Hubungan antara pembelajaran pendidikan agama islam dengan akhlak siswa ( Studi penelitian siswa kelas VIII di SMPN 03 Tangerang Selatan)

(1)

KELAS VIII DI SMP NEGERI 03 TANGERANG SELATAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh:

Sri Fatmawati NIM: 106011000184

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H/ 2011 M


(2)

LEMBAR PERSETUJUAN

HUBUNGAN ANTARA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DENGAN AKHLAK SISWA KELAS VIII SMP NEGERI O3

TANGERANG SELATAN

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam

Oleh:

SRI FATMAWATI 106011000184

Di bawah bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Dra. Zikri Neni Iska, M.Psi Tanenji, MA

NIP : 19690206 199503 2 001 NIP : 19720712 19980 1 004

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1432 H/ 2011 M


(3)

Skripsi Sri Fatmawati (106011000184) yang berjudul “Hubungan antara Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dengan Akhlak Siswa Di SMP

Negeri 03 Tangerang Selatan” diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 22 Maret 2011 di hadapan dewan penguji. Oleh karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd.i) pada jurusan Pendidikan Agama Islam.

Jakarta, 22 Maret 2011

Panitia Ujian Munaqasah

Tanggal Tanda Tangan Ketua Jurusan PAI

Bahrissalim, M.Ag ……… ..………..

NIP. 19680307 199803 1 002 Sekretaris Jurusan PAI

Drs. Sapiudin Sidiq, MA ..…………. ..………..

NIP. 19670328 200003 1 001 Penguji I

Dra. Djunaidatul Munawaroh, M.Ag .……… ………... NIP. 19580918198701 2 001

Penguji II

Dra. Eni Rosda Syarbaini, M.Psi ……… ……….. NIP. 19530813198003 2 001

Mengetahui:

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,

Prof. Dr. Dede Rosyada, MA NIP. 19571005 198703 1 003


(4)

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Sri Fatmawati

Tempat / Tgl Lahir : Bekasi / 24 Desember 1986

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Judul Skripsi : Hubungan antara Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dengan Akhlak Siswa kelas VIII SMP Negeri

03 Tangerang Selatan Dosen Pembimbing : 1. Dra. Zikri Neni Iska, M.Psi

2. Tanenji, MA

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya sendiri dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis. Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat menempuh Ujian Munaqasah.

Jakarta, 2 Maret 2011

SRI FATMAWATI NIM. 106011000184


(5)

i

Agama Islam dengan Akhlak Siswa (Studi Penelitian Siswa Kelas VIII SMP Negeri 03 Tangerang Selatan). Skripsi, Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Akhlak bagi para remaja khususnya siswa SMP merupakan permasalahan yang harus ditangani secara serius. Anak yang tidak memiliki dasar agama atau aqidah Islam sejak kecil mudah terjerumus pada perbuatan dosa dan maksiat. Keadaan semacam ini juga dapat menjadi penyebab utama kemerosotan moral, pergaulan bebas, penggunaan obat-obat terlarang, pemerkosaan, pembunuhan dan berbagai bentuk kejahatan yang kebanyakan dilakukan oleh generasi yang kurang pemahamannya tentang isi ajaran Al-Qur’an, kurangnya pendidikan agama serta pembinaan akhlak. Untuk mengembalikan citra remaja menjadi lebih baik maka salah satu caranya adalah dengan meningkatkan pembinaan dalam pembentukkan akhlak remaja. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis dapat membatasi masalah yaitu Pembelajaran pendidikan agama Islam meliputi: Keimanan, Fiqh, Akhlak dan Sejarah/Tarikh. Akhlak siswa terdiri dari beberapa indikator, yaitu: Akhlak terhadap Allah, akhlak terhadap diri sendiri, akhlak terhadap sesama, akhlak terhadap orang tua dan akhlak terhadap lingkungan. Rumusan masalah yaitu apakah ada hubungan yang signifikan antara pembelajaran pendidikan agama Islam dengan akhlak siswa kelas VIII di SMP Negeri 03 Tangerang Selatan. Tekhnik yang digunakan sebagai alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah tekhnik angket (Questionnaire) bentuk skala Likert. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII yang berjumlah 40 siswa. Variabel penelitian terdiri dari 2 kategori yaitu pembelajaran pendidikan agama Islam dan akhlak, yang mana variabel tersebut diuji validitas dan reliabilitasnya. Data yang diperoleh kemudian dianalisa menggunakan korelasi Pearson Product Moment untuk mengetahui derajat hubungan antara pembelajaran pendidikan agama Islam dengan akhlak siswa. Berdasarkan hasil analisa data dengan korelasi Pearson Product Moment diperoleh hasil nilai r hitung = 0,810, r tabel = 0,304 dengan df = 40 dan dengan perhitungan Coefficient of Determination diperoleh nilai koefisien determinasi sebesar 66 % dan hasil t hitung = 14,51. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya

hubungan yang cukup signifikan antara pembelajaran pendidikan agama Islam dengan akhlak siswa kelas VIII SMP Negeri 03 Tangerang Selatan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa akhlak yang terdapat dalam diri siswa dapat ditingkatkan dengan adanya pelatihan dan pengembangan pembentukan akhlak. Kata kunci: pembelajaran pendidikan agama Islam, akhlak.


(6)

ii

KATA PENGANTAR

ِمــــْسِب

ِهــّللا

ِنــَمْحَّلا

ِمــــيِحَّلا

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Kiranya tiada kata yang lebih pantas untuk diucapkan selain Al-hamdulillah, segala puji bagi Allah sebagai manifestasi rasa syukur kita kehadirat Illahi Rabbi yang telah menghadiahkan anugerah yang begitu mahal harganya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul ”Hubungan antara Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dengan Akhlak Siswa (Studi Penelitian siswa kelas VIII di SMP Negeri 03 Tangerang Selatan”. Shalawat salam semoga senantiasa tercurah pada baginda Nabi Muhammad saw yang dengan kecerdasan dan kesabarannya mampu mendobrak kejahiliyahan manusia.

Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis sangat berterima kasih dan memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya atas bantuan, dorongan dan bimbingan dari beberapa pihak. Ucapan terima kasih dan penghargaan tersebut diajukan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA selaku Dekan FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Bahrissalim, M.Ag selaku Ketua Jurusan dan Bapak Drs. Sapiudin Shidiq, MA selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam Jakarta. Terima kasih atas waktu luang yang telah diberikan untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada kami selaku mahasiswa. 3. Ibu Dra. Zikri Neni Iska, M.Psi selaku pembimbing I. Terima kasih tak

terkira untuk kesediaannya berbagi ilmu dan waktu, berbagi pengalaman hidup sehingga penulis dapat mengambil hikmah dari semuanya.

4. Bapak Tanenji, M.A selaku pembimbing II. Terima kasih telah menjadi pembimbing dalam berbagi ilmu kepada penulis. Semoga semuanya dapat bermanfaat dikemudian hari. Amin.


(7)

iii

memberikan arahan dan bimbingan hidup kepada penulis.

6. Kepada Bapak (H. Saman), Ema (Aliyah). Terima kasih atas pengorbanan baik dari segi moril maupun materil yang telah engkau berikan kepada anakmu ini, tanpa kalian aku bukan apa-apa.

7. Kakak serta adik-adikku tercinta (Maman Fathurrahman beserta istri, Nur Latifah, Muhammad Kahfi, Fifih Lutfiyah, Ahmad Hafidz dan keponakan ku M. Ezza Fathurrahman) yang selalu memberikan motivasi bagi penulis untuk dapat menghadapi segala cobaan dengan hati yang lapang dan yang selalu menghibur dikala sedih.

8. Sahabat-sahabat ku tercinta MIQISYA (Suhaimi, Siti Marqiyah n Syaidah) Sahabat Sejati yang selalu menemaniku di setiap suka maupun duka. Kehadiran kalian selama ini telah mewarnai hidupku.

9. Teman seperjuangan PAI E yang tidak disebutkan satu persatu. Terima kasih atas bantuan dan keakraban selama masa perkuliahan yang kita lalui selama ini.

10. Teman kosan (Aniah, Maryam n Yolan) terima kasih atas doa dan dukungannya.

Pada akhirnya, tiada yang lebih berarti selain menjadi pribadi yang

berguna bagi orang lain. ”Khoirunnas Anfa’uhum linnas”.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Jakarta, 26 Februari 2011


(8)

iv

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ...7

D. Perumusan Masalah ...7

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian... 7

2. Manfaat Penelitian... 7

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR A. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian Pembelajaran ... 8

2. Tekhnik Pembelajaran ... 9

3. Pengertian Pendidikan Agama Islam ... 12

4. Ruang lingkup ... 13

5. Tujuan Pendidikan Agama Islam ... 14

6. Fungsi Pendidikan Agama Islam ... 16

7. Standar kompetensi lulusan (SKL) ... 17

8. Materi-materi Pendidikan Agama Islam ... 19

B.Akhlak 1. Pengertian Akhlak ... 21


(9)

v

5. Metode Pembinaan Akhlak ... 29

6. Manfaat Akhlak Yang Mulia ... 31

C. Kerangka Berfikir ... 32

D. Pengajuan Hipotesis ... 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 35

B. Metode Penelitian ... 35

C. Variabel Penelitian ... 36

D. Populasi dan Sampel ... 36

E. Teknik Pengumpulan Data ... 37

F. Teknik Pengolahan ... 39

G. Analisa Data ... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data 1. Hasil Data Pembelajaran Pendidikan Agama Islam ... 44

2. Hasil Data Akhlak Siswa ... 47

3. Deskripsi Data Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Akhlak Siswa ... 50

4. Interpretasi Data ... 51

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 58

B. Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN


(10)

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kriteria Penilaian Angket ... 38

Tabel 2. Kisi-Kisi Quisioner ... 39

Tabel 3. Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai “r” ... 42

Tabel 4. Deskripsi Data Pembelajaran Pendidikan Agama Islam ... 44

Tabel 5. Penggolongan Tingkat Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Siswa ... 46

Tabel 6. Skor Skala Pembelajaran Pendidikan Agama Islam ... 46

Tabel 7. Deskripsi Data Akhlak Siswa ... 48

Tabel 8. Penggolongan Tingkat Kualitas Akhlak Siswa ... 49

Tabel 9. Skor Skala Akhlak Siswa ... 49


(11)

vii

Gambar 1. Skor Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Siswa ... 47 Gambar 2. Skor Akhlak Siswa ... 50


(12)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu agenda penting nasional dalam rangka penciptaan dan peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas yang terus menerus dilaksanakan. Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan nasional perlu dilakukan pembenahan dalam unsur yang terkait dengan pendidikan, di antaranya penyediaan buku-buku pelajaran, sarana dan prasarana, pembinaan tenaga guru yang profesional, serta perbaikan kurikulum sekolah.

