Analisis Hubungan Antara Tingkat Inflasi Dan Produk Domestik Bruto Terhadap Tingkat Penggangguran Di Indonesia (Periode 1980 – 2010)

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS HUBUNGAN ANTARA TINGKAT INFLASI DAN PRODUK DOMESTIK BRUTO TERHADAP TINGKAT PENGGANGGURAN DI

INDONESIA (PERIODE 1980 – 2010)

PROPOSAL SKRIPSI Diajukan Oleh : DAVID FATAYA ZEGA

070501089

EKONOMI PEMBANGUNAN

GUNA MEMENUHI SALAH SATU SYARAT UNTUK MEMPEROLEH GELAR SARJANA EKONOMI


(2)

ABSTRACT

This Research Titled "Analysis of the Relationship Between Inflation And GDP Against the unemployment rate in Indonesia (Period 1980-2010)". This study uses time series data from 1980 through 2010 as many as 31 research data using two independent variables. To see how large the effect of inflation is calculated from the Inflation Rate of Cities in Indonesia which is calculated in units of percent and the Gross Domestic Product is calculated in units of billions of rupiah against the Unemployment rate is calculated from the TPT in units of percent, using data obtained from BPS publications.

This study uses a coherent data model of time which is then estimated by the method of Ordinary Least Square (OLS) with the help of software E - Views 5.1. The results of estimation by the method of multiple linear regression showed that a number of other related variables that were previously tested who subsequently joined pursed into 2 variables, it is known that the value of t-statistics that proved significant at 155.7591% of GDP, which means the GDP is very influential on changes in TPT. While the inflation effect of 7.5756%, proved to be significant, which means inflation is not a big influence on changes in TPT. In testing the F - statistic and the coefficient of determination (R - squared) noting that the two independent variables that could explain the dependent variable was tested for and proven significant. And having tested whether there is multicollinearity problem with the method of correlation matrix, the results did not reveal any multicollinearity problems.

By using the Durbin Watson Test (DW test) and the Lagrange Multiplier Test (LM test) is known that found a problem with autocorrelation (serial correlation) in the model, it also can not be fixed by adding AR (1) as independent variables in Test Durbin Watson. Thus, the authors advise researchers to conduct further research to improve model estimation results are obtained more perfect.


(3)

ABSTRAK

Penelitian Ini Berjudul “Analisis Hubungan Antara Tingkat Inflasi Dan Produk Domestik Bruto Terhadap Tingkat Penggangguran Di Indonesia (Periode 1980 – 2010)”. Penelitian ini menggunakan data time series dari tahun 1980 hingga tahun 2010 yaitu sebanyak 31 data penelitian dengan menggunakan dua variabel independen. Untuk melihat berapa besar pengaruh dari Inflasi yang dihitung dari Laju Inflasi Kota-Kota di Indonesia yang dihitung dalam satuan persen dan Produk Domestik Bruto yang dihitung dalam satuan miliar rupiah terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka yang dihitung dari TPT dalam satuan persen, dengan menggunakan data yang diperoleh dari publikasi BPS.

Penelitian ini menggunakan model data runtut waktu yang kemudian diestimasi dengan metode Ordinary Least Square (OLS) dengan bantuan software E – Views 5.1. Hasil estimasi dengan metode regresi linier berganda menunjukkan bahwa dari sejumlah variabel terkait lainnya yang sebelumnya ikut diuji yang selanjutnya dikerucutkan menjadi 2 variabel saja, diketahui bahwa nilai t-statistik yang terbukti signifikan pada PDB sebesar 155.7591 %, yang berarti PDB sangat berpengaruh pada perubahan TPT. Sedangkan Inflasi berpengaruh sebesar 7.5756 %, terbukti tidak signifikan, yang berarti Inflasi tidak berpengaruh besar pada perubahan TPT. Pada pengujian F – statistik dan koefisien determinasi (R – squared) diketahui bahwa kedua variabel independen yang diuji mampu menjelaskan variabel dependennya sebesar dan terbukti signifikan. Dan setelah diuji ada tidaknya masalah multikolinieritas dengan metode correlation matrix, hasilnya tidak ditemukan adanya masalah multikolinieritas.

Dengan menggunakan Uji Durbin Watson (D-W test) dan Uji Lagrange Multiplier (LM test) diketahui bahwa ditemukan adanya masalah dengan autokorelasi (serial correlation) di dalam model, hal ini juga tidak bisa diperbaiki dengan menambahkan AR(1) sebagai variabel independen dalam Uji Durbin Watson. Maka, penulis menganjurkan kepada peneliti selanjutnya agar melakukan perbaikan model penelitian agar hasil estimasi yang didapat lebih sempurna. Kata Kunci: Tingkat Pengangguran Terbuka, Inflasi, Produk Domestik Bruto.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas Rahmat dan Hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi berjudul “Analisis Hubungan Antara Tingkat Inflasi Dan Produk Domestik Bruto Terhadap Tingkat Penggangguran Di Indonesia (Periode 1980 – 2010)” ini. Dan juga shalawat penulis haturkan kepada nabi besar Muhammad SAW, sang pembawa terang.

Penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi di Departemen Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara dan untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi. Tentunya dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, maka penulis dengan terbuka mengharapkan masukan dari berbagai pihak.

Skripsi ini penulis persembahkan khusus khusus kepada Ayahanda tercinta, Fili Fajar Aries Zega dan Ibunda tercinta, Ida Yulinar Telaumbanua yang telah berusaha sekuat tenaga menjadikanku seperti sekarang. Juga terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh keluarga besar yang terkasih atas segala dukungan moril maupun materil yang telah diberikan.

Proses penyusunan tesis ini juga tidak lepas dari dukungan, bantuan, dan semangat beberapa pihak. Karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terima kasih serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Bapak Drs. John Tafbu Ritonga, M.Ec, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.


(5)

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, S.E, M.Ec daan Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si selaku Ketua Departemen dan Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Irsyad Lubis, S.E, M.Soc.Sc, Ph.D dan bapak Paidi Hidayat S.E, M.Si selaku Ketua Program Studi dan Sekretaris Program Studi Departemen Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Kasyful Mahalli, S.E, M.Si selaku Dosen Pembimbing dan Dosen Wali penulis yang telah banyak meluangkan waktunya dan memberi masukan, saran-saran dan perhatian dari awal hingga selesainya skripsi ini. 5. Bapak Drs. A. Samad Zaino, M.Si dan Drs. Rachmat Sumanjaya Hasibuan,

M.Si selaku Dosen Penguji I dan II.

6. Keluarga terutama ibu tercinta yang telah banyak memberikan dorongan dan semangat dalam penyusunan skripsi ini.

7. Seluruh Staf Pengajar Program Studi Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan ilmu ekonomi dan dasar-dasar pemikiran kepada penulis selama masa perkuliahan. 8. Seluruh Staf Administrasi di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara,

terutama Departemen Ekonomi Pembangunan, yang telah banyak membantu dan mempermudah penulis dalam penulisan skripsi ini.

9. Para staf BPS yang telah membantu penulis dalam penumpulan data.

10. Seluruh teman-teman seperjuangan yang telah banyak memberikan dukungan moral, semangat, serta persahabatan yang sangat indah selama berkuliah di


(6)

Program Studi Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

11. Dan berbagai pihak yang dengan segenap kerendahan hati tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini tepat pada waktunya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa pembahasan materi skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, dengan segenap kerendahan hati penulis mengharapkan saran, kritik, serta segala bentuk pengarahan dari semua pihak untuk perbaikan skripsi ini di masa depan.

Akhir kata, semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak, termasuk bagi penulis sendiri, serta turut memberikan sedikit sumbangsih kepada pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia.

Medan, Agustus 2011 Hormat Penulis


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Hipotesis ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Pengangguran ... 8

2.1.1 Jenis-Jenis Pengangguran ... 8

2.1.2 Konsep Angkatan Kerja ... 9

2.1.3 Tingkat Pengangguran Terbuka ... 10

2.1.4 Metode Penghitungan TPT ... 11

2.2 Inflasi ... 12

2.2.1 Jenis-Jenis Pengelompokan Inflasi ... 13

2.2.2 Cara-Cara mengukur Tingkat Inflasi... 16

2.2.3 Hubungan Pengangguran Dan Inflasi ... 17

2.3 Pertumbuhan Ekonomi ... 19

2.3.2 Jenis-Jenis PDB... 20

2.3.3 Cara Penghitungan Pertumbuhan Ekonomi ... 20

2.3.3 Hubungan Pertumbuhan Ekonomi Dengan Tingkat Pengangguran ... 21

2.6 Kerangka Konseptual ... 21

2.8 Penelitian Terdahulu ... 22

BAB III METODE PENELITIAN ... 26

3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 26

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 26


(8)

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 27

3.5 Pengolahan Data ... 27

3.6 Variabel Penelitian ... 27

3.7 Model Analisis Data ... 28

3.7.1 Model Regresi Analisis Regresi Linier Berganda (Ordinary Least Square) ... 29

3.8 Uji Kesesuaian (Test Goodness of Fit) ... 29

3.8.3 Uji Koefisien Determinasi ( R-squared ) ... 30

3.8.1 Pengujian Signifikansi Secara Parsial (t-test) ... 30

3.8.2 Pengujian Signifikansi Secara Simultan (F-test) ... 31

3.9 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 33

3.9.1 Multikolinieritas ... 33

3.9.2 Autokorelasi ... 34

3.10 Definisi Operasional ... 36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37

4.1 Hasil Analisis Data ... 37

4.2 Interpretasi Model ... 38

4.3 Uji Kesesuaian (Test Goodness of Fit) ... 39

4.3.1 Analisis Koefisien Determinasi (R – squared) ... 39

4.3.2 Uji Signifikansi Simultan (F–Statistik) ... 39

4.3.3 Uji Signifikansi Parsial (t–Statistik) ... 41

4.4 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 44

4.4.1 Multikolinieritas (correlation matrix) ... 44

4.4.1 Autokorelasi (serial correlation) ... 44

BAB IV KEIMPULAN DAN SARAN ... 47

4.1 Kesimpulan ... 47

4.2 Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 49 LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

3.1 Uji Statistik Durbin-Watson ... 35

4.1 Hasil Regresi Awal ... 37

4.2 Hasil Regresi Dengan Percobaan Perbaikan Autokorelasi ... 38

4.3 Uji Multikolinieritas untuk semua variabel independen ... 44


(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Kurva Philips ... 18

2.2 Kerangka Konseptual ... 22

3.1 Kurva uji t-statistik... 31

3.2 Kurva uji F-statistik ... 32

3.3 Kurva Daerah Autokorelasi ... 35

4.1 Kurva uji F-statistik... 40

4.2 Kurva uji t-statistik untuk Inflasi (X1) ... 42

4.3 Kurva uji t-statistik untuk PDB (X2) ... 43


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul

1 Data Variabel Penelitian 2 Hasil Regresi OLS Awal

3 Hasil Regresi OLS Dengan Percobaan Perbaikan Autokorelasi 4 Hasil Uji Multikolinieritas

5 Hasil Uji Lagrange Multiplier test (LM test)

6 Hasil Regresi LogPDB, LogINF, LogINV dan LogBN 7 Hasil Regresi LogPDB, LogINF dan LogINV

8 Hasil Regresi LogPDB, LogINF dan LogBN 9 Hasil Regresi LogPDB, LogINV dan LogBN 10 Hasil Regresi LogINF, LogINV dan LogBN 11 Hasil Regresi LogPMA, LogPMDN dan LogBN 12 Hasil Regresi LogPMA, LogPMDN dan LogPDB 13 Hasil Regresi LogPMA, LogPMDN dan LogINF 14 Data Pengeluaran Pemerintah Dan Investasi 15 Data PMA Dan PMDN


(12)

ABSTRACT

This Research Titled "Analysis of the Relationship Between Inflation And GDP Against the unemployment rate in Indonesia (Period 1980-2010)". This study uses time series data from 1980 through 2010 as many as 31 research data using two independent variables. To see how large the effect of inflation is calculated from the Inflation Rate of Cities in Indonesia which is calculated in units of percent and the Gross Domestic Product is calculated in units of billions of rupiah against the Unemployment rate is calculated from the TPT in units of percent, using data obtained from BPS publications.

