Pengaruh Komposisi dan Ukuran Mikro Serbuk Kulit Kerang Darah (Anadora granosa) Terhadap Komposit Epoksi-PS/Serbuk Kulit Kerang Darah (SKKD)

(1)

PENGARUH KOMPOSISI DAN UKURAN MIKRO SERBUK

KULIT KERANG DARAH (ANADORA GRANOSA)

TERHADAP KOMPOSIT EPOKSI-PS/SERBUK KULIT

KERANG DARAH (SKKD)

SKRIPSI

Oleh

TOMMY ARISSA PUTRA

090405039

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

AGUSTUS 2015


(2)

PENGARUH KOMPOSISI DAN UKURAN MIKRO SERBUK

KULIT KERANG DARAH (ANADORA GRANOSA)

TERHADAP KOMPOSIT EPOKSI-PS/SERBUK KULIT

KERANG DARAH (SKKD)

SKRIPSI

Oleh

TOMMY ARISSA PUTRA

090405039

SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN

PERSYARATAN UNTUK MENJADI SARJANA TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

AGUSTUS 2015


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

DEDIKASI

Penulis mendedikasi skripsi ini kepada kedua orang tua penulis. Suhardi Nasmul dan Silviani, yang telah merawat dan membimbing penulis sampai sekarang.


(8)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama: Tommy Arissa Putra NIM: 090405039

Tempat/Tgl. Lahir: Medan, 30 Agustus 1991 Nama orang tua: Suhardi Nasmul

Alamat orang tua: Jalan HM Said no 2L

Asal Sekolah

 SD Methodist-3, tahun 1997-2003  SMP Methodist-3, tahun 2003-2006  SMA Methodist-3, tahun 2006-2009 Pengalaman Organisasi/ Kerja:

1. Anggota Himatek (Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia USU) tahun 2009-2013

Artikel yang telah dipublikasi kan dalam Jurnal/Penelitian Ilmiah: 1. The First International Conference on Science, Technology and


(9)

ABSTRAK

Polimer di bidang industri telah mengambil peranan penting karena polimer bersifat murah, ringan dan tahan korosi. Polimer biasanya digunakan untuk membuat komposit yaitu dengan mencampurkannya dengan bahan lain sehingga memberikan sifat yang lebih unggul. Pada penelitian ini, dibuat komposit dengan matriks berupa resin epoksi dan serbuk kulit kerang darah sebagai pengisi. Resin epoksi dipilih sebagai matriks karena sifat ketahanannya kimia maupun cuaca yang baik serta banyak digunakan di berbagai bidang. Serbuk kulit kerang darah dipilih karena kandungan kulit kerang darah digunakan untuk menguatkan komposit serta memanfaatkan kulit kerang darah yang dianggap sebagai limbah rumah makan. Bahan-bahan yang digunakan dalam membuat komposit adalah polistirena sebagai toughening agent untuk membantu menguatkan komposit, kloroform sebagai pelarut, resin epoksi, hardener polyaminoamide dan serbuk kulit kerang darah. Kulit kerang darah dihancurkan menjadi serbuk terlebih dahulu dengan menggunakan ball mill lalu diayak menggunakan nomor ayakan tertentu. Nomor ayakan yang digunakan terdiri dari 200, 230, 260, 290, 320 mesh. Komposit dibuat dengan melarutkan polistirena (10% berat dari matriks) ke dalam kloroform terlebih dahulu dengan perbandingan 1:4 (b/b), lalu dicampurkan ke dalam resin epoksi yang telah dicampur dengan pengisi serbuk kulit kerang darah dengan komposisi tertentu. Komposisi pengisi yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50%. Campuran resin diaduk hingga merata lalu dicetak menggunakan alat hot press. Komposit yang telah dicetak kemudian diuji sifat-sifat mekaniknya dan diuji karakteristik SEM dan FTIR. Hasil yang didapat berupa komposisi kulit kerang optimum terletak pada 30% serta ukuran partikel optimum terletak pada 200 mesh. Hasil yang didapat dari karakteristik FTIR bahwa penambahan serbuk kulit kerang darah hanya dapat menghasilkan gugus SiOH dan hasil yang didapat dari SEM menunjukkan bahwa morfologi yang terbaik terdapat pada komposit berpengisi 30% dengan ukuran partikel 200 mesh.

Kata kunci: resin epoksi, serbuk kulit kerang darah, polistirena, komposit, sifat-sifat mekanik, SEM, FTIR


(10)

ABSTRACT

Polymer, in industrial sector, has taken an important role because of the advantages of polymer such as inexpensive, lightweight and rustproof. Usually, polymer is used to create composites by incorporating other materials in order to possess better properties. In this study, composite is prepared with epoxy resin as matrix and cockle-shell powder as filler. Epoxy resin was chosen as matrix because of its good chemical and weather resistance, and versatile in various application. Cockle-shell powder is used as filler because of its constituent is used in strengthening composite while reducing waste of cockle-shell. The materials needed to prepare composite are polystyrene as toughening agent for strengthening the composite, chloroform as solvent, epoxy resin, polyaminoamide hardener and cockle-shell powder. Cockle-shell was crushed into powder using ball mill and then sieved. The sieve used in this study varies from 200, 230, 260, 290, 320 mesh. Composite is prepared by dissolving polystyrene (10% weight by matrix) in chloroform first with the ratio of 1:4 (w/w) and then mixed with mixture consists of epoxy resin pre-mixed with cockle-shell powder using certain composition. The filler composition used in this study varies from 10%, 20%, 30%, 40%, and 50%. Resin mixture is mixed until homogeneous and then casted using hot press machine. The prepared composite is tested to obtain its mechanical properties and SEM and FTIR characteristics. The obtained result from this study is the optimum filler composition is at 30% and optimum particle size is at 200 mesh. The obtained result from FTIR characteristics shows that the addition of cockle-shell powder create groups of SiOH and the obtained result from SEM shows that the best morphology is showed at composite with 30% filler and 200 particle size.

keywords: epoxy resin, cockle-shell powder, polystyrene, composite, mechanical properties, SEM, FTIR


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ii

PENGESAHAN iii

PRAKATA iv

DEDIKASI vi

RIWAYAT HIDUP PENULIS vii

ABSTRAK viii

ABSTRACT ix

DAFTAR ISI x

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR TABEL xv

DAFTAR LAMPIRAN xvi

DAFTAR SINGKATAN xvii

DAFTAR SIMBOL xviii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 LATAR BELAKANG 1

1.2 PERUMUSAN MASALAH 3

1.3 TUJUAN PENELITIAN 3

1.4 MANFAAT PENELITIAN 4

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1 KOMPOSIT 5

2.1.1 Konstituen komposit 5

2.1.2 Matriks 6

2.1.2.1 Epoksi 8

2.1.2.2 Polistirena 11

2.1.3 Pengisi 12

2.1.3.1 Kulit Kerang 14

2.2 METODA PENYEDIAAN KOMPOSIT 16


(12)

2.4 PENGUJIAN DAN KARAKTERISASI BAHAN KOMPOSIT 18 2.4.1 Uji Kekuatan Bentur (Impact Strength) 18 2.4.2 Uji Kekuatan Tarik (Tensile Strength) 19 2.4.3 Karakterisasi Fourier Transform Infra Red (FTIR) 21 2.4.4 Analisa Penyerapan Air oleh Komposit 22 2.4.5 Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM) 22

2.5 ANALISIS BIAYA 23

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 25

3.1 LOKASI PENELITIAN 25

3.2 BAHAN DAN PERALATAN 25

3.2.1 Bahan 25

3.2.2 Peralatan 25

3.3 PROSEDUR PENELITIAN 26

3.3.1 Penyediaan Matriks Komposit 26

3.3.2 Penyediaan Pengisi Komposit 27

3.3.3 Proses Pembuatan Komposit 27

3.4 PENGUJIAN KOMPOSIT 31

3.4.1 Uji Kekuatan Bentur (Impact Strength) dengan ASTM D-4812 31 3.4.2 Uji Kekuatan Tarik (Tensile Strength) dengan ASTM D-638 31

3.4.3 Analisa Penyerapan Air 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 33

4.1 KARAKTERISASI FOURIER TRANSFORM INFRA RED (FTIR) DARI EPOKSI-PS MURNI DAN KOMPOSIT KOMPOSIT

EPOKSI-PS/SERBUK KULIT KERANG DARAH (SKKD) 33 4.2 PENGARUH KOMPOSISI DAN UKURAN PARTIKEL SERBUK

KULIT KERANG DARAH (ANADORA GRANOSA) TERHADAP SIFAT KEKUATAN TARIK (TENSILE STRENGTH) KOMPOSIT

EPOKSI-PS/SERBUK KULIT KERANG DARAH (SKKD) 35 4.3 PENGARUH KOMPOSISI DAN UKURAN PARTIKEL SERBUK

KULIT KERANG DARAH (ANADORA GRANOSA) TERHADAP SIFAT PEMANJANGAN PADA SAAT PUTUS (ELONGATION AT BREAK) KOMPOSIT EPOKSI-PS/SERBUK KULIT KERANG


(13)

DARAH (SKKD) 37 4.4 HUBUNGAN STRESS-STRAIN EPOKSI-PS MURNI DAN

KOMPOSIT EPOKSI-PS/SERBUK KULIT KERANG DARAH

(SKKD) 39

4.5 PENGARUH KOMPOSISI DAN UKURAN PARTIKEL SERBUK KULIT KERANG DARAH (ANADORA GRANOSA) TERHADAP SIFAT KEKUATAN BENTUR (IMPACT STRENGTH) KOMPOSIT

EPOKSI-PS/SERBUK KULIT KERANG DARAH (SKKD) 40 4.6 PENGARUH KOMPOSISI DAN UKURAN PARTIKEL SERBUK

KULIT KERANG DARAH (ANADORA GRANOSA) TERHADAP SIFAT PENYERAPAN AIR (WATER ABSORPTION) KOMPOSIT

EPOKSI-PS/SERBUK KULIT KERANG DARAH (SKKD) 42 4.7 KARAKTERISASI SCANNING ELECTRON MICROSCOPY (SEM)

DARI EPOKSI-PS MURNI DAN EPOKSI-PS/SERBUK KULIT

KERANG DARAH (SKKD) 44

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 47

5.1 KESIMPULAN 47

5.2 SARAN 48


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Reaksi Curing Epoksi Tahap 1 10

Gambar 2.2 Reaksi Curing Epoksi Tahap 2 10

Gambar 2.3 Reaksi Curing Epoksi Tahap 3 10

Gambar 2.4 Gambar Polistirena 12

Gambar 2.5 Gambar Komposit Arah Penguatan Isotropik 12 Gambar 2.6 Gambar Komposit Arah Penguatan Anisotropik 13

Gambar 2.7 Kelas Komposit 13

Gambar 2.8 Gambar Kerang Darah dan Serbuk Kulit Kerang Darah 15 Gambar 2.9 Spesimen V-Notch Metoda Charpy dan Izod 18

Gambar 2.10 Skema Pengujian Impak 19

Gambar 2.11 Gambaran Umum Uji Tarik (Tensile Strength) 20 Gambar 3.1 Gambar Flowchart Prosedur Penyediaan Matriks

Komposit 26

Gambar 3.2 Gambar Flowchart Prosedur Penyediaan Pengisi

Komposit 27

Gambar 3.3 Gambar Flowchart Prosedur Pembuatan Komposit 28

Gambar 3.4 Gambar Compression Molding 29

Gambar 3.5 Gambar Alat Uji Tarik 30

Gambar 3.6 Gambar Alat Uji Bentur 30

Gambar 3.7 Gambar Plat Tensile 30

Gambar 3.8 Gambar Plat Impact 31

Gambar 3.9 Ukuran Dimensi Spesimen Metoda Izod ASTM D 4812 31 Gambar 3.10 Ukuran Dimensi Spesimen Kekuatan Tarik ASTM D-638 32 Gambar 4.1 Karakteristik FTIR Komposit Epoksi-PS murni dan

