Pengaruh Komposisi dan Ukuran Makro Serbuk Kulit Kerang Darah (Anadora Granosa) Terhadap Komposit Epoksi-PS/Serbuk Kulit Kerang Darah (SKKD)

(1)

PENGARUH KOMPOSISI DAN UKURAN MAKRO SERBUK

KULIT KERANG DARAH (ANADORA GRANOSA)

TERHADAP KOMPOSIT EPOKSI-PS/SERBUK KULIT

KERANG DARAH (SKKD)

SKRIPSI

Oleh

ADDRIYANUS TANTRA

100405034

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

AGUSTUS 2015


(2)

PENGARUH KOMPOSISI DAN UKURAN MAKRO SERBUK

KULIT KERANG DARAH (ANADORA GRANOSA)

TERHADAP KOMPOSIT EPOKSI-PS/SERBUK KULIT

KERANG DARAH (SKKD)

SKRIPSI

Oleh

ADDRIYANUS TANTRA

100405034

SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN

PERSYARATAN UNTUK MENJADI SARJANA TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

AGUSTUS 2015


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

DEDIKASI

Penulis mendedikasi skripsi ini kepada kedua orang tua penulis. Aditya dan Yuliana, yang telah merawat dan membimbing penulis sampai sekarang.


(8)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama: Addriyanus Tantra NIM: 100405034

Tempat/Tgl. Lahir: Medan, 22 Februari 1992 Nama orang tua: Aditya

Alamat orang tua:

Jalan Seikera 197A Medan 20234

Asal Sekolah

 SD Methodist-3, tahun 1998-2004

 SMP Methodist-3, tahun 2004-2007

 SMA Methodist-3, tahun 2007-2010 Pengalaman organisasi/ kerja:

1. Asisten Lab.OTK (Operasi Teknik Kimia) tahun 2013-2015 modul Alat Penukar Panas Pipa Sepusat, Pemecahan dan Pengayakan, Peralatan Pencampuran Fluida, Saluran dengan Penampang Berubah, Kolom Absropsi Gas

2. Anggota Himatek (Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia USU) tahun 2010-2014

3. Wakil Ketua KMB USU (Keluarga Mahasiswa Buddhist USU) tahun 2013

4. Anggota UKM Basket USU tahun 2011-2014

Artikel yang telah dipublikasikan dalam Jurnal/Pertemuan Ilmiah: 1. The First International Conference on Science, Technology and


(9)

ABSTRAK

Dewasa ini, penggunaan polimer di bidang industri berkembang pesat karena keunggulan dari polimer yang bersifat murah, ringan dan tahan korosi. Biasanya polimer tidak digunakan secara sendiri melainkan dicampur dengan bahan lain membentuk komposit sehingga memiliki sifat yang lebih baik. Pada penelitian ini, komposit dibuat dengan resin epoksi sebagai matriks dan dicampur dengan serbuk kulit kerang darah sebagai pengisi. Resin epoksi dipilih sebagai matriks karena sifat ketahanannya kimia maupun cuaca yang baik serta banyak digunakan di berbagai bidang. Serbuk kulit kerang darah dipilih karena kandungan kulit kerang darah yang memungkinkan untuk menguatkan komposit serta memanfaatkan kulit kerang darah yang dianggap sebagai limbah rumah makan. Bahan-bahan yang digunakan dalam membuat komposit adalah polistirena sebagai toughening agent untuk membantu menguatkan komposit, kloroform sebagai pelarut, resin epoksi, hardener polyaminoamide dan serbuk kulit kerang darah. Kulit kerang darah dihancurkan menjadi serbuk terlebih dahulu dengan menggunakan ball mill lalu diayak menggunakan nomor ayakan tertentu. Nomor ayakan yang digunakan terdiri dari 50, 80, 110, 140, 170 mesh. Komposit dibuat dengan melarutkan polistirena (10% berat dari matriks) ke dalam kloroform terlebih dahulu dengan perbandingan 1:4 (b/b), lalu dicampurkan ke dalam resin epoksi yang telah dicampur dengan pengisi serbuk kulit kerang darah dengan komposisi tertentu. Komposisi pengisi yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50%. Campuran resin diaduk hingga merata lalu dicetak menggunakan alat hot press. Komposit yang telah dicetak kemudian diuji sifat-sifat mekaniknya dan diuji karakteristik SEM dan FTIR. Hasil yang didapat yaitu komposisi kulit kerang optimum terletak pada 30% serta ukuran partikel optimum terletak pada 170 mesh. Hasil dari karakterisasi FTIR adalah penambahan serbuk kulit kerang darah hanya menghasilkan gugus SiOH dan hasil karakterisasi SEM menunjukkan morfologi patahan yang terbagus terdapat pada komposit dengan ukuran pengisi 170 mesh dan komposisi pengisi 30%

Kata kunci: resin epoksi, serbuk kulit kerang darah, polistirena, komposit, sifat-sifat mekanik, SEM, FTIR


(10)

ABSTRACT

Nowadays, polymer usage in industrial sector is developing greatly because of the advantages of polymer such as inexpensive, lightweight and rustproof. Usually polymer is not used alone but rather blended with other materials in order to create composites which exhibit better properties. In this study, composite is prepared with epoxy resin as matrix and cockle-shell powder as filler. Epoxy resin was chosen as matrix because of its good chemical and weather resistance, and versatile in various application. Cockle-shell powder is used as filler because of its constituent is promising in strengthening composite while reducing waste of cockle-shell. The materials needed to prepare composite are polystyrene as toughening agent, chloroform as solvent, epoxy resin, polyaminomaide hardener and cockle-shell powder. Cockle-shell was crushed into powder using ball mill and then sieved. The sieve used in this study varies from 50, 80, 110, 140, 170 mesh. Composite is prepared by dissolving polystyrene (10% weight by matrix) in chloroform first with the ratio of 1:4 (w/w) and then mixed with mixture consists of epoxy resin pre-mixed with cockle-shell powder using certain composition. The filler composition used in this study varies from 10%, 20%, 30%, 40%, and 50%. Resin mixture is mixed until homogeneous and then casted using hot press machine. The prepared composite is tested to obtain its mechanical properties and SEM and FTIR characteristics. The obtained result from this study is the optimum filler composition is at 30% and optimum particle size is at 170 mesh, the result from FTIR characteristics shows that the addition of cockle-shell powder create groups of SiOH, and SEM characteristics shows that the best fracture surface of composite is shown in the image of composite with 170 mesh particle size and 30% filler composition.

keywords: epoxy resin, cockle-shell powder, polystyrene, composite, mechanical properties, SEM, FTIR


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ii

PENGESAHAN iii

PRAKATA iv

DEDIKASI vi

RIWAYAT HIDUP PENULIS vii

ABSTRAK viii

ABSTRACT ix

DAFTAR ISI x

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR TABEL xv

DAFTAR LAMPIRAN xvi

DAFTAR SINGKATAN xvii

DAFTAR SIMBOL xviii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 LATAR BELAKANG 1

1.2 PERUMUSAN MASALAH 3

1.3 TUJUAN PENELITIAN 3

1.4 MANFAAT PENELITIAN 4

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1 KOMPOSIT DAN KELEBIHANNYA 5

2.2 JENIS-JENIS KOMPOSIT 6

2.2.1 Berdasarkan Bahan Matriks 6

2.2.2 Berdasarkan Bahan Pengisi 7

2.3 METODE PENYEDIAAN KOMPOSIT 8

2.3.1 Close Molding Process (Pencetakan Tertutup) 8 2.3.2 Open Molding Process (Pencetakan Terbuka) 10

2.4 ANTAR FASA/ ANTAR MUKA 10


(12)

2.5.1 Resin Epoksi 13

2.6 BAHAN PENGISI (REINFORCEMENTS) 16

2.6.1 Kulit Kerang Darah (Anadora granosa) 16

2.7 POLISTIRENA 19

2.8 UKURAN MAKRO PARTIKEL DAN MIKRO PARTIKEL 19

2.9 PENGUJIAN DAN KARAKTERISASI BAHAN KOMPOSIT 20

2.9.1 Uji Kekuatan Tarik (Tensile Strength) 20 2.9.2 Uji Kekuatan Bentur (Impact Strength) 22

2.9.3 Analisa Penyerapan Air 23

2.9.4 Karakterisasi Fourier Transform Infra Red (FT-IR) 23 2.9.5 Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM) 23

2.10 ANALISIS BIAYA 25

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 27

3.1 LOKASI PENELITIAN 27

3.2 BAHAN DAN PERALATAN 27

3.2.1 Bahan 27

3.2.2 Peralatan 27

3.3 PROSEDUR PENELITIAN 28

3.3.1 Penyediaan Matriks Komposit 28

3.3.2 Penyediaan Pengisi Komposit 28

3.3.3 Proses Pembuatan Komposit 29

3.4 PENGUJIAN KOMPOSIT 32

3.4.1 Uji Kekuatan Tarik (Tensile Strength) dengan ASTM D-638 32 3.4.2 Uji Kekuatan Bentur (Impact Strength) dengan ASTM D-4812 33

3.4.3 Analisa Penyerapan Air 34

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 35

4.1 KARAKTERISASI FOURIER TRANSFORM INFRA RED (FTIR) DARI EPOKSI-PS MURNI DAN KOMPOSIT KOMPOSIT

EPOKSI-PS/SERBUK KULIT KERANG DARAH (SKKD) 35 4.2 PENGARUH KOMPOSISI DAN UKURAN PARTIKEL SERBUK

KULIT KERANG DARAH (ANADORA GRANOSA) TERHADAP SIFAT KEKUATAN TARIK (TENSILE STRENGTH) KOMPOSIT


(13)

EPOKSI-PS/SERBUK KULIT KERANG DARAH (SKKD) 37 4.3 PENGARUH KOMPOSISI DAN UKURAN PARTIKEL SERBUK

KULIT KERANG DARAH (ANADORA GRANOSA) TERHADAP SIFAT PEMANJANGAN PADA SAAT PUTUS (ELONGATION AT BREAK) KOMPOSIT EPOKSI-PS/SERBUK KULIT KERANG

DARAH (SKKD) 39

4.4 HUBUNGAN STRESS-STRAIN EPOKSI-PS MURNI DAN KOMPOSIT EPOKSI-PS/SERBUK KULIT KERANG DARAH

(SKKD) 41

4.5 PENGARUH KOMPOSISI DAN UKURAN PARTIKEL SERBUK KULIT KERANG DARAH (ANADORA GRANOSA) TERHADAP SIFAT KEKUATAN BENTUR (IMPACT STRENGTH) KOMPOSIT

EPOKSI-PS/SERBUK KULIT KERANG DARAH (SKKD) 43 4.6 PENGARUH KOMPOSISI DAN UKURAN PARTIKEL SERBUK

KULIT KERANG DARAH (ANADORA GRANOSA) TERHADAP SIFAT PENYERAPAN AIR (WATER ABSORPTION) KOMPOSIT

EPOKSI-PS/SERBUK KULIT KERANG DARAH (SKKD) 45 4.7 KARAKTERISASI SCANNING ELECTRON MICROSCOPY (SEM)

DARI EPOKSI-PS MURNI DAN EPOKSI-PS/SERBUK KULIT

KERANG DARAH (SKKD) 46

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 49

5.1 KESIMPULAN 49

5.2 SARAN 50


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Tipe-Tipe Komposit Berdasarkan Jenis Pengisinya 8 Gambar 2.2 Interface Dan Interphases Antara Matriks Dengan Serat 11

Gambar 2.3 Gugus Epoksi 13

Gambar 2.4 Reaksi Pembentukan Resin Epoksi 13

Gambar 2.5 Reaksi Curing Epoksi Tahap 1 14

Gambar 2.6 Reaksi Curing Epoksi Tahap 2 14

Gambar 2.7 Reaksi Curing Epoksi Tahap 3 14

Gambar 2.8 Kulit Kerang Darah (Anadora granosa) 17

Gambar 2.9 Polistirena 19

Gambar 2.10 Gambaran Umum Uji Tarik (Tensile Strength) 21 Gambar 2.11 Spesimen V-Notch Metoda Charpy dan Izod 23

