Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Makanan Bergizi Terhadap Status Gizi Balita di Kecamatan Kotanopan, Kabupaten Mandailing Natal

(1)

Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Makanan Bergizi Terhadap Status Gizi Balita di Kecamatan Kotanopan, Kabupaten Mandailing Natal

Winda Morani

Skripsi

Program Studi Ilmu Keperawatan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan, 2008


(2)

Skripsi dengan judul :

Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Makanan Bergizi Terhadap Status Gizi Balita di Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal.

Yang Telah Dipersiapkan : Oleh:

Winda Morani 031101011

Telah Diperiksa dan Disetujui Untuk Seminar Dihadapan Peserta Seminar dan Komisi Penilai Skripsi

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh :

Dosen Pembimbing Skripsi

(Iwan Rusdi SKp, MNS) NIP: 132 258 272

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN SUMATERA UTARA


(3)

Judul : Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Makanan Bergizi Terhadap Status Gizi Balita di Kecamatan Kotanopan, Kabupaten Madina

Peneliti : Winda Morani Nim : 031101011

Program Studi : Imu keperawatan SI

ABSTRAK

Makanan bergizi sangat penting dalam proses pertumbuhan dan perkembangan balita. Balita merupakan kelompok usia yang paling rawan mengalami kekurangan gizi. Banyak faktor yang mempengaruhi status gizi salah satunya pengetahuan, pengetahuan ibu yang cukup tentang makanan bergizi diasumsikan dapat menghindari terjadinya kekurangan gizi tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bagaimana pengetahuan ibu tentang makanan bergizi, mengidentifikasi status gizi balita dan mengetahui sejauhmana hubugan pengetahuan ibu tentang makanan bergizi terhadap status gizi balita dengan kuesioner dan pengukuran antropometri.

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 8-20 April 2008 di Kecamatan Kotanopan kabupaten Mandailing Natal. Desain penelitian menggunakan jenis penelitian deskriptif korelasional, sampel penelitian sebesar 88 orang yang diambil dengan metode probability sampling jenis claster sampling. Analisa statistik yang digunakan untuk menguji hipotesa adalah analisa koefisien korelasi Spearman dengan bantuan komputerisasi. Hasil penelitian bahwa mayoritas responden memiliki pengetahun yang baik 86 orang (97,7%). Berdasarkan standar baku WHO–NCHS dengan menggunakan indeks berat badan/umur diidapatkan lebih dari setengahnya memiliki status gizi baik 52 balita (59,1%). Hasil analisa data statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang makanan bergizi terhadap satatus gizi balita. Dengan nilai koefision korelasi (r) adalah -0,082dan nilai signifikansi 0,447 (p< 0,05). Sehingga hipotesa alternatif (Ha) ditolak dan hipotesa nol (Ho) gagal ditolak. Untuk penelitian selanjutnya disarankan menambah jumlah sampel yang lebih banyak dan pengukuran status gizi balita bukan hanya dengan menggunakan indeks berat badan menurut umur saja agar lebih menggambarkan keaadaan yang sebenarnya.


(4)

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah NYA sehingga penulis dapat menyusun skiripsi ini yang berjudul “Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Makanan Bergizi Terhadap Status Gizi Balita di Kecamatan Kotanopan, Kabupaten Mandailing Natal.” sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara Medan.

Pada Kesempatan ini penulis banyak mengucapkan terima kasih kepada Bapak Iwan Rusdi S.Kp, MNS selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu dan memberikan bimbingan dan masukan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga ingin mengucapkan terimakasih banyak atas bantuan dari berbagi pihak yang bersifat moril maupun materil, Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar Sp, PD- KGEH selaku dekan FK USU, Prof. dr. Guslihan Dasa Tjipta, Sp. A (K) selaku pembantu dekan satu dan ketua departemen Ilmu Keperawatan SI USU, Ibu Erniyati S.Kp, MNS sebagai ketua pelaksana Program studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran USU dan juga selaku dosen pembimbing akademik dan sebagai dosen penguji II yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan pendidikan di Program Studi Ilmu Keperawatan USU. Medan, kepada Ibu Ns Anna Kasfi S.Kp selaku dosen penguji III sidang proposal, dan Ibu Ns Novita Sari S.Kp selaku penguji III sidang skiripsi yang telah memberikan motivasi arahan dan dukungan yang sangat berharga dalam pembuatan skiripsi ini.

Ucapan terima kasih teramat dalam saya persembahkan kepada kedua orang tua tercinta Ayahanda Sariful Alam Syah Lubis Gelar Sutan Lembang Alam dan Ibunda Masrifah Nasution, Terimakasih atas segala pengorbanan dan perjuangan Ayahanda dan Ibunda demi tercapainya impian Ananda. Terima kasih atas segala doa yang Ayahanda dan Ibunda Panjatkan, serta tetesan keringat yang telah terkucurkan demi terselesaikannya kuliah Ananda. Hanya Allah yang mampu membalas besarnya kebaikan Ayahanda dan Ibunda. Terimakasih kepada Abang- abangku tercinta : Rahman Rifai dan isrti , Henri dan istri , Abdi dan Istri , kakakku


(5)

Yenni dan suami. Buat adikku Doli dan ponakan- ponakanku tersayang : Asri, Indah, Nazwa, Dwi, Hasmi dan Dara terima kasih atas support dan semangat yang kalian berikan. Tidak lupa saya ucapkan terima kasih banyak buat keluarga bang Samsuddin dan istri (Ibu Nur Afidarti S.Kep, M.Kep) atas bantuannya dan dukungannnya.

Terima kasih banyak buat Elfian Sinulingga yang telah banyak memberikan bantuan support dan kasih sayangnya selama penulis kuliah dan menyelesaikan skripsi ini, semoga kebaikanmu dibalas Allah SWT. Sahabatku seperjuangan yang Wiwid dan Nila, terimakasih sudah jadi sahabatku yang baik.. Teman–temanku di PSIK Rahmi, Putri, Juliana S, Nandra, Juwita, Bulek, Uni, Bang Manotar. Teman – teman di asrama putri Inun, Kak Aci, Imay, Sari, Ninul, kak Tengku, kak Nuri terima kasih banyak dukungannya.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini ini masih belum sempurna untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik serta masukan yang membangun dari semua pihak sehingga skripsi ini dapat menjadi lebih baik bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan pelayanan keperawatan serta untuk penelitian selanjutnya.

Semoga Allah yang penuh Rahmat selalu memberikan berkat dan Karunia Nya kepada kita semua dan terima kasih buat semua pihak yang membantu penulis. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat nantinya untuk pengembangan pengetahuan khususnya profesi keperawatan.

Medan, Juni 2008

Penulis

 


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Persetujuan ... i

Abstrak ... ii

Ucapan Terima Kasih ... iii

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... vii

Daftar Skema ... viii

BAB 1.PENDAHULUAN 1. Latar belakang ... 1

2. Tujuan penelitian ... 4

3. Pertanyaan penelitian ... 4

4. Manfaat penelitian ... 5

BAB 2.TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengetahuan ... 7

1.1. Defenisi pengetahuan ... 7

1.2. Tingkat pengetahuan ... 7

1.3. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan ... 9

1.4. Pengetahuan Ibu Tentang Makanan bergizi ... 10

1.5. Makanan bergizi bagi balita ... 11

1.5.1. Pengaturan makanan balita ... 14

1.5.2. Angka kecakupan gizi balita ... 17

1.5.3. Pengaruh makanan bagi kesehatan balita ... 17

2. Status gizi balita ... 19

2.1. Pengukuran status gizi... 19

2.2. Klasifikasi status gizi ... 21

2.3. Faktor –faktor yang mempengaruhi status gizi ... 22

2.4. Masalah –masalah gizi balita ... 24

3. Hubungan pengetahuan ibu tentang makanan bergizi terhadap status gizi balita ... 26


(7)

BAB 3. KERANGKAN PENELITIAN

1. Kerangka konseptual ... 28

2. Defenisi konseptual dan operational ... 29

2.1. Depenisi konseptual ... 29

2.2. Depenisi operational ... 29

3. Hipotesa ... 30

BAB 4. METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain penelitian ... 31

2. Populasi dan sample ... 31

3. Lokasi dan waktu penelitian ... 32

4. Pertimbangan etik ... 32

5. Instrumen Penelitian ... 33

6. Uji validitas dan reliabilitas ... 34

7 Pepngumpulan data...35

8. Analisa Data ... 36

BAB. 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil ... 37

2. Pembahasan ... 41

BAB.6. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 1. Kesimpulanl ... 47

2. Rekomendasi ... 48

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

1. Kuesioner penelitian

2. Formulir persetujuan responden 3. Uji Reliabilitas Instrument

4. Kategori status gizi menurut WHO-NCHS 5. Surat izin penelitian dari PSIK FK USU

6. Surat izin penelitian dari kantor camat Kotanopan 7. Curiculum vitae


(8)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Vitamin – vitamin yang dibutuhkan oleh balita ... 13 2. Anggka kecukupan zat gizi rata- rata yang dianjurkan ... 17 3. Klasifikasi status gizi Masyarakat Direktorat

Bina gigi masyarakat Depkes RI ... 22 4. Panduan interpretasi hasil uji hipotesis

berdasarkan kekuatan korelasi , nilai p, dan arah korelasi ... 37 5. Disrtribusu frekuensi dan persentase Karakteritik

responden ibu yang memiliki balita di

Kecamatan Kotanopan( N=88) ... 38 6. Disrtribusu frekuensi dan persentase

Pengetahuan ibu tentang makanan bergizi di

Kecamatan Kotanopan (n= 88) ... 39 7. Disrtribusu frekuensi dan persentase

Status gizi balita di Kecamatan Kotanopan (n= 88) ... 40 8. Hasil analisa hubungan pengetahuan ibu

Tentang makanan bergizi terhadap status gizi balita

Di Kecamatan Kotanopan, Madina ... 40 9. Disrtribusu frekuensi dan persentase Mean dan Stndard

Deviasi Pengetahuan Ibu dan Status Gizi balita

di Kecamatan Kotanopan, Madina ... 41


(9)

DAFTAR SKEMA

Halaman

1. Skema kerangka konseptual penelitian Hubungan Pengetahuan ibu tentang makanan bergziTerhadap

Status gizi balita di Kecamatan Kotanopan, Kab Madina ... 28

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


(10)

Judul : Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Makanan Bergizi Terhadap Status Gizi Balita di Kecamatan Kotanopan, Kabupaten Madina

Peneliti : Winda Morani Nim : 031101011

Program Studi : Imu keperawatan SI

ABSTRAK

Makanan bergizi sangat penting dalam proses pertumbuhan dan perkembangan balita. Balita merupakan kelompok usia yang paling rawan mengalami kekurangan gizi. Banyak faktor yang mempengaruhi status gizi salah satunya pengetahuan, pengetahuan ibu yang cukup tentang makanan bergizi diasumsikan dapat menghindari terjadinya kekurangan gizi tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bagaimana pengetahuan ibu tentang makanan bergizi, mengidentifikasi status gizi balita dan mengetahui sejauhmana hubugan pengetahuan ibu tentang makanan bergizi terhadap status gizi balita dengan kuesioner dan pengukuran antropometri.

