HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Suaka Margasatwa SM Dolok Surungan 1. Tinjauan sejarah dan pengelolaan
Suaka Margasatwa SM Dolok Surungan merupakan kawasan konservasi yang diperuntukkan bagi perlindungan dan habitat yang penting bagi satwa-satwa liar yang
dilindungi terutama Tapir Tapirus indicus. Sejak jaman Belanda, kawasan ini, sebelumnya bernama kompleks hutan Dolok Sihobun 13.000 ha dan kompleks hutan
Dolok Surungan 10.800 ha, telah ditetapkan sebagai kawasan hutan negara dengan Surat Keputusan Zelfbestuur No. 50 tanggal 25 Juni 1924. Pada tahun 1974 kedua
kompleks hutan ini ditetapkan menjadi kawasan Suaka Margasatwa Dolok Surungan dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 43KptsUm1974 pada tanggal 2
Pebruari 1974 seluas 23.800 ha. Sejak berdirinya Departemen Kehutanan pada tahun 1984, pengelolaan SM Dolok
Surungan beralih dari Dirjen PPA Departemen Pertanian ke Departemen Kehutanan. Untuk memudahkan pengelolaan, pengelolaan kawasan SM Dolok Surungan dibagi ke
dalam satuan resort konservasi wilayah. Saat ini, SM Dolok Surungan dibagi menjadi 2 resort yang berkedudukan di Salipotpot SM Dolok Surungan I dan di Parsoburan SM
Dolok Surungan II Balai KSDH Sumut II, 2002.
2. Kondisi Fisik Letak dan keadaan geografis
SM Dolok Surungan berada di antara 2°22’ 34,74” LU dan 2° 41’ 29,36 ” LU, 99° 18’ 47,03” BB dan 99° 30’ 27,56” BB. Kawasan ini berada di ± 50 Km sebelah tenggara
Danau Toba. Luas kawasan keseluruhan mencapai 23.800 ha. Secara administratif
Universitas Sumatera Utara
berada di 3 Kecamatan Habinsaran, Pintu Pohan Meranti, dan Bandar Pulau di 2 Kabupaten Tobasa dan Asahan dan berbatasan langsung di sebelah Timur dengan
Kecamatan Kualuh Hulu, Kabupaten Labuhan Batu. SM Dolok Surungan berada pada ketinggian ± 350 mdpl sampai dengan ± 2173,7
mdpl dengan puncak tertinggi di Dolok bukit Surungan. Kontur dan topografi dominan di dalam kawasan dan kawasan penyangga di sekitarnya bergunung-gunung dan
berbukit-bukit. Topografi yang cukup landai berada di sebelah Timur sampai ke kawasan penyangga kawasan di wilayah administratif Kabupaten Labuhan Batu.
Dalam satuan Daerah Aliran Sungai DAS, SM Dolok Surungan termasuk ke dalam DAS Asahan dan DAS Kualuh. Adapun dalam rentang satuan DAS Asahan,
wilayah SM Dolok Surungan berada pada wilayah hulu DAS yang bermuara di Tanjung Balai ini Balai KSDH Sumut II, 2002.
3. Potensi ekologis
SM Dolok Merupakan kawasan konservasi terbesar di wilayah Toba. Luasnya mencapai 23.800 ha dengan kontur berbukit-bukit dan berada di sebelah Tenggara
Danau Toba. Beberapa kawasan konservasi lainnya yang berada di ranah ini antara lain : Cagar Alam CA Dolok Saut 39 ha, CA Martelu Purba di sebelah utara 195 ha, dan
Taman Wisata Alam TWA Sijaba Hutaginjang di sebelah selatan 500 ha. Pada saat ditetapkan menjadi kawasan konservasi, kawasan SM Dolok Surungan
dianggap sebagai kawasan perlindungan bagi berbagai satwa, terutama tapir Tapirus indicus. Satwa ini merupakan salah satu mamalia yang termasuk ke dalam Appendix I
CITES yang berarti merupakan hewan dengan status perlindungan peredaran utama. Selain tapir, hewan-hewan lain yang terdapat di SM Dolok Surungan meliputi : harimau
Universitas Sumatera Utara
sumatera, kambing hutan, burung rangkong, rusa, dan berbagai jenis primata termasuk jenis-jenis Presbytis Balai KSDH Sumut II, 2002.
Jenis flora yang banyak ditemukan di SM Dolok Surungan terutama jenis-jenis tumbuhan dan pepohonan hutan dat aran rendah sampai pegunungan. Di sebelah Utara
jenis-jenis Dipterocarpaceae masih banyak ditemukan terutama jenis meranti-merantian dan keruing. Di sebelah tengah dan selatan jenis-jenis Fagaceae dari kelompok beringin
dan Quercus spp. cukup dominan sesuai dengan ketinggiannya. Di wilayah puncak- puncak kawasan, jenis endemik Toba Pinus merkusii atau tusam banyak dijumpai. Jenis-
jenis pohon buah juga banyak dijumpai di sekitar kawasan. Berdasarkan informasi masyarakat, sejak dulu jenis-jenis durian, manggis, petai pote-lokal, dan langsat secara
alami sudah tumbuh dan banyak dijumpai di dalam kawasan. Penelitian LIPI pada tahun 2003 menemukan satu jenis bunga padma endemik
tumbuh di dalam SM Dolok Surungan. Namun sayang, pada saat itu spesimen tanaman parasit ini tidak bisa diambil. Spesimen untuk jenis yang sama akhirnya ditemukan
kembali dan dapat diambil di dalam Taman Nasional Batang Gadis TNBG di Kabupaten Mandailing Natal. Sampai saat ini diyakini bahwa jenis bunga padma ini
merupakan jenis baru yang berbeda dengan Rafflesia arnoldi yang pertama kali ditemukan di Bengkulu Balai KSDH Sumut II, 2002.
4. Kondisi Sosial Budaya