Gambar 2.12 Skema Pengujian Impak 23

Gambar 3.1 Flowchart Prosedur Penyediaan Matriks Komposit 28 Gambar 3.2 Flowchart Prosedur Penyediaan Pengisi Komposit 29 Gambar 3.3 Flowchart Prosedur Pembuatan Komposit 30

Gambar 3.4 Gambar Compression Moulding 31

Gambar 3.5 Gambar Alat Uji Tarik 31

Gambar 3.6 Gambar Alat Uji Bentur 32

Gambar 3.7 Gambar Plat Tensile 32

Gambar 3.8 Gambar Plat Impact 32

Gambar 3.9 Ukuran Dimensi Spesimen Kekuatan Tarik ASTM D 638 33 Gambar 3.10 Ukuran Dimensi Spesimen Metoda Izod ASTM D 4812 33 Gambar 4.1 Karakteristik FTIR Komposit Epoksi-PS Murni Dan

Komposit Epoks PS/Serbuk Kulit Kerang Darah (SKKD) 35

Gambar 4.2 Reaksi Curing Epoksi Tahap 1 36

Gambar 4.3 Reaksi Curing Epoksi Tahap 2 36

Gambar 4.4 Reaksi Curing Epoksi Tahap 3 36

Gambar 4.5 Pengaruh Ukuran Partikel Dan Komposisi Serbuk Kulit Kerang Darah Terhadap Kekuatan Tarik (Tensile


(15)

Strength) Komposit Epoksi PS/SKKD 37 Gambar 4.6 Pengaruh Ukuran Partikel Dan Komposisi Serbuk Kulit

Kerang Darah Terhadap Sifat Pemanjangan Pada Saat

Putus (Elongation At Break) Komposit Epoksi-PS/SKKD 39 Gambar 4.7 Hubungan Stress-Strain Epoksi-PS Murni Dan Komposit

Epoksi PS/ SKKD (Tensile Strength) Untuk Komposisi

30% 41

Gambar 4.8 Pengaruh Ukuran Partikel Dan Komposisi Serbuk Kulit Kulit Kerang Darah Terhadap Sifat Kekuatan Bentur

(Impact Strength) Komposit Epoksi-PS/SKKD 43 Gambar 4.9 Pengaruh Ukuran Partikel Serbuk Kulit Kerang Darah

Terhadap Sifat Penyerapan Air Komposit Epoksi-PS/

SKKD Pada Komposisi 30% 45

Gambar 4.10 Karakterisasi SEM (a) Epoksi-PS murni (b) Komposit Epoksi-PS/SKKD Komposisi 30% Ukuran 50 Mesh (c) Komposit Epoksi-PS/SKKD Komposisi 30% Ukuran 170 Mesh (d) Komposit Epoksi-PS/SKKD Komposisi 50%

Ukuran 50 Mesh 47

Gambar C.1 Penyediaan Serbuk Kulit Kerang Darah 63 Gambar C.2 Penyediaan Komposit Epoksi-PS/Serbuk Kulit Kerang

Darah 63

Gambar C.3 Proses Pencetakan Dengan Alat Hot Press 64 Gambar C.4 Hasil Komposit Epoksi-PS/Serbuk Kulit Kerang Darah

(SKKD) 64

Gambar C.5 Alat UTM Gotech AI-7000 M Grid Tensile 65


(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Spesifikasi Dari Resin Epoksi 15

Tabel 2.2 Komposisi Kimia Serbuk Kulit Kerang 19

Tabel 2.3 Konversi Nilai Mesh Ke Nilai Mikron 20

Tabel 2.4 Rincian Harga Bahan Baku Pembuatan Komposit 25 Tabel 2.5 Perincian Bahan Baku untuk Membuat Komposit 26 Tabel 4.1 Nilai Modulus Young Campuran Epoksi-PS Murni Dan

Komposit Epoksi-PS/SKKD Dengan Komposisi 30% 42 Tabel A.1 Data Nilai Modulus Young Dari Komposit Dengan

Komposisi 30% 57

Tabel A.2 Data Nilai Kekuatan Tarik 57

Tabel A.3 Data Nilai Pemanjangan Pada Saat Putus 58

Tabel A.4 Data Nilai Kekuatan Bentur 59

Tabel A.5 Data Nilai Penyerapan Air Dari Komposit Dengan

Komposisi 30% 60


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

LAMPIRAN A DATA PENELITIAN 57

A.1 Data Hasil Modulus Young 57

A.2 Data Hasil Kekuatan Tarik 57

A.3 Data Hasil Pemanjangan Saat Putus 58

A.4 Data Hasil Kekuatan Bentur 59

A.5 Data Hasil Penyerapan Air 60

LAMPIRAN B CONTOH PERHITUNGAN 61

LAMPIRAN C DOKUMENTASI PENELITIAN 63

C.1 Penyediaan Serbuk Kulit Kerang Darah 63 C.2 Penyediaan Komposit Epoksi-:PS/Serbuk Kulit

Kerang Darah (SKKD) 63

C.3 Proses Pencetakan Dengan Alat Hot Press 64 C.4 Hasil Komposit Epoksi-PS/Serbuk Kulit Kerang

Darah (SKKD) 64

C.5 Alat Universal Testing Machine (UTM) Al-7000 M

Grid Tensile 65


(18)

DAFTAR SINGKATAN

PS Polistirena

SKKD Serbuk Kulit Kerang Darah CaO Kalsium Oksida

MgO Magnesium Oksida

ASTM American Standard Testing Method FTIR Fourier Transform Infra Red SEM Scanning Electron Microscopy %wt Persen Massa Pengisi


(19)

DAFTAR SIMBOL

Simbol Keterangan Satuan

A0 Luas penampang awal mm2

Fmaks Beban maksimum N

We Massa komposit setelah perendaman g

Wo Massa komposit sebelum perendaman g

Wg Persentase pertambahan massa komposit %

σ Kekuatan tarik N/mm2

e Pemanjangan pada saat putus %

li Panjang spesimen setelah penarikan mm

lo Panjang mula-mula spesimen mm

Δl Pertambahan panjang mm


(20)

ABSTRAK

Dewasa ini, penggunaan polimer di bidang industri berkembang pesat karena keunggulan dari polimer yang bersifat murah, ringan dan tahan korosi. Biasanya polimer tidak digunakan secara sendiri melainkan dicampur dengan bahan lain membentuk komposit sehingga memiliki sifat yang lebih baik. Pada penelitian ini, komposit dibuat dengan resin epoksi sebagai matriks dan dicampur dengan serbuk kulit kerang darah sebagai pengisi. Resin epoksi dipilih sebagai matriks karena sifat ketahanannya kimia maupun cuaca yang baik serta banyak digunakan di berbagai bidang. Serbuk kulit kerang darah dipilih karena kandungan kulit kerang darah yang memungkinkan untuk menguatkan komposit serta memanfaatkan kulit kerang darah yang dianggap sebagai limbah rumah makan. Bahan-bahan yang digunakan dalam membuat komposit adalah polistirena sebagai toughening agent untuk membantu menguatkan komposit, kloroform sebagai pelarut, resin epoksi, hardener polyaminoamide dan serbuk kulit kerang darah. Kulit kerang darah dihancurkan menjadi serbuk terlebih dahulu dengan menggunakan ball mill lalu diayak menggunakan nomor ayakan tertentu. Nomor ayakan yang digunakan terdiri dari 50, 80, 110, 140, 170 mesh. Komposit dibuat dengan melarutkan polistirena (10% berat dari matriks) ke dalam kloroform terlebih dahulu dengan perbandingan 1:4 (b/b), lalu dicampurkan ke dalam resin epoksi yang telah dicampur dengan pengisi serbuk kulit kerang darah dengan komposisi tertentu. Komposisi pengisi yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50%. Campuran resin diaduk hingga merata lalu dicetak menggunakan alat hot press. Komposit yang telah dicetak kemudian diuji sifat-sifat mekaniknya dan diuji karakteristik SEM dan FTIR. Hasil yang didapat yaitu komposisi kulit kerang optimum terletak pada 30% serta ukuran partikel optimum terletak pada 170 mesh. Hasil dari karakterisasi FTIR adalah penambahan serbuk kulit kerang darah hanya menghasilkan gugus SiOH dan hasil karakterisasi SEM menunjukkan morfologi patahan yang terbagus terdapat pada komposit dengan ukuran pengisi 170 mesh dan komposisi pengisi 30%

Kata kunci: resin epoksi, serbuk kulit kerang darah, polistirena, komposit, sifat-sifat mekanik, SEM, FTIR


(21)

ABSTRACT

Nowadays, polymer usage in industrial sector is developing greatly because of the advantages of polymer such as inexpensive, lightweight and rustproof. Usually polymer is not used alone but rather blended with other materials in order to create composites which exhibit better properties. In this study, composite is prepared with epoxy resin as matrix and cockle-shell powder as filler. Epoxy resin was chosen as matrix because of its good chemical and weather resistance, and versatile in various application. Cockle-shell powder is used as filler because of its constituent is promising in strengthening composite while reducing waste of cockle-shell. The materials needed to prepare composite are polystyrene as toughening agent, chloroform as solvent, epoxy resin, polyaminomaide hardener and cockle-shell powder. Cockle-shell was crushed into powder using ball mill and then sieved. The sieve used in this study varies from 50, 80, 110, 140, 170 mesh. Composite is prepared by dissolving polystyrene (10% weight by matrix) in chloroform first with the ratio of 1:4 (w/w) and then mixed with mixture consists of epoxy resin pre-mixed with cockle-shell powder using certain composition. The filler composition used in this study varies from 10%, 20%, 30%, 40%, and 50%. Resin mixture is mixed until homogeneous and then casted using hot press machine. The prepared composite is tested to obtain its mechanical properties and SEM and FTIR characteristics. The obtained result from this study is the optimum filler composition is at 30% and optimum particle size is at 170 mesh, the result from FTIR characteristics shows that the addition of cockle-shell powder create groups of SiOH, and SEM characteristics shows that the best fracture surface of composite is shown in the image of composite with 170 mesh particle size and 30% filler composition.

keywords: epoxy resin, cockle-shell powder, polystyrene, composite, mechanical properties, SEM, FTIR


(22)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Dewasa ini, penggunaan bahan polimer di dunia industri berkembang dengan sangat pesat. Hal ini dikarenakan bahan polimer memiliki sifat ringan, murah, tahan korosi, dan temperatur pemrosesannya yang relatif rendah bila dibandingkan dengan bahan logam ataupun bahan keramik. Pada umumnya bahan polimer ini dicampurkan dengan bahan lain untuk memperoleh sifat yang lebih baik, yang dikenal sebagai bahan komposit.

Polimer epoksi adalah kelas polimer termoset yang banyak digunakan saat ini. Adapun kelebihan dari polimer epoksi adalah ketahanannya terhadap suhu, dan cuaca, selain itu polimer epoksi juga bersifat isolator dan juga pemrosesannya mudah [1]. Pemanfaatan polimer epoksi banyak sebagai pelapis, perekat, dan matrik pada material komposit dan telah banyak digunakan dalam banyak aplikasi seperti otomotif, aerospace, perkapalan dan sebagainya [2]. Namun polimer epoksi bukan polimer yang kuat karena strukturnya yang rapuh, mudah retak dan memiliki ketahanan yang rendah terhadap pukulan atau tekanan [3].

Untuk meningkatkan kekuatan dari polimer epoksi ini telah banyak dilakukan penelitian, diantaranya dengan penambahan pengisi alami. Adapun penelitian-penelitian sebelumnya menggunakan bahan-bahan alami seperti nanas [4], sisal [5], kulit kelapa [6], rami [7], sekam padi [8], bambu [9], dan serbuk kayu [10].

