Pengaruh kosumsi, investasi dan kridit perbankan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia periode 1980-2010

(1)

PENGARUH KONSUMSI, INVESTASI DAN KREDIT

PERBANKAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI

INDONESIA PERIODE 1980-2010

Oleh

Dyta Herdiana

107084000332

PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Biodata Diri:

Nama Lengkap : Dyta Herdiana Jenis Kelamin : Wanita

Tempat/tgl. Lahir : Jakarta, 28 Desember 1988 Agama : Islam

Alamat : Jl. Lamtoro Rt 002 Rw 016 No. 39 Pamulang Timur Pamulang - Tangerang Selatan 15417

Pendidikan Formal:

1. Periode 1994 - 1995 : TK Dahlia Cirendeu 2. Periode 1995 - 2001 : SDN Cirendeu 1 3. Periode 2001 - 2004 : SMPN 1 Ciputat 4. Periode 2004 - 2007 : SMAN 1 Ciputat

5. Periode 2007 - 2011 : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Latar Belakang Keluarga: 1. Ayah : Karmilan 2. Ibu : Sumirah

3. Alamat : Jl. Lamtoro Rt 002 Rw 016 No. 39 Pamulang Timur Pamulang- Tangerang Selatan 15417

Pengalaman Kerja:

1. Karyawan part time Chezs Rose Restaurant (2008)

2. Karyawan magang Koperasi Karyawan Universitas Terbuka (2010) 3. Auditor Kantor Akuntan Publik Abdi Ichjar (2011)


(7)

ABSTRACT

This study aims to analyze the influence of consumption, investment, and credit against the growth of Gross Domestic Product (GDP) in Indonesia in the short and long term. The analysis was done using annual time series data which published by Indonesian National Statistical Bureau period 1980 to 2010. The method which is used in this study apply model dynamic Error Correction Model (ECM), which is introduced by Engle and Granger.

The results show that the consumption and credit variables in long term were significantly positive influences the growth of Gross Domestic Product (GDP) in Indonesia, while investment variable was significantly negative influences the growth of Gross Domestic Product (GDP) in Indonesia. In short term the consumption was only variable which significantly positive influence the growth of Gross Domestic Product (GDP) in Indonesia, while investment and credit have no significantly influences the growth of GDP in Indonesia.

Keywords: Gross Domestic Product (GDP), consumption, investment, credit, Error Correction Model (ECM)


(8)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh tingkat konsumsi, investasi dan kredit perbankan dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia. Analisis dilakukan dengan menggunakan data runtut waktu tahunan yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) periode 1980 hingga 2010. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah model dinamis Error Correction Model

(ECM) yang diperkenalkan oleh Engle dan Granger.

Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel konsumsi dan kredit perbankan dalam jangka panjang berpengaruh signifikan positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia, sedangkan variabel investasi berpengaruh signifikan negatif terhadap PDB Indonesia. Dalam jangka pendek hanya variabel konsumsi yang berpengaruh signifikan positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia, sedangkan variabel investasi dan kredit tidak berpengaruh terhadap PDB di Indonesia.

Kata kunci: Produk Domestik Bruto (PDB), konsumsi, investasi, kredit perbankan, Error Correction Model (ECM)


(9)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga atas bimbingan, pertolongan, dan kasih sayang-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “PENGARUH KONSUMSI, INVESTASI DAN KREDIT PERBANKAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA PERIODE 1980-2010 ”.

Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Strata Satu Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya akan keterbatasan dan kekurangan yang ada. Serta penulis menyadari betul bahwa penulisan skripsi ini tidak akan berhasil tanpa adanya usaha, bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sudah sepantasnya penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Orang tuaku tercinta, terima kasih. atas seluruh pengorbanan yang telah Kalian berikan dengan penuh ketulusan, seluruh do`a yang Kalian panjatkan dengan penuh keikhlasan. Jasa-jasa Kalian tidak akan pernah bisa aku balas sampai kapanpun. Oleh karena itu aku berdo`a semoga Allah Azza Wa Jalla

mengampuni dosa-dosa Kalian dan membalasnya dengan kebaikan yang sangat banyak. Allahumma aamiiinn.

2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Drs. Lukman, M. Si, selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni, selaku dosen pembimbing skripsi I yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini


(10)

5. Bapak Zuhairan Yunmi Yunan, SE, M. Sc, sebagai dosen pembimbing skripsi II yang selalu memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini hingga terselesaikannya skripsi ini dengan baik.

6. Seluruh dosen dan staf pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama masa kuliah.

7. Adikku Ricky dan sepuku-sepupuku yang aku sayangi, setelah selesai perjuangan skripsi ayo kita lanjukan petualangan....terima kasih Dina atas

supportnya, ayo tetap semangat!

8. Saudara-saudara seimanku, teman-teman senasib dan seperjuanganku, Keluarga Besar IESP 2007: Ade, Elva, Ocha, Eti, Tio, Widhi, Mario, dan semuanya yang namanya tidak bisa disebutkan satu per satu, senang sekali bisa kenal kalian semua. Terima kasih atas bantuannya. Semangat-semangat!!! Special syukron for Mawaddah dan Selamet yang baik hati terima kasih untuk semua bantuannya, terutama untuk berbagi ilmu mengolah data.

9. Dan kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian skripsi ini. Jazakumullahu khoyron katsiron.

Harapan penulis, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca sebagai wacana dan menambah wawasan. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu penulis tidak menutup diri untuk menerima kritik dan saran yang bersifat membangun.

Jakarta, Agustus 2011


(11)

DAFTAR ISI

Cover

Lembar Pengesahan skripsi ... ii

Lembar Pengesahan Ujian Skripsi ... iii

Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif ... iv

Lembar Pernyataan Keaslian Skripsi ... v

Daftar Riwayat Hidup ... vi

Abstract ... viii

Abstrak ... viii

Kata Pengantar ... ix

Daftar Tabel ... xi

Daftar Gambar ... xiv

Daftar lampiran ... xv

Daftar Isi... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsumsi ... 13

1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi ... 13

2. Teori Konsumsi Keynes ... 16

B. Investasi... 18

1. Jenis-Jenis Investasi ... 19

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Investasi ... 20

C. Kredit Perbankan ... 22


(12)

D. Pertumbuhan Ekonomi ... 28

E. Keterkaitan Antar Variabel ... 34

1. Peran Konsumsi terhadap Pertumbuhan Ekonomi ... 34

2. Peran Investasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi ... 35

3. Peran Kredit Perbankan terhadap Pertumbuhan Ekonomi ... 36

F. Penelitian Sebelumnya ... 38

G. Kerangka Pemikiran ... 46

H. Hipotesis ... 48

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ... 49

B. Metode Penentuan Sampel ... 49

C. Metode Pengumpulan Data ... 49

D. Metode Analisis ... 50

1. Uji Asumsi Klasik ... 50

a. Uji Normalitas ... 50

b. Multikolinearitas ... 51

c. Heteroskedastisitas ... 52

d. Autokorelasi ... 53

2. Uji Stasioneritas ... 54

a. Uji Akar-Akar Unit ... 54

b. Uji Derajat Integrasi ... 55

3. Uji Kointegrasi ... 56

4. Pendekatan Error Correction Model (ECM) ... 59

E. Operasional Variabel Penelitian ... 61

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ... 63

1. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ... 63

2. Perkembangan Konsumsi di Indonesia ... 64

3. Perkembangan Investasi di Indonesia ... 66

4. Perkembangan Kredit Perbankan di Indonesia ... 69


(13)

1. Uji Asumsi Klasik ... 72

a. Uji Normalitas ... 72

b. Multikolinearitas ... 73

c. Heteroskedastisitas ... 75

d. Autokorelasi ... 75

2. Uji Akar-Akar Unit ... 77

3. Uji Derajat Integrasi ... 78

4. Uji Kointegrasi ... 79

5. Pendekatan Error Correction Term (ECM) ... 81

a. Pengaruh Konsumsi terhadap PDB ... 84

b. Pengaruh Investasi terhadap PDB ... 87

c. Pengaruh Kredit Perbankan terhadap PDB ... 89

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan ... 92

B. Implikasi ... 93

DAFTAR PUSTAKA ... 95


(14)

DAFTAR TABEL

No. Keterangan Halaman

2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu ... 44

4.1 Hasil Uji Correlation Matrix ... 77

4.2 Hasil Uji White Heteroskedasticity Test ... 78

4.3 Hasil regresi LM-Test ... 80

4.4 Hasil Penyembuhan LM-Test ... 80

4.5 Hasil Estimasi Akar-akar Unit Pada Level ... 74

4.6 Hasil Estimasi Akar-akar Unit Pada Derajat Integrasi Pertama ... 75

4.7 Nilai Regresi Uji Kointegrasi ... 76


(15)

DAFTAR GAMBAR

No. Keterangan Halaman

2.1 Kerangka Berpikir ... 48

4.1 Perkembangan Pertumbuhan PDB IndonesiaPeriode 1980-2010 ... 64

4.2 Perkembangan Konsumsi Periode 1980-2010 ... 66

4.3 Perkembangan Investasi Periode 1980-2010 ... 67

4.4 Perkembangan Kredit Perbankan Periode 2003-2009 ... 70


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Keterangan Halaman

1 Data Penelitian ... 98

2 Hasil Estimasi Uji Asumsi Klasik ... 99

3 Hasil Estimasi Uji Akar-Akar Unit ... 102

4 Hasil Estimasi Uji Derajat Integrasi ... 106

5 Hasil Estimasi Uji Kointegrasi ... 110

6 Hasil Estimasi Model Dinamis ECM ... 111


(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai suatu proses pertumbuhan output perkapita dalam jangka panjang. Hal ini berarti, bahwa dalam jangka panjang, kesejahteraan tercermin pada peningkatan output perkapita yang sekaligus memberikan banyak alternatif dalam mengkonsumsi barang dan jasa, serta diikuti oleh daya beli masyarakat yang semakin meningkat (Boediono, 1993: 1-2).

Pertumbuhan ekonomi juga bersangkut paut dengan proses peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat. Dapat dikatakan, bahwa pertumbuhan menyangkut perkembangan yang berdimensi tunggal dan diukur dengan meningkatnya hasil produksi dan pendapatan. Dalam hal ini berarti terdapatnya kenaikan dalam pendapatan nasional yang ditunjukkan oleh besarnya nilai Produk Domestik Bruto (PDB).

Indonesia, sebagai suatu negara yang sedang berkembang berusaha dengan giat melaksanakan pembangunan secara berencana dan bertahap, tanpa mengabaikan usaha pemerataan dan kestabilan. Pembangunan nasional mengusahakan tercapainya pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, yang pada akhirnya memungkinkan terwujudnya peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan seluruh rakyat (Yunan, 2009: 2).


