Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Menyangkut Perjanjian Simpanan Dengan Bank Dalam Praktek Perbankan (Studi Pada Pt. Bank Rakyat Indonesia(Persero)Cabang Medan Putri Hijau)

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH MENYANGKUT PERJANJIAN SIMPANAN DENGAN BANK DALAM PRAKTEK PERBANKAN

(STUDI PADA PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO)CABANG MEDAN PUTRI HIJAU)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Dalam Memenuhi Syarat Mencapai

Gelar Sarjana Hukum

Oleh

080200303

CH RI SM A NT A SI N A GA

DEPARTEMEN KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N


(2)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH MENYANGKUT PERJANJIAN SIMPANAN DENGAN BANK DALAM PRAKTEK PERBANKAN

(STUDI PADA PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO)CABANG MEDAN PUTRI HIJAU)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Dalam Memenuhi Syarat Mencapai

Gelar Sarjana Hukum Oleh

080200303

CH RI SM A NT A SI N A GA

DISETUJUI OLEH :

KETUA DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

NIP. 196603031985081004 Dr.Hj.Hasim Purba,SH,M.Hum

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof.Dr.Tan Kamello,SH.,MS NIP. 196204211988031004 NIP.

Puspa Melati,SH.,M.Hum

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N


(3)

ABSTRAKSI

Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan setiap negara yang memegang peranan penting dalam perekonomian dan pembangunan nasional suatu negara, yang memiliki kontribusi yang cukup dominan untuk menjaga keberlangsungan roda perekonomian tersebut. Peran lembaga perbankan adalah mengimpun dana dari masyarakat serta menyalurkan dana kepada masyarakat. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat masyarakat memberikan kepercayaan kepada bank sebagai tempat untuk menyimpan dana mereka. Salah satu aplikasi jasa yang ditawarkan oleh bank untuk dimanfaatkan sebagai salah satu produk untuk meningkatkan pelayanannya kepada nasabah adalah perjanjian simpanan.

Dalam perjanjian simpanan antar kedua belah pihak tersebut, ada beberapa permasalahan yang akan diteliti lebih lanjut.Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana bentuk perjanjian antara nasabah dengan bank mengenai simpanan dalam perbankan?, Mengapa diperlukannya perlindungan hukum mengenai simpanan dalam perbankan?, Apa saja yang menjadi perlindungan hukum mengenai perjanjian antara nasabah dengan bank mengenai simpanan dalam perbankan ?

Metode penelitian hukum yang digunakan untuk penulisan skripsi ini adalah penelitian

normatif dan penelitian empiris berupa studi lapangan (field research) dengan pendekatan

yuridis. Data yang dikumpulkan meliputi bahan hukum primer yaitu KUH Perdata, Undang-undang No. 10 Tahun 1998, Undang-Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan PBI No. 9/15/PBI/2007, bahan sekunder yaitu buku-buku hasil karya dari pakar hukum dan pendapat para sarjana, bahan hukum tersier yaitu kamus, alat penelitian berupa wawancara dengan salah satu pegawai Bank Rakyat Indonesia(BRI) Cabang Putri Hijau Medan.

Dari penelitian yang dilakukan di Bank Bank Rakyat Indonesia(BRI) Cabang Putri Hijau, pentingnya perlindungan hukum guna mendapatkan kepercayaan nasabah penyimpan dana, bank mengunakan perlindungan hukum preventif dari penyelenggaraan yang dilakukan dalam wujud persyaratan pendaftaran, langkah-langkah dalam melakukan pendaftaran, memberikan syarat dan ketentuan dalam perjanjian simpanan sampai dengan keamanan yang diberikan baik dalam sistem maupun pada saat melakukan jasa layanan. Dalam melakukan upaya untuk melakukan perlindungan hukum yang dapat terjadi dalam perjanjian simpanan, bank juga memberikan himbauan dan tips untuk dapat melindungi hak nasabahnya,selain itu juga bank melakukan upaya preventif dengan membuat syarat dan ketentuan dalam penggunaan layanan perjanjian simpanan dalam praktek perbankan yang menjelaskan batasan hak dan kewajiban masing-masing pihak, baik pihak bank maupun pihak nasabah pengguna.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam melaksanakan perlindungan hukum terhadap nasabah Bank Rakyat Indonesia(BRI) Cabang Putri Hijau Medan, sebagai pelaku usaha memenuhi ketentuan yang terdapat dalam peraturan-peraturan, mewujudkannya dalam bentuk tanggung jawab, yakni memberikan informasi,menjamin keamanan, kerahasiaan, dan kenyamanan bagi nasabah penyimpan dana dalam perjanjian simpanan.


(4)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI... iv

ABSTRAK ... vi BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penulisan ... 8

D. Manfaat Penulisan ... 8

E. Metode Penulisan ... 9

F. Keaslian Penulisan ... 13


(5)

BAB II : GAMBARAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN SIMPANAN

... 16

A. Pengertian dan Pengaturan Perjanjian dan Simpanan ... 16

B. Jenis-jenis Perjanjian dan Simpanan ... 18

C. Prinsip Perjanjian dan Simpanan ... 39

D. Pentingnya Perlindungan Hukum Dalam Hubungan Antara Bank dan Perlindungan Hak ... 44

BAB III : PERJANJIAN ANTARA BANK DENGAN NASABAH MENGENAI SIMPANAN DALAM PERBANKAN ... 57

A. Sifat Simpanan dan Praktek Perbankan... 57

B. Syarat Sahnya Pembebanan Simpanan Dalam Bentuk Perjanjian Bank ... 60

C. Berakhirnya Pembebanan Simpanan Dalam Perjanjian Bank ... 65

BAB IV : PENERAPAN PERLINDUNGAN HUKUM MENGENAI PERJANJIAN ANTARA NASABAH DENGAN BANK MENGENAI SIMPANAN DALAM PERBANKAN PADA BANK BRI CABANG PUTRI HIJAU MEDAN ... 68

A. Bentuk Perjanjian antara Bank dengan Nasabah mengenai Simpanan dalam Praktek Perbankan ... 68

B. Perlindungan Hak-hak Para Nasabah Mengenai Simpanan Dalam Praktek Perbankan ... 79


(6)

C. Tanggung Jawab Bank Terhadap Simpanan Dalam Praktek Perbankan

... 86

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 89

A. Kesimpulan ... 89

B. Saran ... 91


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih karunia-Nya,sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Perlindungan Hukum terhadap nasabah menyangkut perjanjian simpanan dengan bank dalam praktek perbankan pada Bank BRI(Studi Kasus BRI Cabang Putri Hijau Medan)”.Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan skripsi ini,penulis telah banyak mendapatkan bantuan,bimbingan,dan dorongan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung.Maka pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati,penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1.Bapak Prof.Dr.Runtung Sitepu,SH.M.Hum,selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2.Bapak Prof.Dr.Budiman Ginting,SH.M.Hum,selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

3.Bapak Syafruddin,SH.M.Hum.DFM,selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.Sumatera Utara.

4.Bapak M.Husni ,Sh.M.Hum,selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara


(8)

5.Bapak Dr.H.Hasim Purba,SH.M.Hum,selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6.Bapak Prof.Dr.Tan Kamello,SH,MS,selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu dan memberikan saran,petunjuk,kesabaran serta semangat dalam skripsi ini agar menjadi lebih baik.

7.Ibu Puspa Melati,SH,M.Hum,selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu memberikan masukan,arahan dan kesabaran dalam penyusunan skripsi ini.

8.Ibu Rofiqoh Lubis,SH,M.Hum,selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah banyak membantu memberikan masukan,nasehat,arahan dalam kegiatan akademik.

9.Khusus dan teristimewa kepada Bapak tercinta Edison Sinaga dan Mama terkasih Perdamenta Ketaren,dan abang-abangku Niko Darmedy Sinaga dan Nomansyah Sinaga,Kakakku Natalia Sinaga serta tidak ketinggalan Keponakanku Angelica Nilova,Gabriella Vinesta Sinaga,yang telah memberikan semangat dan dukungan secara moril maupun materiil serta doa yang tiada henti-hentinya kepada penulis.

10.Pacarku yang tersayang,Mareina Valerie yang telah memberikan dan meluangkan banyak waktunya untuk membantu maupun menemani serta memberikan semangat dan doa nya kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini,banyak ucapan atau perbuatan yang tidak dapat kusebutkan atas segala Cinta dan Kasih mu SAYANG.

11.Seluruh staf dan karyawan tata usaha maupun bagian pendidikan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(9)

12.Bapak Kuswono selaku Pimpinan Cabang Bank Rakyat Indonesia Cabang Medan Putri Hijau dan Raskita Sinulingga...

13.Seluruh teman-temanku Fredy Purba,Denny Sanjaya,Egie Sandrez Tarigan,Hari Tamara,Flaming,Juna Kaban,Septian,Onesep,Tommy,Edy, Marthin Luther,Heri Ginting,Adityawan,Ibnu,serta teman-temanku LGI Society,Samuel Hutapea,Frinst Rayenda,Hiskia Meiko atas waktu nya dan semoga KITA semua SUKSES selalu dan JANGAN pernah MELUPAKAN SATU SAMA LAIN.

Semoga Penulisan Skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.

Medan, September 2012


(10)

ABSTRAKSI

Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan setiap negara yang memegang peranan penting dalam perekonomian dan pembangunan nasional suatu negara, yang memiliki kontribusi yang cukup dominan untuk menjaga keberlangsungan roda perekonomian tersebut. Peran lembaga perbankan adalah mengimpun dana dari masyarakat serta menyalurkan dana kepada masyarakat. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat masyarakat memberikan kepercayaan kepada bank sebagai tempat untuk menyimpan dana mereka. Salah satu aplikasi jasa yang ditawarkan oleh bank untuk dimanfaatkan sebagai salah satu produk untuk meningkatkan pelayanannya kepada nasabah adalah perjanjian simpanan.

Dalam perjanjian simpanan antar kedua belah pihak tersebut, ada beberapa permasalahan yang akan diteliti lebih lanjut.Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana bentuk perjanjian antara nasabah dengan bank mengenai simpanan dalam perbankan?, Mengapa diperlukannya perlindungan hukum mengenai simpanan dalam perbankan?, Apa saja yang menjadi perlindungan hukum mengenai perjanjian antara nasabah dengan bank mengenai simpanan dalam perbankan ?

Metode penelitian hukum yang digunakan untuk penulisan skripsi ini adalah penelitian

normatif dan penelitian empiris berupa studi lapangan (field research) dengan pendekatan

yuridis. Data yang dikumpulkan meliputi bahan hukum primer yaitu KUH Perdata, Undang-undang No. 10 Tahun 1998, Undang-Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan PBI No. 9/15/PBI/2007, bahan sekunder yaitu buku-buku hasil karya dari pakar hukum dan pendapat para sarjana, bahan hukum tersier yaitu kamus, alat penelitian berupa wawancara dengan salah satu pegawai Bank Rakyat Indonesia(BRI) Cabang Putri Hijau Medan.