Bahan lain yang juga dapat digunakan sebagai pengisi alami adalah bahan-bahan yang berasal dari laut salah satunya adalah kerang. Beberapa penelitian yang telah dilakukan menggunakan beragam jenis serbuk kulit kerang seperti kerang simping yang digunakan sebagai elemen bangunan [11], kerang hijau yang digunakan sebagai bioindikator [12], kerang darah yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan beton polimer [13], bata beton [14], lem kaca [15] dan karet alam [16].

Pada penelitian ini, sampel yang digunakan adalah kulit kerang darah (Anadora granosa) yang mengandung CaO dan MgO yang relatif tinggi yaitu


(23)

masing-masing 66,70% dan 22,28% [13], dengan kandungan tersebut, kulit kerang memiliki sifat yang relatif sangat kuat.

Kerang laut merupakan salah satu hasil komoditi laut favorit, namun sebagian besar pemanfaatannya masih terbatas pada daging kerang untuk dikonsumsi. Adapun salah satu jenis kerang yang sangat diminati sebagai konsumsi masyarakat adalah kerang darah (Anadara granosa) [17]. Hasil panen kerang per hektar untuk tiap tahunnya bisa mencapai 200-300 ton kerang utuh yang menghasilkan daging kerang 60-100 ton [13]. Sisanya yaitu kulit kerang hanya dimanfaatkan sebagai kerajinan tangan atau seni dekoratif, juga sebagai campuran makanan ternak guna memenuhi kadar kalsium [15]. Oleh sebab itu, keberadaan limbah kulit kerang semakin lama semakin banyak dan menganggu. Jika limbah dibuang terus menerus tanpa adanya pengolahan yang tepat dapat menimbulkan gangguan keseimbangan, dengan demikian menyebabkan lingkungan tidak berfungsi seperti semula dalam arti

kesehatan, kesejahteraan, dan keselamatan hayati [18]. Karena masalah limbah kulit kerang yang semakin banyak, juga sifatnya yang

relatif kuat karena mengandung MgO dan CaO yang cukup besar yaitu sebesar 22,28% dan 66,70%, maka limbah kulit kerang ini dimanfaatkan sebagai bahan pengisi alami pada komposit dan diharapkan dapat meningkatkan sifat mekanik dari komposit itu dan lebih memberdayakan limbah kulit kerang tersebut..

Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan kulit kerang, belum ada yang menggunakan serbuk kulit kerang darah sebagai pengisi pada komposit polimer, bahkan beberapa penelitian sebelumnya cuma menggunakan kulit kerang dalam jumlah yang relatif sedikit, padahal limbah kulit kerang yang tersedia masih sangat banyak.

Oleh sebab itu penelitian ini mencoba untuk lebih memaksimalkan pengunaan limbah kulit kerang yaitu dengan mencoba menjadikannya sebagai pengisi pada komposit epoksi. Adapun alasan pemilihan kulit kerang ini selain untuk memanfaatkan limbah yang ada, juga karena sifatnya yang relatif sangat keras dan kuat karena mengandung kalsium oksida (CaO) dan magnesium oksida (MgO) yang sangat tinggi, yang cocok untuk meningkatkan sifat mekanik dari komposit.

Penelitian mengenai penggunaan epoksi dengan MgO sebagai pengisi telah dilakukan oleh Deya’a dkk (2011). Pada penelitian tersebut, digunakan variasi


(24)

komposisi TiO2 dan MgO murni, dengan penambahan polistirena pada matriks epoksi sebagai penguat agar komposit yang dihasilkan lebih keras dan tidak terlalu lentur. Hasil yang terbaik didapat pada komposit epoksi dengan pengisi 15% MgO [19].

Pada kajian ini, penggunaan bahan alami yaitu serbuk kulit kerang darah (Anadora Granosa) sebagai pengisi pada polimer epoksi secara umum bertujuan untuk memperbaiki sifat dari epoksi itu sendiri yaitu meningkatkan kekuatan bentur dan kekuatan tarik dari epoksi.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Dalam penelitian ini yang menjadi permasalahan adalah bagaimana pengaruh komposisi dan ukuran makro dari serbuk kulit kerang yang digunakan terhadap sifat mekanik dan karakteristik komposit epoksi dengan pengisi serbuk kulit kerang darah.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan komposisi dan ukuran makro serbuk kulit kerang yang terbaik untuk meningkatkan sifat mekanik komposit epoksi dengan pengisi serbuk kulit kerang darah.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat:

1. Menjadi salah satu alternatif untuk mengurangi pencemaran lingkungan yang diakibatkan limbah padat kulit kerang yang dihasilkan rumah tangga ataupun rumah-rumah makan.

2. Memberikan informasi tambahan bagi dunia industri tentang pemanfaatan kulit kerang.

3. Memberikan informasi terutama dalam bidang penelitian komposit tentang pengaruh komposisi dan ukuran serbuk kulit kerang sebagai bahan pengisi pada komposit epoksi, sehingga dapat diketahui ukuran dan komposisi pengisi yang terbaik.


(25)

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Laboratorium Operasi Teknik Kimia Fakultas Teknik, Departemen Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara, Adapun bahan baku yang digunakan pada penelitian ini yaitu epoksi sebagai matriks dengan penambahan polistirena sebagai toughening agent dan serbuk kulit kerang (Anadora granosa) yang diperoleh dari berbagai rumah makan di kota Medan, Sumatera Utara. Variabel yang digunakan adalah komposisi serbuk kulit kerang darah yaitu sebesar: 10%, 20%, 30%, 40% dan 50% (%wt) dan ukuran serbuk kulit kerang yaitu 50, 80, 110, 140, 170 mesh.

Uji dan analisa yang dilakukan pada komposit poliester tidak jenuh tersebut adalah:

1. Uji tarik (tensile strength) ASTM D 638 2. Uji bentur (impact strength) ASTM D4812 3. Penyerapan air (water absorption) ASTM D-570 4. Fourier Transform Infra-Red (FTIR)


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KOMPOSIT DAN KELEBIHANNYA

Pengertian komposit menurut Campbell, yaitu kombinasi dari dua atau lebih bahan yang menghasilkan sifat yang lebih baik daripada sifat komponen-komponen yang digunakan itu. Berbeda dengan paduan logam, pada bahan komposit masing-masing bahan penyusun tetap mempertahankan fisik, dan sifat mekaniknya [20]. Sedangkan menurut Kaw, komposit adalah bahan struktural yang terdiri dari dua atau lebih unsur gabungan yang digabungkan pada tingkat makroskopik dan tidak larut dalam satu sama lain. Satu konstituen disebut fase pengisi (reinforcements) dan satu fasa lagi dimana pengisi tertanam disebut matriks [21].

Kumaraswamy dkk, menuliskan bahwa komposit adalah salah satu bahan penelitian yang paling canggih dan paling cepat berkembang pada zaman modern ini. Komposit diciptakan dari penggabungan antara dua atau lebih komponen yang dikenal sebagai matriks dan zat pengisi. Matriks memberikan komposit bentuk, tampilan permukaan dan daya tahan terhadap keadaan lingkungan, sementara zat pengisi memberikan kekakuan makroskopik dan kekuatan dari dalam komposit [22].

Beberapa sifat yang dapat dikembangkan dengan membentuk bahan komposit yaitu [23]: kekuatan (strength), kekakuan (stiffness), tahanan korosi (corrosion resistance), tahanan aus (wear resistance), daya pikat (attractiveness), berat, perioda lelah (fatigue life), sifat ketergantungan suhu (temperature-dependent behavior), insulasi termal, konduktivitas termal, dan insulasi akustik (acoustical insulation).

Secara umum, tidak semua sifat-sifat di atas dikembangkan pada waktu yang bersamaan karena dikhawatirkan malah akan mengganggu sifat material itu sendiri misalnya insulasi termal dan konduktivitas termal. Tujuan pembentukan bahan komposit itu sendiri yaitu untuk membentuk suatu bahan baru yang memiliki sifat khusus untuk keperluan tertentu pula [23].

Adapun kelebihan-kelebihan material komposit dibandingkan material yang lain adalah [24]:


(27)

- Mempunyai nilai kekuatan dan kekakuan yang cukup tinggi.

- Mudah diproses sesuai dengan kebutuhan produk, misalnya diproses membuat profil aerodinamis.

- Mempunyai resistansi yang lebih besar terhadap kerusakan - Komposit lebih stabil dengan konduktivitas termal yang rendah

- Pembuatan atau perakitannya termasuk sederhana, sehingga dapat mengurangi biaya pembuatan.

2.2 JENIS-JENIS KOMPOSIT 2.2.1 Berdasarkan Bahan Matriks

Berdasarkan bahan matriksnya, komposit dapat dibagi menjadi tiga tipe yaitu sebagai berikut [24]:

1. Komposit Matriks Polimer atau yang dikenal dengan istilah Polymer Matrix Composite (PMC). Komposit matriks polimer merupakan bahan yang ideal karena mereka dapat diproses dengan mudah, memiliki sifat mekanik yang ringan, dan sesuai dengan yang diinginkan. Komposit jenis polimer ini dibagi menjadi dua yaitu:

a. Polimer termoplastik cenderung lebih fleksibel, contohnya: polyester, polieter sulfon, polipropilen, dan sebagainya.

b. Polimer thermoset untuk aplikasi temperatur tinggi, contohnya: epoksi, poli imida dan sebagainya.

2. Komposit Matriks Logam atau yang dikenal dengan Metal Matrix Composite (MMC). Komposit matriks logam biarpun saat ini banyak diteliti, namun komposit jenis ini tidak secara luas digunakan, dibandingkan dengan komposit polimer. Kelebihan dari komposit jenis ini adalah memiliki kekuatan tinggi, ketangguhan retak dan kekakuan yang bagus. Selain itu komposit ini juga dapat menahan suhu tinggi dalam lingkungan korosif.

3. Komposit Matriks Keramik atau yang dikenal dengan Ceramic Matrix Composite (CMC). Komposit matriks keramik dapat digambarkan sebagai bahan padat yang memiliki ikatan ion yang sangat kuat. Titik leleh tinggi,


(28)

ketahanan korosi yang baik, stabilitas pada temperatur tinggi dan kuat tekan bahan ini juga tinggi. Namun keramik memiliki sifat yang cenderung rapuh sehingga penambahan zat pengisi ke dalam komposit matriks keramik cenderung susah.

2.2.1 Berdasarkan Bahan Pengisi

Berdasarkan bahan pengisi yang digunakan, komposit dapat dibedakan menjadi lima jenis yaitu sebagai berikut [24]:

1. Fiber Reinforcement Composite (Komposit Serat)

Serat adalah salah satu bahan pengisi yang paling sering digunakan, karena sebagai bahan pengisi, serat sangat mempengaruhi dan meningkatkan kekuatan dari kompositnya. Fiber yang biasa digunakan bisa berupa glass fiber, carbon fiber, aramid fiber dan sebagainya.

2. Laminar Reinforcement Composite (Komposit Laminat)

Merupakan jenis kompsoit yang terdiri dari dua lapisan atau lebih yang digabung menjadi satu dan setiap lapisnya memiliki karakteristik sifat tersendiri

3. Filled Reinforcement Composites (Komposit Berpengisi)

Komposit ini merupakan hasil dari penambahan bahan filer pada matriks untuk menggantikan sebagian dari matriks, dapat meningkatkan atau mengubah sifat-sifat komposit. Para pengisi juga meningkatkan kekuatan dan mengurangi berat badan, kemudian produk secara kontinu diisi dengan bahan kedua

4. Particular Reinforcement Composite (Komposit Partikel)

Komposit yang menggunakan partikel-partikel atau serbuk sebagai bahan pengisi yang berserakan di dalam keseluruhan seluruh matriks, disebut komposit partikel. Pengisi dengan bentuk segiempat, segitiga ataupun bulat dengan dimensi di semua sisi yang hampir sama adalah termasuk pengisi untuk komposit ini.