(18)

Resesi ekonomi dunia yang telah berlangsung sejak awal tahun 1980-an, telah mempengaruhi perkembangan indonesia pada tahun 1983. Oleh karena itu laju pertumbuhan ekonomi menurut harga konstan 1983 hanya mencapai sebesar 4.20% dari beberapa tahun sebelumnya rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih besar dari 5%. Penurunan laju pertumbuhan ekonomi ini disebabkan antara lain menurunnya harga minyak dunia sehingga penerimaan ekspor menurun (Statistik Indonesia, 1984).

Secara umum kondisi perekonomian Indonesia mengalami berbagai tekanan, baik yang disebabkan oleh faktor eksternal maupun faktor internal. Walaupun antara kurun waktu 1980-an sampai pertengahan 1990-an perekonomian Indonesia menunjukan perkembangan yang cukup baik, tetapi secara keseluruhan perkembangan ekonomi Indonesia sampai akhir tahun 1997 mengalami perlambatan yang cukup berarti pada paruh kedua tahun 1997 karena mulai terjadi krisis moneter khususnya kejatuhan nilai tukar dan ditambah lagi dengan meningkatnya utang luar negeri Indonesia yang jatuh tempo menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia turun secara drastis.

Ditinjau dari sisi permintaan, penurunan pertumbuhan ekonomi diakibatkan oleh melemahnya permintaan domestik khusunya konsumsi rumah tangga dan investasi swasta. Sedangkan dari sisi penawaran, perlambatan ini terjadi pada sektor-sektor yang memiliki pangsa yang cukup besar terhadap total pertumbuhan ekonomi Indonesia seperti sektor industri pengolahan, sektor pertanian dan sektor perdagangan. Hal ini terjadi karena adanya kenaikan biaya impor bahan baku dan pembayaran utang yang jatuh


(19)

tempo dan keduanya dipacu oleh tekanan nilai tukar dan ketatnya likuditas perbankan nasional (Statistik Indonesia, 1999).

Perkembangan konsumsi masyarakat di Indonesia dari tahun 1980 sampai dengan 1997 mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Seiring pertambahan penduduk, konsumsi dari tahun ke tahun penduduk Indonesia selalu meningkat, kebutuhan masyarakat atas barang dan jasa juga menunjukkan peningkatan. Namun pada pertengahan tahun 1997 sampai tahun 1998, konsumsi masyarakat di Indonesia mengalami penurunan karena terjadi krisis nilai tukar rupiah yang terus mengalami penurunan (depresiasi), yang kemudian disusul dengan krisis moneter dan pada akhirnya berubah menjadi krisis ekonomi yang menimbulkan konsekuensi terhadap ketidakstabilan perekonomian Indonesia.

Walaupun satu atau dua tahun setelah krisis ekonomi 1998, ekonomi Indonesia sudah kembali menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang positif, namun hingga saat ini pertumbuhannya rata-rata per tahun relatif masih lambat dibandingkan negara-negara tetangga yang juga terkena krisis seperti Korea Selatan dan Thailand, atau masih jauh lebih rendah dibandingkan pertumbuhan rata-rata per tahun yang pernah dicapai oleh pemerintahan Orde Baru (ORBA), khususnya pada periode 1980-an hingga pertengahan 1990-an. Salah satu penyebabnya adalah masih belum intensifnya kegiatan investasi, termasuk arus investasi dari luar negeri maupun dalam negeri.

Di negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia tidak mempunyai sumber dana yang cukup guna membiayai pembangunan


(20)

negerinya atau terbatasnya akumulasi berupa kapital tabungan di dalam negeri. Selain itu dikarenakan oleh rendahnya produktivitas dan tingginya konsumsi.

Penggairahan iklim investasi di Indonesia dimulai dengan diundangkannya Undang-Undang No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Pemberlakuan undang-undang ini menyusul tampilnya rezim orde baru memegang tampuk pemerintahan. Sebelumnya, dalam pemerintahan orde lama, Indonesia sempat menentang kehadiran investasi dari luar negeri. Ketika itu tertanam keyakinan bahwa modal asing hanya akan menggerogoti kedaulatan negara. Undang-undang UU No.6 Tahun 1968 tentang PMDN kemudian dilengkapi dan disempurnakan dengan UU No.12 Tahun 1970. Perbaikan iklim penanaman modal tak henti-hentinya dilakukan pemerintah, terutama sejak awal pelita IV atau tepatnya tahun 1984 (Dumairy, 1996: 132).

Semenjak diberlakukannya Undang-Undang No. 6 Tahun 1968 dan No. 12 Tahun 1970 tentang PMDN, investasi cenderung terus meningkat dari waktu ke waktu. Walaupun demikian, pada tahun-tahun tertentu sempat juga terjadi penurunan. Kecenderungan peningkatan bukan hanya berlangsung pada investasi oleh kalangan masyarakat atau sektor swasta, baik PMDN maupun PMA, namun juga penanaman modal oleh pemerintah. Ini berarti pembentukan modal domestik bruto meningkat dari tahun ke tahun.

Penanaman modal oleh dunia usaha meningkat pesat terutama dalam dasawarsa 1980-an sesudah pemerintah meluncurka sejumlah paket


(21)

kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi. Dalam dasawarsa 1970-an sebagian besar penanaman modal negeri berasal dari sektor pemerintah. Keadaan tersebut sekarang telah berbalik. Selama paruh pertama dasawarsa 1990-an sebagian besar investasi domestik berasal dari dunia usaha dan masyarakat. Investasi oleh pemerintah sendiri juga tetap bertambah sejalan dengan meningkatnya kebutuhan akan sarana dan prasarana serta pelayanan dasar lainnya (Dumairy, 1996: 133).

Pada tahun 1970-an, peranan investasi swasta mengalami penurunan seiring dengan meningkat pesatnya investasi pemerintah. Namun pada masa sewindu berikutnya, periode awal 1980-an hingga tahun 1987, sejalan dengan merosotnya penerimaan pemerintah dari sector minyak bumi serta membengkaknya pembayaran utang luar negeri, peranan investasi pemerintah menurun. Sebaliknya, peranan investasi swasta meningkat. Kemudian, sejajar dengan membaiknya lagi penerimaan pemerintah yang kali ini karena kenaikan pesat penerimaan pajak, peranan investasi pemerintah pun meningkat kembali, sehingga kontribusi relatif investasi swasta sedikit menurun.

Perkembangan investasi sepanjang Pembangunan Jangka Panjang I bahkan melebihi pertumbuhan produksi nasional. Rasio investasi terhadap produksi nasional melonjak cukup berarti, dari semula 18 persen menjadi kemudian 30,5 persen. Lonjakan rasio ini merupakan pertanda kenaikan kapasitas produksi nasional. Semua itu dimungkinkan berkat digulirkannya kebijaksanaan-kebijaksanaan penyederhanaan prosedur dan pelunakan


(22)

persyaratan, sehingga calon-calon investor tertarik untuk menanamkan modal mereka (Dumairy, 1996: 133). Namun tak kalah pentingnya, kenaikan investasi yang cukup berarti itu juga dimungkinkan berkat berkat kenaikan dalam sumber pembiayaannya, baik dari tabungan dalam negeri maupun dana dari luar negeri.

Indonesia menghadapi berbagai tantangan dalam mencerahkan iklim investasinya di masa datang, baik secara internal di dalam negeri sendiri maupun secara eksternal dari negara lain. Di dalam negeri, tantangan itu antara lain masih belum memadainya ketersediaan sarana dan prasarana perekonomian yang berupa barang publik. Sementara keuangan pemerintah justru harus dikelola lebih efisien, kalangan swasta biasanya enggan atau tidak tertarik untuk menanam modal bagi penyediaan barang publik. Tantangan lain adalah rendahnya produktivitas pekerja dan efisiensi produksi, kelangkaan tenaga kerja terampil, serta kurang terjaminnya kepastian hukum bagi investor, khususnya investor asing. Tantangan eksternalnya antara lain berupa persaingan iklim investasi dengan beberapa negara di kawasan Asia lainnya, terutama China, Vietnam, Thailand dan India (Dumairy, 1996: 134).

Dilihat dari periode sebelum dan sesudah krisis moneter peran investasi baik investasi pemerintah maupun investasi swasta mengalami peningkatan yang pesat dan juga mengalami penurunan di tahun-tahun tertentu. Proporsi investasi di dalam PDB dan pesatnya pertumbuhan investasi tidak berarti pembangunan ekonomi berjalan dengan baik dan begitu pula sebaliknya, karena yang penting bukan besarnya investasi dalam nilai uang


(23)

atau jumlah proyek, tetapi bagaimana efisiensi atau produktivitas dari investasi tersebut.

Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, sumber utama pembiayaan investasi di Indonesia masih didominasi oleh penyaluran kredit perbankan. Seperti halnya di negara-negara berkembang lain, perbankan dalam perekonomian Indonesia mendominasi keseluruhan sektor keuangan dilihat dari segi pemilikan aset, pengumpulan dana maupun dana tersebut dalam perekonomian.

Perkembangan Perbankan yang terjadi di Indonesia dengan hadirnya Reformasi Perbankan 1983 dan Reformasi Perbankan 1988 memiliki implikasi penting bagi perkembangan perekonomian nasional. Pada bulan maret 1983 pemerintah Indonesia memperkenalkan suatu program pengukuran sektor keuangan yang akan mengubah bentuk sistem perbankan nasional sebagai suatu program internasional termasuk transformasi pajak, regulasi perdagangan internasional, dan pasar keuangan lainnya dan kemudian disusul dengan deregulasi perbankan di tahun 1988. dengan deregulasi tersebut, pemerintah memberikan kebebasan kepada bank, baik untuk menentukan suku bunga maupun dalam memberikan kredit, yang sebelumnya baik bunga maupun kredit diatur melalui batas dan pagu tertentu. Kedua refomasi ini mendorong peningkatan penghimpunan dana masyarakat dan pemberian kredit oleh masing-masing bank (Rafika Sari, 2006: 2).