Mutu pendidikan sangat penting dalam rangka peningkatan peradaban dan pembangunan bangsa di masa depan seperti tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1, yang berbunyi:

”Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran, agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.1

Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal diharapkan mampu mewujudkan terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas, serta mampu

1

UU RI No.20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: Media Wacana Press, 2003)Cet. 1 h.9


(13)

menciptakan program pendidikan yang dapat meningkatkan prestasi para peserta didik.

Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang melatih siswa untuk membangun manusia menjadi insan kamil, sehingga perilaku mereka dalam kehidupan, langkah-langkah dan keputusan mereka diatur oleh nilai-nilai etika Islam yang sangat dalam dirasakan.

Dengan demikian, tujuan pendidikan Islam adalah suatu proses yang mengarah terhadap pembentukkan akhlak atau kepribadian yang mulia berdasarkan nilai dan norma-norma agama, untuk mencapai hidup seorang muslim yakni menumbuhkan kesadaran manusia sebagai makhluk Allah swt.

Pendidikan agama Islam mempunyai andil besar dalam mewujudkan sebagian dari tujuan pendidikan nasional pasal 2 dan 3 undang-undang sistem pendidikan nasional yang berbunyi:

“Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”2

Akhlak merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan islami. Akhlak merupakan aset seseorang dalam berinteraksi dengan sesamanya, akhlak juga mengatur hubungan manusia dengan segala yang ada dalam kehidupan ini, ia juga mengatur hubungan manusia dengan khalik-Nya.

Umar Muhammad Al-Thoumy dalam bukunya “Filsafat Pendidikan Islam”, menerangkan bahwa akhlak menurut pengertian Islam adalah satu dari hasil Iman dan ibadah. Iman dan ibadah manusia tersebut tidak sempurna


(14)

3

kecuali timbul dari akhlak yang mulia dan muamalah yang baik terhadap Allah swt dan makhluknya.3

Masalah akhlak dan pembinaannya dalam kemajuan tekhnologi modern ini semakin penting dan mendesak untuk dikaji dan diperlukan kumpulan fakta-fakta yang menunjukkan bahwa kemajuan tekhnologi tersebut membawa dampak negatif disamping membawa dampak positif terhadap peradaban manusia.

Dengan kata lain, apabila seseorang akhlaknya baik maka akan baik pula sifat dan perilakunya, sebaliknya jika rusak akhlaknya maka akan rusak pula sikap dan perilakunya. Akhlak buruk menjadi musuh Islam yang utama karena misi Islam pertama-tama untuk membimbing manusia agar berakhlak mulia. Untuk itu Islam sangat memerangi akhlak yang buruk. Dan kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia mempunyai posisi yang sangat penting, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat, jatuh bangunnya suatu bangsa tergantung pada keadaan akhlak masyarakat atau warga negaranya, dan juga sebaliknya jika akhlaknya buruk, maka rusaklah negara tersebut.

Kemerosotan akhlak tidak hanya terjadi pada orang dewasa saja, akan tetapi pada anak-anak sampai tingkat remaja yang kemudian diharapkan dapat menjadi penerus bangsa, pembela tanah air dan negaranya. Belakangan ini banyak mendengar keluhan orang tua, ahli pendidikan, serta orang-orang yang berkecimpung didalam dunia pendidikan agama dan sosial, tentang kemerosotan akhlak anak didik.

Begitu pentingnya akhlak dalam Islam, sehingga masalah akhlak ini dibahas begitu banyak dalam Al-Qur’an, baik dari segi teori maupun praktis, dan diantaranya ayat yang mengatur dan membicarakan tentang akhlak adalah terdapat dalam surat Al-Lukman ayat 19 yang berbunyi :

ِدِصْقاَو

يِف

َكِيِشَم

ِضُضْغاَو

ِنِم

َكِتِوَص

َِّإ

َرَكِنَأ

ِتاَوِصَأْلا

ُتِوَصَل

ِرِمَحْلا

3

Umar Muhammad Al-Syaibani, Filsafat Pendidikan Islam, alih bahasa oleh Dr. Hasan Langgung, (Jakarta :Bulan Bintang, 1979), h. 312


(15)

Artinya : “Dan sederhanalah kamu dalam berjalan[1182] dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai”.

Rasulullah saw adalah orang yang sangat mulia akhlaknya, sehingga Allah memujinya di dalam firman-Nya yang terdapat dalam surat al-Qolam ayat 4 yang berbunyi :

ٍ

Artinya : “Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”.

Ayat di atas relevan sekali dengan misi Nabi Muhammad saw diutus Allah ke dunia. Sebagaimana sabda Nabi :

Artinya : “Dari Muhammad bin Ijlal dan Qo’qo bin Hakim dari Abi Shaleh

dari Abi Hurairah r.a berkata : Sesungguhnya aku diutus ke dunia ini adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia”. (H.R Ahmad)4

Hadis Nabi tersebut menggambarkan tentang pentingnya posisi akhlak dalam agama Islam. Sehingga tidak aneh jika Fazlur Rahman seorang cendekiawan muslim Pakistan mengatakan bahwa : Islam pada dasarnya adalah agama akhlak (moral) sebelum kemudian menjadi agama fiqih (hukum) dan agama lainnya.5

Pembahasan akhlak ini juga menjadi pembahasan penting dalam pendidikan Islam, karena perubahan hasil belajar bukan hanya aspek pengetahuan atau kognitif saja, melainkan juga aspek moral atau akhlak (afektif). Perubahan yang dipandang sebagai unsur yang bersifat positif dalam

4

Imam Akhmad, Musnad Imam Akhmad, jilid II(Beirut : Dar al-Fikr, tth), h. 381

5

Ahmad Mahmud Subhi, Filsafat Etika: Tanggapan Kaum Rasionalis dan Intuisionalis Islam, (Jakarta : Serambi, 2001), h. 30


(16)

5

dunia pendidikan.6 Hasil pendidikan yang berupa perubahan tingkah laku manusia meliputi bentuk kemampuan yang menurut Taksonomi Bloom dan kawan-kawannya diklasifikasikan kedalam tiga domain yaitu :(1). Domain kognitif, (2). Domain afektif (3). Domain psikomotorik.

Dalam sumber hukum Islam Al-Qur’an dan Hadist banyak disebutkan tentang urgensi dan signifikansi pendidikan seperti firman Allah swt dalam surat al-Mujadilah 58 : 11.7

Artinya : “Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

Demikian pentingnya kedua bidang tersebut sehingga dapat dikatakan bahwa pendidikan akhlak merupakan inti dari pendidikan dalam pandangan Islam. Hal ini bisa diketahui dari pendapat al-Abrasy pakar pendidikan Islam tentang tujuan umum pendidikan Islam, yang menyimpulkan lima tujuan umum pendidikan Islam diantaranya : menempatkan pembentukan akhlak yang mulia terdapat pada urutan pertama dari tujuan tersebut. Pandangan serupa dikemukakan oleh Nur Uhbiyati bahwa pendidikan akhlak adalah inti

6

Departemen Agama RI, Proses Belajar Mengajar untuk Siswa PGAN, jilid 1, (Jakarta : Depag, tth), h. 10


(17)

pendidikan Islam, dan mencapai akhlak yang sempurna adalah tujuan pendidikan Islam yang sebenarnya.8

Melihat fenomena saat ini banyak sekali remaja yang bertindak anarkis dan tidak disiplin seperti adanya tawuran, aksi corat-coret dinding, merokok, dan lain sebagainya. Hal tersebut sangat memperihatinkan, oleh karenanya sekolah sebagai lembaga yang bertanggung jawab terhadap anak didik perlu adanya penanganan yang serius dengan memberikan nilai-nilai agama, menyadarkan mereka bahwa pendidikan agama penting untuk masa depan menjadi lebih baik.

Para guru pendidikan yang profesional dan secara implisit telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab orang tua siswa. Hal ini dimaklumi karena di saat orang tua mengerahkan anak-anaknya ke sekolah berarti sekaligus melimpahkan sebagian tanggung jawabnya ke sekolah.

Berdasarkan pemikiran di atas, penulis tertarik untuk lebih jauh meneliti sejauhmana Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dapat Berhubungan dengan

Akhlak Siswa, oleh karena itu peneliti mengambil tema “Hubungan Antara Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dengan Akhlak Siswa (Studi Penelitian Siswa Kelas VIII SMP Negeri 03 Tangerang Selatan”).