5. Flake Reinforcement Composite (Komposit Serpihan)

Komposit serpihan ini biasa digunakan sebagai pengganti komposit serat karena biaya produksinya yang lebih murah dibandingkan dengan komposit


(29)

serta, namun hasil akhir dari komposit serpihan cenderung kurang bagus dari segi control ukuran dan bentuk. Selain itu sering terjadi cacat pada produk akhir komposit jenis ini, misalnya retak atau permukaan yang tidak rata.

Gambar komposit-komposit dengan pengisi tersebut ditunjukkan pada Gambar 2.1 berikut:

Gambar 2.1 Tipe-tipe komposit berdasarkan jenis pengisinya

2.3 METODE PENYEDIAAN KOMPOSIT

Material komposit dapat diproduksi dengan berbagai macam metode pabrikasi. Metode-metode penyediaan komposit ini disesuaikan dengan jenis matriks penyusun komposit dan bentuk material komposit yang diinginkann sesuai aplikasi selanjutnya, adapun metode penyediaan komposit yang ada antara lain:

2.3.1 Close Molding Process (Pencetakan Tertutup)

Beberapa jenis metode pabrikasi komposit dengan metode pencetakan tertutup antara lain [25] [26]:

1. Compression Molding

Metode ini menggunakan cetakan yang ditekan pada tekanan tinggi sampai mencapai 1000 psi, diawali dengan mengalirkan resin dan zat pengisi


(30)

dengan viskositas tinggi ke dalam cetakan, kemudian mold ditutup dan dilakukan penekanan terhadap material komposit tersebut, sehingga mengakibatkan mengerasnya material komposit secara permanen mengikuti bentuk cetakan.

2. Pultrusion

Pada metode ini, pembentukan material komposit yang menggabungkan antara resin dan dan fiber berlangsung secara kontinu. Proses pultrusi digunakan pada pabrikasi komposit yang berprofil penampang lintang tetap. Pengisi yang digunakan diletakkan pada tempat yang khusus dengan menggunakan performing shapers dan guiders untuk membentuk karakteristiknya dan proses penguatan komposit dilakukan melalui resin bath atau wet out yaitu tempat di mana material diselubungi dengan cairan resin. Adanya panas akan mengaktifkan sistem curing sehingga akan mengubah fasa resin menjadi padat.

3. Prepreg

Metode ini merupakan metode advance dalam pembuatan komposit, dengan adanya pemanasan cetakan yang telah berisi komposit dimasukkan ke autoclave. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan gaya tekan dari luar. Teknik menggunakan prepreg-vacuum bag-autoclave banyak dimanfaatkan untuk pembuatan peralatan pesawat terbang dan peralatan militer.

4. Wet Lay-Up

Pada metode ini, pengisi digabungkan dengan menggunakan tangan seperti pada metode hand lay-up untuk kemudian ditaruh ke dalam cetakan vacuum bag untuk mempercepat proses laminasi dan menghilangkan udara yang terperangkap yang dapat menimbulkan adanya void dalam produk komposit yang dicetak.

5. Resin Trade Molding (RTM)

Pada proses ini, resin ditransfer atau diinjeksikan ke dalam suatu tempat yang sebelumnya telah diisi dengan reinforcement yang diletakkan diantara dua permukaan cetakan yang terdiri dari dua bagian yang satu disebut female dan yang lainnya disebut male. Pasangan cetakan tersebut lalu ditutup, diberi klem, kemudian resin berviskositas rendah diinjeksikan pada tekanan 50-100


(31)

psi ke dalam lubang cetakan melalui port injeksi. Resin diinjeksikan sampai memenuhi seluruh rongga cetakan hingga meresap dan membasahi seluruh material pengisi

2.3.2 Open Molding Process (Pencetakan Terbuka)

Beberapa metode penyediaan komposit dengan pencetakan terbuka antara lain [25] [26]:

1. Filament Winding Process

Proses ini memanfaatkan sistem gulungan benang pada sebuah sumbu putar. Serat komposit dibuat dalam bentuk benang digulung pada sebuah mandril yang dibentuk sesuai dengan bentuk rancangan benda teknik, misalnya berbentuk tabung, kemudian resin yang berfungsi sebagai matriks dituangkan bersamaan dengan proses penggulungan pengisi tersebut, sehingga keduanya merekat dan saling mengikat antara satu lapisan gulungan dengan gulungan berikutnya, sampai membentuk benda teknik yang direncanakan.

2. Hand Lay-Up Process

Proses ini dilakukan pada suhu ruangan, pengisi ditata sedemikian rupa mengikuti bentuk cetakan atau mandril, kemudian resin dituangkan sebagai pengikat antar pengisi sehingga ukuran dan bentuk komposit menjadi sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya.

2.4 ANTAR FASA/ ANTAR MUKA

Karena adanya pencampuran bahan yang berbeda pada komposit, maka dalam komposit tersebut akan selalu terdapat daerah berdampingan (contiguous region). Definisi sederhananya yaitu sebuah antarmuka (interfaces) atau dengan kata lain permukaan membentuk batasan dalam konstituen. Pada beberapa kasus, daerah berdampingan sering juga dianggap sebagai fasa tambahan yang dinamakan dengan antarfasa (interphases). Sebagai contoh, pada lapisan serat gelas dalam plastik berpengisi dan bahan adesif yang mengikat lapisan bersamaan. Ketika terdapat suatu antarfasa maka akan terdapat dua antarmuka, yaitu pada permukaan antarfasa dan


(32)

konstituen di tengahnya [27]. Gambar 2.2 menunjukkan bentuk interface matriks dengan serat.

Gambar 2.2 Interface dan Interphases antara matriks dengan serat [28]

Ada lima mekanisme yang menerangkan pengikatan pada antarmuka pada komposit, yaitu sebagai berikut [28] [29]:

1. Adsorpsi dan Pembasahan

Pembasahan merupakan kontak antara fasa cair dan permukaan fasa padat, dihasilkan dari interaksi antara molekul ketika keduanya terbawa secara bersamaan. Pada mekanisme ini, leburan fasa matriks (resin) harus menutupi seluruh permukaan pengisi agar udara dapat disingkirkan

2. Interdifusi

Menurut mekanisme ini, suatu ikatan akan terbentuk apabila molekul-molekul polimer meresap dari suatu permukaan ke dalam struktur molekul-molekul permukaan yang lain. Kekuatan ikatannya bergantung pada jumlah peresapannya.

3. Daya Elektrostatik

Mekanisme daya elektrostatis ini dapat terjadi apabila terdapat perbedaan kutub antara dua konstituen. Proses tarik menarik antar permukaan yang berbeda tingkat kelistrikannya (muatan positif dan muatan negatif) dapat terjadi pada skala atomic. Efektivitas jenis ikatan ini dapat menurun jika ada kontaminasi permukaan dan ada gas yang terperangkap.

4. Ikatan Kimia

Pengikatan kimia ini dapat terjadi apabila pencampuran komposit menggunakan agen penghubung atau bahan penyerasi. Pengikatan terbentuk

Interphase (Bonding Agent)

Matrix Filler


(33)

sebagao hasil dari suatu reaksi kimia antara bahan pengisi dengan bahan penyerasi yang digunakan. Kekuatan pengikatannya bergantung pada jenis ikatan kimianya.

5. Ikatan Mekanik

Pengikatan mekanik ini terjadi secara interlocking mekanik apabila geometri permukaan matrik dan bahan pengisi yang digunakan dalam pembuatan komposit tidak rata. Beberapa faktor yang mempengaruhi ikatan mekanik ini adalah kekerasan permukaan, aspek geometri dan tekanan yang digunakan dalam proses pabrikasi.

Kualitas ikatan antara matriks dan filler dipengaruhi oleh beberapa variabel antara lain [30]:

1. Ukuran partikel

2. Rapat jenis bahan yang digunakan 3. Fraksi volume material

4. Komposisi material 5. Bentuk partikel

6. Kecepatan dan waktu pencampuran 7. Penekanan (kompaksi)

8. Pemanasan (sintering)

2.5 MATRIKS

Matriks adalah fasa cair yang terdapat pada pembuatan komposit, dimana bahan pengisi akan tersebar di dalamnya. Fasa ini berfungsi sebagai pelekat untuk bahan pengisi yang terbenam di dalamnya, untuk mendapatkan suatu ikatan yang baik antar fasa, maka diperlukan proses pembasahan yang sempurna [31]. Matriks juga adalah fasa yang dominan yang terdapat di dalam komposit, berikut adalah peranan matriks secara umum [30] [31]:

1. Sebagai pemindah atau penyalur tegangan yang diberikan ketika proses pembuatan komposit kepada bahan pengisi.

2. Sebagai penjaga kestabilan setelah proses manufaktur.

3. Sebagai pelindung, agar bahan pengisi tidak mengalami kerusakan akibat faktor lingkungan seperti kelembapan atau panas.


(34)

4. Sebagai pengikat bahan pengisi, sehingga dihasilkan ikatan antar permukaan yang kuat.

2.5.1 Resin Epoksi

Matriks yang digunakan pada penelitian ini adalah resin epoksi. Epoksi adalah plastik thermoset yang paling umum digunakan sebagai matriks pada komposit karena epoksi memiliki sifat adhesi yang baik untuk bahan lainnya, memilik ketahanan yang bagus terhadap lingkungan dan zat kimia, serta bagus sebagai bahan insulasi [32]. Selain itu epoksi juga tidak bersifat volatil dan tingkat penyusutannya juga rendah, serta gampang untuk diolah [33].

Resin epoksi adalah molekul yang terdiri dari lebih dari satu gugus epoksi, gugus epoksi disebut juga gugus glicydil yang ditunjukkan pada gambar berikut [34]:

Gambar 2.3 Gugus Epoksi

Epoxy resin umumnya diproduksi dengan mereaksikan epiclorohydrin dengan bisphenol. Adapun reaksi pembentukan resin epoksi adalah sebagai berikut [34]:

Gambar 2.4 Reaksi Pembentukan Resin Epoksi

Untuk merubah epoksi resin menjadi epoksi plastik dibutuhkan reaksi dengan substansi yang sesuai. Substansi disini adalah Hardener. Contoh beberapa jenis hardener adalah amin, amid, asam anhidrid, imidazol, fenol, merkaptan, dan metal oksida. Untuk merubah resin epoksi menjadi epoksi plastik pada temperatur kamar, yang biasa digunakan adalah jenis amine, dan amid. Karena jenis lain digunakan dengan kondisi temperatur lebih dari 150oC untuk dapat bereaksi dengan epoksi [35].


(35)

1. Sebuah grup epoksi bereaksi dengan satu dari atom hidrogen pada amine, kemudian membentuk gugus hidroksil dan primary amine mengalami reduksi menjadi secondary amine, seperti pada gambar berikut.

R1 NH2 + CH2 CH O

R2 R1 NH CH2 CH R2

OH

Gambar 2.5 Reaksi Curing Epoksi Tahap 1

2. Selanjutnya secondary amine akan bereaksi dengan grup epoksi yang lain seperti pada gambar berikut.

R1 NHCH2 CH R2 CH2 CH R2 R1 N

CH2 CH2 CH CH OH OH OH O R2 R2

Gambar 2.6 Reaksi Curing Epoksi Tahap 2

3. Grup epoksi yang lain yang tidak bereaksi akan berikatan dengan gugus hidroksil dari rantai yang lain dan reaksi curing selesai seperti pada gambar berikut.

