Perkembangan dan upaya pondok pesantren Manba'ul Hikmah Kresek dalam meningkatkan mutu penyelenggara pendidikan tahun 1969-1996

(1)

A. Latar Belakang Masalah

Sejarah perkembangan pesantren di Indonesia terus berkembang sejalan dengan perkembangan zaman di negara-negara yang mayoritas Islam, khususnya di Indonesia sendiri. Di mana pesantren ini oleh para ulama Indonesia selalu menjadi kajian-kajian yang menarik dalam menghasilkan generasi-generasi yang Islami, yang mampu menghadapi perubahan sosial.1

Perkembangan pesantren ini sudah tentu memerlukan proses pengkajian atas berbagai hal yang bersangkutan dengan keilmuan Islam itu sendiri maupun msalah keilmuan lain yang berhubungan dengannnya. Demikian pula halnya dengan kemajuan pesantren yang harus mendapatkan perhatian khusus dari para pendirinya. Pengembangannya selalu disesuaikan dengan situasi kondisi masyarakat Indonesia yang semakin hari semakin maju, baik dalam bidang ekonomi, sosial, politik yang memerlukan ketentuan dan ketetapan hukum agar tidak saling berbenturan antara satu dengan yang lainnya dalam kehidupan bermasyarakat.2

Di Indonesia, belakangan ini penelitian sejarah pesantren mulai dirasakan penting, khususnya perkembangan dan peranannya bagi masyarakat di sekitarnya. Paling tidak, karena perubahan pertumbuhan dan perkembangan pesantren

1

Mohamad Said dan Junimar Affan, Mendidik dari Zaman ke Zaman, Bandung, Jemmars, 1987, hlm. 7.

2

Latthiful Khuluq, Fajar Kebagunan Ulama, Biografi KH. Hasyim Asy’iari, Yogyakarta, LKiS, 2000, hlm. 6


(2)

2

menunjukan pada suatu dinamika pemikiran keagamaan itu sendiri dan menggambarkan pola agama dengan perkembangan sosial budaya masyarakat. Dimana hal tersebut merupakan persoalan yang tidak pernah usai dimanapun dan kapanpun, terutama masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam yang sedang mengalami modernisasi. Evolusi historikal dari perkembangan pesantren secara sungguh-sungguh telah menyediakan lapangan ijtihad bagi para pemikir Islam di Indonesia. Sebab, lembaga pesantren ini sebenarnya sudah ada sejak masa kekuasaan Hindu-Budha, sehingga Islam tinggal meneruskan dan mengislamkan lembaga pendidikan yang sudah ada. Tentunya ini tidak berarti mengecilkan peranan Islam dalam mempelopori pendidikan di Indinesia.3

Kebanyakan pesantren sebagai komunitas belajar keagamaan bukan hanya mempertahankan sistem sorogan4 dan sistem bandongan5 juga melengkapinya dan menerapkan sistem klasikal/sekolah. Dua sistem ini menjadi tradisi pesantren di Indonesia, khususnya masyarakat pedesaan dalam kehidupan keagamaan merupakan suatu bagian terpadu dari kenyataan atau keberadaan sehari-hari dan tidak dianggap sektor yang terpisah. Di mana dalam hal ini Pondok Pesantren terdiri atas lima elemen penting yakni : (1) kiyai (2) santri (3) kitab klasik/kuning (4) asrama (5) masjid.6

3

Bisri Affandi, Syaikh Ahmad Syurkati (1874-1943) Pembaharu dan Pemurni Islam di Indonesia Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 1999, hlm. 20

4

Sorogan yaitu seorang santri mendatangi seorang kiyai yang akan membacakan beberapa baris kitab-kitab yaitu berbahasa Arab dan menterjemahkannya kedalam bahsa Jawa atau Sunda.

5

Bandongan yaitu para santri mendengarkan, kyai membaca, menterjemahkan, menerangkan dan seringkali mengulas kitab-kita klasik yang lain yang tertulis dalam bahasa Arab.

6

Nurcholis Madjid, Builik-bilik Pesantren, Sebuah Potret Perjalanan, Jakarta, LP3ES, 1994, hlm.5


(3)

Lembaga pendidikan Islam Manba’ul Hikmah merupakan Pondok Pesantren yang mengambil sikap yang agak berbeda dari kebanyakan pesantren, di mana lembaga ini mengadopsi pendidikan Islam modern yakni sistem

bandongan dan sistem klasikal. Usaha ini untuk memperluas pemahaman Islam

yang tidak terbatas hanya kepada tafsir, fiqih dan hadits saja, tetapi meliputi ilmu-ilmu keduniaan dan mengintegrasikannya sebagai suatu kesatun yang komprehensif. Lembaga pendidikan Islam yang moden ini termasuk Pondok Pesantren tertua yang berada di Kresek Tangerang yakni berdiri sejak tahun 1969, melalui musyawarah untuk memberi kesempatan kepada putra putri khususnya dari kecamatan Kresek.7

Pelopor pendiri Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah adalah seorang kiyai yang berasal dari kecamatan Kresek itu sendiri yakni KH. Kalyubi Nawawi yang dibantu oleh kakak kandungnya sendiri yakni KH. Mahmud. KH. Kalyubi Nawawi sebagai tokoh pendiri yang juga sekaligus pembaharu itu telah memandang bahwa ijtihad sangat dibutuhkan dan harus terbuka luas dalam rangka memecahkan persoalan-persoalan kehidupan masyarakat. Dengan menyatakan kembali kepada al-Qur’an dan Hadits, berarti menjadikan kedua sumber tersebut sebagai dasar hukum sekaligus sebagai sumber ilmu pengetahuan. Juga Intensitas pada pengembangan pemikiran (akal-pikiran) sangat besar dengan menampilkan metodologi pengembangan pemikiran pendidikan yang tidak lagi dogmatis, tetapi

7

Zamaksyari Dofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, LP3ES, 1994, hlm.5


(4)

4

lebih bersifat terbuka melalui diskusi untuk merangsang perkembangan wawasan dan kekuatan akal pikiran peserta didik.8

Perkembangan dan peranan Pondok Pesantren Manba’ul Hikamah mulai dari berdirinya sampai saat ini membuat tertarik penulis untuk menjadikan sebagai bahan skripsi, karena Pondok Pesantren ini telah melanjutkan perjuangan Banten untuk mengisi kemerdekaan dengan damai yang berorientasi pada keseimbangan hidup melalui pendidikan kader generasi yang patriotis yang mempunyai implikasi terhadap perkembangan nasional dan tujuan pendidikan nasional dewasa ini, agar manusia memiliki rasa cinta terhadap tanah air dan taat pada ajaran agama.9 Skripsi ini penulis beri judul “Upaya Pondok Pesantern Manba’ul Hikmah Kresek Dalam Meningkatkan Mutu Penyelenggaraan Pendidikan Tahun 1969-1996”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Penelitian yang dilaksanakan penulis adalah berdasarkan pemikiran bahwa Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah adalah sebagai suatu lembaga pendidikan dan dakwah sangat besar sekali peranannya dalam menciptakan generasi baru Islam, mencerdaskan rakyat, menanamkan akidah dan membangkitkan semangat untuk mengisi kemerdekaan Indonesia, agar pembahasan tidak melebar maka masalah yang dikaji dalam skripsi ini difokuskan pada “Upaya Pondok Pesantern Manba’ul Hikmah Kresek Dalam Meningkatkan Mutu

8

LPI Manba’ul Hikmah, Kenang-kenangan 27 Tahun Berdirinya LPI Manba’ul Hikmah Kresek, Tangerang Jawa Barat, hlm. 8

9


(5)

Penyelenggaraan Pendidikan Tahun 1969-1996”, di samping sejarah dan perkembangan pesantren tersebut.

2. Perumusan Masalah

Dengan pembahasan masalah seperti itu, maka pembahasan dapat dirumuskan dalam pertanyaan berikut:

1. Bagaimana sejarah berdirinya Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah Kresek?

2. Bagaimana perkembangan Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah sejak tahun 1969-1996?

3. Bagaimana upaya Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah Kresek dalam meningkatkan mutu penyelengaraan pendidikan?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Adapun penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui sejarah berdirinya Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah Kresek.

2. Mengetahui perkembangan Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah sejak tahun 1969-1996.

3. Mengetahui upaya Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah dalam meningkatan mutu penyelengaraan pendidikan.

2. Manfaat Penelitian

1. Dapat diterima sebagai tugas akhir dan syarat pencapaian gelar S1 pada Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam.


(6)

6

2. Dapat memberikan gambaran sejarah mengenai pesantren yang penulis bahas secara mendalam.

D. Studi Pendahuluan

Skripsi ini merupakan studi awal dalam penulisan Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah, Desa Reged Kecamatan Kresek Kabupaten Tangerang. Sebelumnya belum ada penelitian mengenai pesantren ini, mengingat di sekitar wilayah Kresek belum ada seorang peneliti membahas sejarahnya secara akademik. Penulis memberanikan diri untuk membahas kajian sejarah Pondok Pesantren ini, mulai dari tahun 1969-1996, hal ini disebabkan ketertarikan penulis untuk meneliti lebih dalam dan luas mengenai pesantren Manba’ul Hikmah. Karena di dalam perkembangannya cukup menarik untuk ditelusuri mulai dari upaya pendirian sampai perkembangannya. Dalam penelitian penulis ini memerlukan data-data sejarah dan pengalaman para pelaku sejarah dan saksi sejarah di masa silam mengenai Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah sebagai cermin atau bahan pelajaran generasi kemudian yang akan melanjutkan estafet perjuangannya. Hal tersebut akan lebih bermanfaat dan dapat menjadi bahan perbandingan serta pertimbangan yang dapat membaca perkembangan sejarah pesantren tersebut yang terjadi, baik peristiwa itu besar ataupun kecil, yang tertuang dalam bentuk dokumen tertulis ataupun lisan..

Dari penelitian ini penulis fokuskan pada bidang pendidikan, terutama Pondok Pesantren sebagai prioritas untuk melahirkan generasi-generasi yang kuat iman dan ipteknya yang diutamakan. Di mana-mana didirikan Pondok Pesantren


(7)

dan gedung-gedung sekolah, dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi sebagai sarana untuk mencerdaskan bangsa. Tidak terkecuali di Desa Renged Kecamatan Kresek Tangerang dibangun Pondok Pesantren dan Lembaga Pendidikan Islam Manba’ul Hikmah atau Yayasan LPI Manba’ul Hikmah dengan Akte Notaris Nomor : 50/29-8-1980.

E. Metodologi Penelitian

Langkah-langkah yang ditempuh penulis dalam penelitian ini menggunakan metodologi penelitian sejarah dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:

1. Menentukan jenis data

Untuk memperoleh interpretasi data yang benar, maka data perlu dianalisis. Analisis data dilakukan dengan dua pendekatan, untuk data kualitatif dianalisis dengan logika, sedangkan data yang bersifat kuantitatif dianalisis dengan statistik contohnya tabel.

2. Menentukan sumber data a. Lokasi penelitian

Sesuai dengan judul di atas, lokasi yang dijadikan objek penelitian oleh penulis yaitu Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah Kresek Kabupaten Tangerang.

b. Populasi

Yang dimaksud dengan populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang terdiri atas manusia, hewan, tumbuhan, dan peristiwa sejarah sebagai sumber data yang dinilai karakteristik tertentu dalam sebuah penelitian. Dalam penelitian ini


(8)

8

yang menjadi populasi adalah peristiwa sejarah yakni Peran Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah dalam pendidikan masyarakat Kresek Tangerang 1969-1996.

3. Metode penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu metode yang diarahkan untuk memecahkan masalah dengan memaparkan atau menggambarkan apa adanya tentang hasil penelitian.