This study uses a coherent data model of time which is then estimated by the method of Ordinary Least Square (OLS) with the help of software E - Views 5.1. The results of estimation by the method of multiple linear regression showed that a number of other related variables that were previously tested who subsequently joined pursed into 2 variables, it is known that the value of t-statistics that proved significant at 155.7591% of GDP, which means the GDP is very influential on changes in TPT. While the inflation effect of 7.5756%, proved to be significant, which means inflation is not a big influence on changes in TPT. In testing the F - statistic and the coefficient of determination (R - squared) noting that the two independent variables that could explain the dependent variable was tested for and proven significant. And having tested whether there is multicollinearity problem with the method of correlation matrix, the results did not reveal any multicollinearity problems.

By using the Durbin Watson Test (DW test) and the Lagrange Multiplier Test (LM test) is known that found a problem with autocorrelation (serial correlation) in the model, it also can not be fixed by adding AR (1) as independent variables in Test Durbin Watson. Thus, the authors advise researchers to conduct further research to improve model estimation results are obtained more perfect.


(13)

ABSTRAK

Penelitian Ini Berjudul “Analisis Hubungan Antara Tingkat Inflasi Dan Produk Domestik Bruto Terhadap Tingkat Penggangguran Di Indonesia (Periode 1980 – 2010)”. Penelitian ini menggunakan data time series dari tahun 1980 hingga tahun 2010 yaitu sebanyak 31 data penelitian dengan menggunakan dua variabel independen. Untuk melihat berapa besar pengaruh dari Inflasi yang dihitung dari Laju Inflasi Kota-Kota di Indonesia yang dihitung dalam satuan persen dan Produk Domestik Bruto yang dihitung dalam satuan miliar rupiah terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka yang dihitung dari TPT dalam satuan persen, dengan menggunakan data yang diperoleh dari publikasi BPS.

Penelitian ini menggunakan model data runtut waktu yang kemudian diestimasi dengan metode Ordinary Least Square (OLS) dengan bantuan software E – Views 5.1. Hasil estimasi dengan metode regresi linier berganda menunjukkan bahwa dari sejumlah variabel terkait lainnya yang sebelumnya ikut diuji yang selanjutnya dikerucutkan menjadi 2 variabel saja, diketahui bahwa nilai t-statistik yang terbukti signifikan pada PDB sebesar 155.7591 %, yang berarti PDB sangat berpengaruh pada perubahan TPT. Sedangkan Inflasi berpengaruh sebesar 7.5756 %, terbukti tidak signifikan, yang berarti Inflasi tidak berpengaruh besar pada perubahan TPT. Pada pengujian F – statistik dan koefisien determinasi (R – squared) diketahui bahwa kedua variabel independen yang diuji mampu menjelaskan variabel dependennya sebesar dan terbukti signifikan. Dan setelah diuji ada tidaknya masalah multikolinieritas dengan metode correlation matrix, hasilnya tidak ditemukan adanya masalah multikolinieritas.

Dengan menggunakan Uji Durbin Watson (D-W test) dan Uji Lagrange Multiplier (LM test) diketahui bahwa ditemukan adanya masalah dengan autokorelasi (serial correlation) di dalam model, hal ini juga tidak bisa diperbaiki dengan menambahkan AR(1) sebagai variabel independen dalam Uji Durbin Watson. Maka, penulis menganjurkan kepada peneliti selanjutnya agar melakukan perbaikan model penelitian agar hasil estimasi yang didapat lebih sempurna. Kata Kunci: Tingkat Pengangguran Terbuka, Inflasi, Produk Domestik Bruto.


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Salah satu masalah yang cukup serius dihadapi Indonesia dewasa ini adalah masalah pengangguran. Pengangguran merupakan masalah ketenagakerjaan yang saat ini sudah mencapai kondisi yang cukup memprihatinkan. Jumlah penganggur dan setengah penganggur mengalami peningkatan. Sebaliknya pengangguran dan setengah pengangguran yang tinggi merupakan pemborosan-pemborosan sumber daya dan potensi yang ada, menjadi beban keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong peningkatan keresahan sosial dan kriminal, dan dapat menghambat pembangunan dalam jangka panjang.

Jika Dilihat dari sisi ekonomi, pengangguran merupakan produk dari situasi dimana telah terjadi ketidakmampuan pasar tenaga kerja dalam menyerap angkatan kerja yang tersedia bahkan terus bertambah, antara lain karena jumlah lapangan kerja yang tersedia lebih kecil dari jumlah pencari kerja, kompetensi pencari kerja tidak sesuai dengan pasar tenaga kerja dan kurang efektifnya informasi pasar tenaga kerja bagi pencari kerja.

Selain itu pengangguran juga dapat disebabkan oleh Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang terjadi karena perusahaan menutup/mengurangi bidang usahanya sebagai akibat dari krisis ekonomi, keamanan yang kurang kondusif, peraturan yang menghambat investasi, dan lain-lain. Jumlah pengangguran yang


(15)

dan kemiskinan serta berdampak terhadap timbulnya berbagai masalah kerawanan sosial di suatu wilayah. Berdasarkan alasan-alasan tersebut pemerintah Indonesia menargetkan penurunan angka pengangguran secara bertahap dari tahun ke tahun. Platform ekonomi pemerintahan saat ini adalah menjanjikan pengurangan pengangguran, penurunan kemiskinan, peningkatan daya beli, peningkatan investasi, perawatan dan pengelolaan infrastruktur, dan pemenuhan hak-hak dasar rakyat. Dalam platform ekonominya tersebut, Pemerintah menargetkan angka pengangguran turun dari 10,1 persen menjadi 5,1 persen pada tahun 2009. Sementara kemiskinan akan ditekan hingga 8,2 persen dari 17,4 persen (tahun 2003). Pendapatan per kapita juga akan ditingkatkan 2 kali lipat dari US$ 968 menjadi US$ 1.731 pada tahun 2009. Investasi ditargetkan akan naik menjadi 30 persen dari PDB yang saat ini hanya 16,7 persen. Untuk mencapai target tersebut, pertumbuhan akan dipacu 7,6 persen pada 2009 dengan pertumbuhan rata-rata 6,6 persen per tahun dengan alasan pertumbuhan ekonomi 4,5 persen sampai 5 persen tidak cukup untuk mendorong pemulihan ekonomi.

Berkaitan dengan masalah pengangguran, maka ada beberapa faktor yang berkaitan dan mempengaruhinya. Yang pertama adalah inflasi. Dalam perekonomian yang sudah sangat maju, masalah inflasi sangat erat kaitannya dengan tingkat penggunaan tenaga kerja. Kenaikan upah yang terjadi akibat inflasi akan mendorong suatu perusahaan untuk mengurangi jumlah pekerjanya dalam rangka minimalisasi biaya produksi, karena upah pekerja termasuk dalam biaya produksi. Inflasi sebagai indikator ekonomi makro seperti halnya pengangguran, dapat dikatakan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam


(16)

suatu perekonomian. Inflasi yang tinggi akan mendorong para produsen melakukan efisiensi terhadap industrinya, diantaranya adalah restrukturisasi/melakukan perampingan organisasi perusahaan yang berakibat semakin meningkatnya jumlah pengangguran. Selain itu, inflasi juga mengakibatkan terjadinya penurunan daya beli masyarakat, di mana masyarakat akan mengalami kesulitan untuk memenuhi segala kebutuhannya sehingga akan mendorong terjadinya kenaikan upah. Peningkatan upah menyebabkan pengusaha cenderung beralih pada teknologi padat modal yang berarti mengurangi kesempatan kerja.

Faktor kedua yang mempengaruhi pengangguran adalah pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat. Setiap Negara tentunya menginginkan perekonomiannya mengalami pertumbuhan. Namun dalam mencapai pertumbuhan yang tinggi tentunya terdapat hambatan-hambatan. Hambatan utama yang dihadapi negara sedang berkembang antara lain adalah keterbatasan dana untuk melaksanakan kegiatan pembangunan di negaranya, kualitas input tenaga kerja yaitu keterampilan, pengetahuan, dan disiplin angkatan kerja yang kurang, serta teknologi yang tertinggal.

Jika dilihat dari perkembangannya pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung meningkat dalam beberapa tahun, namun peningkatan tersebut belum dibarengi dengan pengurangan laju pengangguran. Umumnya jika terjadi pertumbuhan ekonomi, maka tenaga kerja yang terserap oleh sektor-sektor


(17)

ekonomi meningkat sehingga laju pengangguran menurun atau berkurang. Meningkatnya angka pengangguran disebabkan karena ketidakseimbangan pertumbuhan angkatan kerja dan penciptaan kesempatan kerja. Kesempatan kerja itu timbul karena adanya investasi dan usaha untuk memperluas kesempatan kerja ditentukan oleh laju pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja dan yang tidak kalah pentingnya adalah laju pertumbuhan investasi.

Banyak sekali faktor-faktor yang sebagian besar saling terkait satu sama lainnya dengan pola yang sangat kompleks yang menyebabkan lambatnya pemulihan investasi di Indonesia hingga saat ini. Faktor-faktor tersebut mulai dari yang sering disebut di media masa yakni masalah keamanan, tidak adanya kepastian hukum, dan kondisi infrastruktur yang buruk, hingga kondisi perburuhan dan tenaga kerja yang semakin buruk. Di negara-negara yang sedang berkembang seperti halnya Indonesia tidak mempunyai sumber dana yang cukup guna membiayai pembangunan negerinya. Terbatasnya akumulasi berupa kapital tabungan di dalam negeri.

Berdasarkan uraian di atas, pokok permasalahan yang menjadi pembahasan utama dari tulisan ini adalah adanya masalah yang sangat kompleks antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang implikasinya berdampak pada naik turunnya tingkat pengangguran di Indonesia. Efektivitas dari kebijakan yang nantinya akan diambil pemerintah adalah tersebut akan tergantung pada banyak faktor lain di luar wilayah kebijakan penanganan inflasi dan peningkatan pertumbuhan ekonomi karena faktor-faktor tersebut sangat mempengaruhi keputusan pemerintah untuk mengambil kebijakan penanganan inflasi dan peningkatan pertumbuhan ekonomi.


(18)

Maka penulis dalam penelitian ini akan mengambil judul “Analisis Hubungan Antara Inflasi dan Produk Domestik Bruto Terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka di Indonesia (Periode 1980 – 2010)”.

