BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Memiliki anak yang sehat dan cerdas adalah dambaan setiap orang tua. Untuk mewujudkannya tentu saja orang tua harus selalu memperhatikan pertumbuhan
dan perkembangannya. Meskipun proses tumbuh kembang anak berlangsung secara alamiah, proses tersebut sangat bergantung kepada orang dewasa atau
orang tua Sulistijani, dkk. 2001. Masa balita merupakan masa yang tergolong rawan dalam pertumbuhan dan
perkembangan anak karena pada masa ini anak mudah sakit dan mudah terjadi kurang gizi. Pada masa balita ini perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas,
kesadaran sosial, emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan berikut. Perkembangan moral serta dasar-dasar kepribadian
juga dibentuk pada masa ini Soetjininsih, 1995. Tahun-tahun pertama kehidupan anak merupakan kurun waktu yang sangat
penting dan kritis : tumbuh kembang fisik, mental dan psikososial berjalan sedemikan cepatnya sehingga keberhasilan tahun-tahun pertama untuk sebagian besar
menentukan hari depan anak. Kelainanpenyimpangan apapun apabila tidak diintervensi secara dini dengan baik pada saatnya, dan tidak terdeteksi secara
nyata mendapatkan perawatan yang bersifat purna promotif, preventif dan rehabilitatif Iwan, S, 2008.
Gizi yang baik ibarat bahan bakar bagi otak. Perkembangan sirkuit otak sangat bergantung pada kualitas gizi dan stimulasi yang diberikan pada balita sejak
Universitas Sumatera Utara
dalam kandungan sampai usia tiga tahun pertama, atau disebut masa emas pertumbuhan golden age period. Cepatnya pertumbuhan sel otak manusia pada usia
bayi hingga usia tiga tahun dan mencapai kesempurnaannya di usia lima tahun, membuat faktor pemenuhan gizi sebagai faktor yang vital Anonim, 2010.
Pola asuh anak berupa sikap dan prilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat, kebersihan, memberikan
kasih sayang dan sebagainya. Kesemuanya berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan fisik dan mental, tentang status gizi, pendidikan umum, penghasilan,
pengetahuan, dan keterampilan tentang pengasuhan anak yang baik, peran dalam keluarga atau masyarakat, dan sebagainya dari si ibu dan pengasuh anak Sunarti,
2000. Pengaruh pola asuh orang tua mempunyai dampak besar pada kehidupan anak
di kemudian hari. Salah satu penghambat potensi anak adalah pengaruh pola asuh yang tidak berorientasi pada perkembangan anak. Biasanya terjadi ketika anak di
bawah lima tahun Anonim, 2010 . Kurang pengetahuan ibu tentang pemberian makanan terjadi karena banyak
tradisi dan kebiasaan seperti penghentian penyusuan lebih awal dari 2 tahun, anak kecil hanya memerlukan makanan sedikit dan pantangan terhadap makanan, ini
merupakan faktor penyebab masalah gizi di masyarakat Depkes RI, 2002. Menurut Engle et al 1997, pola asuh adalah kemampuan dan masyarakat
untuk menyediakan waktu, perhatian dan dukungan dalam memenuhi kebutuhan fisik, mental, dan sosial dari anak yang sedang tumbuh dalam anggota keluarga
lainnya. Pola asuh dimanifestasikan dalam 6 hal yaitu 1 perhatian atau dukungan
Universitas Sumatera Utara
untuk wanita seperti pemberian waktu istirahat yang tepat atau peningkatan asuhan makanan selama hamil, 2 pemberian ASI dan makanan pendamping anak,
3 rangsangan psikososial terhadap anak dan dukungan untuk perkembangan mereka, 4 persiapan dan penyimpanan makanan 5 praktek kebersihan dan sanitasi
lingkungan 6 perawatan anak dalam keadaan sakit meliputi praktek kesehatan di rumah dan pola pencarian pelayanan kesehatan Sunarti, 1989.