4. Teknik pengumpulan data (Heuristik)

Sebagai langkah awal dari penulisan skripsi ini, menemukan masalah mengenai keberadaan Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah dilihat dari perkembangannya, kemudian merumuskannya. Setelah masalah terumuskan, selanjutnya dilakukan penelitian, yakni penelitian lapangan (observasi), adalah mengadakan penyelidikan dan pengamatan secara langsung terhadap fenomena-fenomena obyek yang diteliti. Melakukan wawancara (Interview) terhadap pelaku sejarah sebagai sumber lisan.10

Tahapan heuristik adalah tahapan pengumpulan objek berasal dari literatur di perpustakaan-perpustakaan terhadap buku-buku atau sumber-sumber tertulis yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas. Juga dilakukan penelitian dari bahan-bahan tercetak, tertulis, atau lisan yang relevan. Dalam tahapan pengumpulan objek berasal dari bahan tercetak ini berupa buku-buku, artikel yang menunjang masalah yang diteliti, dihimpun dan dikumpulkan untuk diadakan klasifikasi sumber data primer dan sumber data skunder berdasarkan kualitasnya,

10

Hugiono dan PK Poerwantara, Pengantar Ilmu Sejarah, Jakarta, Bina Aksara, 1987, hlm.36


(9)

mana yang termasuk sumber data primer dan mana yang termasuk sumber data skunder.11

Sumber data primer adalah sumber yang keterangannya diperoleh secara langsung dari orang yang menyaksikan peristiwanya secara langsung dengan mata kepalanya sendiri. Dengan kata lain sumber primer adalah sumber yang diperoleh dari aktor (pelaku) sejarah dan orang-orang yang menyaksikan langsung terjadinya peristiwa sejarah. Sedangkan sumber skunder adalah sumber yang keterangannya diperoleh dari orang yang tidak menyaksikan peristiwanya secara langsung. Dengan kata lain, sumber skunder adalah bukan sumber pertama, keterangannya bukan diperoleh dari orang yang terlibat langsung.

Dalam penelitian ini, untuk data sumber primer digunakan (1) Buku Kenang-Kenangan 27 tahun Berdirinya LPI Manba’ul Hikmah Kresek Tangerang. Buku ditulis dari catatan pengalaman KH. Kalyubi Nawawi, sebagai pelaku sejarah. (2) Proyek proposal Program Pengembangan Yayasan Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah yang ditulis oleh Drs. KH. Ubaidillah (anak Keduan KH. Kalyubi Nawawi). (3) Data Laporan Bulanan Kecamatan Kresek. (4) Selain data tertulis, digunakan juga dengan mengadakan dan mengumpulkan data-data dari sumber lisan dengan melakukan wawancara dengan pelaku sejarah, baik berupa responden (pelaku sejarah pertama) yaitu KH. Kalyubi Nawawi, maupun imforman (pelaku sejarah kedua) yaitu Drs. KH. Ubaidillah. Setelah data melalui data terkumpul, kemudian data ini ditranskrip, selanjutnya diedit kemudian dianalisis dengan tujuan dalam rangka menemukan sumber data yang kredibel.

11


(10)

10

Untuk sumber data skunder, digunakan buku-buku : (1) Deliar Noer,

Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta, 1983, LP3ES, (2)

Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarikat-Tarikat, Bandung, Mizan, 1999. (3) Zamaksyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang

Pandangan Hidup Kyai, Jakarta, LP3ES, 1994, (4) Manfred Ziemek, Pesantren

dalam Perubahan Sosial, terbitan Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan

Masyarakat, 1986, dan buku-buku lain yang relevan dengan pembahasan. 5. Teknik kritik data

Tahapan kritik adalah tahapan atau kegiatan meneliti sumber atau menyingkirkan bahan-bahan yang tidak otentik. Sumber yang telah ditemukan dan dihimpun melalui tahapan heuristik itu, harus diuji dulu. Pengujian ini dilakukan melalui kritik.12

Tahapan sumber itu mempunyai dua aspek, yaitu aspek ekstern dan intern. Karena itu kritikpun terbagi dua, yaitu kritik ekstern (kritik eksternal) dan kritik intern (kritik internal).

Kritik eksternal atau masalah otentitas, bertugas untuk menjawab pertanyaan: apakah sumber itu adalah sumber yang dikehendaki? Apakah sumber itu asli atau turunan? Apakah sumber itu utuh atau telah diubah-ubah, dengan menjawab pertanyaan tersebut dapat ditemukan sumber data yang otentik.

Kritik internal atau masalah kredibilitas, bertugas menjawab pertanyaan apakah kesaksian diberikan sumber itu dapat dipercaya. Dengan menjawab pertanyaan tersebut dapat ditemukan sumber data yang kredibel. Masalah

12


(11)

kredibilitas adalah masalah yang menyangkut kompetensi dan kejujuran dari saksi sejarah. Dengan kata lain, kalau kritik ekstern ditujukan terhadap sumber-sumber yang berupa buku atau naskah, sedangkan kritik intern ditujukan terhadap aktor atau saksi sejarah.13

Dengan demikian, setelah melakukan kritik, baik kritik ekstern maupun kritik intern dapat ditemukan sumber yang dapat benar-benar otentik dan kredibel.

6. Tahapan analisis data (interpretasi)

Tahapan interpretasi adalah tahapan atau kegiatan menafsirkan fakta-fakta serta menetapkan makna saling berhubungan daripada fakta-fakta yang diperoleh, atau berdasarkan informasi yang diberikan oleh jejak-jejak itu, dan berusaha membayangkan bagaimana rupanya masa lalu.14

Dalam tahapan ini, dilakukan penafsiran/analisis terhadap sumber, sehingga diperoleh rumusan fakta yang jelas dan kredibel. Dengan interpretasi tersebut fakta-fakta dirangkaikan menjadi satu kesatuan yang harmonis dan masuk akal (logis). Suatu fakta yang berdiri sendiri dan dibiarkan mandiri ataupun sejumlah fakta disusun berurutan sekalipun secara kronologis, belumlah ada tahapan yang harus ditempuh, yaitu tahapan interpretasi.15

Dengan kata lain, setelah tahapan heuristik dan kritik, kemudian dilakukan usaha untuk menginterpretasikan sehingga dapat ditemukan bahwa data itu menjadi sumber sejarah yang benar.

13

E. Kosim, Metode Sejarah, Asas dan Proses, Bandung, Universitas Padjajaran, 1984, hlm. 34

14

Hugiono dan PK. Poerwantara, Op.Cit., hlm. 37

15


(12)

12

7. Penulisan (historiografi)

Tahapan historiografi atau tahapan kegiatan penulisan ini merupakan tahapan akhir dari metode penelitian sejarah. Pada tahap ini, hasil penafsiran/analisis atas fakta-fakta itu ditulis menjadi suatu kisah sejarah yang selaras. Dengan kata lain, dalam tahapan historiografi dilakukan usaha untuk menyampaikan hasil-hasil rekonstruksi imajinatif dengan cara menuangkan dalam bentuk tulisan.16

F. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skipsi ini, sistematika pembahasan yang dilakukan penulis adalah sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan yang membahas; latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, studi pendahuluan metodologi penelitian, dan sitematika penulisan.

BAB II Dalam bab ini akan dibahas tentang geografis Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah, yang meliputi: letak geografis, sosial budaya dan keagamaan, sarana dan prasarana, dan kurikulum yang digunakan.

BAB III Dalam bab ini akan dibahas tentang sejarah berdirinya Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah, pembentukan pengurus dan akte yayasan, perkembangan Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah.

BAB IV Dalam bab ini akan dibahas tentang upaya Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah dalam meningkatkan mutu penyelenggaraan pendidikan yang

16


(13)

meliputi; pengembangan aktifitas Pondok Pesantren, inventarisasi dan perlengkapan, pengembangan kegiatan belajar mengajar.


(14)

BAB II

GEOGRAFI PONDOK PESANTRENMANBA’UL HIKMAH DESA RENGED KECAMATAN KRESEK TANGERANG

A.Letak Geografis, Sosial Budaya dan Keagamaan

1. Letak Geografis

Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah Renged terletak di Kampung Renged RT. 01/01 Desa Renged Kecamatan Kresek,1 Kabupaten Tangerang. Letak Pondok PesantrenManba’ul Hikmah terletak di antara batas-batasnya sebagai berikut:

1. Sebelah Timur berbatasan dengan jalan raya. 2. Sebelah Barat berbatasan dengan pesawahan 3. Sebelah Utara berbatasan dengan rumah penduduk 4. Sebelah Selatan berbatasan dengan jalan desa2

Ditinjau dari letaknya Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah ini cukup strategis, karena selain berada di kecamatan, pesantren ini juga dekat dengan jalan raya Kresek-Balaraja.Bagi siswa tidak terlalu sulit untuk bisa datang ke sekolah dengan cepat, karena kendaraan umum yang melintas jalan raya tersebut cukup banyak. Transportasi yang mudah dan lancar ini sering pula menjadikan

1

Kecamatan Kresek terletak di sebelah Utara Kabupaten Tangerang, dengan luas wilayah 279,987 Ha. Letak ketinggian dari permukaan laut 17 m, dengan curah hujan rata-rata 300 C MM. Jarak dari kabupaten Tangerang sekitar 18 Km, yang dihubungkan oleh jalan Propinsi dan Kabupaten. Adapun batas-batas wilayah Kecamatan Kresek terdiri dari : sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Mekar Baru Gunung Kaler, sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Balaraja dan Sukamulya, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Sukamulya dan Jayanti, sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kabupaten Serang.

2

Lihat Laporan Bulanan Umum Kecamatan Kresek, Maret 1996, hlm. 1


(15)

pertimbangan orang tua siswa memasukan anaknya ini ke Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah Renged.3

2. Sosial Budaya dan Keagamaan

Masyarakat Kresek pada umumnya masih sangat kuat mempertahankan adat, selain berpola hubungan kekeluargaan, masyarakat bersifat hidup gotong royong. Ini dapat terlihat ketika mendirikan Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah di Kresek, di mana masyarakatnya menyadari betapa pentingnya kebersamaan untuk mewujudkan cita-citanya dalam pendidikan pesantren.

Budaya inilah yang kemudian terwujud sarana pendidikan agama yang ada di Kresek yang meliputi ; madrasah diniyah berjumlah 4 buah, madrasah ibtidaiyah berjumlah 1` buah, madrasah tsanawiyah berjumlah 1 buah dan madrasah aliyah berjumlah 1 buah.4

Sarana keagamaan pada masayarakat Kresek hasil dari swadaya masayakat, hal ini dapat terlihat ada 4 buah Masjid yang dibangun untuk sarana peribadatan masyarakat umum, dan 1 buah khusus untuk peribadatan santri yang ada di Pondokm Pesantren Manba’ul Hikmah. Selain itu juga dibangun Majlis Taklim yang ada di lingkungan Pondok PesantrenManba’ul Hikmah yang diperuntukkan untuk pengajian santri.5

3

Wawancara dengan Ubaidillah di Kresek, 18 Pebruari 2009

4

Wawancara dengan K.H. Kalyubi Nawawi di Kresek, 18 Pebruari 2009

5

Lihat Proyek Proposal Program Pengembangan Yayasan Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah , Renged Kresek, 1996, hlm. 6.


(16)

16

B. Keadaan Guru, dan Siswa Pada Masa Awal Berdiri

1. Keadaan guru dan Tata Usaha

Adapun tenaga pengajar, tata usaha, karyawan serta kepala madrasah yang mengabdikan diri di Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah semuanya diangkat dan diberi SK oleh yayasan. Dalam hal ini bukan berarti yayasan tidak siap menerima tenaga bantuan dari luar baik dari pemerintah atau dari lembaga yang lain, hanya saja belum ada yang mengulurkan tangannya untuk itu.6 Mengenai jumlah guru, kepala sekolah, tata usaha dan karyawan Manba’ul Hikmah adalah:

1. Madrasah Diniyah Sore Tahun 1973 Tabel 1

NO Tenaga Pendidik Jumlah 1 Kepala Sekolah 1 orang

2 Wakil Kepala 1 orang

3 Guru 6 orang

4 Tata Usaha 1 orang

5 Karyawan pesuruh 1 orang

Jumlah 10 orang

2. Madrasah Ibtidaiyah Pagi Tahun 1973 Tabel 2

NO Tenaga Pendidik Jumlah 1 Kepala Sekolah 1 orang

6


(17)

2 Wakil Kepala 1 orang

3 Guru 9 orang

4 Tata Usaha 2 orang

5 Karyawan pesuruh 1 orang

Jumlah 14 orang

3. Madrasah Tsanawiyah Tahun 1969 Tabel 3

NO Tenaga Pendidik Jumlah

1 Kepala Sekolah 1 orang

2 Wakil Kepala 1 orang

3 Guru 31 orang

4 Tata Usaha 2 orang

5 Karyawan pesuruh 1 orang

Jumlah 36 orang

4. Madrasah Aliyah Tahun 1977 Tabel 4

NO Tenaga Pendidik Jumlah

1 Kepala Sekolah 1 orang

2 Wakil Kepala 1 orang


(18)

18

4 Tata Usaha 2 orang

5 Karyawan pesuruh 1 orang

Jumlah 13 orang

2. Keadaan siswa

Data jumlah siswa mulai dari Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, dan Madrasah Aliyah yang penulis dapatkan di Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah dari tahun 1969-1996 dengan perincian sebagai berikut:

Tabel 5

Keadaan Siswa Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah Kresek Tahun 1969-1996