Pembangunan ekonomi di suatu negara sangat bergantung pada perkembangan dinamis dan kontribusi nyata dari sektor perbankan. Ketika


(24)

sektor perbankan terpuruk perekonomian nasional juga ikut terpuruk. Demikian pula sebaliknya, ketika perekonomian mengalami stagnasi sektor perbankan juga terkena imbasnya dimana fungsi intermediasi tidak berjalan normal (Kiryanto, 2007: 2). Krisis Moneter 1997-1998 yang melanda perekonomian Indonesia telah berimbas pada sektor perbankan. Krisis yang diawali dengan devaluasi nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS telah menimbulkan ledakan kredit macet dan melunturkan kepercayaan masyarakat kepada lembaga perbankan, yang pada gilirannya melemahkan fungsi intermediasi perbankan. Masyarakat kala itu banyak menarik dananya (rush) yang ada di bank swasta dan mengalihkannya ke bank yang dianggap aman (flight tosafety), yakni bank asing dan bank BUMN. Untuk mencegah hal ini bank-bank mematok suku bunga dananya dengan sangat tinggi, yang diikuti dengan penyesuaian suku bunga kredit. Penyaluran kredit perbankan praktis terhenti karena sektor riil tidak mampu menyerap dana yang mahal harganya

Dari uraian di atas, konsumsi dan investasi adalah unsur paling esensial bagi sebuah perekonomian. Banyak alasan yang menyebabkan analisis makro ekonomi perlu memperhatikan tentang konsumsi rumah tangga secara mendalam. Alasan pertama, konsumsi rumah tangga memberikan pemasukan kepada pendapatan nasional. Di kebanyakaan negara pengeluaran konsumsi sekitar 60-75 persen dari pendapatan nasional. Alasan yang kedua, konsumsi rumah tangga mempunyai dampak dalam menentukan fluktuasi kegiataan ekonomi dari satu waktu ke waktu lainnya. Konsumsi seseorang berbanding lurus dengan pendapatannya (Sukirno, 2003: 338).


(25)

Sedangkan sektor keuangan memegang peranan yang sangat signifikan dalam memicu pertumbuhan ekonomi suatu negara. Sektor keuangan menjadi lokomotif pertumbuhan sektor riil via akumulasi kapital dan inovasi teknologi. Lebih tepatnya, sektor keuangan mampu memobilisasi tabungan. Mereka menyediakan para peminjam berbagai instrumen keuangan dengan kualitas tinggi dan resiko rendah. Hal ini akan menambah investasi dan akhirnya mempercepat pertumbuhan ekonomi (Inggrid, 2006: 40).

B. Perumusan Masalah

Konsumsi rumah tangga mempunyai dampak dalam menentukan fluktuasi kegiataan ekonomi dari satu waktu ke waktu lainnya. Konsumsi seseorang berbanding lurus dengan pendapatannya. Pengeluaran konsumsi seseorang adalah bagian pendapatannya yang dibelanjakan. Bagian pendapatan yang tidak dibelanjakan disebut tabungan. Secara agregat, pengeluaran konsumsi masyarakat berbanding lurus dengan pendapatan nasional. Semakin besar pendapatan, semakin besar pula pengeluaran konsumsi. Apabila pengeluaran-pengeluaran konsumsi dari semua orang dalam suatu negara dijumlahkan, maka hasilnya adalah pengeluaran konsumsi masyarakat negara yang bersangkutan (Dumairy, 1996: 114).

Di lain pihak jika tabungan semua orang di sebuah negara dijumlahkan, hasilnya adalah tabungan masyarakat negara tersebut. Selanjutnya, tabungan masyarakat bersama-sama dengan tabungan pemerintah membentuk tabungan nasional yang merupakan sumber dana untuk investasi.


(26)

Namun hampir semua negara berkembang merasakan bahwa tabungan masyarakat dan tabungan pemerintah kurang cukup untuk membiayai prgram pembangunan dan untuk mencapai suatu tingkat pertumbuhan tertentu. Kekurangan ini dapat diperoleh dan dipenuhi dapat dipenuhi dari modal luar negeri. Pembiayaan pembangunan baik dari pemerintah maupun swasta berupa penanaman modal atau investasi sangat penting bagi pembangunan ekonomi pada khususnya dan pembangunan yang dialokasikan ke dalam proyek pembangunan, berarti akan menambah kapital yang ada dalam suatu perekonomian, selanjutnya tambahan kapital tersebut akan berakibat pada peningkatan taraf hidup masyarakat dimana salah satu indikatornya adalah pertumbuhan ekonomi pada masyakat suatu negara tersebut karena investasi merupakan kegiatan untuk mentransformasikan sumber daya potensial menjadi kekuatan ekonomi riil. Sumber daya alam yang ada di masing-masing daerah diolah dan dimanfaatkan untuk meningkatkan kemakmuran seluruh rakyat secara adil dan merata.

Sebagaimana umumnya negara berkembang, sumber utama pembiayaan investasi di Indonesia masih didominasi oleh penyaluran kredit perbankan. Dengan demikian wajar apabila melambatnya penyaluran kredit perbankan di Indonesia setelah krisis 1997 dituding sebagai salah satu penyebab lambatnya pemulihan ekonomi Indonesia dibandingkan negara Asia lainnya yang terkena krisis (Korea Selatan dan Thailand). Meskipun kondisi makroekonomi dalam beberapa tahun terakhir relatif membaik, tercermin dari terkendalinya laju inflasi, stabilnya nilai tukar, dan turunnya suku bunga,


(27)

namun kredit yang disalurkan perbankan belum cukup menjadi mesin pendorong pertumbuhan ekonomi untuk kembali pada level sebelum krisis, yang berarti bahwa fungsi intermediasi perbankan masih belum pulih atau terjadi disintermediasi perbankan. Laporan Bank Indonesia (2003) menunjukkan bahwa belum pulihnya fungsi intermediasi perbankan antara lain disebabkan oleh masih berlangsungnya konsolidasi internal perbankan dan belum mampunya sektor riil menyerap kredit.

Sementara itu, konsolidasi internal perbankan seperti penerapan good corporate governance dan pengelolaan risiko yang baik masih merupakan proses yang dilaksanakan oleh perbankan. Semua hal tersebut sangat dicermati oleh perbankan karena pengaruhnya pada kecukupan modal perbankan atau CAR ( Capital Adequacy Ratio). Di sisi lain, dalam kondisi resesi ekonomi setelah krisis, penurunan kredit perbankan dapat juga terjadi karena melemahnya permintaan kredit dari sektor swasta akibat rendahnya prospek investasi dan belum pulihnya kondisi keuangan perusahaan.

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Seberapa besar pengaruh jangka pendek dan jangka panjang variabel konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah dan kredit perbankan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia periode 1980-2010?


(28)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas tujuan penelitian ini adalah : Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh jangka pendek dan jangka panjang variabel konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, dan kredit perbankan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia periode 1980-2010.

D. Manfaat Penelitian

Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi :

1. Pemerintah (policy maker), sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan yang akan diambil khususnya kebijaksanaan yang berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

2. Akademisi, sebagai sumbangan informasi pengetahuan secara teoritis dan praktis bagi dunia akademik.

3. Penulis, untuk memperluas informasi dan wawasan mengenai pertumbuhan ekonomi Indonesia serta mengaplikasikan teori-teori ekonomi yang telah diperoleh dalam perkuliahan di program studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IESP) Fakutas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsumsi

Konsumsi mempunyai pengertian yaitu barang dan jasa akhir yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Barang dan jasa akhir yang dimaksud adalah barang dan jasa yang sudah siap dikonsumsi oleh konsumen. Barang konsumsi ini terdiri dari barang konsumsi sekali habis dan barang konsumsi yang dapat dipergunakan lebih dari satu kali (Nopirin, 1997). Fungsi konsumsi dapat dinyatakan dalam persamaan:

C = a + bY (2.1)

Dimana a adalah konsumsi rumah tangga ketika pendapatan nasional adalah 0, b adalah kecondongan konsumsi marginal, C adalah tingkat konsumsi dan Y adalah tingkat pendapatan nasional.

1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Konsumsi a. Pendapatan rumah tangga

Pendapatan pada dasarnya merupakan balas jasa yang diterima pemilik faktor produksi atas pengorbanannya dalam proses produksi. Masing-masing faktor-produksi seperti tanah akan memperoleh balas jasa dalam bentuk sewa, tenaga kerja akan memperoleh balas jasa berupa upah atau gaji, modal akan memperoleh balas jasa dalam bentuk bunga modal, serta keahlian termasuk para enterpreneur akan memperoleh balas jasa dalam bentuk laba (Sadono Sukirno, 2003). Pendapatan rumah tangga


(30)

amat besar pengaruhnya terhadap tingkat konsumsi. Biasanya makin tinggi pendapatan, tingkat konsumsi makin tinggi pula. Karena ketika pendapatan meningkat, kemampuan rumah tangga untuk membeli aneka kebutuhan konsumsi makin besar, atau mungkin juga pola hidup makin konsumtif.

b. Kekayaan rumah tangga

Tercakup dalam pengertian kekayaan rumah tangga adalah kekayaan riil dan finasial. Kekayaan tersebut dapat meningkatkan konsumsi karena menambah pendapatan disposibel. Efek kekayaan, perubahan tingkat harga akan menyebabkan seorang yang memiliki kekayaan mengalami kenaikan dari kekayaannya tersebut. Pemegang kekayaan akan merasa lebih kaya, sehingga mungkin mereka akan memperbesar pengeluaran konsumsi.

c. Tingkat bunga

Tingkat bunga yang tinggi dapat mengurangi keinginan konsumsi, baik dilihat dari sisi keluarga yang mempunyai kelebihan uang maupun kekurangan uang. Dengan tingkat bunga tinggi maka biaya ekonomi semakin mahal, bagi mereka yang ingin meminjam uang dari bank, biaya bunga akan semakin mahal sehingga lebih baik menunda.

Faktor yang juga penting dalam menentukan jumlah tabungan (yang berarti juga mempengaruhi konsumsi) adalah tingkat bunga. Oleh karena konsumen mempunyai preferensi terhadap barang sekarang daripada barang pada waktu yang akan datang, maka agar konsumen


(31)

bersedia menagguhkan pengeluaran konsumsi diperlukan adanya balas jasa yang disebut bunga. Semakin tinggi tingkat bunga, maka akan semakin besar pula jumlah yang ditabung (konsumsi menjadi semakin sedikit) dan begitu pula sebaliknya.

Keynes mengatakan bahwa faktor utama yang mempengaruhi pengeluaran konsumsi adalah pendapatan atau penghasilan riil, walaupun demikian hal tersebut tidak menghilangkan pengaruh tingkat bunga terhadap alokasi penghasilan antara tabungan dan pengeluaran konsumsi. Akan tetapi tidaklah jelas apakah semakin tinggi tingkat bunga akan menyebabkan tingkat konsumsi semakin sedikit atau semakin tinggi. Karena perubahan tingkat bunga mempunyai dua efek, yaitu efek substitusi (substitution effect) dan efek pendapatan (income effect). Apabila tingkat bunga naik, efek substitusi menyebabkan rumah tangga akan mengkonsumsi lebih sedikit (tabungan lebih besar), sebaliknya efek pendapatan menyebabkan pengeluaran konsumsi menjadi semakin besar (tabungan semakin kecil). Efek totalnya tergantung efek mana yang dominan, apakah efek substitusi atau efek pendapatan.