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 8-20 April 2008 di Kecamatan Kotanopan kabupaten Mandailing Natal. Desain penelitian menggunakan jenis penelitian deskriptif korelasional, sampel penelitian sebesar 88 orang yang diambil dengan metode probability sampling jenis claster sampling. Analisa statistik yang digunakan untuk menguji hipotesa adalah analisa koefisien korelasi Spearman dengan bantuan komputerisasi. Hasil penelitian bahwa mayoritas responden memiliki pengetahun yang baik 86 orang (97,7%). Berdasarkan standar baku WHO–NCHS dengan menggunakan indeks berat badan/umur diidapatkan lebih dari setengahnya memiliki status gizi baik 52 balita (59,1%). Hasil analisa data statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang makanan bergizi terhadap satatus gizi balita. Dengan nilai koefision korelasi (r) adalah -0,082dan nilai signifikansi 0,447 (p< 0,05). Sehingga hipotesa alternatif (Ha) ditolak dan hipotesa nol (Ho) gagal ditolak. Untuk penelitian selanjutnya disarankan menambah jumlah sampel yang lebih banyak dan pengukuran status gizi balita bukan hanya dengan menggunakan indeks berat badan menurut umur saja agar lebih menggambarkan keaadaan yang sebenarnya.


(11)

BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Kebutuhan manusia akan pangan merupakan kebutuhan dasar yang paling essensial bagi manusia untuk mempertahankan hidup dan kehidupan (Maslow, 1970 dalam Kozier, 2004). Pangan sebagai sumber gizi dan landasan utama manusia untuk dapat mencapai kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan. Hal ini sejalan dengan tujuan pembangunan nasional Indonesia yang sehat dan mandiri, dan strategi pencapaiannya adalah “Indonesia sehat 2010” dengan salah satu indikatornya yaitu menikmati hidup sehat yang juga dapat diukur dengan angka kesehatan dan ukuran gizi (Baliwati, dkk, 2004). Telah banyak upaya–upaya pemerintah dalam program peningkatan gizi, seperti usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK), penanggulangan vitamin A dan lain–lain (Suhardjo, 1996).

Masalah gizi kurang masih tersebar di negara-negara yang sedang berkembang, termasuk di Indonesia. Word Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa 150 juta anak dibawah umur lima tahun mengalami malnutrisi yang didasarkan pada rendahnya berat badan mereka dibanding dengan usianya (Grigsby, 2003). Gambaran keadaan gizi masyarakat di Indonesia sampai saat ini kurang memuaskan, dikarenakan masih banyak terdapat balita yang mengalami gizi kurang dan gizi buruk. Kekurangan gizi dapat mengakibatkan merosotnya derajat kesehatan dan mutu hidup manusia, rendahnya kapasitas produk manusia yang akan menghambat pencapaian tujuan pembangunan (Depkes RI, 2005).


(12)

Berdasarkan sensus penduduk 2005, jumlah balita di Indonesia saat ini mencapai 19.799.874 jiwa. Menurut data nasional depkes RI tahun 2005 persentase balita kurang gizi 28,5%, dengan rincian 19,7% gizi kurang dan 8,8% gizi buruk, yang berarti terdapat 6 ribu lebih balita yang menderita gizi buruk dan kurang gizi hampir mencapai 15 ribu orang. Dari hasil survey sosial ekonomi nasional (susenas) tahun 2005 menyatakan bahwa jumlah balita di Sumatera Utara sebanyak 1.215.253 terdapat 10,5% balita berstatus gizi buruk (sekitar 126.994 balita), dan yang mengalami gizi kurang mencapai 18,2% (sekitar 221.176 balita). Sedangkan menurut Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatra Utara tahun (2005) di Kabupaten Mandaling Natal terdapat balita yang mengalami gizi buruk 7,85% dan gizi kurang 15,96%.

Anak balita merupakan kelompok yang rawan terhadap kurang gizi (Soekirman, 2000). Oleh karena itu balita sering dijadikan sebagai indikator status gizi disuatu daerah (Khomsan, 2004). Status gizi merupakan keadaan sehat individu yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik akan energi dan zat-zat gizi lain yang diperoleh dari makanan yang dampak fisiknya akan diukur secara antropometri (Suhardjo, 1996). Status gizi balita sangat bergantung pada apa yang dikosumsi dan bagaimana penggunaan zat-zat gizi dari makanan yang diperolehnya (Almatsier, 2002). Semakin bertambahnya usia anak, kebutuhan akan zat gizi semakin bertambah, oleh karena proses tumbuh kembang yang cepat. Ibu rumah tangga yang kreatif walaupun berasal dari keluarga miskin, pada dasarnya harus dapat menghindari anak dari kondisi malnutrisi, salah satunya dengan memberikan Asi dalam waktu yang lebih lama (Haddad, 1999).

Makanan bergizi merupakan makanan yang memberikan energi dari bahan pembangun untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan organisme hidup (Dorland,


(13)

2002). Asupan gizi yang dikonsumsi seharusnya sesuai dengan yang dibutuhkan, tetapi pada kenyataannya masih banyak balita tidak memperoleh asupan gizi yang sesuai, jumlah asupan gizi sesuai dengan kebutuhan, balita dikategorikan dalam kelompok gizi baik, jika asupan gizi lebih rendah anak akan mengalami gangguan pertumbuhana fisik yang rendah, yaitu berat badan rendah dan tinggi badan yang rendah. Selain itu keadaan kurang gizi juga mengakibatkan menurunnya tingkat kecerdasan/intelektual anak (Suhardjo, 1996).

Banyak faktor yang mempengaruhi status gizi, secara umum dipengaruhi oleh status kesehatan, tingkat pendidikan, sosial ekonomi, poltik, dan juga sosial budaya serta secara langsung dipengaruhi oleh komsumsi makanan (Suhardjo, 1992). Akan tetapi penyebab yang tidak kalah pentingnya adalah kurangnya pengetahuan tentang gizi atau kemampuan untuk menerapkan kemampuan informasi pangan yang diproduksi dan tersedia (Harper, 1986) Seorang Ibu seharusnya lebih mengerti tentang bagaimana penyajian makanan yang baik yang mengandung zat gizi untuk kelangsungan tumbuh kembang balitanya (Khomsan, 2004). Namun fenomena yang terjadi di masyarakat masih banyak orang tua yang tidak mengerti tentang penyajian makanan yang baik terhadap balita dan keluarganya. Dimana makanan yang diberikan haruslah seimbang dan mencukupi jumlah dan mutunya sehingga memenuhi zat gizi yang dibutuhkan tubuh (Sumiarta, 2005). Menurut informasi yang didapatkan bahwa masyarakat Kecamatan Kotanopan sebagian besar penduduknya adalah bertani, sehingga kemungkinan besar masyarakatnya mampu mengkonsumsi hasil-hasil tani yang bernilai gizi tinggi dan kebutuhan gizi masyarakat lebih terpenuhi dengan hasil tani tersebut. Akan tetapi kenyataan yang terjadi masih banyak terdapat kejadian gizi kurang dan gizi buruk didaerah tersebut. Hal ini


(14)

disebabkan karena kurangnya pengetahuan tentang makan yang bergizi. Sejalan dengan penelitian yang dilakuan oleh Sandjaja (2000) bahwa pengetahuan ibu yang baik tentang kesehatan dan gizi akan mampu menghasilkan daya adaptasi yang tinggi terhadap proses tumbuh kembang anak walaupun dengan sosial ekonomi yang rendah. Menurut Sjahmien (1992) kejadian gizi buruk juga dapat dihindari apabila ibu memiliki pengetahuan yang baik tentang gizi.

Berdasarkan uraian data di atas peneliti ingin mengetahui dan meneliti lebih jelas sejauhmana hubungan pengetahuan ibu tentang makanan bergizi terhadap status gizi balita di Kecamatan Kotanopan, Kabupaten Mandailing Natal.

2. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk ;

2.1 Mengidentifikasi pengetahuan ibu tentang makanan bergizi di di Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal.

2.2 Mengidentifikasi status gizi balita di Kecamatan Kotanopan, Kabupaten Mandailing Natal .

2.3 Menguji hubungan pengetahuan ibu tentang makanan bergizi terhadap status gizi balita di Kecamatan Kotanopan, Kabupaten Mandaling Natal.

3. Pertanyaan Penelitian

Adapun pertayaan penelitian adalah;

3.1 Bagaimana pengetahuan ibu tentang makanan bergizi bagi balita di Kecamatan Kotanopan, Kabupaten Mandailing Natal.


(15)

3.2 Bagaimana status gizi balita di Kecamatan Kotanopan, Kabupaten Mandailing Natal.

3.3 Sejauhmana hubungan pengetahuan ibu tentang makanan bergizi dengan status gizi balita di Kecamatan Kotanopan, Kabupaten Mandailing Natal.

4. Manfaat penelitian

Hasil penelitian diharapkan akan dapat memberikan manfaat untuk:

4.1 Pendidikan kesehatan

Sebagai informasi bagi pendidikan kesehatan tentang pengetahuan ibu tentang makanan bergizi bagi balita dan status gizi balita sehingga dapat memberikan masukan kepada instansi keperawatan terutama bagian keperawatan komunitas.

4.2 Praktek keperawatan

Sebagai informasi bagi praktek perawat dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dimana perlu diberikan asuhan keperawatan bagi orang tua terutama ibu untuk meningkatkan pengetahuan ibu tentang makanan bergizi terhadap status gizi balita.