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah, di antaranya sebagai berikut:

1. Pembelajaran pendidikan agama Islam belum terkait dengan pembentukan akhlak siswa.

2. Pembelajaran pendidikan agama Islam dalam membentuk akhlak siswa belum sepenuhnya diterapkan oleh pendidik dalam lingkungan sekolah.

8

Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam (IPI), (Bandung : CV. Pustaka Setia, 1999), Cet. II, h. 50


(18)

7

3. Kurang diperhatikannya akhlak siswa dalam bermasyarakat di lingkungan sekolah, seperti tidak membiasakan berperilaku sopan santun terhadap guru.

4. Sebagian pendidik belum memberikan pembinaan yang lebih serius terhadap akhlak siswa di sekolah.

C. Pembatasan Masalah

Setelah mengidentifikasi berbagai permasalahan yang ada, maka penulis membatasi permasalahan sebagai berikut:

1. Pembelajaran pendidikan agama Islam meliputi : Keimanan, Fiqh, Akhlak dan Sejarah/Tarikh.

2. Akhlak siswa terdiri dari beberapa indikator, yaitu: Akhlak terhadap Allah swt, akhlak terhadap diri sendiri, akhlak terhadap sesama, akhlak terhadap orang tua, dan akhlak terhadap lingkungan.

D. Perumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang masalah yang telah diidentifikasi dan dibatasi di atas maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

“Apakah ada Hubungan yang Signifikan antara Pembelajaran Pendidikan

Agama Islam dengan Akhlak Siswa?” E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian a. Tujuan Umum

Untuk mengetahui bagaimana hubungan antara pembelajaran pendidikan agama Islam dengan akhlak siswa.

b. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara pembelajaran pendidikan agama Islam dengan akhlak siswa


(19)

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pengembangan penelitian serupa di masa yang akan datang.

b. Menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi dunia pendidikan.

c. Dapat dijadikan sebagai masukan bagi pihak sekolah dalam upaya membentuk akhlak pada siswa.


(20)

9

BAB II

KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR

A. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran adalah upaya untuk belajar. Kegiatan ini akan mengakibatkan siswa mempelajari sesuatu dengan cara efektif dan efisien. Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungan. Belajar adalah mengalami. Mengalami berarti menghayati sesuatu yang actual. Penghayatan akan menimbulkan respon-respon tertentu dari pihak peserta didik. Pengalaman yang berupa pelajaran akan menghasilkan perubahan (pematangan, pendewasaan) pada tingkah laku, perubahan di dalam sistem nilai, di dalam pembendaharaan konsep-konsep (pengertian), serta di dalam kekayaan informasi.1 Sebagaimana hal yang disebutkan oleh Nababan bahwasannya arti pembelajaran adalah nominalisasi proses untuk membelajarkan. Seharusnya pembelajaran bermakna proses membuat atau menyebabkan orang lain belajar.

Adapun menurut Oemar Hamalik, pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk

1

A. Tabrani Rusyan dkk, Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,1994), h.78-79


(21)

mencapai tujuan pembelajaran, dalam hal ini manusia terlibat dalam sistem pengajaran terdiri dari siswa, guru dan tenaga lainnya, materi meliputi buku-buku, papan tulis dan lainnya. Fasilitas dan perlengkapan terdiri dari ruang kelas dan audiovisual. Prosedur meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi, praktek belajar, ujian dan sebagainya.2 Pembelajaran disebut juga sebagai proses prilaku dengan arah positif untuk memecahkan masalah personal, ekonomi, sosial dan politik yang ditemui oleh individu, kelompok dan komunitas.3

Dari definisi-definisi yang ada, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah sebuah proses belajar mengajar yang melibatkan banyak komponen baik dari segi material, sumber daya manusia, fasilitas-fasilitas yang mendukung dan lingkungan untuk mencapai sebuah tujuan yaitu perubahan tingkah laku positif untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada baik bersifat personal, ekonomi atau bidang-bidang lainnya, karena belajar adalah sebuah pengalaman yang dialami secara langsung atau tidak langsung oleh seorang individu.

2. Tekhnik Pembelajaran

Tekhnik penyajian pembelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang digunakan oleh guru yang dikuasai guru untuk mengajar atau penyajian bahan pelajaran kepada siswa di dalam kelas, agar pelajaran tersebut dapat dipahami, ditangkap, dan digunakan oleh siswa dengan baik.

a. Appersepsi

Memancing perhatian ini dapat dilakukan dengan cara menghubungkan berbagai uraian dan penjelasan yang diberikan oleh guru dengan latar belakang kehidupan para siswa. Berbagai pengalaman yang mereka alami ini dapat dihubungkan dengan pelajaran yang diberikan, sehingga pelajaran yang diberikan itu

2

Oemar Hamalik, Kurikulum Dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 57

3


(22)

11

akan mendapat tanggapan dan umpan balik yang menarik. Pengalaman peserta didik mengenai bahan pelajaran yang telah diberikan merupakan bahan appersepsi yang dimiliki anak didik. b. Menggunakan Media dan Alat Pengajaran yang Cocok

Untuk mengatasi keadaan yang demikian dapat dilakukan antara lain dengan menggunakan alat bantu media dan alat pengajar yang cocok. Berbagai macam media dan alat pengajar dengan berbagai pertimbangan yang harus dilakukan dalam memilih media dan peralatan pengajaran, maka suasana pembelajaran akan lebih aktif, menggairahkan, dan menyenangkan. c. Penggunaan Bentuk Motivasi

Motivasi akan terus diupayakan sehingga kondisi belajar mengajar berada dalam kondisi stabil.

d. Memberikan Nilai

Pemberian nilai atau angka pada setiap hasil pengajaran adalah merupakan salah satu alat untuk menumbuhkan umpan balik belajar yang baik.

Angka yang diberikan oleh guru kepada para siswa sebagaimana tertuang dalam raport adalah merupakan gambaran dari hasil kerja keras yang dilakukan oleh peserta didik. Oleh karena itu, pemberian angka harus dilakukan secara adil, objektif dan bijaksana, sehingga para siswa tidak merasa dirugikan dengan angka yang diberikan itu. Keadaan siswa yang tidak jujur, dalam mendapatkan angka-angka tersebut harus ditertibkan dan ditindak secara adil dan bijaksana, sehingga tidak merugikan mereka yang mendapatkan angka atas hasil kerja keras, serta tidak menurunkan gairah belajar mereka yang tekun dan rajin.

e. Pemberian Hadiah

Hadiah yang diberikan harus benar-benar dapat mendukung penciptaan suasana belajar mengajar yang menggairahkan. itu, maka hadiah yang diberikan hendaknya didasarkan kepada


(23)

beberapa pertimbangan sebagai berikut: 1). Dilakukan secara obyektif, yakni benar-benar diberikan kepada orang yang berhak dan layak menerimanya yang didasarkan pada prestasi dan nilai yang dicapai secara obyektif; 2). Tidak menimbulkan dampak psikologis yang tidak baik, seperti mau belajar karena adanya hadiah, dan tidak mau belajar karena tidak adanya hadiah; 3). Diupayakan tidak menjadi sesuatu yang bersifat rutin, melainkan bersifat kejutan, karena sesuatu yang sudah berlangsung secara rutin menyebabkan sesuatu itu tidak menarik lagi.

f. Pemberian Pujian

Pemberian pujian juga merupakan salah satu bagian dari alat yang digunakan untuk menumbuhkan minat dan gairah belajar. Namun demikian, pujian tersebut jangan menyebabkan anak tersebut menjadi sombong, merasa lebih istimewa dibanding peserta pelajar lainnya, dan dilakukan dengan cara-cara yang tepat dan tidak mengesankan kurang profesional, seperti pemberian pujian yang berlebih-lebihan dan sebagainya.

g. Pemberian Tugas

Pemberian tugas merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk menumbuhkan gairah dan minat belajar siswa. Tugas tersebut diberikan harus disesuaikan dengan kadar kesanggupan peserta didik, waktu yang tersedia, serta harus dilakukan pemeriksaan dan penilaian atas tugas-tugas tersebut. h. Pemberian Hukuman

Pemberian hukuman adalah merupakan salah satu bentuk dari upaya untuk menumbuhkan semangat dan gairah belajar sehingga dapat meningkatkan minatnya untuk berprestasi.4

Sebagian telah dikemukakan pada uraian terdahulu, bahwa setiap manusia senantiasa dihinggapi oleh perasaan jenuh, bosan, dan tidak

4

Dr.Armai Arief, M.A, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002)cet.1 h. 75


(24)

13

puas. Keadaan tersebut terjadi, sebagai akibat dari kehidupan yang dihadapi secara monoton dan menjenuhkan.

3. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Pendidikan agama Islam (PAI) merupakan usaha sadar dan terencana untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan.5

Menurut Drs. M. Ngalim Purwanto MK dalam bukunya “Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktek” ia menyebutkan, “Pendidikan ialah segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk

memimpin perkembangan jasmani dan rohani kearah kedewasaan”.6

Hal ini dapat dilihat dari firman Allah swt ;

















Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung”. (Q.S Al-Imron: 104)























Artinya: “Sebagaimana (Kami Telah menyempurnakan nikmat kami kepadamu) kami Telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui”.(Q.S Al-Baqarah: 151)

5

Lihat Departemen Agama RI, Pedoman Umum Pendidikan Agama Islam, Sekolah Umum dan Dasar, Jakarta: Direktorat Madrasah dan Pendidikan Agama, Tth. h. 3

6

Drs. M. Ngalim Purwanto, Pendidikan Teoritis Dan Praktek, (Bandung: Remaja Karya, 1985), h. 3


(25)

Melihat dua ayat di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa pendidikan agama Islam adalah suatu sistem untuk membimbing dan mengarahkan anak didik dengan cara yang baik, agar terbentuk jiwa yang suci, memahami dan memiliki ilmu pengetahuan serta dapat mengamalkan ilmu yang telah dimiliki.