Dari penelitian yang dilakukan di Bank Bank Rakyat Indonesia(BRI) Cabang Putri Hijau, pentingnya perlindungan hukum guna mendapatkan kepercayaan nasabah penyimpan dana, bank mengunakan perlindungan hukum preventif dari penyelenggaraan yang dilakukan dalam wujud persyaratan pendaftaran, langkah-langkah dalam melakukan pendaftaran, memberikan syarat dan ketentuan dalam perjanjian simpanan sampai dengan keamanan yang diberikan baik dalam sistem maupun pada saat melakukan jasa layanan. Dalam melakukan upaya untuk melakukan perlindungan hukum yang dapat terjadi dalam perjanjian simpanan, bank juga memberikan himbauan dan tips untuk dapat melindungi hak nasabahnya,selain itu juga bank melakukan upaya preventif dengan membuat syarat dan ketentuan dalam penggunaan layanan perjanjian simpanan dalam praktek perbankan yang menjelaskan batasan hak dan kewajiban masing-masing pihak, baik pihak bank maupun pihak nasabah pengguna.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam melaksanakan perlindungan hukum terhadap nasabah Bank Rakyat Indonesia(BRI) Cabang Putri Hijau Medan, sebagai pelaku usaha memenuhi ketentuan yang terdapat dalam peraturan-peraturan, mewujudkannya dalam bentuk tanggung jawab, yakni memberikan informasi,menjamin keamanan, kerahasiaan, dan kenyamanan bagi nasabah penyimpan dana dalam perjanjian simpanan.


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

Lembaga perbankan merupakan inti sistem keuangan setiap Negara. Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang perseorangan, badan-badan usaha swasta, badan-badan usaha milik Negara, bahkan lembaga-lembaga pemerintahan menyimpan dana-dana

yang dimilikinya.1

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bank adalah usaha di bidang keuangan yang menarik dan mengeluarkan uang di masyarakat, terutma memberikan kredit dan jasa di lalu lintas

pembayaran dan peredaran uang.2

Dalam Ensiclopedia Dictionary of Business Finance :

Bank juga diartikan sebagai suatu badan usaha yang didirikan dengan izin/pengesahan menurut undang-undang, adalah usaha memperoleh komisi, dan mengadakan

ikatan/perjanjian tertentu dalam pemberian pinjaman, penerimaan tabungan, membeli dan menjual valuta asing.

Definisi bank menurut Undang-Undang Perbankan No. 10 Tahun 1998 Pasal 1 Angka 2 : “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.”

Berdasarkan pasal tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan yaitu bahwa fungsi bank

dalam sistem hukum perbankan di Indonesia adalah sebagai intermediary bagi masyarakat yang

1

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta: KENCANA PRENADA MEDIA GRUP, 2006. hal. 43.

2


(12)

memiliki surplus dana dan masyarakat yang kekurangan dana. Dana yang dihimpun oleh bank terhadap masyarakat berdasarkan pasal tersebut disebut dengan “simpanan”, sedangkan penyaluran kembali dana tersebut dari bank kepada masyarakat dinamakan “kredit”. Kesimpulan ini mengandung suatu konsep dasar dari sistem perbankan di Indonesia bahwa dana masyarakat yang ditempatkan pada lembaga perbankan disebut “simpanan”, tetapi dana bank yang

ditempatkan pada masyarakat disebut “kredit”.3 Undang-Undang Perbankan Pasal 1 Angka 5

memberikan pengertian tentang simpanan, yaitu dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat

deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.4

Untuk menjalankan Fungsi bank sebagai perantara keuangan (financial intermediary)

yaitu usaha menghimpun dan menyalurkan dana, bank harus menjalin kerjasama dengan berbagai pihak. Pihak-pihak yang bekerjasama dengan bank tersebut disebut sebagai nasabah.

Pada tahun 1998 melalui Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 diintroduksilah rumusan masalah nasabah dalam pasal 1 angka 16, yaitu pihak yang menggunakan jasa bank. Rumusan ini kemudian diperinci pada angka berikutnya, sebagai berikut :

Nasabah penyimpan dana adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan. (Pasal 1 angka 17 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998). Nasabah debitur adalah nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan (Pasal 1 angka 18 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998).

3

Hermansyah, Op.Cit. hal. 44.

4

Try Widiyono, Aspek Hukum (Opersional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia), Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, 2006, hal. 7-8.


(13)

Dilihat dari jenis subjek hukum dari pihak nasabah, maka terdapat dua jenis subjek hukum, yakni dapat berupa orang dan badan hukum. Dalam istilah perbankan, terdapat istilah yang dipersamakan, yakni “perorangan”. Termasuk nasabah perorangan adalah usaha dagang, toko dan sebagainya. Sedangkan aspek hukum dari pihak bank hanya berupa badan usaha. Hal ini dikarenakan tidak ada lembaga perbankan yang berbentuk orang atau perorangan. an bank tersebut disebut sebagai nasabah.

Hubungan hukum antara bank dengan nasabah dapat dikualifikasikan dalam 2 (dua) bentuk. Pertama, hubungan hukum antara bank dengan nasabah penyimpan disebut perjanjian simpanan. Kedua, hubungan hukum antara bank dengan nasabah debitor disebut perjanjian kredit bank. Kedua bentuk hubungan hukum tersebut sangat erat kaitannya dengan jaminan sebagai unsur pengaman. Dalam bentuk hubungan hukum yang pertama, dana yang disimpan oleh nasabah penyimpan harus dapat dijamin keamanannya oleh bank. Bentuk jaminan untuk melindungi dana nasabah penyimpan diatur dalam Lembaga Penjaminan Simpanan.

Dalam menjalankan usaha, perbankan biasanya hanya menyisakan bagian kecil dari simpanan yang diterimanya untuk berjaga-jaga apabila ada penarikan dana oleh nasabah. Sementara, bagian terbesar dari simpanan yang ada dialokasikan sebagai pemberian kredit. Keadaan ini menyebabkan perbankan tidak dapat memenuhi permintaan dalam jumlah besar dengan segera atas simpanan nasabah yang dikelolanya, bila terjadi penarikan secara tiba-tiba dan dalam jumlah besar.

Keterbatasan dalam penyediaan dana cash ini, karena bank tidak dapat menarik segera pinjaman yang telah disalurkannya. Bila bank tidak dapat memenuhi permintaan penarikan simpanan oleh nasabahnya dalam keadaan tersebut, nasabah biasanya menjadi panik dan akan menutup rekeningnya pada bank, sekalipun bank tersebut sebenarnya sehat. Untuk itulah


(14)

keberadaan lembaga penjamin simpanan menjadi penting guna mencegah kepanikan nasabah dengan jalan menyakinkan nasabah tentang keamanan simpanan – sekalipun kondisi keuangan bank

memburuk.5

Hubungan antara nasabah penyimpan dana dengan nasabah tersebut tidak dapat dikualifikasikan sebagai hubungan hukum melainkan hubungan moral. Sebagai hubungan moral, maka pertanggungjawabannya lebih tinggi di mata hukum. Moral menjadi sumber dan sekaligus jembatan etis dalam tonggak hukum perbankan. Dengan demikian, dalam pelaksanaan fungsi perbankan terdapat 2 (dua) hubungan hukum dan 1 (satu) hubungan moral.

Pada dasarnya hubungan hukum antara bank dengan nasabah adalah hubungan yang bersifat kontraktual yang berdasarkan pada hukum perjanjian. Hubungan hukum antara nasabah dengan bank terjadi setelah kedua belah pihak menandatangani perjanjian untuk memanfaatkan produk jasa yang ditawarkan bank. Dengan adanya persetujuan dari nasabah terhadap formulir perjanjian yang dibuat oleh bank, berarti nasabah telah menyetujui isi serta maksud perjanjian

dan demikian berlaku facta sunt servanda yaitu perjanjian tersebut mengikat kedua belah pihak

sebagai undang-undang. Azas ini terdapat dalam Pasal 1338 KUHPerdata.26

Perjanjian antara bank dengan nasabah dilakukan agar nasabah mendapatkan perlindungan hukum atas simpanan yang dipercayakannya sehingga uangnya akan dapat diperolehnya kembali pada waktu yang diinginkan atau sesuai dengan yang diperjanjikan dan disertai dengan jaminan keamanan dari segala bentuk kejahatan.

Perlindungan Hukum yang dimaksud adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi Perlindungan kepada setiap objek Hukum. Menurut sistem

5


(15)

perbankan, perlindungan terhadap nasabah penyimpan dana, dapat dilakukan melalui dua cara,

yakni : Perlindungan secara Implisit (implicit deposit protection), dan Perlindungan secara

Eksplisit (Explicit deposit protection), yaitu perlindungan diperoleh melalui pembentukan

lembaga yang menjamin simpanan masyarakat.6

Ketentuan mengenai jenis simpanan yang dijamin dan mekanisme pembayarannya telah diatur dalam Pasal 10 dan Pasal 17 UU LPS. Dalam kaitannya dengan pembayaran simpanan, Pasal 19 UU LPS dengan tegas menetapkan bahwa apabila data simpanan nasabah tidak tercatat pada bank maka LPS tidak akan membayar klaim atas simpanan tersebut. Nasabah yang merasa dirugikan dapat mengajukan keberatan kepada LPS atau pengadilan. Dalam hal LPS menerima keberatan nasabah maka LPS hanya membayar simpanan nasabah tersebut sesuai dengan penjaminan berikut bunga yang wajar.

Berdasarkan pengalaman dari beberapa kasus pembobolan dana nasabah yang jika tidak segera di tangani dengan serius maka kemungkinan akan berdampak pada krisis perbankan maka

dengan memperhatikan trend pengawasan bank di beberapa negara lain, serta dalam rangka

mengupayakan meningkatnya efisiensi, keamanan dan kestabilan dibidang pengawasan bank, sudah selayaknyalah paradigma pola pengawasan bank yang sudah beruubah diefektifkan lagi pelaksanaannya, dimana Pengawasan bank yang semula didasarkan pada pola pendekatan pengawasan institusional, oleh UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia diubah menjadi pola pendekatan pengawasan fungsional. Berkenaan dengan itu, maka Pasal 34 UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia mengamanatkan perlunya pemisahan fungsi

6


(16)

otoritas moneter dan sistem pembayaran di satu sisi dengan fungsi pengawasan dan pembinaan bank di sisi lainnya.

Pengalaman akhir-akhir ini menunjukkan bahwa baik di Indonesia maupun negara-negara lain ada beberapa Bank yang mengalami persoalan dalam memberikan perlindungan terhadap hak-hak nasabahnya sehingga berdampak pada merugikan masyarakat, karena sebagian atau seluruh dana masyarakat yang di “bobol” sehingga dana tersebut tidak dapat diperoleh kembali. Tentu saja hal semacam ini akan sangat “membahayakan” terhadap eksistensi dunia

perbankan yang notabenenya adalah Lembaga Kepercayaan. Bank sebagai lembaga kepercayaan

adalah maksud dan tujuan, serta dasar dan sifat utama dari lembaga perbankan. Tanpa adanya kepercayaaan tersebut, mustahil lembaga perbankan dapat berdiri tegak. Sifat ini perlu dipahami semua pihak agar dapat melihat, memahami, dan mendudukkan lembaga perbankan dalam proporsi yang sebenarnya. Pentingnya pemahaman demikian, agar tidak terdapat pemahaman yang keliru terhadap lembaga ini yang dalam setiap usahanya akan memegang teguh kepercayaan yang diberikan kepadanya. Dengan demikian, perlindungan hukum terhadap simpanan nasabah, sangat penting dan menjadi prioritas bank yang eksistensinya sebagai Lembaga Penjamin Simpanan.