Komposit Epoksi-PS/Serbuk Kulit Kerang Darah (SKKD) 33

Gambar 4.2 Reaksi Curing Epoksi Tahap 1 34

Gambar 4.3 Reaksi Curing Epoksi Tahap 2 34

Gambar 4.4 Reaksi Curing Epoksi Tahap 3 34


(15)

Kerang Darah Terhadap Kekuatan Tarik (Tensile

Strength) Komposit Epoksi PS/SKKD 36 Gambar 4.6 Pengaruh Ukuran Partikel Dan Komposisi Serbuk Kulit

Kerang Darah Terhadap Sifat Pemanjangan Pada Saat

Putus (Elongation At Break) Komposit Epoksi-PS/SKKD 37 Gambar 4.7 Hubungan Stress-Strain Epoksi-PS Murni Dan Komposit

Epoksi PS/ SKKD (Tensile Strength) Untuk Komposisi

30% 39

Gambar 4.8 Pengaruh Ukuran Partikel Dan Komposisi Serbuk Kulit Kulit Kerang Darah Terhadap Sifat Kekuatan Bentur

(Impact Strength) Komposit Epoksi-PS/SKKD 41 Gambar 4.9 Pengaruh Ukuran Partikel Serbuk Kulit Kerang Darah

Terhadap Sifat Penyerapan Air Komposit Epoksi-PS/

SKKD Pada Komposisi 30% 43

Gambar 4.10 Karakteristik Scanning Electron Microscopy (SEM) 44

a. Epoksi Murni 44

b. Komposit Epoksi-PS/SKKD dengan Komposisi

Pengisi 30% 200 mesh 45

c. Komposit Epoksi-PS/SKKD dengan Komposisi

Pengisi 30% 320 mesh 45

Gambar C.1 Penyediaan Serbuk Kulit Kerang Darah 60 Gambar C.2 Penyediaan Komposit Epoksi-PS/Serbuk Kulit Kerang

Darah (SKKD) 60

Gambar C.3 Proses Pencetakan Dengan Alat HotPress 61 Gambar C.4 Hasil Komposit Epoksi-PS/Serbuk Kulit Kerang Darah

(SKKD) 61

Gambar C.5 Alat UTM Gotech AI-7000 M GridTensile 62


(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Spesifikasi Dari Resin Epoksi 9

Tabel 2.2 Komposisi Kimia Serbuk Kulit Kerang 15

Tabel 2.3 Konversi Nilai Mesh Ke Nilai Mikron 17 Tabel 2.4 Rincian Harga Bahan Baku Pembuatan Komposit 23 Tabel 2.5 Perincian Bahan Baku untuk Membuat Komposit 23 Tabel 4.1 Nilai Modulus Young Campuran Epoksi-PS Murni Dan

Komposit Epoksi-PS/SKKD Dengan Komposisi 30% 40 Tabel A.1 Data Nilai Modulus Young Dari Komposit Dengan

Komposisi 30% 54

Tabel A.2 Data Nilai Kekuatan Tarik 54

Tabel A.3 Data Nilai Pemanjangan Pada Saat Putus 55

Tabel A.4 Data Nilai Kekuatan Bentur 56

Tabel A.5 Data Nilai Penyerapan Air Dari Komposit Dengan

Komposisi 30% 57

Tabel B.1 Tabel Konvesi Ukuran Mesh ke Mikron 58


(17)

Halaman

LAMPIRAN A DATA PENELITIAN 54

A.1 Data Hasil Modulus Young 54

A.2 Data Hasil Kekuatan Tarik 54

A.3 Data Hasil Pemanjangan Saat Putus 55

A.4 Data Hasil Kekuatan Bentur 56

A.5 Data Hasil Penyerapan Air 57

LAMPIRAN B CONTOH PERHITUNGAN

B.1 Perhitungan Fraksi Massa Bahan Baku

B.2 Perhitungan Interpolasi Konversi Ukuran Mesh Ke Mikron

B.3 Perhitungan Penyerapan Air Komposit

58 58

58 59

LAMPIRAN C DOKUMENTASI PENELITIAN 60

C.1 Penyediaan Serbuk Kulit Kerang Darah 60 C.2 Penyediaan Komposit Epoksi-:PS/Serbuk Kulit

Kerang Darah (SKKD) 60

C.3 Proses Pencetakan Dengan Alat Hot Press 61 C.4 Hasil Komposit Epoksi-PS/Serbuk Kulit Kerang

Darah (SKKD) 61

C.5 Alat Universal Testing Machine (UTM) Al-7000 M

Grid Tensile 62


(18)

DAFTAR SINGKATAN

PS Polistirena

SKKD Serbuk Kulit Kerang Darah CaO Kalsium Oksida

MgO Magnesium Oksida

ASTM American Standard Testing Method FTIR Fourier Transform Infra Red SEM Scanning Electron Microscopy % wt Persen Massa Pengisi


(19)

DAFTAR SIMBOL

Simbol Keterangan Satuan

A0 Luas penampang awal mm2

Fmaks Beban maksimum N

Wo Berat komposit sebelum perendaman g

Wg Persentase pertambahan berat komposit g

We Berat komposit setelah perendaman g

σ Kekuatan tarik N/mm2

e Pemanjangan pada saat putus %

li Panjang spesimen setelah penarikan mm

lo Panjang mula-mula spesimen mm

Δl Pertambahan panjang mm


(20)

ABSTRAK

Polimer di bidang industri telah mengambil peranan penting karena polimer bersifat murah, ringan dan tahan korosi. Polimer biasanya digunakan untuk membuat komposit yaitu dengan mencampurkannya dengan bahan lain sehingga memberikan sifat yang lebih unggul. Pada penelitian ini, dibuat komposit dengan matriks berupa resin epoksi dan serbuk kulit kerang darah sebagai pengisi. Resin epoksi dipilih sebagai matriks karena sifat ketahanannya kimia maupun cuaca yang baik serta banyak digunakan di berbagai bidang. Serbuk kulit kerang darah dipilih karena kandungan kulit kerang darah digunakan untuk menguatkan komposit serta memanfaatkan kulit kerang darah yang dianggap sebagai limbah rumah makan. Bahan-bahan yang digunakan dalam membuat komposit adalah polistirena sebagai toughening agent untuk membantu menguatkan komposit, kloroform sebagai pelarut, resin epoksi, hardener polyaminoamide dan serbuk kulit kerang darah. Kulit kerang darah dihancurkan menjadi serbuk terlebih dahulu dengan menggunakan ball mill lalu diayak menggunakan nomor ayakan tertentu. Nomor ayakan yang digunakan terdiri dari 200, 230, 260, 290, 320 mesh. Komposit dibuat dengan melarutkan polistirena (10% berat dari matriks) ke dalam kloroform terlebih dahulu dengan perbandingan 1:4 (b/b), lalu dicampurkan ke dalam resin epoksi yang telah dicampur dengan pengisi serbuk kulit kerang darah dengan komposisi tertentu. Komposisi pengisi yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50%. Campuran resin diaduk hingga merata lalu dicetak menggunakan alat hot press. Komposit yang telah dicetak kemudian diuji sifat-sifat mekaniknya dan diuji karakteristik SEM dan FTIR. Hasil yang didapat berupa komposisi kulit kerang optimum terletak pada 30% serta ukuran partikel optimum terletak pada 200 mesh. Hasil yang didapat dari karakteristik FTIR bahwa penambahan serbuk kulit kerang darah hanya dapat menghasilkan gugus SiOH dan hasil yang didapat dari SEM menunjukkan bahwa morfologi yang terbaik terdapat pada komposit berpengisi 30% dengan ukuran partikel 200 mesh.

Kata kunci: resin epoksi, serbuk kulit kerang darah, polistirena, komposit, sifat-sifat mekanik, SEM, FTIR


(21)

ABSTRACT

Polymer, in industrial sector, has taken an important role because of the advantages of polymer such as inexpensive, lightweight and rustproof. Usually, polymer is used to create composites by incorporating other materials in order to possess better properties. In this study, composite is prepared with epoxy resin as matrix and cockle-shell powder as filler. Epoxy resin was chosen as matrix because of its good chemical and weather resistance, and versatile in various application. Cockle-shell powder is used as filler because of its constituent is used in strengthening composite while reducing waste of cockle-shell. The materials needed to prepare composite are polystyrene as toughening agent for strengthening the composite, chloroform as solvent, epoxy resin, polyaminoamide hardener and cockle-shell powder. Cockle-shell was crushed into powder using ball mill and then sieved. The sieve used in this study varies from 200, 230, 260, 290, 320 mesh. Composite is prepared by dissolving polystyrene (10% weight by matrix) in chloroform first with the ratio of 1:4 (w/w) and then mixed with mixture consists of epoxy resin pre-mixed with cockle-shell powder using certain composition. The filler composition used in this study varies from 10%, 20%, 30%, 40%, and 50%. Resin mixture is mixed until homogeneous and then casted using hot press machine. The prepared composite is tested to obtain its mechanical properties and SEM and FTIR characteristics. The obtained result from this study is the optimum filler composition is at 30% and optimum particle size is at 200 mesh. The obtained result from FTIR characteristics shows that the addition of cockle-shell powder create groups of SiOH and the obtained result from SEM shows that the best morphology is showed at composite with 30% filler and 200 particle size.

keywords: epoxy resin, cockle-shell powder, polystyrene, composite, mechanical properties, SEM, FTIR


(22)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Beberapa tahun belakangan ini, penggunaan bahan polimer di dunia industri berkembang dengan sangat pesat baik industri besar, industri menengah maupun industri kecil. Hal ini dikarenakan bahan polimer memiliki keunggulan utama kekuatan tinggi, densitas relatif rendah, dan tahan terhadap korosi [1]. Biasanya bahan polimer dicampurkan dengan bahan lain untuk mendapatkan sifat yang lebih baik dari sebelumnya, inilah yang kita kenal dengan komposit.

Epoksi termoset termasuk kelompok polimer yang digunakan sebagai bahan pelapis, perekat, dan sebagai matriks pada material komposit. Resin epoksi dibentuk lewat reaksi kimia secara in situ, dimana resin dan hardener atau resin dengan katalis dicampur dalam satu tempat kemudian terjadi proses pengerasan (polimerisasi) [2]. Pemilihan resin epoksi sebagai bahan dasar disebabkan karena epoksi mempunyai daya tahan yang bagus dari senyawa kimia dan merupakan pelapis anti korosi [3]. Namun polimer epoksi bukan polimer yang kuat karena strukturnya yang rapuh, mudah retak dan memiliki ketahanan yang rendah terhadap pukulan atau tekanan [4]. Untuk meningkatkan kekuatan dari polimer epoksi ini telah banyak dilakukan penelitian, diantaranya mengenai penerapan pengisi alam dan serat pada resin epoksi untuk meningkatkan sifat mekaniknya. Bahan-bahan yang ada di lingkungan sekitar dapat dijadikan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan komposit. Dengan memanfaatkan limbah-limbah yang tidak termanfaatkan seperti kulit kerang selain dapat mengurangi limbah yang mencemari lingkungan, dapat juga mengurangi biaya operasional dan dapat memberikan nilai tambah tersendiri.

Adapun penelitian sebelumnya menggunakan bahan-bahan alami seperti nanas [5], sisal [6], rami [7], kulit kelapa [8], sekam padi [9], bambu [10], dan serbuk kayu [11] yang digunakan sebagai pengisi dalam komposit.

Bahan lain yang juga dapat digunakan sebagai pengisi alami adalah bahan-bahan yang berasal dari laut salah satunya adalah kerang. Beberapa penelitian yang telah dilakukan menggunakan beragam jenis serbuk kulit kerang seperti kerang simping yang digunakan sebagai elemen bangunan [12], kerang hijau yang


(23)

digunakan sebagai bioindikator [13], kerang darah yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan beton polimer [14], bata beton [15], lem kaca [16] dan karet alam [17].