1.2 Perumusan Masalah

Tingkat Pertumbuhan ekonomi di Indonesia termasuk sangat tinggi, dan inflasi juga menunjukkan trend yang positif dari tahun ke tahun, tetapi tingkat penggangguran juga tetap saja sangat tinggi. Maka, Sejalan dengan latar belakang yang telah disampaikan sebelumnya maka perumusan masalah penelitian tentang Analisis Hubungan Antara Inflasi dan Produk Domestik Bruto Terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka di Indonesia (Periode 1980 – 2010) adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana hubungan antara Inflasi terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka di Indonesia selama periode 1980 – 2010 ?

2. Bagaimana hubungan antara Produk Domestik Bruto terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka di Indonesia selama periode 1980 – 2010 ?

1.3 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari permasalahan yang menjadi objek penelitian, dimana tingkat kebenarannya masih harus diuji secara empiris. Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka penulis membuat beberapa hipotesis yakni adalah sebagai berikut:

1. Tingkat Inflasi berpengaruh negatif terhadap terhadap Tingkat Pengangguran di Indonesia, selama periode 1980 – 2010.


(19)

2. Produk Domestik Bruto berpengaruh negatif terhadap Tingkat Pengangguran di Indonesia, selama periode 1980 – 2010.

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas maka tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis hubungan antara Inflasi terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka di Indonesia, selama periode 1980 – 2010.

2. Untuk menganalisis hubungan antara Produk Domestik Bruto terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka di Indonesia, selama periode 1980 – 2010. 1.5 Manfaat Penelitian

Penyusunan skripsi ini diharapkan oleh penulis agar memberi Manfaat bagi sejumlah pihak, antara lain:

1. Penelitian ini bermanfaat sebagai sumber informasi, masukan sekaligus bahan pertimbangan bagi Pemerintah dalam mengambil keputusan dan merumuskan kebijakan mengenai rencana peningkatan kesempatan kerja dan pengurangan pengangguran di Indonesia.

2. Sebagai bahan tambahan referensi bagi Departemen Pemerintah yang terkait dalam melihat hubungan yang ditimbulkan dari inflasi, pertumbuhan ekonomi, investasi dan krisis ekonomi terhadap tingkat pengangguran di Indonesia.

3. Sebagai sumbangan pemikiran dan untuk menambahkan, melengkapi, dan sekaligus sebagai pembanding hasil-hasil penelitian sebelumnya, serta


(20)

referensi bagi pihak-pihak yang ingin melakukan penelitian-penelitian selanjutnya yang topiknya berkaitan dengan penelitian ini.

4. Sebagai tambahan ilmu pengetahuan dan wawasan ilmiah serta menambah pengalaman pengalaman penulis agar dapat mengembangkan ilmu yang diperolah selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Ekonomi Universitas sumatera Utara.

5. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengangguran

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS)

Pengangguran adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan. Data pengangguran dikumpulkan BPS melalui survey rumah tangga, seperti Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), Sensus Penduduk (SP), Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS), dan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Di antara sensus/survei tersebut Sakernas merupakan survei yang khusus dirancang untuk mengumpulkan data ketenagakerjaan secara periodik. Saat ini Sakernas diselenggarakan dua kali setahun yaitu pada bulan Februari dan Agustus.

2.1.1 Jenis-Jenis Penggangguran (Sukirno, 2008: 328-331)

A.Berdasarkan Penyebabnya

1. Pengangguran Friksional, adalah pengangguran normal yang terjadi jika ada 2-3% maka dianggap sudah mencapai kesempatan kerja penuh.

2. Pengangguran Siklikal, adalah pengangguran yang terjadi karena merosotnya harga komoditas dari naik turunnya siklus ekonomi sehingga permintaan tenaga kerja lebih rendah dari pada penawaran tenaga kerja. 3. Pengangguran Struktural, adalah pengangguran karena kemerosotan

beberapa faktor produksi sehingga kegiatan produksi menurun dan pekerja diberhentikan.


(22)

4. Pengangguran Teknologi, adalah pengangguran yang terjadi karena tenaga manusia digantikan oleh mesin industri.

B. Berdasarkan Cirinya

1. Pengangguran Musiman, adalah keadaan seseorang menganggur karena adanya fluktuasi kegiatan ekonomi jangka pendek. Sebagai contoh, petani yang menanti musim tanam, tukang jualan durian yang menanti musim durian, dan sebagainya.

2. Pengangguran Terbuka, pengangguran yang terjadi karena pertambahan lapangan kerja lebih rendah daripada pertambahan pencari kerja.

3. Pengangguran Tersembunyi, pengangguran yang terjadi karena jumlah pekerja dalam suatu kegiatan ekonomi lebih besar dari yang sebenarnya diperlukan agar dapat melakukan kegiatannya dengan efisien.

4. Setengah Menganggur, yang termasuk golongan ini adalah pekerja yang jam kerjanya dibawah jam kerja normal (hanya 1-4 jam sehari). Disebut Underemployment.

2.1.2 Konsep Angkatan kerja (Rahardja & Manurung, 2004: 173)

a. Bekerja Penuh (Employed)

Yaitu orang-orang yang bejerja penuh atau jam kerjanya lebih dari 35 jam / minggu.

b. Setengah menganggur (Underemployed)

Yaitu mereka yang bekerja, tetapi belum dimanfaatkan secara penuh. Jam kerjanya kurang dari 35 jam / minggu. Berdasarkan definisi ini, tingkat pengangguran di Indonesia termasuk tinggi, yaitu 35 % per tahun.


(23)

c. Menganggur (Unemployed)

Yaitu mereka yang sama sekali tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan. Kelompok ini sering disebut Penganggur Terbuka (Open Unemployment). Berdasarkan definisi ini, tingkat pengangguran di Indonesia relatif rendah, yaitu 3-5 % per tahun.

2.1.3 Tingkat Pengangguran Terbuka (Laporan Sosial Indonesia 2007)

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) memberikan indikasi tentang penduduk usia kerja yang termasuk dalam kelompok pengangguran. Tingkat pengangguran terbuka diukur sebagai persentase jumlah penganggur/pencari kerja terhadap jumlah angkatan kerja, yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

TPT = (Pencari Kerja / Angkatan Kerja) x 100 %

Kegunaan dari indikator pengangguran terbuka ini baik dalam satuan unit (orang) maupun persen berguna sebagai acuan pemerintah bagi pembukaan lapangan kerja baru. Selain itu, perkembangannya dapat menunjukkan tingkat keberhasilan program ketenagakerjaan dari tahun ke tahun. Yang lebih utama lagi indikator ini digunakan sebagai bahan evaluasi keberhasilan pembangunan perekonomian Indonesia selain angka kemiskinan. Oleh karena itu, indikator TPT selalu diumumkan setiap tahun pada Pidato Presiden tanggal 16 Agustus sebagai bukti kinerja Pemerintah Indonesia.

Secara spesifik, tingkat penganggur terbuka dalam Sakernas, terdiri atas: a. mereka yang tidak bekerja dan mencari pekerjaan,


(24)

c. mereka yang tidak bekerja, dan tidak mencari pekerjaan, karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan, dan

d. mereka yang tidak bekerja, dan tidak mencari pekerjaan karena sudah diterima bekerja, tetapi belum mulai bekerja.

2.1.4 Metode Penghitungan TPT (Laporan Sosial Indonesia, 2007) (1) Sakernas

Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) adalah survei rumah tangga yang digunakan untuk mengumpulkan informasi lengkap mengenai ketenagakerjaan dan khusus dirancang untuk mengetahui keadaan umum/situasi ketenagakerjaan. Survei ini menggunakan konsep dan definisi yang mengacu pada konsep yang berlaku secara internasional yaitu ILO Concept Approach, sehingga dapat dibandingkan dengan negara lain.

(2) Sensus Penduduk dan SUPAS

Sumber utama data kependudukan adalah Sensus Penduduk (SP) yang dilaksanakan setiap sepuluh tahun sekali pada tahun-tahun berakhiran "0". Sejak Indonesia merdeka, Sensus Penduduk telah dilaksanakan sebanyak lima kali sejak yaitu tahun 1961, 1971, 1980, 1990, dan 2000. Untuk menjembatani ketersediaan data kependudukan di antara dua periode sensus, BPS melakukan Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS). Survei ini telah dilakukan sebanyak empat kali, yaitu tahun 1976, 1985, 1995, dan 2005. Informasi kependudukan yang dikumpulkan melalui SP dan SUPAS sangat lengkap, seperti data migrasi, keluarga berencana (KB), dan pendidikan. Selain data pokok demograsi, SP dan


(25)

SUPAS juga mengumpulkan data tentang aktivitas ekonomi penduduk, antara lain mengenai angkatan kerja dan kesempatan kerja.

2.2 Inflasi

Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk meningkat secara umum dan terus menerus sepanjang waktu. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan meluas (atau mengakibatkan kenaikan) kepada barang lainnya.

Dari tersebut diatas setidaknya ada tiga hal penting yang dapat ditekankan, yaitu (Muana Nanga, 2005: 237):

Adanya kecenderungan harga-harga untuk meningkat, yang berarti bisa saja tingkat harga yang terjadi pada waktu tertentu turun atau naik dibandingkan dengan sebelumnya, tetapi tetap menunjukkan tendensi yang meningkat.

Bahwa kenaikan tingkat harga tersebut berlangsung secara terus-menerus (sustained), yang berarti bukan terjadi pada suatu waktu saja, akan tetapi bisa beberapa waktu lamanya.

Bahwa tingkat harga yang dimaksud disini adalah tingkat harga umum, yang berarti tingkat harga yang mengalami kenaikan itu bukan hanya pada satu atau beberapa komoditi saja, akan tetapi untuk hargabarang secara umum.

Kenaikan harga-harga barang itu tidaklah harus dengan persentase yang sama. Bahkan mungkin dapat terjadi kenaikan tersebut tidak bersamaan. Yang penting kenaikan harga umum barang s ecara terus menerus selama suatu periode


(26)

tertentu. Kenaikan harga barang yang terjadi hanya sekali saja, meskipun dalam persentase yang cukup besar, bukanlah merupakan inflasi. Atau dapat dikatakan, kenaikan harga barang yang hanya sementara dan sporadis tidak dapat dikatakan akan menyebabkan inflasi. Secara umum, hitungan perubahan harga tersebut tercakup dalam suatu indeks harga yang dikenal dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Consumer Price Index (CPI). Persentase kenaikan IHK dikenal dengan inflasi, sedangkan penurunannya disebut deflasi. Dalam lingkup yang lebih luas (makro) angka inflasi menggambarkan kondisi/stabilitas moneter dan perekonomian (Rahardja & Manurung, 2004: 155-156).

2.2.1 Jenis-Jenis Pengelompokan Inflasi

Menurut Data Statistik BPS (Laporan Sosial 2007, BPS) 1. Inflasi IHK atau inflasi umum (headline inflation)

Inflasi seluruh barang/jasa yang dimonitor harganya secara periodik. Inflasi umum adalah komposit dari inflasi inti, inflasi administered prices, dan inflasi volatile goods.

2. Inflasi inti (Core Inflation)

Adalah inflasi barang atau jasa yang perkembangan harganya dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi secara umum (faktor-faktor fundamental seperti ekspektasi inflasi, nilai tukar, dan keseimbangan permintaan dan penawaran agregat) yang akan berdampak pada perubahan harga-harga secara umum dan lebih bersifat permanen dan persistent. Berdasarkan SBH 2007 jumlah komoditasnya sebanyak 694


(27)

antara lain beras, kontrak rumah, upah buruh, mie, susu, mobil, sepeda motor, dan sebagainya.