Bagi golongan masyarakat kaya yang mempunyai APC lebih besar daripada golongan masyarakat miskin, efek penghasilan mungkin lebih besar dari pada efek substitusi apabila tingkat bunganya naik. Sebaliknya golongan masyarakat miskin, efek substitusi lebih dominan dari pada efek pendapatan sehingga apabila tingkat bunga naik maka mereka cenderung akan menabung lebih banyak.


(32)

d. Inflasi

Efek kenaikan tingkat harga umum, adanya kenaikan tingkat harga suatu barang akan menyebabkan efek substitusi dimana konsumen akan mengurangi pembelian barang yang harganya menjadi relatif lebih mahal dan menambah pembelian barang yang harganya relatif lenih murah. Akan tetapi adanya inflasi yaitu kenaikan harga secara umum menyebabkan semua harga barang mengalami kenaikan dan ini menyebabkan terjadinya efek substitusi antara pengeluaran konsumsi dan tabungan. Kenaikan tingkat harga secara umum tidak berarti bahwa harga semua barang mengalami kenaikan harga secara proposional, sehingga ada substitusi antara barang yang satu dengan barang yang lainnya secara terbatas. Bagaimana pengaruh adanya inflasi dengan pengeluaran konsumsi sangat tergantung dari teori mana yang dipilih. Teori menurut Keynes menunjukan hubungan antara pengeluaran konsumsi secara riil dan tingkat penghasilan riil, sehingga adanya inflasi tidak mempengaruhi pengeluaran konsumsi.

2. Teori Konsumsi Keynes

Dalam teorinya Keynes menduga bahwa, kecenderungan mengkonsumsi marginal (marginal propensity to consume) jumlah yang dikonsumsi dalam setiap tambahan pendapatan adalah antara nol dan satu. Kecenderungan mengkonsumsi marginal adalah krusial bagi rekomendasi kebijakan Keynes untuk menurunkan pengangguran yang kian meluas. Kekuatan kebijakan


(33)

fiskal, untuk mempengaruhi perekonomian seperti ditunjukkan oleh pengganda kebijakan fiskal muncul dari umpan balik antara pendapatan dan konsumsi.

Kedua, Keynes menyatakan bahwa rasio konsumsi terhadap pendapatan, yang disebut kecenderungan mengkonsumsi rata-rata (avarage prospensity to consume), turun ketika pendapatan naik. Ia percaya bahwa tabungan adalah kemewahan, sehingga ia barharap orang kaya menabung dalam proporsi yang lebih tinggi dari pendapatan mereka ketimbang si miskin.

Ketiga, keynes berpendapat bahwa pendapatan merupakan determinan konsumsi yang penting dan tingkat bunga tidak memiliki peranan penting. Keynes menyatakan bahwa pengaruh tingkat bunga terhadap konsumsi hanya sebatas teori. Kesimpulannya bahwa pengaruh jangka pendek dari tingkat bunga terhadap pengeluaran individu dari pendapatannya bersifat sekunder dan relatif tidak penting. Berdasarkan tiga dugaan ini, fungsi konsumsi keynes sering ditulis sebagai berikut (N.G Mankiw, 2003: 425-426) :

C = C + cY, C > 0, 0 < c < 1 (2.2) Keterangan :

C = konsumsi

Y = pendapatan disposebel C = konstanta

c = kecenderungan mengkonsumsi marginal

Secara singkat di bawah ini beberapa catatan mengenai fungsi konsumsi Keynes :


(34)

a. Variabel nyata adalah bahwa fungsi konsumsi Keynes menunjukkan hubungan antara pendapatan nasional dengan pengeluaran konsumsi yang keduanya dinyatakan dengan menggunakan tingkat harga konstan. b. Pendapatan yang terjadi disebutkan bahwa pendapatan nasional yang

menentukan besar kecilnya pengeluaran konsumsi adalah pendapatan nasional yang terjadi atau current national income.

c. Pendapatan absolut disebutkan bahwa fungsi konsumsi Keynes variabel pendapatan nasionalnya perlu diinterpretasikan sebagai pendapatan nasional absolut yang dapat dilawankan dengan pendapatan relatif, pendapatan permanen dan sebagainya.

d. Bentuk fungsi konsumsi menggunakan fungsi konsumsi dengan bentuk garis lurus. Keynes berpendapat bahwa fungsi konsumsi berbentuk lengkung (Soediyono Reksoprayitno, 2000: 126).

B. Investasi

Investasi didefinisikan sebagai pengeluaran-pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan peralatan-peralatan produksi dengan tujuan untuk mengganti dan terutama menambah barang-barang modal dalam perekonomian yang akan digunakan untuk memproduksi barang dan jasa di masa depan (Sadono Sukirno, 2000). Dengan kata lain dalam teori ekonomi, investasi berarti kegiatan perbelanjaan untuk meningkatkan kapasitas memproduksi sesuatu dalam perekonomian.


(35)

Dornbusch & Fischer berpendapat bahwa investasi adalah permintaan barang dan jasa untuk menciptakan atau menambah kapasitas produksi atau pendapatan di masa mendatang.

Menurut Sadono Sukirno (2000) kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nasional dan meningkatkan taraf kemakmuran masyarakat. Peranan ini bersumber dari tiga fungsi penting dari kegiatan investasi, yakni:

 investasi merupakan salah satu komponen dari pengeluaran agregat, sehingga kenaikan investasi akan meningkatkan permintaan agregat, pendapatan nasional serta kesempatan kerja;

 pertambahan barang modal sebagai akibat investasi akan menambah kapasitas produksi;

 investasi selalu diikuti oleh perkembangan teknologi. 1. Jenis-Jenis Investasi

a. Autonomous Investment (Investasi Autonom)

Investasi autonom adalah investasi yang besar kecilnya tidak dipengaruhi oleh pendapatan nasional. Artinya tinggi rendahnya pendapatan nasional nasional tidak menentukan jumlah investasi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan.

Investasi ini dilakukan oleh pemerintah (Public Investment), karena disamping biayanya yang sangat besar, investasi ini juga tidak memberikan keuntungan, maka swasta tidak dapat melakukan investasi jenis ini karena


(36)

tidak memberikan keuntungan langsung. Contohnya investasi bendungan saluran irigasi akan dapat meningkatkan produksi hasil pertanian tetapi tidak memberikan keuntungan langsung kepada pemerintah. Selain itu, pembukaan dan pembangunan prasarana jalan juga merupakan investasi otonom. Dengan dibukanya prasarana jalan akan dapat meningkatkan aktifitas perekonomian daerah yang tadinya terisolir.

b. Induced Investment (Investasi Dorongan)

Investasi dorongan adalah investasi yang besar kecilnya sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan baik itu pendapatan daerah ataupun pendapatan pusat atau nasional. Investasi ini diadakan akibat adanya pertambahan permintaan, dimana pertambahan permintaan tersebut sebagai akibat dari pertambahan pendapatan.

Jelasnya apabila pendapatan bertambah maka permintaan akan digunakan untuk tambahan konsumsi sedangkan pertambahan konsumsi pada dasarnya adalah tambahan permintaan dan jika ada tambahan permintaan maka akan mendorong berdirinya pabrik baru atau memperluas pabrik lama untuk dapat memenuhi tambahan permintaan tersebut.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Investasi a. Tingkat Bunga

Tingkat bunga sangat berperan dalam menentukan tingkat ivestasi yang terjadi dalam suatu negara. Apabila tingkat bunga rendah maka tingkat investasi yang terjadi akan tinggi karena kredit dari bank masih


(37)

menguntungkan untuk mengadakan investasi. Sebaliknya jika tingkat bunga tinggi, maka investasi kredit bank rendah.

Ada dua istilah yang dapat digunakan untuk melihat tingkat suku bunga dari investasi yaitu:

1. Marginal Efficiency of Investment (MEI), yang menggambarkan hubungan antara tingkat suku bunga dengan investasi yang dilakukan oleh para pengusaha dalam suatu jangka waktu tertentu.

2. Marginal Efficiency of Capital (MEC), yang menggambarkan hubungan antara tingkat suku bunga dengan penanaman modal yang seharusnya dilakukan untuk usaha-usaha yang tingkat pengembalian modalnya (rate of return) lebih besar dari pada tingkat suku bunga yang menguntungkan.

Keynes mengatakan masalah investasi baik ditinjau dari penentuan jumlahnya maupun kesempatan untuk mengadakan investasi itu sendiri, didasarkan pada konsep Marginal Efficiency of Capital (MEC). MEC merupakan tingkat keuntungan yang diharapkan dari investasi yang dilakukan (return of investment).

b. Peningkatan Aktivitas Perekonomian

Harapan adanya peningkatan perekonomian di masa mendatang, merupakan salah satu faktor penentu untuk mengadakan investasi atau tidak. Kalau ada perkiraan akan terjadi peningkatan perekonomian di masa yang akan datang, walaupun tingkat bunga lebih besar dari tingkat MEC (sebagai penentu investasi), investasi mungkin akan tetap dilakukan oleh


(38)

investor yang instingnya tajam melihat peluang meraih keuntungan yang lebih besar di masa yang akan datang.

c. Kestabilan Politik

Kestabilan politik suatu negara merupakan suatu pertimbangan yang sangat penting untuk menandakan investasi. Karena dengan stabilnya politik negara yang bersangkutan terutama penanaman modal dari luar negeri (Penanaman Modal Asing) tidak akan ada resiko perusahaannya dinasionalisasikan oleh negara bersangkutan (ini dapat terjadi bila ada pergantian rezim yang memerintah negara tersebut).

d. Kemajuan Teknologi

Kemajuan teknologi akan meningkatkan efisiensi produksi dan mengurangi biaya produksi. Dengan demikian kemajuan teknologi yang berlaku di berbagai kegiatan ekonomi akan mendorong lebih banyak investasi. Semakin besar biaya yang diperlukan untuk melakukan perombakan dalam teknologi yang digunakan semakin banyak investasi yang dilakukan.