Kerang darah (Anadara Granosa) merupakan salah satu hewan laut yang sering dibudidayakan dan dikonsumsi serta merupakan salah satu sumber daya bernilai ekonomis dan merupakan sumber protein [18]. Selain itu, kerang darah juga menghasilkan limbah yang cukup besar dimana pemanfaatannya belum maksimal [14].

Karena masalah limbah kulit kerang yang semakin banyak, juga sifatnya yang relatif kuat karena mengandung MgO dan CaO yang cukup besar, maka limbah kulit kerang ini dimanfaatkan sebagai bahan pengisi alami pada komposit dan diharapkan dapat meningkatkan sifat mekanik dari komposit itu dan lebih memberdayakan limbah kulit kerang tersebut.

Dari penelitian-penelitian sebelumnya, belum ada yang menjadikan serbuk kulit kerang sebagai bahan pengisi pada polimer komposit. Beberapa penelitian yang dilakukan bahkan cuma menggunakan kulit kerang dalam jumlah yang relatif sedikit, dan bukan menjadikan serbuk kulit kerang sebagai pengisi pada polimer komposit, padahal limbah kulit kerang yang tersedia masih sangat banyak.

Oleh sebab itu penelitian ini mencoba untuk lebih memaksimalkan pengunaan limbah kulit kerang yaitu dengan mencoba menjadikannya sebagai pengisi pada komposit epoksi. Adapun alasan pemilihan kulit kerang ini selain untuk memanfaatkan limbah yang ada, juga karena sifatnya yang relatif sangat keras dan kuat karena mengandung kalsium oksida (CaO) sebesar 66,70% dan magnesium oksida (MgO) sebesar 22,28%, yang cocok untuk meningkatkan sifat mekanik dari komposit.

Penelitian tentang penggunaan epoksi sebagai matriks telah dilakukan oleh Deya’a dkk (2011). Pada penelitian tersebut, digunakan variasi komposisi TiO2 dan MgO murni sebagai pengisi, dengan penambahan polistirena pada matriks epoksi sebagai penguat agar komposit yang dihasilkan lebih keras dan tidak terlalu lentur. Hasil yang terbaik didapat pada komposit epoksi dengan pengisi 15% MgO [19].


(24)

Kajian yang akan dilakukan secara umum bertujuan untuk memperbaiki sifat dari epoksi khususnya untuk meningkatkan kekuatan bentur dan penyerapan air dari epoksi.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Dalam penelitian ini yang menjadi permasalahan adalah bagaimana pengaruh perbandingan komposisi dan ukuran mikro serbuk kulit kerang yang digunakan terhadap komposit epoksi-ps/serbuk kulit kerang darah (SKKD).

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan komposisi dan ukuran mikro serbuk kulit kerang yang terbaik komposit epoksi-ps/serbuk kulit kerang darah (SKKD).

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat:

1. Menjadi salah satu alternatif untuk mengurangi pencemaran lingkungan yang diakibatkan limbah padat kulit kerang yang dihasilkan rumah tangga ataupun rumah-rumah makan.

2. Memberikan informasi tambahan bagi dunia industri tentang pemanfaatan kulit kerang.

3. Memberikan informasi terutama dalam bidang penelitian komposit tentang pengaruh komposisi serbuk kulit kerang sebagai bahan pengisi komposit epoksi dengan penambahan polistirena, sehingga dapat diketahui komposisi pengisi yang terbaik.

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian, Laboratorium Operasi Teknik Kimia dan Laboratorium Kimia Organik, Fakultas Teknik, Departemen Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara, Adapun bahan baku yang digunakan pada penelitian ini yaitu epoksi sebagai matriks dengan penambahan polistirena sebagai toughening agent untuk menguatkan komposit dan serbuk kulit kerang


(25)

(Anadora granosa) yang diperoleh dari berbagai rumah makan di kota Medan, Sumatera Utara. Variabel yang digunakan adalah perbandingan matriks dengan komposisi serbuk kulit kerang darah sebesar: 10%, 20%, 30%, 40% dan 50% (b/b) dan perbandingan ukuran serbuk kulit kerang sebesar 200, 230, 260, 290, 300 dan 320 mesh.

Uji yang dilakukan pada komposit poliester tidak jenuh tersebut adalah: 1. Uji bentur (impact strength) ASTM D4812

2. Uji tarik (tensile strength) ASTM D 638

3. Penyerapan air (water absorption) ASTM D-570 4. Fourier Transform Infra-Red (FTIR)


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1KOMPOSIT

Orang-orang telah membuat komposit selama ribuan tahun. Salah satu contoh adalah lumpur batu bata. Lumpur dapat dikeringkan menjadi bentuk batu bata yang dapat digunakan sebagai bahan bangunan. Batu bata ini cukup kuat jika kita mencoba untuk memukulnya (memiliki kuat tekan yang baik) tapi akan patah dengan cukup mudah jika kita mencoba untuk menekuknya (memiliki kekuatan tarik rendah). Jerami tampaknya sangat kuat jika kita mencoba untuk meregangkan itu, tetapi kita dapat meremas itu mudah. Dengan mencampurkan lumpur dan jerami bersama-sama adalah mungkin untuk membuat batu bata yang tahan terhadap kedua sifat ini dan membuat blok bangunan yang sangat baik. [20].

Komposit adalah material yang terdiri dari dua atau lebih bahan yang terpisah dikombinasikan dalam unit struktural makroskopik yang terbuat dari berbagai kombinasi dari tiga bahan [21]. Dari pencampuran tersebut akan dihasilkan material komposit yang mempunyai sifat mekanik dan karakteristik yang berbeda dari material pembentuknya. Material komposit mempunyai sifat yang berbeda dari material yang umum atau biasa digunakan [22]. Tujuan pembuatan komposit yaitu sebagai berikut [23] :

- Memperbaiki sifat mekanik dan/atau sifat spesifik tertentu - Mempermudah design yang sulit pada manufaktur

- Keleluasaan dalam bentuk/design yang dapat menghemat biaya - Menjadikan bahan lebih ringan

2.1.1 Konstituen Komposit

Pada prinsipnya, komposit dibentuk berdasarkan kombinasi antara dua atau lebih material seperti bahan logam, organik ataupun nonorganik. Meskipun ada terdapat kombinasi bahan yang tidak terbatas, tetapi bentuk konstituen lebih terbatas. Bentuk konstituen yang umum digunakan dalam bahan komposit yaitu serat, partikel, laminae (lapisan), serpihan (flakes), pengisi, dan matriks. Matriks merupakan konstituen utama yang melindungi dan memberikan bentuk pada komposit. Serat,


(27)

partikel, laminae, serpihan, dan pengisi merupakan konstituen struktural. Hal ini berarti bahwa mereka menentukan struktur internal dari komposit. Secara umum, meskipun tidak selalu konstituen struktural dianggap sebagai fasa tambahan.

Jenis komposit yang paling umum dijumpai adalah jenis dimana konstituen struktural dikelilingi dalam matriks, tetapi ada banyak komposit juga yang tidak memiliki matriks dan tersusun dari satu atau lebih bentuk konstituen yang merupakan gabungan dua atau lebih bahan. Sebagai contoh istilah sandwich dan laminates merupakan susunan dari beberapa lapis yang bila digabung akan memberikan bentuk komposit. Banyak barang tenunan tidak memiliki matriks konstituen tetapi terdiri dari serat dengan sejumlah komposisi dengan atau tanpa ikatan fasa [24].

2.1.2 Matriks

Matriks adalah fasa dalam komposit yang mempunyai bagian atau fraksi volume terbesar (dominan). Matriks mempunyai fungsi sebagai berikut [23]. :

1. Mentransfer tegangan ke serat. 2. Membentuk ikatan koheren. 3. permukaan matrik/serat. 4. Melindungi serat. 5. Memisahkan serat. 6. Melepas ikatan.

7. Tetap stabil setelah proses manufaktur

Berdasarkan jenis matrik yang digunakan komposit dapat dibagi kedalam tiga kelompok utama yaitu:

1. Komposit matrik logam (Metal Matrix Composites/MMC),

Komposit matrik logam (Metal Matrix Composites) ditemukan berkembang pada industri otomotif, Metal Matrix Composites adalah salah satu jenis komposit yang memiliki matrik logam. Bahan ini menggunakan suatu logam seperti aluminium sebagai matrik dan penguatnya dengan serat seperti silikon karbida . Material MMC mulai dikembangkan sejak tahun 1996. Pada mulanya yang diteliti adalah continous filamen MMC yang digunakan dalam aplikasi aerospace. Contoh : alumunium, titanium, magnesium.


(28)

Kelebihan MMC dibandingkan dengan komposit polimer yaitu : a. Transfer tegangan dan regangan yang baik.

b. Ketahanan terhadap suhu tinggi c. Tidak menyerap kelembapan. d. Tidak mudah terbakar.

e. Kekuatan tekan dan geser yang baik.

f. Ketahanan aus dan muai termal yang lebih baik Kekurangan MMC :

a. Biayanya mahal

b. Standarisasi material dan proses yang sedikit c. Mempunyai keuletan yang tinggi

d. Mempunyai titik lebur yang rendah e. Mempunyai densitas yang rendah

2. Komposit matrik keramik (Ceramic Matrix Composites/CMC)

Komposit matrik keramik (ceramic matrix composites ) digunakan pada lingkungan bertemperatur sangat tinggi, CMC merupakan material 2 fasa dengan 1 fasa berfungsi sebagai penguat dan 1 fasa sebagai matrik, dimana matriksnya terbuat dari keramik. Bahan ini menggunakan keramik sebagai matrik dan diperkuat dengan serat pendek, atau serabut-serabut (whiskers) dimana terbuat dari silikon karbida atau boron nitrida. Matrik yang sering digunakan pada CMC adalah :

a. Gelas anorganic. b. Keramik gelas c. Alumina d. Silikon Nitrida Keuntungan dari CMC :

a. Dimensinya stabil bahkan lebih stabil daripada logam

b. Sangat tanggung , bahkan hampir sama dengan ketangguhan dari cast iron

c. Mempunyai karakteristik permukaan yang tahan aus d. Unsur kimianya stabil pada temperature tinggi e. Tahan pada temperatur tinggi


(29)

f. Kekuatan & ketangguhan tinggi, dan ketahanan korosi Kerugian dari CMC :

a. Sulit untuk diproduksi dalam jumlah besar b. Relatif mahal dan non-cot effective

c. Hanya untuk aplikasi tertentu

3. Komposit matrik polimer (polymer matrix composites/PMC)

Komposit ini menggunakan bahan polimer sebagai matriknya. Secara umum, sifat-sifat komposit polimer ditentukan oleh sifat-sifat penguat. Sifat-sifat polimer,rasio penguat terhadap polimer dalam komposit (fraksi volume penguat), geometri dan orientasi penguat pada komposit. Apapun komposit polimer yang digunakan dalam bahan komposit akan memerlukan sifat-sifat berikut:

a. Sifat-sifat mekanis yang bagus b. Sifat-sifat daya rekat yang bagus c. Sifat-sifat ketangguhan yang bagus

d. Ketahanan terhadap degradasi lingkungan bagus sifat-sifat mekanis yang bagus.

Komposit matriks polimer merupakan komposit yang paling sering digunakan karena komposit polimer memiliki beberapa keunggulan yaitu biaya pembuatan lebih rendah, ketangguhan baik, tahan simpan, siklus pabrikasi dapat dipersingkat, kemampuan mengikuti bentuk, lebih ringan [23]

Pada penelitian ini, matriks yang digunakan adalah resin epoksi. Resin epoksi merupakan polimer termoset yang paling penting karena ketahanan panas yang baik, kelembaban, ketahanan kimia, ketangguhan, kekuatan listrik dan mekanik yang baik. Resin epoksi mengalami proses curing menjadi jaringan tiga dimensi cross-linked dengan penambahan agent curing untuk membuat resin termoset keras [25].