3. Inflasi Administered (Administered Price Inflation)

Adalah inflasi barang atau jasa yang perkembangan harganya secara umum diatur pemerintah. Berdasar SBH 2007 jumlah komoditasnya sebanyak 19 antara lain bensin, tarif listrik, rokok, dan sebagainya.

4. Inflasi bergejolak (Volatile Goods Price Inflation)

Adalah inflasi barang atau jasa yang perkembangan harganya sangat bergejolak, umumnya dipengaruhi oleh shocks yang bersifat temporer seperti musim panen, gangguan alam, gangguan penyakit, dan gangguan distribusi. Berdasarkan tahun dasar 2007, inflasi volatile goods masih didominasi bahan makanan, sehingga sering disebut juga sebagai inflasi volatile foods. Jumlah komoditasnya sebanyak 61 antara lain beras, minyak goreng, cabe, daging ayam ras, dan sebagainya.

Menurut Bobot Inflasinya (Khalwaty, 2000: 34) 1. Inflasi Ringan

Inflasi ringan disebut juga Creeping Inflation. Inflasi ringan dalah inflasi dengan laju pertumbuhan yang berlangsung secara perlahan dan berada pada posisi satu digit atau dibawah 10 % pertahun.

2. Inflasi Sedang

Inflasi sedang (moderat) adalah inflasi dengan tingkat laju pertumbuhan berada diantara 10-30 % pertahun atau melebihi dua digit dan sangat mengancam struktur dan pertumbuhan ekonomi suatu negara.


(28)

3. Inflasi Berat

Merupakan inflasi dengan laju pertumbuhan berada diantara 30 – 100 % pertahun. Pada kondisi demikian, sektor-sektor produksi hampir lumpuh total kecuali yang dikuasai negara.

4. Inflasi Sangat Berat

Inflasi Sangat Berat yang juga disebut Hyper Inflation adalah inflasi dengan laju pertumbuhan melampui 100 % pertahun. Untuk keperluan perang terpaksa harus dibiayai dengan cara mencetak uang secara berlebihan.

Menurut Asalnya (Waluyo, 2007: 176) 1. Domestic Inflation

Inflasi yang berasal dari dalam negeri sendiri seperti kenaikan konsumsi masyarakat, ekspansi moneter dan lain sebagainya.

2. Imported Inflation

Inflasi yang berasal dari luar negeri, seperti kenaikan harga-harga barang di negara-negara langganan dagang kita, mekanismenya baik melalui impor ataupun ekspor.

Menurut Sumber atau Penyebab Inflasinya (Sukirno, 2008)

1. Inflasi Permintaan (Demand-Pull Inflation)

Adalah jenis inflasi ini biasa dikenal sebagai Philips Curve inflation, yaitu merupakan inflasi yang dipicu oleh interaksi permintaan dan penawaran domestik jangka panjang. contohnya jika terjadi peningkatan permintaan masyarakat atas barang (peningkatan aggregate demand).


(29)

Contoh lain bertambahnya pengeluaran pemerintah yang dibiayai dengan pencetakan uang, atau kenaikan permintaan luar negeri akan barang-barang ekspor, atau bertambahnya pengeluaran investasi swasta karena kredit yang murah, dll.

2. Inflasi Penawaran (Cost-Push Inflation)

Atau juga bisa disebut supply-shock inflation merupakan inflasi penawaran yang disebabkan oleh kenaikan pada biaya produksi atau biaya pengadaan barang dan jasa. misalnya karena kenaikan harga sarana produksi yang didatangkan dari luar negeri, atau karena kenaikan bahan bakar minyak).

2.2.2 Cara-Cara mengukur Tingkat Inflasi (Data Strategis BPS, 2010) 1. Indeks Harga Konsumen

IHK (Indeks Harga Konsumen) atau CPI (Consumer Price Index) IHK mengukur inflasi berdasarkan sekumpulan harga pada kebutuhan hidup konsumen yang paling banyak digunakan, dan masing-masing item memiliki bobot dalam basket. Indonesia menggunakan Sembilan bahan pokok dalam menghitung IHK. Nilai Indeks Harga Konsumen (IHK) digunakan sebagai indikator patokan nilai inflasi.

INF = Inflasi (atau deflasi) pada waktu (bulan atau tahun) t IHK = Indeks Harga Konsumen


(30)

2. Indeks Biaya Hidup (IBH)

Angka indeks tersebut tidak mengikuti perkembangan nilai mata uang sehingga kebijaksanaan pemerintah dan pola konsumsi sudah berubah (banyak barang yang tercakup dalam IBH sudah tidak dijual lagi), dan hanya mencakup pengeluaran buruh kelas bawah dan jumlah sampel relatif kecil, sehingga Faktor penimbangnya menjadi tidak realistis. Penggunaan indikator inflasi di Indonesia berganti dengan IHK karena kelemahan-kelemahan IBH tersebut.

3. GDP Deflator (PDB deflator)

GDP deflator adalah rasio antara GDP nominal (PDB nominal) dengan GDP real (PDB riil) dari tahun tersebut, GDP Deflator yang mempunyai cakupan lebih luas dibandingkan kedua indeks terdahulu, sebenarnya mencerminkan perkembangan tingkat harga umum (general price index).

4. Indeks Harga Perdagangan Besar

IHPB (Indeks Harga Perdagangan Besar) mengukur inflasi berdasarkan harga-harga barang pada tingkat produsen, metode perhitungannya sama dengan IHK hanya berbeda jumlah & jenis barang dalam keranjang. Barang yang termasuk kategori barang ini merupakan barang mentah dan barang setengah jadi.

2.2.4 Hubungan Pengangguran Dan Inflasi

Kurva Phillips

Kurva Phillips pertama kali dikemukakan oleh A.W. Phillips, pada tahun 1958. Phillips menyimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif antara pengangguran dan perubahan tingkat upah. Phillips menggunakan perubahan tingkat upah karena upah akan mempengaruhi harga barang dan jasa dan pada


(31)

akhirnya juga mempengaruhi inflasi. Pada perkembangannya, kurva Phillips yang digunakan oleh para ekonom saat ini berbeda dalam penjelasan mengenai hubungan yang terdapat dalam kurva tersebut. Phillips menyatakan bahwa perubahan tingkat upah dapat dijelaskan oleh tingkat pengangguran dan perubahan tingkat pengangguran.

%

0

Tingkat Pengangguran %

Gambar 2.1 Kurva Phillips Sumber: Samuelson and Nordhaus, 2004: 395

Bentuk kurva Phillips memiliki kemiringan menurun, yang menunjukkan hubungan negatif antara perubahan tingkat upah dan tingkat pengangguran, yaitu saat tingkat upah naik, pengangguran rendah, ataupun sebaliknya. Kurva Phillips membuktikan bahwa antara stabilitas harga dan kesempatan kerja yang tinggi tidak mungkin terjadi secara bersamaan, yang berarti bahwa jika ingin mencapai kesempatan kerja yang tinggi/tingkat pengangguran rendah, sebagai konsekuensinya harus bersedia menanggung beban inflasi yang tinggi. Dengan

T

ing

ka

t I

nf

la


(32)

kata lain, kurva ini menunjukkan adanya trade-off (hubungan negatif) antara inflasi dan tingkat pengangguran, yaitu tingkat pengangguran akan selalu dapat diturunkan dengan mendorong kenaikan laju inflasi, dan bahwa laju inflasi akan selalu dapat diturunkan dengan membiarkan terjadinya kenaikan tingkat pengangguran.

2.3 Pertumbuhan Ekonomi

Secara umum, pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai peningkatan dalam kemampuan dari suatu perekonomian dalam memproduksi barang dan jasa. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi lebih menunjuk pada perubahan yang bersifat kuantitatif (quantitatif change) dan dan biasanya diukur dengan menggunakan data produk domestik bruto (PDB) atau pendapatan output perkapita. Produk domestik bruto (PDB) adalh total nilai pasar (total market value) dari barang-barang akhir dan jasa-jasa (final goods and services) yang dihasilkan di dalam suatu perekonomian selama kurun waktu tertentu (biasanya satu tahun). Tingkat pertumbuhan ekonomi menunjukkan persentase kenaikan pendapatan nasional riil pada suatu tahun tertentu dibandingkan dengan pendapatan nasional riil pada tahun sebelumnya (Muana Nanga, 2005: 273-274).

Indikasi keberhasilan pembangunan suatu negara atau wilayah yang banyak digunakan adalah pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi diukur dari tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) untuk lingkup nasional dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) untuk lingkup wilayah. Selain dipengaruhi faktor internal, pertumbuhan ekonomi suatu negara juga dipengaruhi faktor eksternal, terutama setelah era ekonomi yang semakin mengglobal. Secara


(33)

internal, tiga komponen utama yang menentukan pertumbuhan ekonomi tersebut adalah pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat.

2.3.1 Jenis-Jenis PDB (Laporan Sosial Indonesia, 2007)

1. PDB atas dasar harga berlaku (at current market prices) atau nominal, Merupakan PDB yang dinilai atas dasar harga berlaku pada tahun-tahun bersangkutan dengan memperhitungkan inflasi yang terjadi pada tahun tersebut.

2. PDB atas dasar harga konstan (at constant prices) atau harga riil, Merupakan PDB atas dasar harga berlaku, namun tingkat perubahan harganya telah dikeluarkan. Peningkatan besarnya nilai PDB ini dapat digunakan untuk menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau setiap sektor. Bermanfaat untuk mengukur laju pertumbuhan konsumsi, investasi dan perdagangan luar negeri.

2.3.2 Cara Penghitungan Pertumbuhan Ekonomi

Laju pertumbuhan ekonomi akan diukur melalui indikator perkembangan PDB dari tahun ke tahun. Perhitungan laju pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan dengan metode yaitu (Laporan Sosial Indonesia, 2007):

% Keterangan:

PE = pertumbuhan ekonomi PDB = Produk Domestik Bruto t = tahun tertentu


(34)

2.3.3 Hubungan Pertumbuhan Ekonomi Dengan Tingkat Pengangguran

Hukum Okun

Arthur Okun (1929 – 1979) adalah salah seorang pembuat kebijakan paling kreatif pada era sehabis perang. Dia memperhatikan faktor-faktor pembangunan yang membantu Amerika Serikat menelusuri dan mengatur usahanya. Ia membuat konsep output potensial dan menunjukkan hubungan antara output dan penganggur. Penganggur biasanya bergerak bersamaan dengan output pada siklus bisnis. Pergerakan bersama dari output dan pengangguran yang luar biasa ini berbarengan dengan hubungan numerikal yang sekarang dikenal dengan nama Hukum Okun.

“ Hukum Okun menyatakan bahwa untuk setiap penurunan 2 persen GDP yang berhubungan dengan GDP potensial, angka pengangguran meningkat sekitar 1 persen”. Hukum Okun menyediakan hubungan yang sangat penting antara pasar output dan pasar tenaga kerja, yang menggambarkan asosiasi antara pergerakan jangka pendek pada GDP riil dan perubahan angka pengangguran. ” (Samuelson and Nordhaus, 2004: 365-366)

2.4 Kerangka Konseptual

Dengan diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengangguran, maka dapat dianalisis keterkaitan masing-masing variabel tersebut terhadap pengangguran. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

 Keterkaitan antara pengangguran dengan inflasi bisa dilihat dari makin kecilnya angka pengangguran pada masa inflasi tinggi (masa krisis


(35)

ekonomi). Semakin parah inflasinya, maka semakin besar tenaga kerja yang terserap.