B. Rumusan Masalah

Setelah diuraikan latar belakang tersebut di atas, maka penulis dapat merumuskan beberapa pokok permasalahan yang akan dijadikan pokok pembahasan adalah sebagai berikut :


(17)

2. Mengapa diperlukannya perlindungan hukum mengenai perjanjian simpanan antara Bank dengan nasabah?

3. Apa yang menjadi perlindungan hukum mengenai perjanjian simpanan antara Bank dengan

nasabah?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bentuk perjanjian simpanan antara Bank dengan nasabah

2. Untuk mengetahui perlunya perlindungan hukum mengenai perjanjian simpanan antara

Bank dengan nasabah

3. Untuk mengetahui apa yang menjadi perlindungan hukum mengenai perjanjian simpanan

antara Bank dengan nasabah

D. Manfaat Penulisan

1. Sebagai pemenuhan sebagian unsur akademik guna menyelesaikan pendidikan pada

perguruan tinggi dengan program hukum Strata 1 (S1).

2. Untuk mengetahui dan membuka gambaran atau informasi kepada pihak terkait dalam

hal perlindungan nasabah dari Bank mengenai perjanjian simpanan

3. Pembahasan dalam skripsi ini diharapkan menjadi masukan bagi pembaca, dan dapat

digunakan sebagai bahan referensi dalam kajian mengenai perlindungan hukum mengenai perjanjian simpanan antara Bank dengan nasabah, serta untuk menambah wawasan pengetahuan bagi para mahasiswa Fakultas Hukum.


(18)

E. Metode Penulisan

Metode adalah cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami obyek yang

menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan.7 Sedangkan penelitian merupakan

suatu kerja ilmiah yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis,

metodologis dan konsisten.8 Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan

pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari sesuatu atau

beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisisnya.9 Penelitian pada dasarnya

merupakan suatu upaya pencarian dan bukannya sekedar mengamati sesuatu objek yang mudah

terpegang oleh tangan.10

Dalam penulisan skripsi ini penulis berusaha untuk mengumpulkan informasi dan data-data yang diperlukan untuk menjadi bahan dalam penulisan skripsi ini. Bahan-bahan tersebut haruslah mempunyai hubungan satu sama lainnya yang berhubungan dengan judul skripsi ini. Dalam penulisan skripsi ini penulis mengunakan metode penelitian sebagai berikut :

Pada dasarnya sesuatu yang dicari tidak lain adalah pengetahuan atau lebih tepatnya pengetahuan yang benar, dimana pengetahuan yang benar ini nantinya dapat dipakai untuk menjawab pertanyaan atau ketidaktahuan tertentu. Dengan demikian, metode penelitian adalah suatu upaya ilmiah untuk memahami dan memecahkan suatu masalah berdasarkan metode tertentu.

1. Jenis Penelitian dan Sifat Penelitian a. Jenis Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif. Disebut demikian karena penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan atau

7

Mukti Fajar Nurdewata, Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, hal. 94.

8

Soerjono Soekanto dan Sri Mumadji., Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hal. 1.

9

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hal. 38.

10


(19)

studi dokumen yang dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan tertulis dan

bahan hukum lain.11

Penelitian ini meliputi asas-asas hukum, sumber-sumber hukum, peraturan perundang-undangan, putusan-putusan pengadilan, yurisprudensi dan beberapa buku mengenai

perbankan, khususnya pada fasilitas internet banking, dan hukum perlindungan konsumen,

serta hukum mengenai transaksi elektronik.

Tujuan penelitian hukum normatif ini adalah untuk mengetahui

pertanggungjawaban bank terhadap nasabah pengguna internet banking bila terjadi

masalah. Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum nasabah pengguna internet

banking. Untuk mengetahui upaya bank dalam mengatasi risiko-risiko dalam transaksi elektronik perbankan.

Dengan demikian perlindungan hukum nasabah penguna layanan internet banking

dapat benar-benar berjalan dan diketahui secara umum dan luas oleh seluruh lapisan masyarakat, yang mengunakan fasilitas yang diberikan oleh bank, khususnya pada internet banking.

b. Data dan Sumber Data

Pada umumnya data dibagi dalam dua jenis yaitu data primer dan data sekunder.

Data primer (primary data) adalah data yang diperoleh langsung dari masyarakat.12

Data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari :

1) Bahan hukum primer, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10

11

Bambang Waluyo, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hal. 13.

12


(20)

Tahun 1998 tentang Perbankan, Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 27/164/KEP/DIR, Surat Edaran Bank Indonesia No. 27/9/UPPB Tentang Penggunaan Teknologi Sistem Informasi oleh Bank keduanya tanggal 31 Maret 1995, dan Peraturan Bank Indonesia No. 9/15/PBI/2007 tentang Penerapan Manajemen Risiko Dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum, Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/18/DPNP Tentang Penerapan Manajemen Resiko Pada Pelayanan Jasa Bank

Melalui Internet (Internet Banking) dan beberapa peraturan perundang-undangan yang

terkait.

2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan

mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya,situs internet bahkan dokumen pribadi atau pendapat dari kalangan pakar

hukum yang relevan dengan objek telaahan penelitian.13

3) Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk dan

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus umum, majalah dan jurnal ilmiah. Surat kabar dan majalah mingguan juga menjadi tambahan bahan bagi penulisan skripsi ini sepanjang memuat informasi yang relevan dengan penelitian ini.

2. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penulisan ini, penulis mengumpulkan data-data yang diperlukan untuk menjawab semua masalah yang menjadi objek penelitian dengan cara :

a. Penelitian Kepustakaan (library research)

13


(21)

Penelitian kepustakaan dilakukan dengan mempelajari peraturan perundang-undangan, buku, situs internet yang berkaitan dengan judul skripsi ini yang bersifat teoritis ilmiah yang dapat dipergunakan sebagai dasar dalam penelitian dan menganalisa

masalah-masalah yang dihadapi.14

b. Penelitian Lapangan

Penelitian lapangan (field research) yakni dengan mengadakan wawancara kepada

Raskita Sinulingga (Priority Banking Officer) Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Putri Hijau Medan

3. Analisis Data

Data sekunder yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif kemudian dikemukakan dalam bentuk uraian secara sistematis dengan menjelaskan hubungan antara berbagai jenis data, selanjutnya semua data diseleksi dan diolah kemudian dinyatakan secara deskriptif sehingga selain menggambarkan dan mengungkapkan dasar hukumnya, juga dapat memberikan solusi terhadap permasalahan yang dimaksud.

F. Keaslian Penulisan

Penulisan Skripsi ini adalah asli, sebab ide, gagasan pemikiran dan bukan merupakan hasil ciptaan atau hasil penggandaan dari karya tulis orang lain yang dapat merugikan pihak-pihak tertentu. Dengan ini, keaslian penulisan skripsi dapat dipertanggung jawabkan, belum pernah ada judul yang sama demikian juga dengan pembahasan yang diuraikan, tetapi apabila ada kesamaan judul maka yang menjadi perbedaannya adalah pembahasannya.

14

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Universitas Indonesia (UI-Perss, 2007, hal. 21.


(22)

Dalam hal mendukung penulisan ini, penyusunan skripsi ini berdasarkan referensi buku-buku, media cetak maupun elektronik dan juga pendapat-pendapat para sarjana.

G. Sistematika Penulisan

Dalam menghasilkan karya ilmiah yang baik,maka pembahasannya harus diuraiakan secara sistematis. Sistematika ini terbagi dalam beberapa tahapan yang disebut dengan Bab, masing-masing Bab diuraikan permasalahannya secara tersendiri, namun masih dalam konteks yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Secara sistematis penulis menempatkan keseluruhannya ke dalam 5 (lima) Bab yang terperinci sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, metode penulisan. Bab ini ditutup dengan memberikan sistematika dari penulisan skripsi.

BAB II : GAMBARAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN SIMPANAN

Sesuai dengan judul yang dikemukakan, maka Bab ini akan menguraikan tentang pengertian, pengaturan perjanjian dan simpanan dan jenis-jenis perjanjian dan simpanan, prinsip-prinsip perjanjian dan simpanan, serta pentingnya perlindungan hukum dalam hubungan antara bank dan perlindungan hak.

BAB III : PERJANJIAN ANTARA BANK DENGAN NASABAH MENGENAI SIMPANAN DALAM PERBANKAN

Pada bab ini penulis menguraikan tentang Sifat Simpanan dalam Praktek Perbankan, Syarat Sahnya Pembebanan Simpanan dalam Bentuk Perjanjian Bank, Berakhirnya Pembebanan Simpanan dalam Perjanjian Bank.


(23)

BAB IV : PENERAPAN PERLINDUNGAN HUKUM MENGENAI PERJANJIAN ANTARA NASABAH DENGAN BANK MENGENAI SIMPANAN DALAM PERBANKAN PADA BANK BRI CABANG PUTRI HIJAU MEDAN

Bab ini adalah yang paling sesuai dalam penulisan ini. Dalam bab ini diuraikan tentang Bentuk Perjanjian Antara Bank dengan Nasabah Mengenai Simpanan dalam Praktek Perbankan, Perlindungan Hak-hak Para Nasabah Mengenai Simpanan dalam Praktek Perbankan Tanggung Jawab Bank Terhadap Simpanan dalam Praktek Perbankan

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Pada Bab terakhir ini dirumuskan suatu kesimpulan dari pembahasan permasalahan yang dilanjutkan dengan memberikan saran yang diharapkan akan dapat berguna didalam keseimbangan kedudukan antara bank dengan nasabah


(24)

BAB II

GAMBARAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN

DAN SIMPANAN

A. Pengertian dan Pengaturan Perjanjian dan Simpanan

Menurut Pasal 1313 KUH Perdata, perjanjian dirumuskan sebagai suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu oranglain atau lebih.

Kata“perjanjian” adalah terjemahan dari overeenkomst, yang merupakan salah satu sumber dari

perikatan (verbintenis). Substansi dari perjanjian dalam pasal tersebut adalah perbuatan

(handeling). Kata “perbuatan” telah dikritik oleh para ahli hukum dengan alasan kurang memuaskan,

tidak lengkap, dan sangat luas. Seharusnya perjanjian adalah perbuatan hukum (rechtshandeling).

Perubahan rumusan ini dapat dilihat dari pandangan Franken dan Rutten.15

Franken merumuskan perjanjian adalah perbuatan hukum yang bersisi banyak antara dua pihak atau lebih untuk mengadakan perikatan. Rutten mengatakan perjanjian adalah satu perbuatan hukum untuk mencapai persesuaian kehendak dengan tujuan menimbulkan akibat hukum tertentu.

Dengan penambahan kata hukum (recht) membawa perubahan arti bahwa tidak semua

perbuatan termasuk dalam pengertian perjanjian.

Dalam perkembangannya, perjanjian bukan lagi sebagai perbuatan hukum melainkan

merupakan hubungan hukum (rechtsverhouding). Pandangan ini dikemukakan oleh Van Dunne

yang mengatakan bahwa perjanjian adalah perbuatan hukum merupakan teori klasik, atau teori konvensional.