2.1.2.1 Epoksi

Epoksi biasanya memiliki sifat mekanik dan ketahanan terhadap pengaruh akibat lingkungan dimana hampir semuanya sesuai untuk aplikasi dalam komponen- komponen pesawat terbang. Sebagai resin yang terlaminasi, peningkatan kemampuan


(30)

penyerapan (adhesive) dan ketahanan terhadap air membuat epoksi resin cocok untuk digunakan untuk membuat badan kapal. Epoksi banyak digunakan sebagai material konstruksi utama untuk perahu kemampuan tinggi atau dipakai sebagai pelapis dinding atau pengganti polyesterresin atau pelapis gel yang rusak oleh pengaruh air [26].

Epoksi dapat disebut sebagai oksida, seperti etilena oksida (epoxy etana), atau 1,2-epoksida. Kelompok epoksi juga dikenal sebagai oksiran mengandung atom oksigen yang terikat dengan dua atom karbon [27]. Ethylene Oxide (EO), kadang-kadang disebut sebagai oksiran, adalah eter siklik sederhana. Ethylene Oxide merupakaan gas atau cair yang tidak berwarna dan memiliki bau eterik manis. Karena cincin yang sangat tegang yang dapat dibuka dengan mudah, EO sangat reaktif [28]. Berikut ini adalah Tabel 2.1 yang menunjukkan spesifikasi resin epoksi

Tabel 2.1 Spesifikasi Resin Epoksi [28]

No Spesifikasi SI Units Engineering Units

1 Berat Molekul 44.053 44.053

2 Titik Didih Normal 101.325kPa (1atm)

283,6K 50.8F

3 Titik Lebur 160,65K -170.5F

4 Temperatur Kritik 469.15K 384.8F

5 Tekanan Kritik 7,191kPa 1.043psia

Resin epoksi disusun oleh reaksi senyawa yang mengandung hidrogen aktif dengan epichlorohydrin diikuti oleh dehidrogenase-halogenasi. Bisphenol A (BPA) (80-057), pada reaksi dengan epichlorohydrin (ECH), menghasilkan diglisidil eter bisphenol A (DGEBPA).

Adapun mekanisme curing dapat dilihat pada gambar dibawah ini [29] [30]:

a) Sebuah grup epoksi bereaksi dengan satu dari atom hidrogen pada amine, kemudian membentuk gugus hidroksil dan primary amine mengalami reduksi menjadi secondary amine, seperti pada gambar berikut


(31)

R1 NH2 + CH2 CH

O

R2 R1 NH CH

2 CH R2

OH Gambar 2.1 Reaksi Curing Epoksi Tahap 1

b) Selanjutnya secondary amine akan bereaksi dengan grup epoksi yang lain seperti pada gambar berikut.

R1 NHCH2 CH R2 CH2 CH R2 R1 N

CH2 CH2 CH CH OH OH OH O R2 R2

Gambar 2.2 Reaksi Curing Epoksi Tahap 2

 Grup epoksi yang lain yang tidak bereaksi akan berikatan dengan gugus hidroksil dari rantai yang lain dan reaksi curing selesai seperti pada gambar berikut

R1 CH2 CH

R2 R1

N R CH2 CH

3

R3

+ n CH2 CH

O

R2

R2 N R

3

R3

--- O a-1

Gambar 2.3 Reaksi Curing Epoksi Tahap 3

Sudah banyak penelitan yang telah dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan alami yang terdapat di alam dengan komposit epoksi, untuk memperbaiki sifat nya maka ditambahkan pengisi yang berasal dari alam seperti yang telah dilakukan oleh:

a) Girisha dkk yang mengunakan pengisi hybrid yaitu campuran serat sisal dan serat kelapa untuk dijadikan pengisi pada resin epoksi untuk memperbaiki sifat kekuatan tarik dan penyerapan air pada komposit. Hasil kuat tarik dan kuat lentur terbaik yang didapat adalah sebesar 56 MPa dan 66 MPa pada komposisi pengisi sebesar 40% [6].


(32)

b) Chanap menggunakan abu cangkang kelapa sebagai pengisi pada komposit untuk meningkatkan nilai kekuatan tarik dan kekuatan lentur dari komposit, didapatkan hasil kuat tarik dan kuat lentur yang terbaik yaitu sebesar 36.95 MPa dan 65.98 MPa [7].

c) Soemardi menggunakan serat rami sebagai pengisi pada komposit epoksi dengan variasi komposisi untuk meningkatkan sifat mekanik pada komposit, didapatkan nilai tegangan tarik dan elastisitas terbesar dari komposit yaitu 260 MPa dan 11.23 GPa pada komposisi pengisi 50% [8].

d) Asy’ari menggunakan abu sekam padi dengan variasi komposisi tertentu digunakan sebagai pengisi, dengan kuat tarik maksimum pada komposit sebesar 4.45713 kgf/mm2 pada komposisi 10% pengisi [9].

e) Bahrom menggunakan serat bambu sebagai pengisi untuk komposit epoksi pada penelitiannya [10] untuk memperbaiki sifat dari resin epoksi.

f) Priyadi dan Rusnoto memanfaatkan serat kayu sebagai pengisi untuk kompositnya. Hasil kuat tarik dan kuat lentur yang terbesar adalah 2,1703 kgf/mm2 dan 16,11 kgf/mm2 yaitu pada diameter pengisi sebesar 1.5 mm [11].

g) Deya’a dkk menggunakan bahan pengisi berupa MgO dan TiO2 murni

dengan variasi komposisi tertentu untuk meningkatkan sifat mekanik dari komposit epoksi dengan nilai kuat bentur terbesar dari komposit adalah sebesar 11.333 KJ/m2 pada komposisi MgO sebesar 10% [19].

2.1.2.2 Polistirena

Monomer stirena merupakan hidrokarbon aromatik, yang, dalam kondisi normal tidak berwarna, cairan yang mudah terbakar. Metode konvensional untuk memproduksi monomer stirena adalah alkilasi benzena dengan etilena [31].

Polistirena adalah polimer linear yang komersil dan bersifat amorf. Polistirena sangat mudah untuk diproses dan mempunyai suhu transisi gelas (Tg) sebesar 100oC. [32]. Pada penelitian ini, polistirena ditambahkan ke dalam resin epoksi dengan perbandingan 10% : 90%. Tujuan penambahan polistirena ini adalah sebagai penguat untuk lebih mengkakukan dan mengeraskan komposit epoksi yang sebelumnya cenderung terlalu lunak dan susah diproses.


(33)

Berikut adalah Gambar 2.4 yang menunjukkan struktur kimia dari polistirena:

Gambar 2.4 Gambar Polistirena [32]

2.1.3 Pengisi

Berdasarkan sifat penguatannya, maka komposit dibagi menjadi dua, yaitu:  Komposit Isotropik

Komposit isotropik adalah komposit yang penguatannya memberikan penguatan yang sama untuk berbagai arah (dalam arah transversal maupun longitudinal) sehingga segala pengaruh tegangan atau regangan dari luar akan mempunyai nilai penguatan yang sama. Berikut adalah Gambar 2.5 yang menunjukkan arah penguatan komposit isotropic.

Gambar 2.5 Gambar Komposit Arah Penguatan Isotropik [33]  Komposit Anisotropik

Komposit anisotropik adalah komposit yang matriksnya memberikan penguatan tidak sama terhadap arah yang berbeda, misalnya nilai penguatan untuk arah transversal tidak sama dengan penguatan arah longitudinal. Berikut adalah Gambar 2.6 yang menunjukkan arah penguatan komposit anisotropik.


(34)

Gambar 2.6 Gambar Komposit Arah Penguatan Anisotropik [33]

Ada beberapa cara untuk mengklasifikasikan bahan komposit. Klasifikasi yang disebutkan di sini yaitu berdasarkan bentuk konstituen struktural. Hal ini memberikan pembagian lima kelas dari komposit, yaitu [24]:

1. Komposit serat (fiber composite), terdiri dari serat dengan atau tanpa matriks.

2. Komposit serpihan (flake composite), terdiri dari serpihan datar dengan atau tanpa matriks.

3. Komposit partikulat (particulate composite), terdiri dari partikel dengan atau tanpa matriks.

4. Komposit berpengisi (skeletal) (filled composite), terdiri dari matriks skeletal kontinu yang diisi dengan material kedua.

5. Komposit laminar (laminar composite), terdiri dari lapisan konstituen Berikut ini adalah Gambar 2.7 yang menunjukkan kelas komposit

Gambar 2.7 Kelas Komposit [24]

FILLED COMPOSITE FLAKE

COMPOSITE FIBER

COMPOSITE

PARTICULATE COMPOSITE

LAMINAR COMPOSITE


(35)

2.1.3.1 Kulit Kerang

Pada penelitian ini, jenis pengisi yang digunakan adalah berbentuk serbuk yaitu kulit kerang. Kerang merupakan nama sekumpulan moluska dwicangkerang daripada famili cardiidae yang merupakan salah satu komoditi perikanan yang telah lama dibudidayakan sebagai salah satu usaha sampingan masyarakat pesisir. Teknik budidayanya mudah dikerjakan, tidak memerlukan modal yang besar dan dapat dipanen setelah berumur 6 – 7 bulan. Hasil panen kerang per hektar per tahun dapat mencapai 200 – 300 ton kerang utuh atau sekitar 60 – 100 ton daging kerang [14]. Cangkang biasanya terdiri dari tiga lapisan, yaitu:

a) lapisan luar tipis, hampir berupa kulit dan disebut periostracum, yang melindungi

b) lapisan kedua yang tebal, terbuat dari kalsium karbonat; dan

c) lapisan dalam terdiri dari mother of pearl, dibentuk oleh selaput mantel dalam bentuk lapisan tipis. Lapisan tipis ini yang membuat cangkang menebal saat hewannya bertambah tua [34].

Jenis kerang yang sering menjadi konsumsi masyarakat, yaitu kerang darah (Anadara granosa) Adapun klasifikasi kerang darah adalah [35]:

Kerang Darah (Anadara granosa) Fillum : Mollusca

Kelas : Pelecypoda (Lamellibranchiata) SubKelas : Fillibranchiata

Ordo : Eutaxodontida Super Famili : Arcacea Famili : Arcidae

Sub famili : Anadarinae Genus : Anadara


(36)

Berikut ini adalah Gambar 2.8 yang menunjukkan gambar kerang darah [35]

Gambar 2.8 Gambar Kerang Darah dan Serbuk Kulit Kerang Darah

Berikut ini adalah Tabel 2.2 menunjukkan komposisi kimia serbuk kulit kerang. Tabel 2.2 Komposisi Kimia Serbuk Kulit Kerang [14]

Komponen Kimia Komposisi (%)

CaO 66,70

SiO2 7,88

Fe2O3 0,03

MgO 22,28

Al2O3 1,25

Banyak peneliti juga menggunakan kulit kerang sebagai pengisi untuk memperbaiki sifat komposit diantaranya adalah:

a) Siregar yang menggunakan kulit kerang sebagai bahan pengisi untuk membuat beton polimer. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kualitas terbaik dari beton polimer yang dibuat adalah pada komposisi 80% serbuk kulit kerang dan 20% resin epoksi dengan waktu pengeringan 8 jam dan suhu 60oC dengan nilai tekan, patah dan tarik berturut-turut adalah 56.9 MPa, 34 MPa dan 7,46 MPa [14].

b) Andre yang menggunakan kulit kerang sebagai pengganti semen dalam proses pembuatan pavingblock (bata beton). Hasil penelitian yang didapat adalah nilai kuat tekan yang terbaik didapat pada komposisi 98% semen, 2% kulit kerang dan 100% CSW yaitu sebesar 10.05 MPa [15].


(37)

c) Nadjib juga menggunakan bahan baku serbuk kulit kerang untuk membuat lem kaca yang lebih inovatif. Dari penelitian ini didapatkan hasil nilai kuat tarik yang terbaik terdapat pada komposisi 68.45% kulit kerang, 8.22% lem arabik, 1.42% putih telur dan 21.90% air yaitu sebesar 16.620 x 105 N/m2 [16].

d) Yuniati menggunakan serbuk kulit kerang sebagai pengisi alternatif pada pembuatan karet alam, penggunaan kulit kerang ini adalah untuk menggantikan peran dari kalsium karbonat. Hasil penelitian Yuniati menunjukkan bahwa nilai kuat tarik terbaik yang didapat adalah 20,5 MPa pada komposisi pengisi kulit kerang sebesar 7,5 phr [17].