 Antara pengangguran dengan pertumbuhan ekonomi ada hubungan yang bisa dilihat dari makin kecilnya angka pengangguran ketika pertumbuhan ekonomi meningkat. Semakin tinggi pertumbuhan ekonominya, maka semakin kecil angka pengangguran.

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual 2.5 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu akan diuraikan secara ringkas karena penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian sebelumnya. Meskipun ruang lingkup hampir sama tetapi karena obyek dan periode waktu yang digunakan berbeda maka terdapat banyak hal yang tidak sama sehingga dapat dijadikan sebagai referensi untuk saling melengkapi.

1. Analisis Hubungan Timbal Balik Antara Tingkat Inflasi dan Tingkat Pengangguran di Indonesia.

Skripsi: Diajukan oleh Natalin R. Siregar, Mahasiswa Program Strata-1 Jurusan Ekonomi Pembangunan, Universitas Sumatera Utara (USU).

Variabel : Inflasi (IHK), Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Tingkat Pengangguran

Terbuka Inflasi

Pertumbuhan Ekonomi


(36)

Permasalahan : Bagaimana pengaruh Inflasi (IHK) terhadap TPT di Indonesia.

Model Analisis : Analisis Kausalitas Tahun Penelitian : 2006

Hasil Analisis:

Tingkat pengangguran mempengaruhi inflasi, namun inflasi tidak mempengaruhi pengangguran atau disebut kausalitas satu arah. Terbukti bahwa inflasi tidak mempengaruhi pengangguran, dimana Fhitung < Ftabel, tidak signifikan pada 1 % maupun 5 %. Terdapat hubungan kointegrasi antara inflasi dan TPT di Indonesia, artinya ada hubungan keseimbangan dalam jangka panjang.

2. Hubungan Antara Perubahan Tingkat Upah Dan Tingkat Pengangguran Di Indonesia (Periode 1986 – 2005).

Skripsi: Diajukan oleh Purnama Cahya Sari Silalahi, Mahasiswa Program D-IV Jurusan Statistik Ekonomi, Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS).

Variabel : Tingkat Pengangguran dan Deviasi Tingkat Inflasi

Permasalahan : Bagaimana sebenarnya hubungan antara perubahan antara tingkat upah dan tingkat pengangguran di Indonesia ?

Model Penelitian : Analisis Kausalitas Tahun Penelitian : 2006

Hasil Analisis:

Pada kasus di Indonesia tahun 1986-2005, hasil pengujian model regresi menunjukkan bahwa secara linier, tingkat pengangguran dan perubahan tingkat upah tidak memiliki hubungan. Hubungan antara kedua variable adalah hubungan


(37)

linier logaritma yang positif, ditunjukkan dengan persamaan double-log. Kurva Phillips Indonesia periode 1986-2005 tidak dapat ditentukan bentuknya. Hasil plot data antara tingkat pengangguran dan tingkat inflasi maupun tingkat pengangguran dan deviasi tingkat inflasi menunjukkan bahwa sebaran data tidak membentuk suatu pola tertentu.

3. Pengaruh Beberapa Variabel Makroekonomi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (Periode 1990-2004).

Skripsi: Diajukan oleh Priyo Yudyatmoko, Mahasiswa Program D-IV Jurusan Statistik Ekonomi, Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS).

Variabel Dependen : PDB.

Variabel Independen : IHSG, Indeks Produksi, IHK, Nilai kredit, Investasi, Nilai Impor barang modal.

Permasalahan : Bagaimana pengaruh IHSG, Indeks Produksi, IHK, Nilai kredit, Investasi, Nilai Impor barang modal terhadap PDB. di Indonesia.

Model Analisis : Analisis Vector Autoregressive, Kointegrasi, dan Engle Granger Causality.

Tahun Penelitian : 2006 Hasil Analisis:

Hasil dari analisis dan pengujian menunjukkan bahwa PDB dan infrastruktur tidak berpengaruh terhadap penanaman modal dalam negeri di Indonesia. Hal tesebut di sebabkan oleh kondisi sosial politik dan keamanan Indonesia yang belum stabil pasca krisis moneter. Hasil regresi menunjukkan nilai


(38)

koefisien TK adalah 6,223639. Hal ini dapat diartikan bahwa setiap kenaikan 1% tenaga kerja, variabel lain tidak berubah (ceteris paribus) mengakibatkan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Indonesia naik sebesar 6,223639 %. Jadi adanya kenaikan jumlah tenaga kerja akan berpengaruh terhadap PMDN di Indonesia. Dan krisis ekonomi (Dm) mempunyai pengaruh negatif terhadap terhadap PMDN. Jadi adanya krisis ekonomi akan berpengaruh terhadap PMDN di Indonesia.


(39)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara masing-masing indikator Inflasi (yaitu Laju Inflasi Nasional) dan Produk Domestik Bruto terhadap perubahan Tingkat Penggangguran Terbuka (yaitu TPT) di Indonesia selama periode 1980 – 2010.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu, data yang diperoleh atau dikumpulkan dari pihak lain, dalam bentuk data runtut waktu (time series) yang bersifat kuantitatif, yaitu :

1. Data Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia, yang berasal dari publikasi Indikator Sosial Badan Pusat Statistik (BPS).

2. Data Tingkat Inflasi di Indonesia, yang berasal dari publikasi Indikator Ekonomi Badan Pusat Statistik (BPS).

3. Data Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia, yang berasal dari publikasi Indikator Ekonomi Badan Pusat Statistik (BPS).

Sumber data penelitian ini berasal dari Biro Pusat Statistik (BPS) dalam rentang waktu 31 tahun (1980 – 2010) serta sumber-sumber lain yaitu jurnal-jurnal dan hasil penelitian yang terkait dengan penelitian ini.

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Untuk waktu, Penelitian ini dimulai dari tanggal 26 Februari 2011 hingga 1 Juni 2011. Dikarenakan data yang dikumpulkan adalah data sekunder, maka


(40)

penelitian ini tidak berlokasi namun dilakukan dengan memanfaatkan data-data dari publikasi BPS dan sejumlah situs internet yang menyajikan data yang dibutuhkan, serta sejumlah literatur lain yang berhubungan dengan penelitian ini. 3.4 Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah: A. Metode Dokumentasi

Data dalam penelitian ini diperoleh dengan teknik dokumentasi yaitu dengan mencatat data statistik yang berupa persentase dari Laju Inflasi per tahun kota-kota di Indonesia dan nilai Produk Domestik Bruto sebagai variabel independen, serta persentase Tingkat Penggangguran Terbuka (TPT) sebagai variabel dependen. Data tersebut berupa angka stastistik yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS).

B. Metode Studi Pustaka (Library Search)

Studi pustaka dilakukan untuk memperoleh data yang relevan dengan penelitian. Dalam hal ini penulis memperoleh data dari buku-buku teori di perpustakaan.

3.5 Pengolahan Data

Dalam penelitian ini penulis melakukan pengolahan data dengan metode ekonometrika dengan mempergunakan program Komputer E-Views 5.1 sebagai alat bantu dalam proses penelitian.

3.6 Variabel Penelitian


(41)

A.Variabel Independen, yaitu variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi variabel yang lainnya (variabel dependen). Dalam penelitian ini terdapat empat variabel independen yaitu:

1. Tingkat Inflasi:  100 %

Ket : = Inflasi (deflasi) pada waktu (bulan atau tahun) t = IHK pada waktu (bulan atau tahun) t

= IHK pada waktu (bulan atau tahun) sebelumnya. 2. Produk Domestik Bruto

B.Variabel Dependen, yaitu variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel independen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang dihitung dalam bentuk persen setiap tahun. TPT merupakan selisih antara penganggur/pencari kerja dan Angkatan Kerja.

100 % 3.7 Model Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode analisis data kuantitatif. Metode analisis data kuantitatif adalah metode analisis data yang menggunakan perhitungan angka-angka yang nantinya akan dipergunakan untuk mengambil suatu keputusan di dalam memecahkan masalah. Sedangkan alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan regresi linier berganda. Untuk mendapatkan hasil yang baik, regresi berganda


(42)

mensyaratkan untuk melakukan uji asumsi klasik, maka sebelum uji regresi berganda penelitian ini akan melakukan pengujian asumsi klasik.

3.7.1 Model Analisis Regresi Linier Berganda

Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode (Ordinary Least Square) untuk regresi lebih dari satu variabel yaitu regresi berganda (multiple regresi).

Secara umum model regresi ini dapat ditulis sebagai berikut:

Y = f (X1, X2) ... (1) Dengan spesifikasi model ekonometrika sebagai berikut:

Y = α+ β1X1+ β2X2 + µ ... (2) Dimana :

Y = Tingkat Pengangguran Terbuka (persen) X1 = Inflasi (persen)

X2 = Produk Domestik Bruto (miliar.Rp)

Β1, β2 = Koefisien Regresi

α = Konstanta

µ = Error Term (Variabel Pengganggu)

Sehingga secara matematis dapat dibentuk hipotesisnya sebagai berikut:

0 Artinya, apabila X1 (Inflasi) mengalami kenaikan maka Y (TPT) akan mengalami penurunan, cateris paribus.

0 Artinya, apabila X2 (PDB) mengalami kenaikan maka Y (TPT) akan mengalami penurunan, cateris paribus.


(43)

3.8 Uji Kesesuaian (Test Goodness of Fit)

Penelitian ini menguji hipotesis-hipotesis dengan menggunakan metode analisis regresi berganda (multiple regretion). Metode regresi berganda menghubungkan satu variabel dependen dengan beberapa variabel independen dalam suatu model prediktif tunggal. Adapun untuk menguji signifikan tidaknya hipotesis tersebut digunakan uji F, uji t dan koefisien determinan.