15

Sudikno Mertokusumo, Catatan Kapita Selekta Hukum Perjanjian, Penataran Dosen Hukum Perdata/Dagang, Yogyakarta, 1992, hal. 15. 16


(25)

Communis Opinio Doctorum selama ini memahami arti perjanjian adalah satu perbuatan

hukum yang bersisi dua (een tweezijdige rechtshandeling) yaitu perbuatan penawaran (aanbod,

offer), dan penerimaan (aanvaarding, acceptance). Seharusnya perjanjian adalah dua perbuatan

hukum yang masing-masing berisi satu (twee eenzijdige rechthandeling) yaitu penawaran dan

penerimaan yang didasarkan kepada kata sepakat antara dua orang atau lebih yang saling

berhubungan untuk menimbulkan akibat hukum (rechtsgevolg). Konsep ini melahirkan arti

perjanjian adalah hubungan hukum. Inilah alasan hukum (legal reasoning) yang

dipergunakan mengapa esensi perjanjian yang dimaksudkan adalah sebagai hubungan hukum

antara nasabah dengan debitor.16

Dalam arti sederhana, setiap orang yang menyimpan uangnya di bank disebut nasabah penyimpan. Dalam arti yuridis, nasabah penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang

bersangkutan.17 Yang dimaksud dengan simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh

masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito,

sertifikat deposito, tabungan, dan bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.18

Sebelumnya telah dikatakan bahwa perjanjian bank dengan nasabah penyimpan disebut

perjanjian simpanan. Dalam hukum perdata, figure perjanjian simpanan akan menjadi persoalan

hukum tersendiri karena tidak terdapat kejelasan mengenai pengaturan dan identitas hukumnya. Jika dicermati obyek perjanjian simpanan berupa giro, deposito, sertifikat deposito, dan tabungan, maka tidak ditemukan baik dalam KUH Perdata maupun dalam KUH Dagang.

16

Tan Kamello, Karakter Hukum Perdata Dalam Fungsi Perbankan Melalui Hubungan Antara Bank

dengan Nasabah (Pidato pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Dalam Bidang Ilmu Hukum Perdata Pada Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara) Tahun 2006.

17

Pasal 1 angka 17 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.

18


(26)

Namun sebagai perjanjian, terdapat ketentuan umum dalam Pasal 1319 KUH Perdata yang berbunyi “Semua persetujuan, baik yang mempunyai suatu nama khusus maupun yang tidak terkenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan-peraturan umum yang termuat di dalam bab ini dan bab yang lalu”.

Sebelum menentukan termasuk ke dalam jenis perjanjian apakah perjanjian simpanan itu, dapat dikemukakan beberapa pasal yang ada hubungannya dengan perjanjian simpanan.

Misalnya perjanjian penitipan (bewaargeving). Dalam Pasal 1694 KUH Perdata dikatakan bahwa

“Penitipan adalah terjadi, apabila seorang menerima sesuatu barang dari seorang lain, dengan syarat bahwa ia akan menyimpannya dan mengembalikannya dalam wujud asalnya.”

B. Jenis-jenis Perjanjian dan Simpanan

Perjanjian dapat dibedakan dalam berbagai jenis, berdasarkan berbagai kriteria dan tolak ukur. Di dalam KUH Perdata sendiri terdapat 15 (lima belas) macam perjanjian yang sering disebut sebagai perjanjian bernama atau perjanjian-perjanjian tertentu, yaitu perjanjian yang diberi namanya oleh undang-undang, sedangkan selebihnya dikelompokkan sebagai

perjanjian tak bernama.19

1. Jual beli

Menurut Pasal 1457 KUH Perdata, jual beli adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan.

2. Tukar menukar

19

Sidabalok Janur, 2009, Hukum Perdata Indonesia, Fakultas Hukum UNIKA St. Thomas Sumatera Utara. Medan, hal. 236.


(27)

Menurut Pasal 1541 KUH Perdata, tukar menukar adalah suatu perjanjian dimana kedua belah pihak mengikatkan dirinya untuk saling memberikan suatu barang secara timbal balik sebagai gantinya suatu barang lain. Pada perjanjian ini pihaknya adalah pemilik kebendaan dan objeknya adalah 2 (dua) macam kebendaan yang saling ditukarkan.

3. Sewa menyewa

Menurut Pasal 1548 KUH Perdata, sewa menyewa adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari suatu barang, selama waktu tertentu dengan pembayaran suatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan itu disanggupi pembayarannya. Perjanjian sewa-menyewa ini terikat pada suatu jangka waktu tertentu sebagai penentuan harga sewa.

4. Perjanjian melakukan pekerjaan

Menurut Pasal 1601 KUH Perdata perjanjian melakukan pekerjaan ini dibedakan dalam dua macam yaitu perjanjian perburuhan dan perjanjian pemborongan pekerjaan. Menurut Pasal 1602 A KUH Perdata, perjanjian perburuhan adalah perjanjian yang mana pihak yang satu, si buruh, mengikatkan dirinya untuk di bawah perintahnya pihak lain, si majikan, untuk sesuatu waktu tertentu, melakukan pekerjaan dengan menerima upah. Menurut Pasal 1601 B KUH Perdata, perjanjian pemborongan pekerjaan perjanjian dengan mana pihak yang satu, si pemborong, mengikatkan dirinya untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi orang lain, dengan menerima suatu harga yang ditentukan.


(28)

Menurut Pasal 1618 KUH Perdata, persekutuan adalah suatu perjanjian dengan mana dua orang atau lebih mengikatkan dirinya untuk memasukkan suatu dalam persekutuan, dengan

maksud untuk membagi keuntungan yang terjadi karenanya.20

6. Perkumpulan

Mengenai perkumpulan ini, KUH Perdata tidak memberikan pengertian, tetapi melalui pengaturan yang terdapat pada Pasal 1653 dan 1654 KUH Perdata dapat disimpulkan bahwa perkumpulan adalah suatu perjanjian antara dua orang atau lebih untuk membentuk suatu perhimpunan yang dapat melakukan tindakan-tindakan perdata guna mewujudkan kepentingan mereka.

7. Hibah

Menurut Pasal 1666 KUH Perdata hibah adalah suatu perjanjian dimana si penghibah, di waktu hidupnya, dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan suatu benda guna keperluan si pengguna hibah. Menurut sifatnya perjanjian hibah tidak dapat ditarik kembali (dibatalkan).

8. Penitipan barang

KUH Perdata tidak memberi pengertian tentang penitipan tetapi hanya memberi ketentuan

bahwa penitipan adalah perjanjian riel. Menurut Pasal 1694 KUH Perdata, penitipan terjadi

apabila seorang menerima suatu barang dari seorang lain, dengan syarat bahwa ia akan menyimpannnya dan mengembalikannya dalam wujud asalnya. Dengan demikian dapat diartikan penitipan adalah suatu perjanjian dimana seorang menyerahkan suatu barang

20


(29)

kepada orang lain untuk disimpan dan akan dikembaliakan suatu waktu tertentu dalam wujud

aslinya.21

9. Pinjam pakai

Menurut Pasal 1740 KUH Perdata, pinjam pakai adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan suatu barang kepada pihak lainnya untuk dipakai dengan cuma-cuma, dengan syarat bahwa yang menerima barang ini, setelah memakainya atau setelah lewat suatu waktu tertentu, akan mengembalikannya.

10.Pinjam meminjam

Menurut Pasal 1754 KUH Perdata, pinjam meminjam adalah perjanjian dimana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.

11.Bunga tetap atau bunga abadi

Menurut Pasal 1770 KUH Perdata, perjanjian bunga abadi adalah suatu perjanjian dimana pihak yang memberi pinjaman uang memperjanjikan pembayaran bunga atas pembayaran

sejumlah uang pokok yang tidak akan dimintanya kembali.22

12.Perjanjian untung-untungan

Menurut Pasal 1774 KUH Perdata, perjanjian untung-untungan adalah suatu perjanjian mengenai untung ruginya, bagi semua pihak, bergantung kepada suatu kejadian yang belum

21

Ibid, hal. 238.

22


(30)

tentu. Beberapa perjanjian yang masuk dalam jenis ini adalah perjanjian pertanggungan (asuransi), bunga cagak hidup, perjudian dan pertaruhan.

13.Pemberian kuasa

Menurut Pasal 1792 KUH Perdata, pemberian kuasa adalah suatu perjanjian dimana seorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain yang menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan.

14.Penanggungan

Menurut Pasal 1820 KUH Perdata, penanggungan adalah suatu perjanjian dimana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya si berutang, manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya.

15.Perjanjian perdamaian

Menurut Pasal 1851 KUH Perdata, perdamaian adalah suatu perjanjian dimana kedua belah pihak, dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan sesuatu barang, mengakhiri suatu

perkara yang sedang berlangsung, ataupun mencegah terjadinya suatu perkara.23

Namun memperhatikan undang-undang, dapat disimpulkan ada jenis-jenis lain dari perjanjian sebagai berikut :

1. Dilihat dari segi beban kewajiban : perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik

Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang isinya membebankan kewajiban kepada salah satu pihak sedangkan dia tidak memperoleh manfaat dari padanya. Misalnya perjanjian pemberian hadiah, perjanjian hibah dan sebagainya. Dalam KUH Perdata, perjanjian ini disebut perjanjian cuma-cuma.

23


(31)

Sebaliknya perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang membebankan kewajiban kepada kedua belah pihak secara bertimbal balik sehingga kedua pihak sama-sama mendapat manfaat karenanya. Di dalam KUH Perdata jenis perjanjian ini disebut juga dengan

perjanjian atas beban.24

2. Dilihat dari segi terjadinya : perjanjian konsensual dan perjanjian riil

Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang sudah dianggap sudah lahir seketika

setelah ada kesepakatan (consensus) antara para pihak sedangkan pelaksanaannya diwujudkan

kemudian. Di sini dengan sepakat saja antara para pihak sudah lahir perjanjian secara hukum sedangkan pemenuhan kewajiban dan hak menunggu waktu sesuai kesepakatan.

Perjanjian riil adalah perjanjian yang dipandang terjadi atau lahir jika sudah ada

pemindah hak dari salah satu pihak kepada pihak lain. Jadi disini diisyaratkan adanya tindakan riil sebagai syarat lahirnya perjanjian. Dengan kata lain kesepakatan dianggap tidak cukup untuk melahirkan perjanjian.

3. Dilihat dari segi isi perjanjian : perjanjian obligator dan perjanjian liberator

Perjanjian obligator adalah perjanjian yang melahirkan kewajiban-kewajiban yang masih harus dilaksanakan oleh pihak yang berwajib. Misalnya perjanjian jual beli melahirkan kewajiban bagi penjual untuk menyerahkan barang, dan kewajiban bagi pembeli untuk membayar harga.

Sedangkan perjanjian liberator adalah perjanjian yang berisikan pembebasan salah

satu pihak dari kewajibannya, sehingga kewajiban itu tidak perlu dilaksanakan lagi.25

Berdasarkan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Perbankan yang Diubah, jenis dana yang dihimpun oleh bank melalui perjanjian penyimpanan dana bisa berbentuk giro, deposito (dahulu

24

Ibid, hal. 241.