R1 CH2 CH

R2 R1

N R CH2 CH

3

R3

+ n CH2 CH O

R2

R2 N

R3 R3

--- O a-1

Gambar 2.7 Reaksi Curing Epoksi Tahap 3

Polimer epoksi adalah kelas polimer termoset yang banyak digunakan saat ini. Adapun kelebihan dari polimer epoksi adalah ketahanannya terhadap suhu, dan cuaca, selain itu polimer epoksi juga bersifat isolator dan juga pemrosesannya mudah [1]. Pemanfaatan polimer epoksi banyak sebagai pelapis, perekat, dan matrik pada material komposit dan telah banyak digunakan dalam banyak aplikasi seperti otomotif, aerospace, perkapalan dan sebagainya [2]. Namun polimer epoksi bukan polimer yang kuat karena strukturnya yang rapuh, mudah retak dan memiliki ketahanan yang rendah terhadap pukulan atau tekanan [3].

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk memperbaiki sifat mekanik dari resin epoksi ini, yaitu misalnya dengan menambahkan bahan pengisi ke dalam resin epoksi. Deya’a dkk dalam penelitiannya menggunakan bahan pengisi berupa MgO


(36)

dan TiO2 murni dengan variasi komposisi tertentu untuk meningkatkan sifat mekanik dari komposit epoksi [19].

Beberapa penelitian juga menggunakan bahan-bahan alami yang terdapat di alam untuk dijadikan pengisi pada komposit epoksi, diantaranya adalah:

a) Girisha dkk yang mengunakan pengisi hybrid yaitu campuran serat sisal dan serat kelapa untuk dijadikan pengisi pada resin epoksi untuk memperbaiki sifat kekuatan tarik dan penyerapan air pada komposit. Hasil kuat tarik dan kuat lentur terbaik yang didapat adalah sebesar 56 MPa dan 66 MPa pada komposisi pengisi sebesar 40% [5].

b) Chanap menggunakan abu cangkang kelapa sebagai pengisi pada komposit untuk meningkatkan nilai kekuatan tarik dan kekuatan lenturnya. Pada 20% komposisi pengisi, didapatkan hasil kuat tarik dan kuat lentur yang terbaik yaitu sebesar 36.95 MPa dan 65.98 MPa [6].

c) Soemardi menggunakan serat rami sebagai pengisi pada komposit epoksi dengan variasi komposisi untuk meningkatkan sifat mekanik pada komposit. Didapatkan nilai tegangan tarik dan elastisitas terbesar dari komposit yaitu 260 MPa dan 11.23 GPa pada komposisi pengisi 50% [7].

d) Asy’ari menggunakan abu sekam padi dengan variasi komposisi tertentu digunakan sebagai pengisi. Penelitian ini mendapatkan hasil kuat tarik maksimum pada komposit sebesar 4.45713 kgf/mm2 pada komposisi 10% pengisi [8].

e) Bahrom menggunakan serat bambu sebagai pengisi untuk komposit epoksi pada penelitiannya untuk memperbaiki sifat dari resin epoksi dimana didapatkan hasil bahwa penambahan pengisi cenderung meningkatkan nilai kuat lentur dari komposit [9].

f) Priyadi dan Rusnoto memanfaatkan serat kayu sebagai pengisi untuk kompositnya. Pada penelitian ini nilai kuat tarik dan kuat lentur yang terbesar adalah 2,1703 kgf/mm2 dan 16,11 kgf/mm2 yaitu pada diameter pengisi sebesar 1.5 mm [10].

g) Deya’a dkk menggunakan bahan pengisi berupa MgO dan TiO2 murni dengan variasi komposisi tertentu untuk meningkatkan sifat mekanik dari komposit epoksi. Hasil penelitian menunjukkan nilai kuat bentur terbesar dari


(37)

komposit adalah sebesar 11.333 KJ/m2 pada komposisi MgO sebesar 10% [19].

Adapun spesifikasi-spesifikasi dari resin epoksi ditunjukkan pada Tabel 2.1 dibawah ini [37]:

Tabel 2.1 Spesifikasi dari Resin Epoksi

Spesifikasi SI Units Engineering Units

Berat molekul 44.053 44.053

Titik didih normal pada

101.325kPa (1atm) 283,6K 50.8F

Titik leleh 160,65K -170.5F

Suhu Kritik 469.15K 384.8F

Tekanan Kritik 7,191kPa 1.043psia

2.6 BAHAN PENGISI (REINFORCEMENTS)

Bahan pengisi adalah penanggung beban utama pada komposit. Bahan pengisi ini biasanya ditambahkan ke dalam matriks untuk meningkatkan sifat mekanik dari komposit misalnya kekuatan atau kekakuan komposit. Berikut adalah beberapa sifat yang dapat diperoleh dengan penambahan bahan pengisi [30]:

a. Peningkatan sifat fisik

b. Penyerapan kelembapan yang rendah c. Sifat pembasahan yang baik

d. Biaya yang rendah

e. Ketahanan terhadap api yang baik

f. Ketahanan terhadap bahan kimia yang baik

2.6.1 Kulit Kerang Darah (AnadoraGranosa)

Pada percobaan ini digunakan pengisi berbentuk serbuk yaitu serbuk kulit kerang darah (Anadora granosa). Kerang darah ini adalah pangan yang banyak dijual baik oleh pedagang kaki lima maupun di rumah makan dan banyak dibudidayakan karena banyak diminati masyarakat Adapun klasifikasi dan identifikasi dari spesies kerang darah ini adalah sebagai berikut [38]:


(38)

Kingdom : Animalia Phyllum : Mollusca Class : Bivalvia Subclass : Pteriomorphia Ordo : Arcoida Famili : Archidae Genus : Anadara

Species : Anadara granosa

Berikut adalah gambar kulit kerang darah yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat dalam bentuk utuh dan serbuk:

Gambar 2.8 Kulit Kerang Darah (Anadora granosa)

Anadara granosa hidup dengan cara membenamkan diri di pantai-pantai dan terdapat di pantai laut pada substrat lumpur berpasir dengan kedalaman 10 m sampai 30 m [39]. Anadora granosa mempunyai ciri khas yaitu ditutupi oleh dua keping cangkang (valve) yang dapat dibuka dan ditutup karena terdapat sebuah persendian berupa engsel elastis yang merupakan penghubung kedua valve tersebut [40].

Cangkang berwarna putih ditutupi periostrakum yang berwarna kuning kecoklatan sampai coklat kehitaman, ukuran kerang dewasa 6 cm – 9 cm. Komposisi kimia kerang darah adalah mengandung protein 9%-13%, lemak mencapai 2%, glikogen 1%-7 % dan memiliki 80 kalori dalam 100 gram daging segar. Adapun karakteristik dari kerang darah adalah berbau amis, teksturnya lunak namun kenyal dan dagingnya berwarna merah kecoklatan [38].

Hasil panen kerang per hektar untuk tiap tahunnya bisa mencapai 200-300 ton kerang utuh yang menghasilkan daging kerang 60-100 ton [13]. Sisanya yaitu kulit kerang hanya dimanfaatkan sebagai kerajinan tangan atau seni dekoratif, juga sebagai campuran makanan ternak guna memenuhi kadar kalsium [15].


(39)

Beberapa penelitian dengan bahan baku kulit kerang telah dilakukan untuk memaksimalkan pengunaan dari limbah kulit kerang ini, diantaranya adalah:

1. Siregar dalam tesisnya, menggunakan bahan baku kulit kerang sebagai bahan pengisi untuk membuat beton polimer, kulit kerang dicampurkan dengan resin epoksi, pasir silika, dengan variasi komposisi tertentu untuk mendapatkan beton polimer dengan sifat mekanik dan karakteristik yang terbaik. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kualitas terbaik dari beton polimer yang dibuat adalah pada komposisi 80% serbuk kulit kerang dan 20% resin epoksi dengan waktu pengeringan 8 jam dan suhu 60oC dengan nilai tekan, patah dan tarik berturut-turut adalah 56.9 MPa, 34 MPa dan 7,46 MPa [13].

2. Penelitian Andre juga menggunakan kulit kerang sebagai pengisi dengan kandungan yang tidak terlalu besar sebagai pengganti semen dalam proses pembuatan dan dicampurkan dengan limbah adukan beton untuk membuat paving block (bata beton). Hasil dari penelitiannya adalah nilai kuat tekan yang terbaik didapat pada komposisi 98% semen, 2% kulit kerang dan 100% CSW yaitu sebesar 10.05 MPa [14].

3. Nadjib juga menggunakan bahan baku serbuk kulit kerang di dalam penelitiannya. Untuk membuat lem kaca yang lebih inovatif, Nadjib menggunakan campuran serbuk kulit kerang dengan gum arabik, air dan putih telur sisa dengan variasi komposisi yang tertentu. Dari penelitian ini didapatkan hasil nilai kuat tarik yang terbaik terdapat pada komposisi 68.45% kulit kerang, 8.22% lem arabik, 1.42% putih telur dan 21.90% air yaitu sebesar 16.620 x 105 N/m2 [15].

4. Karet alam pada penelitian Yuniati menggunakan serbuk kulit kerang sebagai pengisi alternatif, penggunaan kulit kerang ini adalah untuk menggantikan peran dari kalsium karbonat. Hasil penelitian Yuniati menunjukkan bahwa nilai kuat tarik terbaik yang didapat adalah 20,5 MPa pada komposisi pengisi kulit kerang sebesar 7,5 phr [16].

Adapun komposisi kimia dalam cangkang kulit kerang darah (Anadora granosa) adalah sebagai berikut [13]:


(40)

Tabel 2.2 Komposisi Kimia Serbuk Kulit Kerang

Komponen Kimia Komposisi (%)

CaO 66,70

SiO2 7,88

Fe2O3 0,03

MgO 22,28

Al2O3 1,25

Dari data komposisi serbuk kulit kerang di atas, dapat dilihat bahwa serbuk kulit kerang mengandung kalsium oksida (CaO) dan magnesium oksida (MgO) yang relatif cukup tinggi dan berpotensi untuk dijadikan sebagai pengisi komposit untuk meningkatkan sifat mekanik dari komposit tersebut.

2.7 POLISTIRENA

Monomer stirena merupakan hidrokarbon aromatik, yang, dalam kondisi normal tidak berwarna, cairan yang mudah terbakar. Metode konvensional untuk memproduksi monomer stirena adalah alkilasi benzena dengan etilena [41].

Polistirena adalah polimer linear yang komersil dan bersifat amorf. Polistirena sangat mudah untuk diproses dan mempunyai suhu transisi gelas (Tg) sebesar 100oC. [42]. Pada penelitian ini, polistirena ditambahkan ke dalam resin epoksi dengan perbandingan 10% : 90%. Tujuan penambahan polistirena ini adalah sebagai toughening agent untuk membantu menguatkan matriks epoksi.

Struktur kimia dari polistirena ditunjukkan pada Gambar 2.9 dibawah ini:

Gambar 2.9 Polistirena [42]

2.8 UKURAN MAKRO PARTIKEL DAN MIKRO PARTIKEL

Salah satu variasi yang digunakan di dalam percobaan ini adalah variasi ukuran dari partikel pengisi. Ukuran partikel yang dikaji pada percobaan ini adalah ukuran dari pengisi dari komposit yaitu serbuk kulit kerang darah tetapi masih dalam batas ukuran makro partikel.


(41)

Ukuran partikel yang termasuk ke dalam ukuran mikro partikel adalah ukuran partikel dengan kisaran angka antara 1 x 10 -7 sampai 1 x 10 -4 meter [43] yang juga berarti kisaran antara 0,1 sampai 100 mikron. Sedangkan partikel-partikel dengan ukuran di bawah 0,1 mikron termasuk ke dalam jenis nano partikel, dan ukuran partikel di atas 100 mikron termasuk ke dalam jenis makro partikel. Adapun satuan ukuran partikel yang digunakan dalam percobaan ini adalah dalam mesh yang sesuai dengan satuan ukuran ayakan yang digunakan.