3.8.1 Uji Koefisien Determinasi (R-squared)

menjelaskan seberapa besar persentasi total variasi variable dependen yang dijelaskan oleh model, semakin besar semakin besar pengaruh model dalam menjelaskan variable dependen. Nilai berkisar antara 0 sampai 1, suatu sebesar 1 berarti ada kecocokan sempurna, sedangkan yang bernilai 0 berarti tidak ada hubungan antara variabel tak bebas dengan variable yang menjelaskan. Nilai R2 dapat dihitung dengan cara (Gujarati, 2003):

R2=

Dimana:

R2 = Koefisien Determinasi Yi = Derivasi nilai dari rata-rata Y Xi = Derivasi nilai dari rata-rata X

3.8.2 Pengujian Signifikansi Secara Parsial (t-test)

Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah masing-masing variabel independen berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan perbandingan nilai t-hitung


(44)

masing-masing koefisien dengan tabel, dengan tingkat signifikan 1 %. Jika t-hitung < t-tabel maka Ho diterima, ini berarti variabel independen tidak berpengaruh terhadap nilai variabel dependen. Sedangkan jika t-hitung > t-tabel maka Ho ditolak dan menerima Ha, ini berarti variabel independen berpengaruh terhadap variable dependen. Nilai thitung dapat dicari dengan rumus (Gujarati, 2003):

t-hitung Dimana:

= Koefisien variabel ke-i b = Nilai hipotesis nol

S = Simpangan baku dari variabel independen ke-i Kriteria Pengambilan Keputusan :

Ho : βi = 0 H0 diterima (t-hitung < t-tabel) artinya variabel independen secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

Ha : βi≠ 0 Ha diterima (t-hitung > t-tabel) variabel independen secara parsial berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

Ha diterima Ha diterima

Ho diterima

0 Gambar 3.1 Kurva Uji t-statistik


(45)

3.8.3 Pengujian Signifikansi Secara Simultan (F-test)

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua variable independen mempunyai pengaruh yang sama terhadap variabel dependen, waktu dengan membandingkan antara nilai kritis F-tabel dengan F-hitung. Jika F-hitung < F-tabel maka Ho diterima, yang berarti variabel independen tidak berpengaruh terhadap perubahan nilai variabel dependen. Sedangkan jika F-hitung > F-table, maka Ho ditolak dan menerima Ha, ini berarti semua variabel independen berpengaruh terhadap nilai variabel dependen. Nilai F hitung dapat dicari dengan menggunakan rumus (Gujarati, 2003):

F-hitung =

Dimana:

= Koefisien Determinasi

k = Jumlah variabel independen dan intercept n = Jumlah sampel

Kriteria pengambilan keputusan: Ho : β1 = β2 = 0

Ho diterima (F-hitung < F-tabel), artinya variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

Ha : β1≠ β2≠ 0

Ha diterima (F-hitung > F-tabel), artinya variabel independen secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.


(46)

Ho diterima Ha diterima

0

Gambar 3.2 Kurva Uji F-statistik

3.9 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik

Model regresi merupakan model regresi yang menghasilkan estimator linear tidak bias yang terbaik (Best Linear Unbias Estimate/BLUE). Kondisi ini akan terjadi jika dipenuhi beberapa asumsi yang disebut dengan asumsi klasik, sebagai berikut:

3.9.1 Multikolinieritas

Multikolinearitas adalah alat untuk mengetahui suatu kondisi apakah terdapat korelasi variabel independen diantara satu sama lainnya. Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearitas dapat dilihat dari nilai R2, F-hitung, t-hitung dan standar error ( Gujarati, 2003).

Adanya multikolinearitas ditandai dengan: 1. Standar error tidak terhingga

2. Tidak ada satupun t-statistik yang signifikan pada ⍺ = 1%, ⍺ = 5%, ⍺ = 10% 3. Terjadi perubahan tanda atau tidak sesuai dengan teori

4. R2 sangat tinggi.


(47)

a. Melakukan regresi model Y =f(X1,…..Xn) sehingga diperoleh nilai R-square.

b. Melakukan regresi X1 terhadap seluruh X lainnya, maka diperoleh nilai Ri square (regresi ini disebut auxiliary regression); dan

Membandingkan nilai Ri square dengan R-square. Hipotesa yang dapat dipakai adalah Ho diterima apabila Ri square < R-square model pertama berarti tidak terjadi multikolinearitas dan Ha diterima apabila Ri square > R-square model pertama berarti terjadi masalah multikolinearitas.

Cara Mengatasi Multikolinieritas:  Menambah data baru.

 Pemakaian informasi sebelumnya.

 Menghilangkan sebuah atau beberapa variabel independen. 3.9.2 Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi (Gujarati, 2003).

Konsekuensi adanya autokorelasi:

 Penaksiran OLS menjadi sangat sensitif terhadap fluktuasi sampel.  Penaksir (variabelnya) tidak lagi efisien.

Untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi digunakan untuk uji Durbin-Watson dimana hipotesis yang akan diuji adalah :


(48)

Hi : ada autokorelasi (r ≠ 0)

Bila nilai DW terletak antara batas atas atau upper bound (du) dan (4-du), maka koefisien atau korelasi sama dengan nol, berarti tidak ada korelasi.

auto(+) inconclusive inconclusive auto (-) Ho: accept

No Serial Correlation

0 dl du 2 4-du 4-dl 4

Gambar 3.3 Daerah Autokorelasi

Tabel 3.1

Uji Statistik Durbin-Watson

Nilai Statistik Hasil

0<d<dl dl≤d≤du du≤d≤4-dl 4-du≤d≤4-dl

4-dl ≤d≤4

Menolak hipotesis nul; ada autokorelasi positif Daerah keragu-raguan; tidak ada keputusan

Menerima hipotesis nul; tidak ada autokorelasi positif/negatif Daerah keragu-raguan; tidak ada keputusan


(49)

Atau dengan cara lain untuk mendeteksi adanya autokorelasi dalam model bisa dilakukan menggunakan uji LM atau Lagrange Multiplier. Salah satu cara untuk menghilangkan pengaruh autokorelasi tersebut adalah dengan memasukkan lag variabel dependen kedalam model regresi (Gujarati, 2003).

Uji hipotesis untuk menentukan ada tidaknya autokorelasi:

 ... Ho : ρ1 = ρ2 = 0 (Tidak adaa utokorelasi)

 ... Ha : ρ1 ≠ ρ2 ≠ 0 (Ada autokorelasi)

3.10 Definisi Operasional Variabel 1. Variabel Penggangguran

Data yang digunakan untuk melihat pengangguran adalah data Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia, dengan sumber Data Statistik BPS, selama periode 1980 – 2010. Dinyatakan dalam satuan persen.

2. Variable Inflasi

Data yang digunakan untuk melihat Tingkat Inflasi adalah data seluruh jumlah perubahan Inflasi setiap tahun, dengan sumber Data Statistik BPS, selama periode 1980 – 2010. Dinyatakan dalam satuan persen.

3. Variabel Produk Domestik Bruto

Data yang digunakan untuk melihat Produk Domestik Bruto adalah data seluruh jumlah Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan dengan


(50)

sumber Data Statistik BPS, selama periode 1980 – 2010. Dinyatakan dalam satuan miliar rupiah.


(51)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Analisis Data

Untuk mengetahui hubungan antara variabel dependen (TPT) dengan variabel independen (Inflasi dan Produk Domestik Bruto), maka digunakan regresi linier berganda. Untuk membuktikan kebenaran hipotesis maka penulis mencoba membentuk sebuah analisa matematis apakah TPT dipengaruhi oleh Inflasi dan Produk Domestik Bruto. Untuk menganalisis data diatas, penulis menggunakan analisis regresi linier berganda dengan menggunakan model Semi-Log (Lin – Semi-Log), yaitu:

Y = α + β1LogX1 + β2LogX2 + µ Dimana:

Y = Tingkat Pengangguran Terbuka (dalam bentuk Linier)

α = Konstanta ( koefisien variabel dependen ) LogX1 = Inflasi (dalam bentuk Log)

LogX2 = Produk Domestik Bruto (dalam bentuk Log) µ = error term

Berdasarkan hasil regresi linier berganda dengan menggunakan program e-views 5.1 diperoleh hasil estimasi sebagai berikut:


(52)

4.2 Interpretasi Model

Berdasarkan hasil estimasi diatas dengan menggunakan program e–views, pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Inflasi mempunyai pengaruh positif terhadap TPT. Hasil tersebut dapat dilihat dari koefisien Inflasi (X1) sebesar 0.075756. Artinya, apabila Inflasi naik sebesar 1 %, maka akan menyebabkan TPT juga akan ikut naik sebesar 7.5756 %, cateris paribus. Hasil estimasi ini tidak sesuai dengan hipotesis awal.

2. Produk Domestik Bruto mempunyai pengaruh positif terhadap TPT. Hasil

tersebut dapat dilihat dari koefisien Pertumbuhan Ekonomi (X2) sebesar 1.557591. Artinya, apabila Produk Domestik Bruto naik sebesar 1 %, maka

akan menyebabkan TPT juga akan ikut naik sebesar 155.7591 %, cateris paribus. Hasil estimasi ini tidak sesuai dengan hipotesis awal.

4.3 Uji Kesesuaian (Test Goodness of Fit)

4.3.1 Analisis Koefisien Determinasi (R – squared)

Uji koefisien determinasi (R – squared) dilakukan untuk melihat seberapa besar kemampuan variabel independen secara bersama – sama mampu memberikan penjelasan terhadap variabel dependen. Dari hasil regresi dengan program e-views diperoleh nilai R2 = 0.725093 atau 72.5093 %. Hal ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan variasi yang terjadi pada variabel independen (Inflasi dan Produk Domestik Bruto) mampu menjelaskan perubahan yang terjadi pada variabel dependen, yakni Tingkat Pengangguran Terbuka,


(53)

sebesar 72.5093 %. Sedangkan sisanya sebesar 27.4907 % dijelaskan oleh variabel lain yang tidak ikut disertakan ke dalam model estimasi.

4.3.2 Analisis Signifikansi Secara Keseluruhan (Uji F – Statistik)

Uji F-Statistik ini dilakukan untuk melihat apakah variabel independen mampu secara bersama-sama atau keseluruhan mempengaruhi variabel dependen. Untuk pengujian ini dilakukan hipotesis sebagai berikut:

Ho : β1= β2 = 0 ... (tidak ada pengaruh)

Ha : β1 ≠ β2 ≠ 0 ... (ada pengaruh)

Pengujian ini dilakukan untuk membandingkan nilai F-hitung dengan F-tabel. Kriteria pengambilan keputusan:

Ho diterima: Jika F-hitung < F-tabel, artinya variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

Ha diterima: Jika F-hitung > F-tabel, artinya variabel independen secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Dari hasil analisis regresi diketahui F-hitung = 36.92640

Dimana:

α = 1 %

Derajat bebas pembilang (N1) = k – 1 = 2 – 1 = 1

Derajat bebas penyebut (N2) = n – k – 1 = 31 – 2 – 1 = 28 Maka, F-tabel = 7.53


(54)

Ho diterima

Ha diterima

0 7.53 36.92640 Gambar 4.1 Kurva Uji F – Statistik

Berdasarkan hasil perhitungan diatas diketahui bahwa F-hitung > F-tabel (36.92640 > 7.53). Dengan demikian Ha diterima, Artinya dapat disimpulkan bahwa variabel independen (Inflasi dan Produk Domestik Bruto) secara bersama-sama berpengaruh nyata (signifikan) terhadap variabel dependen (TPT) pada tingkat kepercayaan 99 % (α = 1 %).

4.3.3 Analisis Signifikansi Secara Parsial (Uji t – Statistik)

Uji t-Statistik merupakan suatu pengujian secara parsial (terpisah) yang bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap variabel dependen dengan menganggap variabel lain konstan. Dalam hal ini digunakan hipotesis sebagai berikut:

Ho : βi = 0... (tidak ada pengaruh)

Ha : βi ≠ 0 ... (ada pengaruh)

Dimana: βi adalah koefisien variabel independen ke – i nilai parameter hipotesis,

biasanya βi dianggap ≠ 0. Artinya ada pengaruh variabel independen


(55)

a. Bila t-hitung > t-tabel, maka pada tingkat kepercayaan tertentu Ho ditolak. Hal ini berarti bahwa variabel independen yang diuji berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap variabel dependen. Dan bila,

b. Bila t-hitung < t-tabel, maka pada tingkat kepercayaan tertentu Ho diterima. Hal ini berarti bahwa variabel independen yang diuji tidak berpengaruh secara nyata (tidak signifikan) terhadap variabel dependen.