25


(32)

deposito berjangka), sertifikat deposito, tabungan dan bentuk-bentuk lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu. Jadi simpanan masyarakat di bank dapat berupa :

1. Simpanan Giro/Rekening Koran

Pengertian giro/demand deposit/checking account disebutkan dalam Pasal 1 angka 6

Undang-Undang Perbankan. Dikatakan bahwa giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan pemindahbukuan. Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa giro merupakan sarana pembayaran, yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan mempergunakan warkat perintah pembayaran, seperti cek dan bilyet giro atau sarana perintah pembayaran lainnya. Dengan demikian, giro merupakan dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank dengan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

a. Sebagai alat pembayaran giral

b. Penarikannya dapat dilakukan setiap saat sesuai dengan kebutuhan sepanjang dananya

tersedia;

c. Penarikannya mempergunakan surat, warkat, atau sarana perintah pembayaran baik yang

bersifat tunai maupun dengan cara pemindahbukuan belaka.26

Simpanan giro sebenarnya bukanlah merupakan suatu simpanan untuk mendapatkan hasil bunga tetapi semata-mata hanya dimanfaatkan sebagai sarana memperlancar transaksi bisnis. Bagi bank, sumber dana giro ini berbiaya rendah, namu karena sifat penarikannya, bank harus benar-benar dapat mengikuti perilaku penarikan nasabah gironya, terutama

nasabah-nasabah utamanya (prime costumer), karena mobilitas dana yang bersumber dari

26

Usman Rachmadi, 2000, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, hal. 222.


(33)

giro ini sangat tinggi, yang pada gilirannya akan mempengaruhi pola manajemen likuidasi

bank.27

Ketentuan yang berkaitan dengan rekening giro antara lain sebagai berikut :

a. SE BI No.2/10/DASP tanggal 8 Juni 2000 tantang Tata Usaha Penarikan Cek/BG

Kosong.

b. Keputusan Presidium Kabinet RI No. Aa/D/119/1964 tentang Penarikan Cek yang Diberi

Tanggal Lebih Kemudian daripada Tanggal Penarikan.

c. SE BI No. 28/32/UPG/1995 tentang Bilyet Giro.

d. SE BI No. 32/14/BPPP/1991 tentang Pemberian Cerukan.

e. SE BI No. 4/501/UPPB/Pb. B/1071 perihal Cek Hilang.

f. SE BI No. 5/15/DASP/2003 tentang Warkat, Dokumen Kliring, dan Pencetakannya pada

Perusahaan Pencetakan Dokumen Sekuriti

g. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang pasal 178 s/d 229d tentang Cek.28

Hal-hal yang diatur dalam ketentuan tersebut antara lain sebagai berikut :

a. Persyaratan pembukaan rekening giro atau rekening pinjaman yang dapat ditarik dengan

cek/bilyet giro;

b. Bank harus meminta data yang lengkap kepada calon nasabah dan meneliti kebenaran

identitas nasabah tersebut;

c. Bank dilarang menerima yang namanya tercantum dalam daftar hitam yang masih

berlaku;

d. Bank harus mencantumkan klausula yang merupakan pernyataan nasabah bahwa yang

bersangkutan tidak berkeberatan rekeningnya ditutup dan namanya dicantumkan dalam

27

Dahlan Siamat, 1995, Manajemen Lembaga Keuangan. Jakarta : Intermedia.

28


(34)

daftar hitam oleh Bank Indonesia apabila terkena sanksi administratif karena melakukan penarikan cek/bilyet giro kosong;

e. Bank dapat mensyaratkan hal-hal dalam surat perjanjian pembukaan rekening untuk

mencegah terjadinya penyalahgunaan cek/bilyet giro.29

Kewajiban penyediaan dana oleh penarik cek/bilyet giro :

a. Penarik wajib menyediakan dana yang cukup dalam rekeningnya pada bank tertarik;

b. Untuk cek mulai dari tanggal penarikan sampai dengan tanggal kadaluarsa, kecuali

ditarik kembali;

c. Untuk bilyet giro mulai dari tanggal efektif sampai dengan tanggal kadaluarsa kecuali

dibatalkan.

d. Dana yang dapat diperhitungkan sebagai dana yang tersedia dalam bank adalah saldo

goro yang efektif, saldo fasilitas kredit yang belum digunakan, fasilitas cerukan atau

fasilitas cross clearing yang diberikan pada bank.

e. Apabila dana tersebut tidak cukup, bank wajib menolak cek/bilyet giro yang

bersangkutan.

Penggolongan sebagai cek/bilyet giro kosong :

a. Cek/bilyet giro yang ditolak dengan alasan syarat formal belum terpenuhi dan dananya

tidak cukup tidak digolongkan sebagai penolakan cek/bilyet giro kosong.

b. Setiap lembar cek/bilyet giro yang dikliringkan dan ditolak pembayarannya oleh bank

dengan alasan saldo tidak cukup atau rekening telah ditutup digolongkan sebagai cek/bilyet giro kosong.

29


(35)

Penatausahaan cek/bilyet giro kosong

a. Bank wajib menatausahakan penarikan cek/bilyet giro kosong nasabahnya dan daftar

hitam yang diterbitkan oleh Bank Indonesia;

b. Bank wajib mengisi Surat Keterangan Penolakan (SKP) secara lengkap dan benar serta

untuk keperluan penatausahaan cek/bilyet giro kosong di bank Indonesia daftar warkat yang ditolak dengan alasan kosong wajib disampaikan;

c. Jika terjadi kekeliruan penolakan terhadap cek/bilyet giro yang semestinya cukup

dananya, tetapi karena kesalahan administrasi bank terlanjur menolak dengan alasan dananya tidak cukup, maka bank yang bersangkutan dapat meminta persetujuan Bank Indonesia agar penolakan tersebut tidak dianggap sebagai pelanggaran penarikan

cek/bilyetvgiro kosong.30

d. Jika nasabah melakukan penarikan cek/bilyet giro kosong, maka bank wajib memberi

Surat Peringatan I (SP I) untuk penolakan pertama; Surat Peringatan II (SP II) untuk penolakan kedua; dan surat pemberitahuan penutupan rekening (SPPR) untuk nasabah.

e. Penutupan rekening giro nasabah

Bank wajib menutup rekening giro nasabah apabila :

a. Menarik cek/bilyet giro kosong 3 lembar atau lebih dalam jangka waktu 6 bulan;

b. Menarik cek/bilyet giro kosong 1 lembar dengan nominal Rp.

1.000.000.000,00 atau lebih;

c. Namanya tercantum dalam daftar hitam yang masih berlaku.

30


(36)

d. Aktivitas keuangan nasabah rekening giro yang telah ditutup rekeningnya dapat disalurkan melalui rekening tabungan dan penarikannya diutamakan untuk melunasi cek/bilyet giro yang masih beredar.

Penghitungan penarikan cek/bilyet giro kosong :

a. Satu lembar cek/bilyet giro yang sama dan dikliringkan berulang-ulang serta ditolak

pembayarannya karena dananya tidak cukup dihitung sebagai satu lembar penarikan cek/bilyet giro kosong;

b. Beberapa lembar cek/bilyet giro yang ditarik oleh seorang nasabah dan ditolak

pembayarannya oleh satu bank pada tanggal yang sama karena dananya tidak cukup

dihitung sebanyak jumlah lembar penarikan cek/bilyet giro kosong.31

Sanksi sehubungan cek/bilyet giro kosong terhadap nasabah sebagai berikut :

a. Nasabah yang telah menarik cek/bilyet giro kosong 3 lembar atau lebih dalam jangka

waktu 6 bulan atau menarik cek/bilyet giro kosong 1 lembar dengan nominal Rp. 1.000.000.000,00 atau lebih, namanya dicantumkan dalam daftar hitam yang diterbitkan oleh Bank Indonesia secara berkala dan berlaku di wilayah kliring lokal setempat selama 1 tahun sejak penerbitan, serta bersifat rahasia.

b. Nama nasabah yang tercantum dalam daftar hitam yang masih berlaku, apabila terdapat

penolakan lagi cek/bilyet giro kosong 3 lembar atau lebih atau 1 lembar dengan nominal Rp. 1.000.000.000,00 atau lebih, akan dicantumkan kembali dalam daftar hitam berikutnya.

c. Nama-nama nasabah yang dapat dicantumkan dalam daftar hitam adalah nama

perorangan, badan usaha, dan badan hukum.

31


(37)

d. Instansi pemerintah/lembaga Negara, bank umum, BPR, badan usaha milik Negara, yang telah melakukan cek/bilyet gito kosong tidak dicantumkan dalam daftar hitam.

e. Bank wajib meminta kepada nasabah yang rekeningnya telah ditutup untuk

mengembalikan sisa blanko cek/bilyet giro yang belum digunakan.

f. Nama nasabah yang tercantum dalam daftar hitam penarik cek/bilyet giro kosong akan

hapus dengan sendirinya setelah masa berlakunya daftar hitam berakhir dan nasabag yang dimaksud dapat diterima kembali sebagai nasabah bank.

g. Terhadap bank dikenakan sanksi dalam rangka pembinaan dan pengawasan bank karena

ketidakpatuhan terhadap ketentuan yang berlaku.32

Dengan berlakunya SE BI No. 2/10/DSAP/2000, pengaturan ketiga ketentuan yang dicabut tersebut menjadi satu dan tidak terpisah-pisah. Rekening giro atau pinjaman adalah rekening yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek atau bilyet giro, sarana perintah, pembayaran lainnya atau dengan pemindahbukuan. Dengan demikian, terdapat 4 cara penarikan dalam rekening giro :

a. Menggunakan cek

b. Menggunakan bilyet giro.

c. Menggunakan sarana perintah pembayaran lain, misalnya kuitansi atau slip penarikan

yang disediakan bank, melalui ATM atau melalui kartu yang disediakan untuk itu atau counter cheque (modifikasi dari bentuk kuitansi)

d. Menggunakan nota pemindahbukuan (NPB) atau pindah rekening atau transfer.33

32

Ibid, hal. 226.

33


(38)

Demi pengaruhnya teradap peredaran uang kartal, Bank Indonesia menganjurkan kepada nasabah bank atau pemilik rekening giro di bank agar selain menggunakan cek, juga

menggunakan bilyet giro sebagai alat bayar dengan cara pemindahbukuan.34

2. Simpanan deposito

Pengertian deposito (atau deposito berjangka) disebutkan di dalam Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Perbankan yang Diubah. Disebutkan deposito (atau deposito berjangka) adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank. Jadi penarikan simpanan deposito waktunya sudah sesuai dengan perjanjian antara nasabah penyimpan dan bank pada saat pembukaan deposito yang bersangkutan. Dengan demikian deposito merupakan dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank yang ciri-ciri adalah sebagai berikut :

1. Surat yang berharga yang diterbitkan oleh bank berdasarkan atas nama, sehingga tidak dapat

diperjualbelikan.;

2. Jangka waktu penarikannya telah ditentukan terlebih dahulu sesuai dengan yang

diperjanjikan;

3. Bunga dibayar setiap bulan pada hari bayarnya atau sekaligus pada saat jatuh tempo;

4. Dapat dijadikan jaminan kredit;

5. Penyerahan hak cukup dengan cara cessie.

Jenis simpanan dalam bentuk deposito berjangka lebih disenangi oleh nasabah atau masyarakat, karena menawarkan tingkat bunga yang relatif tinggi dibandingkan jenis simpanan

34

Imam Prayogo Suryohadibroto dan Djoko Prakoso, 1991, Surat Berharga : Alat Pembayaran dalam Masyarakat Modern, Jakarta : Rineka Cipta.


