25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 LOKASI PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Laboratorium Operasi Teknik Kimia
3.2 BAHAN DAN PERALATAN 3.2.1 Bahan
Bahan baku yang digunakan sebagai matriks adalah resin epoksi yang merupakan campuran antara resin dengan pengeras hardener polyaminoamide,
kloroform digunakan untuk melarutkan PS. Sementara sebagai pengisi digunakan serbuk kulit kerang darah.
3.2.2 Peralatan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Neraca Elektrik
2. Gelas Ukur 3. Batang Pengaduk
4. Ayakan 5. Ball Mill
6. Wadah 7. Alat Uji Bentur
8. Alat Uji Tarik 9. Compression Molding
10. Mikrometer Sekrup Digital Mitutoyo 11. Fourier Transform Infra-Red FTIR
12. Scanning Electron Microscope SEM
Universitas Sumatera Utara
26
3.3 PROSEDUR PENELITIAN 3.3.1 Penyediaan Matriks Komposit
Matriks komposit dibuat dengan prosedur sebagai berikut: 1. Polistirena PS dilarutkan dalam kloroform dengan perbandingan 1:4 bb
2. Resin epoksi dicampurkan hardener polyaminoamide dengan perbandingan 1:1 bb
. 3. Epoksi resin yang sudah disiapkan kemudian dicampurkan dengan polistirena
dengan perbandingan 90 epoksi dan 10 PS di dalam wadah 4. Campuran diaduk hingga merata.
Gambar 3.1 dibawah ini menunjukkan gambar flowchart prosedur penyediaan matriks komposit
Gambar 3.1 Gambar Flowchart Prosedur Penyediaan Matriks Komposit
Mulai
Selesai Dilarutkan PS ke dalam kloroform
dengan perbandingan 1:4
Dicampurkan resin epoksi dan hardener dengan perbandingan 1:1
Dicampurkan resin epoksi yang telah disiapkan dengan polistirena dengan perbandingan 90
epoksi dan 10 PS di dalam wadah
Diaduk campuran hingga merata
Universitas Sumatera Utara
27
3.3.2 Penyediaan Pengisi Komposit
Filler dibuat dengan prosedur sebagai berikut: 1. Kulit kerang dicuci dengan menggunakan air dan dikeringkan dengan cara
dijemur menggunakan cahaya matahari. 2. Kulit kerang kemudian digiling dengan ball mill sehingga kerang tersebut
menjadi serbuk selama 8 jam. 3. Dilakukan pengayakan dengan
200, 230, 260, 290 dan 320 mesh. Gambar 3.2 berikut ini adalah gambar flowchart prosedur penyediaan pengisi
komposit.
Gambar 3.2 Gambar Flowchart Prosedur Penyediaan Pengisi Komposit
3.3.3 Proses Pembuatan Komposit
Proses pembuatan komposit dibuat dengan prosedur sebagai berikut: 1. Dilakukan percampuran antara matriks dan pengisi dengan komposisi pengisi
serbuk kulit kerang sebesar 10, 20, 30, 40 dan 50 bb dan variasi ukuran serbuk kulit kerang 200, 230, 260, 290 dan 320 mesh ke dalam
wadah.
Mulai
Selesai Dicuci kulit kerang dengan
menggunakan air Digiling kulit kerang dengan
menggunakan ball mill selama 8 jam
Dilakukan pengayakan dengan ayakan 200, 230, 260,
290 dan 320 mesh
Universitas Sumatera Utara
28 2. Alas cetakan besi terlebih dahulu diberikan bahan pelicin seperti gliserin agar
resin tidak melekat pada cetakan. 3. Dituangkan campuran bahan ke dalam cetakan besi yang telah dibentuk
sesuai standar uji kekuatan bentur impact strength ASTM D 4812 dan uji kekuatan tarik tensile strength ASTM D 638
4. Ratakan permukaan campuran pada cetakan. 5. Di press dengan menggunakan alat Compression Molding selama 10 menit,
kemudian didiamkan selama 24 jam 6. Komposit yang sudah kering dilepas dari cetakan kemudian bagian
dihaluskan bagian-bagian permukaannya dengan alat kikir dan amplas. 7. Dilakukan pengujian terhadap komposit yaitu uji kekuatan bentur impact
strength, kekuatan tarik tensile strength, dan penyerapan air water absorption.
Berikut ini adalah Gambar 3.3 yang menunjukkan gambar flowchart prosedur pembuatan komposit.