Pada percobaan ini nilai ukuran partikel pengisi divariasikan sebesar 50, 80, 110, 140 dan 170 mesh. Adapun kisaran konversi dari nilai mesh yang digunakan ke nilai mikron ditunjukkan pada tabel di bawah ini [44]:

Tabel 2.3 Tabel Konversi Nilai Mesh ke Nilai Mikron

Ukuran Partikel dalam Mesh Ukuran Partikel dalam Mikron

50 300

80 180

110 138

140 106

170 90

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ukuran partikel pengisi 170 mesh jika dikonversikan ke mikron, menjadi sebesar 90 mikron yang berarti termasuk ke dalam jenis mikro partikel, namun ukuran 170 mesh ini tetap dipakai dalam percobaan ini karena masih mendekati ke ukuran makro partikel dan juga untuk melengkapi variasi ukuran partikel yang telah ada.

2.9 PENGUJIAN DAN KARAKTERISASI BAHAN KOMPOSIT 2.9.1 Uji Kekuatan Tarik (Tensile Strength)

Kekuatan tarik merupakan salah satu sifat bahan polimer yang terpenting dan sering digunakan untuk uji sifat suatu bahan polimer. Penarikan suatu bahan biasanya menyebabkan terjadi perubahan bentuk dimana penipisan pada tebal dan pemanjangan. Kekuatan tarik (tensile strength) suatu bahan ditetapkan dengan membagi gaya maksimum dengan luas penampang mula-mula, dimensinya sama dengan tegangan.


(42)

Pada peregangan suatu bahan polimer, pemanjangan tidak selalu berbanding lurus dengan beban yang diberikan, dan pada penurunan kembali beban,sebahagian regangannya hilang, karena bahan polimer bukan merupakan bahan sepenuhnya elastis tetapi ada sifat viskositasnya [45]. Gambaran secara umum mengenai uji kekuatan tarik ditunjukkan pada Gambar 2.6 dibawah ini.

Gambar 2.10 Gambaran Umum Uji Tarik (Tensile Strength) [46] Rumus perhitungan terhadap hasil pengujian kekuatan tarik (tensile strength) dari sampel adalah sebagai berikut [47]:

a. Engineering Stress (Tensile Strength) adalah gaya per unit luas dari material yang menerima gaya tersebut. Adapun rumusnya adalah sebagai berikut:

Ao Fmaks

 (2.1)

Keterangan:

σ = Enginering Stress (N/m2)

F maks = Gaya tarik yang diberikan kepada penampang spesimen (N)

Ao = Luas penampang mula-mula spesimen sebelum diberikan pembebanan (m2)

Sampel Gaya Tarik Ke Atas


(43)

b. Engineering Strain (Tensile Strain) merupakan ukuran perubahan panjang dari suatu material. Rumus untuk menghitung tensile strain adalah sebagai berikut:

lo l lo

lo li

e    (2.2)

Keterangan:

e = Enginering Strain

lo = Panjang mula-mula spesimen sebelum penarikan

Δl = Pertambahan panjang

c. Modulus Young disebut juga modulus elastisitas atau modulus peregangan. Modulus Young adalah perbandingan antara tegangan (stress) dengan regangan (strain). Rumus perhitungan modulus Young adalah sebagai berikut:

e

E  (2.3)

Keterangan:

E = Modulus elastisitas/ Modulus Young (N/m2) e = Enginering Strain

σ = Enginering Stress (N/m2)

2.9.2 Uji Kekuatan Bentur (Impact Strength)

Pengujian impak dilakukan untuk mengetahui karakteristik patah dari bahan. Pengujian ini biasanya mengikuti dua metoda yaitu metoda Charpy dan Izod yang dapat digunakan untuk mengukur kekuatan impak, yang kadang juga disebut seabgai ketangguhan ketok (notch toughness). Untuk metoda Charpy dan Izod, spesimen berupa bentuk persegi dimana terdapat bentuk V-notch, berikut adalah gambar specimen V-notch metoda Charpy dan Izod [48].


(44)

Gambar 2.11 Spesimen V-Notch Metoda Charpy dan Izod

Peralatan untuk melakukan kekuatan impak spesimen V-notch ditunjukkan pada Gambar 2.12. Beban didapat dari tumbukan pendulum yang dilepas dari ketinggian h. Spesimen diletakkan di dasar seperti pada Gambar 2.12. Ketika dilepas ujung pisau pada pendulum akan menghantam dan mematahkan spesimen pada titik ketoknya (notch) yang bekerja sebagai titik tegangan untuk benturan kecepatan tinggi. Pendulum terus berayun, naik sampai ketinggian maksimum h' yang lebih rendah dari h. Energi yang diserap, yang diukur dari perbedaan ketinggian h dan h' merupakan pengukuran kekuatan impak. Perbedaan antara metoda Charpy dan Izod yaitu bergantung pada peletakan support spesimen seperti ditunjukkan pada Gambar 2.12 berikut [48].

Gambar 2.12 Skema Pengujian Impak

2.9.3 Analisa Penyerapan Air oleh Komposit

Penyerapan air (water-absorption) dalam komposit merupakan kemampuan komposit dalam menyerap uap air dalam waktu tertentu. Penyerapan air pada komposit merupakan salah satu masalah terutama dalam penggunaan komposit di luar ruangan. Semua komposit polimer akan menyerap air jika berada di udara lembab atau ketika polimer tersebut dicelupkan di dalam air. Penyerapan air


(45)

pada komposit berpenguat serat alami memiliki beberapa pengaruh yang merugikan dalam sifatnya dan mempengaruhi kemampuannya dalam jangka waktu yang lama juga penurunan secara perlahan dari ikatan interface komposit serta menurunkan sifat mekanis komposit seperti kekuatan tariknya. Penurunan ikatan antarmuka komposit menyebabkan penurunan sifat mekanis komposit tersebut. Karena itu, pengaruh dari penyerapan air sangat vital untuk penggunaan komposit berpenguat serat alami di lingkungan terbuka [49].

2.9.4 Karakterisasi Fourier Transform Infra Red (FT – IR)

Spektrofotometer infra merah terutama ditujukan untuk senyawa organik yaitu menentukan gugus fungsional yang dimiliki senyawa tersebut. Pola pada daerah sidikjadi sangat berbeda satu dengan yang lain, karenanya hal ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi senyawa tersebut. Penetapan secara kualitatif dapat dilakukan dengan membandingkan tinggi peak (transmitansi) pada panjang gelombang tertentu yang dihasilkan oleh zat yang diuji dan zat yang standar. Dalam ilmu material analisa ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya reaksi atau interaksi antara bahan-bahan yang dicampurkan. Selain itu, nilai intensitas gugus yang terdeteksi dapat menentukan jumlah bahan yang bereaksi atau yang terkandung dalam suatu campuran [50].

2.9.5 Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM)

Analisa SEM dilakukan untuk mempelajari sifat morfologi terhadap sampel. SEM adalah adalah alat yang dapat membentuk bayangan permukaan spesimen secara mikroskopik. Berkas elektron dengan diameter 5-10 nm diarahkan pada spesimen. Interaksi berkas elektron dengan spesimen menghasilkan beberapa fenomena yaitu hamburan balik berkas elektron, sinar X, elektron sekunder, dan absorpsi elektron.

Teknik SEM pada hakekatnya merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari lapisan yang tebalnya sekitar 20 um dari permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan tofografi dengan segala tonjolan, lekukan dan lubang pada permukaan. Gambar toforgrafi diperoleh dari penangkapan elektron sekunder yang


(46)

dipancarkan oleh spesimen. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan ditangkap oleh detektor yang diteruskan ke monitor. Pada monitor akan diperoleh gambar yang khas menggambarkan struktur permukaan spesimen. Selanjutnya gambar di monitor dapat dipotret dengan menggunakan film hitam putih atau dapat pula direkam ke dalam suatu disket.

Sampel yang dianalisa dengan teknik ini harus mempunyai konduktifitas yang tinggi, karena polimer mempunyai konduktifitas rendah, maka bahan perlu dilapisi dengan bahan konduktor (bahan pengantar) yang tipis. Bahan yang biasa digunakan adalah perak, tetapi jika dianalisa dalam waktu yang lama, lebih baik digunakan emas atau campuran emas dan pallladium [51].

2.10 ANALISIS BIAYA

Produk komposit yang dihasilkan pada penelitian ini ditujukan untuk pembuatan dashboard pada kendaraan bermotor. Dashboard merupakan salah satu komponen penting pada kendaraan bermotor dimana fungsi dashboard cenderung bersifat estetika dan juga sebagai pelindungan untuk peralatan-peralatan elektronik dalam mobil.

Pada penelitian ini, digunakan resin epoksi dan pengisi serbuk kulit kerang darah sebagai bahan baku pembuatan komposit. Perincian harga bahan baku yang digunakan untuk membuat komposit dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.4 Rincian Harga Bahan Baku Pembuatan Komposit

Bahan Satuan Harga

Resin A Eposchon 1 kg Rp 80.000

Resin B Eposchon 1 kg Rp 96.000

Polistirena 1 kg Rp 50.000

Serbuk Kulit Kerang Darah 1 kg Rp 10.000

Kloroform 1 kg Rp 170.000

Untuk membuat komposit yang dimaksud, digunakan perbandingan bahan baku 70:30 yang ditunjukkan pada tabel berikut:


(47)

Tabel 2.5 Perincian Bahan Baku untuk Membuat Komposit

Bahan Jumlah Harga/kg Harga

Resin A Eposchon 31,5 g Rp 80.000 Rp 2.520 Resin B Eposchon 31,5 g Rp 96.000 Rp 3.024

Polistirena 7 g Rp 50.000 Rp 350

Serbuk Kulit Kerang Darah 30 g Rp 10.000 Rp 300

Kloroform 28 g Rp 170.000 Rp 4.760

Total 128 g Rp 10.684

Dari 128 g jumlah bahan baku yang digunakan, hanya 70 g yang dapat digunakan untuk membentuk komposit. Kehilangan berat yang terjadi disebabkan oleh flash yang terjadi serta susut massa akibat reaksi curing. Apabila dibandingkan dengan produk dashboard kendaraan bermotor yang memiliki massa rata-rata sebesar 7 kg, maka harga produk dashboard berdasarkan bahan baku komposit penelitian ini adalah 7000/70 x Rp 10684 = Rp 1.068.400.

Jika diasumsikan biaya operasional pembuatan suatu dashboard adalah Rp 2.500.000. maka harga produk menjadi Rp 3.568.400. Harga ini masih dibawah harga rata-rata dashboard untuk kendaraan bermotor dimana harga dashboard kendaraan bermotor kira-kira berkisar pada harga Rp 9.500.000. Oleh karena itu, dari segi harga, produk ini memiliki potensi untuk dipasarkan dan bersaing dengan produk lainnya yang sejenis.


(48)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 LOKASI PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Laboratorium Operasi Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Departemen Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara.

3.2 BAHAN DAN PERALATAN

3.2.1 Bahan

Bahan baku yang digunakan sebagai matriks adalah resin epoksi yang merupakan campuran antara resin dengan pengeras (hardener polyaminoamide), kloroform digunakan untuk melarutkan polistirena. Sementara sebagai pengisi digunakan serbuk kulit kerang darah.

3.2.2 Peralatan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Neraca Elektrik

2. Ball Mill 3. Ayakan 4. Beaker Glass 5. Wadah

6. Batang Pengaduk 7. Alat Uji Tarik 8. Alat Uji Bentur 9. Compression Molding

10.Mikrometer Sekrup Digital Mitutoyo 11.Fourier Transform Infra-Red (FTIR) 12.Scanning Electron Microscope (SEM)


(49)

3.3 PROSEDUR PENELITIAN 3.3.1 Penyediaan Matriks Komposit

Matriks komposit dibuat dengan prosedur sebagai berikut:

1. Polistirena (PS) dilarutkan dalam kloroform dengan perbandingan 1:4 (b/b) 2. Epoksi dicampurkan hardener poliaminoamide dengan rasio 1:1 (b/b).