(39)

giro atau simpanan lainnya. Hal ini dapat dilihat dari sumber dana yang pada umumnya

didominasi oleh deposito berjangka.35

1. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 5/4/KEP.DIR tanggal 31 Mei

1972 tentang Suku Bunga Deposito

Penerbitan deposito berjangka ini didasarkan pada Intruksi Presiden No. 28 Tahun 1968. Selanjutnya sebagai pelaksanaannya dikeluarkan :

2. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 22/65/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank

Indonesia Nomor 16/2/UPUM tanggal 1 Juni 1983 tentang Deposito Berjangka pada

Bank-Bank Pemerintah dan Bank-Bank Pembangunan Indonesia.36

Kemudian dengan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 22/135/UPG tanggal 1 Desember 1989, ketentuan tentang deposito berjangka pada Bank-bank Pemerintah dan Bank Pembangunan Indonesia itu dicabut, yang berarti semua bank dibebaskan untuk mengatur sendiri ketentuan dan suku bunga bagi deposito masing-masing sesuai dengan kebutuhan. Bagi bank umum swasta, ketetapan tentang suku bunga deposito berjangka belum pernah diadakan dan ketetapan suku bunga untuk bank-bank pemerintah itu dapat dijadikan pedoman oleh bank swasta. Namun dengan dikeluarkannya ketentuan di bulan Desember 1989, maka saat ini semua

bank bebas menentukan bunga deposito masing-masing.37

3. Simpanan Sertifikat Deposito

Pengertian sertifikat deposito/sertificate of deposit disebutkan di dalam pasal 1 angka 8

Undang-Undang Perbankan yang Diubah. Dikatakan bahwa yang dimaksud dengan sertifikat deposito adalah simpanan dalam bentuk deposito yang sertifikat bukti penyimpanannya dapat

35

Dahlan Siamat, 1993, Manajemen Bank Umum, Jakarta : Intermedia

36

Usman Rachmadi, SH, Op.Cit. hal. 229.

37


(40)

dipindahtangankan. Dari pengertian tersebut, jelaslah bahwa sertifikat deposito adalah surat berharga yang diterbitkan atas tunjuk tanpa nama pembelinya dalam rupiah, yang merupakan suatu pengakuan utang dari bank dan dapat diperjualbelikan dalam pasar uang. Berbeda dengan deposito berjangka, bunga sertifikat deposito diberikan secara diskonto, yakni dibayar dimuka sekaligus pada saat pembelian. Dengan demikian sertifikat deposito adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank dengan ciri-ciri sebagai berikut :

1. Surat berharga yang diterbitkan atas unjuk/pembawa, sehingga dapat diperjualbelikan;

2. Merupakan instrument pasar uang;

3. Bunga dapat dibayar di muka (diskonto) atau dapat pula dibayarkan di

belakang pada saat jatuh tempo;

4. Jangka waktu dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan;

5. Dapat dijadikan jaminan kredit bank;

6. Jangka waktunya minimal 30 (tiga puluh) hari dan maksimal 24 (dua puluh empat) bulan;

7. Nilai nominal minimal Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah).38

Pengaturan ketentuan sertifikat deposito terdapat pada :

1. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1065/KMK.00/1988 tentang Penerbitan sertifikat

deposito oleh Lembaga Keuangan Bukan Bank.

2. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 21/48/KEP/DIR dan Surat Edaran

Bank Indonesia Nomor 21/27/UPG masing-masing tanggal 27 Oktober 1988 tentang Penerbitan Sertifikat Deposito oleh bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank.

Sesuai dengan ketentuan di atas, sertifikat deposito sebagai sarana usaha pengerahan dana masyarakat dan piranti pasar uang bersama-sama dengan Sertifikat Bank Indonesia dan

38


(41)

Surat Berharga Pasar Uang, dapat diterbitkan oleh bank atau lembaga keuangan bukan bank tanpa meminta persetujuan Bank Indonesia.

Karena sertifikat deposito ini dapat diperjualbelikan dalam pasar uang, maka untuk melindungi pemegangnya diperlukan keseragamam bentuk, isi, dan redaksinya. Untuk itu warkat sertifikat deposito hendaknya memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Kertas yang digunakan sebagai bahan blanko sertifikat deposito sekurang-kurangnya sama dengan

mutu kertas untuk mencetak blanko cek, yaitu sesuai dengan yang ditentukan untuk “the

London Clearing Bank’s Paper Specification Nomor 1 (96 gsm)”;

2. Dalam mencetak blanko sertifikat deposito dimaksud hendaknya diperhatikan benar

unsur-unsur pengamanannya, sehingga perlu diciptakan ciri-ciri pengaman, misalnya bentuk

tulisan, gambar dasar, tanda air, dan garis guilloche;

Pada halaman depan sekurang-kurangnya dicantumkan :

1. Kata-kata “SERTIFIKAT DEPOSITO“ dan “DAPAT DIPERDAGANGKAN“ dalam ukuran

besar sehingga mudah terlihat;

2. Nomor seri dan nomor urut;

3. Nama dan tempat kedudukan penerbit;

4. Nilai nominal dalam rupiah;

5. Tanggal dan tempat penerbitan;

6. Tingkat bunga atau diskonto;

7. Pernyataan bahwa penerbit mengikat diri untuk membayar sejumlah uang tertentu dalam

rupiah pada tanggal dan tempat tertentu;

8. Tanda tangan direksi atau pejabat yang berwenang dari penerbit;

9. Tanda tangan pejabat dari kantor cabang di sertifikat deposito diterbitkan;


(42)

1. Penerbit menjamin sertifikat deposito dengan seluruh harta dan piutangnya;

2. Sertifikat deposito dapat diperjualbelikan dan dapat dipindahtangankan dengan cara

penyerahan;

3. Pelunasan dilakukan dengan tanggal jatuh waktu dan sesudahnya dengan menyerahkan

kembali warkat sertifikat deposito yang bersangkutan oleh pembawa.

4. Simpanan tabungan

Pengertian tabungan/saving disebutkan di dalam Pasal 1 angka 9 Undang-Undang

Perbankan yang diubah. Dikatakan yang dimaksud dengan tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu. Kepada nasabahnya akan diberikan atau menerima buku tabungan sebagai bukti telah menyimpan dananya dalam bentuk tabungan. Ketentuan yang mengatur hubungan hukum antara bank dengan nasabah penabung ini biasanya tercantum pada halaman terakhir dari buku tabungan. Dengan demikian tabungan merupakan dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank dengan ciri-ciri sebagai berikut :

1. Simpanan pihak ketiga;

2. Penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang telah disepakati

3. Penarikannya hanya dapat dilakukan dengan mendatangi kantor bank atau alat yang

disediakan untuk keperluan tersebut.

4. Penarikannya tidak dapat dilakukan dengan menggunakan cek, bilyet giro, dan surat


(43)

5. Penarikannya tidak boleh melebihi jumlah tertentu, sehingga menyebabkan saldo tabungan lebih kecil daripada saldo minimum, kecuali penabung tidak akan melanjutkan tabungannya;

6. Penyetoran dan pengambilan tabungan dilakukan oleh penabung dengan cara mengisi slip

penyetoran dan pengembalian tabungan, di mana bentuk dan isinya ditetapkan oleh bank yang bersangkutan;

7. Penabung diberi bunga sebagai imbalannya, yang diperhitungkan setiap akhir bulan/tahun

yang bersangkutan dan dibukukan pada awal bulan/tahun berikutnya;

8. Penyetorannya dapat dilakukan secara tunai maupun melalui cara-cara lainnya.

Penyelenggaraan tabungan dimulai pada tahun 1969 dengan Program Tabungan

Berhadiah. Kemudian pada tahun 1971, melalui kebijakan saving drive, diselenggarakan

Tabanas (Tabungan Pembangunan Nasional) dan Taska (Tabungan Asuransi Berjangka) berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 4/8/KEP/DIR tanggal 15 Juni 1971. Bank penyelenggara Tabanas/Taska ini adalah bank umum swasta nasional dan bank tabungan swasta yang telah memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh Bank Indonesia.

Selanjutnya dalam rangka meningkatkan penghimpunan dana masyarakat melalui perbankan dan pelayanan perbankanbagi para penabung kecil, maka sejak Oktober 1988 semua bank di Indonesia, termasuk bank asing dan bank penyelenggara Tabanas/Taska diperkenankan untuk mengembangkan sendiri berbagai jenis tabungan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Kebijakan pengerahan dana masyarakat melalui tabungan tersebut lebih lanjut telah dituangkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 21/28/UPG tanggal 27 Oktober 1988. Ketentuan ini memberikan batasan penyelenggaraan tabungan yang mesti dipatuhi oleh bank penyelenggara, antara lain :


(44)

1. Bank asing diperkenankan menyelenggarakan tabungan. Dalam hal bank asing akan menyelenggarakan Tabanas/Taska, hendaknya ditempuh prosedur yang berlaku untuk jenis tabungan tersebut;

2. Tabungan hanya dapat diselenggarakan dalam rupiah;

3. Tabungan selain Tabanas/Taska tidak dijamin oleh Bank Indonesia;

4. Dalam brosur mengenai penyelenggaraan tabungan yang dikeluarkan oleh masing-masing

bank, hendaknya dicantumkan secara jelas ketentuan-ketentuan tentang masing-masing tabungan yang diselenggarakannya, termasuk Tabanas/Taska.

Kebijakan penyelenggaraaan tabungan itu kemudian disempurnakan melalui Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 22/63/KEP/DIR tanggal 1 Desember 1989, yang menyatakan ketentuan penyelenggaraan tabungan oleh perbankan diserahkan kepada masing-masing bank dan Bank Indonesia tidak mengatur lagi ketentuan mengenai Tabanas/Taska/Tappelpram. Selain itu juga Bank Indonesia mencabut jaminan terhadap

Tabanas/Taska.39

C. Prinsip Perjanjian dan Simpanan

Dari segi sifatnya, perjanjian penitipan adalah bersifat riil. Sifat ini terdapat juga pada

perjanjian simpanan, seperti deposito atau tabungan. Namun terdapat perbedaan di antara keduanya yaitu pada perjanjian penitipan, barang yang dititipkan akan disimpan dan dikembalikan seperti wujud semula serta tidak dibebani bunga. Tidak demikian dalam perjanjian simpanan, pihak bank menetapkan persyaratan umum tertentu dalam rekening deposito atau rekening tabungan antara lain pihak penerima simpanan (bank) dapat mempergunakan uang si penyimpan dan dalam waktu tertentu bank akan memberikan bunga.

39


(45)

Selain itu, Undang-Undang Perbankan secara tegas membedakan antara simpanan dan penitipan. Yang dimaksud dengan penitipan adalah penyimpanan harta berdasarkan perjanjian atau kontrak antara bank umum dengan penitip, dengan ketentuan bank umum yang

bersangkutan tidak mempunyai hak kepemilikan atas harta tersebut.40 Perjanjian penitipan yang

diatur dalam Undang-Undang Perbankan juga tidak memberikan ketegasan apakah tunduk

pada aturan KUH Perdata, namun dalam praktiknya selalu mempergunakan KUH Perdata.41

Menurut R. Subekti, perjanjian simpanan (deposito) pada hakikatnya adalah suatu perjanjian pinjam uang dengan bunga. Ketentuan lain yang dapat dijadikan dasar hubungan

antara bank dengan nasabah penyimpan adalah Perjanjian Pemberian Kuasa (Lastgeving). Dalam

Pasal 1792 KUH Perdata dikatakan bahwa “Pemberian kuasa adalah suatu persetujuan dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada seseorang lain, yang menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan”. Apakah dapat dikatakan bahwa nasabah penyimpan memberikan kuasa kepada bank ketika menandatangani rekening deposito atau rekening tabungan atau rekening koran. Staub yang disitir oleh G. de Grooth mengatakan bahwa perjanjian rekening

koran adalah novasi, sedangkan Mariam Darus berkesimpulan bahwa secara expressis verbis,

perjanjian rekening koran di dalam Undang-Undang Perbankan merupakan perjanjian pemberian

kuasa.42

40

Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.