Dengan kriteria pengambilan keputusan: a. Jika nilai t-statistik positif:

Ho : βi = 0 Ho diterima, artinya variabel independen yang diuji secara parsial tidak berpengaruh nyata (tidak signifikan) terhadap variabel dependen (t-hitung < t-tabel).

Ha : βi ≠ 0 Ha diterima, artinya variabel independen yang diuji secara parsial berpengaruh nyata (signifikan) terhadap variabel dependen (t-hitung > t-tabel).

b. Jika nilai t-statistik negatif:

Ho : βi = 0 Ho diterima, artinya variabel independen yang diuji secara parsial tidak berpengaruh nyata (tidak signifikan) terhadap variabel dependen (t-hitung > t-tabel).

Ha : βi ≠ 0 Ha diterima, artinya variabel independen yang diuji secara parsial berpengaruh nyata (signifikan) terhadap variabel dependen (t-hitung < t-tabel).


(56)

1. Variabel Inflasi (X1)

Dari hasil analisis regresi diketahui t-hitung = 0.160926

α = 25 %

df = n – k – 1 = 31 – 2 – 1 = 28

Maka, t-tabel = 0.68249

Ha diterima Ha diterima

Ho diterima

-0.68249 0 0.160926 0.68249 Gambar 4.2

Kurva Uji t – statistik untuk Inflasi (X1)

Dari hasil estimasi diatas dapat diketahui bahwa inflasi (X1) tidak signifikan

bahkan pada α = 25 % dengan t-hitung < t-tabel (0.160926 < 0.68249). Dengan demikian Ho diterima, artinya variabel inflasi (X1) tidak berpengaruh nyata (tidak signifikan) terhadap TPT (Y) pada tingkat kepercayaan 75 % (α 25 %).

2. Variabel Produk Domestik Bruto (X2)

Dari hasil analisis regresi diketahui t-hitung = 8.566606

α = 1 %

df = n – k – 1 = 31 – 2 – 1 = 28


(57)

Maka, t-tabel = 2.45282

Ha diterima Ha diterima

Ho diterima

-2.45282 0 2.45282 8.566606

Gambar 4.3

Kurva Uji t – statistik untuk Pertumbuhan Ekonomi (X2)

Dari hasil estimasi diatas dapat diketahui bahwa Produk Domestik Bruto (X2) signifikan pada α = 1 % dengan t-hitung > t-tabel (8.566606 > 2.45282). Dengan demikian Ha diterima, artinya variabel Produk Domestik Bruto (X2) berpengaruh nyata (signifikan) terhadap TPT (Y) pada tingkat kepercayaan 99 %

(α 1 %).

4.4 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik 4.4.1 Multikolinieritas

Mukltikolinieritas adalah suatu kondisi dimana terdapat hubungan variabel independen diantara satu dengan lainnya. Dalam penelitian ini tidak terdapat gejala multikolinieritas diantara variabel independennya hal ini dapat dilihat dari koefisien korelasi masing – masing variabel, yaitu sebagai berikut:

Tabel 4.3

Uji Multikolinieritas (correlation matrix) untuk semua variabel independen

obs LOGX1 LOGX2

LOGX1 1.000000 -0.098092


(58)

Berdasarkan koefisien korelasi matriks dari program e-views pada tabel diatas kita mendapatkan nilai korelasi yang jauh lebih kecil dari 0.8, karena itu penulis dapat menyimpulkan bahwa tidak ada masalah serius dengan multikolinieritas.

4.4.2 Autokorelasi (serial correlation)

Uji Durbin – Watson (DW-test) digunakan untuk mengetahui apakah di dalam model yang digunakan terdapat autokorelasi diantara variabel yang diamati.

Hipotesis:

Ho : ρ1 = ρ2 = 0, ... (tidak ada autokorelasi)

Ha : ρ1≠ ρ2≠ 0, ... (ada autokorelasi)

Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda dengan program e-views diketahui bahwa, DW-stat = 0.631093

k = 2 n = 31 dl = 1.2969 du = 1.5701 4 – dl = 2.7031 4 – du = 2.4299

auto(+) inconclusive inconclusive auto(-) Ho: accept

No Serial Correlation

0 1.2969 1.5701 2 2.4299 2.7031 4

dl du 4-du 4-dl

0.631093


(59)

Berdasarkan hasil regresi diatas dapat diperoleh bahwa DW-hitung = 0.631093 berada pada posisi 0 < dw < dl. Dengan demikian penulis dapat menyimpulkan bahwa terjadi autokorelasi positif dalam pengujian model dengan tingkat kepercayaan 95 % (α 5 %).

Selain itu, untuk mendeteksi adanya autokorelasi dalam model penelitian ini, penulis juga melakukan uji Lagrange Multiplier test (LM-test), yaitu dengan membandingkan antara nilai χ2 hitung dengan χ2 tabel.

Kriteria:

1. Jika nilai χ2 hitung > χ2 tabel ... (ada autokorelasi) 2. Jika nilai χ2 hitung > χ2 tabel ... (tidak ada autokorelasi) Hasil estimasi menggunakan program e-views menunjukkan hasil sebagai berikut:

Tabel 4.4

Uji Lagrange Multiplier test (LM test)

Nilai χ2 hitung (obs* R – squared) = 14.48173

Probabilitas = 0.000717

df = n – k – 1 = 31 – 2 – 1 = 28

χ2

tabel = 48.27824

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 11.39723 Prob. F(2,26) 0.000279


(60)

Berdasarkan hasil uji LM – test diatas, diketehui bahwa besarnya nilai χ2 hitung lebih kecil daripada nilai χ2 tabel (14.48173 > 48.27824). Hal ini menunjukkan bahwa hasil estimasi tersebut tidak signifikan, tetapi nilai probabilitasnya sangat kecil (di bawah 0.05). Artinya dalam model yang diestimasi tersebut mengandung autokorelasi (serial correlation) antar faktor pengganggu (error term).


(61)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian diatas mengenai pengaruh Inflasi dan Produk Domestik Bruto terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka di Indonesia selama periode 1980 – 2010, maka penulis menarik beberapa kesimpulan, yaitu sebagai berikut:

1. Hasil regresi menunjukkan hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen sebagai berikut:

a. Inflasi ternyata mempunyai pengaruh yang positif terhadap TPT namun tidak signifikan dengan koefisien sebesar 0.075756. Berarti jika inflasi mengalami kenaikan sebesar 1 % maka TPT juga akan ikut naik sebesar 7.5756 %, cateris paribus. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan bahwa apabila terjadi kenaikan Inflasi maka TPT akan menurun, cateris paribus.

b. Produk Domestik Bruto ternyata mempunyai pengaruh yang positif terhadap TPT namun tidak signifikan dengan koefisien sebesar 1.557591. Berarti jika Pertumbuhan Ekonomi mengalami kenaikan sebesar 1 % maka TPT akan turun sebesar 155.7591 %, cateris paribus. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan bahwa apabila terjadi kenaikan Produk Domestik Bruto maka TPT akan menurun, cateris paribus.

2. Keseluruhan perubahan yang terjadi pada variabel independen (Inflasi dan Produk Domestik Bruto) dapat menjelaskan perubahan pada variabel dependen


(62)

(TPT) di Indonesia sebesar 72.5093 %, sedangkan sisanya sebesar 27.4907 % dijelaskan oleh variabel lain yang tidak disertakan kedalam model estimasi. 3. Dalam analisis regresi diketahui bahwa nilai konstanta adalah -46.55539. Hal

ini dapat diartikan bahwa jika tidak terjadi perubahan pada Inflasi dan Produk Domestik Bruto, maka TPT yang ada di Indonesia adalah sebesar -46.55539 %. 4. Dalam uji F – statistik diperoleh bahwa F – hitung > F – tabel (36.92640 >

7.53), maka keputusannya adalah Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini berarti bahwa variabel Inflasi dan Produk Domestik Bruto berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap TPT, pada tingkat kepercayaan 99 % (α 1 %).

5. Dalam uji t – statistik diketahui bahwa:

a. Inflasi tidak signifikan bahkan pada α = 25 % dengan t-hitung < t-tabel (0.160926 < 0.68249). Dengan demikian Ho diterima, artinya variabel Inflasi tidak berpengaruh nyata (tidak signifikan) terhadap variabel TPT pada tingkat kepercayaan hingga 25% (α 75 %).

b. Produk Domestik Bruto signifikan pada α = 1 % dengan t-hitung > t-tabel (8.566606 > 2.45282). Dengan demikian Ho diterima, artinya variabel Produk Domestik Bruto berpengaruh nyata (signifikan) terhadap variabel

TPT pada tingkat kepercayaan 99 % (α 1 %). 5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh, maka penulis mengajukan beberapa saran yang diharapkan dapat membantu penurunan TPT di Indonesia pada masa yang akan datang, yaitu sebagai berikut:


(63)

1) Kepada Pemerintah

a. Inflasi terbukti memberikan pengaruh yang positif terhadap TPT di Indonesia, oleh karena itu pemerintah perlu menjaga kestabilan harga supaya tidak memberikan dampak buruk terhadap perekonomian, serta mendorong peningkatan produksi agar pertumbuhan ekonomi meningkat. Korelasi positif antara tingkat pengangguran dan inflasi belum tentu mengindikasikan bahwa jika pemerintah mengeluarkan kebijakan menurunkan tingkat pengangguran, harga akan tetap stabil. Di dalam pengambilan kebijakan tetap harus hati-hati, karena masalah pengangguran tidak hanya dipengaruhi oleh inflasi, melainkan ada faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi pengangguran di Indonesia. b. Produk Domestik Bruto terbukti memberikan pengaruh yang positif

terhadap TPT di Indonesia, oleh karena itu pemerintah harus lebih menggerakkan sektor informal. Karena pengangguran dalam penelitian ini menggunakan data pengangguran terbuka, yang mana di dalamnya terdapat golongan masyarakat yang sedang dalam tahap menyiapkan usaha atau mendapat pekerjaan tetapi belum mulai bekerja yang dimasukkan dalam golongan pengangguran. Sehingga pentingnya peninggkatan sektor informal untuk menekan kemiskinan di Indonesia. Karena sektor informal merupakan salah satu solusi masalah dalam mengatasi pengangguran.


(64)

a. Mengingat salah satu dari hasil uji t-statistik tidak memenuhi kriteria signifikan, maka kepada peneliti selanjutnya disarankan untuk menggunakan metode pengujian yang lain yang lebih mampu menjelaskan variabel dependennya dan mampu memenuhi kriteria signifikansi yang tidak dapat dipenuhi oleh penulis.

b. Karena masalah dalam penelitian ini belum sepenuhnya terjawab, maka disarankan untuk menggunakan model lain atau merubah modelnya, karena seperti yang terlihat model yang digunakan oleh penulis kurang baik walaupun di beberapa bagian cukup baik dan dapat menjelaskan variabel yang diuji.

c. Menambah jumlah series data dan memasukkan variabel lain yang juga berhubungan dengan perubahan TPT yang tidak disertakan oleh penulis, sehingga diharapkan dengan rentang waktu yang lebih panjang hasilnya akan lebih baik.


(65)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik (BPS). 2008. Analisis Perkembangan Statistik Ketenagakerjaan (Laporan Sosial Indonesia 2007). Jakarta: Badan Pusat Statistik.