3. Epoksi resin dan polistirena yang sudah disiapkan dimasukkan ke dalam wadah dengan perbandingan 90% epoksi dan 10% PS.

4. Campuran diaduk hingga merata.

Pada Gambar 3.1 di bawah ditunjukkan flowchart prosedur penyediaan matriks komposit.

Gambar 3.1 Gambar Flowchart Prosedur Penyediaan Matriks Komposit

3.3.2 Penyediaan Pengisi Komposit

Filler dibuat dengan prosedur sebagai berikut:

1. Kulit kerang dicuci dengan menggunakan air dan dikeringkan dengan cara dijemur menggunakan cahaya matahari.

Mulai

Selesai

Dilarutkan PS ke dalam kloroform dengan perbandingan 1:4

Dicampurkan resin epoksi dan hardener dengan perbandingan 1:1

Dimasukkan resin epoksi dan polistirena yang telah disiapkan ke dalam wadah dengan perbandingan

90% epoksi dan 10% PS


(50)

2. Kulit kerang kemudian digiling dengan ball mill sehingga kerang tersebut menjadi serbuk selama 8 jam.

3. Dilakukan pengayakan denganayakan50, 80, 110,140, 170 dan 200 mesh. Flowchart prosedur penyediaan pengisi komposit ditunjukkan pada Gambar 3.2 di bawah ini.

Gambar 3.2 Gambar Flowchart Prosedur Penyediaan Pengisi Komposit

3.3.3 Proses Pembuatan Komposit

Komposit dibuat dengan prosedur sebagai berikut:

1. Dilakukan percampuran antara matriks dan pengisi dengan komposisi pengisi serbuk kulit kerang darah sebesar 10%, 20%, 30%, 40% dan 50% (%wt) dan variasi ukuran serbuk kulit kerang darah sebesar 50, 80, 110, 140 dan 170 mesh ke dalam wadah.

2. Alas cetakan besi terlebih dahulu diberikan bahan pelicin seperti gliserin agar resin tidak melekat pada cetakan.

3. Dituangkan campuran bahan ke dalam cetakan besi yang telah dibentuk sesuai standar uji kekuatan bentur dan standar uji kekuatan tarik.

4. Ratakan permukaan campuran pada cetakan. Mulai

Selesai

Dicuci kulit kerang dengan menggunakan air dan dijemur menggunakan cahaya matahari

Digiling kulit kerang dengan menggunakan ball mill selama 8 jam

Dilakukan pengayakan dengan ayakan 50, 80, 110, 140, 170 dan 200 mesh


(51)

5. Di press dengan menggunakan alat Compresssion Molding selama 10 menit kemudian komposit dibiarkan selama 24 jam hingga mengering.

6. Komposit yang sudah kering dilepas dari cetakan kemudian dihaluskan bagian-bagian permukaannya dengan alat kikir dan amplas.

7. Dilakukan pengujian terhadap komposit.

Gambar 3.3 di bawah ini menunjukkan gambar flowchart proses pembuatan komposit.

Mulai

Dilakukan pencampuran matriks dengan pengisi sesuai dengan perbandingan ke dalam wadah

Diberikan pelicin pada alas cetakan

Dituangkan campuran bahan kedalam cetakan

Diratakan permukaan campuran pada cetakan

Dipress menggunakan Compression Molding selama 8 jam

Dibiarkan selama 24 jam hingga mengering

Dilepaskan komposit dari cetakan

Dihaluskan bagian permukaan dengan alat kikir

Apakah ada variasi yang lain?

Ya

Tidak


(52)

Gambar 3.3 Gambar Flowchart Prosedur Pembuatan Komposit

Berikut adalah gambar alat-alat yang digunakan selama pelaksanaan penelitian:

Gambar 3.4 Gambar Compression Molding

Gambar 3.5 Gambar Alat Uji Tarik Selesai

Dilakukan pengujian terhadap komposit A


(53)

Gambar 3.6 Gambar Alat Uji Bentur

Gambar 3.7 Gambar Plat Uji Tarik

Gambar 3.8 Gambar Plat Uji Bentur

3.4 PENGUJIAN KOMPOSIT

3.4.1 Uji Kekuatan Tarik (Tensile Strength) dengan ASTM D-638

Sifat mekanis biasanya dipelajari dengan mengamati sifat kekukatan tarik (t) menggunakan alat tensometer. Secara praktis kekuatan tarik diartikan sebagai


(54)

besarnya beban maksimum (Fmaks) yang dibutuhkan untuk memutuskan spesimen bahan dibagi dengan luas penampang bahan. Gambar 3.9 menunjukkan spesifikasi spesimen yang digunakan pada uji kekuatan tarik:

Gambar 3.9 Ukuran Dimensi Spesimen Kekuatan Tarik ASTM D-638

Komposit hasil spesimen dipilih dan dipotong membentuk spesimen untuk pengujian kekuatan tarik (uji tarik). Pengujian kekuatan tarik dilakukan dengan tensometer terhadap tiap spesimen dengan ketebalan 4 mm. Tensometer terlebih dahulu dikondisikan pada beban 100 kgf dengan kecepatan 50 mm/menit, kemudian dijepit kuat dengan penjepit yang ada dialat. Mesin dihidupkan dan spesimen akan tertarik ke atas spesimen diamati sampai putus, dicatat tegangan maksimum dan regangannya.

3.4.2 Uji Kekuatan Bentur (Impact Strength) dengan ASTM D 4812

Spesimen yang akan diuji bentur mengikuti metoda Unnotched Izod. Gambar 3.10 menunjukkan sepsifikasi spesimen yang digunakan pada uji kekuatan bentur:


(55)

3.4.3 Penyerapan Air (Water Absorption) dengan ASTM D-570

Karakteristik penyerapan air dari epoksi-PS murni dan komposit epoksi/PS-SKKD diuji dengan perendaman dalam air pada suhu ruangan setiap 24 jam hingga bahan komposit tidak lagi menyerap air (jenuh). Spesimen tes berbentuk (25mm x 25mm) sesuai ASTM D-570. Pada setiap rentang waktu pencelupan, sampel diambil dan dibersihkan dengan kertas tisu untuk menyerap air. Sampel kemudian ditimbang dan dihitung dengan persamaan:

100% x Wo

Wo We

Wg  (3.1)

Dimana :

Wg = Persentase pertambahan berat komposit We = Berat komposit setelah perendaman Wo = Berat komposit sebelum perendaman


(56)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 KARAKTERISTIK FOURIER TRANSFORM INFRA RED (FTIR) DARI EPOKSI-PS MURNI DAN KOMPOSIT EPOKSI-PS/SERBUK KULIT KERANG DARAH (SKKD)

Gambar 4.1 menunjukkan hasil analisis Fourier Transform Infra Red (FTIR) dari epoksi-PS dan komposit epoksi-PS/serbuk kulit kerang darah (SKKD).

Keterangan rentang bilangan gelombang [52]: - 1000 – 1300 cm-1 : gugus eter (C-O-C) - 1400 – 1500 cm-1 : gugus CH2-N

- 1400 – 1640 cm-1 : gugus benzena disubstitusi (para) - 2100 – 2350 cm-1 : gugus amino zwitter ion

- 2450 – 3000 cm-1 : gugus garam ammonium tersier ( -NH+) - 3200 – 3700 cm-1 : gugus Si-OH

Gambar 4.1 Karakteristik FTIR Komposit Epoksi-PS Murni Dan Komposit Epoksi-PS/Serbuk Kulit Kerang Darah (SKKD)

Uji karakteristik FTIR dilakukan untuk mengetahui gugus-gugus fungsi yang ada dalam suatu bahan. Uji ini dilakukan berdasarkan prinsip penyerapan gelombang tertentu oleh gugus-gugus fungsi tertentu. Apabila terjadi penyerapan gelombang yang mencolok, dapat disimpulkan bahwa ada gugus fungsi spesifik yang menyerap gelombang tersebut. Dari gambar di atas dapat dilihat munculnya gugus-gugus yang ada di dalam epoksi-PS murni dan epoksi-PS/SKKD. Epoksi merupakan produk


(57)

polimerisasi kondensasi dari senyawa yang memiliki gugus epoksi (epichlorohydrine) dengan bisphenol-A lalu di-curing dengan hardener polyaminoamide [34]. Epichlorohydrine memiliki gugus eter, bisphenol-A memiliki gugus benzena serta polyaminoamide memiliki ikatan C-N dan gugus amino zwitter ion di dalamnya.

Reaksi curing pada resin epoksi dengan menggunakan hardener polyaminoamide memiliki tiga tahapan yang ditunjukkan pada gambar-gambar berikut [35, 36]:

R1 NH2 + CH2 CH

O

R2 R1 NH CH2 CH R2

OH

Gambar 4.2 Reaksi Curing Epoksi Tahap Satu

R1 CH2 CH

R2 R1

N R CH2 CH

3

R3

+ n CH2 CH

O

R2

R2 N R

3

R3

--- O a-1

Gambar 4.3 Reaksi Curing Epoksi Tahap Dua

R1 CH2 CH

R2 R1

N R CH2 CH

3

R3

+ n CH2 CH

O R2 R2 N R3 R3

--- O a-1

Gambar 4.4 Reaksi Curing Epoksi Tahap Tiga

Dari gambar 4.4 di atas dapat terlihat gugus-gugus yang terbentuk setelah reaksi curing epoksi, dan dapat dilihat adanya gugus baru yaitu gugus ammonium tersier. Pada penelitian ini juga digunakan polistirena sebagai toughening agent untuk epoksi, Adapaun gugus fungsi utama dari polistirena adalah gugus benzena. Gugus-gugus yang disebutkan di atas, muncul pada hasil karakterisasi FTIR dari epoksi-PS murni maupun komposit epoksi-PS/SKKD. Gugus eter ditunjukkan oleh bilangan gelombang 1180,44 cm-1, gugus amina ditunjukkan oleh bilangan gelombang 1492,90 cm-1, gugus ammonium zwitter ion ditunjukkan oleh bilangan gelombang 2341,58 cm-1, gugus garam ammonium tersier ditunjukkan oleh bilangan gelombang 2974,23 cm-1 dan gugus benzena ditunjukkan oleh bilangan gelombang 1604,77 cm-1 [52].

Setelah penambahan serbuk kulit kerang sebagai pengisi tidak terlihat perubahan mencolok dari grafik FTIR tetapi terdapat suatu perbedaan khusus antara


(58)

kedua kurva tersebut yaitu pada bilangan gelombang 3603,28 cm-1. Bilangan gelombang tersebut termasuk ke dalam rentang gugus Si-OH. Gugus ini didapat dari gugus silika yang berasal dari serbuk kulit kerang darah. Namun, MgO dan CaO sebagai komponen yang lebih dominan tidak dapat dideteksi melalui FT-IR karena pita serapan logam Mg dan Ca tidak terletak pada rentang analisa FT-IR (4000 cm-1

– 400 cm-1). Ikatan MgO dan CaO terletak pada rentang di bawah 400 cm-1 [53]. Jadi dapat dilihat dari hasil karakterisasi FTIR, bahwa penambahan kulit kerang darah cenderung tidak menimbulkan interaksi kimia pada komposit epoksi-PS/SKKD.