Tahun Tk.MI Tk.MTs Tk.MA Jumlah L P L P L P

1969-1970 - - 29 13 - - 42 orang

1970-1971 - - 7 - - - 7 orang

1971-1972 - - 13 7 - - 20 orang

1972-1973 21 17 14 7 - - 59 orang

1973-1974 24 25 16 15 - - 80 orang

1974-1975 17 13 17 14 - - 61 orang

1975-1976 16 14 14 19 - - 53 orang

1976-1977 10 16 17 19 - - 77 orang

1977-1978 21 9 19 21 7 - 88 orang

1978-1979 16 17 24 24 12 - 95 orang

1979-1980 16 17 24 29 9 - 102 orang

1980-1981 20 21 23 24 14 - 94 orang

1981-1982 22 21 23 14 13 1 95 orang


(19)

1983-1984 7 12 17 19 15 4 124 orang

1984-1985 12 11 36 50 12 3 132 orang

1985-1986 15 14 40 44 13 6 129 orang

1986-1987 10 11 30 48 18 12 176 orang

1987-1988 13 14 60 64 13 12 253 orang

1988-1989 15 16 70 95 30 27 244 orang

1989-1990 17 15 71 75 34 32 286 orang

1990-1991 14 16 85 87 40 44 319 orang

1991-1992 17 18 91 94 49 50 366 orang

1992-1993 18 20 111 111 50 56 339 orang

1993-1994 18 15 113 114 45 34 395 orang

1994-1995 19 21 100 122 60 73 395 orang

1995-1996 21 25 118 134 53 60 411 orang7

C. Sarana dan Prasarana

Fasilitas merupakan salah satu dari sekian banyak penunjang kegiatan-kegiatan belajar mengajar di sekolah yang dilakukan oleh guru dan siswa, keberhasilannya begitu besar dipengaruhi oleh fasilitas belajar atau sarana dan prasarana. Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah merupakan sekolah swasta yang berstatus terakreditasi yang diakui oleh pemerintah. Jumlah fasilitas yang penulis peroleh dari hasil pengamatan di lapangan dan wawancara8 dengan pengurus Yayasan Manba’ul Hikmah, sebagai berikut:

7

LPI Manba’ul Hikmah, Kenang-Kenangan 27 Tahun Berdirinya LPI Manba’ul Hikmah Kresek, Tangerang Jawa Barat,1996, hlm.45

8


(20)

20

Tabel 6

Inventarisasi Fasilitas Ruangan Tahun 1996

No Nama Fasilitas Jumlah Keterangan

1 Ruang Belajar 16 lokal Baik

2 Ruang Belajar sederhana 10 lokal Baik

3 Ruang Belajar darurat 4 lokal Baik

4 Ruang Kantor Kepala Aliyah 1 Buah Baik

5 Ruang Kantor Kepala Tsanawiyah 1 Buah Baik

6 Ruang Kantor Kepala Ibtidaiyah 1 Buah Baik

7 Ruang Koperasi 1 Buah Baik

8 Ruang Perpustakaan 1 Buah Baik

9 Ruang Komputer 1 Buah Baik

10 Ruang Koperasi Guru 1 Buah Baik

11 Asrama Putri 10 lokal Baik

12 Asrama Putra 10 lokal Baik

13 MCK 4 Buah Baik

14 Masjid 1 Buah Baik

15 Majlis Ta’lim 1 Buah Baik9

D. Kurikulum yang Digunakan

Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu program pendidikan yang dirancang dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan-tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum disusun sedemikian rupa untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap yang lebih tinggi. Penyusunan kurikulum dapat memperhatikan tahap perkembangan siswa dan keserasian

9

Sumber: Daerah Pembangunan Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah Renged, 1996, hlm.18


(21)

dengan lingkungan siswa, kebutuhan pembangunan nasional dan perkembangan ilmu dan teknologi.

Semua jenjang pendidikan yang berada dalam lingkungan Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah menggunakan kurikulum tahun 1994, kecuali madrasah diniyah yang menggunakan produk sendiri dengan semua mata pelajaran agama, hal ini dikarenakan muridnya di samping sekolah diniyah, mereka juga sekolah pagi hari, ada yang di SDN ada pula yang di madrasah ibtidaiyah pagi.10

Dengan penerapan kurikulum di Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah ini diharapkan dapat (1) Menghasilkan kader-kader umat yang berakhlaqul karimah, mampu dan terampil di tengah masyarakat. (2) Menghasilkan generasi muda yang mampu melanjutkan studi sesuai dengan bakat, dan kelak tetap berada di tengah masyarakat sebagai da’i yang mukhlis. (3) menghasilkan generasi yang taat ibadah, dapat hidup mandiri serta memberikan manfaat kepada lingkungannya.11

10

Wawancara dengan K.H. Kalyubi Nawawi di Kresek, 18 Pebruari 2009.

11


(22)

BAB III

PONDOK PESANTREN MANBA’UL HIKMAH

A. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah

1. Berawal dari Berdirinya Madrasah Ibtidaiyah Islamiyah

Dalam perkembangan sejarah bangsa Indonesia sejak proklamasi sampai sekarang telah banyak usaha untuk menggambarkan profil dan ciri-ciri manusia Indonesia, tidak semudah seorang seniman menuangkan imajinasinya menjadi sebuah patung atau lukisan. Oleh karena itu, gambaran manusia Indonesia harus merupakan hasil konsensus atau kesepakatan nasional dari semua pihak yang membentuk bangsa Indonesia itu sendiri. Dalam masyarakat Indonesia, guru-guru agama dan ahli kitab Islam, kyai dan ulama, sejak awal merupakan unsur sosial yang penting dalam masyarakat Indonesia. Kaum ulama merupakan inti dari cara hidup orang alim (terpelajar). Akar tradisional golongan santri berpusat dalam ajaran agama. Kemudian perubahan terjadi dilingkungan agama Islam Indonesia, karena semakin luas keberadaan santri dalam arti yang sebenarnya dalam masyarakat Indonesia.1

Sejalan dengan kebutuhan dan cita-cita luhur bangsa Indonesia, khususnya Kecamatan Kresek desa Renged, untuk mengisi kemerdekaan diperlukan data sejarah dan pengalaman-pengalaman generasi dimasa silam sebagai cermin atau bahan pelajaran generasi kemudian yang akan melanjutkan estafet perjuangannya. Dari percikan sejarah perjuangan kemerdekaan, bidang pendidikan juga

1

Lihat Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta, Bulan Bintang, 1988, hlm. 15


(23)

diutamakan. Diamana-mana didirikan Pondok Pesantren2 dan gedung-gedung sekolah, dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi sebagai sarana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan pembukaan UUD 1945. Tidak terkecuali di desa Renged Kecamatan Kresek Kabupaten Tangerang Jawa Barat, dibangun Pondok Pesantren dan lembaga pendidikan Islam Madrasah Tarbiyatul Islamiyah yang menjadi cikal bakal pesantren Manba’ul Hikmah di kemudian.

Di desa Renged Kecamatan Kresek sebelumnya sudah ada tempat-tempat pengajian yang diasuh oleh kyai3 dari kelompoknya masing-masing. Salah seorang kyai itu adalah Kyai Syarif bin Samiran yang mempunyai gagasan untuk membentuk pendidikan formal. Meskipun Kyai Syarif keadaan hidupnya sangat sederhana, tetapi semangatnya dalam dunia pendidikan benar-benar membara dan memancar. Hal itu dapat dibuktikan semasa hidupnya, sehingga disebelah rumahnya dibangun sebuah gubuk sederhana dua lokal, yang terbuat dari bambu. Bangunan tersebut beliau gunakan untuk jualan minyak tanah, sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.4

Ide dalam mendirikan Madrasah Ibtidaiyah Diniyah terjadi tahun 1957, yang dihasilkan dari musyawarah antara Kyai Syarif dengan KH. Kalyubi Nawawi.5 Dalam musyawarah itu KH. Kalyubi Nawawi menyarankan agar Kyai

2

Pesantren yang dikenal mula-mula didirikan oleh Sunan Ngampel atau Raden Rahmat di Kembang Kuning Surabaya. Memang pesantren selain dari tempat belajar, juga lembaga perluasan agama Islam. santri-santri yang telah merasa cukup menimba ilmu yang diberikan oleh kyai-kyai dari satu pesantren mendirikan pula pesantren baru. (Lihat Muh Said dan Junimar Affan, Mendidik dari Zaman ke Zaman, Bandung, Jemamars, 1987, hlm.21).

3

Kyai adalah sebutan atau gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seseorang yang ahli agama Islam, yang biasa memiliki dan mengelola pesantren.

4

Wawancara dengan KH. Kalyubi Nawawi di Kresek, 18 Desember 2008.

5

KH. Kalyubi Nawawi lahir tanggal 13 April 1930 di Kampung Renged, Desa Renged Kecamatan Kresek, Kabupaten Tangerang,. Ia anak dari perkawinan H. Nawawi dan Hj. Aspiah.


(24)

24

Syarif menyerahkan urusan pendirian madrasah diserahkan kepada orang muda. Pemikiran yang mengarah kemasa depan itu diwujudkan dengan mendirikan pesantren, yang merupakan suatu intitusi untuk mencetak kader-kader. Pesantren yang memiliki tujuan tempat untuk mendidik kepada kemampuan hidup santri dalam memberdayakan potensi dirinya. Ia harus lebih aktif dalam menentukan rencana perjalanan hidupnya, sehingga pada gilirannya mampu menangkap tema-tema zamannya dan terutama bagaimana mereka mampu menanggani realitas yang melahirkan tema-tema itu.6

Mengingat pada waktu itu Kyai Syarif sering sakit-sakitan dikarenakan usianya yang sudah tua. Pada musyawah itu Kyai Syarif menyetujui urusan madrasah dipercayakan kepada generasi muda yang mempunyai bakat mengajar di madrasah. Pada tahun itu pula Kyai Syarif mengadakan musyawarah dengan masyarakat setempat, meminta supaya musyawarah diputuskan bahwa memang harus segera dibangunkan sebuah tempat pendidikan formal, yang dananya diambil dari masyarakat.7

Lahirnya pemikiran ini untuk meneruskan dan mengisi kemerdekaan, yang pada sebelum masa kemerdekaan telah dicontohkan dan dipelopori oleh kaum terpelajar. Kebangkitan dunia timur melawan dominasi barat, dan gerakan pembaharuan Islam. Gerakan pembaharuan itu paling tidak muncul karena dua

Awal pendidikannya adalah di pesantren, mulai dari pesantren Ki Mahmud, di Kresek kemudian di Pesantren KH. Muhamad Amin di Koper Kresek, dan di Pesantren Pelamunan Serang.

6

Adapun tujuan mendirikan pesantren di Renged yakni: pertama, memberi bekal pendidikan agar santri-santri dapat mencari penghidupannya yang layak. Kedua, memberi hak kepada para santri untuk belajar organisasi. Ketiga, menyadarkan santri-santri tentang adanya penderitaan berjuta-juta masyarakat.( Wawancara dengan KH. Kalyubi Nawawi di Kresek, 18 desember 2008).

7

TIM LPI Manba’ul Hikmah, Kenang-Kenangan 27 Tahun Berdirinya LPI Manba’ul Hikmah Renged Kresek Tangerang Jawa Barat, Kresek, Lembaga Pendidikan Islam Manba’ul Hikmah, 1996, hlm.1.


(25)

hal; pertama, timbulnya kesadaran dikalangan ulama bahwa banyak ajaran-ajaran asing yang masuk dan diterima sebagai ajaran Islam. Ajaran-ajaran itu beartentangan dengan semangat ajaran Islam yang sebenarnya, seperti bid’ah,

khurafat dan takhayul. Ajaran-ajaran inilah, menurut mereka, yang membawa

Islam menjadi mundur. Oleh karena itu, mereka bangkit untuk membersihkan Islam dari ajaran atau paham seperti itu. Kedua, pada periode ini barat mendominasi dunia dibidang politik dan peradaban. Persentuhan dengan barat menyadarkan tokoh-tokoh Islam atas ketinggalan mereka. Karena itu, mereka berusaha bangkit dengan mencontoh barat dalam masalah-masalah politik dan peradaban untuk menciptakan kekuatan baru.

