Pendidikan Agama Islam dan Pengamalan Nilai-nilai Islami Pengukuran Pendidikan Agama Islam

15 Menurut Dr. Zakiah Daradjat tujuan pendidikan agama Islam yaitu menghasilkan manusia yang berguna bagi dirinya dan masyarakat serta senang dan gemar mengamalkan dan mengembangkan ajaran Islam dalam berhubungan dengan Allah dan dengan sesama manusia, dapat mengambil manfaa‟at yang semakin meningkat dari alam semesta ini untuk kepentingan hidup didunia kini dan diakhirat nanti. 7 Al-Abrasyi menyimpulkan 5 tujuan pendidikan agama Islam yaitu: 1 Untuk mengadakan pembentukan akhlak yang mulia. 2 Persiapan kehidupan dunia dan akhirat. 3 Persiapan untuk mencari rizki dan pemeliharaan segi manfa‟at, atau yang lebih terkenal ini sekarang dengan vokasional dan professional. 4 Menumbuhkan semangat ilmiah pada pelajar dan memuaskan keinginan tahu dan memungkinkan ia mengkaji ilmu itu sendiri. 5 Menyiapkan pelajar dari segi professional, tekhnikal dan pertukangan supaya dapat menguasai profesi tertentu dan ketrampilan pekerjaan tertentu agar dapat ia mencari rizki dalam hidup disamping memelihara segi kerohanian dan keagamaan. 8

c. Pendidikan Agama Islam dan Pengamalan Nilai-nilai Islami

Siswa Menurut Mulkan Hasan dalamk bukunya yang berjudul Asas-asas Pendidikan Islam menghatakan bahwa, fungsi utama pendidikan adalah pemindahan nilai-nilai dari generasi tua ke generasi muda agar identitas suatu masyarakat terpelihara adanya. Nilai-nilai seperti keberanian, kejujuran, setiakawan, dan lain-lain perlu tetap dipelihara demi keutuhan dan kelanjutan hidup masyarakat. Sebab masyarakat 7 Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam,Jakarta: Bumi Aksara, 2006, cet.6 h.29 8 Hasan Langgulung, Manusia Dan Pendidikan,suatu analisa psikologi dan pendidikan , Jakarta Al-Husa Zikra,1995, cet.3 h.60 16 yang tidak mempunyai nilai-nilai akan hancur sendiri. Ambil sebagai nilai misal kejujuran, dengan pengertian mengatakan apa yang tergerak di hati dan bertindak sesuai dengan itu. Suatu masyarakat hanya bisa hidup lanjut kalau anggota-anggotanya mengatakan apa yang benar, dan masing-masing setuju terhadap definisi kebenaran. Kalau masing- masing mempunyai definisi sendiri terhadap segala sesuatu dan bertindak seenaknya saja, tentulah masyarakat itu tidak akan wujud. Sedangkan masyarakat perampokpun mempunyai kejujuran, dalam makna apa yang dikatakan, itulah yang di hati, kalau tidak setiap anggota kumpulan perampok itu akan mencurigai satu sama lain, akhirnya mereka hancur sendiri, sebelum berhadapan dengan musuh yang betul.