4.2 PENGARUH KOMPOSISI DAN UKURAN KOMPOSISI SERBUK KULIT KERANG DARAH (ANADORA GRANOSA) TERHADAP SIFAT KEKUATAN TARIK (TENSILE STRENGTH) KOMPOSIT EPOKSI-PS/ SERBUK KULIT KERANG DARAH (SKKD)

Gambar 4.5 menunjukkan pengaruh ukuran partikel dan komposisi serbuk kulit kerang darah terhadap kekuatan tarik (tensile strength) komposit epoksi-PS/SKKD

Gambar 4.5 Pengaruh Ukuran Partikel Dan Komposisi Serbuk Kulit Kerang Darah Terhadap Kekuatan Tarik (Tensile Strength) Komposit Epoksi-PS/SKKD

Pengujian kekuatan tarik dilakukan untuk mengetahui untuk seberapa besar gaya yang diperlukan untuk menarik bahan hingga patah. Semakin besar nilai


(59)

kekuatan tarik suatu bahan berarti dibutuhkan gaya yang lebih besar untuk menarik bahan. Dari gambar di atas, dapat dilihat bahwa dengan menambahkan pengisi serbuk kulit kerang darah, nilai kekuatan tarik komposit epoksi-PS/SKKD lebih tinggi dibandingkan dengan epoksi-PS murni. Hal ini disebabkan oleh pembasahan yang baik dari pengisi oleh matriks dan penempatan pengisi ke dalam matriks yang dapat menempati ruang-ruang kosong pada matriks. Pembasahan pengisi yang baik akan memberikan kesempatan pada pengisi dan matrik untuk berinteraksi satu sama lain membentuk ikatan mekanik sehingga pemindahan beban dari matriks menuju pengisi akan menjadi lebih mudah mengakibatkan sifat mekanik komposit yang lebih unggul [54].

Selain itu salah satu komposisi yang dominan di dalam serbuk kulit kerang darah adalah magnesium oksida (MgO). Magnesium oksida murni sebelumnya telah

digunakan oleh Deya’a dkk sebagai pengisi untuk meningkatkan kekuatan mekanik dari komposit epoksi. Dari penelitian tersebut, Deya’a dilaporkan bahwa Magnesium

Oksida termasuk material yang keras dan penambahan material yang keras akan mampu meningkatkan kekuatan mekanik dari komposit [19]. Hal ini mendukung hasil yang didapat, di mana penambahan sebuk kulit kerang darah dapat meningkatkan kekuatan dari komposit secara mekanik.

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa nilai kekuatan tarik dari komposit epoksi-PS/SKKD untuk ukuran partikel yang sama, cenderung mengalami peningkatan seiring dengan penambahan komposisi pengisi sampai 30%. Pada komposisi 30%, nilai kekuatan tarik mencapai 4,23 MPa dan kemudian nilai kekuatan tarik komposit mulai menurun pada komposisi pengisi sebesar 40% dan 50%, seperti pada komposisi 50% dengan ukuran 80 mesh, nilai kekuatan tarik menurun hingga mencapai 1,31 MPa, hal ini disebabkan karena ketika komposisi pengisi telah melewati suatu titik optimum, partikel pengisi akan mengalami aglomerasi membentuk suatu partikel yang lebih besar dan tidak merata sehingga menurunkan kekuatan tarik komposit [55].

Kekuatan tarik komposit epoksi-PS/SKKD juga cenderung mengalami peningkatan seiring dengan menurunnya ukuran partikel. Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa nilai kekuatan tarik yang terbesar terdapat pada komposit dengan ukuran pengisi 170 mesh pada komposisi pengisi 10% sampai 30%, hingga mencapai


(60)

nilai 4,23 MPa pada ukuran 170 mesh dan komposisi 30%. Semakin kecil ukuran partikel akan lebih memudahkan penyebaran partikel pengisi sehingga interaksi fisik antara pengisi dan matriks menjadi lebih bagus dan mengakibatkan efek penguatan yang diberikan oleh pengisi dapat lebih merata sehingga dapat meningkatkan sifat kekuatan tarik komposit [56]. Namun untuk komposisi pengisi 40% dan 50%, kekuatan tarik dari komposit epoksi-PS/SKKD mengalami fluktuasi seiring dengan menurunnya ukuran partikel. Hal ini disebabkan oleh terjadinya aglomerasi dari pengisi serbuk kulit kerang darah. Aglomerasi dapat menurunkan kekuatan tarik yang terjadi apabila komposisi pengisi yang terlalu besar.

4.3 PENGARUH KOMPOSISI DAN UKURAN PARTIKEL SERBUK KULIT KERANG DARAH (ANADORA GRANOSA) TERHADAP SIFAT PEMANJANGAN PADA SAAT PUTUS (ELONGATION AT

BREAK) KOMPOSIT EPOKSI-PS/ SERBUK KULIT KERANG

DARAH (SKKD)

Gambar 4.6 menunjukkan pengaruh ukuran partikel dan komposisi serbuk kulit kerang darah terhadap sifat pemanjangan pada saat putus (elongation at break) komposit epoksi-PS/SKKD.

Gambar 4.6 Pengaruh Ukuran Partikel Dan Komposisi Serbuk Kulit Kerang Darah Terhadap Sifat Pemanjangan Pada Saat Putus (Elongation At Break) Komposit


(61)

Pengujian sifat pemanjangan pada saat putus dilakukan untuk mengetahui apakah bahan dapat mengalami deformasi atau pemanjangan ketika diberi beban. Sifat pemanjangan pada saat putus juga dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu beban dapat bersifat deformable sebelum bahan mengalami putus.

Gambar 4.6 menunjukkan bahwa penambahan serbuk kulit kerang darah pada komposit dapat menurunkan nilai pemanjangan pada saat putus dari komposit atau sehingga dapat merubah sifat dari komposit menjadi lebih kaku. Hal ini disebabkan karena penambahan bahan pengisi menyebabkan matriks berkurang keelastisannya, sehingga material komposit menjadi lebih kaku. Penambahan pengisi dapat mengakibatkan pembatasan mobilitas matriks dan deformabilitas oleh penambahan bahan pengisi [57]. Apabila suatu bahan cenderung tidak elastis, maka bahan tersebut akan memiliki nilai pemanjangan saat putus yang rendah.

Pengaruh komposisi pengisi dapat dilihat pada grafik di atas, bahwa semakin besar komposisi pengisi dalam komposit, maka sifat pemanjangan saat putus cenderung menurun. Hal ini sesuai dengan fungsi pengisi dalam matriks, dimana pengisi memberikan efek kaku pada matriks [57]. Namun nilai pemanjangan saat putus yang terlalu rendah seperti pada komposisi 40% dan 50% menandakan bahwa komposit bersifat terlalu rapuh. Pada komposisi 50%, dengan ukuran pengisi 110 mesh, nilai pemanjangan pada saat putus turun hingga mencapai 3,090 MPa. Pemanjangan saat putus yang terlalu rendah juga menandakan komposit tidak mampu menahan beban yang diberikan, sehingga mengakibatkan komposit lebih cepat mengalami kerusakan.

Pada gambar di atas, juga dapat dilihat pengaruh ukuran serbuk kulit kerang darah terhadap nilai pemanjangan pada saat putus dari komposit epoksi-PS/SKKD. Dari gambar di atas terlihat bahwa pada komposisi pengisi 10% sampai 30%, nilai pemanjangan pada saat putus yang terendah terdapat pada ukuran pengisi 170 mesh yaitu sebesar 6,098 MPa pada komposisi 30%. Ukuran pengisi yang semakin kecil akan cenderung menurunkan nilai pemanjangan pada saat putus dari komposit. Hal ini disebabkan karena semakin kecil ukuran partikel, maka partikel akan tersebar lebih merata di dalam matriks, sehingga semakin banyak ikatan fisik yang dapat terbentuk antara matriks dengan pengisi sehingga dapat mengurangi mobilitas dari komposit dan dapat lebih mengkakukan komposit.


(1)

40% 140 mesh 16815,6 16653,8 18022,8

40% 170 mesh 12697,9 16061,9 16147,6

50% 50 mesh 15364,0 12342,8 14745,8

50% 80 mesh 11937,5 14336,5 13762,3

50% 110 mesh 9142,3 10615,0 12745,3

50% 140 mesh 13044,7 10341,2 8548,9

50% 170 mesh 10718,5 12391,0 13036,8

A.5 DATA NILAI PENYERAPAN AIR [%]

Tabel A.6 Data Nilai Penyerapan Air dari Komposit dengan Komposisi 30% Jam Murni 50

Mesh

80 mesh

110 mesh

140 mesh

170 mesh 0 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 24 1,4794 2,2741 3,7857 4,5034 4,8968 5,3314 48 1,8080 3,2783 4,7871 5,7079 6,8793 7,6313 72 2,2777 4,2705 5,9616 6,8671 7,9981 8,5836 96 2,6055 4,8885 7,3718 8,1074 8,6242 9,3896 120 2,6055 4,8885 7,3718 8,1074 8,6242 9,3896 144 2,6055 4,8885 7,3718 8,1074 8,6242 9,3896


(2)

LAMPIRAN B

CONTOH PERHITUNGAN

B.1 PERHITUNGAN FRAKSI MASSA BAHAN BAKU

Perhitungan Fraksi Massa Bahan Baku Komposit Epoksi-PS/SKKD Komposisi Pengisi 30% dengan basis 100 gram adalah sebagai berikut:

Massa Pengisi = x 100g 30g 100

30

Massa Matriks (terdiri dari epoksi dan PS) = x 100g 70g 100

70

Massa PS (10% dari matriks) = x 70g 7g 100

10

Massa Klorofrom (sebagai pelarut PS dengan perbandingan 1:4) = 4 x 7g28g Massa Resin A (50% dari massa epoksi total) = x (70-7)g 31,5g

100

50

Massa Resin B (50% dari massa epoksi total) = 31,5 g

Perhitungan fraksi massa bahan baku untuk komposit epoksi-PS/SKKD dengan komposisi lain dapat menggunakan proses perhitungan di atas dengan mengganti angka perbandingan matriks dan pengisi.

B.2 PERHITUNGAN INTERPOLASI KONVERSI UKURAN MESH KE MIKRON

Berikut ini adalah tabel konversi ukuran mesh ke mikron menurut ASTM E11[]. Tabel LB.1 Tabel Konvesi Ukuran Mesh ke Mikron

No. mesh Mikron

50*) 300

60 250

70 212

80*) 180

100**) 150


(3)

140*) 106

170*) 90

*) digunakan dalam penelitian ini **) digunakan untuk interpolasi

Oleh karena menggunakan ayakan dengan nomor mesh 110, maka perlu dilakukan interpolasi dari ukuran partikel.

Ukuran 110 mesh = x (125 150) 137,5mikron 100)

(120 100) (110

150  

  

B.3 PERHITUNGAN PENYERAPAN AIR KOMPOSIT

Perhitungan Penyerapan Air Komposit Epoksi-PS/SKKD Komposisi 30% dengan Ukuran 170 mesh pada Waktu 24 jam adalah sebagai berikut:

Massa Awal : 2,1214

Massa setelah 24 jam : 2,2345 Maka persen penyerapan air =

2,1214 2,1214 2,2345

x 100% = 5,331%

Perhitungan untuk penyerapan air komposit epoksi murni dan komposit epoksi-PS/SKKD dengan variasi ukuran mesh yg lain sama seperti perhitungan penyerapan air komposit epoksi/serbuk kulit kerang darah komposisi 30:70 dengan ukuran 170 mesh pada waktu 24 jam di atas dan perhitungan dilakukan untuk pengulangan sampel 3 kali. Perhitungan diulang setiap 24 jam hingga penyerapan air konstan.


(4)

LAMPIRAN C

DOKUMENTASI PENELITIAN

C.1 PENYEDIAAN SERBUK KULIT KERANG DARAH

Gambar C.1 Penyediaan Serbuk Kulit Kerang Darah

C.2 PENYEDIAAN KOMPOSIT EPOKSI-PS/SERBUK KULIT KERANG DARAH (SKKD)


(5)

C.3 PROSES PENCETAKAN DENGAN ALAT HOT PRESS

Gambar C.3 Proses Pencetakan Dengan Alat Hot Press

C.4 HASIL KOMPOSIT EPOKSI-PS/SERBUK KULIT KERANG DARAH (SKKD)


(6)

C.5 ALAT UNIVERSAL TESTING MACHINE (UTM) AI-7000 M GRID TENSILE

Gambar C.5 Alat UTM Gotech AI-7000 M GridTensile

C.6 ALAT IMPACT TESTER GOTECH