Menurut penulis, perjanjian simpanan tidak identik dengan perjanjian penitipan dan juga tidak dapat dikatakan sebagai perjanjian pemberian kuasa. Perjanjian simpanan memiliki

identitas sebagai perjanjian tidak bernama (onbenoemde overeenkomst, innominaat conracten)

dengan ciri-ciri sebagai berikut : pertama, perjanjian simpanan bersifat riil, artinya lahirnya

perjanjian tidak cukup diperlukan kesepakatan saja tetapi nasabah penyimpan harus

41

St. Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Jakarta : Institut Bankir Indonesia, 1993, hal. 132-134.

42


(46)

menyerahkan uang kepada bank untuk disimpan; kedua, uang yang telah diserahkan menjadi

milik bank dan penggunaannya menjadi wewenang penuh dari bank; ketiga, hubungan

hukumnya adalah bank berkedudukan sebagai debitor dan nasabah penyimpan berkedudukan

sebagai kreditor; keempat, bank bukanlah sebagai peminjam uang dari nasabah penyimpan;

kelima, nasabah penyimpan bukan sebagai penitip uang pada bank; keenam, bank akan mengembalikan simpanan nasabah dengan kontraprestasi berupa pemberian bunga.

Dari karakter hukum perdata, ada dua model yang dapat dipergunakan untuk menjamin

simpanan nasabah. Pertama, dengan perjanjian asuransi dan kedua, dengan perjanjian

penanggungan. Perjanjian asuransi tidak identik dengan skim asuransi yang dimaksud dalam penjelasan Pasal 37 B ayat (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004.

Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992, Pasal 1 angka 1 disebutkan :

Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang

didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.43

Subyek hukum dalam perjanjian asuransi adalah penanggung dan tertanggung. Tertanggung wajib membayar premi kepada penanggung, dan sebaliknya pula berhak atas pembayaran ganti kerugian jika peristiwa yang tak pasti itu terjadi. Di sinilah letak pentingnya

perjanjian asuransi memberikan proteksi.44

43

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992

Hubungan hukum antara penanggung dengan tertanggung ditegaskan dalam polis. Nasabah penyimpan meminta kepada bank untuk menjadi tertanggung dan lembaga asuransi sebagai penanggung. Dalam perjanjian asuransi tersebut dicantumkan klausul bahwa apabila bank dilikuidasi maka hak bank beralih kepada nasabah

44


(47)

penyimpan. Jadi, terdapat pengaturan subrogasi,45 sehingga nasabah penyimpan bertindak sebagai kreditor baru untuk menuntut haknya kepada penanggung. Berbeda dengan perjanjian

asuransi, dalam skim asuransi46

Sistem hukum perjanjian dibangun berdasarkan asas-asas hukum. Mariam Darus mengemukakan bahwa sistem hukum merupakan kumpulan asas-asas hukum yang terpadu di atas mana dibangun tertib hukum.

yang dimaksudkan dalam Undang-Undang Perbankan, yang terlibat adalah 3 (tiga) pihak yakni nasabah penyimpan, bank, dan lembaga asuransi simpanan. Dalam hal ini yang menjadi tertanggung adalah bank, dan penanggungnya adalah lembaga asuransi simpanan, sedangkan nasabah penyimpan adalah orang yang menerima manfaat asuransi. Bank sebagai peserta LPS wajib membayar premi penjaminan. Dalam hubungan hukum tersebut tidak diperlukan adanya polis. Namun kehadirannya lebih cenderung untuk menjamin uang nasabah penyimpan.

47

Pandangan ini menunjukkan arti sistem hukum dari segi substantif. Dilihat dari segi

substantif, asas hukum perjanjian adalah suatu pikiran mendasar tentang kebenaran (waarheid,

truth) untuk menopang norma hukum dan menjadi elemen yuridis dari suatu sistem hukum perjanjian. Di depan, di dalam, dan di belakang pasal-pasal dari hukum perjanjian terletak cita-cita hukum dari pembentuk hukum perjanjian. Jika norma hukum perjanjian bekerja tanpa memperhatikan asas hukumnya, maka norma hukum itu akan kehilangan jati diri dan semakin memberikan percepatan bagi runtuhnya norma hukum tersebut.

Hubungan antara norma dan asas hukum perjanjian sedemikian erat seperti bangunan rumah dengan tiang-tiang sebagai penopangnya. Asas hukum perjanjian merupakan landasan tempat melahirkan norma hukum, sebagai rohani hukum, sebagai tempat menganyam sistem

45

Emy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Pertanggungan, Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada, 1982, hal. 74-77.

46

Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah Bank, Jakarta : Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002, hal. 282.

47


(48)

hukum perjanjian, sebagai pedoman kerja bagi hakim, dan pelaksana hukum lainnya. Secara substantif filosofis, asas hukum perjanjian menjadi cita-cita hukum dan secara ajektif memberikan arah dan patokan untuk bekerja menyelesaikan peristiwa hukum perjanjian yang kongkret dalam masyarakat. Suatu norma hukum perjanjian yang baik harus memuat rumusan

pasal yang pasti (lex certa), jelas (concise) dan tidak membingungkan (unambiguous).48

Berikut ini dapat dikemukakan sejumlah asas hukum dalam sistem hukum perjanjian yaitu asas konsensualisme, asas kepastian hukum, asas kepercayaan, asas moral, asas kebebasan berkontrak, asas persamaan, asas keseimbangan, asas kepatutan, asas kebiasaan, asas perlindungan bagi golongan lemah, asas kekuatan mengikat, dan asas itikad baik.

Oleh karena itu, tidak dapat diterima secara utuh cita-cita hukum dari paham liberal sebelum dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan hukum kepribadian bangsa kita (nilai-nilai yang sesuai dengan pandangan hidup yaitu Pancasila). Hal ini menunjuk betapa pentingnya kedudukan dan peranan asas hukum perjanjian dalam suatu sistem hukum perbankan.

Dari sejumlah asas tersebut, terdapat 3 (tiga) asas yang merupakan tonggak hukum perjanjian dalam sistem hukum perbankan yang meliputi asas konsensualisme, asas kebebasan berkontrak, dan asas kekuatan mengikat.

Asas konsensualisme dilahirkan pada saat momentum awal perjanjian terjadi yaitu pada detik para pihak mencapai puncak kesepakatannya. Ketika para pihak menentukan hak dan kewajiban serta hal-hal lain yang menjadi substansi perjanjian, maka para pihak memasuki ruang asas kebebasan berkontrak. Dalam asas ini para pihak dapat menentukan bentuk dan isi dengan bebas sepanjang dapat dipertanggungjawabkan melalui karakter hukum kepribadian

bangsa, bukan karakter hukum liberal. Tekanan dari salah satu pihak melalui posisi inequality of

bargaining power dapat mengakibatkan prestasi perjanjian tidak seimbang, dan hal ini melanggar

48


(49)

asas iustum pretium. Perjanjian yang demikian menjadi cacat dan akibatnya dapat dibatalkan (vernietigbaar, voidable).49 Persetujuan secara timbal balik terhadap bentuk dan isi perjanjian ditandai dengan adanya pembubuhan tanda tangan atau yang dapat dipersamakan dengan itu. Tanda tangan yang diberikan menjadi pengakuan kehendak yang sah terhadap isi perjanjian. Akibatnya perjanjian tersebut mengikat bagi kedua belah pihak dan harus dilaksanakan dengan

itikad baik (te geode trouw, in good faith).

D. Pentingnya Perlindungan Hukum Dalam Hubungan Antara Bank dan Perlindungan Hak

Hubungan antara bank dengan nasabah didasarkan pada 2 (dua) unsur yang saling terkait, yaitu hukum dan kepercayaan. Suatu bank hanya bisa melakukan kegiatan dan mengembangkan banknya, apabila masyarakat “percaya” untuk menempatkan uangnya pada bank tersebut. Berdasarkan kepercayaan masyarakat tersebut, bank dapat memobilisir dana dari masyarakat

untuk ditempatkan pada banknya, dan bank akan memberikan jasa-jasa perbankan.50

Berdasarkan dua fungsi utama dari suatu bank, yaitu fungsi pengerahan dana dan fungsi penyaluran dana, maka terdapat dua hubungan hukum antara bank dan nasabah, yaitu :

1. Hubungan hukum antara nasabah dan penyimpan dana

Artinya bank menempatkan dirinya sebagai peminjam dana milik masyarakat (para penanam dana). Bentuk hubungan hukum antara bank dan nasabah penyimpan dana, dapat terlihat dari hubungan hukum yang muncul dari produk-produk perbankan seperti deposito, giro, tabungan, dan sebagainya. Bentuk hubungan hukum itu dituangkan dalam bentuk peraturan bank yang bersangkutan dan syarat-syarat yang harus dipatuhi oleh setiap nasabah

49

J.M. Van Dunne dan Gr. van derBurght, Penyalahgunaan Keadaan (penerjemah : Sudikno Mertokusumo), Dewan Kerjasama Ilmu Hukum Belanda dengan Indonesia Proyek Hukum Perdata, Medan, 1987, hal. 31-51.

50


(50)

penyimpan dana. Syarat-syarat tersebut harus disesuaikan dengan produk perbankan yang ada, karena syarat suatu produk perbankan berbeda dengan produk perbankan lainnya.

2. Hubungan hukum antara bank dan nasabah debitur

Artinya bank sebagai lembaga penyedia dana bagi para debiturnya. Bentuknya dapat berupa kredit, seperti kredit modal kerja, kredit investasi atau kredit usaha kecil.

Pada dasarnya hubungan hukum antara bank dengan nasabah adalah hubungan kontraktual. Hubungan ini terjadi saat nasabah menjalin hubungan hukum dengan pihak bank, setelah nasabah melakukan hubungan hukum seperti nasabah membuka rekening

tabungan, deposito, giro, dan produk perbankan lainnya.51

Hubungan yang paling utama dan lazim antara bank dengan nasabah adalah hubungan kontraktual. Hal ini berlaku pada hampir semua nasabah, baik nasabah debitur,

nasabah deposan, ataupun nasabah non debitur-non deposan.52

Untuk kontrak antara bank dengan nasabah deposan atau nasabah non deposan-non debitur, lazimnya hanya diatur dalam bentuk kontrak yang sederhana. Itupun, sama seperti untuk kontrak kredit, diberlakukan kontrak dalam bentuk kontrak standar (kontrak baku), yang biasanya terdapat ketentuan-ketentuan yang berat sebelah, dimana pihak bank sering kali lebih diuntungkan. Akan tetapi, sungguhpun hubungan nasabah penyimpan dana dengan bank adalah hubungan kontraktual, dalam hal ini hubungan kreditur-debitur, dimana pihak bank sebagai debitur, sedangkan pihak nasabah sebagai kreditur, prinsip hubungan seperti ini juga tidak dapat diberlakukan secara mutlak. Karena itu, sebenarnya ada tiga tingkatan dari pemberlakuan hubungan kontraktual kepada hubungan antara nasabah penyimpan dana dengan pihak bank, yaitu sebagai berikut :

51

Ibid, hal. 33.