4.3 Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber data untuk kepentingan penelitian.


(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Adapun konsep dan teori yang terkait dalam penelitian ini adalah: 1 Pengetahuan

1.1Defenisi pengetahuan 1.2Tingkatan pengetahuan

1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan 1.4Pengetahuan ibu tentang makanan bergizi. 1.5Makanan bergizi bagi balita

1.5.1 Pengaturan makanan balita.

1.5.2 Angka kecakupan gizi balita.

1.5.3 Pengaruh makana pada kesehatan balita.

2 Status gizi balita

2.1 Pengukuran status gizi

2.2 Klasifikasi status gizi

2.3 Faktor-faktor yang mampengaruhi status gizi

2.4 Masalah-masalah gizi balita

3 Hubungan pengetahuan ibu tentang makanan bergizi terhadap status gizi balita


(17)

1. Pengetahuan

1.1 Defenisi Pengetahuan

Menurut Notoadmojo (2003), pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraaan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pengindraan manusia, yaitu indra melihat, indra pendengar, penciuman, rasa dan raba, sebahagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.

1.2 Tingkat Pengetahuan

Notoadmojo (2003) menyatakan bahwa pengetahuan yang tercakup dalam domain koqnitif mempunyai enam tingkatan.

a) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Yang termasuk dalam pengetahuan tinggat ini adalah mengingat kembali (recall) suatu spesifik dari seluruh bahan yang telah dipelajari atau rangsangan yangtelah diterima. Tingkat pengetahuan ini merupakan tingkat yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari yaitu dengan menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan dan sebagainya.


(18)

b) Memahami (Comperhention)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang telah dipelajari.

c) Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan yang menyimpulkan materi yang telah dipelajari pada stuasi atau kondisi yang sebenarnya aplikasi ini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum–hukum, rumus, metode, prinsif dan sebagainya dalam situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan prinsif–prinsif siklus pemecahan masalah dalam pemecahan masalah ketiga dari kasus yang diberikan.

d) Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen–komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisa dapat memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

e) Sintesis (Synthesis)

Sintesis diartikan sebagai suatu kemempuan untuk meletakkan atau menghubungakan bagian–bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi.baru dari formulasi–formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun,


(19)

dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan–rumusan yang telah ada.

f) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penelitian–penelitian tersebut didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria–kriteria yang telah ada. Misalnya, dapat membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi, dapat menghadapi terjadinya diare di suatu tempat, dapat menafsirkan penyebab ibu–ibu tidak mau ikut KB dan sebagainya.

1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Menurut Notoadmojo (2003) pengetahuan dipengaruhi oleh faktor :

1) Pendidikan

Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau perubahan ke arah yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri individu, keluarga atau masyarakat. Beberapa hasil penelitian mengenai pengaruh pendidikan terhadap perkembangan pribadi, bahwa pada umumnya pendidikan itu mempertinggi taraf intelegensi individu.

2) Persepsi

Persepsi, mengenal dan memilih objek sehubungan dengan tindakan yang akan di ambil.


(20)

3) Motivasi

Motivasi merupakan dorongan, keinginan dan tenaga penggerak yang berasal dari dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu dengan mengeyampingkan hal-hal yang dianggap kurang bermanfaat. Dalam mencapai tujuan dan munculnya motivasi dan memerlukan rangsangan dari dalam individu maupun dari luar. Motivasi murni adalah motivasi yang betul-betul disadari akan pentingnya suatu perilaku akan dirasakan suatu kebutuhan.

4) Pengalaman

Pengalaman adalah sesuatu yang dirasakan (diketahui, dikerjakan) juga merupakan kesadaran akan suatu hal yang tertangkap oleh indera manusia. Faktor eksternal yang mempengaruhi pengetahuan antara lain: meliputi lingkungan, sosial, ekonomi, kebudayaan dan informasi. Lingkungan sebagai faktor yang berpengaruh bagi pengembangan sifat dan perilaku individu. Sosial ekonomi, pengahasilan sering dilihat untuk memiliki hubungan antar tingkat pengahasilan dengan pemanfaatan.

1.4 Pengetahuan Ibu tentang makanan bergizi.

Kebutuhan makanan seringkali tidak dimengerti khususnya bagi anak-anak dan wanita hamil/menyusui (Suhardjo, 1996) Dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita diperlukan peranan pendidikan gizi oleh para ibu. Apabila ibu mempunyai cukup pengetahuan tentang cara memelihara gizi dan mengatur anak maka sebagian besar kejadian gizi buruk dapat di hindari (Sjahmien, 1992)

Kurangnya pengetahuan dan salah konsepsi tentang kebutuhan pangan dan nilai pangan merupakan hal yang umum disetiap negara. Kemiskinan dan kekurangan persediaan pangan yang bergizi ,merupkan faktor penting dalam masalah


(21)

kurang gizi. Akan tetapi ada sebab lain yang tak kalah penting, yaitu kurang pengetahuan tentang makanan bergizi atau kemampuan untuk menerapkan informasi pangan yang di produksi dan tersedia (Harper, 1989).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sanjaja (2000) juga disebutkan bahwa sebagian anak dalam keluarga tertentu dengan sosial ekonomi rendah mempunyai daya adaptasi yang tinggi sehingga mampu tumbuh dan kembang, dan salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatan. Hal ini senada dengan yang dianggap oleh Berg (1986), bahwa sekalipun daya beli merupakan halangan yang utama, tetapi sebahagian kekurangan gizi akan bisa di atasi kalau orang tua tahu bagaimana seharusnya memanfaatkan segala sumber yang dimiliki.

1.5 Makanan bergizi bagi balita.

Tubuh kita terbentukdari zat–zat yang berasal dari makanan oleh karena itu kita memerlukan masukan makanan, yaitu untuk memperoleh zat–zat yang di perlukan tubuh, (Nuraimah, 2001). Gizi (nutrizi) yang baik merupakan tujuan yang penting bagi kebanyakan orang, Gizi semakin dipandang sebagai faktor penentu yng penting dalam upaya mempertahankan kesehatan dan mencegah penyakit. Anak usia diubawah lima tahun merupakan masa terbentuknya dasar-dasar kepribadian manusia, kemampuan pengindraan, kemampuan berpikir, keterampilan berbahasa dan berbicara bertingkah laku sosial dan lainnya (Depkes RI, 1993, dalam Santoso & Ranti, 1999). Oleh karena itu pada usia balita harusnya memperoleh zat gizi yang mencukupi jumlah dan zat gizinya (Sumiarta, 2005)


(22)

Selain itu makanan merupakan kebutuhan fungsi jasmaniah dan psikososial untuk kelangsungan hidup, nutrisi juga memiliki makna simbolik berdasarkan keyakinan budaya, spiritual dan keperibadian seseorang. Nutrisi biasanya menjadi simbolik kehidupan dan kasih sayang, seperti ibu yang memberikan makanan pada anaknya (Khomsan, 2003). Gizi yang diperoleh seorang anak melalui konsumsi makanan setiap hari berperan untuk kehidupan anak, kecukupan zat gizi ini berpengaruh pada kesehatan dan kecerdasan anak terutama pada anak usia balita maka selain pengetahuan diperlukan juga kemampuan dalam mengelola makanan sehat untuk anak yang merupakan suatu hal yang sangat penting (Santoso & Ranti, 1999).

Menurut Notoatmojo (1997), agar makanan dapat berfungsi dengan baik maka makanan yang kita makan sehari-hari tidak hanya sekedar makanan.Makanan harus mengandung zat-zat gizi tertentu sehingga memenuhi fuingsi tersebut, makanan harus mengandung protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral.

a) Protein

Protein diperoleh dari makanan yang berasal dari tumbuhan (protein nabati) dan makanan dari hewan (protein hewani). Fungsi protein bagi tubuh sebagai pembangun sel-sel yang rusak, membentuk zat-zat pangatur seperti enzim dan hormon, membentuk zat inti energi, (1gr protein kira-kira akan menghasilka 4,1 kalori). Kebutuhan protein balita bayi bervariasi dari 1,6-2,2 gr protein per kg BB. Total asupanprotein sebaiknya tidak melebihi 20 % dari kebutuhan energi.


(23)

b) Lemak

Berasal dari minyak goreng, daging, margarine, dan sebagainya. Fungsi pokok lemak bagi tubuh ialah menghasilkan kalori terbesar dalam tubuh manusia (1 gr lemak i menghasilkan sekitar 9,3 kalori), sebagai pelarut vitamin A,D, E, K dan sebagai pelindung bagi pada temperature rendah.

c) Karbohidrat.

Berfungsi sebagai salah satu pembentuk energi yang paling murah. Pada umumnya sumber karbohidrat ini berasal dari tumbuh- tumbuhan (beras, jagung, singkong, dan sebagainya), yang merupakan makanan pokok.

d) Vitamin

Vitamin merupakan molekul organik yang terdapat didalam makanan. Fungsi vitamin berlainan satu sama lain tetapi secara umum fungsinya adalah mengatur metabolisme tubuh.

Tabel 1. Vitamin- vitamin yang diperlukan oleh balita serta fungsinya

Vitamin Fungsi Vitamin A Berperan dalam pertumbuhan sel- sel epitel dan sebagai

pengaturan kepekaan rangsang sinar pada syaraf dan mata Vitamin B

- vitamin B1

- Vitamin B2

Metabolisme karbohidrat, keseimbangan air dealam tubuh dan membantu penyerapan zat-zat lemak dalam tubuh. Berperan dalam pemindahan rangsang sinar ke saraf mata dan enzim juga berfungsi dalam proses oksidasi dalam sel Berperan dalam pembentukan sel-sel darah, juga dalm


(24)

- Vitamin B6 proses pertumbuhan dan kerja urat saraf.

Vitamin C Sebagai aktivator macam- macam fermen perombak protein dan lemak dalam oksidasi dan dehidrasi dalam sel, penting dalam pembentukan trombosit.

Vitamin D Mengatur kadar dan fosfor dalam tubuh bersama-sama kelenjar gondok dan mempengaruhi kelenjar endokrin. Vitamin K Berperan dalam pembentukan protrombin yang berarti

penting dalam pembekuan darah.

e) Mineral

Berfungsi sebagai bagian dari zat yang aktif dalam metabolisme atau sabagai bagian penting dari struktur sel dan jaringan. Bayi membutuhan kurang lebih 150 ml/ kg BB air maupun cairan lainnya hal ini untuk mencegah bayi yang mudah mengalami dehidrasi maupun diare.