2.2 METODA PENYEDIAAN KOMPOSIT

Metoda penyediaan komposit yang umum dilakukan, yaitu [36]:

1.Metoda Vacuum Bagging yang menggunakan kombinasi ruang vakum dan sebuah film penyerap resin.

2.Metoda Vacuum Resin Transfer Moulding (RTM) menggunakan pemanasan dan proses pemvakuman.

3.Metoda Filament Winding menggunakan sebuah mesin pemintal untuk membentuk jaringan filament.

4.Metoda Pultrusi menggunakan peralatan untuk membentuk komposit menjadi bentuk-bentuk struktural. Metoda ini banyak digunakan untuk produksi dalam skala besar.

5.Metoda Hand Lay-Up menggunakan cetakan yang telah diberi gel coat pada permukaannya kemudian ditambahkan resin dan pengisi kedalam cetakan tersebut dan dibiarkan mongering (curing)

6.Metoda Compression Molding menggunakan cetakan yang ditekan pada tekanan tinggi sampai mencapai 1000 psi, diawali dengan mengalirkan resin dan zat pengisi dengan viskositas tinggi ke dalam cetakan, kemudian mold ditutup dan dilakukan penekanan terhadap material komposit tersebut, sehingga mengakibatkan mengerasnya material komposit secara permanen mengikuti bentuk cetakan.


(38)

Pada penelitian yang akan dilakukan kami menggunakan metode Compression Molding yang menggunakan alat Hot Press, karena:

a) Penyebaran komposit lebih merata b) Meminimalkan adanya void

2.3 UKURAN MAKRO PARTIKEL DAN MIKRO PARTIKEL

Salah satu variasi yang digunakan di dalam percobaan ini adalah variasi ukuran dari partikel pengisi. Ukuran partikel yang dikaji pada percobaan ini adalah ukuran dari pengisi dari komposit yaitu serbuk kulit kerang darah tetapi masih dalam batas ukuran makri partikel.

Ukuran partikel yang termasuk ke dalam ukuran mikro partikel adalah ukuran partikel dengan kisaran angka antara 1 x 10 -7 sampai 1 x 10 -4 meter [37] yang juga berarti kisaran antara 0,1 sampai 100 mikron. Sedangkan partikel-partikel dengan ukuran di bawah 0,1 mikron termasuk ke dalam jenis nano partikel, dan ukuran partikel di atas 100 mikron termasuk ke dalam jenis makro partikel. Adapun satuan ukuran partikel yang digunakan dalam percobaan ini adalah dalam mesh yang sesuai dengan satuan ukuran ayakan yang digunakan.

Pada percobaan ini nilai ukuran partikel pengisi divariasikan sebesar 200, 230, 260, 290 dan 320 mesh. Adapun kisaran konversi dari nilai mesh yang digunakan ke nilai mikron ditunjukkan pada tabel di bawah ini [38]:

Tabel 2.3 Tabel Konversi Nilai Mesh ke Nilai Mikron

Ukuran Partikel dalam Mesh Ukuran Partikel dalam Mikron

200 75

230 63

260 56

290 48

320 44


(39)

2.4 PENGUJIAN/KARAKTERISASI BAHAN KOMPOSIT 2.4.1 Uji Kekuatan Bentur (Impact Strength)

Pengujian impak dilakukan untuk mengetahui karakteristik patah dari bahan. Pengujian ini biasanya mengikuti dua metoda yaitu metoda Charpy dan Izod yang dapat digunakan untuk mengukur kekuatan impak, yang kadang juga disebut seabgai ketangguhan ketok (notch toughness). Untuk metoda Charpy dan Izod, spesimen berupa dalam bentuk persegi dimana terdapat bentuk V-notch. Berikut ini adalah Gambar 2.9 yang menunjukkan Spesimen V-Notch Metoda Charpy dan Izod

Gambar 2.9 Spesimen V-Notch Metoda Charpy dan Izod [39]

Peralatan untuk melakukan kekuatan impak spesimen V-notch ditunjukkan pada Gambar 2.6. Beban didapat dari tumbukan pendulum yang dilepas dari ketinggian h. Spesimen diletakkan di dasar seperti pada Gambar 2.5. Ketika dilepas ujung pisau pada pendulum akan menghantam dan mematahkan spesimen pada titik ketoknya (notch) yang bekerja sebagai titik tegangan untuk benturan kecepatan tinggi. Pendulum terus berayun, naik sampai ketinggian maksimum h' yang lebih rendah dari h. Energi yang diserap, yang diukur dari perbedaan ketinggian h dan h' merupakan pengukuran kekuatan impak. Perbedaan antara metoda Charpy dan Izod yaitu bergantung pada peletakan support spesimen seperti ditunjukkan pada Gambar 2.9 [39].


(40)

Gambar 2.10 Skema Pengujian Impak [39]

2.4.2 Uji Kekuatan Tarik (Tensile Strength)

Kekuatan tarik merupakan salah satu sifat bahan polimer yang terpenting dan sering digunakan untuk uji sifat suatu bahan polimer. Penarikan suatu bahan biasanya menyebabkan terjadi perubahan bentuk dimana penipisan pada tebal dan pemanjangan. Kekuatan tarik (tensile strength) suatu bahan ditetapkan dengan membagi gaya maksimum dengan luas penampang mula-mula, dimensinya sama dengan tegangan.

Pada peregangan suatu bahan polimer, pemanjangan tidak selalu berbanding lurus dengan beban yang diberikan, dan pada penurunan kembali beban,sebahagian regangannya hilang, karena bahan polimer bukan merupakan bahan sepenuhnya elastis tetapi ada sifat viskositasnya [40]. Gambaran secara umum mengenai uji kekuatan tarik ditunjukkan pada Gambar 2.10 dibawah ini.

Specimen

Anvil End of Swing

Pointer

Scale

Hammer Starting Position


(41)

Gambar 2.11 Gambaran Umum Uji Tarik (Tensile Strength) [41] Rumus perhitungan terhadap hasil pengujian kekuatan tarik (tensilestrength) dari sampel adalah sebagai berikut [42]:

a. Engineering Stress (Tensile Strength) adalah gaya per unit luas dari material yang menerima gaya tersebut. Adapun rumusnya adalah sebagai berikut:

Ao Fmaks

 (2.1)

Keterangan:

σ = Enginering Stress (N/m2)

F maks = Gaya tarik yang diberikan kepada penampang spesimen (N)

Ao = Luas penampang mula-mula spesimen sebelum diberikan pembebanan (m2)

b. EngineeringStrain (Tensile Strain) merupakan ukuran perubahan panjang dari suatu material. Rumus untuk menghitung tensile strain adalah sebagai berikut:

lo l lo

lo li

e    (2.2)

Sampel

Gaya Tarik Ke Atas


(42)

Keterangan:

e = Enginering Strain

lo = Panjang mula-mula spesimen sebelum penarikan Δl = Pertambahan panjang

c. Modulus Young disebut juga modulus elastisitas atau modulus peregangan. Modulus Young adalah perbandingan antara tegangan (stress) dengan regangan (strain). Rumus perhitungan modulus Young adalah sebagai berikut:

e

E  (2.3)

Keterangan:

E = Modulus elastisitas/ Modulus Young (N/m2) e = Enginering Strain

σ = Enginering Stress (N/m2)

2.4.3 Karakterisasi Fourier Transform Infra Red (FTIR)

Spektrofotometer infra merah terutama ditujukan untuk senyawa organik yaitu menentukan gugus fungsional yang dimiliki senyawa tersebut. Pola pada daerah sidikjadi sangat berbeda satu dengan yang lain, karenanya hal ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi senyawa tersebut. Penetapan secara kualitatif dapat dilakukan dengan membandingkan tinggi peak (transmitansi) pada panjang gelombang tertentu yang dihasilkan oleh zat yang diuji dan zat yang standar. Dalam ilmu material analisa ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya reaksi atau interaksi antara bahan-bahan yang dicampurkan. Selain itu, nilai intensitas gugus yang terdeteksi dapat menentukan jumlah bahan yang bereaksi atau yang terkandung dalam suatu campuran [43].


(43)

2.4.4 Analisa Penyerapan Air oleh Komposit

Penyerapan air (water-absorption) dalam komposit merupakan kemampuan komposit dalam menyerap uap air dalam waktu tertentu. Penyerapan air pada komposit merupakan salah satu masalah terutama dalam penggunaan komposit di luar ruangan. Semua komposit polimer akan menyerap air jika berada di udara lembab atau ketika polimer tersebut dicelupkan di dalam air. Penyerapan air pada komposit berpenguat serat alami memiliki beberapa pengaruh yang merugikan dalam sifatnya dan mempengaruhi kemampuannya dalam jangka waktu yang lama Penurunan ikatan antarmuka komposit menyebabkan penurunan sifat mekanis komposit tersebut. Karena itu, pengaruh dari penyerapan air sangat vital untuk penggunaan komposit di lingkungan terbuka [44].

2.4.5 Analisa Scanning Electron Microscopy (Sem)

Analisa SEM dilakukan untuk mempelajari sifat morfologi terhadap sampel. SEM adalah adalah alat yang dapat membentuk bayangan permukaan spesimen secara mikroskopik. Berkas elektron dengan diameter 5-10 nm diarahkan pada spesimen. Interaksi berkas elektron dengan spesimen menghasilkan beberapa fenomena yaitu hamburan balik berkas elektron, sinar X, elektron sekunder, dan absorpsi elektron.

Teknik SEM pada hakekatnya merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari lapisan yang tebalnya sekitar 20 um dari permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan tofografi dengan segala tonjolan, lekukan dan lubang pada permukaan. Gambar toforgrafi diperoleh dari penangkapan elektron sekunder yang dipancarkan oleh spesimen. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan ditangkap oleh detektor yang diteruskan ke monitor. Pada monitor akan diperoleh gambar yang khas menggambarkan struktur permukaan spesimen. Sampel yang dianalisa dengan teknik ini harus mempunyai konduktifitas yang tinggi, karena polimer mempunyai konduktifitas rendah, maka bahan perlu dilapisi dengan bahan konduktor (bahan pengantar) yang tipis. Bahan yang biasa digunakan adalah perak, tetapi jika dianalisa dalam waktu yang lama, lebih baik digunakan emas atau campuran emas dan palladium [45].


(44)

2.5 ANALISIS BIAYA

Produk komposit yang dihasilkan pada penelitian ini ditujukan untuk pembuatan dashboard pada kendaraan bermotor. Dashboard merupakan salah satu komponen penting pada kendaraan bermotor dimana fungsi dashboard cenderung bersifat estetika dan juga sebagai pelindungan untuk peralatan-peralatan elektronik dalam mobil.

Pada penelitian ini, digunakan resin epoksi dan pengisi serbuk kulit kerang darah sebagai bahan baku pembuatan komposit. Perincian harga bahan baku yang digunakan untuk membuat komposit dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.4 Rincian Harga Bahan Baku Pembuatan Komposit

Bahan Satuan Harga

Resin A Eposchon 1 kg Rp 80.000

Resin B Eposchon 1 kg Rp 96.000

Polistirena 1 kg Rp 50.000

Serbuk Kulit Kerang Darah 1 kg Rp 10.000

Kloroform 1 kg Rp 170.000

Untuk membuat komposit yang dimaksud, digunakan perbandingan bahan baku 30% yang ditunjukkan pada tabel berikut:

Tabel 2.5 Perincian Bahan Baku untuk Membuat Komposit

Bahan Jumlah Harga/kg Harga

Resin A Eposchon 31,5 g Rp 80.000 Rp 2.520 Resin B Eposchon 31,5 g Rp 96.000 Rp 3.024

Polistirena 7 g Rp 50.000 Rp 350

Serbuk Kulit Kerang Darah 30 g Rp 10.000 Rp 300

Kloroform 28 g Rp 170.000 Rp 4.760

Total 128 g Rp 10.684

Dari 128 g jumlah bahan baku yang digunakan, hanya 70 g yang dapat digunakan untuk membentuk komposit. Kehilangan berat yang terjadi disebabkan oleh flash yang terjadi serta susut massa akibat reaksi curing. Apabila dibandingkan dengan produk dashboard kendaraan bermotor yang memiliki massa rata-rata sebesar


(45)

7 kg, maka harga produk dashboard berdasarkan bahan baku komposit penelitian ini adalah 7000/70 x Rp 10684 = Rp 1.068.400.