52


(51)

a. Sebagai hubungan debitur (bank) dan kreditur (nasabah);

b. Sebagai hubungan kontraktual lainnya yang lebih luas dari hanya sekedar hubungan

debitur-kreditur;

c. Sebagai hubungan implied contract, yaitu hubungan kontrak yang tersirat.53

Jika pihak nasabah dapat kapan saja menutup dan mengakhiri hubungannya dengan bank bahkan tanpa pemberitahuan sama sekali, bahkan tanpa sepengetahuan bank seperti penarikan uang seluruhnya lewat mesin ATM, tetapi pihak bank tidak dapat begitu saja

memutuskan hubungan kontrak dengan nasabahnya tanpa suatu pemberitahuan (notice)

kepada pihak nasabah dengan jangka waktu yang reasonable. Karena pada prinsipnya

hubungan antara nasabah penyimpan dana dengan bank adalah hubungan kontraktual tersebut (hubungan kreditur-debitur), maka tidak mengherankan jika dalam praktek, seringkali pihak nasabah penyimpan dana tidak mendapat perlindungan yang sewajarnya

oleh sektor hukum.54

Perikatan antara bank dengan nasabah terjadi karena orang atau badan yang memperoleh jasa pelayanan bank yang diminta. Jasa pelayanan bank dapat menempatkan nasabah dalam kedudukannya sebagai :

a. Penyimpan dana, yaitu sebagai pemegang rekening giro (giran), sebagai deposan

(dalam hal menyimpan dalam bentuk deposito berjangka atau pembeli sertifikat deposito) atau sebagai penabung. Dalam hal ini nasabah dapat dikategorikan sebagai pihak yang berpiutang.

53

Ibid, hal. 103.

54


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian dan hasil analsis penelitian yang telah dikemukakan pada bab-bab terdahulu, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Bentuk perjanjian antara bank dengan nasabah mengenai Simpanan dalam praktek Perbankan pada Bank Rakyat Indonesia (Persero) Cabang Medan Putri Hijau, yakni bank dalam membuat perjanjian dengan nasabah mengenai simpanan dalam bentuk tertulis.terlebih dahulu bank akan memberi tahu apa-apa saja yang menjadi isi dari perjanjian simpanan tersebut. Di dalam perjanjian simpanan tersebut dibuat apa yang menjadi hak dan kewajiban dari nasabah maupun bank. Bank akan melakukan pendataan diri nasabah apakah sudah cukup umur dalam pelaksanaan perjanjian tersebut. Bank memiliki syarat-syarat untuk terciptanya suatu perjanjian simpanan sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Perjanjian simpanan antara bank dengan nasabah memiliki landasan kepercayaan. Nasabah akan mempercayakan uang atau dananya kepada bank untuk disimpan dan dijaga, oleh sebab itu tidak ada paksaan dari bank kepada nasabah untuk menyimpan uang pada suatu bank.

2. PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Cabang Medan Putri Hijau, melakukan perlindungan hukum mengenai simpanan agar terhindar dari pelanggaran yang terjadi akibat dari perjanjian simpanan. Hal tersebut agar segala hak dan kewajiban masing-masing dapat terlaksana sesuai dengan perjanjian tersebut. Serta untuk menghindari terjadinya pembobolan dana nasabah yang dilakukan oleh pihak bank maupun pihak nasabah sendiri. Perlindungan 89


(2)

Hukum juga sangat penting bagi nasabah, hal ini disebabkan posisi nasabah sebagai konsumen yang memerlukan perlindungan. Oleh sebab itu diperlukannya perlindungan hukum mengenai perjanjian antara nasabah dengan bank mengenai simpanan dalam perbankan yang diatur dalam undang Perlindungan Konsumen maupun Undang-undang Perbankan.

3. Tanggung jawab bank terhadap nasabah yang diberikan oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Medan Putri Hijau, yakni bank menjamin simpanan nasabah melalui Lembaga Penjamin Simpanan dengan memberikan perlindungan hukum sesuai dengan dasar-dasar hukum Lembaga Penjamin Simpanan yang mengatur adanya kewajiban setiap bank untuk menjamin dana masyarakat dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 dan berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan, yang kemudian diantaranya ditindaklanjuti dengan penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2005 Tentang Modal awal Lembaga Penjamin Simpanan dan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2005 tentang Penjamin Simpanan nasabah bank berdasarkan prinsip syariah.

B. Saran

Sesuai dengan kesimpulan penelitian, maka diberikan saran-saran sebagai berikut : 1. Dengan adanya bentuk perjanjian antara nasabah dan bank menyangkut simpanan diharapkan

kepercayaan masyarakat terhadap bank sebagai lembaga keuangan dapat meningkat.

2. Dalam hal perlindungan hukum mengenai perjanjian simpanan perlu mendapat sorotan, ini disebabkan minimnya kesadaran para pihak terhadap perjanjian simpanan.Masih banyak yang belum mengetahui apa yang menjadi hak dan kewajiban masing-masing. Oleh sebab itu Undang-undang Perlindungan Konsumen dan Undang-undang tentang perbankan sangat penting dalam hal ini.


(3)

3. Perlunya pengaturan yang tegas terhadap hak dan kewajiban antara nasabah dan bank, maupun sanksi yang dijatuhkan. Khususnya nasabah sebagai konsumen, baik dalam perlindungan hukumnya yang berkaitan dengan klausul baku, agar nasabah tidak menjadi pihak yang dirugikan, mengingat peraturan yang ada saat ini kurang mengakomodir permasalahan perlindungan hukum terhadap perjanjian simpanan, perlunya dilakukan pembaharuan terhadap isi beberapa peraturan di antaranya Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, dan undang-undang lain yang berkaitan.

Apabila ada bank yang dinilai gagal atau dilkuidasi maka yang mengambil alih tanggung jawab bank tersebut kepada nasabah adalah Lembaga Penjamin Simpanan.Hal tersebut dapat terjadi apabila bank tersebut sudah menjamin dananya pada Lembaga Penjamin Simpanan.

Dari hasil wawancara penulis dengan Raskita Sinulingga (Priority Banking Officer) tentang bagaimana bentuk tanggung jawab Bank terhadap simpanan dalam praktek perbankan yaitu Bank Rakyat Indonesia akan bertanggung jawab serta mengganti dana nasabah apabila ada pengurangan saldo atau berkurangnya jumlah dana nasabah tanpa diketahui oleh nasabah. Dan apabila Bank Rakyat Indonesia mengalami kegagalan maka tanggung jawabnya akan diambil oleh Lembaga Penjamin Simpanan.75

75


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia,Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2006.

Rachmadi, Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001.

Djumaha, Muhamad. Drs, Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung : PT.Citra Aditya Bakti, 2003.

Widiyono, Try, Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia, Bogor : Ghalia Indonesia, 2006.

Sudikno, Mertokusumo, Catatan Kapita Selecta Hukum Perjanjian, Yogyakarta : Penataran Dosen Hukum Perdata/Dagang, 1992.

Sidabalok, Janur, Hukum Perdata Indonesia, Medan, 2009.

Siamat, Dahlan, Manajemen Lembaga Keuangan, Jakarta : Intermedia, 1995. Siamat, Dahlan, Manajemen Bank Umum, Jakarta : Intermedia, 1993.

Suryohadibroto, Prayogo, Imam dan Prakoso, Djoko, Surat Berharga : Alat Pembayaran dalam Masyarakat Modern, Jakarta : Rineka Cipta, 1991

Widjanarto, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 1994.

Hartono, Rezeki, Sri, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Jakarta : Sinar Grafika, 1997. Simanjuntak, Pangaribuan, Erny, Hukum Pertanggungan, Jogyakarta, Universitas Gadjah Mada,

1992.

Badrulzaman, Darus, Mariam, Hukum Benda Nasional, Bandung : Alumni, 1990. Badrulzaman, Darus, Mariam, Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung : Aditya Bhakti, 2001. Atmasasmita Romli, Pengantar Hukum Kejahatan Bisnis, Jakarta : Prenada Medan, 2006.

J.M. Van Dunne dan Gr. Van Derbught, Penyalahgunaan Keadaan (penerjemah : Sudikno Mertokusumo), Medan : Dewan Kerjasama Ilmu hukum Belanda dengan Indonesia Proyek Hukum Perdata, 1987.


(5)

Fuady, Munir, Hukum Perbankan Modern (berdasarkan UU Thn.1998), Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1999.

Muhammad, Abdul Kadir, Hukum Acara Perdata Indonesia, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000.

Djumhana, Muhammad, Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2006.

Departemen Pendidikan Indonesi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 2005. Subekti, R dan Tjitrosudibio, R, Kitab Unang-Undang Hukum Perdata, Jakarta : PT. Pradyna

Paramita, 2004.

Sitompul, Zulkarnain, Perlindungan Dana Nasabah Bank, Jakarta : Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002

Sjahdeini, Remy, Kebebsan Berkontrak dan Perlindungan yang Seinmbang Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Jakarta : Intitut Bankir Indonesia, 1993.

Nurdewata, Fajar, Mukti, Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001.

Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001. Wahyo, Bambang, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Sinar Grafika, 1996.

Somitro Hanitjo Ronny, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1982.

PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Pokok Perbankan No.10 Tahun 1998

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 Tentang KUHPerdata

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

WEBSITE

http:/id.wikipedia.org/wiki/perbankan-indonesia diakses pada tanggal 12 April 2012

diakses pada tanggal 17 Mei 2012


(6)

SUMBER LAIN

Wawancara dan Diskusi dengan Ibu Raskita Sinulingga selaku salah satu Priority Banking Officer Bank BRI Cabang Putri Hijau Medan pada hari Selasa tanggal 18 Juni 2012.


Dokumen yang terkait

Sistem Informasi Akuntansi Kas Pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk Cabang Medan Putri Hijau

7 125 53

Akibat Hukum Serta Penyelesaian Masalah Kelalaian Pegawai Bank Memasukkan Nomor Rekening Nasabah Dalam Transfer Uang Pada Bank Rakyat Indonesia Cabang Medan

1 58 81

Bank Garansi Sebagai Pengalihan Kewajiban Jika Terjadi Wanprestasi Oleh Nasabah (Studi Di Bank Rakyat Indonesia Cabang Putri Hijau)

12 109 115

Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Nasabah Britama (Studi Pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Putri Hijau Medan)

1 73 135

Pengaruh Disiplin Kerja Terhadap Prestasi Kerja Karyawan Pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Cabang Medan Putri Hijau

21 209 96

Aspek Juridis Penanganan Kredit Bermasalah Di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, Studi Pada Kantor Cabang PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, Medan Putri Hijau

0 33 170

Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Nasabah Pada PT.Bank Rakyat Indonesia (Persero) Cabang Putri Hijau Medan

0 62 95

TANGGUNG JAWAB HUKUM DALAM PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT PADA PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) CABANG Tanggung Jawab Hukum Dalam Pelaksanaan Perjanjian Kredit Pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Cabang Boyolali.

0 3 19

BAB II GAMBARAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN SIMPANAN - Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Menyangkut Perjanjian Simpanan Dengan Bank Dalam Praktek Perbankan (Studi Pada Pt. Bank Rakyat Indonesia(Persero)Cabang Medan Putri Hijau)

0 0 36

BAB I PENDAHULUAN - Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Menyangkut Perjanjian Simpanan Dengan Bank Dalam Praktek Perbankan (Studi Pada Pt. Bank Rakyat Indonesia(Persero)Cabang Medan Putri Hijau)

0 0 13