1.5.1 Pengaturan Makanan Balita

Semakin bertambahnya usia bayi/anak, kebutuhan akan zat gizi akan semakin bertambah pula. Pemberian makan pada balita harus dilakukan secara bertahap sesuai


(25)

dengan usia balita, dimulai dari air susu ibu hingga makanan padat seperti makanan orang dewasa (Aswar, 2000). Pengaturan makanan balita berdasarkan umur di bagi atas;

a) Usia 0-6 Bulan

ASI merupakan makanan yang paling ideal bagi bayi, karena mengandung cukup energi dan zat gizi esensial yang cukup (Pudjiati, 2000). Asi sebaiknya diberi segara setelah lahir (kolostrum) karena mengandung banyak protein tinggi dan zat anti bodi. Asi diberikan tanpa jadwal karena bayi akan menentukan sendiri kebutuhannya pada saat lambungnya kosong.

Asi adalah emulsi lemak yang disekresi oleh kedua kelenjar payudara ibu sebagai makanan utama bagi bayi dan balita. Asi mengandung berbagai komposisi zat gizi, yaitu protein, karbohidrat (glukosa, galaktosa, dan glukosamin), lemak, mineral, vitamin, dan air. Asi diberikan segera setelah bayi lahir. Bayi usia lahir sampai usia 4 bulan hanya diberi Asi tanpa makanan tambahan (Aswar, 2000). Sebaiknya bayi disusui tanpa jadwal, karena kebutuhan makanan ditentukan oleh bayi sendiri.

b) Usia 6-8 bulan

Pada usia 4 bulan asi masih dibutuhkan, akan tetapi pada usia 5 bulan produksi asi akan mengalami penurunan sehingga bayi membutuhkan makanan tambahan dari bentuk makanan yang lain yaitu MP-ASI Pengenalan dan pemberia MP-ASI ini dilakukan secara bertahap, baik bentuk jumlah maupun macamnya (Aritonang, 1996). Menurut Aswar, (2000) makanan yang diberikan pada usia ini adalah makana yang


(26)

berbentuk lumat halus, yaitu makanan yang dihancurkan dibuat dari tepung. Contohnya adalah bubur susu, sepotong pepaya atau pisang yang dihaluskan dan disaring.

c) Usia 8-10 bulan

Pada usia ini makanan yanag dibentuk berupa makan yanag lumat, yaitu makanan yang disaring tampak kurang merata. Contohnya adalah nasi tim saring yang ditambahkan dengan sedikit santan atau margarine. Makanan lumat ini diberikan 2 kali sehari. Jika bayi 6 bulan diberi 6 sendok sekali beri, jika 7 bulan 7 sendok, 8 bulan 8 sendok dan 9 bulan 9 sendok (Aswar, 2000)

d) Usia 10-12 bulan

Makanan yang diberika pada bayi usia 9-12 bulan adalah makanan yanag berbentuk lunak. Contohnya adalah bubur nasi yang ditambah dengan lauk pauk, bubur ayam, bubur kacang hijau, diberika 3 kali sehari. Pada usia ini terjadi penambahan berat badan 3 kali berat badan waktu lahir. Makanan lunak ini sudah merupakan makanan utama bagi bayi 9 bulan, karena berat badan anak sudah menjadi 3 kali lebih berat dari berat badan lahir. Sementara itu ASI sudah tidak dapat lagi diandalkan karena produksinya yang semakain menurun (Moehji, 1988)

e) Usia 1-5 tahun

Pada usia ini sistem pencernaan sudah mulai matang, biasanya usia 12- 24 bulan sudah bisa makan setengah porsi orang dewasa dan pemberian Asi masih tetap diteruskan. Biasanya anak makan 3 kali sehari (Kozier,


(27)

2004, Azwar, 2000).Tetapi pada saat usia 18 bulan mereka sudah mulai malas makan dan milih-milih makanan yang disukai. Anak pada usia ini biasanya sangat aktif, biasanya mereka buru- buru ketika sedang makan untuk pergi bermain kembali bersama temannya (Kozier, 2004). Sebaiknya makanan disajikan dengan menarik sehingga menambah nafsu makanannya, anak usia ini akan suka mencoba hal yang baru. Walaupun nafsu makan dan komsumsi makanan tidak menentu, anak dapat menikmati makanan yang disajikan dengan baik dan menarik. Makanan yang belum mereka kenal biasanya mereka tidak mau memakannya, untuk itu makanan harus disajikan menarik dan dengan cara yang menarik pula. Anak- anak akan sering mencoba hal yang baru, oleh karena itu metode panyajian makanan merupakan hal yang penting dalam pemberian makanan pada usia ini (Wong & Hockenberry, 2003)

1.5.2 Angka kecakupan gizi balita

Jumlah makanan yang diberikan pada balita harus berangsur bertambah sesuai dengan bertambahnya kebutuhan balita akan berbagai zat gisi. Berikut ini merupakan angka kecukupan zat gizi rata-rata yang dianjurkan untuk perorangan dalam satu hari.

Tabel 2. Cakupan zat gizi yang dianjurkan per orang per hari untuk Indonesia dalam mempertahankan kesehatan yang baik sesuai umur.

Golongan usia

Berat badan (kg)

Tinggi Badan (cm)

Energi (KKal)

Protein (g)

VitA (RE)

Besi (mg)

Iodium (mg)


(28)

Sumber LIPI, Risalah Widyakarya Pangan dan Gizi VI, 1998. hal 877 (Almatsier, 2001)

1.5.3 Pengaruh makanan bagi kesehatan Balita

Makanan sehari – hari yang dipilih dengan baik akan memberikan semua zat gizi yang di butuhkan untuk fungsi normal tubuh. Begitu juga sebaliknya bila makanan tidak dipilih dengan baik tubuh akan mengalami kekurangan zat – zat gizi esensial gizi tertentu. Beberapa manfaat bagi tubuh

1) memberi energi dari karbohitrat, lemak, dan protein,

2) pertumbuhan dan pemeliharaan, jaringan tubuh dari protein mineral dan air 3) mengatur proses tubuh dari protein, mineral air dan vitamin (Almatser, 2001).

Menurut Almatser (2001) kekurangan gizi secara umum dapat menyebabkan gangguan pada beberapa proses tubuh yaitu;

a. Pertumbuhan

Anak – anak yang kurang gizi tidak dapat tumbuh menurut potensialnya

b. Produksi tenaga

Kekurangan energi berasal dari makanan yang menyebabkan seseorang kekurangan tenaga untuk bergerak dan melakukan aktifitas.

7-12 bln 8,5 71 800 15 350 5 15

1-3 thn 12 90 1250 23 350 8 20


(29)

c. Pertahanan tubuh

Daya tahan terhadap tekanan dan stres menurunkan sistem imunitas dan anti bodi berkurang, sehingga orang mudah terserang infeksi. Pada anak–anak hal ini menyebabkan kematian.

d. Struktur dan fungsi otak

Kurang gizi pada usia muda dapat berpengaruh terhadap perkembangan mental dan kemampuan berpikir. Otak, mencapai bentuk maksimum pada usia 2 tahun kurang gizi dapat mengakibatkan terganggunya fungsi otak secara permanen.

Makanan yang baik akan memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Fungsi zat gizi bagi tubuh.

1) Memberi energi

Zat-zat dapat memberikan energi bagi tubuh. Zat gizi tersebut adalah karbohidrat, lemak dan protein. Oksidasi zat gizi ini menghasilkan energi yang diperlukan tubuh melakukan aktivitas. Dalam fungsi sebagai zat pemberi energi, ketiga zat tersebut dinamakan zat pembakar.

2) Pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh

Protein, mineral dan air adalah zat pembangun yang diperlukan untuk membentuk sel-sel baru, memelihara dan mengganti sel-sel yang rusak.

3) Mengatur proses tubuh

Protein, mineral, air dan vitamin diperlukan untuk mengatur proses tubuh.Dalam fungsinya ini ke empat zat gizi tersebut dinamakan zat pangatur (Almatsier, 2002).


(30)

2 Status gizi balita

Status gizi adalah suatu keadaan kesehatan individu-individu oleh kelompok-kelompok yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik akan energi dan zat-zat gizi lain yang diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak fisiknya diukur secara antropometri (Suhardjo, 1999).

Status gizi juga dapat diartikan sebagai keadaan tubuh sebagai akibat komsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi (Almatsier, 2002).

2.1 Pengukuran status gizi

Cara pengukuran status gizi balita yang paling sering di masyarakat adalah antropometri gizi yaitu suatu cara yang berhubungan dengan berbagai makanan, pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat usia dan tingkat gizi (Supariasa , dkk, 2001 ).

Parameter status gizi merupakan ukuran tunggal dari tubuh manusia seperti umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak dibawah kulit. Parameter antropometri merupakan dasar dari penelian status gizi. Kombinasi antara beberapa parameter disebut dengan indeks antropometri (Supariasa, dkk, 2001). Beberapa indeks antropometri antara lain (1) berat badan menurut umur, (2) tinggi badan menurut umur, (3) berat badan menurut tinggi badan (Supariasa, dkk,2001;Soekirman, 2000 ).


(31)

Indeks antropometri. Berat badan menurut umur (BB/U). Berat badan merupakan salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitife terhadap perubahan yang mendadak seperti terserang penyakit, infeksi, menurunnya nafsu makan, atau menurunnya jumlah makanan yang di konsumsi (Supariasa, dkk, 2001). Kelebihan indeks BB/U antara lain mudah dan cepat dimengerti oleh masyarakat umum, baik untuk mengukur status gizi akut atau kronis, berat badan dapat berfluktuasi, sangat sensitif terhadap perubahan – perubahan kecil (Supariasa dkk, 2001; Soekirman 2000)

Disamping mempunyai kelebihan, indeks BB/U juga mempunyai beberapa kekurangan antara lain dapat mengakibatkan interpretasi status gizi yang keliru bila terdapat edema dan asites, di daerah pedesaan yang masih terpencil data umur yang akurat, sering terjadi kesalahan dalam pengukuran, secara operasional. Sering mengalami hambatan karena masalah sosial budaya setempat (Soekirman, 2000, Supariasa, dkk 2001).