C. Kredit Perbankan

Menurut Bank Indonesia kredit perbankan merupakan tagihan perbankan pada sektor swasta domestik karena pemberian pinjaman kepadanya. Rasio penyaluran kredit ini merupakan ukuran dari aktifitas sektor keuangan yang sangat penting, yaitu dalam hal penyaluran dana dari masyarakat yang kelebihan dana kepada pihak investor yang kekurangan dana.


(39)

Pengertian kredit perbankan adalah kredit yang diberikan oleh bank pemerintah ataupun bank swasta kepada dunia usaha untuk membiayai sebagian kebutuhan pembiayaan dan atau kredit dari bank kepada individu atau perorangan untuk membiayai pembelian barang-barang konsumsi tahan lama secara langsung .

1. Tujuan dan Fungsi Kredit Perbankan

Tujuan kredit mencakup scope yang luas, ada dua fungsi pokok yang saling berkaitan dengan kredit adalah: (Sinungan, 2000).

a. Profitability, yaitu tujuan untuk memperoleh hasil dari kredit berupa keuntungan yang diteguk dari pemungutan bunga.

b. Safety, yaitu keamanan dari prestasi atau fasilitas yang diberikan harus benar-benar tercapai tanpa hambatan yang berarti.

Tujuan kredit berarti tidak lepas dari falsafah yang dianut oleh suatu negara karena pada dasarnya tujuan kredit didasarkan kepada usaha untuk memperoleh keuntungan sesuai dengan prinsip ekonomi yang dianut, seperti pada negara-negara liberal di mana dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.

Pemberian kredit yang dimaksud untuk memperoleh keuntungan maka bank hanya boleh meneruskan simpanan masyarakat kepada nasabahnya dalam bentuk kredit apabila nasabah yang akan menerima kredit itu mampu dan mau mengembalikan kredit yang telah diterimanya itu. Dari faktor kemauan dan kemampuan tersebut, maka tersimpul suatu unsur keamanan dan unsur keuntungan (profitability) dari suatu kredit.


(40)

Kehidupan perekonomian yang modern, bank memegang peranan sangat penting. Oleh karena itu, organisasi-organisasi bank selalu diikut sertakan dalam menentukan kebijaksanaan di bidang moneter, pengawasan devisa, dan lain-lain. Hal ini antara lain disebabkan usaha pokok bank adalah memberikan kredit, dan kredit yang diberikan oleh bank merupakan pengaruh yang sangat luas dalam segala bidang kehidupan, khususnya di bidang ekonomi.

Tujuan kredit yang diberikan oleh suatu bank khususnya bank pemerintah yang mengemban tugas sebagai Agen of Development adalah sebagai berikut (Thomas Suyatno, 1990: 12) :

1. Turut mensukseskan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan.

2. Meningkatkan aktivitas perusahaan agar dapat menjalankan fungsinya guna menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat. 3. Memperoleh laba agar kelangsungan hidup perusahaan terjamin dan

dapat memperluas usahanya

Fungsi kredit perbankan dalam pengembangan perekonomian antara lain :

a. Meningkatkan daya guna uang.

b. Meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang. c. Meningkatkan daya guna dan peredaran uang. d. Sebagai salah satu alat stabilitas ekonomi. e. Meningkatkan kegairahan usaha.


(41)

f. Meningkatkan pemerataan pendapatan.

g. Meningkatkan hubungan internasional dengan negara maju, mempunyai cadangan devisa dan tabungan yang tinggi.

Sedangkan fungsi kredit perbankan dalam kehidupan perekonomian dan perdagangan antara lain sebagai berikut.

a. Meningkatkan daya guna dari modal atau uang Yaitu para pemilik uang atau modal dapat secara langsung meminjamkan uangnya kepada para pengusaha yang memerlukan untuk meningkatkan produksi atau untuk meningkatkan usahanya selain itu juga dapat menyimpan uangnya pada lembaga-lembaga keuangan.

b. Kredit dapat meningkatkan daya guna dari suatu barang. Yaitu dengan mendapatkan kredit para pengusaha dapat memproses bahan baku menjadi barang jadi, sehingga daya guna barang tersebut menjadi meningkat.

c. Kredit dapat meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang. Yaitu kredit yang disalurkan melalui rekening giro dapat menciptakan pembayaran baru seperti cek, giro bilyet dan wesel maka akan dapat meningkatkan peredaran uang giral.

2. Jenis-Jenis Kredit

a. Kredit Menurut Jenis Yang Dibiayai 1. Kredit modal kerja

Yaitu kredit yang diberikan oleh bank kepada debiturnya untuk memenuhi modal kerjanya. Kriteria dari modal kerja yaitu kebutuhan


(42)

modal yang habis dalam satu cycle usaha, hal ini kalau dilihat dalam neraca suatu perusahaan akan berupa uang kas/ bank ditambah dengan piutang dagang ditambah dengan persediaan baik persediaan barang jadi, persediaan bahan dalam proses, persediaan bahan baku. Apabila dibicarakan modal kerja bersih maka perlu dikurangi lagi dengan current liabilitiesnya.

2. Kredit Investasi

Yaitu kredit yang dikeluarkan oleh perbankan untuk pembelian barang-barang modal yaitu tidak habis dalam satu cycle usaha, maksudnya proses dari pengeluaran uang kas dan kembali menjadi uang kas tersebut akan memakan jangka waktu yang cukup panjang setelah melalui beberapa kali perputaran.

Misalnya seorang debitur mendapatkan kredit untuk mendirikan pabrik, atau barang modal lainnya. Uang kas yang dikeluarkan untuk membeli barang-barang modal tersebut akan baru dapat terhimpun kembali setelah melalui proses depresiasi/ deplesi/ amortisasinya sesuai jangka waktu ekonomisnya (economical useful life) yamg mana dana depresiasi yang berupa out of pocket cost tersebut dikumpulkan. Jadi ada 2 ciri pokok dari kredit investasi yaitu: barang yang akan dibeli merupakan barang-barang modal dan jangka waktunya cukup lama.


(43)

3. Kredit Konsumsi

Bentuk kredit yang diberikan kepada perorangan ini bukan dalam rangka untuk mendapatkan laba tetapi untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi.

b. Kredit Menurut Sektor Ekonomi

Untuk kepentingan perencanaan pengembangan kegiatan perekonomian maka pembagian sektor-sektor ekonomi mempunyai arti yang sangat penting. Penguasa moneter dan bank sentral mempunyai kepentingan utama dalam pembagian kredit menurut sektoral, sebagai alat perencanaan dan penegendalian kebijaksanaan-kebijaksanaan yang diambilnya. Secara garis besar pembagian kredit menurut sektor ekonomi:

1. Sektor pertanian, perkebunan, dan sarana pertanian 2. Sektor pertambangan

3. Sektor perindustrian 4. Sektor listrik, gas, dan air 5. Sektor kontruksi

6. Sektor perdagangan, restoran, dan hotel

7. Sektor pengangkatan, pergudangan, dan komunikasi 8. Sektor jasa-jasa dunia usaha


(44)

D. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat (Sadono Sukirno, 2000). Jadi pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian. Dari suatu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang dan jasa akan meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan oleh pertambahan faktor-faktor produksi baik dalam jumlah dan kualitasnya. Investasi akan menambah barang modal dan teknologi yang digunakan juga makin berkembang.

Menurut Arsyad (1999: 11) pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan Produk Domestik Bruto/ Pendapatan Nasional Bruto tanpa memandang apakah kenaikan tersebut lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak. Pertumbuhan ekonomi diukur dengan pertumbuhan Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Laju pertumbuhan PDB akan memperlihatkan proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang. Oleh karena itu pemahaman indikator pertumbuhan ekonomi biasanya akan dilihat dalam kurun waktu tertentu, misalnya tahunan. Aspek tersebut relevan untuk dianalisa sehingga kebijakan-kebijakan ekonomi yang diterapkan oleh pemerintah untuk mendorong aktivitas perekonomian domestik dapat dinilai efektifitasnya.


(45)

1. Teori Pertumbuhan Ekonomi Adam Smith

Adam Smith (1723 – 1790) dalam bukunya An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of the Nations (1776) atau secara singkat sering disebut sebagai Wealth of Nations, bisa dilihat bahwa tema pokoknya adalah mengenai bagaimana perekonomian (kapitalis) tumbuh. Dalam buku tersebut Smith, mungkin orang yang pertama yang mengungkapkan proses pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang secara sistematis. Oleh sebab itu, teori Adam Smith sering dianggap sebagai awal dari pengkajian masalah pertumbuhan secara sistematis (Boediono, 1985: 7).

Menurut Adam Smith, ada dua aspek utama dari pertumbuhan ekonomi yaitu pertumbuhan output (GDP) total dan pertumbuhan penduduk. Dalam pertumbuhan output Adam Smith melihat sistem produksi suatu negara terdiri dari tiga unsur pokok yaitu :

a. Sumber-sumber alam yang tersedia (atau faktor produksi tanah) b. Sumber-sumber manusiawi (jumlah penduduk)

c. Stok barang kapital yang ada

Menurut Smith, sumber-sumber alam yang tersedia merupakan wadah yang paling mendasar dari kegiatan produksi suatu masyarakat. Jumlah sumber-sumber alam yang tersedia merupakan batas maksimum bagi pertumbuhan perekonomian tersebut. Artinya, selama sumber-sumber ini belum sepenuhnya dimanfaatkan, yang memegang peranan dalam proses produksi adalah dua unsur produksi yang lain, yaitu jumlah


(46)

penduduk dan stok kapital yang ada. Dua unsur lain inilah yang menentukan besarnya output masyarakat dari tahun-ketahun. Tetapi apabila output terus meningkat, sumber-sumber alam akhirnya akan sepenuhnya dimanfaatkan (dieksploitasi), dan pada tahap ini sumber-sumber alam akan membatasi output. Unsur sumber-sumber alam ini akan menjadi batas atas dari pertumbuhan suatu perekonomian. Pertumbuhan ekonomi (dalam arti pertumbuhan output dan pertumbuhan penduduk) akan berhenti apabila batas atas ini dicapai (Boediono, 1985: 8).

Unsur yang kedua adalah sumber-sumber manusiawi atau jumlah penduduk. Dalam proses pertumbuhan output unsur ini dianggap peranan yang pasif, dalam arti bahwa jumlah penduduk akan menyesuaikan diri dengan kebutuhan akan tenaga kerja dari masyarakat tersebut. Apabila stok kapital yang tesedia membutuhkan, misalnya, 1 juta orang untuk menggunakannya, dan apabila jumlah tenaga kerja yang tersedia adalah 900 ribu orang, maka jumlah penduduk akan cenderung meningkat sehingga tenaga kerja yang tersedia akhirnya menjadi 1 juta orang. Pada tahap ini, bisa di anggap bahwa berapapun jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dalam proses produksi akan tersedia lewat proses pertumbuhan (atau penurunan) penduduk.