Peristiwa yang diterima umat Islam sebagai pertanda simbolik dari bangkitnya dunia Islam yang luput dari perhatian golongan terpelajar di Indonesia. Pemikiran Jamal Al-Din Al-Afhgani8 lewat gerakan politiknya melalui Pan Islamisme, yang berusaha untuk mempersatukan umat Islam diseluruh dunia, yang kemudian mendapat kerangka ideologis dan teologisnya dari muridnya, yaitu Muhammad Abduh di Mesir.9

Untuk mengambil dana pembangunan madrasah tersebut dibentuklah tiga orang panitia diantaranya H. Johari selaku tokoh masyarakat dan sebagai Kepala Desa, H. Muhammad Idris dan KH. Kalyubi Nawawi. Bangunan atas bantuan dan

8

Jamal Al-Din Al-Afhgani lahir di Afganistan pada tahun 1839 dan meninggal dunia di Istambul di tahun 1897. Ia adalah seorang pemimpin pembaharu dalam Islam yang tempat tinggal dan aktifitasnya berpindah-pindah dari satu negara Islam ke negara Islam lainnya. Pengaruh terbesar ditinggalkannya di Mesir. (Lihat Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1988, hlm. 51. Lihat juga Busthami Muhammad Sa’id, Gerakan Pembaharuan Agama, Bekasi, Wacanalajuardi Amanah, hlm. 127)

9

Muhamad Abduh lahir tahun 1849 di suatu desa di Mesir Hilir. Didesa mana tidak dapat diketahui dengan pasti, karena ibu bapaknya adalah orang desa biasa yang tidak mementingkan tempat dan tanggal lahir anak-nakanya. (Lihat Husayn Ahmad Amin, Seratus Tokoh Dalam Islam, Bandung, 1999, hlm. 293)


(26)

26

partisifasi masyarakat itu selesai pada tahu 1958, yang merupakan sebuah gedung madrasah sederhana, pondasi dari batu bata, atap genteng, dinding bilik, lantai tanah dengan ukuran 6x12 m2 dan telah tersedia papan tulis, meja dan bangku. Madrasah yang baru selesai itu diberi nama Tarbiyatul Islamiah, dengan kepengurusan Madrasah adalah : Kepala Madrasah: Ustadz H. Zaeni bin Kyai Syarif, Tata Usaha: Ustadz H. Suryani Mu’thi. Madrasah ini berjalan dengan lancar sampai akhir tahun 1958.10

Pada tahun 1959, Madrasah Tarbiyatul Islamiyah, berniat untuk ditutup dengan alasan kekurangan tenaga pengajar. Tetapi atas saran KH. Abdul Halim menyarankan agar madrasah jangan ditutup, hanya karena alasan kurang pengajar, tetapi kalu bisa ditingkatkan lagi, karena alangkah ganjilnya madrasah Renged ditutup, padahal di desa lain akan dibuka madrasah. Kemudian untuk menyikapi hal tersebut, maka diadakan musyawarah bertempat di rumah H. Johari selaku kepala Desa Renged, yang dihadiri oleh Komisariat Pesantren Al-Khaeriyah Citangkil wilayah IV.11 Didalam musyawarah tersebut sepakat untuk mengangkat KH. Kalyubi Nawawi untuk memimpin madrasah itu. Tetapi beliau merasa kebingungan, karena sedang aktif mengajar di Madrasah Al-Khaeriyah Kandang Gede Kresek. Karena atas desakan masyarakat mau tidak mau KH. Kalyubi Nawawi harus menerimanya dan langsung diangkat menjadi Kepala Madrasah

10

Wawancara dengan KH. Kalyubi Nawawi di Kresek, 18 Desember 2008

11

Pesantren Citangkil Cilegon didirikan oleh KH. Sjam’un pada tahun 1916, yang dimulai dari membangun pesantren kecil yang dihuni oleh 25 orang santri dari berbagai peloksok Banten. (Studi lebih lanjut lihat Rahayu Permana, KH. Sjam’un Gagasan dan Perjuangannya 1885-1949, Tesis, Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Depok, 2003, hlm 25-55).


(27)

Tarbiyatul Islamiayah menggantikan Ustadz Zaeni Syarif. KH. Kalyubi Nawawi menerima jabatan Kepala Madrasah dengan syarat:

1. Masyarakat harus sanggup menyediakan tempat untuk bangunan madrasah yang dapat memenuhi syarat pendidikan, mengingat tempat yang ada selain tidak memenuhi syarat juga tidak bisa untuk pelebaran bangunan serta tanahnya masih milik pribadi (bukan wakaf).

2. Masayarakat harus sanggup menyediakan meja, bangku, papan tulis, yang memadai dengan madrasah yang lain mengingat alat-alat madrasah yang ada sudah tidak layak lagi untuk di pakai.

3. Para santri yang ada disekitar Renged, harus ikut aktif dalam masalah madrasah.12

Persyaratan itu diterima oleh masyarakat Renged, mereka sepakat untuk memberikan sumbangan dan mengusahakan sarana dan prasarana yang dibutbuhkan oleh Madrasah Tarbiyatul Islamiah. KH. Kalyubi Nawawi mulai memimpin pesantren pada bulan Syawal dan sekaligus mohon diri dan minta doanya untuk memundurkan diri dari Madrasah Al-Khaeriyah secara lisan kepada pimpinan Al-Khaeriyah yakni KH. Mansyur. Dalam kepemimpinan KH. Kalyubi Nawawi madrasah berjalan dengan lancar. Jumlah siswa pada waktu itu yang belajar di madrasah Tarbiyatul Islamiyah sekitar 54 orang dan dibagi empat lokal. Hal ini tentunya setelah madrasah dipindahkan dari tanah Kyai Syarif ke tanah pinjaman hak pakai yang milik dari keturunan Kyai Andung yang terletak di dalam kampung Renged Tegal sebelah utara Kesek.

12

Lihat Tim LPI Manba’ul Hikmah, op.cit., hlm. 7-8. Wawancara juga dengan KH. Kalyubi Nawawi di Kresek, 18 Desember 2008.


(28)

28

Setahun kemudian yakni tahun 1960, Madrasah Tarbiyatul Islamiyah menggabungkan diri dengan Pengurus Besar Khaeriyah Citangkil Cilegon sekaligus pindah nama dari Tarbiyatul Islamiyah menjadi Madrasah Ibtidaiyah Khaeriyah dengan nomor cabang 123 dibawah Komisariat Wilayah IV Khaeriyah. Hal ini karena anjuran dari Kyai Abdul Halim Ketua pengurus wilayah IV Al-Khaeriyah, dan persetujuan para pengurus Madrasah Tarbiyatul Islamiyah dengan masyarakat setempat.13 Kyai Abdul Halim beralasan agar guru yang mengajar di madrasah itu bisa ditingkatkan kesejahteraannya ketika bergabung dengan PB Al-Khaeriyah.14

Madrasah Al-Khaeriyah Renged dari tahun ketahun mengalami kemajuan yang berarti. Hal ini ditunjukan dengan bertambahnya siswa yang sekolah ke madrasah itu.15 Tercatat jumlah siswa pada waktu itu mencapai 200 orang, sehingga harus menambah lokal lagi untuk ruangan belajar siswa. Perkembangan madrasah ini mendapat respon positif dari masyarakat, baik dari dalam Kecamatan Kresek maupun di luar Kecamatan Kresek.16

2. Berdirinya MTS Manba’ul Hikmah

Mengingat perkembangan Madrasah Al-Khaeriyah Renged semakin maju, dan banyaknya siswa-siswi lulusan sana, pada tahun 1968 KH Kalyubi Nawawi

13

Madrasah Al-Khaeriyah Renged mendapat bantuan subsidi dari pemerintah melalui Pengurus Besar al-Khaeriyah Citangkil Cilegon sebesar Rp. 600,-. Uang tersebut oleh pengurus dibagikan untuk kesejahteraan dewan guru. Disamping itu Madrasah Al-Khaeriyah Renged Mendapat bantuan guru negeri yaitu ustadz H. Abus Salam Sulaiman yang berasal dari kampung Kandang Gede (Wawancara dengan H. Ubaidillah di Kresek, 15 Pebruari 2009)

14

Wawancara dengan KH. Kalyubi Nawawi di Kresek, 18 Desember 2008.

15

Perkembangan ini didukung oleh guru-gurunya yang memiliki semangat mengabdi. Adapun para pengajar madrasah diantaranya: Ketua pengurus Kyai Syarif, Kepala Madrasah KH. Kalyubi Nawawi, sedangkan para ustadznya adalah: H. Bakri, Tarmidi, H. Zaeni, H. Salam, H. Suryani, H. Ma’ruf, H. Golib, H. Asfuri, H. Abd. Salam, H. Holil Efendi, Turmudzi, Jaswadi dan Dahlan Hasan (Tim LPI Manba’ul Hikmah, op.cit., hlm.11).

16


(29)

mengadakan obrolan dengan Haji Rasihun Fil’ilmi di kantor madrasah mengenai pendidikan di daerah Kecamatan Kresek dan Kecamatan Kronjo. Alangkah sangat jauh ketinggalan dengan daerah-daerah lainnya disetiap Kecamatan ada sekolah lanjutan, tetapi di Kresek dan Kronjo tidak ada, selain Madrasah Ibtidaiyah dan Sekolah Dasar. KH. Kalyubi Nawawi pada waktu itu minta atau mengajukan kepada para guru dan pimpinan Al-Khaeriyah Citangkil Cilegon wilayah IV, supaya didaerah Kecamatan Kresek diadakan sekolah lanjutan, mengingat sudah hausnya masyarakat terhadap tingkat lanjutan.17

Disebabkan dengan banyaknya para pelajar dari lulusan Madrasah Al-Khaeriyah Renged yang tidak sanggup untuk menuntut ilmu di tempat yang jauh, dengan alasan biaya. Olek karena itu, KH. Kalyubi akhirnya mendesak dan mengajukan untuk diberikan izin mendirikan sekolah lanjutan kepada pimpinan Pengurus Besar Al-Khaeriyah Wilayah IV sampai tiga kali, namun tidak ada sambutan apa-apa baik dari para asatidz maupun dari pimpinan Al-Khaeriyah itu sendiri. Alasannya mereka masih truma, dimana PB Al-Khaeriyah pada tahun 1953/1954 di Kresek pernah diadakan Pendidikan Guru Agama (PGA) yang didirikan oleh bapak Haji Abdul Goni, tetapi tidak jalan dan bubar begitu saja.18

Walaupun PB Al-Khaeriyah tidak memberikan respon, namun KH. Kalyubi Nawawi yang dibantu oleh KH. Rasihun bersama masyarakat Renged, yang didukung oleh H. Johari selaku Kepala Desa Renged pada waktu itu untuk tetap mendirikan bangunan Madrasah Tsanawiyah. Usaha ini berhasil setelah mendapatkan dua petak sawah yang diwakafkan oleh H. Fuil yang disetujui oleh

17

Wawancara dengan H. Ubaidillah di Kresek, 15 Pebruari 2009.

18


(30)

30

keluarga serta ahli warisnya. Tanah tersebut terletak disebelah selatan Kampung Renged, jelasnya tanah tersebut dilokasi yang digunakan sekarang ini.19

Pada waktu itu juga atas kesepakatan pengurus bersama masyarakat bahwa madrasah yang terletak ditanah Ki Adung dipindahkan ke tanah wakaf H. Fuil yang pembangunannya langsung dipimpin dan dipegang oleh KH. Kalyubi. Pembangunan madrasah Tsanawiyah ini sebanyak delapan lokal dengan ukuran 7x64 meter. Adapun bahan bangunan seperti batu bata dibuat oleh masyarakat Renged sendiri, yang diawasi langsung oleh H. Pasmen. Sedangkan bahan bangunan lain seperti kayu disumbang oleh H. Hasbullah. Pembangunan tersebut dilaksanakan sampai selesai yang sebagian dananya disokong oleh H. Abdul Goni.20

Setelah bangunan madrasah selesai, maka atas saran KH. Muhamad Amin madrasah Tsanawiyah agar secepatnya dibuka. Hal ini tentunya sudah dikor dinasikan dahulu oleh KH. Kalyubi Nawawi dengan gurunya yang bernama KH. Muhammad Amin di koper. Bahkan KH. Muhammad Amin bersedia membantu sepenuhnya terhadap pembukaan Madrasah Tsanawiyah yang dibuka pada tahun 1971 yang diberi nama madrasah Tsanawiyah Manba’ul Hikmah.21

B. Pembentukan Pengurus dan Akte Yayasan Manba’ul Hikmah

Sebelum Madrasah Tsanawiyah resmi dibuka tahun 1971, sebelumnya diadakan rapat musyawarah untuk pembentukan kepengurusan madrasah tsanawiyah pada tanggal 3 Maret tahun 1969. Musyawarah itu dihadiri oleh KH.