Tinggi badan menurut umur (TB/U). Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur, pengaruh defesiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan tampak dalam waktu yang relative lama (Supariasa,dkk,2001). Disamping memberikan gambaran status gizi masa lampau, indeks TB/U juga lebih erat kaitannya dengan status ekonomi (Beaton & Bengoa, 1973 dalam Supariasa, dkk, 2000).

Keuntungan indeks TB/U antara lain, baik untuk menilai status gizi masa lampau, ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah dan mudah dibawa, dapat


(32)

dijadikan indikator keadaan social ekonomi penduduk (Soekirman,2000 &Supariasa dkk, 2001)

Adapun kelemahan indeks TB/U antara lain: tinggi badan tidak cepat naik bahkan tidak mungkin turun, pengukuran relative sulit dilakukan karena anda harus berdiri tegak, sehingga diperlukan dua orang untuk mengukurnya, ketepatan umur sulit didapat, tidak dapat digambarkan keadaan gizi saat ini, dan dapat terjadi masalah dalam pembaaan skala (Soekirman, 2000)

Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB ). Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi badan dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB merupakan indicator yang baik untuk menilai status gizi saat ini. Terutama bila data umur yang akurat sulit diperoleh (Supariasa, dkk, Soekirman, 2000)

Keuntungan indeks BB/TB antara lain independent terhadap umur dan ras dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal, kurus)

Kelemahan indeks BB/TB ini adalah tidak dapat memberikan gambaran apakah anak tersebut pendek, normal, tinggi. Sulit untuk melakukan pengukuran tinggi badan, menggunakan dua buah alat ukur, pengukuran relative lama, membutuhkan dua orang untuk melakukannya (Supariasa, dkk, 2001; Soekirman, 2000).

2.2 Klasifikasi Status Gizi

Dalam buku petunjuk teknik pemantauan status gizi, dapat diklasifikasikan menjadi 5, yaitu gizi lebih, gizi baik, gizi sedang, gizi kurang dan


(33)

gizi buruk, buku rujukan yang digunakan adalah WHO–NHCS (Word Health Organization – National Centre for Statistics) dengan indeks berat badan menurut usia (Supariasa, dkk,200). Berat badan adalah suatu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan- perubahan yang mendadak, misalnya terinfeksi penyakit. Baku tentang Antropometri ada beberapa macam, yaitu baku Boston dan Harverd, baku Tunner, dan baku NCHS. Akan tetapi yang direkomendasikan oleh WHO adalah baku NCHS (National Center for Health Statistik), karena pengumpulan datanya lebih menggambarkan populasi yang sebenarnya. Pada baku NCHS juga dibedakan untuk anak laki-laki dan perempuan.

Table 3. Klasifikasi status gizi masyarakat direktorat Bina Gizi masyarakat Depkes RI tahun 1999 (Supariasa, dkk, 2001 hal 76)

Katagori Ambang Batas

Gizi lebih >120 % median BB / U baku WHO - NHCS

Gizi baik 80 % - 120% median BB / U baku WHO - NHCS

Gisi sedang 70 % - 79,9 % median BB / U baku WHO - NHCS

Gizi kurang 60 % - 69,9 % median BB / U baku WHO - NHCS

Gizi buruk < 60 % median BB / U baku WHO - NHCS

2.3 Faktor – faktor yang mempengaruhi status gizi 2.3.1 Pengetahuan


(34)

Apabila seorang ibu mempunyai cukup pengetahuan tentang cara memelihara gizi serta mengatur makanan kejadian gizi kurang akan dapat dihindari. Kurangnya pengetahuan dan salah persepsi tentang kebutuhan pangan dan nilai pangan adalah umum disetiap negara. Hal ini didukung juga dengan penelitian yang dilakukan Sandjaja (2000) yang melaporkan bahwa sebagian besar anak dalam keluarga tertentu dengan sosial ekonomi rendah mempunyai daya adaptasi yang tinggi sehingga mampu tumbuh dan kembang, salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatan.

2.3.2 Sosial Ekonomi

Di negara berkembang seperti Indonesia yang jumlah pendapatan penduduk sebagian besar adalah golongan ekonomi rendah dan menengah sehingga akan berdampak kepada pemenuhan bahan makanan terutama mkanan yang bergizi. Keterbatasan ekonomi yang berarti tidak mampu membeli bahan makanan yang berkualitas baik, maka pemenuhan gizi juga akan terganggu.

2.3.3 Sosial budaya

Pada dasarnya kebiasaan makan seseorang tidak didasarkan akan keperluan fisik akan zat-zat yangterkandung dalam makanan. Kebiasaan ini berasal dari pola makan yang didasarkan pada budaya kelompok dan diajarkan pada seluruh anggota keluarga.Beberapa budaya masyarakat tertentu masih menganut adanya makanan tertentu yang dianggap sebagai pantangan atau kepercayaan tahayul. Orang-orang Indonesia masih banyak yang beranggapan ada beberapa makanan yang harus dhindari atau menjadi pantangan terutama pada kondisi tertentu, misalnya pada ibu hamil. Dikalimantan masih banyak orang beranggapan bahwa ibu hamil harus


(35)

menghindari makan 27 jenis ikan, padahal ikan adalah sumber utama protein yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan janin dan akan berdampak pada kesehatan dan status nutrisi anak kelak setelah lahir.

2.3.4 Status kesehatan

Apabila seseorang mengalami kondisi yang kurang sehat atau mengalami suatu penyakit tertentu maka berpengaruh terhadap selera makannya dan pola diet sehingga terganggu pemenuhan kebutuhan gizi untuk energi dan pertumbuhan, perkembangan, dan kesehatannya. Misalnya orang yang mengalami gangguan dalam saluran pencernaan ( infeksi lambung, kanker kolon, dll) yang harus mengikuti program diet dari dokter dan hal ini akan berdampak pada status nutrisinya. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan- perubahan yang mendadak, misalnya terinfeksi penyakit, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikomsumsi( Supariasa,dkk, 2001).

2.3.5. Pola makan / pemberian makan

Selain pengetahuan, Sumiarta (2005) menyebutkan bahwa pola asuh dan pemberian makanan sangat berpengaruh pada status gizi balita. Pola makan yang seimbang akan menyajikan semua makanan yang berasal dari setiap kelompok makanan dengan jumlahnya sehingga zat gizi dikomsumsi seimbang satu sama lain. Meskipun makanan yang diberikan orang tua kepada anak- anaknya makanan yang


(36)

bergizi, tetapi kalau diberikan tanpa makan yang teratur maka anak- anak tetap saja bisa mengalami gizi buruk (Budianingrum, 2005)

2.4 Masalah – masalah Gizi balita

Masalah gizi adalah gangguan pada beberapa segi kesejahteraan perorangan dan masyarakat yang disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan akan zat gizi yang diperoleh dari makanan (Soekirman, 2000). Di Indonesia saat ini balita menunjukkan prevalensi paling tinggi untuk penyakit kurang energi protein (KEP), defisiensi vitamin A dan anemia defisiensi zat besi (Santosa & Ranti 1999). Kurang energi protein (KEP) adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari – hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi (Supariasa, 2001).

Akibat KEP timbul keadaan KEP derajat yang sangat rendah, tidak banyak ditemukan kelainan dan hanya terdapat pertumbuhan yang kurang, sedang kelainan biokimia maupun gejala klinis tidak ditemukan. Pada keadan yang besar ditemukan 2 tipe, yaitu kwashiorkor dan marasmus (Arisman 2004; Supariasa dkk, 2001).Untuk mengetahui ada tidaknya dan tingkat keparahan KEP perlu dilakukan pengukuran keadaan status gizi anak dan ini disesuaikan dengan klasifikasi KEP yang telah ditetapkan oleh berbagai sarjana di berbagai tempat atau Negara (Soekirman, 2000; Pudjiati, 2000; Arisman, 2004).

Anemia defisiensi zat besi pada anak bisa disebabkan oleh kekurangan zat besi, dan juga adanya peningkatan kebutuhan akan zat besi untuk pembentukan sel darah merah yang lazim berlangsung pada pertumbuhan bayi (Arisman,


(37)

2004).Makanan yang banyak mengandung zat besi adalah makanan yang berasal dari daging hewan, disamping banyak mengandung zat besi serapan zat besi dari sumber makanan tersebut mempunyai angka keterserapan sebesar 20–30 %, sayangnya sebagian besar penduduk di negara yang (belum)sedang berkembang tidak (belum) mampu menyediakan makanan tersebut untuk konsumsi sehari–hari (Arisman, 2004).

Anemia defisiensi zat besi berakibat buruk terhadap anak. Selain menyebabkan anak tambah lemah, juga berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan/kematangan sel otak serta mengahambat produksi dan pemecahan zat senyawa transmiter yang diperlukan untuk mengantar rangsangan pesan dari satu sel neuron ke neuron lainnya. Gangguan ini dapat berpengaruh pada kinerja otak dan kecerdasan anak (Soekirman 2000).

Defisiensi vitamin A dikenal sebagai vitamin penglihatan karena kekurangan vitamin A menyebabkan gangguan penglihatan yang dikenal sebagai buta senja atau xeroptalmia yang berarti mata kering yang dapat berlanjut pada kebutaan (Soekirman 2000).

Kebutaan akibat defisiensi biasanya terjadi pada anak yang berusia antara 1-3 tahun segera setelah anak diberi makanan yang rendah vitamin A dan lemak, semakin muda usia saat terjangkit, semakin parah penyakitnya dan angka kematian yang diakibatkan juga semakin tinggi (Arisman, 2004)

3. Hubungan pengetahuan ibu tentang makanan bergizi terhadap status


(38)

Gizi adalah sejumlah dari semua interaksi antara suatu organisme dan makanan yang dikonsumsinya. Dengan kata lain gizi adalah apa yang seorang makan dan bagaimana tubuh menggunakannya. Gizi merupakan substansi organik dan anorganik yang ditemukan dalam makanan dan dibutuhkan untuk fungsi-fungsi tubuh. Manusia membutuhkan zat-zat gizi esensial dalam makanan untuk tubuh dan mempertahankan semua jaringan tubuh dan semua proses-proses fungsi tubuh yang normal (Kozier, 2004). Sedangkan menurut Supariasa (2001) menyatakan bahwa gizi adalah proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsinya secara normal melaui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahakan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi.