Pendidikan agama Islam adalah salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah memiliki peran yang sangat strategis didalam membina dan membimbing sikap kepribadian siswa yang sedang berkembang didalam masa pancaroba, dimana pada masa ini diri pribadi siswa sedang mengalami proses mencari jati dirinya masing-masing yang perlu diberi landasan agama yang kuat.

Pendidikan agama Islam di sekolah dilaksanakan melalui suatu proses yang sistematis. Proses sistematika pendidikan agama Islam dilaksanakan melalui langkah-langkah kegiatan belajar mengajar dan mengawasi perilaku siswa.

Sementara pemahaman diungkap dengan kata متيامكيلعولتيdankata yang dalam Tafsir diartikan menyampaikan informasi tentang nilai-nilai Al-Qur’an dan makna yang terkandung didalamnya. Hal ini menunjukkan

pada makna bahwa “Dengan informasi itu dapat melahirkan pemahaman terhadap nilai-nilai kehidupan”. Penghayatan diungkap dengan kata مكيكزيو dan pengamalan diungkap dengan kata

ةمكحلو

. Menurut Tafsir Jalalain, kata “Hikmah” adalah “al-Sunnah” yang merupakan realisasi bentuk penghayatan dan pengamalan ilmu pengetahuan sekaligus.7

4. Ruang lingkup

Pendidikan agama Islam mencakup usaha untuk mewujudkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara :

a. Hubungan manusia dengan Allah swt b. Hubungan manusia dengan dirinya sendiri

7

Muhammad Nawawi al-Jawi, TafsirMunir, (Indonesia: Dar Ihya al-Kutub al-‘Arabiyah, Tth), Jil. 1, h. 40


(26)

15

c. Hubungan manusia dengan sesama manusia

d. Hubungan manusia dengan makhluk lain dan lingkungan alamnya Bahan pembelajaran pendidikan agama Islam meliputi 5 (lima) unsur pokok yaitu :

a. Al-qur’an

a) Menerapkan Hukum bacaan “Al” Syamsiyah dan “Al”Qomariyah b. Keimanan

a) Meningkatkan keimanan kepada Allah swt melalui pemahaman sifat-sifatNya

b) Memahami asmaul husna c. Ibadah

a) Memahami ketentuan-ketentuan thaharah (bersuci) b) Memahami tata cara shalat

c) Memahami tata cara shalat jamaah dan munfarid (sendiri) d. Akhlak

a) Membiasakan prilaku terpuji e. Tarikh8

a) Memahami sejarah Muhammad saw

5. Tujuan Pendidikan Agama Islam

Tujuan pendidikan merupakan hal yang sangat dominan dalam suatu proses pendidikan. Berbicara mengenai Pendidikan Agama Islam (PAI), baik pengertiannya maupun tujuannya haruslah mengacu kepada penanaman nilai-nilai Islam dan tidak dibenarkan melupakan etika sosial atau moralitas sosial. Penanaman nilai-nilai ini juga dalam rangka menuai keberhasilan hidup (hasanah) di dunia bagi anak didik yang kemudian akan mampu membuahkan kebaikan (hasanah) di akhirat kelak.

Apa yang kita saksikan selama ini, entah karena kegagalan pembentukan individu atau karena yang lain, nilai-nilai yang mempunyai implikasi sosial (moralitas sosial, krisis akhlak) hampir tidak pernah mendapat perhatian serius. Padahal penekanan terpenting dari ajaran Islam pada dasarnya yaitu hubungan antar sesama manusia (mu’amalah bayina al-nas) yang sarat dengan nilai-nilai yang berkaitan dengan moralitas

8

Lihat Departemen Agama RI, Pedoman Umum Pendidikan Agama Islam, Sekolah Umum dan Dasar… , h. 6


(27)

sosial tersebut. Dari gambaran di atas dapat dikatakan bahwa pada hakikatnya tujuan dari Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah

Menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketakwaannya, berbangsa dan bernegara serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.9

Dengan kata lain, Pendidikan Agama Islam (PAI) bertujuan untuk

“meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan

peserta didik tentang agama Islam dan ajaran yang terkandung di dalamnya, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi dan

masyarakat”.10

Dari penjabaran tujuan di atas dapat ditarik beberapa dimensi yang hendak ditingkatkan dan dituju oleh kegiatan Pendidikan Agama Islam (PAI), yakni:

a. Dimensi keimanan peserta didik terhadap ajaran agama Islam.

b. Dimensi pemahaman atau penalaran (intelektual) serta keilmuan peserta didik terhadap ajaran agama Islam.

c. Dimensi penghayatan atau pengalaman batin yang dirasakan peserta didik dalam menjalankan ajaran Islam, dan

d. Dimensi pengalamannya, dalam arti bagaimana ajaran Islam yang telah diimani, dipahami dan dihayati atau diinternalisasi oleh peserta didik itu mampu menumbuhkan motivasi dalam dirinya untuk menggerakkan, mengamalkan dan menaati ajaran agama dan nilai-nilainya dalam kehidupan pribadi, sebagai manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah swt serta mengaktualisasi dan merealisasikannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Tujuan pendidikan Islam secara umum adalah manusia yang baik, Al-Atas (1979:1), Marimba (197:15) berpendapat bahwa tujuan

9 Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi: Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), Cet. III, h. 135.

10

Muhaimin, dkk., Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002), Cet. II, h. 78.


(28)

17

pendidikan Islam adalah terbentuknya orang yang berkepribadian muslim. Secara khusus, pendidikan nasional sebagaimana diamanatkan oleh pasal 3 Bab 11 Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan agama Islam sehingga menjadi muslim yang bertaqwa kepada Allah swt serta berakhlak yang mulia dalam kehidupan pribadi; bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.11

6. Fungsi Pendidikan Agama Islam

Secara umum, fungsi pendidikan agama Islam adalah sebagai berikut:12

1) Pengembangan, yaitu meningkatkan keimana dan ketaqwaan peserta didik kepada Allah yang telah ditanamkan lebih dahulu dalam lingkungan keluarga.

2) Penanaman nilai ajaran Islam, sebagai pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

3) Penyesuaian mental, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran Islam.

4) Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan, kekurangan dan kelemahan peserta didik dalam keyakinan, pemahaman dan pengamalan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.

5) Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari lingkungannya atau dari budaya lain yang dapat membahayakan dirinya.

6) Pengajaran tentang ilmu pengetahuan agama Islam secara umum, sistem dan fungsionalnya.

7) Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat khusus di bidang pendidikan agama Islam agar bakat tersebut dapat berkembang secara optimal.

11

Lihat Departemen Agama RI, Pedoman Umum Pendidikan Agama Islam, Sekolah Umum dan Dasar. Jakarta; op.cit., h. 4

12


(29)

7. Standar Kompetensi Lulusan (SKL)

Standar Kompetensi Lulusan (SKL) adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.13 Standar kompetensi lulusan mencakup Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan (SKL-SP), Standar Kompetensi Lulusan Kelompok Mata Pelajaran (SKL-KMP) dan Standar Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam (SKL-MP).

a. Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan tingkat SMP/Mts (SKL-SP) adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap yang digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan lulusan peserta didik dari satuan pendidikan. a) Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap

perkembangan remaja.

b) Memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri. c) Menunjukan sikap percaya diri.

d) Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas.

e) Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup nasional.

f) Mencari dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan sumber-sumber lain secara logis, kritis dan kreatif.

g) Menunjukkan kemampuan berfikir logis, kritis, kreatif dan inovatif. h) Menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan

potensi yang dimilikinya.

i) Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

j) Mendeskripsikan gejala alam dan sosial.

k) Memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab.

13

Prof. Dr. H. E. Mulyasa, M, Pd., Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah), (Jakarta: Bumi Aksara, 2009)cet.2. h.26


(30)

19

l) Menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara demi terwujudnya persatuan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia

m) Menghargai karya seni dan budaya nasional.

n) Menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya.

o) Menerapkan hidup bersih, sehar, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang.

p) Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun.

q) Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat.

r) Menghargai adanya perbedaan pendapat.

s) Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis naskah pendek sederhana.

t) Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca dan menulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa inggris sederhana. u) Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti

pendidikan menengah.14

b. Standar Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam memiliki beberapa kompetensi dasar, di antaranya :

1) Menerapkan tata cara membaca Al-Qur’an menurut tajwid, mulai dari cara membaca “Al”- Syamsiyah dan “Al”- Qomariyah sampai kepada menerapkan hukum bacaan mad dan waqaf.

2) Meningkatkan pengenalan dan keyakinan terhadap aspek-aspek rukun iman mulai dari iman kepada Allah sampai kepada iman pada qadha dan qadar serta asmaul husna.

3) Menjelaskan dan membiasakan perilaku terpuji seperti qanaah dan tasawuh dan menjauhkan diri dari perilaku tercela seperti ananiah, hasad, ghadab dan namimah.

14

Dr. E. Mulyasa, M.Pd., Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007)h. 93


(31)

4) Menjelaskan tata cara mandi wajib dan shalat-shalat munfarid dan jamaah baik shalat wajib maupun shalat sunat.

5) Memahami dan meneladani sejarah Nabi Muhammad dan para shahabat serta menceritakan sejarah masuk dan berkembangnya Islam di nusantara.15

Adapun hubungan antara Standar Kompetensi Lulusan Agama dengan ruang lingkup Pendidikan Agama Islam (PAI) saling menguatkan isi dari kurikulum Pendidikan Agama Islam itu sendiri yaitu lebih menekankan penagamalan ajaran agama sesuai dengan perkembangan remaja, menerapkan nilai-nilai kejujuran dan keadilan.

