G. Motivasi Terkait: Stock Split dan Reverse Stock Split
1.
Optimal price range hipotesis Optimal price range
merupakan rentang harga yang dirasa tepat bagi saham untuk diperdagangkan oleh investor. Disini, saham diperdagangkan
secara aktif dan memberikan total market value yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan saham yang tidak di-split. Tingkat harga optimal
biasanya dibagi berdasarkan industri dan karakteristik pemegang sahamnya. Melinda Safitri, 2006.
Bagi saham yang berada pada level yang terlalu tinggi diatas rentang harga ini, sahamnya akan sulit untuk dimiliki oleh investor dengan resource terbatas,
misalnya investor individual. Karakteristik kepemilikannya menjadi tidak luas dan tidak mencakup jenis investor ini.
Seringkali, sahamnya juga menjadi tidak aktif dan transaksinya kurang frekuentif sehingga pemegang saham menjadi sulit untuk mencari calon
pembeli dan memperoleh capital gain. Emiten yang berada pada kondisi demikian biasanya melaksanakan stock split.
Emiten mengharapkan efek dari pelaksanaan stock split dapat memberikan kesempatan kepada investor kecil untuk memiliki atau memperdagangkan
saham secara lebih frekuentif. Disini total market value saham diharapkan akan menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan tidak dilaksanakannya stock
split .
Hipotesis ini memprediksi bahwa kecilnya jumlah investasi yang dibutuhkan untuk membeli sejumlah lot saham akan menaikan jumlah
pemegang saham individu. Pemegang saham institusi tidak terhambat oleh jumlah investasi yang besar dan oleh sebab itulah tidak terpengaruh oleh
pelaksanaan stock split. Melinda Safitri, 2006. Saham yang berada pada level yang jauh di bawah rentang harga optimal
dapat juga melaksanakan reverse stock split untuk mencapai harga yang diinginkan. Pada level yang terlalu rendah, harga saham cendrung
mengindikasikan rendahnya kualitas konotasi negative terhadap saham yang diperdagangkan pada tingkat harga sangat rendah atau peny stock. Hal ini
menyebabkan banyaknya investor institusi yang hanya melakukan pembelian yang dapat dijustifikasi menjauhi saham-saham demikian. Lakonishok, et.al.
1992 dalam Melinda Safitri, 2006. Peny stock
dikatakan merupakan saham yang tidak berkualitas karena perusahaan dengan harga saham rendah seringkali diasosiasikan dengan
manipulasi, penipuan, dan rendahnya kualitas. Emiten menjadi tidak mampu untuk menunjukkan potensinya karena rendahnya kepercayaan pasar. Pada
saat inilah emiten menganggap perlu untuk menaikan harga sahamnya dengan melakukan reverse stock split.
Saham yang harganya telah naik ini diharapkan dapat meningkatkan kredibilitasnya sebagai perusahaan yang berkualitas. Dengan demikian, kesan
bahwa harga saham terlalu murah dapat dihindari dan kepercayaan investor kepada saham diharapkan akan meningkat sehingga saham dapat
diperdagangkan dengan lebih aktif.
2.
Liqidity Hipotesis
Hipotesis ini disebutkan oleh Copeland 1979 dan dijadikan salah satu alasan pelaksanaan split yang disebutkan oleh Van Horne 2002 dalam
Melinda Safitri 2006. Likuiditas menjadi penting karena emiten menginginkan sahamnya dapat diperdagangkan dengan mudah dan
menghindari sahamnya menjadi saham tidur. Saham tidur dekat dengan ancaman delisted.
Hipotesis likuiditas erat kaitannya dengan keberadaan optimal price range. Pada rentang harga ini, baik stock split maupun reverse stock split
menghendaki adanya perdagangan yang lebih aktif menuju likuiditas yang lebih tinggi. Namun bukti-bukti empiris yang menunjukkan pengaruh stock
split dan reverse stock split terhadap likuiditas perdagangan saham sendiri
cendrung tidak konsisten dengan hipotesis. Stock split
diharapkan mampu meningkatkan likuiditas perdagangan dengan cara memperluas cakupan karakteristik investornya ke investor-
investor kecil. Namun hal ini bergantung kepada proporsi kepemilikan sebelum dilaksanakannya stock split sebagaimana dibuktikan oleh Najmudin
2002 dalam Melinda Safitri 2006. Perusahaan dengan proporsi kepemilikan institusi yang rendah sebelum split mengalami kenaikan likuiditas. Lain
halnya dengan perusahaan yang proporsi kepemilikan institusinya sebelum stock split
adalah tinggi, likuiditas perdagangan saham tidak mengalami kenaikan.
Berdasarkan penelitian, dampak dari dilaksanakannya stock split seringkali menunjukkan bukti-bukti empiris akan menurunnya likuiditas perdagangan.