Kemiskinan dan kekurangan persediaan pangan yang bergizi merupakan faktor penting dalam masalah kekurangan gizi, akan tetapi penyebab yang tidak kalah pentingnya adalah kurangnya pengetahuan tentang gizi atau kemampuan untuk menerapkan kemampuan informasi pangan yang diproduksi dan tersedia (Harper, 1986). William merupakan orang yang pertama kali mengidentifikasi dan menjelaskan kwashiorkor melaporkan bahwa di Afrika Barat gizi kurang tidak terjadi karena kemiskinan harta, tetapi kerena kemiskinan pengetahuan tentang kebutuhan-kebutuhan gizi anak. Di Brazil, sikap tidak peduli dan sedikitnya orang yang terlatih dalam soal gizi telah dinyatakan sebagai faktor utama yang menyebabkan kurangnya protein (Berg, 1986).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sanjaya (2000) juga disebutkan bahwa sebagian anak dalam keluarga tertentu dengan sosial ekonomi rendah mempunyai daya adaptasi yang tinggi sehingga mampu tumbuh dan kembang, dan salah satu


(39)

faktor yang mempengaruhinya adalah pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatan. Hal ini senada dengan yang dianggap oleh Berg (1986), bahwa sekalipun daya beli merupakan halangan yang utama, tetapi sebahagian kekurangan gizi akan bisa di atasi kalau orang tua tahu bagaimana seharusnya memanfaatkan segala sumber yang dimiliki. Moehdi (1988) mengatakan bahwa sebagian besar kejadian gizi buruk dapat dihindari apabila ibu mempunyai cukup pengetahuan tentang cara memelihara gizi serta mengatur makanan bagi balitanya.


(40)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN 1. Kerangka konsep penelitian

Kerangka konseptual dalam penelitian ini menjelaskan adanya hubungan antara pengetahuan ibu tentang makanan bergizi terhadap status gizi balita. Selain pengetahuan status gizi dipengaruhi oleh status kesehatan, ekonomi, tingkat pendidikan, sosial budaya dan juga secara langsung dipengaruhi oleh konsumsi makanan (Suhadjo, 1992). Sedangkan pengetahuan itu sendiri dipengaruhi; tingkat pendidikan, sumber informasi, pengalaman (Notoadmojo, 2003)

Pengahuan

Faktor yang Faktor yang

mempengaruhi pengetahuan mempengaruhi status gizi

- Tingkat pendidikan - Status kesehatan

- Sumber informasi - Tingkat pendidikan

- Pengalaman - Sosial ekonomi

 

Pengetahuan ibu tentang makanan

bergizi

 

Status Gizi Balita WHO NCHS


(41)

- Sosial budaya

Skema1. Kerangka konseptual penelitian hubungan pengetahuan ibu tentang

makanan bergizi terhadap status gizi balita

Keterangan :

Variabel yang diteliti

Variabel yang tidak diteliti

2. Defenisi konseptual dan Operasional 2.1 Defenisi konseptual

Pengetahuan ibu adalah merupakan hasil dari “ tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan teradap suatu objek tertentu (Notoatmojo, 2003)

Makanan bergizi adalah segala bahan makanan yang dimakan atau dimasukkan kedalam tubuh yang membentuk atau mengganti jaringan tubuh, Memberi tenaga atau mengatur semua proses dalam tubuh untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan organisme hidup (Dorland, 2003)

Status gizi adalah suatu keadaan kesehatan individu-individu oleh kelompok-kelompok yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik akan energi dan zat-zat lain


(42)

yang diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak fisiknya diukur secara antropometri (Suhardjo, 1996)

2.2 Defenisi Operasional

Pengetahuan adalah pengetahuan ibu yang memiliki balita 0-60 bulan yang berada di kecamatan kotanopan, kabupaten Mandaling Natal tentang makanan bergizi yang tercantum dalam kuesioner pengetahuan, yang berisi tentang pemberian makanan bergizi, jenis makanan, manfaat makanan untuk anak 0-60 bulan yang dibuat oleh peneliti berdasarkan teori dan konsep-konsep yang terkait dalam tinjauan kepustakaan.

Status gizi adalah merupakan status gizi balita di Kecamatan Kotanopan, Kabupaten Mandailing Natal yang dapat dinilai berdasarkan berat badan menurut umur yang dikategorikan dalam kelompok gizi buruk, kurang, sedang, baik dan lebih yaitu penilaian antropometri dengan menggunakan timbangan. Penentuan status gizi balita ditentukan dengan dengan rumus NCHS.

3. Hipotesa Penelitian

Hipotesa dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang makanan bergizi terhadap status gizi balita di kecamatan Kotanopan, Kabupaten Mandaling Natal.


(43)

 

 

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara pengetahuan ibu tentang makanan bergizi terhadap status gizi balita. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain deskriptif korelasi yaitu desain penelitian atau penelaahan hubungan antara dua variable atau lebih pada suatu situasi kelompok sampel (Notoatmodjo, 2002)

2. Populasi dan Sampel

2.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyai anak usia 0 sampai dengan 60 bulan yang bertempat tinggal di kecamatan kotanopan kabupaten Mandailing Natal.


(44)

Dalam penelitian ini diperkirakan jumlah sampel yang ditentukan dengan menggunakan metode power analysis (Polit & Hungler, 1995) yang memperkirakan jumlah minimal sampel berdasarkan pada penetapan alpha (α,tingkat kepercayaan) 1- beta (1- , kekuatan),dan gamma ( , efek populasi). Dari rumusan metode tersebut, perkiraan sampel adalah minimum pada tingkat signifikansi (α) = .05, power = .80 dan efek size ( ) = .30. Berdasarkan table Populaton Correlation Coeffition (Polit & Hungler, 1995), jumlah sampel yang dibutuhkan adalah 88 orang ibu yang mempunyai balita di kecamatan Kotanopan, Kabupaten Mandailng Natal.

Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan teknik probability sampling jenis claster sampling yaitu pengelompokan sampel berdasarkan wilayah atau lokasi populasi (Nursalam, 2003).

Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Ibu yang mengasuh/merawat sendiri balitanya

b. Ibu yang bertempat tinggal di Kecamatan Kotanopan, Kabupatan Mandaling Natal.

c. Ibu yang mampu membaca dan menulis d. Ibu yang bersedia jadi responden


(45)

3. Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian ini di lakukan di kecamatan Kotanopan, Kabupaten Mandailing Natal. Alasan peneliti memilih lokasi adalah karena di daerah tersebut belum pernah dilakukan penelitian tantang status gizi balita. Penelitian dilakukan selama 2 minggu dari tanggal 8-20 Apri 2008.

4. Pertimbangan Etik

Dalam penelitian ini dilakukan pertimbangan etik yaitu pertama peneliti memperkenalkan diri kemudian memberi penjelasan kepala calon responden penelitian tentang tujuan penelitian dan prosedur pelaksanaan penelitian. Apabila calon respondan bersedia maka responden dipersilahkan untuk menandatangani informed consent.

Peneliti juga menjelaskan bahwa responden yang diteliti bersifat sukarela dan jika calon responden tidak bersedia, maka calon responden berhak untuk menolak dan mengundurkan diri selama proses pengumpulan data berlangsung. Penelitian ini tidak menimbulkan resiko bagi individu yang menjadi responden , baik resiko fisik maupun psikologis. Kerahasian catatan mengenai data responden dijaga dengan tidak menuliskan nama responden pada instrumen tetapi hanya menuliskan nomor kode yang digunakan untuk menjaga kerahasiaan semua informasi yang diberikan. Data-data yang diperoleah dari responden juga hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.


(46)

Dalam penelitian ini instrument yang digunakan oleh peneliti adalah alat pengukur berat badan yaitu timbangan berat badan dan alat pengukur tinggi badan yaitu pita pengukur, serta kuesioner untuk mendapatkan informasi data dari responden.

Ada tiga bagian kuesioner yang di gunakan dalam penelitian ini yang di buat oleh peneliti berdasarkan tinjauan kepustakaan, yaitu kuesioner data demografi yang di isi oleh responden, kuesioner demografi berisi tentang; suku bangsa, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan keluarga perbulan, dan apakah ibu pernah mengikuti penyuluhan tentang makanan bergizi atau belum.

Kuesioner pengetahuan ibu tentang makanan bergizi terdiri dari 22 pertanyaan yang berisi tentang cara pemberian makanan , jenis makanan dan manfaat makanan. Kuesioner pengetuhan ibu tentang makanan bergizi terdiri dari 22 pernyataan maka dibuat ketentuan bahwa setiap pernyataan bernilai 1 (satu) untuk jawaban yang benar dan 0 (nol) untuk jawaban yang salah. Jadi nilai tertinggi yang diperoleh adalah 22 dan nilai terendah adalah 0 (nol). Berdasarkan rumus statistika menurut Sudjana (1992)

rentang p = --- banyak kelas

Dimana p merupakan panjang kelas dengan rentang sebesar 22 (selisih nilai tertinggi dan nilai terendah) dan banyak kelas 3 (pengetahuan baik, sedang, dan buruk) maka didapatkan panjang kelas sebesar 22/3 = 7,33 dan nilai terendah 0 sebagai batas


(47)

bawah kelas interval pertama, sehingga pengetahuan ibu tentang makanan bergizi dikategorikan atas interval sebagai berikut:

0-7 = pengetahuan buruk 8-15 = pengetahuan sedang 16-22 = pengetahuan baik

Kuesioner data balita berisi tentang jenis kelamin, tanggal lahir, berat badan sekarang dan tinggi badan sekarang. Skor penilaian untuk status gizi balita ditentukan dalam 5 (lima) macam katagori sesuai dengan standar baku WHO-NCHS yaitu: 5 : status gizi lebih, 4 : status gizi baik, 3 : status gizi sedang, 2 : status gizi kurang, 1 : status gizi buruk

6. Uji validitas dan reliabilitas.

Uji validitas instrument bertujun untuk mengetahui kemampun instrument untuk mengukur apa yang harus di ukur, untuk mendapatkan data yang relevan dengan apa yang diukur (Dempsey & Dempsey, 2002; Notoadmojo, 2002). Validitas instrument akan diuji oleh orang yang ahli dalam penelitian ini.

Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui konsistensi instrument sehingga dapat digunakan untuk penelitian berikutnya dalam ruang lingkup yang sama (Notoadmojo, 2002). Dalam penelitian ini menggunakan reliability konsistensi internal karena pemberian kuesioner hanya satu kali dengan satu bentuk instrument pada subjek studi (Dempsey & Dempsey, 2002). Uji tes ini dilakukan pada 10 0rang responden dengan menggunakan uji K – R 21 (Kuder dan Ricardson 21) dengan hasil


(48)

uji 0,75, yang mengandung arti bahwa instrumen ini reliabel karena hasil uji lebih besar dari 0,70 ( Polit & Hungler, 1995).

6. Pengumpulan data

Setelah mendapatkan izin penelitian dari PSIK, peneliti selanjutnya membawa surat permohonan penelitian kepada Camat Kotanopan, setelah mendapat izin dari camat peneliti melakuakn pengumpulan data dari tangga l8- 20 April 2008. Peneliti mendatangi salah satu desa yang ada di kecamatan kotanopan. Peneliti meminta izi kepada kepala desa yang dikunjungi dan setelah izin didapatkan peneliti mendatangi responden yang sesuai dengan kriteria peneliti ibu dan balita, peneliti menerapkan pertimbangan etik kepada calon responden jika ibu setuju dan telah menandatangani lembar persetujuan penelitian (informed consent), peneliti terlebih dahulu menjelaskan petunjuk pengisian dan memberikan kuesioner data demografi dan kuesioner pengetahuan kepada ibu yang akan diisi sendiri oleh ibu dalam waktu 10-15 menit. Pada saat ibu mengisi kuesioner peneliti melakukan penimbangan berat badan balita dan sekaligus mengisi kuesioner data balita. Ibu diberi kesempatan bertanya apabila dalam pengisian kuesioner ada yang tidak dimengerti oleh ibu. Setelah responden selesai mengisi kuesioner peneliti mengumpulkan kembali kueioner tersebut Demikian selanjutnya sampai semua data terkumpul dan dilakukan analisa data.


(49)

Analisa data dilakukan setelah semua data berupa kuesioner dikumpulkan oleh peneliti dan diperiksa satu persatu. Setelah itu setiap data dan pernyataan dalam kuesioner diberi kode untuk mempermudah proses tabulasi dan analisa data. Data demografi dianalisa untuk mengetahui karakteristik responden.

Untuk mengidentifikasi pengetahuan ibu tentang makanan bergizi dianalisa dengan skala interval dan ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase. Sedangkan untuk mengidentifikasi status gizi dianalisis dengan menggunakan skala berdasarkan standar WHO (NCHS) dan ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Untuk menguji hubungan pengetahuan ibu tentang makanan bergizi terhadap status gizi balita dianalisa secara statistik dengan meggunakan koefisien korelasi Spearmen’s , Interpretasi hasil korelasi didasarkan pada nilai p, kekuatan korelasi, serta arah korelasinya. Tabel 4 merupakan tabel panduan interpretasi hasil uji hipotesis berdasarkan kekuatan korelasi, nilai p, dan arah korelasi.

Peluang untuk diterima dan ditolaknya suatu hipotesis tergantung besar kecilnya perbedaan antara nilai sampel dengan nilai hipotesis. Bila perbedaan tersebut kecil, maka peluang untuk menolak hipotesis menjadi kecil, dan makin besar peluang untuk menolak hipotesis. Maka untuk mengetahui keputusan uji statistik dengan perbandingan hasil p value dengan nilai α (alpha) yaitu; bila nilai p ≤ nilai α, maka keputusannya adalah Ho ditolak dan Ha diterima (yang artinya; ada hubungan/perbedaan yang signifikan antara kelompok data satu dengan kelompok data yang lain) dan bila p > nilai α, maka keputusannya adalah Ho gagal ditolak


(50)

(yang artinya; tidak terdapat hubungan signifikan antara kelompok data satu dengan kelompok dat yang lain) (Arlinda, 2004).

Tabel 4. Panduan interpretasi hasil uji hipotesis berdasarkan kekuatan korelasi, nilai p, dan arah korelasi (Dahlan, 2004).

No Parameter Nilai Nilai

Kekuatan korelasi (r) 0,00-0,199 0,20-0,399 0,40-0,599 0,60-0,799 0,80-1,000

Sangat lemah Lemah Sedang Kuat Sangat kuat

Nilai p P<0,05

P>0,05

Terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel

yang diuji.

Tidak terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang diuji


(51)

Arah korelasi + (positif)

- (negatif)

Searah. Semakin besar nilai satu variebel, semakin besar pula nilai variabel lainnya. Semakin besar nilai satu variabel, semakin kecil variabel lainnya.

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dijabarkan hasil penelitian tentang hubungan pengetahuan ibu tentang makanan bergizi terhadap status gizi balita setelah dilakukan pengumpulan data sejak tanggal 8-20 April 2008 di Kecamatan Kotanopan, Kabupatan Mandaling Natal.


(52)

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Karakteristik Responden

Distribusi responden pada penelitian ini mencakup pekerjaan, pendapatan bulanan, tingkat pendidikan, suku bangsa, jumlah anak dan juga pernah mengikuti penyuluhan gizi balita. Sedangkan distribusi karakteristik balita mencakup jenis kelamin dan usia balita.

Responden pada penelitian ini lebih banyak bekerja sebagai petani (46,6%), lebih separuh berpenghasilan kurang dari Rp. 800.000,- (52,3%). Untuk tingkat pendidikan responden lebih banyak adalah SMA/Sederajat (40,9%). Mayoritas responden adalah suku Mandailing (98,9%) dan lebih banyak memiliki dua orang anak (43,2%). Sebagian responden tidak pernah mengikuti penyuluhan gizi balita (75%). Lebih separuh balita yang dimiliki responden adalah laki-laki (56,8%) dengan umur terbanyak 2 tahun (27,3%). (Tabel 5.1)

Tabel 5.1.Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Ibu yang memiliki balita di Kecamatan Kotanopan, Kabupatan Mandaling Natal Bulan April 2008 (N=88)


(53)

Pekerjaan

- Ibu Rumah Tangga - PNS - Dagang - Tani - Guru - Lainnya 23 6 12 41 5 1 26,1 6,8 13,6 46,6 5,7 1,1 Pendapatan Bulanan - < Rp. 800 ribu - Rp. 800 ribu – 1

Juta - > 1 Juta

46 27 15 52,3 30,7 17,0 Tingkat Pendidikan - SD - SMP/Sederajat - SMA/Sederajat - Diploma/ Perguruan Tinggi 17 24 36 11 19,3 27,3 40,9 12.5 Suku Bangsa - Mandailing - Minang 87 1 89,9 1,1


(54)

Jumlah Anak - 1 Orang - 2 Orang - 3 Orang - 4 Orang - 5 Orang - 6 Orang - 7 Orang - 9 Orang

12 38 18 10 5 3 1 1 13,6 43,2 20,5 11,4 5,7 3,4 1,1 1,1 Mengikuti Penyuluhan Gizi Balita - Pernah - Tidak Pernah

22 66 25,0 75,0

Jenis Kelamin Balita - Laki-Laki - Perempuan 38 50 43,2 56,8 Umur Balita - 1 Tahun - 2 Tahun - 3 Tahun - 4 Tahun - 5 Tahun

23 24 21 15 5 26,1 27,3 23,9 17,0 5,7


(55)

5.2. Pengetahuan Ibu Tentang Makanan Bergizi

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa mayoritas Ibu di Kecamatan Kotanopan, Kabupatan Mandaling Natal telah memiliki pengetahuan yang baik tentang makanan bergizi 86 orang (97,7%) dan 2 orang (2,3%) ibu yang memiliki pengetahuan sedang serta tidak ada ibu yang memiliki pengetahuan buruk (Tabel 5.2.1).

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Pengetahuan Ibu Tentang Makanan Bergizi di Kecamatan Kotanopan, Kabupatan Mandaling Natal Bulan April 2008 (N=88)

Pengetahuan Ibu Frekuensi Persentase

Baik (16-22) Sedang (8-14)

86 2

97,7 2,3

5.3. Status Gizi Balita

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa lebih dari separuh balita memiliki status gizi yang baik 52 balita (59,1%), status gizi sedang 52 balita (28,4%), status gizi lebih sebanyak 6 balita (6,8%) sedangkan untuk status gizi kurang sebanyak 5 balita (5,7%) serta tidak ada balita yang memiliki status gizi buruk (tabel 5.3).


(56)

Tabel. 5.3.Distribusi Frekuensi dan Persentase status gizi balita di Kecamatan Kotanopan, Kabupatan Mandaling Natal Bulan April 2008 (N=88)

Status Gizi Frekuensi Persentase

Lebih (5) Baik (4) Sedang (3) Kurang (2)

6 52 25 5

6,8 59,1 28,4 5,7

5.4.Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Makanan Bergizi Dengan Status Gizi Balita

Analisa statistik secara komputerisasi untuk mengidentifikasi hubungan antara pengetahuan ibu tentang makanan begizi dengan status gizi balita didapatkan nilai koefisien korelasi Spermen (r) sebesar -0,082, dan nilai (p) didapatkan sebesar 0,447. Nilai ini lebih besar dari level of significance (α) sebesar 0,05. ini berarti bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang makanan bergizi terhadap status gizi di kecamatan Kotanopan kabupaten mandailing natal.


(57)

Tabel. 5.4. Hasil analisa hubungan pengetahuan ibu tentang makanan bergizi terhadap status gizi di kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandaling Natal

Variabel 1 Variabel 2 r p Keterngan

Pengetahuan ibu tentang makanan bergizi

Status gizi

balita -0,082 0.447

Tidak ada hubungan

Bersarkan hasil distribusi mean dan standar deviasi didapatkan mean pengetahuan ibu sebesar 19,76 dan standart devuasi 2,182 sedangkan untuk status gizi didapatkan mean 3,69 dan standard deviasi sebesar 0,69.

Tabel 5.5. Distribusi mean dan Standard devuasi pengetahuan ibu tentang makanan bergizi terhadap status gizi balita Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandaling Natal

S.D = Standard Deviasi

5.2. Pembahasan

Dalam pembahasan ini peneliti akan menjawab pertanyaan penelitian, yaitu bagaimana pengetahuan ibu tentang makanan bergizi, status gizi balita, dan hubungan antara pengetahuan ibu tentang makanan bergizi terhadap status gizi balita berdasarkan hasil yang telah dideskripsikan.