8. Materi-Materi Pendidikan Agama Islam

Menurut Zuhairini dkk yang dinamakan dengan materi Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah

Keseluruhan materi pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) yang umumnya diajarkan di sekolah yang mencakup tujuh unsur pokok;

Al-Qur’an-Hadits, keimanan, syari’ah, ibadah, muamalah, akhlak dan tarikh (sejarah Islam) dimana ketujuh unsur ini sekaligus menggambarkan bahwa ruang lingkup Pendidikan Agama Islam (PAI) mencakup perwujudan keserasian, keselarasan dan keseimbangan hubungan manusia dengan Allah swt, diri sendiri, sesama manusia, makhluk hidup lainnya maupun lingkungannya (Hablun minallah wa hablun minannas).16

Seiring dengan perkembangan zaman dan kebutuhan akan materi Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi peserta didik, maka ketujuh unsur pokok seperti yang disebutkan oleh Zuhairini dkk dipadatkan menjadi lima unsur pokok yang mencakup Al-Qur’an, keimanan, akhlak, fiqih dan bimbingan ibadah, tarikh atau sejarah yang lebih menekankan kepada perkembangan ajaran Islam, ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Dari uraian di atas mengenai unsur-unsur pokok yang terdapat dalam materi Pendidikan Agama Islam (PAI), berikut akan dijelaskan mengenai

15

http://bangkok.org/news/download/kurikulum/skl-smp.pdf

16

Zuhairini, dkk., Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam, (Malang: IAIN Sunan Ampel, 1983), h. 21.


(32)

21

kedudukan dan kaitan erat antara unsur-unsur pokok materi Pendidikan Agama Islam (PAI) tersebut.

Akidah bersifat I’tikad batin, mengajarkan ke-Esaan Allah, Esa sebagai Tuhan yang mencipta, mengatur dan meniadakan alam ini.

Syariah merupakan sistem norma (aturan) yang negatur hubungan manusia dengan Allah swt, dengan sesama manusia dan dengan makhluk lainnya. Dalam hubungannya dengan Allah swt diatur dalam ibadah dalam arti khas (thaharah, shalat, zakat, puasa dan haji) dan dalam hubungannya dengan sesama manusia dan lainnya diatur dalam muamalah dalam arti luas.

Akhlak merupakan aspek sikap hidup atau kepribadian hidup manusia, dalam arti bagaiman sistem norma yang mengatur hubungan manusia dengan Allah swt (ibadah dalam arti khas) dan hubungan manusia dengan manusia lainnya (muamalah) itu menjadi sikap hidup dan kepribadian hidup manusia dalam menjalankan sistem kehidupannya (politik, ekonomi, sosial, pendidikan, kekeluargaan, kebudayaan atau seni, iptek, olahraga atau kesehatan dan lain-lain) yang dilandasi oleh akidah yang kokoh.

Ketiga inti ajaran pokok ini dijabarkan dalam bentuk rukun iman, rukun Islam, dan akhlak. Dari ketiganya lahirnya ilmu tauhid, ilmu fiqh dan ilmu akhlak.

Ketiga kelompok ilmu agama ini kemudian dilengkapi dengan pembahasan dasar hukum Islam yaitu Al-Qur’an dan hadits serta ditambah lagi dengan sejarah Islam (Tarikh) sehingga secara berurutan: Ilmu Tauhid, ilmu fiqh, Al-Qur’an, al-Hadits, akhlak dan tarikh Islam.17

Agar seluruh materi Pendidikan Agama Islam (PAI) ini dapat dikuasai sepenuhnya oleh peserta didik dan mereka dapat merealisasikannya dalam lingkungan masyarakat, maka sudah sepatutnya tugas guru Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah berusaha secara sadar untuk membimbing, mengajar dan/atau melatih siswa agar dapat:

17


(33)

a. Meningkatkan keimanan dan ketakwaannya kepada Allah swt yang telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga.

b. Menyalurkan bakat dan minatnya dalam mendalami bidang agama serta mengembangkannya secara optimal, sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan dapat pula bermanfaat bagi orang lain.

c. Mampu memahami, mengilmui pengetahuan agama Islam secara menyeluruh sesuai dengan daya serap siswa dan keterbatasan waktu yang tersedia.

d. Menjadikan ajaran Islam sebagai pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

e. Menyesuaikan diri dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial yang sesuai dengan ajaran agama Islam. f. Menangkal dan mencegah pengaruh negatif dari kepercayaan, paham

atau budaya lain yang membahayakan dan menghambat perkembangan keyakinan siswa.

g. Memperbaiki kesalahan-kesalahan, kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahannya dalam keyakinan, pemahaman serta pengamalan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.18

B. AKHLAK

1. Pengertian Akhlak

Akhlak secara bahasa berasal dari kata

قلخ

yang asal katanya

قلخ

yang berarti perangai, tabiat, adat atau

قلخ

yang berarti kejadian, buatan, ciptaan. Jadi secara etimologi akhlak berarti perangai, adat, tabiat atau sistem perilaku yang dibuat.19

Sedangkan menurut Rachmat Djatnika dalam bukunya Sistem Ethika

Islami akhlaq yaitu ”budi pekerti yang merupakan perpaduan dari hasil ratio dan rasa yang bermanifestasi pada karsa dan tingkah laku manusia”.20

Ada beberapa pengertian tentang akhlak yang dikemukakan oleh beberapa tokoh, diantaranya:

18

Muhaimin, dkk., Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan …., h. 83.

19

Zakiah Daradjat, et al, Dasar-dasar Agama Islam: Buku Teks Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi dan Umum, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), Cet. 10, h. 253.

20

Rachmat Djatnika, Sistem Ethika Islami: Akhlak Mulia, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1996), Cet.2, h. 26.


(34)

23

a. Ibnu Miskawaih mengatakan bahwa akhlak adalah keadaan gerak jiwa yang mendorong ke arah melakukan perbuatan dengan tidak menghajatkan pikiran.21

b. Imam al-Ghazali mendefinisikan akhlak sebagai berikut:

”Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”.22

c. Menurut Zakiah Daradjat dalam bukunya Pendidikan Islam dalam

Keluarga dan Sekolah menyatakan bahwa “Akhlak merupakan kelakuan

yang timbul dari hasil perpaduan antara nurani, pikiran, perasaan, bawaan, dan kebiasaan yang menyatu, membentuk suatu kesatuan tindak akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup keseharian” .23

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa ”akhlak adalah

suatu sifat yang tertanam kuat dalam jiwa yang nampak dalam perbuatan lahiriah yang dilakukan dengan mudah, tanpa memerlukan pemikiran lagi dan

sudah menjadi kebiasaan ”.24

2. Sumber dan Nilai-nilai Akhlak

Akhlak yang benar akan terbentuk bila sumbernya benar. Sumber akhlak bagi seorang muslim adalah Al-Qur’an dan as-Sunnah. Sehingga ukuran baik/buruk, patut atau tidak, secara utuh diukur dengan Al-Qur’an dan as -Sunnah. Sedangkan tradisi merupakan pelengkap selama hal itu tidak bertentangan dengan apa yang telah digariskan oleh Allah swt. dan Rasul-Nya.25

21

Rachmat Djatnika, Sistem Ethika Islami..., h. 27.

22

Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf , (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006)Cet. 5,. h. 3.

23

Zakiah Darajat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta: Ruhama, 1995), Cet. 2, h. 10.

24

Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf: Nilai-nilai Akhlak/Budi Pekerti dalam Ibadat dan Tasawuf, (Jakarta: CV. Karya Mulia, 2005), Cet. 2, h. 30.

25

Novi Hardian, Tim ILNA, Super Mentoring: Panduan Keislaman untuk Remaja, (Bandung: Syaamil Cipta Media, 2003), h. 156-157.


(35)

Dengan demikian dalam proses pembentukan akhlak perlu diperhatikan nilai-nilai yang terdapat dalam Al-Qur’an dan as-Sunnah agar tidak terjadi penyimpangan terhadap akhlak tersebut. Nilai-nilai yang terdapat dalam sumber akhlak yaitu akhlak al-karimah seperti jujur, bertanggung jawab, amanah, menepati janji, tasamuh, dan lain sebagainya. Namun sebaliknya apabila terjadi penyimpangan dari sumber akhlak maka akan terbentuk akhlak al-madzmumah (akhlak tercela) seperti dusta, khianat, penipu, berlaku kasar, ghibah, dan lain sebagainya.

3. Macam-macam Akhlak

Akhlak terbagi menjadi dua macam, yaitu akhlak al-karimah dan akhlak al-madzmumah.

1) Akhlak al-Karimah

Akhlak al-Karimah atau akhlak yang mulia amat banyak jumlahnya, namun dilihat dari segi hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia, akhlak yang mulia dapat dibagi menjadi 3 bagian, antara lain:

a. Akhlak Terhadap Allah

Titik tolak akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Banyak alasan mengapa manusia harus berakhlak baik terhadap Allah. Diantaranya adalah hal-hal sebagai berikut:

 Karena Allah telah menciptakan manusia dengan segala keistimewaan dan kesempurnaannya. Sebagai yang diciptakan sudah sepantasnya manusia berterima kasih kepada yang menciptakannya.

 Karena Allah telah memberikan perlengkapan panca indera, hati nurani, dan naluri kepada manusia. Semua potensi jasmani dan rohani ini amat tinggi nilainya, karena dengan potensi tersebut manusia dapat melakukan berbagai aktifitas dalam berbagai bidang kehidupan yang membawa kepada kejayaannya.