_________. 2010. Data Strategis BPS. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

_________. Statistik Indonesia. Beberapa Edisi. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Gujarati, Damodar N. 2003. Ekonometrika Dasar. Jakarta: Penerbit Erlangga. Khalwaty, T. 2000. Inflasi dan Solusinya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Mankiw, Gregory N. 2003. Teori Makro Ekonomi. Edisi Keenam. Jakarta:

Penerbit Erlangga.

Pratomo, Wahyu A., Paidi Hidayat. 2005. Penggunaan Eviews dalam Ekonometrika. Medan: USU Press.

Rahardja, Prathama, Mandala Manurung. 2004. Teori Ekonomi Makro, Suatu Pengantar. Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit FEUI.

Samuelson, Paul A., and William D. Nordhaus. 2004. Ilmu Makroekonomi. 17th Edition. Trans. T. Tanoto. Jakarta: Penerbit PT Media Global Edukasi. Silalahi, Purnama C.S. 2006. Hubungan antara Perubahan Tingkat Upah dan

Tingkat Pengangguran di Indonesia (Periode 1986-2005). Skripsi. Jakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Statistik.

Siregar, Natalin R. 2006. Analisis Hubungan Timbal Balik Antara Tingkat Inflasi dan Tingkat Pengangguran di Indonesia. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Sukirno, Sadono. 2007. Makroekonomi Modern, Perkembangan Pemikiran dari Klasik hingga Keynesian Baru. Jakarta: Penerbit PT RajaGrafindo Persada. Waluyo, Dwi E. 2007. Ekonomi Makro. Edisi Revisi. Malang: UMM Press.

Yudyatmoko, Priyo. 2006. Pengaruh Beberapa Variabel Makroekonomi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (Periode 1990-2004). Skripsi. Jakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Statistik.


(66)

Lampiran 1

Data Variabel Penelitian

Tahun TPT (Y) (%)

INFLASI (X2) (%)

PRODUK DOMESTIK BRUTO (X2) (miliar.Rp)

1980 1.7 16 11,169,200,000,000

1981 2.7 7.1 12,054,600,000,000

1982 3.2 6.7 12,325,400,000,000

1983 2.1 11.5 12,842,200,000,000

1984 2.2 8.8 78,144,400,000,000

1985 2.12 4.3 79,910,800,000,000

1986 2.61 8.81 82,474,500,000,000

1987 2.48 8.92 94,517,800,000,000

1988 2.78 5.48 99,981,400,000,000

1989 2.82 6.03 107,321,100,000,000

1990 2.54 9.53 115,217,280,000,000

1991 2.61 9.52 123,225,180,000,000

1992 2.73 4.94 131,184,840,000,000

1993 2.8 9.77 329,775,800,000,000

1994 4.4 9.24 354,640,900,000,000

1995 7.24 8.64 383,792,600,000,000

1996 4.89 6.47 413,797,700,000,000

1997 4.68 11.05 433,245,600,000,000

1998 5.46 77.63 376,375,100,000,000

1999 6.36 2.01 379,353,200,000,000

2000 6.08 9.35 1,389,769,900,000,000

2001 8.1 12.55 1,440,405,700,000,000

2002 9.06 10.03 1,505,216,400,000,000

2003 10.3 5.06 1,577,171,300,000,000

2004 10.8 6.4 1,656,516,800,000,000

2005 11.2 17.11 1,750,815,200,000,000

2006 10.28 6.6 1,847,126,700,000,000

2007 9.11 6.59 1,964,327,300,000,000

2008 8.39 11.06 2,082,315,900,000,000

2009 7.87 2.78 2,176,975,500,000,000


(67)

Lampiran 2

Hasil Regresi OLS Awal

Dependent Variable: TPT Method: Least Squares Date: 07/16/11 Time: 07:53 Sample: 1980 2010

Included observations: 31

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -46.55539 6.226138 -7.477411 0.0000

LOGINF 0.075756 0.470750 0.160926 0.8733

LOGPDB 1.557591 0.181821 8.566606 0.0000

R-squared 0.725093 Mean dependent var 5.407097

Adjusted R-squared 0.705457 S.D. dependent var 3.078251 S.E. of regression 1.670622 Akaike info criterion 3.956035

Sum squared resid 78.14736 Schwarz criterion 4.094808

Log likelihood -58.31854 F-statistic 36.92640

Durbin-Watson stat 0.631093 Prob(F-statistic) 0.000000


(1)

Hasil Regresi LogINF, LogINV dan LogBN

Dependent Variable: TPT Method: Least Squares Date: 08/14/11 Time: 22:37 Sample (adjusted): 1980 2009

Included observations: 30 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -46.75558 5.165447 -9.051604 0.0000 LOGINF 0.378335 0.396377 0.954485 0.3486 LOGINV -0.358964 0.270950 -1.324834 0.1968 LOGBN 1.967779 0.245865 8.003500 0.0000

R-squared 0.844229 Mean dependent var 5.340333 Adjusted R-squared 0.826255 S.D. dependent var 3.107963 S.E. of regression 1.295482 Akaike info criterion 3.479209 Sum squared resid 43.63513 Schwarz criterion 3.666035 Log likelihood -48.18813 F-statistic 46.97055 Durbin-Watson stat 0.728028 Prob(F-statistic) 0.000000


(2)

Hasil Regresi LogPMA, LogPMDN dan LogBN

Dependent Variable: TPT Method: Least Squares Date: 08/15/11 Time: 00:21 Sample (adjusted): 1980 2009

Included observations: 30 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -18.31163 10.90570 -1.679087 0.1051 LOGPMA 1.378122 0.541705 2.544045 0.0172 LOGPMDN -1.605295 0.529709 -3.030522 0.0055 LOGBN 0.961462 0.390686 2.460959 0.0208

R-squared 0.875829 Mean dependent var 5.340333 Adjusted R-squared 0.861501 S.D. dependent var 3.107963 S.E. of regression 1.156642 Akaike info criterion 3.252484 Sum squared resid 34.78331 Schwarz criterion 3.439310 Log likelihood -44.78726 F-statistic 61.12936 Durbin-Watson stat 0.761483 Prob(F-statistic) 0.000000


(3)

Hasil Regresi LogPMA, LogPMDN dan LogPDB

Dependent Variable: TPT Method: Least Squares Date: 08/15/11 Time: 07:13 Sample (adjusted): 1980 2009

Included observations: 30 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -7.991261 8.165579 -0.978652 0.3368 LOGPMA 1.833018 0.405242 4.523269 0.0001 LOGPMDN -2.214482 0.401113 -5.520848 0.0000 LOGPDB 0.752619 0.332482 2.263635 0.0322

R-squared 0.872109 Mean dependent var 5.340333 Adjusted R-squared 0.857353 S.D. dependent var 3.107963 S.E. of regression 1.173837 Akaike info criterion 3.281998 Sum squared resid 35.82520 Schwarz criterion 3.468824 Log likelihood -45.22997 F-statistic 59.09952 Durbin-Watson stat 0.932806 Prob(F-statistic) 0.000000


(4)

Hasil Regresi LogPMA, LogPMDN dan LogINF

Dependent Variable: TPT Method: Least Squares Date: 08/15/11 Time: 07:14 Sample (adjusted): 1980 2009

Included observations: 30 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 4.235272 6.839126 0.619271 0.5411 LOGPMA 2.594544 0.246609 10.52087 0.0000 LOGPMDN -2.539314 0.403969 -6.285919 0.0000 LOGINF -0.319802 0.377909 -0.846240 0.4051

R-squared 0.851008 Mean dependent var 5.340333 Adjusted R-squared 0.833817 S.D. dependent var 3.107963 S.E. of regression 1.266978 Akaike info criterion 3.434711 Sum squared resid 41.73604 Schwarz criterion 3.621538 Log likelihood -47.52067 F-statistic 49.50218 Durbin-Watson stat 0.995033 Prob(F-statistic) 0.000000


(5)

Data Pengeluaran Pemerintah Dan Investasi

Ket = BN (Pengeluaran Pemerintah

obs BN INV

1980 5,800,000,000,000 2,275,119,810,000 1981 6,977,600,000,000 2,865,258,350,000 1982 6,996,300,000,000 5,466,573,834,000 1983 8,411,800,000,000 8,996,671,616,000 1984 9,428,900,000,000 3,487,561,400,000 1985 11,951,500,000,000 4,817,565,775,000 1986 13,559,300,000,000 6,440,208,800,000 1987 17,482,000,000,000 13,847,765,000,000 1988 20,739,000,000,000 22,104,173,300,000 1989 24,331,000,000,000 28,431,948,500,000 1990 29,998,000,000,000 76,512,340,100,000 1991 29,998,000,000,000 58,570,974,400,000 1992 30,227,000,000,000 50,628,138,400,000 1993 34,031,000,000,000 56,634,662,000,000 1994 40,290,000,000,000 113,466,360,000,000 1995 43,179,000,000,000 162,045,367,000,000 1996 52,541,000,000,000 172,041,726,000,000 1997 62,561,000,000,000 277,194,025,000,000 1998 89,610,000,000,000 169,593,177,000,000 1999 231,900,000,000,000 130,873,260,000,000 2000 221,900,000,000,000 248,145,360,000,000 2001 354,500,000,000,000 215,397,360,000,000 2002 328,100,000,000,000 112,822,154,000,000 2003 377,200,000,000,000 160,283,748,000,000 2004 435,700,000,000,000 132,639,742,000,000 2005 509,419,000,000,000 118,318,127,000,000 2006 699,099,000,000,000 74,700,940,000,000 2007 757,886,000,000,000 132,284,346,000,000 2008 981,609,000,000,000 183,205,230,000,000 2009 848,763,000,000,000 139,462,780,000,000


(6)

Data PMA Dan PMDN

obs PMA PMDN

1980 685,219,810,000 2,780,411,000,000

1981 480,358,350,000 1,404,229,000,000

1982 1,699,473,834,000 3,764,448,000,000

1983 2,422,471,616,000 3,975,174,000,000

1984 1,204,061,400,000 3,938,819,000,000

1985 1,027,465,775,000 3,830,272,000,000

1986 1,734,208,800,000 4,125,836,000,000

1987 3,164,865,000,000 11,404,051,000,000

1988 7,690,073,300,000 15,680,945,000,000

1989 8,792,448,500,000 21,907,013,000,000

1990 16,633,940,100,000 59,878,400,000,000

1991 17,486,174,400,000 41,084,800,000,000

1992 21,286,438,400,000 29,341,700,000,000

1993 17,184,262,000,000 39,450,400,000,000

1994 60,177,260,000,000 53,289,100,000,000

1995 92,192,367,000,000 69,853,000,000,000

1996 71,326,526,000,000 100,715,200,000,000

1997 157,321,125,000,000 119,872,900,000,000

1998 108,843,877,000,000 60,749,300,000,000

1999 77,323,260,000,000 53,550,000,000,000

2000 154,248,260,000,000 93,897,100,000,000

2001 156,581,360,000,000 58,816,000,000,000

2002 87,514,554,000,000 25,307,600,000,000

2003 111,798,948,000,000 48,484,800,000,000

2004 95,499,342,000,000 37,140,400,000,000

2005 133,484,520,000,000 30,665,000,000,000

2006 140,927,520,000,000 20,788,400,000,000

2007 378,133,290,000,000 34,878,700,000,000

2008 116,348,100,000,000 20,363,400,000,000

2009 101,662,880,000,000 37,799,900,000,000