19

Wawancara dengan KH. Kalyubi Nawawi di Kresek 18 Desember 2008

20

Tim LPI Manba’ul Hikmah, op.cit., hlm. 13

21


(31)

Muhammad Amin pimpinan Pondok Pesantren Koper, KH. Sarbini pimpinan Pondok Pesantren Pasir Kresek, KH. Safiudin, KH. Abdul Halim, KH. Aliya Rafiudin, mereka ini sebagai ketua komisariat Al-Khaeriyah Citangkil wilayah IV. KH. Manshur pimpinan Al-Khaeriyah Kandang Gede, H. Abdul Goni selaku tokoh masyarakat dan seorang dermawan dari Kampung Kandang Gede, KH. Nurjen Pandawa sebagai dermawan, KH. Rasihun pimpinan Pondok Pesantren Pandawa, KH. Mahmud, KH. Kalyubi Nawawi pimpinan Pondok Pesantren Renged, para asatidz baik dari Kandang Gede ataupun dari Renged sendiri juga dihadiri oleh tokoh masyarakat.22

Di dalam rapat yang dipimpin oleh Drs. H. Ahmad Syatibi, menghasilkan beberapa keputusan yang dapat disetujui oleh semua yang hadir, keputusan itu antara lain: (1) Memberikan nama Madrasah Tsanawiyah yaitu Manba’ul Hikmah23 yang sebelumnya benama madrasah Al-Khaeriyah Renged. (2) Terbentuknya pengurus Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah. (3) Mengangkat Kepala Madrasah Tsanawiyah dan tata usahanya. (4) Mengangkat penasehat Madrasah Tsanawiyah. (5) Mengangkat guru-guru Tsanawiyah Manba’ul Hikmah.24

Adapun pengurus lembaga pendidikan Islam Manba’ul Hikmah Renged sebagai berikut;

a. Direktur LPI Manba’ul Hikmah : Drs. H. Ahmad Syatibi

22

Tim LPI Manba’ul Hikmah, op.cit., hlm 13

23

Pemberian nama madrasah dengan nama Manba’ul Hikmah yang diambil dari ayat Al-Hikmah artinya ilmu nafiun, mudah-mudahan ilmu yang didapat dari Pondok Pesantren Manba’ul Hikamh ini berguan bagi masyarakat, nusa bangsa dan agama. (Wawancara dengan KH. Kalyubi Nawawi di Kresek, 18 Desember 2008)

24


(32)

32

b. Wakil direktur LPI Manba’ul Hikmah : KH. Kalyubi Nawawi c. Pengasuh Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah : KH. Mahmud N.

Sebagai kepala Madrasah Tsanawiyah Manba’ul Hikmah Renged ialah: a. Kepala Madrasah Tsanawiyah: KH. Rasihun Fil’ilmi

b. Tata usaha Madrasah Tsanawiyah : Zaenuddin Cideng

c. Sebagai penasehat lembaga pendidikan Islam Manba’ul Hikmah adalah KH. Muhammad Amin.25

Sedangkan tenaga-tenaga pengajar yang diangkat dalam rapat tersebut adalah sebagai berikut:

a. Guru-guru agama

1. KH. Muhammad Amin 2. KH. Sarbini

3. KH. Abdul Halim 4. KH. Syafi’uddin 5. KH. Mahmud Nawawi 6. KH. Mu’ti Asnawi 7. KH. Kalyubi Nawawi 8. KH. rasihun Fil’ilmi 9. KH. Syarif Cempaka 10. KH. Ahmad Syarif Cipaeh 11. KH. Aliya Rafiuddin b. Guru-guru umum

25


(33)

1. H. Abdul Salam 2. Zaenuddin FMS 3. Rahmatullah 4. H.M. Na’im 5. Otang Supriyatna 6. Saleh

7. M. Rais 8. Hules

9. Sariman Jamhari, SH 10. H. Sambas Atmaja.26

Dalam menjalankan Madrasah Tsanawiyah, pimpinan Pondok Pesantren mengadakan musyawarah bersama pada dewan guru dan tokoh masyarakat, agar Manba’ul Hikmah dijadikan Yayasan agar memudahkan segala urusannya.27 Maka pada tahun 1980 Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah dengan resmi dijadikan yayasan dengan Akte Notaris nomor : 50/29-8-1980. Maksud dan tujuan diakte notariskan adalah sebagai berikut:

1. Untuk mempunyai kekuatan hukum yang dapat memberikan kejelasan bagi operasinal Manba’ul Hikmah.

26

Ibid., hlm 16

27

Pembukaan Madrasah Tsanawiyah dibuka pada bulan April, para siswa angkatan pertama untuh sampai 40 orang siswa sampai kelas III. Nama-nama siswa tersebut adalah sebagai berikut: Baihaqi, Akrama, Sahlan, Syahroni, Astafura arif, Nahwiyah, Alawi Fasmen, Bahrudin Badrun, Rismi, Nasir, Hamidi, Jaya, Sarim, Sa’id, Yusra, Diro, Gozali, Manshur, Laelah, Atirah, Udrah, Masfufah, Suni, Sukinah, Suhaemi, Muayanah, Khadijah, Siti, Unayah, Aisyah, Suyuti, Buang, Ma’luf, Sanwani, Surdi, Sadli, Suhendar, Mukaya, A. Khaerani, Lukman, Abdul Khalim, Salmin, Sarnen (Lihat. Tim LPI Manba’ul Hikmah, op.cit., hlm. 16).


(34)

34

2. Sebagai suatu sarana untuk pembinaan pendidikan dan pengajaran bagi para siswa yang ada di lingkungan Manba’ul Hikmah Renged.

3. Merealisasikan aspirasi masyarakat agar lembaga tersebut dapat memberikan pendidikan dan pengajaran kepada sebagian masyarakat yang kurang mampu untuk menuntut ilmu ditempat yang jauh.

4. Menampung, menyalurkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan agama Islam, khususnya daerah daerah Kresek dan umumnya di daerah Banten yang terhitung pesat kemajuannya, diberbagai sektor termasuk dibidang pendidikan agama dan Pondok Pesantren.

5. Mencetak insan yang agamis, yang dipersiapkan untuk tenaga pengajar dan untuk mempermudah melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi lagi serta untuk menjadi pejabat pada instansi pemerintah didalam dan diluar ruang lingkup Departemen Agama, ABRI dan Swasta.

6. Melahirkan insan-insan yang Islami yang bukan saja ahli dibidang agama,, tetapi juga ahli dibidang ilmu pengetahuan umum yang ada.28

C. Perkembangan Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah

Perluasan dan perkembangan pesantren selalu berarti penambahan pusat untuk mengembangkan ilmu agama dan cara hidup menurut Islam yang dipraktekan oleh kyai dan para santrinya. Memang kyailah yang menjadi tokoh sentral dalam Pondok Pesantren. kyai yang mendirikan Pondok Pesantren memberinya nama, memberikan pelajaran meminpin sembayang dan

28

Wawancara dengan KH. Kalyubi Nawawi di Kresek 18 Desember 2008. Lihat juga Tim LPI Manba’ul Hikmah, op.cit., hlm 20.


(35)

upacara keagamaan dan menentukan segala-galanya dalam pesantren. Sekarang kekuasan kyai telah dibagi-bagi dengan saudara-saudaranya atau anak-anaknya dan akhir-akhir ini dalam bentuk yayasan, dibagi dengan orang lain.29

Begitu juga dengan Pondok Pesantren Manba’ul Hikamah Renged, dalam perkembagannya selalu mencari jalan keluar untuk setiap permasalahan yang dihadapi. Masalah itu dilihat dari sisi eksternal, yaitu serbuan budaya luar yang masuk bersamaan dengan arus globalisasi. Sedangkan disisi internal, yakni krisis ekonomi Indonesia yang selalu merongrong dalam perkembangan pesantren. Apalagi Pondok Pesantren ini atas nama lembaga pendidikan Islam (yayasan) yang perkembangannya tergantung dari kerjasama yang kuat antara anggota dalam yayasan tersebut.30

Pada tahun 1971 diadakan musyawarah pengurus Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah untuk membuka Madrasah Ibtidaiyah pagi. Madrasah Ibtidaiyah Diniyah ini dilaksanakan sore hari tidak mencukupi kelasnya. Hasil musyarawah itu juga memutuskan juga bahwa harus ada Madrasah Ibtidaiyah yang dapat mengikuti ujian negeri. Adapun kepala Madrasah Ibtidaiyah yang diputuskan oleh rapat adalah KH. Zaeni Syarfi. Pada tahun 1972 H. Yasin mewakafkan tanah sawahnya disebelah timur madrasah. Tanah tersebut dibagun tiga lokal untuk asrama guru oleh Drs. H. Ahmad Syatibi, sedangkan untuk peletakan batu pertamanya adalah oleh Sekjen Depag Pusat yaitu Zaeni Miftah.31

29

Muh Said dan Junimar Affan, op.cit., hlm.89. Bandingkan dengan M. Irsjad Djuwaeli, Pembaharuan Kembali Pendidikan Islam, Jakarta, Karsa Utama Mandiri, 1998, hlm 1.

30

Wawancara dengan H. Ubaidillah di Kresek, 15 Pebruari 2009.

31


(36)

36

Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah pada tahun 1973 membangun lokal kembali sebanyak tiga lokal. Hal ini sdetelah diwakafkannya tanah H. Ahmad Syatibi dan wakaf tanah dari H. Fuil di tahun 1972. Lokal ini untuk ruangan kelas dan satu lokal untuk ruangan kantor. Biaya untuk membangun lokal ini menghabiskan dana sebesar Rp. 1.500.000. Biaya inipun tidak ditanggung yayasan sendiri, tetapi setelah mendapatkan sumbangan dana dari Bapak Bupati Muhdi dari Tangerang sebesar Rp. 500.000,- ketika berkunjung ke Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah tahun 1973.32

Pada tahun 1974 Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah membangun masjid. Masjid itu dibangun sebagai sarana ibadah para santrinya, yang diberi nama Masjid Jami Manba’ul Hikmah Renged. Selain itu masjid tersebut dijadikan sarana untuk kegiatan santri dalam mengembangakan potensinya, seperti kegiatan pengajian bersama, kegiatan bulan ramadhan, kegaiatn pembinaan pengembangan dakwah Islam. Pembangunan masjid ini setelah adanya tanah yang diwakafkan oleh Wasman Jamaun dari Kresek.33

Pada tahun 1976, Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah mengadakan rehab ringan. Pendanaannya didapatkan dari bantuan pemerintah, sebesar Rp. 600.000,-. Dana tersebut dialokasikan untuk merehab madrasah yang awalnya ada delapan lokal, dijadikan dua lokal besar. Satu lokal diantaranya untuk asrama putri dan

32

Ibid., hlm 17. Wawancara juga dengan KH. Kalyubi Nawawi di Kresek 18 Desember 2008.

33

Adapun Panitia pembangunan Masjid Jami Manba’ul Hikmah yaitu: Penasehat: KH. Mahmud Nawawi, Ketua Umum: KH. Kalyubi Nawawi, Ketua Satu : H. Ali Akbar, Sekretaris: H. Rasyidin, Wakil Sekretaris: H. Bakri Syarfi, Tata Usaha: H. Zaeni Syarfi, Anggota: H. Sarnawi Amir, Anggota: H. Samhudi.


(37)

satu lokal lagi untuk ruang pertemuan yang dapat digunakan untuk belajar murid Ibtidaiyah kelas pagi.34

Sejalan dengan perkembagannya, pada tahun 1977 Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah membuka Madrasah Aliyah untuk menampung lulusan siswa dari Madrasah Tsanawiyah Manba’ul Hikmah. Pendirian Madrasah Aliyah oleh lembaga Pendidikan Islam Manba’ul Hikmah Renged setelah KH. Kalyubi Nawawi mengadakan musyawarah dengan ketua Yayasan Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah terlebih dahulu. Apalagi pada waktu itu melihat kondisi Kecamatan Kresek pada waktu itu belum ada sekolah tingkat menengah atas Hal ini sejalan dengan realisasi dari cita-cita pimpinan Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah Renged untuk mendirikannya. Kepengurusan Madrasah Aliyah Manba’ul Hikmah di pimpin oleh KH. Rasihun Fil’ilmi. Madrasah Aliyah Manba’ul Hikmah Renged setahun kemudian tahun 1978, dibuatkan gedung dua lantai guna dipakai untuk proses belajar mengajar.35

Para alumni lulusan Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah sebagian mereka meneruskan kejenjang yang lebih tinggi (perguruan tinggi), setelah lulus dari Madrasah Aliyah. Tetapi ada juga mereka yang mengabdikan diri di Yayasan Manba’ul Hikmah untuk membantu dalam proses kegiatan mengajar di sana. Selain itu ada juga mereka yang setelah lulus di Pondok Pesantren Manba’ul

34

Wawancara dengan KH. Kalyubi Nawawi di Kresek, 18 Desember 2008

35

Lihat Tim LPI Manba’ul Hikmah, op.cit., hlm. 19. Diperkuat dengan wawancara dengan H. Ubaidillah di Kresek, 18 Pebruari 2009.