 Karena Allah menyediakan berbagai bahan dan sarana kehidupan yang terdapat di bumi, seperti tumbuh-tumbuhan, air, udara,


(36)

25

binatang, dan sebagainya. Semua itu tunduk kepada manusia, atau siap untuk dimanfaatkan.26

Adapun akhlak kepada Allah diantaranya yaitu sebagai berikut:

 Mentauhidkannya.

 Mencintai-Nya di atas segalanya dengan cara menaati perintah, menjauhi larangan dan mendahulukan/mengutamakan-Nya.

 Bertakwa.

 Selalu mengingat-Nya (zikrullah) baik dalam pikiran, perasaan, perbuatan dan ucapan.

 Berdoa; hanya berharap dan meminta kepada-Nya, dll.27 b. Akhlak Terhadap Diri Sendiri

Berakhlak yang baik terhadap diri sendiri dapat diartikan menghargai, menghormati, menyayangi dan menjaga diri sendiri dengan sebaik-baiknya, karena sadar bahwa dirinya itu sebagai ciptaan dan amanah Allah yang harus dipertanggungjawabkan dengan sebaik-baiknya.28 Beberapa contoh akhlak al-karimah terhadap diri sendiri yaitu:

 Sabar (tegar, konsisten, kerja keras dalam kebenaran).

 Syukur dalam bentuk aktualisasi potensi diri.

 Rendah hati; tidak sombong, angkuh (egoistik).

 Jujur terhadap hati nurani dan pikiran sendiri.

 Menjaga kesucian, kebersihan dan kerapian diri.

 Berperilaku halus, yaitu ramah, santun dan tidak emosional.

 Dapat dipercaya, tidak curang atau khianat.

 Ksatria; berani karena benar, bertanggung jawab.

 Tidak ambisius yaitu tidak menghalalkan segala cara untuk mencapai suatu tujuan.29

c. Akhlak Terhadap Sesama Manusia

Manusia adalah sebagai makhluk sosial yang kelanjutan eksistensinya secara fungsional dan optimal banyak bergantung pada orang lain. Untuk itu, ia perlu bekerjasama dan saling tolong menolong dengan

26

Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf: Nilai-nilai Akhlak...,h. 49-52.

27

Supriadi, dkk., Buku Ajar Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: CV. Grafika Karya Utama, 2001), Cet. 2 , h. 209.

28

Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf: Nilai-nilai Akhlak..., h. 55.

29


(37)

orang lain.30 Bentuk akhlak terhadap sesama diantaranya yaitu kepada orang tua, kaum kerabat, teman, dan masyarakat. Adapun contoh-contohnya yaitu sebagai berikut.

Akhlak kepada orang tua:

 Harus menaati kedua orang tua dalam urusan apapun selagi didalamnya tidak terkandung kedurhakaan,

 Berbicara dihadapan kedua orang tua dengan cara yang lembut dan tidak berbicara keras dihadapan keduanya,

 Menyimak perintah keduanya dengan penuh perhatian,

 Tidak bermuka masam dihadapan keduanya dengan alasan apapun,

 Tidak memotong perkataan keduanya tatkala sedang berbicara, dll. Akhlak kepada kaum kerabat:

 Saling mengunjungi dari satu waktu ke lain waktu;

 Memprioritaskan pemberian bantuan kepada mereka jika membutuhkan;

 Melibatkan mereka dalam berbagai acara khusus, asalkan tidak bertentangan dengan syariat, dan saling memberikan hadiah pada saat itu;

 Menjenguk orang yang sakit diantara mereka, dll. Akhlak kepada teman:

 Rendah hati dan tidak sombong;

 Saling kasih mengasihi;

 Memberi perhatian terhadap keadaan sahabat;

 Selalu membantu keperluan teman;

 Menjaga teman dari gangguan orang lain;

 Memberi nasihat;

 Mendamaikan bila berselisih;

 Doakan dengan kebaikan.31 Akhlak kepada masyarakat:

 Persaudaraan, baik seagama, sebangsa, setanah air, kemanusiaan.

 Tolong menolong.

 Toleransi dan berlaku adil.

 Pemurah.

 Penyantun (menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda).

 Pemaaf.

30

Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf: Nilai-nilai Akhlak..., h. 57.

31

Haya binti Mubarak Al-Barik, Ensiklopedi Wanita Muslimah, (Jakarta: Darul Falah, 1998), Cet. 5 , h. 129-130.


(38)

27

 Menepati janji.

 Musyawarah.

 Saling berwasiat kepada kebenaran dan kesabaran, dll.32 d. Akhlak terhadap lingkungan dan alam

Prinsip umum akhlak al-karimah yang mulia terhadap lingkungan dan alam diantaranya yaitu; memikirkan penciptaan dan hukum-hukumnya, melestarikannya, dan memanfaatkannya. Adapun contoh-contoh akhlak yang baik terhadap lingkungan dan alam yaitu:

 Memperhatikan, meneliti, dan merenungkan penciptaannya.

 Mempelajari hukum-hukum Allah di dalam alam.

 Memanfaatkannya dengan tidak boros/mubazir, tidak kikir.

 Melestarikan agar senantiasa indah dan lebih bermanfaat.33 2) Akhlak al-Madzmumah

Akhlak al-Madzmumah adalah kebalikan dari akhlak al-Karimah yaitu akhlak yang tercela dan harus dihindari. Adapun contoh akhlak al-Madzmumah yaitu sebagai berikut:

a. Iri adalah sikap kurang senang melihat orang lain mendapat kebaikan atau keberuntungan. Sikap ini kemudian menimbulkan prilaku yang tidak baik terhadap orang lain, misalnya sikap tidak senang, sikap tidak ramah terhadap orang yang kepadanya kita iri atau menyebarkan isu-isu yang tidak baik.

b. Dengki artinya merasa tidak senang jika orang lain mendapatkan kenikmatan dan berusaha agar kenikmatan tersebut cepat berakhir dan berpindah kepada dirinya, serta merasa senang kalau orang lain mendapat musibah. Perbuatan dalam bentuk kemarahan, permusuhan, menjelek-jelekkan, menjatuhkan nama baik orang lain. Orang yang terkena sifat ini bersikap serakah, rakus, dan zalim.

c. Hasud adalah sikap suka menghasud dan mengadu domba terhadap sesama. Menghasud adalah tindakan yang jahat dan menyesatkan, karena mencemarkan nama baik dan merendahkan derajat seseorang dan juga karena mempublikasikan hal-hal jelek yang sebenarnya harus ditutupi.34

32

Supriadi, dkk., Buku Ajar Pendidikan Agama..., h. 210.

33

Supriadi, dkk., Buku Ajar Pendidikan Agama..., h. 211.

34

Muchtar M. Rani, ”Akhlak Mahmudah dan Akhlak Madzmumah” , dari http://3puspainspirasi.blogspot.com/2009/11/akhlak-mahmudah-dan-akhlak-madzmumah.html, 23 Desember 2010.


(39)

4. Faktor-faktor Pembentukan Akhlak

Menurut Abuddin Nata dalam bukunya akhlak tasawuf faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak terbagi menjadi 3, yaitu:

1) Aliran Nativisme

Menurut aliran ini faktor yang paling berpengaruh terhadap pembentukan diri seseorang adalah faktor pembawaaan dari dalam yang bentuknya dapat berupa kecenderungan, bakat, akal, dan lain-lain.

2) Aliran Empirisme

Aliran ini menyatakan bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap pembentukan diri seseorang adalah faktor dari luar, yaitu lingkungan sosial, termasuk pembinaan dan pendidikan yang diberikan.

3) Aliran Konvergensi

Aliran ini berpendapat bahwa pembentukan akhlak dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu pembawaan si anak, dan faktor eksternal yaitu pembentukan dan pembinaan yang dibuat secara khusus, atau melalui interaksi dalam lingkungan sosial.35

Aliran yang ketiga, yakni aliran konvergensi tampak sesuai dengan ajaran Islam. Hal ini dapat dipahami dari ayat dan hadits di bawah ini:











Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran,

penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (Q.S. An-Nahl: 78)36

Ayat tersebut memberi petunjuk bahwa manusia memiliki potensi untuk dididik, yaitu penglihatan, pendengaran, dan hati sanubari. Potensi tersebut harus disyukuri dengan cara mengisinya melalui pendidikan dan pengajaran terutama tentang nilai-nilai yang telah disyariatkan agama.

Adapun hadits Nabi yang sejalan dengan teori tersebut adalah:

35

Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf,…, h. 166-167.

36

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahnya, (Bandung: CV. Diponegoro, 2000), Cet. 10, h. 220.


(40)

29

,

,

,

.

,

,

...

“tidak ada anak yang dilahirkan, kecuali dalam keadaan fitrah (kesucian) maka kedua orang tuanyalah yang akan menjadikannya sebagai seorang Yahudi, Nasrani, atau Majusi, keluar dari pada suatu binatang melata yang seluruhnya merayap, apakah kamu merasa mengetahui yang ada di dalamnya yaitu dipotong hidungnya, kemudian Abu Hurairah berkata: Allah mensucikan manusia yang telah disucikan atasnya, tidaklah menggantikan segala apa yang diciptakan Allah, yang

demikian itu agama yang lurus” (HR. Bukhari).37

Ayat dan hadits tersebut di atas selain menggambarkan adanya teori konvergensi juga menunjukkan dengan jelas bahwa pelaksana utama dalam pendidikan adalah kedua orang tua.38

Sedangkan menurut Novi Hardian dalam bukunya Super Mentoring: Panduan Keislaman Untuk Remaja, mengatakan bahwa faktor-faktor pembentuk akhlak terbagi menjadi empat diantaranya:

1) Al-Wiratsiyyah (Genetik)

Misalnya: seseorang yang berasal dari daerah Sumatera Utara

cenderung berbicara ”keras”, tetapi hal ini bukan melegitimasi untuk

berbicara keras atau kasar karena Islam dapat memperhalus dan memperbaikinya.