Dalam model Smith unsur produksi yang ketiga, yaitu stok kapital, yang secara aktif menentukan tingkat output. Smith memang memberikan peranan sentral kepada pertumbuhan stok kapital atau akumulasi kapital dalam proses pertumbuhan output. Apa yang terjadi dengan tingkat output


(47)

tergantung pada apa yang terjadi pada stok kapital, dan laju pertumbuhan output tergantung pada laju pertumbuhan stok kapital (tentu saja sampai tahap pertumbuhan dimana sumber-sumber alam mulai membatasi) (Boediono, 1985: 9).

2. Teori Pertumbuhan Ekonomi Solow – Swan

Robert Solow dan Trevor Swan secara sendiri-sendiri mengembangkan model pertumbuhan ekonomi yang sekarang sering disebut dengan nama model pertumbuhan Neo Klasik. Model Solow dan Swan memusatkan perhatianya pada pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital, kemajuan teknologi dan output saling berinteraksi dalam proses pertumbuhan ekonomi (Boediono, 1985: 81).

Ada empat anggapan yang melandasi model Neo Klasik (Boediono, 1985: 83):

1. Tenaga kerja (penduduk), tumbuh dengan laju tertentu. 2. Adanya fungsi produksi yang berlaku bagi setiap periode.

3. Adanya kecenderungan untuk menabung propensity to save oleh masyarakat yang dinyatakan sebagai proporsi tertentu dari output. 4. Semua tabungan masyarakat di investasikan.

Untuk keseimbangan jangka panjang Solow mengatakan bahwa posisi long run equilibrium akan tercapai apabila kapital per kapita, mencapai suatu tingkat yang stabil, artinya tidak lagi berubah nilainya. Apabila kapital konstan, maka long run equilibrium tercapai. Hai ini


(48)

merupakan ciri posisi keseimbangan yang pertama. Ciri yang kedua adalah mengenai laju pertumbuhan output, kapital dan tenaga kerja. Pada posisi long run equilibrium laju pertumbuhan output bisa disimpulkan dari ciri bahwa output per kapita adalah konstan dan penduduk tumbuh sesuai dengan asumsi. Definisi output per kapita adalah output total tumbuh dengan laju jumlah penduduk per tahun.

Ciri yang ketiga adalah mengenai stabilitas dari posisi keseimbangan tersebut. Posisi keseimbangan model Solow-Swan bersifat stabil, dalam arti bahwa apabila kebetulan perekonomian tidak pada posisi keseimbangan, maka akan ada kekuatan-kekuatan yang cenderung membawa kembali perekonomian tersebut pada posisi keseimbangan jangka panjang.

Ciri yang keempat menyangkut tingkat konsumsi dan tingkat tabungan (investasi). Tingkat tabungan (investasi) per kapita pada posisi keseimbangan adalah konstan. Apa yang tidak ditabung maka akan dikonsumsikan, sehingga konsumsi per kapita juga konstan pada posisi equilibrium.

Ciri yang kelima berkaitan dengan imbalan yang diterima oleh masing-masing faktor produksi atau aspek distribusi pendapatan. Karena hanya ada dua macam faktor produksi (kapital dan tenaga kerja), maka output total akan habis terbagi antara para pemilik kapital dan pemilik faktor produksi tenaga kerja (Boediono, 1985: 88-93).


(49)

3. Teori Pertumbuhan Ekonomi Harrod-Domar

Teori Harrod-Domar dikembangkan secara terpisah dalam periode yang bersamaan oleh E.S.Domar (1947,1948) dan R.F.Harrod (1939,1948). Keduanya melihat pentingnya investasi terhadap pertumbuhan ekonomi, sebab investasi akan meningkatkan stok barang modal, yang memungkinkan peningkatan ouput. Sumber dana domestik untuk keperluan investasi berasal dari bagian produksi (pendapatan nasional) yang ditabung.

Teori pertumbuhan yang dikemukakan oleh Harrod-Domar merupakan perluasan dari analisa Keynes mengenai kegiatan ekonomi nasional. Teori Harrod-Domar pada hakekatnya berusaha untuk menunjukkan syarat yang diperlukan agar pertumbuhan yang mantap atau steady growth yang dapat didefinisikan sebagai pertumbuhan yang akan selalu menciptakan penggunaan sepenuhnya alat-alat modal yang akan selalu berlaku dalam perekonomian.

Teori Harrod-Domar memperhatikan dua aspek dari pembentukan modal dalam kegiatan ekonomi yaitu: mempertinggi pengeluaran masyarakat dan mempertinggi jumlah alat-alat modal dalam masyarakat. Dalam teori Harrod-Dommar pembentukan modal dipandang sebagai pengeluaran yang akan menambah kesanggupan suatu perekonomian untuk menghasilkan barang-barang maupun sebagai pengeluaran yang akan menambah permintaan efektif seluruh masyarakat. Teori Harrod-Domar menganggap pula bahwa pertambahan dalam kesanggupan


(50)

memproduksi ini tidak secara sendirinya akan menciptakan pertambahan produksi dan kenaikan pendapatan nasional.

Harrod-Domar menyatakan bahwa pertambahan produksi dan pendapatan nasional bukan ditentukan oleh pertambahan dalam kapasitas memproduksi masyarakat, tetapi oleh kenaikan pengeluaran masyarakat. Dengan demikian, dengan kapasitas memproduksi bertambah, pendapatan nasional baru akan bertambah dan pertumbuhan ekonomi tercipta. Analisa Harrod-Domar bertujuan untuk menunjukkan syarat yang diperlukan supaya dalam jangka panjang kemampuan memproduksi yang bertambah dari masa ke masa (yang diakibatkan oleh pembentukan modal pada masa sebelumnya) akan selalu sepenuhnya digunakan (Boediono, 1985: 68).

E. Keterkaitan Antar Variabel

1. Peranan Konsumsi terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Konsumsi rumah tangga mempunyai dampak dalam menentukan fluktuasi kegiataan ekonomi dari satu waktu ke waktu lainnya. Konsumsi seseorang berbanding lurus dengan pendapatannya. Perkembangan konsumsi masyarakat di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Seiring pertambahan penduduk, konsumsi dari tahun ke tahun penduduk Indonesia selalu meningkat, kebutuhan masyarakat atas barang dan jasa juga menunjukkan peningkatan. Pengeluaran konsumsi rumah tangga memiliki porsi terbesar dalam total pengeluaran agregat. Misalnya


(51)

porsi pengeluaran rumah tangga di Indonesia pada tahun 1996 sebelum krisis ekonomi mencapai sekitar 60% dari pengeluaran agregat. Sedangkan pengeluaran pemerintah umumnya berkisar antara 10% sampai 20% pengeluaran agregat. Mengingat porsinya yang besar tersebut, maka konsumsi rumah tangga mempunyai pengaruh yang besar pula terhadap stabilitas perekonomian.

2. Peranan Investasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Investasi merupakan salah satu faktor yang krusial bagi kelangsungan proses pembangunan atau pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Pembangunan ekonomi melibatkan kegiatan-kegiatan produksi di semua sektor ekonomi. Untuk keperluan tersebut maka dibangun pabrik-pabrik, perkantoran, alat-alat produksi dan infrastruktur yang dibiayai melalui investasi baik berasal dari pemerintah maupun swasta.

Korelasi antara investasi dengan pertumbuhan ekonomi diuraikan di dalam model pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar. Teori Harord Domar mengemukakan model pertumbuhan ekonomi yang merupakan pengembangan dari teori Keynes. Teori tersebut menitikberatkan pada peranan tabungan dan investasi yang sangat menentukan dalam pertumbuhan ekonomi (Lincolin Arsyad, 1999). Beberapa asumsi yang digunakan dalam teori ini adalah bahwa :

a. Perekonomian dalam keadaan pengerjaan penuh (full employment) dan barang-barang modal yang ada di masyarakat digunakan secara penuh.


(52)

b. Dalam perekonomian terdiri dari dua sektor, yaitu sektor rumah tangga dan perusahaan, berarti sektor pemerintah dan perdagangan luar negeri tidak ada.

c. Besarnya tabungan masyarakat adalah proporsional dengan besarnya pendapatan nasional, berarti fungsi tabungan dimulai dari titik original (nol).

d. Kecenderungan untuk menabung (marginal propensity to save = MPS) besarnya tetap, demikian juga rasio antara modal dan output (Capital Output Ratio) dan ratio penambahan modal-output (Incremental Capital Output Ratio).

Selanjutnya dikatakan bahwa kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nasional dan kemakmuran masyarakat (Sadono Sukirno, 2000).

3. Peranan Kredit Perbankan terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Bank adalah lembaga keuangan (financial institution) yang berfungsi sebagai perantara keuangan (financial intermediary) antara pihak yang kelebihan dana (surplus unit) dan pihak yang kekurangan dana (deficit unit). Melalui bank kelebihan dana tersebut dapat disalurkan kepada pihak-pihak yang memerlukan dan memberikan manfaat bagi kedua belah pihak. Bank menerima simpanan uang dari masyarakat (Dana Pihak Ketiga) dan kemudian menyalurkannya kembali dalam bentuk kredit.


(53)

Pembangunan ekonomi di suatu negara sangat bergantung pada perkembangan dinamis dan kontribusi nyata dari sektor perbankan. Ketika sektor perbankan terpuruk perekonomian nasional juga ikut terpuruk. Demikian pula sebaliknya, ketika perekonomian mengalami stagnasi sektor perbankan juga terkena imbasnya dimana fungsi intermediasi tidak berjalan normal (Kiryanto, 2007: 2).

Menurut Halim Alamsyah, dkk (2005: 2) di negara - negara seperti Indonesia peranan bank cenderung lebih penting dalam pembangunan, karena bukan hanya sebagai sumber pembiayaan tetapi juga mampu mempengaruhi siklus usaha dalam perekonomian secara keseluruhan. Hal ini dikarenakan bank lebih superior dibandingkan dengan lembaga keuangan lainnya dalam menghadapi informasi yang asimetris dan mahalnya biaya dalam melakukan fungsi intermediasi. Secara alami bank mampu melakukan kesepakatan dengan berbagai tipe peminjam.

Bank Umum (Commercial Bank) memiliki peranan yang sangat penting dalam menggerakkan roda perekonomian nasional, karena lebih dari 95% Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan nasional yang meliputi Bank Umum (Commercial Bank), Bank Syariah (Sharia Bank), dan Bank Perkreditan Rakyat (Rural Bank) berada di Bank Umum. DPK ini yang selanjutnya digunakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui penyaluran kredit.