(38)

38

Hikmah mendirikan pesantren sendiri di desanya, tentunya dengan didukung keuangan yang lebih.36

36

Para lulusan yang mendirikan pesantren sendiri adalah sebagai berikut: (1) Ahmad Dimyati dari Desa Benda mendirikan pesantren salafi, (2) Drs. Saefudin dari Desa Talok mendirikan Yayasan Pendidikan Islam Futuhiyah, (3) H. Ubaidillah dari Desa Talok mendirikan Pondok Pesantren Ijtihad, (4) H. Holiludin dari Desa Carenang mendirikan Pesantren Al-Muktariyah, (5) H. Uding dari Desa Ranca Ilat mendirikan Pensantren Al-Arobi. (Wawancara dengan H. Ubaidillah di Kresek, 15 Pebruari 2009).


(39)

A. Pengembangan Aktifitas Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah

Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah Renged didirikan tanggal 16 April 1969. Pondok Pesantren ini bertujuan untuk menghasilkan insan-insan yang berakhlak karimah mendalami pendidikan agama Islam, yang dilengkapi pengetahuan umum agar bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa. Dalam melaksanakan AD dan ART mempunyai tujuan membina generasi yang siap membela negara, bangsa dan Agama khususnya kalangan warga Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah. Upaya yang terus menerus dilaksanakan semakasimal mungkin telah berjalan sesuai dengan pedoman yang digariskan Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah. Karena visi yang dimiliki Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah adalah terbentuknya masyarakat Islami, masyarakat pancasila yang kuat agama, maju dalam hal ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga menjadi masyarakat yang selalu menciptakan kehidupan yang Islami, penuh keharmonisan serta sesuai dengan tuntutan zaman. Dengan kata lain, masyarakat yang hidup suasana Baldatun Thoyibatun warobbun Gafur.1

Perkembangan Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah mengalami pasang surut sesuai dengan situasi dan kondisi sosial budaya bangsa. Perkembangan

1

Tim Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah, Kenang-Kenangan 27 tahun berdirinya Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah Renged Kresek Tangerang Jawa Barat, Tangerang, Lembaga Pendidikan Islam Renged, 1996, hlm. 21. Wawancara juga dengan KH. Kalyubi Nawawi di Kresek, 18 Desember 2008.


(40)

40

tersebut dari tahun ketahun selalu mengalami hambatan karena disebabkan oleh dana yang terbatas baik dari anggaran belanja rumah tangga maupun dari para simpatisan. Namun sekalipun demikian, semua program dan kegiatan dapat dilaksanakan sesuai dengan daya upaya dan kemampuan yang ada.

Tenaga kependidikan yang ada di Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah Renged, baik tenaga administrasi maupun tenaga edukatif selalu bertambah. Hal ini melihat kondisi perkembangan siswa yang terus bertambah pula yang mendaftar. Untuk peningkatan mutu pegawai, diikutsertakannya dalam Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), dan penataran guru yang diselenggarakan pemerintah bagi guru Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah, sesuai dengan program yang telah ditentukan. Selain penataran pegawai Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah ikut pula dalam berbagai seminar yang diadakan pemerintah setempat, dari tingkat kecamatan sampai nasional.

Dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia, Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah Renged terus berusaha memperluas dan menambah kekurangan-kekurangannya. Baik dalam masalah sarana dan prasarana serta masalah tenaga pengajar. Hal ini dilakukan karena sejalan dengan kebutuhan masyarakat yang terus berkembang dan maju dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam masalah sarana dan prasarana misalnya, yaitu dengan menambah ruangan kelas tempat belajar beserta perlengkapan yang dibutuhkan. Sedangkan dalam masalah tenaga pengajar ditempatkan sesuai dengan bidang studi yang ada di Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah.2

2


(41)

Di tahun 1980 Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah dijadikan Yayasan dengan Akte Notaris Nomor: 50/29.8.1980. Dengan diaktenotariskan ini diharapkan dapat lebih meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap keberadaan Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah secara farmal dan legal, khususnya Kecamatan Kresek. Untuk pengaturan perencanaan Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah ke depan, maka disusun kepengurusan dengan susunan pengurus sebagai berikut: Ketua Yayasan : Drs. KH. Ahmad Syatibi. Wakil Ketua Yayasan: Sariman Jamhari, S.H. Direktur Pondok Pesantren: KH. Kalyubi Nawawi. Penasehat LPI: KH. Muhammad Amin. Pengasuh Pon-Pes: KH. Mahmud Nawawi.3

Keadaan pegawai sejak didirikan tahun 1969 terus mengalami perkembangan dan perubahan, walau perkembangan dan perubahan tersebut belum memadai sebagaimana yang diharapkan. Disamping guru-guru yang telah ada, pada awal didirikannya Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah mendapat bantuan guru negeri dua orang. Sedangkan pegawai yang ada semuanya adalah pegawai sendiri. Dari pertambahan tersebut sudah ada yang berhenti, pindah tugas dan lain sebaginya, dan akhirnya jumlah pegawai yang ada pada tahun 1983 adalah berjumlah 37 orang.4

Pada tahun 1990/1991 Madrasah Aliyah Manba’ul Hikmah Renged berpindah koordinasi, dari koordinasi KKM Madrasah Aliyah Negeri I Serang ke KKM Madrasah Aliyah Negeri I Tangerang. Hal ini disebabkan karena letak geografisnya yang berada di Kabupaten Tangerang. Selama dalam koordinasi

3

Wawancara dengan KH. Kalyubi Nawawi di Kresek, 18 Desember 2008

4


(42)

42

MAN I Tangerang, Madrasah Aliyah Manba’ul Hikmah tidak pernah absen dari suatu kegiatan dan berpartisifasi dengan berbagai pihak. Terutama dengan pemerintahan setempat, disini terjalin rasa tanggung jawab moral bangsa. Misalnya pembentukan organisasi kepramukaan, PMR dan PKS.5 Pada perkembangan berikutnya yaitu tahun 1992, Madrasah Aliyah Manba’ul Hikmah Renged ditingkatkan statusnya dari terdaptar menjadi diakui dengan SK. Kanwil Depag Jawa Barat No.: 104/E-IV/pp.03.2/i/1992.6

B. Inventarisasi dan Perlengkapan

Dalam upaya peningkatan dan kemajuan Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah Renged, para pengurus Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan baik dalam sarana dan prasarana agar siswa yang ada di Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah menjadi giat dan tekun untuk menuntut ilmu disana. Baik dalam perluasan tanah untuk sarana gedung dan prasarana baik berupa mobiler dan mekanik serta kendaraan. Untuk lebih jelasnya akan penulis uraikan satu persatu agar menjadi jelas dan terinci, diantaranya:

1. Perluasan sarana tanah

Sampai tahun 1996 Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah telah memiliki tanah dengan luas seluruhnya 17.850 m2 yang berasal dari dana sumbangan pembangunan siswa, pemberian masyarakat dan wakaf, yang keseluruhannya di komplek Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah Renged Kecamatan Kresek Kabupaten Tangerang. Adapun tanah yang berasal dari pembelian Manba’ul

5

Wawancara dengan KH. Ubaidillah di Kresek, 15 Pebruari 2009.

6


(43)

Hikmah sendiri ada yang belum disertifikatkan dan ada pula yang sudah disertifikatkan, kesemua itu milik yayasan Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah. Adapun yang sudah disertifikatkan adalah sebagai berikut:

a. Tanah dengan sertifikat No. 10/3/90 wakaf dari H. Fuil seluas 2.600 m2. b. Tanah dengan sertifikat No. 03/3/1990 wakaf masyarakat diatasnamakan

KH. Mahmud Nawawi seluas 700 m2

c. Tanah dengan sertifikat No. 04/3/90 wakaf dari H. Ahmad Syatibi seluas 700 m2

d. Tanah dengan sertifikat No. 06/3/90 wakaf dari H. Yasin Tajuddin seluas 1.600 m2.

e. Tanah dengan sertifikat No. 05/3/90 wakaf dari H. Sambas Atmaja seluas 1.231 m2.7

Sedangkan tanah wakaf dan tanah pemmbelian sendiri yang belum keluar sertifikatnya adalah sebagai berikut:

a. Tanah wakaf dari H. Ridwan Renged Sebrang b. Tanah wakaf dari Hj. Nasiyah

c. Tanah wakaf dai H. Munabihat dan H. Saaduddin Bojong Kresek

d. Tanah wakaf dari Maswan Renged seluas1.500 m2 untuk Masjid Manba’ul Hikmah

e. Tanah beli sendiri dari H. Santibi

Jadi tanah yang dibeli sendiri dan tanah wakaf yang belum keluar sertifikatnya, luas seluruhnya: 11.619 m2.8

7

Lihat Ubaidillah, Proyek Proposal Program Pengembangan Yayasan Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah, Kresek, 1989, hlm 5. Diperkuat juga wawancara dengan KH. Ubaidillah di Kresek, 18 Pebruari 2009.


(44)

44

2. Pengembangan sarana bangunan

Dari sejak didirikannya Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah Renged tahun 1969, secara bertahap berusaha membangun sarana-saran lain disamping bangunan yang sudah ada baik melalui bantuan simpatisan maupun melalui swadaya Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah. Adapun bangunan tersebut diiantaranya:

a. Gedung belajar atau bangunan yang semula leter ”U” kemudian direhab, sebagian dijadikan dua lokal besar, sebagian lagi menjadi empat lokal, tetapi yang dua lokal itu digusur untuk pelebaran masjid. Sedangkan yan empat lokal masih ada sampai sekarang yang menghabiskan biaya Rp. 8.500.000,- hasil swadaya masyarakat.

b. Gedung belajar atau bangunan yang dekat jalan raya sebelah barat yang terdiri dari empat lokal, yang emula pembangunannya disponsori oleh Bupati Muhdi dari Tangerang, biaya rehabnya menghabiskan dana Rp. 12.250.000,-.

c. Gedung belajar atau bagunan yang dekat jalan raya sebelah timur yang terdiri dari tiga lokal, yang dahulunya dibangun oleh bapak H. Ahmad Syatibi, yang mendapat renovasi, menghabiskan dana Rp. 9.500.000,-. d. Gedung perkantoran Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah yang dibangun

dengan permanen yang menghabiskan dana Rp. 28.000.000,- semuanya swadaya masyarakat.

8


(45)

e. Gedung belajar atau bangun dua tingkat, yang terdiri dari empat lokal ysng digunakan untuk Madrasah Aliyah yang pembangunan menghabiskan dana sekitar Rp. 49.000.000,- hasil swadaya masyarakat.

f. Gedung belajar atau bagunan dua tingkat, yang terdiri dari enam lokal yang digunakan untuk Madrasah Ibtidaiyah, yang pembangunannya atas sumbangan dermawan yaitu H. Halimi dari Bojong Kresek Tangerang, yang menghabiskan dana Rp. 50.000.000,- yang dulunya bangunan lima lokal, sebagaimana digunakan Asrama Putri (ASPI).

g. Gedung asrama putri dua tingkat, yang terdiri dari 12 lokal, menghabiskan biaya Rp. 85.000.000,- hasil swadaya masyarakat yang bangunannya terletak ditanah wakaf H. Munabihat dan H. Saaduddin sebelah utama Masjid Manba’ul Hikmah.9

h. Gedung belajar dua tingkat untuk praktik komputer yang terdiri dari delapan lokal yang digunakan untuk ruangan komputer. MA dan MTs, yang menghabiskan dana sekitar Rp. 75.000.000,- hasil dari swadaya masyarakat, yang sebelumnya digunakan madrasah darurat, kemudian direhab total menjadi dua tingkat. Pembangunannya dimulai tahun 1994 dan selesai tahun 1995.10

Dalam masalah pembangunan Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah mempunya jangka pendek dan jangka panjang sesuai dengan ART Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah. Dari bangunan gedung yang dibangun dan telah ada sampai tahun 1996 terdiri atas:

9

Tim Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah, Op.Cit., hlm. 30.