2) Al-Nafsiyyah (Psikologis)

Faktor ini berasal dari nilai-nilai yang ditanamkan oleh keluarga (misalnya ibu dan ayah) tempat seseorang tumbuh dan berkembang sejak lahir.

3) Syariah Ijtima’iyyah (Sosial)

Faktor lingkungan tempat seseorang mengaktualisasikan nilai-nilai yang ada pada dirinya berpengaruh pula dalam pembentukan akhlak seseorang.

4) Al-Qiyam (Nilai Islami)

Nilai Islami akan membentuk akhlak Islami. Akhlak Islami ialah seperangkat tindakan/gaya hidup yang terpuji yang merupakan

37

Syaikh Abdul Aziz, Shahih Bukhari, (Beirut: Daar al-Fikr, tth), h. 118.

38


(41)

refleksi nilai-nilai Islam yang diyakini dengan motivasi semata-mata mencari keridhoan Allah.39

Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa akhlak terbentuk dari 2 segi yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Kedua faktor tersebut sangat berpengaruh terhadap pembentukkan karakjter dan sifat atau akhlak seseorang.

5. Metode Pembinaan Akhlak

Pembinaan akhlak merupakan tumpuan perhatian pertama dalam Islam. Hal ini dapat dilihat dari salah satu misi kerasulan Nabi Muhammad saw. yang utama adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Dalam salah satu haditsnya beliau menegaskan:

تْثعب

ال

َّ ت

اكم

ر

م

اْل

اْخ

ق

,

ر

او

ه

ْبا

اَّح

ْ

Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”

(HR. Ibnu Hibban)40

Dalam pembinaan akhlak perlu diketahui tentang perbedaan psikologis setiap individu antara anak-anak, remaja dan dewasa. Sehingga dalam proses pembinaan akhlak dapat diberikan metode yang tepat.

Adapun metode-metode yang dapat dilakukan dalam proses pembinaan akhlak diantaranya:

1) Pembiasaan secara kontinyu

Pembiasaan ini hendaknya dilakukan sejak kecil dan berlangsung secara kontinyu. Berkenaan dengan ini Imam al-Ghazali mengatakan bahwa kepribadian manusia itu pada dasarnya dapat menerima segala usaha pembentukan melalui pembiasaan. Jika manusia berbuat jahat, maka ia akan menjadi orang jahat. Untuk ini al-Ghazali menganjurkan agar akhlak diajarkan, yaitu dengan cara melatih jiwa kepada pekerjaan atau tingkah laku

39

Novi Hardian ,Tim ILNA, Super Mentoring: Panduan Keislaman…, h. 157.

40

Ibnu Hibban, Al-Mustadrak Ala Sohihain, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1990), Juz. 2, h. 670.


(42)

31

yang mulia. Jika seseorang menghendaki agar ia menjadi pemurah, maka ia harus dibiasakan dirinya melakukan pekerjaan yang bersifat pemurah.

2) Paksaan

Jika ingin melakukan suatu perbuatan yang belum pernah dilakukan sebelumnya, maka metode paksaan cukup tepat. Setelah melakukan terus-menerus maka perbuatan tersebut sudah tidak lagi terasa seperti dipaksa dan telah menjadi suatu kebiasaan. Misalnya, seseorang yang ingin menulis dan mengatakan kata-kata yang bagus pada mulanya ia harus memaksakan tangan dan mulutnya menuliskan atau mengatakan kata-kata dan huruf-huruf yang bagus. Apabila pembinaan ini sudah berlangsung, maka paksaan tersebut sudah tidak terasa lagi sebagai paksaan.

3) Keteladanan

Akhlak yang baik tidak dapat dibentuk hanya dengan pelajaran, instruksi, dan larangan saja. Misalnya dalam menanamkan sopan santun memerlukan pendidikan yang panjang dan harus ada pendidikan yang lestari. Pendidikan itu tidak akan sukses melainkan jika disertai dengan pemberian contoh teladan yang baik dan nyata. Cara yang demikian telah dilakukan oleh Rasulullah saw. Sebagaimana yang termaktub dalam firman Allah yang berbunyi:

Artinya: ”Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang

baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Q.S. Al-Ahzab: 21)41

4) Introspeksi Diri

Dalam hubungan ini Ibn Sina mengatakan jika seseorang menghendaki dirinya berakhlak utama hendaknya lebih dahulu mengetahui kekurangan dan

41


(43)

cacat yang ada dalam dirinya, dan membatasi sejauh mungkin untuk tidak berbuat kesalahan, sehingga kecacatannya tidak terwujud dalam kenyataan.42

Perbaikan tidak akan berhasil dengan masa bodoh terhadap segala kekurangan dan tidak berusaha menutupnya karena kita membawa amanah yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan semesta alam dan pertanggungjawaban dihadapan sejarah yang tidak meninggalkan keburukan dan kebaikan melainkan menuliskannya.43

5) Nasihat

Didalam jiwa terdapat pembawaan untuk terpengaruh oleh kata-kata yang didengar. Pembawaan itu biasanya tidak tetap, dan oleh karenanya kata-kata tersebut harus diulang-ulangi. Kata-kata-kata ini biasanya berupa nasehat. Namun nasehat saja tidaklah cukup jika tidak dibarengi dengan teladan dan perantara yang memungkinkan teladan itu diikuti atau diteladani karena didalam jiwa terdapat berbagai dorongan yang asasi yang terus-menerus memerlukan pengarahan dan pembinaan.44

6. Manfaat Akhlak yang Mulia

Akhlak yang mulia ini demikian ditekankan karena disamping membawa kebahagiaan bagi masyarakat pada umumnya. Dengan kata lain bahwa akhlak utama yang ditampilkan seseorang, manfaatnya adalah untuk orang yang bersangkutan. Al-Qur’an dan Hadits banyak sekali memberi informasi tentang manfaat akhlak yang mulia itu. Allah berfirman:45

42

Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf…, h. 164-166.

43

Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd, Bersama Para Pendidik Muslim, Terj. Ma’al

mu’allimin Oleh Ahmad Syaikhu, (Jakarta: Darul Haq, 2002), h. 76.

44

Muhammad Quthb, Terj. oleh Salman Harun, Sistem Pendidikan Islam, Terj. oleh Salman Harun, (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1988), Cet. 2, h. 334.

45


(44)

33

Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik[839] dan Sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang Telah mereka kerjakan.

Ayat di atas dengan jelas menggambarkan keuntungan atau manfaat dari akhlak yang mulia, yang dalam hal ini beriman dan beramal saleh. Mereka itu akan memperoleh kehidupan yang baik, mendapatkan rezeki yang berlimpah ruah, mendapatkan pahala yang berlipat ganda di akhirat dengan masuknya ke dalam surga. Hal ini menggambarkan bahwa manfaat dari akhlak mulia itu adalah keberuntungan hidup di dunia dan akhirat.

Dalam hadits banyak dijumpai keterangan tentang datangnya keberuntungan dari akhlak. Keberuntungan tersebut di antaranya adalah:

a. Memperkuat dan menyempurnakan agama b. Mempermudah perhitungan amal di akhirat c. Menghilangkan kesulitan

d. Selamat hidup di dunia dan akhirat46

Orang yang baik akhlaknya pasti disukai oleh masyarakatnya kesulitan dan penderitaannya akan dibantu untuk dipecahkan, walaupun ia tidak mengharapkannya. Peluang, kepercayaan dan kesempatan datang silih berganti kepadanya. Kenyataan juga menunjukkan bahwa orang yang banyak bersedekah tidak menjadi miskin atau sengsara, tetapi malah berlimpah ruah hartanya.

C. Kerangka Berfikir

Pendidikan Agama Islam di sekolah menengah pertama merupakan mata pelajaran yang wajib diberikan kepada peserta didik dalam upaya pencapaian tujuan Pendidkan Nasional. Dengan diberikannya pembelajaran pendidikan agama Islam hendaknya mampu mencetak siswa yang berilmu, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia.

46


(45)

Dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang diajarkan di sekolah-sekolah terdapat ruang lingkup materi yang berisikan Al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fiqh, Sejarah, Keimanan, Syariah, dan Bimbingan Ibadah, yang bila kesemua materi tersebut ditanamkan kepada diri anak didik akan menghasilkan individu yang beriman dan bertaqwa kepada Allah swt. Serta dapat terbentuk perilaku yang sesuai dengan ajaran agama Islam, yaitu perilaku dalam kehidupan sehari-hari yang berdasarkan ajaran agama Islam, baik yang berhubungan dengan Allah maupun yang berhubungan dengan sesama manusia dan lingkungan (alam).

Dengan mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam agama Islam, sehingga siswa akan dapat merealisasikan secara langsung apa yang telah ia dapatkan di sekolah sehingga siswa tidak hanya mengetahui tentang teorinya saja tetapi juga cara pelaksanaannya.

Pembelajaran pendidikan agama Islam pada anak akan berpengaruh terhadap akhlak dan prilakunya sehari-hari. Pembelajaran pendidikan agama Islam yang tinggi akan berpengaruh pada akhlak perilaku yang semakin baik. Individu yang memiliki tingkat pembelajaran pendidikan agama Islam yang lebih baik, dapat menjadi lebih terampil dalam menenangkan dirinya dengan cepat, memiliki sikap sopan santun terhadap orang yang lebih tua, lebih terampil dalam memusatkan perhatian, lebih baik dalam berhubungan dengan orang lain, lebih cakap dalam memahami orang lain dan untuk akhlak perilakunya sehari-hari dan di sekolah lebih baik.

Maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan agama Islam sama dengan pendidikan akhlak, yang artinya bahwa pendidikan agam Islam sangat dibutuhkan oleh siswa demi terciptanya akhlak al-karimah.

D. Pengajuan Hipotesis

Hipotesis pada dasarnya merupakan suatu preposisi atau anggapan yang mungkin benar dan sering digunakan untuk dasar pembuatan keputusan dan penelitian lebih lanjut. Dalam penelitian ini penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut: “Semakin tinggi kualitas pembelajaran pendidikan agama


(46)

35

Islam maka akan semakin tinggi pula akhlak siswa”. Berdasarkan hipotesis tersebut maka hipotesis alternatif (Ha) dan hipotesis nol (Ho) dapat dirumuskan. Adapun rumusan kedua hipotesis tersebut adalah sebagai berikut: Ha: Terdapat hubungan yang signifikan antara pembelajaran pendidikan

agama Islam dengan pembentukan akhlak siswa.

Ho: Tidak ada hubungan yang signifikan antara pembelajaran pendidikan agama Islam dengan pembentukan akhlak siswa.


(1)

59

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dan hasil penelitian serta pengujian hipotesis yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pembelajaran pendidikan agama Islam dengan akhlak siswa. Hal ini dilandaskan atas:

1. Pembelajaran pendidikan agama Islam dengan akhlak siswa sangat berkaitan erat dalam membentuk akhlak yang mulia. Sehingga memunculkan anggapan bahwa akhlak siswa dapat ditingkatkan dengan adanya pembinaan akhlak dari pendidik di sekolah dalam hal pembentukan akhlak al-karimah dan dapat menjadikan siswa yang memiliki budi pekerti yang mulia baik di dunia maupun di akhirat kelak.

2. Pembelajaran pendidikan agama Islam selalu diterapkan secara implisit oleh instansi sekolah khususnya bagi seorang pendidik ketika proses pembelajaran berlangsung dan sudah masuk bagian kurikulum sekolah tingkat umum. Dalam pembinaan akhlak yang diterapkan di sekolah sangat besar pengaruhnya terhadap akhlak siswa, seperti dalam mengikuti kegiatan ekstra kurikuler rohis/keputrian yang diadakan di sekolah.


(2)

3. Berdasarkan hasil penelitian, hubungan antara pembelajaran pendidikan agama Islam dengan akhlak siswa di SMP Negeri 03 Tangerang Selatan secara keseluruhan dapat dikatakan sudah sangat berhubungan. Hal ini dapat dilihat dari hasil akhir angket antara variabel X (Pembelajaran Pendidikan Agama Islam) dan variabel Y (Akhlak siswa) yang berada pada kategori “Tinggi”. Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran pendidikan agama Islam dapat memberikan dampak positif bagi terbentuknya akhlak siswa baik terhadap Allah, diri sendiri dan akhlak terhadap sesama.

B. Saran

Dengan terdapatnya hubungan yang signifikan antara pembelajaran pendidikan agama Islam dengan akhlak siswa, maka penulis memberikan beberapa saran kepada semua pihak yang bersangkutan sebagai berikut:

1. Bagi Pendidik

a. Diharapkan dalam proses belajar mengajar pendidik memberikan pelajaran serta pengetahuan bagi siswa tentang segala hal yang berhubungan dengan kemampuan yang ada dalam diri termasuk pendidikan agama Islam. Tidak hanya pengetahuan yang bersifat rasional saja yang harus diberikan akan tetapi pengetahuan tentang ruang lingkup pendidikan agama Islam yang menyangkut keimanan, al-Qur’an/hadits, akhlak, fiqh dan sejarah Islam juga perlu diberikan kepada siswa guna membentuk akhlak al-karimah.

b. Hendaknya pendidik menjadi suri tauladan yang baik bagi para siswanya. Dengan demikian siswa akan dapat memilih seorang figur yang tepat dan dapat mencerminkan akhlak yang baik serta menjadi pemimpin yang amanah.

2. Bagi Siswa

a. Keberhasilan dan kesuksesan dalam hidup tidak dapat terpisahkan dari anggapan seseorang tentang diri kita. Apabila akhlak yang kita cerminkan adalah akhlak yang tidak baik maka masyarakat dapat menilai secara menyeluruh dan akan berimbas pada keberhasilan yang kita peroleh dan


(3)

61

apabila akhlak yang baik dari segala aktifitas yang sudah kita lakukan maka masyarakat akan menilai baik pula.

b. Jagalah selalu akhlak dalam bergaul di masyarakat, baik di rumah, di sekolah dan di lingkungan sekitar. Biasakan berprilaku akhlakul karimah dan mengikuti sunah Rasul.


(4)

58

Akhmad, Imam, Musnad Imam Akhmad, jilid II, Beirut : Dar al-Fikr, tth

Al-Barik, Haya binti Mubarak, Ensiklopedi Wanita Muslimah, Jakarta: Darul Falah, 1998, Cet. 5

Al-Hamd, Muhammad bin Ibrahim, Bersama Para Pendidik Muslim, Terj. Ma’al mu’allimin Oleh Ahmad Syaikhu, Jakarta: Darul Haq, 2002

al-Jawi, Muhammad Nawawi, TafsirMunir, Indonesia: Dar Ihya Kutub al-‘Arabiyah, Tth, Jilid. 1

Al-Syaibani, Umar Muhammad, Filsafat Pendidikan Islam, alih bahasa oleh Dr. Hasan Langgung, Jakarta :Bulan Bintang, 1979

al-Taumy, Omar Muhammad, Filsafat Pendidikan Islam, terjemahan Hasan Langgulung, Jakarta :Bulan Bintang, 1979

Ardani, Moh., Akhlak Tasawuf: Nilai-nilai Akhlak/Budi Pekerti dalam Ibadat dan

Tasawuf, Jakarta: CV. Karya Mulia, 2005, Cet. 2

Arief, Dr.Armai, M.A, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Pers, 2002, cet.1

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006, Cet. 13

________________ , Prosedur Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta, 1998 Aziz, Syaikh Abdul, Shahih Bukhari, Beirut: Daar al-Fikr, tth

Daradjat, Zakiah, et al, Dasar-dasar Agama Islam: Buku Teks Pendidikan Agama

Islam pada Perguruan Tinggi dan Umum, Jakarta: Bulan Bintang, 1996,

Cet. 10

_____________ , Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, Jakarta: Ruhama, 1995, Cet. 2

Djatnika, Rachmat, Sistem Ethika Islami: Akhlak Mulia, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1996, Cet.2

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahnya, Bandung: CV. Diponegoro, 2000, Cet. 10


(5)

59

__________________ , Proses Belajar Mengajar untuk Siswa PGAN, jilid 1, Jakarta : Depag, tth

Hamalik, Oemar, Kurikulum Dan Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 1995 Hardian, Novi, Tim ILNA, Super Mentoring: Panduan Keislaman untuk Remaja,

Bandung: Syaamil Cipta Media, 2003

Hibban, Ibnu, Al-Mustadrak Ala Sohihain, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1990, Juz. 2

Hidayati, Heny Narendrany. Pengukuran Akhlakul Karimah Mahasiswa. Jakarta: UIN Jakarta Press. 2009

Lihat Departemen Agama RI, Pedoman Umum Pendidikan Agama Islam, Sekolah

Umum dan Dasar. Jakarta; op.cit.

Majid, Abdul dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis

Kompetensi: Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004, Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya, 2006, Cet. III

M.B.A, Riduwan, , Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula, (Bandung : ALFA BETA, 2009)Cet. 6

Muhaimin, dkk., Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan

Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

2002, Cet. II

Mulyasa, H. E., M, Pd., Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah), Jakarta: Bumi Aksara, 2009, cet.2

_______ ., Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007

Nasution, Harun, Islam di Tinjau dari Berbagai Aspeknya, Jakarta: UI Press, 1985, Cet. 5

Nata, Abudin, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Cet. 5, 2006. Projokoro, S, Pengantar Agama Islam, Yogyakarta: Sumbangsih Offset, 1981 Purwanto, Drs. M. Ngalim, Pendidikan Teoritis Dan Praktek, Bandung: Remaja

Karya, 1985

Quthb, Muhammad, Terj. oleh Salman Harun, Sistem Pendidikan Islam, Terj. oleh Salman Harun, Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1988, Cet. 2


(6)

Rusyan, A. Tabrani dkk, Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,1994

Subhi, Ahmad Mahmud, Filsafat Etika: Tanggapan Kaum Rasionalis dan

Intuisionalis Islam, Jakarta : Serambi, 2001

Sudjiono, Anas, Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Rajawali Press, 1995

_______ , Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006, cet. 16

_______ , Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996

Sukmadinata, Nana Syaodih, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2006, Cet.2

Supriadi, dkk., Buku Ajar Pendidikan Agama Islam, Jakarta: CV. Grafika Karya Utama, 2001, Cet. 2

Undang-undang RI No. 2 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bandung: Citra Umbara, 2003

UU RI No.20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Media Wacana Press, 2003Cet. 1

Uhbiyati, Nur, Ilmu Pendidikan Islam (IPI), Bandung : CV. Pustaka Setia, 1999, Cet. II

Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2004

_______ , dkk., Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam, Malang: IAIN Sunan Ampel, 1983

Rani, Muchtar M., ”Akhlak Mahmudah dan Akhlak Madzmumah”, dari

http://3puspainspirasi.blogspot.com/2009/11/akhlak-mahmudah-dan-akhlak-madzmumah.html, 30 Oktober 2010.