Penyaluran kredit memungkinkan masyarakat untuk melakukan investasi, distribusi, dan juga konsumsi barang dan jasa, mengingat semua


(54)

kegiatan investasi, distribusi, dan konsumsi selalu berkaitan dengan penggunaan uang. Kelancaran kegiatan investasi, distribusi, dan konsumsi ini tidak lain adalah kegiatan pembangunan perekonomian masyarakat. Melalui fungsi ini bank berperan sebagai Agent of Development (Susilo, Triandaru, dan Santoso, 2006: 3).

F. Penelitian Sebelumnya

Penelitian yang dilakukan oleh Nwabueze Joy Chioma (2009) ini bertujuan menganalisis fundamental ekonomi hubungan antara produk domestik bruto dengan pengeluaran konsumsi perseorangan dengan menggunakan data time series dari tahun 1994-2007 dan metode regresi sederhana. Hasil penelitian menunjukan hubungan yang tidak signifikan antara GDP dengan pengeluaran konsumsi perseorangan hal ini ditunjukan dengan koefisien signifikansi sebesar 0.0514 yang artinya koefisien slope GDB tidak signifikan terhadap pengeluaran konsumsi perseorangan. Nilai koefisien determinasi hanya sebesar 0.035%, artinya GDP hanya mampu menjelaskan sebesar 35% terhadap pengeluaran konsumsi perseorangan di Nigeria.

Penelitian yang dilakukan Huan Chen (2009) dengan menggunakan model analisis simultan multi equations dengan variabel, konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, ekspor, impor dan pertumbuhan ekonomi di China dengan data time series dari tahun 1978-2007. Sebelum peran ekspor meningkat di Negara China, konsumsi,


(55)

investasi, dan pengeluaran pemerintah memainkan peran yang signifikan pada pertumbuhan ekonomi China. Namun hasil penelitian ini menunjukan bahwa investasi mempunyai efek negatif pada pertumbuhan ekonomi yang artinya tidak sesuai dengan teori ekonomi. Namun hasil lain menunjukan bahwa saat ini ekspor memainkan peran penting dalam pertumbuhan ekonomi China sehingga bisa mengurangi efek negatif dari impor.

Penelitian yang dilakukan oleh Danu Winoto (2009) ini bertujuan menganalisis hubungan antara penanaman modal asing (PMA), penanaman modal dalam negeri (PMDN), ekspor total dan kredit perbankan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Penelitian ini menggunakan data time series dari tahun 1970-2008 dan menggunakan metode Error Correction Model (ECM).

Berdasarkan hasil estimasi menunjukkan bahwa nilai R2 adalah sebesar 0,795251 yang berarti 79,5251 persen faktor jangka pendek dan jangka panjang tingkat PMA, PMDN, ekspor total dan kredit perbankan dapat menjelaskan variasi pembentukan pertumbuhan ekonomi sedangkan sisanya 20,4749 persen dipengaruhi oleh faktor lain di luar model.

Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam jangka pendek keseluruhan variabel yaitu penanaman modal asing (PMA), penanaman modal dalam negeri (PMDN), ekspor total, dan kredit perbankan signifikan pada α 5%. Sedangkan dalam jangka panjang hanya variabel


(56)

ekspor total dan kredit perbankan yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Koefisien ECT menunjukkan angka 0,995970 berarti bahwa proporsi pembentukan pertumbuhan ekonomi (GPDB) pada periode sebelumnya yang disesuaikan pada periode sekarang adalah sekitar 0,995970 persen.

Kemudian Penelitian yang dilakukan oleh Brilliant Vanda Kusuma (2008) ini bertujuan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi masyarakat di indonesia. Variabel yang diteliti adalah pendapatan nasional, inflasi, suku bunga deposito dan jumlah uang beredar. Penelitian ini menggunakan data time series dari tahun 1988-2005 dan menggunakan metode Error Correction Model (ECM).

Dari hasil regresi model dinamis ECM diketahui bahwa nilai R2 sebesar 0,699825 ini menunjukkan bahwa 69,98 persen variasi variabel dependen yang menunjukkan aktifitas konsumsi masyarakat dapat dijelaskan oleh variasi variabel-variabel independen dalam jangka pendek, sedangkan dalam jangka panjang variasi variabel-variabel independen seperti pendapatan nasional, inflasi, suku bunga deposito dan jumlah uang beredar dapat menjelaskan variabel dependen pengeluaran konsumsi sebesar 0,984057 atau 98,40 persen. Besarnya koefisien ECT sebesar -0.621825 dengan signifikan pada tingkat 10% sebesar 0.0708. Perbedaan antara nilai aktual pengeluaran konsumsi dengan nilai keseimbangan sebesar -0.621825 akan disesuaikan dalam waktu satu tahun.


(57)

Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam jangka pendek hanya variabel pendapatan nasional yang signifikan pada α 10%. Sedangkan dalam jangka panjang hanya variabel pendapatan nasional dan jumlah uang beredar yang berpengaruh signifikan terhadap konsumsi di Indonesia Sedangkan variabel inflasi dan suku bunga deposito dalam jangka pendek maupun jangka panjang tidak signifikan terhadap pengeluaran konsumsi.

Penelitian oleh Inggrid (2006) menginvestigasi keterkaitan antara aktivitas ekonomi dengan perkembangan sektor keuangan. Penelitian ini menggunakan data time series selama kurun waktu 1992:2-2004:4. Variabel dalam penelitian ini adalah Produk Domestik Bruto atas harga konstan 2000, variabel kredit perbankan kepada sektor swasta, variabel

spread (perbedaan antara suku bunga pinjaman dan suku bunga simpanan) sedangkan variabel kontrol terhadap sektor keuangan terdiri atas kurs riil yang diperoleh dari kurs nominal (unit mata uang domestik per unit mata uang asing) dan Indeks Harga Konsumen (domestik dan luar negeri) serta variabel kebijakan moneter suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI).

Dalam dua dekade terakhir, telah terjadi perubahan secara substansial terhadap sektor keuangan di Indonesia. Serangkaian deregulasi sektor keuangan membawa dampak secara luar biasa, untuk kondisi makroekonomi, terutama pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan standar internasional, struktur keuangan Indonesia didominasi oleh


(58)

sektor perbankan yang underdeveloped. Hasil kausalitas Granger menunjukkan bi-directional causality antara pertumbuhan ekonomi dan volume kredit. Namun, dibuktikan terdapat kausalitas satu arah ( one-way causality) antara spread dan output. Analisa ekonometri dengan VECM mendukung hipotesis signifikansi peranan sektor keuangan sebagai engine pertumbuhan ekonomi, melalui kenaikan ketersediaan kredit, baik dari segi volume maupun harga.

Penelitian yang dilakukan Billy Arma Pratama (2010) ini dilatarbelakangi oleh adanya fenomena belum optimalnya penyaluran kredit perbankan. Hal ini ditunjukkan dengan Loan to Deposit Ratio

(LDR) yang masih berada dibawah harapan Bank Indonesia. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan penyaluran kredit perbankan, yang meliputi Dana Pihak Ketiga (DPK), Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan

(NPL), dan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Penelitian ini menggunakan Bank Umum secara keseluruhan sebagai satu unit obyek penelitian, dengan periode penelitian dari tahun 2005-2009 (secara bulanan). Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda, sementara uji hipotesis menggunakan uji-t untuk menguji pengaruh variabel secara parsial serta uji-F untuk menguji pengaruh variabel secara serempak. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa Dana Pihak Ketiga (DPK) berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyaluran kredit perbankan. Capital Adequacy Ratio (CAR) dan Non


(59)

Performing Loan (NPL) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penyaluran kredit perbankan. Sementara suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap penyaluran kredit perbankan. Untuk meningkatkan penyaluran kredit Bank Umum harus melakukan penghimpunan dana secara optimal, mengoptimalkan kegunaan sumber daya finansial (modal) yang dimiliki, dan memiliki manajemen perkreditan yang baik agar NPL tetap berada dalam tingkat yang rendah dan dalam batas yang disyaratkan oleh Bank Indonesia.


(60)

Tabel 2.1

Ringkasan Penelitian Sebelumnya

No Peneliti Judul Penelitian Vaiabel Metode

Penelitian

Hasil Penelitian 1 Nwabueze

Joy Chioma (2009)

Causal Relationship between Gross Domestic Product and Personal Consumption Expenditure of Nigeria

GDP

Personal Consumption Expenditure

OLS Hasil penelitian menunjukan hubungan yang tidak signifikan antara GDP dengan pengeluaran konsumsi perseorangan, ditunjukan dengan koefisien signifikansi sebesar 0.0514 yang artinya koefisien slope GDB tidak signifikan terhadap pengeluaran konsumsi perseorangan. Nilai koefisien determinasi hanya sebesar 0.035%, artinya GDP hanya mampu menjelaskan sebesar 35% terhadap pengeluaran konsumsi perseorangan di Nigeria. 2 Huan Chen

(2009)

The Analysis of Simultaneous Multi-Equations Model on the Relationship between Trade and Economic Growth in China GDP Konsumsi Investasi Pengeluaran pemerintah Ekspor-Impor Model analisis simultan multi equations

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa investasi mempunyai efek negatif pada pertumbuhan ekonomi yang artinya tidak sesuai dengan teori ekonomi. Namun hasil lain menunjukan bahwa saat ini ekspor memainkan peran penting dalam pertumbuhan ekonomi China sehingga bisa mengurangi efek negatif dari impor.

3 Danu Winoto (2009)

Analisis Penanaman Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), Ekspor Total dan Kredit Perbankan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia.

PDB

PMA

PMDN

ekspor total

kredit perbankan

ECM Hasil penelitian dalam jangka pendek keseluruhan variabel yaitu PMA, PMDN, ekspor total, dan kredit perbankan signifikan pada α 5%. Sedangkan dalam jangka panjang hanya variabel ekspor total dan kredit perbankan yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Koefisien ECT menunjukkan angka 0,995970 berarti bahwa proporsi pembentukan pertumbuhan ekonomi (GPDB) pada periode sebelumnya yang


(61)

0,995970 persen. 4 Brilliant

Vanda Kusuma (2008)

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi Masyarakat Di Indonesia

 Konsumsi

 pendapatan nasional

 inflasi

 suku bunga deposito

 jumlah uang beredar

ECM Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam jangka pendek hanya variabel pendapatan nasional yang signifikan pada α 10%. Sedangkan dalam jangka panjang hanya variabel pendapatan nasional dan jumlah uang beredar yang berpengaruh signifikan terhadap konsumsi di Indonesia, variabel inflasi dan suku bunga deposito dalam jangka pendek maupun jangka panjang tidak signifikan terhadap pengeluaran konsumsi.