Jika diasumsikan biaya operasional pembuatan suatu dashboard adalah Rp 2.500.000. maka harga produk menjadi Rp 3.568.400. Harga ini masih dibawah harga rata-rata dashboard untuk kendaraan bermotor dimana harga dashboard kendaraan bermotor kira-kira berkisar pada harga Rp 9.500.000. Oleh karena itu, dari segi harga, produk ini memiliki potensi untuk dipasarkan dan bersaing dengan produk lainnya yang sejenis.


(46)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1LOKASI PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Laboratorium Operasi Teknik Kimia

3.2BAHAN DAN PERALATAN 3.2.1 Bahan

Bahan baku yang digunakan sebagai matriks adalah resin epoksi yang merupakan campuran antara resin dengan pengeras (hardener polyaminoamide), kloroform digunakan untuk melarutkan PS. Sementara sebagai pengisi digunakan serbuk kulit kerang darah.

3.2.2 Peralatan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Neraca Elektrik

2. Gelas Ukur 3. Batang Pengaduk 4. Ayakan

5. Ball Mill 6. Wadah

7. Alat Uji Bentur 8. Alat Uji Tarik

9. Compression Molding

10.Mikrometer Sekrup Digital Mitutoyo 11.Fourier Transform Infra-Red (FTIR) 12.Scanning Electron Microscope (SEM)


(47)

3.3PROSEDUR PENELITIAN 3.3.1 Penyediaan Matriks Komposit

Matriks komposit dibuat dengan prosedur sebagai berikut:

1. Polistirena (PS) dilarutkan dalam kloroform dengan perbandingan 1:4 (b/b) 2. Resin epoksi dicampurkan hardener polyaminoamide dengan perbandingan

1:1 (b/b).

3. Epoksi resin yang sudah disiapkan kemudian dicampurkan dengan polistirena dengan perbandingan 90% epoksi dan 10% PS di dalam wadah

4. Campuran diaduk hingga merata.

Gambar 3.1 dibawah ini menunjukkan gambar flowchart prosedur penyediaan matriks komposit

Gambar 3.1 Gambar Flowchart Prosedur Penyediaan Matriks Komposit Mulai

Selesai

Dilarutkan PS ke dalam kloroform dengan perbandingan 1:4

Dicampurkan resin epoksi dan hardener dengan perbandingan 1:1

Dicampurkan resin epoksi yang telah disiapkan dengan polistirena dengan perbandingan 90%

epoksi dan 10% PS di dalam wadah


(48)

3.3.2 Penyediaan Pengisi Komposit

Filler dibuat dengan prosedur sebagai berikut:

1. Kulit kerang dicuci dengan menggunakan air dan dikeringkan dengan cara dijemur menggunakan cahaya matahari.

2. Kulit kerang kemudian digiling dengan ball mill sehingga kerang tersebut menjadi serbuk selama 8 jam.

3. Dilakukan pengayakan dengan 200, 230, 260, 290 dan 320 mesh.

Gambar 3.2 berikut ini adalah gambar flowchart prosedur penyediaan pengisi komposit.

Gambar 3.2 Gambar Flowchart Prosedur Penyediaan Pengisi Komposit

3.3.3 Proses Pembuatan Komposit

Proses pembuatan komposit dibuat dengan prosedur sebagai berikut:

1. Dilakukan percampuran antara matriks dan pengisi dengan komposisi pengisi serbuk kulit kerang sebesar 10%, 20%, 30%, 40% dan 50% (b/b) dan variasi ukuran serbuk kulit kerang (200, 230, 260, 290 dan 320 mesh) ke dalam wadah.

Mulai

Selesai

Dicuci kulit kerang dengan menggunakan air

Digiling kulit kerang dengan menggunakan ball mill

selama 8 jam

Dilakukan pengayakan dengan ayakan 200, 230, 260,


(49)

2. Alas cetakan besi terlebih dahulu diberikan bahan pelicin seperti gliserin agar resin tidak melekat pada cetakan.

3. Dituangkan campuran bahan ke dalam cetakan besi yang telah dibentuk sesuai standar uji kekuatan bentur (impact strength) ASTM D 4812 dan uji kekuatan tarik (tensile strength) ASTM D 638

4. Ratakan permukaan campuran pada cetakan.

5. Di press dengan menggunakan alat Compression Molding selama 10 menit, kemudian didiamkan selama 24 jam

6. Komposit yang sudah kering dilepas dari cetakan kemudian bagian dihaluskan bagian-bagian permukaannya dengan alat kikir dan amplas.

7. Dilakukan pengujian terhadap komposit yaitu uji kekuatan bentur (impact strength), kekuatan tarik (tensile strength), dan penyerapan air (water absorption).

Berikut ini adalah Gambar 3.3 yang menunjukkan gambar flowchart prosedur pembuatan komposit.

Mulai

Dilakukan pencampuran matriks dengan pengisi sesuai dengan perbandingan ke dalam beaker glass

Diberikan pelicin pada alas cetakan

Dituangkan campuran bahan kedalam cetakan

Diratakan permukaan campuran pada cetakan

Dipress menggunakan Compression Molding selama 10 menit kemudian didiamkan selama 24 jam

Dibiarkan mengering


(50)

Ya

Tidak

Gambar 3.3 Gambar Flowchart Prosedur Pembuatan Komposit

Berikut adalah gambar alat-alat yang digunakan selama pelaksanaan penelitian:

Berikut ini adalah Gambar 3.4 yang menunjukkan gambar alat Compression Molding

Gambar 3.4 Gambar Compression Molding Dilepaskan komposit dari

cetakan

Dihaluskan bagian permukaan dengan alat kikir

Dilakukan pengujian terhadap komposit

Selesai Apakah ada variasi

yang lain?


(51)

Berikut ini adalah Gambar 3.5 yang menunjukkan gambar alat Uji Tarik

Gambar 3.5 Gambar Alat Uji Tarik

Berikut ini adalah Gambar 3.6 yang menunjukkan gambar alat Uji Bentur

Gambar 3.6 Gambar Alat Uji Bentur


(52)

Berikut ini adalah Gambar 3.8 yang menunjukkan gambar plat impact

Gambar 3.8 Gambar Plat Impact

3.4 PENGUJIAN KOMPOSIT

3.4.1 Uji Kekuatan Bentur (Impact Strength) Dengan Astm D 4812

Spesimen yang akan diuji bentur mengikuti metoda Unnotched Izod. Gambar 3.9 menunjukkan sepsifikasi spesimen yang digunakan pada uji kekuatan bentur:

Gambar 3.9 Ukuran Dimensi Spesimen Metoda Izod ASTM D 4812

3.4.2 Uji Kekuatan Tarik (Tensile Strength) Dengan Astm D-638

Sifat mekanis biasanya dipelajari dengan mengamati sifat kekukatan tarik (t) menggunakan alat tensometer. Secara praktis kekuatan tarik diartikan sebagai besarnya beban maksimum (Fmaks) yang dibutuhkan untuk memutuskan spesimen bahan dibagi dengan luas penampang bahan. Gambar 3.13 menunjukkan spesifikasi spesimen yang digunakan pada uji kekuatan tarik:

5 mm

80 mm 16 mm


(53)

Gambar 3.10 Ukuran Dimensi Spesimen Kekuatan Tarik ASTM D-638

Komposit hasil spesimen dipilih dan dipotong membentuk spesimen untuk pengujian kekuatan tarik (uji tarik). Pengujian kekuatan tarik dilakukan dengan tensometer terhadap tiap spesimen dengan ketebalan 4 mm. Tensometer terlebih dahulu dikondisikan pada beban 100 kgf dengan kecepatan 50 mm/menit, kemudian dijepit kuat dengan penjepit yang ada dialat. Mesin dihidupkan dan spesimen akan tertarik ke atas spesimen diamati sampai putus, dicatat tegangan maksimum dan regangannya.

3.4.3 Penyerapan Air (Water Absorption) Dengan Astm D-570

Karakteristik penyerapan air dari komposit blend resin epoksi dan thinner dengan pengisi serbuk kulit kerang diuji dengan perendaman dalam air pada suhu ruangan setiap 24 jam hingga bahan komposit tidak lagi menyerap air (jenuh). Spesimen tes berbentuk (25mm x 25mm) sesuai ASTM D-570. Setiap rentang waktu pencelupan, maka sampel diambil dan dibersihkan dengan kertas tisu untuk menyerap air. Sampel kemudian ditimbang dan dihitung dengan persamaan:

100% x Wo

Wo We

Wg  (3.1)

Dimana :

Wg = Persentase pertambahan berat komposit We = Berat komposit setelah perendaman Wo = Berat komposit sebelum perendaman


(54)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 KARAKTERISTIK FOURIER TRANSFORM INFRA RED (FTIR) KOMPOSIT PS MURNI DAN KOMPOSIT EPOKSI-PS/SERBUK KULIT KERANG DARAH (SKKD)

Gambar 4.1 menunjukkan hasil analisis Fourier Transform Infra Red (FTIR) dari komposit epoksi-PS murni dan komposit epoksi-PS/serbuk kulit kerang darah (SKKD).

Keterangan rentang bilangan gelombang [46]: - 1000 – 1300 cm-1 : gugus eter (C-O-C) - 1400 – 1500 cm-1 : gugus CH2-N

- 1400 – 1640 cm-1 : gugus benzena disubstitusi (para) - 2100 – 2350 cm-1 : gugus amino zwitter ion

- 2450 – 3000 cm-1 : gugus garam ammonium tersier ( -NH+) - 3200 – 3700 cm-1 : gugus Si-OH

Gambar 4.1 Karakteristik FTIR Komposit Epoksi-PS murni dan Komposit Epoksi-PS/Serbuk Kulit Kerang Darah (SKKD)

Uji karakteristik FTIR dilakukan untuk mengetahui gugus-gugus fungsi yang ada dalam suatu bahan. Uji ini dilakukan berdasarkan prinsip penyerapan gelombang tertentu oleh gugus-gugus fungsi tertentu. Apabila terjadi penyerapan gelombang


(55)

yang mencolok, dapat dilihat bahwa ada gugus fungsi spesifik yang menyerap gelombang tersebut. Dari Gambar 4.1 di atas dapat dilihat karakteristik FTIR epoksi-PS dimana epoksi merupakan produk polimerisasi kondensasi dari senyawa yang memiliki gugus epoksi (epichlorohydrine) dengan bisphenol-A lalu di-curing dengan hardener polyaminoamide [47]. Epichlorohydrine memiliki gugus eter, bisphenol-A memiliki gugus benzena serta polyaminoamide memiliki ikatan C-N dan gugus amino zwitter ion di dalamnya.