Mulai
Dilakukan pencampuran matriks dengan pengisi sesuai dengan
perbandingan ke dalam beaker glass
Diberikan pelicin pada alas cetakan Dituangkan campuran bahan kedalam cetakan
Diratakan permukaan campuran pada cetakan Dipress menggunakan Compression Molding selama 10 menit kemudian didiamkan selama 24 jam
Dibiarkan mengering
A A
Universitas Sumatera Utara
29 Ya
Tidak
Gambar 3.3 Gambar Flowchart Prosedur Pembuatan Komposit
Berikut adalah gambar alat-alat yang digunakan selama pelaksanaan penelitian:
Berikut ini adalah Gambar 3.4 yang menunjukkan gambar alat Compression Molding
Gambar 3.4 Gambar Compression Molding
Dilepaskan komposit dari cetakan
Dihaluskan bagian permukaan dengan alat kikir
Dilakukan pengujian terhadap komposit
Selesai Apakah ada variasi
yang lain?
A A
Universitas Sumatera Utara
30 Berikut ini adalah Gambar 3.5 yang menunjukkan gambar alat Uji Tarik
Gambar 3.5 Gambar Alat Uji Tarik
Berikut ini adalah Gambar 3.6 yang menunjukkan gambar alat Uji Bentur
Gambar 3.6 Gambar Alat Uji Bentur
Berikut ini adalah Gambar 3.7 yang menunjukkan gambar plat tensile
Gambar 3.7 Gambar Plat Tensile
Universitas Sumatera Utara
31 Berikut ini adalah Gambar 3.8 yang menunjukkan gambar plat impact
Gambar 3.8 Gambar Plat Impact
3.4 PENGUJIAN KOMPOSIT
3.4.1 Uji Kekuatan Bentur Impact Strength Dengan Astm D 4812
Spesimen yang akan diuji bentur mengikuti metoda Unnotched Izod. Gambar 3.9 menunjukkan sepsifikasi spesimen yang digunakan pada uji kekuatan bentur:
Gambar 3.9 Ukuran Dimensi Spesimen Metoda Izod ASTM D 4812
3.4.2 Uji Kekuatan Tarik Tensile Strength Dengan Astm D-638
Sifat mekanis biasanya dipelajari dengan mengamati sifat kekukatan tarik
t
menggunakan alat tensometer. Secara praktis kekuatan tarik diartikan sebagai besarnya beban maksimum F
maks
yang dibutuhkan untuk memutuskan spesimen bahan dibagi dengan luas penampang bahan. Gambar 3.13 menunjukkan spesifikasi
spesimen yang digunakan pada uji kekuatan tarik:
5 mm
80 mm 16 mm
Universitas Sumatera Utara
32 Gambar 3.10 Ukuran Dimensi Spesimen Kekuatan Tarik ASTM D-638
Komposit hasil spesimen dipilih dan dipotong membentuk spesimen untuk pengujian kekuatan tarik uji tarik. Pengujian kekuatan tarik dilakukan dengan
tensometer terhadap tiap spesimen dengan ketebalan 4 mm. Tensometer terlebih dahulu dikondisikan pada beban 100 kgf dengan kecepatan 50 mmmenit, kemudian
dijepit kuat dengan penjepit yang ada dialat. Mesin dihidupkan dan spesimen akan tertarik ke atas spesimen diamati sampai putus, dicatat tegangan maksimum dan
regangannya.
3.4.3 Penyerapan Air Water Absorption Dengan Astm D-570
Karakteristik penyerapan air dari komposit blend resin epoksi dan thinner dengan pengisi serbuk kulit kerang diuji dengan perendaman dalam air pada suhu
ruangan setiap 24 jam hingga bahan komposit tidak lagi menyerap air jenuh. Spesimen tes berbentuk 25mm x 25mm sesuai ASTM D-570. Setiap rentang waktu
pencelupan, maka sampel diambil dan dibersihkan dengan kertas tisu untuk menyerap air. Sampel kemudian ditimbang dan dihitung dengan persamaan:
100 x
Wo Wo
We Wg
3.1 Dimana :
Wg = Persentase pertambahan berat komposit
We = Berat komposit setelah perendaman
Wo = Berat komposit sebelum perendaman
Universitas Sumatera Utara
33
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 KARAKTERISTIK FOURI
ER TRANSFORM INFRA RED FTIR KOMPOSIT EPOKSI-PS MURNI DAN KOMPOSIT EPOKSI-
PSSERBUK KULIT KERANG DARAH SKKD
Gambar 4.1 menunjukkan hasil analisis Fourier Transform Infra Red FTIR dari komposit epoksi-PS murni dan komposit epoksi-PSserbuk kulit kerang darah
SKKD.