d. Pengukuran Pendidikan Agama Islam

Untuk memudahkan penulis dalam membahas pengukuran Pendidikan Agama Islam maka akan penulis terangkan terlebih dahulu proses belajar kemudian diikiti oleh penghayatan atau pengamalan nilai-nilai islami. Dalam uraian sebelumnya sudah diketahui bahwa salah satu fungsi pendidikan adalah; memindahkan nilai-nilai, ilmu dan ketrampilan dari generasi tua ke generasi muda. Persoalan pemindahan nilai-nilai, ilmu dan ketrampilan inilah bidang tugas proses belajar. Proses belajar dalam maknanya yang luas berlaku setiap saat dan dimanapun. Di dalam kelas, di kantor, di pasar, di jalan, dan dimana saja kita menghadapi persoalan yang perlu diselesaikan. Inilah yang membawa perbincangan kepada konteks yang lebih luas, yaitu proses belajar sosial. Dalam proses belajar sosial ini, tingkahlaku proses belajar melibatkan tiruan. Meniru adalah tingkahlaku yang dipelajari. Bila seorang melakukan gerak balas, biasanya ia berbuat demikian dengan wujudnya tanda-tanda yang dihasilkan oleh tingkahlaku orang lain. 17 Tingkahlakunya sendiri mungkin serupa atau tidak serupa dengan tingkahlaku orang lain. Dari sini terdapat perubahan tingkahlaku atau pendapat pada seseorang sebagai akibat dari tekanan sebetul-betulnya atau diangan-angankan dari seseorang atau sekumpulan orang. Tingkah laku serupa ini disebut pengakuran. Tingkahlaku pengakuran inilah yang berkaitan erat atau satu jenis, dengan penghayatan seperti ini kemudian siswa mampu mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah ia dapat, dan inilah yang menjadi inti pembahasan penulis. Pengakuran, sebagai salah satu bentuk pengaruh sosial, ditinjau dari segi kekal atau tidak kekalnya tingkahlaku dapat dibedakan tiga gerak balas terhadap pengaruh sosial, yaitu kepatuhan, identifikasi dan penghayatan. Pada tingkahlaku kepatuhan seseorang terdorong oleh keinginan untuk memperoleh ganjaran atau menghindari hukuman. Biasanya tingkahlaku kepatuhan itu hanya berlaku selama janji untuk mendapat gajaran dan menerima hukuman masih berjalan, jadi kalau janji itu sudah tidak terpenuhi maka tingkahlaku kepatuhan itupun hilang. Apa sebabnya? Sebab pada tingkahlaku kepatuhan komponen terpenting adalah kuasa, yaitu kuasa orang yang memberi pengaruh untuk memberi ganjaran kepada orang yang menuruti pengaruh dan perintah dan memberi hukuman kepada orang yang tidak menurut kepada perintah. Pada tingkah laku identifikasi, biasa diartikan meniru dengan kagum, gerak balas terhadap pengaruh sosial disebabkan oleh keinginan seseorang untuk menyerupai orang yang memberi pengaruh itu. Pada tingkahlaku identifikasi seseorang tidak mengerjakan sutu tingkahlaku karena tingkahlaku itu memuaskan pada dirinya, tetapi ia berbuat demikian sebab ada hubungan yang memuaskan antara dia dengan orang yang memberi pengaruh itu jika ia berbuat demikian. Oleh karena itu pada tingkahlaku identifikasi ada daya tarik orang yang ia kagumi. Jadi kalau kita mengagungi seseorang yang 18 mempunyai pendirian tertentu terhadap suatu isu, misalnya mengerai penerapan nilai-nilai Islam, kalau kita tidak mempunyai bukti kuat yang menentang pendapat orang yang kita kagumi itu biasanya kita menyokong pendapat itu. Barang kali dalam konteks inilah dapat difahami tersebarnya berbagai agama. Pertama karena rakyat patuh kepada penguasa, misalnya dahulu raja. Bila raja memeluk agama tertentu biasanya rakyat mengikuti, sebab raja mempunyai kuasa memberi ganjaran atau hukuaman. Komponen ketiga dari pengakuran sebagai gerak balas terhadasp pegaruh sosial adalah penghayatan. Penghayatan nilai atau kepercayaan adalah gerak balas terhadap pengaruh sosial yang paling kekal dan paling dalam berakar. Motivasi utuk menghayati nilai atau kepercayaan tertentu adalah keinginan untuk benar. Jadi gajaran bagi nilai-nilai dan kepercayaan itu berada di dalam. Jika orang yang memberi pengaruh itu dipandang dapat dipercayai dan mempunyai pemikiran yang baik maka ia terima nilai-nilai dan kepercayaan yang didakwakannya dan kita memadukan kepercayaan itu dengan sistem nilai-nilai kita. Begitu ia menjadi bahagian dari sistem kita maka ia bebas dari sumbernya dan sangat sukar berubah. Itu disebabkan karena komponen yang terpenting pada penghayatan itu adalah kepercayaan dan keahlian orang yang memberi informasi atau pengaruh itu. Inilah makna penghayatan yang dapat diringkas sebagai integrasi sikap, kepercayaan, nilai-nilai, pendapat dan lain-lain kedalam pribadi seseorang. Menurut pendapat mazhab psikoanalisis dalam psikologi, superego atau aspak moral dari pribadi, berasal dari penghayatan nilai- nilai orang tua. Di sini terlihat bagaimana pentingnya pengaruh orang-orang seperti orang tua dan guru-guru bagi penghayatan nilai-nilai di kalangan generasi muda. Itulah makna penghayatan yang seperti dapat kita lihat, adalah satu jenis proses belajar, yaitu proses belajar dalam konteks sosial, di mana pribadi-pribadi yang berpengaruh memegang 19 peranan penting terhadap berlakunya penghayatan itu. Karena penghayatan inilah yang akan menimbulkan gerak pengamalan siswa untuk mengamalkan nilai-nilai islami mereka.

2. Pengamalan Nilai-nilai Islami Siswa