Reaksi curing pada resin epoksi dengan menggunakan hardener polyaminoamide memiliki tiga tahapan yang ditunjukkan pada gambar-gambar berikut [29, 30]:

R1 NH2 + CH2 CH

O

R2 R1 NH CH2 CH R2

OH

Gambar 4.2 Reaksi Curing Epoksi Tahap Satu

R1 CH2 CH

R2 R1

N R CH2 CH

3

R3

+ n CH2 CH

O

R2

R2 N R

3

R3

--- O

a-1

Gambar 4.3 Reaksi Curing Epoksi Tahap Dua

R1 CH2 CH

R2 R1

N R CH2 CH

3

R3

+ n CH2 CH O R2 R2 N R3 R3

--- O a-1

Gambar 4.4 Reaksi Curing Epoksi Tahap Tiga

Dari gambar 4.2 di atas dapat terlihat gugus-gugus yang terbentuk setelah reaksi curing epoksi, dan dihasilkan gugus baru yaitu gugus ammonium tersier. Pada penelitian ini juga digunakan polistirena sebagai toughening agent untuk epoksi, Adapaun gugus fungsi utama dari polistirena adalah gugus benzena. Gugus-gugus yang disebutkan di atas, muncul pada hasil karakterisasi FTIR dari epoksi-PS murni maupun komposit epoksi-PS/SKKD. Gugus eter ditunjukkan oleh bilangan gelombang 1180,44 cm-1, gugus amina ditunjukkan oleh bilangan gelombang 1492,90 cm-1, gugus ammonium zwitter ion ditunjukkan oleh bilangan gelombang 2341,58 cm-1, gugus garam ammonium tersier ditunjukkan oleh bilangan gelombang


(56)

2974,23 cm-1 dan gugus benzena ditunjukkan oleh bilangan gelombang 1604,77 cm-1 [46].

Setelah penambahan serbuk kulit kerang sebagai pengisi tidak terlihat perubahan mencolok dari grafik FTIR tetapi terdapat suatu perbedaan khusus antara kedua kurva tersebut yaitu pada bilangan gelombang 3603,28 cm-1. Bilangan gelombang tersebut termasuk ke dalam rentang gugus Si-OH. Gugus ini didapat dari gugus silika yang berasal dari serbuk kulit kerang darah. Namun, magnesium oksida (MgO) dan kalsium osksida (CaO) sebgai komponen yang lebih dominan tidak dapat dideteksi melalui FT-IR karena pita serapan logam Mg dan Ca tidak terletak pada rentang analisa FT-IR (4000 cm-1– 400 cm-1). Hal ini disebabkan oleh ikatan logam menyerap gelombang dengan bilangan gelombang lebih rendah daripada 400 cm-1 [48]. Namun dapat dilihat dari hasil karakterisasi FTIR, bahwa penambahan kulit kerang darah cenderung tidak menimbulkan interaksi kimia pada komposit epoksi-PS/SKKD.

4.2 PENGARUH UKURAN PARTIKEL DAN KOMPOSISI SERBUK KULIT KERANG DARAH (ANADORA GRANOSA) TERHADAP SIFAT KEKUATAN TARIK (TENSILE STRENGTH) KOMPOSIT EPOKSI-PS/ SERBUK KULIT KERANG DARAH (SKKD)

Pengujian kekuatan tarik dilakukan untuk mengetahui untuk seberapa besar gaya yang diperlukan untuk menarik bahan hingga patah. Semakin besar nilai kekuatan tarik suatu bahan maka bahan tersebut membutuhkan gaya yang lebih besar untuk menarik bahan. Gambar 4.3 menunjukkan pengaruh ukuran partikel dan komposisi serbuk kulit kerang darah terhadap kekuatan tarik (tensile strength) komposit epoksi-PS/SKKD.

Dari gambar di bawah ini dapat dilihat bahwa dengan menambahkan pengisi serbuk kulit kerang darah, nilai kekuatan tarik komposit epoksi-PS/SKKD lebih tinggi dibandingkan dengan epoksi-PS murni dikarenakan komposit berpengisi serbuk kulit kerang darah mampu menerima gaya yang diberikan pada komposit.

Magnesium oksida (MgO) merupakan salah satu komposisi utama di dalam serbuk kulit kerang darah. Magnesium oksida murni juga sebelumnya telah digunakan oleh Deya’a dkk sebagai pengisi untuk meningkatkan kekuatan mekanik


(57)

dari komposit epoksi. Dari penelitian tersebut, dilaporkan bahwa Magnesium oskida (MgO) termasuk material yang kaku dan penambahan material yang kaku mampu meningkatkan kekuatan mekanik dari komposit [19]. Hal ini menunjukkan bahwa hasil yang didapat dengan penambahan serbuk kulit kerang darah dapat meningkatkan kekuatan dari komposit secara mekanik.

Gambar 4.5 Pengaruh Ukuran Partikel Dan Komposisi Serbuk Kulit Kerang Darah Terhadap Kekuatan Tarik (TensileStrength) Komposit Epoksi-PS/SKKD

Dari Gambar 4.5 dapat dilihat bahwa nilai kekuatan tarik komposit epoksi-PS/SKKD meningkat seiring dengan bertambahnya komposisi hingga mencapai nilai 5,50 MPa, namun mengalami penurunan pada komposisi 40% dan 50% hingga mencapai nilai 2,46 MPa. Hal ini disebabkan karena pada komposisi pengisi yang rendah, pengisi cenderung tidak mengalami aglomerasi sehingga dapat meningkatkan kekuatan tarik komposit, namun ketika komposisi pengisi telah melewati suatu titik optimum, maka partikel pengisi akan mengalami aglomerasi sehingga menurunkan kekuatan tarik komposit [49]. Hal ini disebabkan karena aglomerasi dapat merusak distribusi partikel.

Dari Gambar 4.5 juga dapat dilihat bahwa nilai kekuatan tarik paling besar terdapat pada komposit dengan pengisi berukuran 200 mesh yaitu sebesar 5,50 MPa pada pengisi 30% kemudian menurun hingga 2,46 MPa pada komposisi 50%. Ukuran partikel yang kecil mampu meningkatkan kekuatan mekanik dari komposit


(58)

menyebar sehingga interaksi antara partikel pengisi dan matriks semakin tinggi [50]. Namun, pada komposisi 40% dan 50% dengan ukuran partikel yang terlalu kecil yaitu 2,46 MPa pada 200 mesh dan komposisi 50%, maka nilai kekuatan tarik akan semakin menurun. Hal ini disebabkan oleh ukuran partikel yang semakin kecil membuat sulit terdistribusi merata dan cenderung membentuk pengelompokan atau aglomerasi [51].

4.3 PENGARUH UKURAN PARTIKEL DAN KOMPOSISI SERBUK KULIT KERANG DARAH ANADORA GRANOSA) TERHADAP SIFAT PEMANJANGAN PADA SAAT PUTUS (ELONGATIONBREAK) KOMPOSIT EPOKSI-PS/ SERBUK KULIT KERANG DARAH (SKKD)

Pengujian sifat pemanjangan pada saat putus dilakukan untuk mengetahui apakah bahan dapat mengalami deformasi atau pemanjangan ketika diberi beban. Sifat pemanjangan pada saat putus juga dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu beban dapat bersifat deformable sebelum bahan mengalami putus.

Gambar 4.6 menunjukkan pengaruh ukuran partikel dan komposisi serbuk kulit kerang darah terhadap sifat pemanjangan pada saat putus (elongation break) komposit epoksi-PS/SKKD.

Gambar 4.6 Pengaruh Ukuran Partikel Dan Komposisi Serbuk Kulit Kerang Darah Terhadap Sifat Pemanjangan Pada Saat Putus (ElongationBreak) Komposit


(59)

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa semakin banyak komposisi pengisi dalam komposit epoksi-PS/SKKD, maka nilai pemanjangan saat putus akan semakin menurun. Hal ini ditunjukkan oleh nilai pemanjangan saat putus tertinggi pada epoksi-PS murni dengan nilai 7,83%, sehingga penambahan pengisi serbuk kulit kerang darah menurunkan nilai pemanjangan saat putus komposit epoksi-PS/SKKD yaitu sebesar 3,45% pada komposisi 50% dengan ukuran partikel 320 mesh, hal ini disebabkan oleh berkurangnya keelastisan matriks akibat penambahan pengisi. Selain itu, mobilitas matriks menjadi terbatas dan lebih sulit untuk mengalami deformasi [52].

Pengaruh ukuran partikel pengisi yang digunakan juga ditunjukkan pada gambar di atas. Dapat dilihat bahwa, untuk komposisi pengisi yang sama, nilai pemanjangan saat putus mengalami penurunan seiring dengan semakin kecil ukuran partikel yang digunakan dengan nilai 3,45% pada ukuran partikel 320 mesh dengan pengisi 50%. Hal ini ditunjukkan oleh nilai pemanjangan saat putus komposit epoksi-PS/SKKD tertinggi terletak pada ukuran partikel 200 mesh untuk semua komposisi mencapai nilai 7,56% dengan pengisi 10% dan ukuran partikel 200 mesh , lalu nilai pemanjangan saat putus menurun secara monoton sehingga nilai pemanjangan saat putus terendah terletak pada ukuran partikel 320 mesh untuk semua pengisi, mencapai nilai 3,45% dengan pengisi 50% dan ukuran partikel 320 mesh. Hal ini disebabkan karena semakin kecil ukuran partikel, maka partikel lebih muda terdistribusi, sehingga semakin banyak ikatan mekanik yang dapat terbentuk antara matriks dengan pengisi.sehingga dapat lebih mengkakukan komposit. Selain itu, ukuran partikel yang terlalu kecil yaitu pada ukuran 320 mesh dengan nilai 3,45% akan memicu terjadinya proses aglomerasi. Ketika ukuran partikel menjadi kecil, maka jarak antar partikel dapat menjadi kecil. Gaya tarik menarik van der waals akan menjadi besar ketika diameter menjadi kecil sehingga memicu aglomerasi [53]. Aglomerasi akan menyebabkan pemindahan tegangan (load transfer) akan menjadi kurang efektif sehingga mengakibatkan nilai pemanjangan saat putus yang rendah.


(60)

4.4 HUBUNGAN STRESS-STRAIN EPOKSI-PS MURNI DAN KOMPOSIT EPOKSI-PS/SERBUK KULIT KERANG DARAH (SKKD)

Gambar 4.7 menunjukkan hubungan stress-strain epoksi-PS murni dan komposit epoksi-PS/serbuk kulit kerang darah (SKKD) dengan komposisi pengisi 30%.

Gambar 4.7 Hubungan Stress-Strain Epoksi Ps Murni Dan Komposit Epoksi-PS/Serbuk Kulit Kerang Darah (SKKD) Untuk Komposisi 30%

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa komposit epoksi-PS/SKKD memiliki nilai stress yang lebih tinggi dan nilai strain yang lebih rendah dibandingkan dengan epoksi-PS murni. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan serbuk kulit kerang darah sebagai pengisi dapat mengkakukan komposit.

Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa pada komposisi pengisi 30% ukuran 200 mesh memiliki nilai stress paling tinggi dengan nilai , namun mengalami penurunan pada ukuran 230 mesh sampai 320 mesh, sedangkan nilai strain mengalami penurunan pada ukuran 230 mesh sampai 320 mesh, hal ini menunjukkan bahwa pada komposisi pengisi 30%, komposit epoksi-PS/SKKD dengan ukuran pengisi 200 mesh memiliki tingkat kekauan yang relatif lebih tinggi dibandingkan ukuran mesh lainnya.


(61)

Nilai Modulus Young dari campuran epoksi-PS dan komposit epoksi-PS dan komposit epoksi-PS/SKKD dengan komposisi 30% dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut:

Tabel 4.1 Nilai Modulus Young Campuran Epoksi/Polistirena Murni dan Komposit Epoksi-PS/SKKD Dengan Komposisi 30%

Material Modulus Young [MPa]

Epoksi-PS 20,322

Komposit Epoksi-PS/SKKD 200 mesh 94,476

Komposit Epoksi-PS/SKKD 230 mesh 91,638

Komposit Epoksi-PS/SKKD 260 mesh 65,382

Komposit Epoksi-PS/SKKD 290 mesh 53,298

Komposit Epoksi-PS/SKKD 320 mesh 57,678

Modulus Young menunjukkan nilai kekakuan suatu bahan. Apabila modulus Young dari suatu bahan tinggi maka bahan tersebut tergolong sebagai bahan yang kaku sedangkan apabila Modulus Young suatu bahan rendah maka bahan tersebut tergolong sebagai bahan yang fleksibel [54].

Tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa nilai Modulus Young untuk epoksi-PS murni memiliki nilai terendah yaitu sebesar 20,332 MPa dan nilai Modulus Young yang tertinggi terdapat pada komposit epoksi-PS/SKKD dengan ukuran 200 mesh yaitu sebesar 94,476 MPa. Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa ukuran partikel yang semakin kecil menurunkan nilai modulus Young. Hal ini disebabkan semakin kecil ukuran partikel dapat membentuk aglomerasi yang dapat menurunkan nilai Modulus Young [51].

4.5 PENGARUH UKURAN PARTIKEL DAN KOMPOSISI SERBUK KULIT KERANG DARAH (ANADORA GRANOSA) TERHADAP SIFAT KEKUATAN BENTUR (IMPACT STRENGTH) KOMPOSIT EPOKSI-PS/ SERBUK KULIT KERANG DARAH (SKKD)

Gambar 4.8 menunjukkan pengaruh ukuran partikel dan komposisi serbuk kulit kerang darah terhadap kekuatan bentur (impact strength) komposit epoksi-PS/ serbuk kulit kerang darah (SKKD).


(62)

Gambar 4.8 Pengaruh Ukuran Partikel Dan Komposisi Serbuk Kulit Kerang Darah Terhadap Kekuatan Bentur (ImpactStrength) Komposit Epoksi-PS/SKKD

Kekuatan bentur merupakan suatu indikator apakah suatu bahan bersifat kuat atau rapuh. Kekuatan bentur menunjukkan seberapa besar energi yang dihasilkan untuk menghancurkan bahan melalui hantaman pada suatu permukaan. Bahan yang kuat memiliki nilai kekuatan bentur yang tinggi sedangkan bahan yang rapuh memiliki nilai kekuatan bentur yang rendah.

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa dengan menambahkan pengisi serbuk kulit kerang darah, nilai kekuatan bentur komposit epoksi-PS/SKKD lebih tinggi dibandingkan dengan epoksi murni. Hal ini disebabkan karena penambahan pengisi dapat meningkatkan ketahanan bentur dari komposit, dalam hal ini pengisi berperan sebagai penahan perambatan patahan (crack propagation) dan media pemindahan tegangan (load transfer medium) [55]. Selain itu, kulit kerang darah termasuk material yang keras dengan magnesium oksida (MgO) sebagai salah satu komponen dominannya [19] sehingga penambahan serbuk kulit kerang darah sebagai pengisi akan dapat meningkatkan nilai kekuatan impak dari komposit.

Dari gambar di atas juga dapat dilihat bahwa komposit epoksi-PS murni memiliki error bar yang sangat tinggi, hal ini terjadi karena terjadinya perbedaan nilai data yang mencolok di antara sampel-sampel komposit epoksi-PS murni. Hal ini juga disebabkan karena sampel-sampel komposit epoksi-PS murni memiliki void di


(63)

beberapa sampel sehingga menyebabkan nilai yang dihasilkan bervariasi pada tiap sampel.

Pengaruh komposisi pengisi serbuk kulit kerang darah dapat dilihat pada Gambar 4.8. Dari gambar tersebut, dapat dilihat bahwa kekuatan bentur meningkat sampai 30% seiring dengan komposisi pengisi serbuk kulit kerang darah dengan nilai mencapai 29.694,4 J/m2 dengan pengisi 30% dan ukuran partikel 200 mesh namun ketika mencapai komposisi 40% dan 50% terjadi penurunan kekuatan bentur dengan nilai mencapai 6128,6 J/m2 pada komposisi 50% dengan ukuran partikel 320 mesh. Hal ini disebabkan oleh penguatan komposit oleh pengisi serbuk kulit kerang darah optimum pada komposisi 30%. Pada komposisi rendah, pengisi berfungsi untuk memperkuat komposit namun ketika komposisi pengisi telah melewati suatu titik optimum, maka partikel pengisi akan mengalami aglomerasi sehingga kekuatan bentur menurun [49].

Dari Gambar 4.8 dapat dilihat juga bahwa pada komposit pengisi ukuran 200 mesh memiliki nilai kekuatan bentur yang paling tinggi yaitu sebesar 29.684,4 J/m2 dengan pengisi 30% dengan ukuran partikel 200 mesh. Ukuran partikel yang lebih kecil umumnya akan memberikan nilai kekuatan bentur yang lebih tinggi, asalkan tidak ada kecacatan sampel, dan tidak terjadi aglomerasi partikel pengisi [56]. Namun, terjadi sebaliknya yaitu penurunan kekuatan bentur seiring dengan menurunnya ukuran partikel. Penurunan yang terjadi disebabkan oleh aglomerasi pengisi serbuk kulit kerang. Aglomerasi akan menyebabkan distribusi partikel menjadi tidak merata sehingga kekuatan bentur akan menurun [51].

Sifat kekuatan bentur dari suatu komposit dapat diprediksi melalui grafik stress-strain. Pada grafik stress-strain, luas di bawah kurva menunjukkan seberapa besar energi yang diperlukan untuk mendeformasi bahan hingga patah. Semakin luas daerah di bawah kurva stress-strain, maka semakin besar energi yang dibutuhkan untuk mematahkan komposit. Jika dibandingkan nilai kekuatan bentur dengan kurva stress-strain pada Gambar 4.7, dapat dilihat bahwa nilai kekuatan bentur komposit epoksi-PS/SKKD sesuai dengan luas di bawah kurva stress-strain masing-masing komposit. dimana untuk komposit epoksi-PS/SKKD dengan ukuran partikel 200 mesh memiliki nilai kekuatan bentur yang paling tinggi serta luas di bawah kurva yang paling luas dibandingkan dengan yang lain.


(64)

4.6 PENGARUH UKURAN PARTIKEL SERBUK KULIT KERANG DARAH (ANADORA GRANOSA) TERHADAP SIFAT PENYERAPAN AIR (WATER ABSORPTION) KOMPOSIT EPOKSI/KULIT KERANG DARAH

Gambar 4.9 menunjukkan pengaruh ukuran partikel serbuk kulit kerang darah terhadap sifat penyerapan air (water absorption) komposit epoksi-PS/SKKD pada komposit pengisi 30%.

Sifat penyerapan air merupakan salah satu sifat penting dalam komposit. Sifat ini menunjukkan apakah suatu komposit dapat mengalami kerusakan apabila digunakan pada keadaan terendam. Ketika komposit direndam dalam air, air akan berdifusi ke dalam komposit. Hal ini dihindari karena air dapat merusak struktur komposit dari dalam sehingga menurunkan sifat-sifat mekanik komposit.

Dari gambar di bawah, dapat dilihat penggunaan serbuk kulit kerang darah sebagai pengisi meningkatkan penyerapan air komposit epoksi-PS/SKKD. Hal ini disebabkan oleh komposisi dari serbuk kulit kerang darah. Salah satu komposisi dominan dari serbuk kulit kerang darah adalah magnesium oskida (MgO) dan kalsium oksida (CaO) [14]. Magnesium oksida (MgO) dan kalsium oksida (CaO) bersifat sangat higroskopis, dan dapat menyerap air dengan cepat [57,58]. Kemampuan penyerapan air dari Magnesium oskida (MgO) dan kalsium oksida (CaO) berasal dari perbedaan keelektronegatifan dari atom logam dengan atom oksigen. Atom oksigen merupakan atom yang memiliki elektronegatifan yang tinggi, sehingga mampu membentuk ikatan hidrogen dengan air.


(1)

40:60 290 mesh 15916,0 10783,2 10017,5

40:60 320 mesh 11135,0 8953,6 8071,6

50:50 200 mesh 12725,3 16264,1 13377,3

50:50 230 mesh 14969,3 13008,4 13584,5

50:50 260 mesh 14249,1 15046,6 16261.6

50:50 290 mesh 11152,0 8796,3 8387,0

50:50 320 mesh 6128,6 5990,4 7622,9

A.5 Data Hasil Penyerapan Air Komposit Epoksi/Serbuk Kulit Kerang Darah [%]

Tabel A.5 Data Hasil Penyerapan Air dari Komposit dengan Komposisi Pengisi 30%

Waktu Murni 200 230 260 290 320

0 0 0 0 0 0 0

24 1,4794 5,5500 7,430 7,520 8,040 7,670

48 1,8080 7,2300 8,090 10,120 9,630 9,580

72 2,2777 8,4800 8,890 10,790 10,740 10,830 96 2,6055 9,5000 9,920 10,790 11,910 11,960 128 2,6055 9,5000 10,180 11,090 11,910 12,550 144 2,6055 9,5000 10,180 11,090 11,910 12,550 196 2,6055 9,5000 10,180 11,090 11,910 12,550


(2)

LAMPIRAN B

CONTOH PERHITUNGAN

B.1 PERHITUNGAN FRAKSI MASSA BAHAN BAKU

Perhitungan Fraksi Massa Bahan Baku Komposit Epoksi-PS/SKKD Komposisi Pengisi 30% dengan basis 100 gram adalah sebagai berikut:

Massa Pengisi = x 100g 30g 100

30

Massa Matriks (terdiri dari epoksi dan PS) = x 100g 70g 100

70

Massa PS (10% dari matriks) = x 70g 7g 100

10

Massa Klorofrom (sebagai pelarut PS dengan perbandingan 1:4) = 4 x 7g28g Massa Resin A (50% dari massa epoksi total) = x (70-7)g 31,5g

100 50

 Massa Resin B (50% dari massa epoksi total) = 31,5 g

Perhitungan fraksi massa bahan baku untuk komposit epoksi-PS/SKKD dengan komposisi lain dapat menggunakan proses perhitungan di atas dengan mengganti angka perbandingan matriks dan pengisi.

B.2 PERHITUNGAN INTERPOLASI KONVERSI UKURAN MESH KE MIKRON

Berikut ini adalah tabel konversi ukuran mesh ke mikron menurut ASTM E11[]. Tabel B.1 Tabel Konvesi Ukuran Mesh ke Mikron

No. mesh Mikron

200 75

230 63

270 53


(3)

Ukuran 260 mesh = x (53 63) 56mikron 230)

(270

230) (260

63  

  

Ukuran 290 mesh = x (45-53) 48mikron 260) (325 260) (290 53    

Ukuran 320 mesh = x (45 53) 44mikron 260)

(325 260) (320

53  

  

B.3 PERHITUNGAN PENYERAPAN AIR KOMPOSIT

Perhitungan Penyerapan Air Komposit Epoksi/Serbuk Kulit Kerang Darah Komposisi 30:70 dengan Ukuran 200 mesh pada Waktu 24 jam

Massa Awal : 2,0897

Massa setelah 24 jam : 2,204 Maka persen penyerapan air =

2,0897 2,0897 2,2046

x 100% = 5,55%

Perhitungan untuk penyerapan air komposit epoksi murni dan komposit epoksi/serbuk kulit kerang darah dengan variasi ukuran mesh yg lain sama seperti perhitungan penyerapan air komposit epoksi/serbuk kulit kerang darah komposisi 30:70 dengan ukuran 200 mesh pada waktu 24 jam di atas dan perhitungan dilakukan untuk pengulangan sampel 3 kali. Perhitungan diulang setiap 24 jam hingga penyerapan air konstan.


(4)

LAMPIRAN C

DOKUMENTASI PENELITIAN

C.1 Penyediaan Serbuk Kulit Kerang Darah

Gambar C.1 Penyediaan Serbuk Kulit Kerang Darah


(5)

C.3 Proses Pencetakan Dengan Alat Hot Press

Gambar C.3 Proses Pencetakan Dengan Alat Hot Press

C.4 Hasil Komposit Epoksi-PS/Serbuk Kulit Kerang Darah (SKKD)


(6)

C.5 Alat Universal Testing Machine (UTM) AI-7000 M Grid Tensile

Gambar C.5 Alat UTM Gotech Al-7000 M GridTensile

C.6 Alat Impact Tester Gotech