10


(46)

46

Tabel 1

NO Nama Ruang Jumlah

1 Ruang belajar 28 lokal

2 Ruang kepala MA 1 lokal

3 Ruang kepala MTs 1 lokal

4 Ruang Kepala MI 1 lokal

5 Ruang perpustakaan 1 lokal

6 Ruang komputer 1 lokal

7 Ruang OSIS 1 lokal

8 Ruangan WC dan kolam 1 lokal 9 Ruang sekretariat 1 lokal

10 Ruang Wakamad 1 lokal

11 Masjid 12x16 m2 1 lokal

12 Ruang dewan guru 1 lokal11

3. Mobiler dan mekanik

Dalam upaya memenuhi kebutuhan perlenkapan kantor baik berupa meubeleir maupun alat-alat mekanis, Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah selalu menambah dan melengkapinya. Sebagaimana halnya dengan bangunan fisik, keadaan inventarispun baik yang berupa alat-alat meubeleir maupun alat-alat mekanik, banyak berasal dari pengadaan/pembelian tahun 1985.-1996. Upaya tersebut ditempuh berbagai cara antara lain:

11


(47)

a. Pembelian melalui dana rutin dari pendaftaran b. Pembelian melalui dana rutin dari saldo c. Pembelian melalui dana rutin dari saldo OSIS

d. Pembelian melalui dana rutin dari saldo Cawu dan semester e. Pembelian melalui dana rutin dari saldu EBTAN/EBTANAS f. Pembelian melalui bantuan dari PEMDA DT. II Tangerang.12 4. Kendaraan

Sejak didirikannya tahun 1969, Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah belum pernah memilki/belum pernah mendapat fasilitas kendaraan dinas roda empat (mobil). Baru pada tahun 1991 memiliki sebuah mobil colt mini Suzuki Carry berwarna biru dengan nomor polisi B.7081 BC, yang sampai tahun 1996 kondisinya masih baik dan dipergunakan untuk kepentingan dinas. Dengan adanya fasilitas sebuah mobil terasa sekali membantu kelancaran dalam operasinal dan tugas-tugas yang dibebankan kepada Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah Renged. Sampai tahun 1996 ini belum mendapatkan tambahan kendaran kembali, hal ini mengingat saran dan prasarana di Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah harus terpenuhi sehingga tidak kemandegan dalam menjalankan yayasan ini.13

C. Pengembangan Kegiatan Belajar Mengajar

Lembaga Pendidikan Islam Manba’ul Hikmah, merupakan Pondok Pesantren modern yakni perpaduan ilmu agama Islam dan ilmu pengetahuan

12

Wawancara dengan KH. Kalyubi Nawawi di Kresek, 18 Desember 2008

13

Ubaidillah, Naskah, Proyek Proposal Program Pengembangan Yayasan Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah, Kresek,1989, hlm. 10.


(48)

48

umum.14 Lembaga pendidikan Islam modern seperti itu pada awal abad XX ini cukup banyak bermunculan diberbagai wilayah nusantara. Namun pada intinya lembaga-lembaga pendidikan tersebut mengambil sikap yang agak berbeda dengan lembaga pendidikan sebelumnya. Perbedaannya terletak pada usaha perluasan-perluasan pemahaman Islam yang tidak terbatas hanya kepada fiqih, tafsir dan hadits saja. Tetapi meliputi ilmu-ilmu keduniaan dengan mengintegrasikannya sebagai satu kesatuan yang komprehensif. Para pendiri yang juga sekaligus tokoh pembaharu telah memandang bahwa ijtihad15 sangat dibutuhkan dan harus terbuka luas dalam rangka memecahkan persoalan-persoalan masyarakat. Dengan menyatakan kembali kepada Al-Qur’an dan Hadits, berarti menjadikan kedua sumber terbuka sebagai dasar hukum sekaligus sebagai sumber ilmu pengetahuan. Juga intensitas pada pengembangan pemikiran sangat besar dengan menampilkan metodologi pendidikan yang tidak lagi dogmatis, tetapi lebih bersifat terbuka melalui diskusi untuk merangsang perkembangan wawasan dan kekuatan akal pikiran peserta didik.16

Model pendidikan Islam modern yang telah berlangsung di Indonesia yang dipelopori oleh masyarakat Arab Indonesia yaitu Pesantren Jami’iyah Al-Khairiyah (Jami’at Khair) yang didirikan pada tanggal 17 juli 1905 di Jakarta. Dimana selain mengajarkan mata pelajaran agama, juga mengajarkan mata

14

Wawancara dengan KH. Kalyubi Nawawi di Kresek, 18 Desember 2008

15

Ijtihad adalah sumber syariat Islam yang nomor tiga. Kata Ijtihad bersal dari akar kata jahd yang artinya berusah keras atau berusaha sekuat tenaga. Kata ijtihad yang secara harfiyah mengandung arti yang sama, ini secara teknis diterapkan bagi seseorang ahli hokum yang dengan kemampuan akalnya berusaha keras untuk menentukan pendapat dilapangan hokum mengenai hal yang pelik dan meragukan (lihat Maulana Muhamad Ali, Islamologi, (Terj. R. Kaelan dan M. Bachrun), jakarta, Darul Kutubil Ismaiyah, 1996, hlm 113).

16

Bisri Afandi, Syaikh Ahmad Syurkati (1874-1943), Pembaharuan dan Pemurni Islam di Indonesia, Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 1999, hlm. 209


(49)

pelajaran umum. Salah seorang pengelola pesantren tersebut terdapat nama tokoh pembaharu Islam yang berpengaruh di Indonesia yakni Ahmad Syurkati,17 karena dikalangan pengurus tersebut terjadi perpecahan, maka Ahmad Syurkati mendirikan lembaga pendidikan modern yang bernama Al-Irsyad, didirikan pada tanggal 11 agustus 1915. Kehadiran Pesantren Jami’at Khaer ini kemudian diteruskan oleh Pesantren Al-Irsyad, dua lembaga pendidikan Islam modern ini telah turut serta memberikan contoh terhadap usaha-usaha reformasi pendidikan Islam di kota dan di desa.18

Lembaga Pendidikan Islam Manba’ul Hikmah ini, didirikan sebagai pendidikan yang modern dengan tidak meninggalkan salafiyahnya. Hal ini dimaksudkan untuk menemukan kembali ajaran dan prinsip-prinsip dasar yang berlaku abadi yang dapat menembus ruang dan waktu. Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah ini berupaya mengembalikan ajaran dasar Islam dengan menyingkap kembali agama dengan melepaskan kejumudan, kebekuan, dan stagnasi pemkiran baik dalam masalah duniawi maupun masalah keagamaan. Sedang tema yang menjadi landasan adalah kembali kepada sumber asli ajaran Islam (Al-Qur’an dan Hadits).19

Berdirinya Pondok Pesantren Manba’ul Hikamah Renged dalam bentuk modern yang menggunakan sistem klsikal ini, mengalami perkembangan dan perubahan-perubahan dalam sistem pendidikannya yang disesuaikan dengan

17

Ahmad Syurkati adalah tokoh utama Al-Irsyad ini dilahirkan di Dongola Sudan 1292 H/1872 M. Ayahnya bernama Surkati, dikenal memiliki karakter mulia. Ia mendapatkan namanya dari tokoh Al-Ansori yang mashur, Jabir bin Abdullah. Ahmad Syurkati meninggal tahun 1943 di Jakarta. (Ibid., hlm. 209)

18

Ibid., hlm. 220

19


(50)

50

perkembangan dan kebutuhan masyarakat. Penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran melalui sistem tersebut merupakan komponen yang pokok dalam pembinaan masyarakat. Untuk itu perkembangan pesantren itu ditentukan oleh kyai sendiri sebagai pimpinan, serta ditentukan pula oleh masyarakat dilingkungannya yang menjadi pendukung pesantren Manba’ul Hikmah Renged.20

Pada tahun-tahun pertama 1969-1971, pesantren Manba’ul Hikmah berusaha untuk mengembangkan kegiatan belajar mengajar agar lebih maju dan berkembang. Perencanaan-perencanaan yang berhubungan dengan kegiatan belajar mengajar diusahakan dengan kemampuan pondok itu sendiri. Penerimaan siswa baru dengan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah, tujuannya agar siswa dapat mengikuti pelajaran tanpa ditekankan oleh pihak pondok.21

Kurikulum modern dimana sistem penambahan pada mata pelajaran umum disamping pada mata pelajaran agama. Kurikulum agama di pesantren ini adalah: al-Qur’an Hadits, Aqidah Akhlak, Fiqih, Sejarah Islam, Bahasa Arab, Usul Fiqih, Tarikh Tasyri, Ilmu Kalam, Sejarah Agama. Sedang kurikulum umum adalah PPKn, PSPB, Bahasa Indonesia, Sejarah Nasional, dan Dunia, Ekonomi, Geografi, Biologi, Fisika, Kimia, Matematika, Bahasa Inggris, Antropologi. Kurikulum program mulok meliputi; I’anatul Tholibin, Tafsir Jalalen, Imriti, Jurmiyah, Mulhat, Alfiyah, Matan Bina, Kailani, Ar Risalatul Mua’wanah, Tarkib, Fiqhul Wadih.22

20

Tim Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah, Op.Cit., hlm. 35

21

Wawancara dengan KH. Ubaidillah di Kresek, 15 Pebruari 2009

22

Tim Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah, Op.Cit., hlm. 41. Lihat juga Ubaidillah, Naskah, Op.Cit., hlm. 3


(51)

Dalam bentuk salafiyah berupa sistem tradisional juga tetap diterapkan, yakni dengan mempertahankan sistem sorogan,23 bandongan dan halakah24

dengan menggunakan kitab-kitab klasik atau kitab kuning.25 Metode sorogan

diberikan kepada para santri yang memerlukan bimbingan individual. Metode ini dalam pengajaran di Pesantren Manba’ul Hikmah merupakan tahapan yang paling sulit dari keseluruhan sistem pengajaran di pesantren, sebab memerlukan kesabaran, kerajinan, ketaatan dan disiplin pribadi para santri. Metode sorogan ini yang dipakai di pesantren Manba’ul Hikmah merupakan dasar bagi para santri untuk dapat mengikuti dan memetik keuntungan dari metode bandongan yang seringkali digunakan oleh para kyai dalam menyampaikan sejumlah pengajarannya kepada santri.

Dalam pengajaran dengan menggunakan metode sorogan ini memilki keuntungan yang cukup efektif, antara lain: (1) Kemajuan pendidikan dan pengajaran sesuai dengan kondisi dan kemampuan santri (2) Evaluasi dan penguasaan terhadap kitab-kitab yang dipelajari santri lebih mantap dan konkrit. (3) Hubungan antara kyai dan santri lebih dekat. (4) Memudahkan santri yang baru pertama kali mempelajari kitab-kitab agama.26

23

Metode Sorogan adalah seorang santri mendatangi seorang kyai yang akan membacakan bberapa baris dari kitab-kitab yang bebahasa Arab yang menterjemahkannya kedalam bahasa Jawa atau Sunda.

24

Halakah yaitu para santri duduk melingkar dan belajar dari seorang kyai yang menterjemahkan teks berbahasa Arab (Lihat Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, Jakarta, 1974, hlm. 60)

25

Kitab kuning adalah sebutan untuk buku atau kitab tentang ajaran-ajaran Islam atau tata bahasa Arab yang dipelajari diPondok Pesantren yang dikarang oleh para ulam pada abad pertengahan dalam huruf Arab. Disebut kitab kuning karena biasanya dicetak dalam kertas berwarna kuning yang dibawa dari Timur Tengah. (Lihat Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning : Pesantren dan Tarikat, Tradisi-Tradisi Islam di Indonesia, Bandung, Mizan, 1995, hlm. 115).

26


(52)

52

Sedangkan metode bandongan yang dipakai di pesantren Manba’ul Hikmah, yang sering dikatakan metode wetonan yang digunakan terhadap sejumlah santri. Para santri tersebut mendengarkan kyai membaca, menterjemahkan, menerangkan seringkali mengulas kitab-kitab Islam klasik yang lain yang tertulis dalam bahasa Arab. Setiap santri memperhatikan kitabnya masing-masing dan membuat catatan baik arti maupun keterangan tentang kata-kata atau pikiran yang sulit.27 Kurikulum Pondok Pesantren meliputi; Tafsir Jalalen, Tafsir Munir, Fathul Muin, I’anatut Tholibin, Fathul Qarib, Qaumit Tugyan, Ta’limut Ta’alilm, Raiyadlus Solihin, Tankihul Qaul, Akhlakulil Banin wal Bannat, ar- Risalatul Mu’awanah, ’Uqudul Lujen, Amil, Jurmiyah, Alfiyah, Ibnu Aqil, Dardir, Khulasoh, Matan Zubad, Khamsatu Mutun, Bidayatul Mujtahid.28

Disamping itu untuk menambah wawasan santri yang berada di Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah, maka diadakan kegiatan ekstrakurikuler dengan tujuan mengembleng mereka agar mampu berinteraksi dengan masyarakat sekitar lingkungan pesantren. Organisasi itu adalah Patroli Keamanan Sekolah (PKS), Palang Merah Remaja (PMR), Pramuka, dan Pengajian Tilawatil Qur’an (PTQ). Organisasi tersebut sifatnya hanya sampingan saja tidak diwajibkan untuk mengikutinya.29

Dalam melaksanakan kegiatan semester baik Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah sudah dapat mengadakan sendiri, sedangkan untuk tingkat Madrasah Aliyahnya masih diatur oleh MAN I Serang. Sebelum ujian semesteran

27

Martin Van Bruinessen, Op.Cit., hlm. 116

28

Tim Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah, Op.Cit., hlm. 38

29


(53)

diadakan terlebih dahulu ujian tengah semester dan ujian tilawatil kutub dan ujian praktik ibadah.