Penurunan ini berkaitan dengan hubungan antara transaction cost dengan harga. Semakin rendah harga, maka transaction cost dalam persen harga
saham akan semakin tinggi berbanding terbalik. Melinda Safitri, 2006. Dilaksanakannya reverse stock split membawa saham kepada harga yang
lebih tinggi. Pada rentang ini, saham dapat menunjukkan kualitasnya sehingga dapat terdeteksi dan bisa mendapatkan kepercayaan dari investor. Pada
akhirnya, saham akan menjadi lebih likuid. Likuiditas juga dikatakan akan meningkat setelah reverse stock split
dengan alasan lain selain diatas. Hipotesis bahwa harga saham berbanding terbalik dengan transaction cost membuat saham yang berada pada harga yang
lebih tinggi mengalami penurunan transaction cost dalam persen harga saham sehingga saham lebih banyak diperdagangkan.
3.
Signaling hipotesis
Split dikatakan memiliki muatan informasi dimana arus informasi pada
pasar tidak selalu simetris. Pihak manajemen dianggap memiliki informasi yang lebih dalam dan menyeluruh atas segala tindakan perusahaan dan
investor sebagai pihak luar hanya akan menerima sebagian informasi saja. Dilaksanakannya split, baik stock split maupun reverse stock split, akan
membawa sinyal-sinyal yang mempengaruhi persepsi investor dalam mengambil keputusan. Hal ini disebutkan oleh Van Horne 2002 sebagai
informational atau signaling effect. Melinda Safitri, 2006.
Stock split membawa sinyal bahwa perusahaan akan mengalami future
earnings yang signifikan dimasa mendatang. Hal ini seringkali menjadi
persepsi investor karena sebagian besar perusahaan yang melakukan stock split
adalah perusahaan yang di tahun-tahun sebelumnya mengalami kenaikan earnings
secara terus-menerus yang secara relative berada diatas industrinya. Selain itu, apabila perusahaan telah memutuskan untuk melaksanakan stock
split yang menurunkan harga saham, berarti perusahaan sendiri memiliki
kepercayaan bahwa harga sahamnya akan mengalami kenaikan dimasa mendatang. Endah Lestari, 2006.
Investor juga memiliki persepsi bahwa perusahaan akan membagikan cash dividend
setelah dilaksanakannya stock split. Persepsi ini terjadi karena pada prakteknya perusahaan kadang melakukan stock split yang diikuti oleh
pembagian deviden tunai. Van Horne dan Wachowicz, 2002:510. Disini stock split berlaku sebagai sinyal positif dari prospek masa depan
sebuah perusahaan. Sinyal baik ini direspon oleh investor sehingga mempengaruhi saham secara positif sehingga terjadi kenaikan harga saham
yang signifikan. Kenaikan harga pasar ini seringkali tidak proporsional dengan proporsi split, sehingga para pemegang saham akan memiliki total
value yang lebih tinggi. Emiten yang melakukan stock split, mengharapkan
sinyal positif ini tersampaikan kepada investor yang akan bertindak sesuai dengan persepsinya.
Sinyal yang ingin ditunjukkan oleh emiten yang melakukan reverse stock split
adalah sinyal positif yang menandakan bahwa sahamnya memiliki
kualitas yang lebih dari harga yang ditunjukannya. Harga yang rendah dengan mudah diasosiasikan dengan rendahnya kualitas, dengan melakukan reverse
stock split , emiten ingin menghindari persepsi tersebut dan menunjukkan
kinerja dan prospeknya. Di luar itu, perusahaan kadang menggunakan reverse stock split
sebagai alat untuk menarik perhatian pasar. Melinda Safitri, 2006. Namun sinyal yang tersampaikan adalah sinyal negatif berupa persepsi
investor akan future earnings dan kemampuan perusahaan untuk meningkatkan harga sahamnya di masa mendatang. Apabila perusahaan
memutuskan untuk melaksanakan reverse stock split, perusahaan dianggap tidak optimis dalam menilai kinerjanya di masa mendatang. Perusahaan
dianggap tidak mampu untuk menaikan harga sahamnya dengan cara menunjukan kinerja. Hasil dari persepsi ini diterapkan dalam reaksi investor
yang secara empiris telah dibuktikan menyebabkan terjadinya abnormal return
yang negatif, terutama disekitar hari pengumuman. Van Horne dan Wachowicz, 2007:296.
Reverse stock split membawa sinyal negatif lainnya bagi investor. Reverse
stock split seringkali dilaksanakan oleh emiten yang selama tahun-tahun
sebelumnya mengalami kinerja earnings yang tidak baik sehingga mendorong harga sahamnya ke bawah. Kinerja finansial yang buruk ini kemudian
dihubungkan dengan semua kejadian reverse stock split sehingga emiten yang melakukannya dianggap mengalami kesulitan finansial.
H. Hipotesis