Praktek pengasuhan anak yang berkaitan dengan gizi balita di rumah tangga diwujudkan dengan ketersediaan pangan. Pemberian makanan untuk kelangsungan
hidup untuk pertumbuhan dan perkembangan anak ini merupakan kunci dalam pola asuh anak balita. Pola asuh balita meliputi : perawatan dan perlindungan ibu,
praktek menyusui dan pemberian makanan pendamping ASI, kebersihan diri dan sanitasi lingkungan, praktek kesehatan di rumah tangga dan pola pencarian pelayanan
kesehatan Zeitlin, 2000. Kekurangan gizi dapat terjadi dari tingkat ringan sampai tingat berat dan
terjadi secara perlahan-lahan dalam waktu cukup lama. Keadaan gizi atau status gizi masyarakat menggambarkan tingkat kesehatan yang diakibatkan oleh keseimbangan
antara kebutuhan dan asupan zat-zat gizi yang dikonsumsi seseorang. Anak yang kurang gizi akan menurun daya tahan tubuhnya, sehingga mudah terkena penyakit
infeksi. Sebaliknya anak yang menderita penyakit infeksi akan mengalami gangguan nafsu makan dan penyerapan zat-zat gizi sehingga menyebabkan kurang gizi. Anak
yang sering terkena infeksi dan gizi kurang mengalami tumbuh kembang yang akan mempengaruhi tingkat kesehatan, kecerdasan dan produktivitas di masa dewasa.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian yang dilakukan Ruhana 2007 di daerah tsunami Kabupaten Pidie Nanggro Aceh Darussalam menunjukan bahwa ada pengaruh antara pola asuh
pemberian makan, praktek kebersihan dan sanitasi lingkungan dengan status gizi anak balita, sedangkan perawatan anak dalam keadaan sakit tidak berpengaruh
terhadap status gizi anak balita. Demikian juga menurut hasil penelitian Munarni 2007 apabila pola asuh anak baik yang meliputi praktek pemberian makan, praktek
kebersihan dan sanitasi lingkungan maka status gizi anak balita dikategorikan baik pula.
Seorang ibu memegang peranan penting dalam pengasuhan anaknya, dan mempunyai pola pengasuhan yang tidak sama. Karena hal ini sangat dipengaruhi oleh
faktor-faktor yang mendukungnya, antara lain: latar belakang pendidikan ibu, pekerjaan ibu, status gizi ibu, jumlah anak dan sebagainya.
Indeks Pembangunan Manusia IPM tahun 2004, menunjukkan Indonesia menempati urutan ke 111 dari 177 negara. IPM tersebut lebih rendah jika
dibandingkan dengan peringkat IPM negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Rendahnya status gizi dan kesehatan penduduk dapat ditunjukkan masih tinggi angka
kematian bayi sebesar 35 per 1000 kelahiran hidup, dan kematian balita sebesar 58 per 1000 serta angka kematian ibu sebesar 307 per 1000 kelahiran hidup dan keadaan
ini berkaitan dengan buruknya status gizi. Berdasarkan data Survei Nasional tahun 2005 menunjukkan bahwa status gizi anak balita adalah gizi baik 71,88, gizi
kurang 19,62, gizi buruk 8,55, gizi lebih 2.24 Depkes RI, 2005. Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara tahun 2007
prevalensi gizi buruk 4,4 , gizi kurang 18,8 dari jumlah balita 1,6 juta jiwa
Universitas Sumatera Utara
Din.Kes Provinsi Sumatera Utara, 2008. Di Kabupaten Langkat tahun 2009 melalui hasil Survey Pemantauan Status Gizi PSG prevalensi gizi buruk dan gizi kurang
sebesar 1,25 dan 9,73 Profil Dinkes Kabupaten Langkat, 2009. Berdasarkan survei awal peneliti di Kantor Kepala Desa Kutambaru 2009,
menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Desa Kutambaru memiliki jenis pekerjaan sebagai petani. Pada umumnya ibu-ibu di Desa Kutambaru ikut membantu
suami bekerja di ladang dan ada juga ibu bekerja sebagai buruh tani harian yang intensitas waktu mengasuh anak kurang, dan rata-rata ibu berpendidikan rendah.
Berdasarkan kriteria desa tertinggal yang dikeluarkan oleh Bappeda Kabupaten Langkat bahwa Desa Kutambaru merupakan salah salah satu desa
tertinggal. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat sosial ekonominya menengah ke bawah sehingga memungkinkan pola asuh anak terutama pada
pemberian makan anak kurang baik. Hasil penimbangan posyandu pada tahun 2009 diketahui bahwa di Desa
Kutambaru Kecamatan Kutambaru merupakan desa yang mempunyai jumlah batita gizi kurang tertinggi yaitu 14 11,02 batita dari 127 batita Puskesmas Maryke,
2009. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai pola asuh dan status gizi anak usia 0-36 bulan di Desa Kutambaru Kecamatan Kutambaru Kabupaten Langkat.
Universitas Sumatera Utara
1.2. Perumusan Masalah