5 Inggrid (2006)

Sektor Keuangan dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia: Pendekatan Kausalitas dalam Multivariate Vector Error Correction Model (VECM)

 PDB

 Kredit perbankan

 Variabel

spread

VECM Hasil kausalitas Granger menunjukkan bi-directional causality antara pertumbuhan ekonomi dan volume kredit. Analisa ekonometri dengan VECM mendukung hipotesis signifikansi peranan sektor keuangan sebagai

engine pertumbuhan ekonomi, melalui kenaikan ketersediaan kredit, baik dari segi volume maupun harga. 6 Billy Arma

Pratama (2010)

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Penyaluran Kredit Perbankan (Studi pada Bank Umum di Indonesia Periode Tahun 2005-2009)

 Dana Pihak Ketiga (DPK)

Capital Adequacy Ratio (CAR)

Non

Performing Loan (NPL)

 suku bunga SBI

OLS Dana Pihak Ketiga (DPK) berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyaluran kredit perbankan. Capital Adequacy Ratio (CAR) dan Non Performing Loan (NPL) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penyaluran kredit perbankan, suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap penyaluran kredit perbankan. Untuk meningkatkan penyaluran kredit Bank Umum harus melakukan penghimpunan dana secara optimal, mengoptimalkan kegunaan sumber daya finansial (modal) yang dimiliki, dan memiliki manajemen perkreditan yang baik agar NPL tetap berada dalam tingkat yang rendah dan dalam


(62)

G. Kerangka Pemikiran

Pembelanjaan masyarakat atas makanan, pakaian, dan barang-barang kebutuhan lainnya digolongkan pembelanjaan atau konsumsi. Barang-barang yang di produksi untuk digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya dinamakan barang konsumsi. Kegiatan produksi ada karena ada yang mengkonsumsi, kegiatan konsumsi ada karena ada yang memproduksi, dan kegiatan produksi muncul karena ada gap atau jarak antara konsumsi dan produksi.

Sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki keterbatasan dana untuk mencukupi upaya pembangunan ekonominya. Melihat kondisi Indonesia yang sedemikian rupa, maka peningkatan modal sangat berperan penting untuk meningkatkan perekonomian. Oleh karena itu pemerintah dan swasta berupaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui penghimpunan dana yang diarahkan pada kegiatan ekonomi produktif yaitu dengan menggenjot investasi, baik modal domestik maupun modal asing. Berdasarkan hal tersebut, suatu negara dengan sistem ekonomi terbuka seperti Indonesia sudah pasti menjadi ajang gabungan investasi domestik dan asing.

Potensi Indonesia bagi investasi adalah sangat besar, baik dilihat dari sisi penawaran maupun sisi permintaan. Dari sisi penawaran harus dibedakan antara potensi jangka pendek dan potensi jangka panjang. Potensi jangka pendek yang masih dapat diandalkan oleh Indonesia tentunya adalah masih tersedianya banyak sumber daya alam, termasuk komoditas-komoditas pertambangan dan pertanian. Sedangkan potensi jangka panjang adalah


(63)

pengembangan teknologi dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Tidak ada satu negara pun di dunia ini yang tidak mampu mengembangkan teknologi dan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya, namun hal ini sangat tergantung pada kemauan dari negara tersebut untuk melakukannya.

Berdasarkan teori pertumbuhan klasik yang menyatakan bahwa tingginya tabungan mendorong terjadinya peningkatan investasi. Peningkatan peran sektor perbankan dalam penghimpunan dana yang berasal dari masyarakat akan mendorong semakin meningkatnya investasi dengan ditandai semakin meningkatnya kredit yang disalurkan oleh sektor perbankan untuk membiayai kegiatan-kegiatan produktif, akhirnya akan berpengaruh secara positif terhadap pertumbuhan suatu perekonomian.

Untuk mengetahui pengaruh variabel konsumsi, investasi, dan kredit perbankan terhadap pertumbuhan ekonomi, digunakan metode teknik analisis ECM (Error Correction Model). Penggunaan metode ECM ini karena Pemilihan terhadap ECM didasarkan pada pertimbangan bahwa data yang dianalisis adalah deret waktu (time series). Alat analisis ini menjadi lebih relevan jika variabel (data) yang digunakan sebagai penentu variabel dependen kebanyakan bersifat tidak stasioner, sebab salah satu persyaratan penting untuk mengaplikasi model regresi adalah dipenuhinya asumsi atau sifat data yang stasioner dari variabel pembentuk persamaan regresi.


(1)

106

Lampiran 4 : Hasil Estimasi Akar-akar Unit Pada First Difference

Produk Domestik Bruto (PDB)

Null Hypothesis: D(PDB) has a unit root Exogenous: Constant

Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.923051 0.0004

Test critical values: 1% level -3.679322

5% level -2.967767

10% level -2.622989

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(PDB,2)

Method: Least Squares Date: 07/06/11 Time: 12:09 Sample (adjusted): 1982 2010

Included observations: 29 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

D(PDB(-1)) -0.976325 0.198317 -4.923051 0.0000

C 8.63E+13 4.64E+13 1.861352 0.0736

R-squared 0.473031 Mean dependent var 1.34E+13

Adjusted R-squared 0.453514 S.D. dependent var 3.20E+14

S.E. of regression 2.37E+14 Akaike info criterion 69.10031

Sum squared resid 1.51E+30 Schwarz criterion 69.19461

Log likelihood -999.9545 Hannan-Quinn criter. 69.12984

F-statistic 24.23643 Durbin-Watson stat 1.945922


(2)

Konsumsi

Null Hypothesis: D(KONSUMSI) has a unit root Exogenous: Constant

Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -5.066493 0.0003

Test critical values: 1% level -3.679322

5% level -2.967767

10% level -2.622989

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(KONSUMSI,2) Method: Least Squares

Date: 07/06/11 Time: 12:10 Sample (adjusted): 1982 2010

Included observations: 29 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

D(KONSUMSI(-1)) -0.999693 0.197315 -5.066493 0.0000

C 4.99E+13 2.64E+13 1.885743 0.0701

R-squared 0.487368 Mean dependent var 7.10E+12

Adjusted R-squared 0.468382 S.D. dependent var 1.85E+14

S.E. of regression 1.35E+14 Akaike info criterion 67.97564

Sum squared resid 4.91E+29 Schwarz criterion 68.06994

Log likelihood -983.6468 Hannan-Quinn criter. 68.00517

F-statistic 25.66935 Durbin-Watson stat 1.954256


(3)

108

Investasi

Null Hypothesis: D(INVESTASI) has a unit root Exogenous: Constant

Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -5.021142 0.0003

Test critical values: 1% level -3.679322

5% level -2.967767

10% level -2.622989

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(INVESTASI,2) Method: Least Squares

Date: 07/06/11 Time: 12:10 Sample (adjusted): 1982 2010

Included observations: 29 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

D(INVESTASI(-1)) -0.964288 0.192046 -5.021142 0.0000

C 5.47E+12 4.80E+12 1.138729 0.2648

R-squared 0.482876 Mean dependent var 1.95E+11

Adjusted R-squared 0.463723 S.D. dependent var 3.45E+13

S.E. of regression 2.52E+13 Akaike info criterion 64.62362

Sum squared resid 1.72E+28 Schwarz criterion 64.71792

Log likelihood -935.0425 Hannan-Quinn criter. 64.65315

F-statistic 25.21187 Durbin-Watson stat 1.992425


(4)

Kredit Perbankan

Null Hypothesis: D(KREDIT) has a unit root Exogenous: Constant

Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.977349 0.0490

Test critical values: 1% level -3.679322

5% level -2.967767

10% level -2.622989

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(KREDIT,2) Method: Least Squares

Date: 07/06/11 Time: 12:10 Sample (adjusted): 1982 2010

Included observations: 29 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

D(KREDIT(-1)) -0.489658 0.164461 -2.977349 0.0061

C 2.08E+13 1.34E+13 1.545155 0.1340

R-squared 0.247169 Mean dependent var 8.86E+11

Adjusted R-squared 0.219286 S.D. dependent var 7.11E+13

S.E. of regression 6.28E+13 Akaike info criterion 66.44641

Sum squared resid 1.06E+29 Schwarz criterion 66.54070

Log likelihood -961.4729 Hannan-Quinn criter. 66.47594

F-statistic 8.864609 Durbin-Watson stat 2.005133


(5)

110

Lampiran 5 : Hasil Estimasi Uji Kointegrasi

Null Hypothesis: RESID01 has a unit root Exogenous: None

Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.275425 0.0019

Test critical values: 1% level -2.644302

5% level -1.952473

10% level -1.610211

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(RESID01) Method: Least Squares

Date: 07/06/11 Time: 12:21 Sample (adjusted): 1981 2010

Included observations: 30 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

RESID01(-1) -0.552763 0.168761 -3.275425 0.0027

R-squared 0.268285 Mean dependent var 1.48E+12

Adjusted R-squared 0.268285 S.D. dependent var 3.07E+13

S.E. of regression 2.62E+13 Akaike info criterion 64.66618

Sum squared resid 1.99E+28 Schwarz criterion 64.71289

Log likelihood -968.9927 Hannan-Quinn criter. 64.68112


(6)

Lampiran 6 : Hasil Estimasi Model Dinamis ECM

Dependent Variable: D(PDB)

Method: Least Squares Date: 07/06/11 Time: 12:03 Sample (adjusted): 1981 2010

Included observations: 30 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 7.90E+12 7.17E+12 1.100780 0.2829

D(KONSUMSI) 1.701201 0.038925 43.70424 0.0000

D(INVESTASI) 0.006700 0.179060 0.037417 0.9705

D(KREDIT) 0.089020 0.094623 0.940784 0.3570

KONSUMSI(-1) 0.330774 0.102744 3.219400 0.0039

INVESTASI(-1) -0.839103 0.273309 -3.070166 0.0056

KREDIT(-1) 0.395664 0.135409 -2.921986 0.0079

ECT 0.472095 0.172208 2.741428 0.0119

R-squared 0.893381 Mean dependent var 8.52E+13

Adjusted R-squared 0.891276 S.D. dependent var 2.29E+14

S.E. of regression 2.14E+13 Akaike info criterion 64.44931

Sum squared resid 1.01E+28 Schwarz criterion 64.82296

Log likelihood -958.7396 Hannan-Quinn criter. 64.56884

F-statistic 471.7124 Durbin-Watson stat 2.600875