Keterangan rentang bilangan gelombang [46]:
- 1000 – 1300 cm
-1
: gugus eter C-O-C - 1400
– 1500 cm
-1
: gugus CH
2
-N - 1400
– 1640 cm
-1
: gugus benzena disubstitusi para - 2100
– 2350 cm
-1
: gugus amino zwitter ion - 2450
– 3000 cm
-1
: gugus garam ammonium tersier -NH
+
- 3200 – 3700 cm
-1
: gugus Si-OH Gambar 4.1 Karakteristik FTIR Komposit Epoksi-PS murni dan Komposit
Epoksi-PSSerbuk Kulit Kerang Darah SKKD Uji karakteristik FTIR dilakukan untuk mengetahui gugus-gugus fungsi yang
ada dalam suatu bahan. Uji ini dilakukan berdasarkan prinsip penyerapan gelombang tertentu oleh gugus-gugus fungsi tertentu. Apabila terjadi penyerapan gelombang
Universitas Sumatera Utara
34 yang mencolok, dapat dilihat bahwa ada gugus fungsi spesifik yang menyerap
gelombang tersebut. Dari Gambar 4.1 di atas dapat dilihat karakteristik FTIR epoksi- PS dimana epoksi merupakan produk polimerisasi kondensasi dari senyawa yang
memiliki gugus epoksi epichlorohydrine dengan bisphenol-A lalu di-curing dengan hardener polyaminoamide [47]. Epichlorohydrine memiliki gugus eter, bisphenol-A
memiliki gugus benzena serta polyaminoamide memiliki ikatan C-N dan gugus amino zwitter ion di dalamnya.
Reaksi curing pada resin epoksi dengan menggunakan hardener polyaminoamide memiliki tiga tahapan yang ditunjukkan pada gambar-gambar
berikut [29, 30]:
R
1
NH
2
+ CH2 CH
O R
2
R
1
NH CH
2
CH R
2
OH
Gambar 4.2 Reaksi Curing Epoksi Tahap Satu
R
1
CH
2
CH R
2
R
1
N CH
2
CH R
3
R
3
+ n CH
2
CH O
R
2
R
2
N R
3
R
3
----------- O
a-1
Gambar 4.3 Reaksi Curing Epoksi Tahap Dua
R
1
CH
2
CH R
2
R
1
N CH
2
CH R
3
R
3
+ n CH
2
CH O
R
2
R
2
N R
3
R
3
----------- O
a-1
Gambar 4.4 Reaksi Curing Epoksi Tahap Tiga
Dari gambar 4.2 di atas dapat terlihat gugus-gugus yang terbentuk setelah reaksi curing epoksi, dan dihasilkan gugus baru yaitu gugus ammonium tersier. Pada
penelitian ini juga digunakan polistirena sebagai toughening agent untuk epoksi, Adapaun gugus fungsi utama dari polistirena adalah gugus benzena. Gugus-gugus
yang disebutkan di atas, muncul pada hasil karakterisasi FTIR dari epoksi-PS murni maupun komposit epoksi-PSSKKD. Gugus eter ditunjukkan oleh bilangan
gelombang 1180,44 cm
-1
, gugus amina ditunjukkan oleh bilangan gelombang 1492,90 cm
-1
, gugus ammonium zwitter ion ditunjukkan oleh bilangan gelombang 2341,58 cm
-1
, gugus garam ammonium tersier ditunjukkan oleh bilangan gelombang
Universitas Sumatera Utara
35 2974,23 cm
-1
dan gugus benzena ditunjukkan oleh bilangan gelombang 1604,77 cm
-1
[46]. Setelah penambahan serbuk kulit kerang sebagai pengisi tidak terlihat
perubahan mencolok dari grafik FTIR tetapi terdapat suatu perbedaan khusus antara kedua kurva tersebut yaitu pada bilangan gelombang 3603,28 cm
-1
. Bilangan gelombang tersebut termasuk ke dalam rentang gugus Si-OH. Gugus ini didapat dari
gugus silika yang berasal dari serbuk kulit kerang darah. Namun, magnesium oksida MgO dan kalsium osksida CaO sebgai komponen yang lebih dominan tidak dapat
dideteksi melalui FT-IR karena pita serapan logam Mg dan Ca tidak terletak pada rentang analisa FT-IR 4000 cm
-1
– 400 cm
-1
. Hal ini disebabkan oleh ikatan logam menyerap gelombang dengan bilangan gelombang lebih rendah daripada 400 cm
-1
[48]. Namun dapat dilihat dari hasil karakterisasi FTIR, bahwa penambahan kulit kerang darah cenderung tidak menimbulkan interaksi kimia pada komposit epoksi-
PSSKKD.
4.2 PENGARUH UKURAN PARTIKEL DAN KOMPOSISI SERBUK