Syarif, Kepala Madrasah KH. Kalyubi Nawawi, sedangkan para ustadznya adalah: H. Bakri, Tarmidi, H. Zaeni, H. Salam, H. Suryani, H. Ma’ruf, H. Golib, H. Asfuri, H. Abd. Salam, H. Holil Efendi, Turmudzi, Jaswadi dan Dahlan Hasan Tim LPI Manba’ul Hikmah, op.cit., hlm.11. 16 Wawancara dengan KH. Kalyubi Nawawi di Kresek, 18 Desember 2008 mengadakan obrolan dengan Haji Rasihun Fil’ilmi di kantor madrasah mengenai pendidikan di daerah Kecamatan Kresek dan Kecamatan Kronjo. Alangkah sangat jauh ketinggalan dengan daerah-daerah lainnya disetiap Kecamatan ada sekolah lanjutan, tetapi di Kresek dan Kronjo tidak ada, selain Madrasah Ibtidaiyah dan Sekolah Dasar. KH. Kalyubi Nawawi pada waktu itu minta atau mengajukan kepada para guru dan pimpinan Al-Khaeriyah Citangkil Cilegon wilayah IV, supaya didaerah Kecamatan Kresek diadakan sekolah lanjutan, mengingat sudah hausnya masyarakat terhadap tingkat lanjutan. 17 Disebabkan dengan banyaknya para pelajar dari lulusan Madrasah Al- Khaeriyah Renged yang tidak sanggup untuk menuntut ilmu di tempat yang jauh, dengan alasan biaya. Olek karena itu, KH. Kalyubi akhirnya mendesak dan mengajukan untuk diberikan izin mendirikan sekolah lanjutan kepada pimpinan Pengurus Besar Al-Khaeriyah Wilayah IV sampai tiga kali, namun tidak ada sambutan apa-apa baik dari para asatidz maupun dari pimpinan Al-Khaeriyah itu sendiri. Alasannya mereka masih truma, dimana PB Al-Khaeriyah pada tahun 19531954 di Kresek pernah diadakan Pendidikan Guru Agama PGA yang didirikan oleh bapak Haji Abdul Goni, tetapi tidak jalan dan bubar begitu saja. 18 Walaupun PB Al-Khaeriyah tidak memberikan respon, namun KH. Kalyubi Nawawi yang dibantu oleh KH. Rasihun bersama masyarakat Renged, yang didukung oleh H. Johari selaku Kepala Desa Renged pada waktu itu untuk tetap mendirikan bangunan Madrasah Tsanawiyah. Usaha ini berhasil setelah mendapatkan dua petak sawah yang diwakafkan oleh H. Fuil yang disetujui oleh 17 Wawancara dengan H. Ubaidillah di Kresek, 15 Pebruari 2009. 18 Tim LPI Manba’ul Hikmah, op.cit., hlm 12 keluarga serta ahli warisnya. Tanah tersebut terletak disebelah selatan Kampung Renged, jelasnya tanah tersebut dilokasi yang digunakan sekarang ini. 19 Pada waktu itu juga atas kesepakatan pengurus bersama masyarakat bahwa madrasah yang terletak ditanah Ki Adung dipindahkan ke tanah wakaf H. Fuil yang pembangunannya langsung dipimpin dan dipegang oleh KH. Kalyubi. Pembangunan madrasah Tsanawiyah ini sebanyak delapan lokal dengan ukuran 7x64 meter. Adapun bahan bangunan seperti batu bata dibuat oleh masyarakat Renged sendiri, yang diawasi langsung oleh H. Pasmen. Sedangkan bahan bangunan lain seperti kayu disumbang oleh H. Hasbullah. Pembangunan tersebut dilaksanakan sampai selesai yang sebagian dananya disokong oleh H. Abdul Goni. 20 Setelah bangunan madrasah selesai, maka atas saran KH. Muhamad Amin madrasah Tsanawiyah agar secepatnya dibuka. Hal ini tentunya sudah dikor dinasikan dahulu oleh KH. Kalyubi Nawawi dengan gurunya yang bernama KH. Muhammad Amin di koper. Bahkan KH. Muhammad Amin bersedia membantu sepenuhnya terhadap pembukaan Madrasah Tsanawiyah yang dibuka pada tahun 1971 yang diberi nama madrasah Tsanawiyah Manba’ul Hikmah. 21

B. Pembentukan Pengurus dan Akte Yayasan Manba’ul Hikmah