Kegiatan belajar mengajar terus ditingkatkan, walaupun pada tahun 1969-1990 belum diakreditasi. Namun sejak berdirinya 1969 selalu berupaya meningkatkan baik bangunan fisik ataupun sarana lainnya. Sedangkan ketika sudah terakreditasi pada tanggal 18 Nopember 1992, keberadaannya semakin mendapat kepercayaan dari masyarkat luas. Kegiatan sejak 1992-1996 mulai ada peningkatan yang berarti diseluruh bidang, misalnya kegiatan belajar dan disiplin harus ditanamkan sejak dini, baik dari dewan guru maupun dari para siswa. Yang melanggar disiplin akan dikenakan tindakan administrasi secara tegas.30 Pesantren Manba’ul Hikmah tahun 1991 mulai mengindukkan ke Madrasah Aliayah Negeri I Tangerang, sehingga perubahan secara drastis dilakukan. Seperti pergantian tenaga administrasi dan penambahannya, karena adanya kebututuhan yang harus terpenuhi.

Pada tahun 1978 Madrasah Aliyah Manba’ul Hikmah baru ada satu jurusan, yaitu jurusan syari’ah/agama, sehingga didalam mengurus administrasinya tidak seberapa rumit. Tetapi mulai tahun 1992, Madrasah Aliyah Manba’ul Hikmah Renged membuka jurusan baru yaitu Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang dipersiapkan untuk siswa lulusan Tsanawiyah Manba’ul Hikmah secara khusus yang berniat untuk meneruskan pendidikan tingkat atas. Dengan

30


(54)

54

adanya jurusan IPS, maka menambah peluang baru bagi siswa dalam memilih jurusan yang diminatinya.31

Dalam pelaksanaan pembelajaran di Madrasah Aliyah, seperti yang telah diketahui umum, diselenggarakan dalam bentuk mencatat, membaca, ceramah, tanya jawab dan diskusi. Setiap siswa wajib mengikuti pelajaran minimal 80% dari program setiap cawu/semester yang sudah ditetapkan. Setiap siswa kelas tiga Aliyah baik jurusan Syariah maupun jurusan IPS, haruskan membuat karya tulis ilmiah. Hal ini sebagai persyaratan mutlak untuk mengikuti ujian Aliyah Negeri yang telah ditetapkan oleh Madrasah Aliyah Negeri I Serang. Didalam penyusunan karya tulis secara kelompok, ditugaskan guru pembimbing untuk memberikan bimbingan kepada siswa mengenai masalah pembahasannya yang dihadapi oleh para siswa.

Dalam pelaksanaan sistem ujian di pesantren Manba’ul Hikmah, siswa harus memenuhi persyaratan untuk mengikutinya, yakni harus mendaftar ulang terlebih dahulu. Ujian dilaksanakan untuk menilai hasil yang dicapai selama siswa itu belajar. Jenis ujian adalah ujian pertengahan semester yang boleh diadakan oleh guru yang bersangkutan dan ujian semester yang diadakan pada akhir catur wulan.32 Sedangkan untuk ujian praktik ibadah, dilakukan dalam memenuhi bidang studi yang berupa: praktek ibadah solat (seperti: solat berjama’ah, solat munfarid, solat jum’at dan khutbah, serta do’a-do’a), praktek penyelenggaraan Jenazah (seperti: tagsil, takfil, penguburan, shalat jenazah), praktek qiroatul Qur’an (seperti: qiro’at syab’ah, hafalan, tajwid, makhraj), dan praktek kirotul

31

Tim Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah, Op.Cit., hlm. 40

32


(55)

qutub (seperti: Amil, Juriyah, Alfiyah, Fathul Qarib, Tafsir Yasin, dan Tafsir Jalalen).

Dalam sistem penilaiannya yang berlaku di Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah Renged, yaitu nilai dari satu bidang studi adalah hasil gabungan daripada ujian pertengahan semester dan nilai-nilai lain kegiatan yang dianggap perlu. Perlu diketahui bahwa penilaian hasil prestasi siswa dari 1-10, angka terendah untuk ujian adalah enam, sedangkan urutan indeks prestasi yaitu; 8,6-10 dengan pujian, 7,6-8,5 IP dengan memuaskan, 6,6-7,5 IP dengan baik, 6,0-6,5 IP dengan cukup, kurang dari 6,0 seluruh bidang studi tidak naik.33

33


(56)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian diatas yang penyusun kemukakan pada bab-bab sebelumnya maka semakin jelaslah mengenai pembahasan Peranan Pesantren Manba’ul Hikmah Renged yang dapat disimpulkan diantaranya:

1. Berdirinya pondok pesantren Manba’ul Hikmah Kresek sejalan dengan kebutuhan dan cita-cita luhur bangsa Indonesia, khususnya Kecamatan Kresek desa Renged yang dipelopori oleh Kyai Syarif bin Samiran yang mempunyai gagasan untuk membentuk pendidikan formal yang kemudian diteruskan oleh K.H. Kalyubi yang diberi nama Pesantren Manbaul Hikmah yang dikembangkan dengan penuh rasa tanggung jawab yang berusaha menjadikan pengobat masyarakat Kresek. Lembaga pendidikan ini bertujuan mendidik sumber daya manusia yang handal untuk penggemblengan para santri yang kelak menjadi berguna bagi nusa dan bangsa.

2. Pondok pesantren Manba’ul Hikmah sejak tahun 1969-1996, dalam perkembagannya selalu mencari jalan keluar untuk setiap permasalahan yang dihadapi. Masalah itu dilihat dari sisi eksternal, yaitu serbuan budaya luar yang masuk bersamaan dengan arus globalisasi. Sedangkan disisi internal, yakni krisis ekonomi Indonesia yang selalu merongrong dalam perkembangan pesantren.


(57)

52

berwawasan pendidikan yang modern. Pesantren Manba’ul Hikmah berusaha untuk memiliki peran mengembangkan kegiatan belajar mengajar melalui pesantren agar lebih berkualitas yang dapat dimanfatkan oleh masyarakat kresek khususnya dan umumnya bermanfat bagi masyarakat sekitarnya.

B. Saran-saran

Saran-saran yang dapat penulis ajukan adalah sebagai berikut:

1. Pengurus besar yayasan Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah perlu meningkatkan konsolidasi dengan pengurus, sehingga tumbuh keutuhan dan kebersamaan visi untuk memajukan lembaga Pendidikan Manba’ul Hikmah Renged.

2. Pendidikan Manba’ul Hikmah perlu lebih mengembangkan pembaharuan dan pemikiran dalam proses belajar mengajar yang lebih maju dan berkualis yang siap bersaing dengan Ilmu dan teknologi yang modern.

3. Upaya mengembangkan visi pendidikan Manba’ul Hikmah agar selaras dengan tuntutan perkembangan zaman sangat penting. Upaya itu dapat dilakukan melalui peningkatan komponen-komponen pendidikan.


(58)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Maulana Muhamad, Islamologi, (Terj. R. Kaelan dan M. Bachrun), Jakarta, Darul Kutubil Ismaiyah, 1996.

Afandi, Bisri, Syaikh Ahmad Syurkati (1874-1943), Pembaharuan dan Pemurni Islam di Indonesia, Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 1999.

Amin, Husayn Ahmad, Seratus Tokoh Dalam Islam, Bandung, Rosdakarya, 1999. Bruinessen, Martin Van, Kitab Kuning : Pesantren dan Tarikat, Tradisi-Tradisi

Islam di Indonesia, Bandung, Mizan, 1995.

Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, Jakarta, 1974.

Djuwaeli, M. Irsjad, Pembaharuan Kembali Pendidikan Islam, Jakarta, Karsa Utama Mandiri, 1998.

Khuluq, Lathiful, Biografi K.H. Hasyim Asy’ari, Jogyakarta, LKiS, 2000. Laporan Bulanan Umum Kecamatan Kresek, Maret 1996.

Laporan Daerah Pembangunan Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah Renged, 1996.

Madjid, Nurcholis, Builik-bilik Pesantren, Sebuah Potret Perjalanan, Jakarta, LP3ES, 1994.

Moersaleh dan Musanef, Pedoman Membuat Skripsi, Jakarta, Haji Masagung, 1994.

Muh Said dan Junimar Affan, Mendidik dari Zaman ke Zaman, Bandung, Jemamars, 1987.


(59)

Noer, Deliar, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta, Bulan Bintang, 1988.

Permana, Rahayu, K.H. Sjam’un Gagasan dan Perjuangannya 1885-1949, Tesis, Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Depok, 2003.

Tim LPI Manba’ul Hikmah, Kenang-Kenangan 27 tahun berdirinya LPI

Manba’ul Hikmah Renged Kresek Tangerang Jawa Barat,

Tangerang, Lembaga Pendidikan Islam Renged, 1996.

Ubaidillah, Proyek Proposal Program Pengembangan Yayasan Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah, Kresek, 1989.

Wawancara dengan K.H. Kalyubi Nawawi di Kresek, 18 Desember 2008 Wawancara dengan H. Ubaidillah di Kresek, 18 Pebruari 2009.

Ziemek, Manfred, Pesantren dalam Perubahan Sosial, Jakarta, Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat, 1986


(60)

Lampiran

Pedoman Wawancara

1. Nama : KH. Kalyubi Nawawi

Jabatan : Pendiri Pondok Pesantren Manbaul Hikmah

2. Nama : Drs. H.Ubaedilah.

Jabatan : Pengurus Yayasan Manbaul Hikmah Renged Kresek

Bentuk Pertanyaan:

1. Kapan dan siapa pendiri Manbaul Hikmah Kresek? Jawab

Bermula dari seorang kyai yaitu Kyai Syarif bin Samiran yang mempunyai gagasan untuk membentuk pendidikan formal. Berawal ide dalam mendirikan Madrasah Ibtidaiyah Diniyah terjadi tahun 1957, yang dihasilkan dari musyawarah antara Kyai Syarif dengan K.H. Kalyubi Nawawi. Dan didirikannya Pondok Pesantren Manbaul Hikmah tanggal 16 April 1969.

2. Apa maksud dan tujuan dengan didirikannya Manbaul Hikmah? Jawab

Pesantren yang memiliki maksud dan tujuan yaitu tempat untuk mendidik kepada kemampuan hidup santri dan menghasilkan insan-insan yang berakhlak karimah mendalami pendidikan agama Islam, yang dilengkapi pengetahuan umum agar bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa, serta memberdayakan potensi santri diantaranya: (1) memberi bekal pendidikan agar santri-santri dapat mencari penghidupannya yang layak. (2) memberi hak kepada para santri untuk belajar organisasi. (3) menyadarkan santri-santri tentang adanya penderitaan berjuta-juta masyarakat.


(61)

hidup gotong royong. Ini dapat terlihat ketika mendirikan pondok pesantren Manbaul Hikmah di kresek, dimana masyarakatnya menyadari betapa pentingnya kebersamaan untuk mewujudkan cita-citanya dalam pendidikan pesantren.

4. Dari mulai jenjang apa saja kegaiatan belajar mengajar Manbaul Hikmah? Jawab

Mulai dari jenjang Madrasah Diniyah, Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah. Semua jenjang pendidikan yang berada dalam lingkungan Manba’ul Hikamh menggunakan kurikulum tahun 1994, kecuali Madrasah Diniyah yang menggunakan produk sendiri dengan semua mata pelajaran agama, hal ini dikarenakan muridnya disamping sekolah diniyah, mereka juga sekolah pagi hari, ada yang di SDN ada pula yang dimadrasah Ibtidaiyah pagi.

5. Bagaimana dengan kualitas tenaga pengajarnya? Jawab

Adapun tenaga pengajar, tata usaha, karyawan serta kepala madrasah yang mengabdikan diri di pesantren Manba’ul Hikmah semuanya diangkat dan diberi SK oleh Yayasan. Dalam hal ini bukan berarti Yayasan tidak siap menerima tenaga bantuan dari luar baik dari pemerintah atau dari lembaga yang lain, hanya saja belum ada yang mengulurkan tangannya untuk itu. Kualitas yang menjadi persyartannya adalah mereka yang sudah mampu untuk mengajarkan ilmunya sesuai dengan yang ditentukan yayasan Manbaul Hikmah.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)