Variabel Mean S.D Pengetahuan ibu 19, 76 2,181

Status gizi balita 3,67 0,69


(58)

5.2.1 Pengetahuan ibu tentang makanan bergizi

Pengetahuan ibu tentang makanan bergizi merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan, memberikan daya adaptasi yang tinggi untuk tumbuh kembang anak (Sanjaja, 2000). Apabila ibu memiliki pengetahuan yang baik tentang gizi maka kejadian gizi kurang dan gizi buruk akan dapat dihindari (Sjahmien, 1992). Seorang ibu seharusnya lebih mengerti tentang cara pengolahan makanan yang baik bagi balita untuk kelangsungan tumbuh kembang balitanya (Khomsan, 2004).

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa mayoritas ibu yang menjadi responden 97,7% memiliki pengetahuan yang baik tentang makanan bergizi dan pengetahuan sedang 2,3 %. Ini didukung oleh hasil penelitian dimana didapatkan pendidikan ibu sebagian besar adalah 40, 9% tamat SMU. Sesuai dengan teori bahwa pendidikan merupakan salah satu factor eksternal yang dapat mempengaruhi pengetahuan (Notoadmodjo,1997). Menurut Notoadmodjo (2003), banyak factor yang mempengaruhi pengetahuan yaitu pendidikan , persepsi, motivasi dan pengalaman. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui pendidikan pormal dan semakin tinggi pendidikan maka semakin luas pengetahuan seseorang. Menurut Notoadmojo (2003) pengetahuan merupakan domain dari perilaku. Ada 2 faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal meliputi objek, orang, kelompok dan hasil-hasil kebudayaan yang dijadikan acuan dalam mewujudkan bentuk perilaku. Sedangkan faktor internal berupa persepsi, kecerdasan, motivasi, minat, dan emosi mengelola pengaruh- pengaruh


(59)

dari luar Jika seseorang mendapatkan pengetahuan baru maka akan menimbulkan respon dalam bentuk tidakan atapun praktek.

Kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi sering kali merupakan rintangan terpenting dalam upaya pemenuhan kebutuhan pangan. Hal tersebut dapat diatasi dengan cara memberikan pendidikan dan pengertian kepada ibu tentang masalah gizi, sehingga jumlah kasus kurang gizi pada balita dari yang paling rendah sampai paling berat dapat dihindari jika diberikan asuhan yang baik dan benar. Pengetahuan ibu tentang pemeliharaan makanan yang baik, cara pengolahan makanan dengan membersihkan dengan baik sehingga tidak mengurangi nilai gizi yang terkandung dalam makanan tersebut (Khumaidi, 1994)

5.2.2 Status gizi balita

Status gizi merupakan keadaan sehat individu yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik akan energi dan zat-zat gizi lain yang diperoleh dari makanan yang dampak fisiknya akan diukur secara antropometri (Suhardjo, 1996). Status gizi balita sangat bergantung pada apa yang dikonsumsi dan bagaimana penggunaan zat-zat gizi dari makanan yang diperolehnya (Almatsier, 2002).

Dari 88 responden didapatkan, balita yang mengalami status gizi lebih 6 orang (6,8%), balita yang mengalami status gizi baik 52 orang (59,1%), balita yang status gizi sedang 25 orang (28,4%), dan balita yang memiliki status gizi kurang 5 orang (5,7) dan tidak ada balita yang mengalami gizi buruk. Hal ini menunjukkan separuh dari balita sudah memiliki status gizi baik (59,1%). Dalam penelitian ini status gizi dipengaruhi oleh tingkat pendidikan ibu dimana dari hasil penelitian didapatkan bahwa lebih banyak ibu yang tingkat pendidikannya adalah SMA 40,9%


(60)

tingkat SMP 27,3%, perguruan tinggi/diploma 12,5% dan SD 19,3%. dari hasil ini peneliti berasumsi bahwa salah satu factor yang mempengaruhi status gizi balita adalah tinggkat pendidikan ibu dimana semakin tinggi tingkat pendidikan ibu maka semakin baik status gizi balitanya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Sasmila (2005) yang mengatakan bahwa ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan status gizi balita. Selain itu dari hasil penelitian didapatkan lebih banyak responden memiliki jumlah anak 2 orang (43,2%). Menurut Santoso (2005) bahwa jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi kuantitas dan kualitas komsumsi makanan anggota keluarganya terutama balita yang sedang dalam tahap perkembangan dan pertumbuhan sehingga berpengaruh pada pemenuhan zat gizi yang dibutuhkan balita.

Menurut Sumiarta (2005) bahwa pola asuh dan pemberian makanan sangat berpengaruh pada status gizi balita. Pola makan yang seimbang akan menyajikan semua makanan yang berasal dari setiap kelompok makanan dengan jumlahnya sehingga zat gizi dikomsumsi seimbang satu sama lain. Meskipun makanan yang diberikan orang tua kepada anak- anaknya makanan yang bergizi, tetapi kalau diberikan tanpa makan yang teratur maka anak- anak tetap saja bisa mengalami gizi buruk.

5.2.3 Hubungan pengetahuan ibu tentang makanan bergizi terhadap status gizi balita

Berdasarkan analisa identifikasi hubungan pengetahuan ibu tentang makanan bergizi terhadap status gizi balita didapatkan hubungan yang sangat lemah dan tidak signifikan antara pengetahuan ibu tentang makanan bergizi dengan status gizi balita


(61)

(r = 0,082, p = 0,447), sehingga dapat disimpulkan hipotesa penelitian ditolak, artinya pernyataan hipotesa adanya hubungan pengetahuan ibu tentang makanan bergizi terhadap status gizi balita tidak dapat diterima. Hasil ini sesuai dengan penelian yang dilakukan oleh Mulfiana (2005) bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang gizi terhadap status gizi balita di Kecamatan Medan Selayang.

Selain pengetahuan banyak faktor yang mempengaruhi status gizi, secara umum dipengaruhi oleh status kesehatan, tingkat pendidikan, sosial ekonomi, politik, dan juga sosial budaya serta secara langsung dipengaruhi oleh komsumsi makanan (Suhardjo, 1992). Dari hasil penelitian ditemukan pendapatan perbulan dari lebih dari separuh 52,3 % berpenghasilan < 800 ribu, 30,7 % Rp 800 ribu -1 juta dan 17,0 % > 1 juta. Hal ini senada dengan yang dianggap oleh Berg (1986), bahwa daya beli seseorang mempengaruhi status gizi. Keterbatasan ekonomi berarti tidak mampu memberi bahan makanan yang berkualitas baik, maka pemenuhan gizi juga akan semakin berkurang. Tingkat pendapatan keluarga atau rumah tangga menentukan pola makan apa yang dibeli dengan uang tersebut. Thomas (1998) mengatakan bahwa peningkatan pendapatan keluarga dapat meningkatkan komsumsi pangan yang sehat, sanitasi dan perilaku sehat yang akhirnya meningkatkan status gizi keluarganya.

Harver (1986) juga mengatakan bahwa selain faktor pengetahuan ada faktor - faktor lain yang mempengaruhi status gizi balita, yaitu faktor ketersediaan pangan, faktor sosial budaya dan faktor pribadi. Faktor ketersedian pangan meliputi cara penyediaan pangan di suatu daerah, peran sosial serta tingkat pendapatan. Faktor sosial budaya merupakan faktor sosial budaya dari satu keluarga. Faktor ini meliputi


(62)

bagaimana, kapan dan dalam kombinasi yang bagaimana pangan disajikan di dalam keluarga. Faktor pribadi meliputi pengetahuan gizi yang dimiliki seseorang, kemampuan seseorang untuk menerapkan pengetahuan tentang makanan bergizi kedalam pemilihan pangan dan pengembangan cara pemanfaatan pangan, serta hubungan keadaan kesehatan seseorang dengan kebutuhan akan pangan untuk pemeliharaan kesehatan dan pengobatan penyakit.

Pengetahuan merupakan domain dari prilaku. Dimana jika seseorang mendapatkan pengetahuan baru kemudian menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap untuk selanjutnya menimbulkan respon dalam bentuk tindakan atau praktek (Bloom, 1908) dalam Notoadmojo, 2003). Walaupun kesadaran dan pengetahuan masyarakat sudah tinggi akan kesehatan, namun praktek tentang kesehatan atau prilaku hidup sehat masyarakat yang masih rendah akan mempengaruhi terhadap kesehatannya, hal ini bisa disebabkan oleh faktor- faktor lain selain faktor predisposisi yang salah satunya adalah pengetahuan. Yang dapat mempengaruhi seseorang untuk berprilaku sehat adalah adanya faktor pendukung, sarana dan prasarana yang memadai (Notoadmojo, 2003). Oleh karena itu, dalam penelitian ini faktor pengetahuan ibu tentang makanan bergizi bukanlah faktor utama yang mempengaruhi status gizi balita di Kecamatan Kotanopan, Kabupaten Mandailing Natal.


(63)

BAB 6

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

6.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dari 88 responden yang diteliti didapatkan yang berpengetahuan baik sebanyak 86 orang (97,7 %) dan yang berpengetahuan sedang sebanyak 2 orang (2,3 %). Status gizi balita di Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal di dapatkan bahwa dari 88 balita yang diteliti lebih dari setengahnya adalah gizi baik 52 orang (59,1 %), kemudian status gizi sedang 25 balita (28,4 %), gizi lebih sebanyak 6 orang (6,8 %), gizi kurang 5 orang (5,7 %). Dalam penelitian ini tidak ditemukan adanya gizi buruk.

Berdasarkan hasil pengkorelasian yang dilakukan dengan program SPSS dengan menggunakan pormula korelasi Spearman didapatkan bahwa nilai korelasi (r) adalah -0,082 dengan signifikansi (p) adalah 0,447, terdapat hubungan yang tidak signifikan antara pengetahuan ibu tentang makanan bergizi terhadap status gizi balita di Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesa penelitian tidak dapat diterima (p>0,05), artinya tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang makanan bergisizi terhadap status gizi balita di Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal.


(64)

6.2 Rekomendasi

a) Untuk pendidikan keperawatan

Dari hasil penelitian ini disarankan kepada tenaga kesehatan dan keder-kader Posyandu yang memiliki pengetahuan yang luas tentang gizi agar dapat memberikan pendidikan dan penyuluhan kepada ibu-ibu yang memiliki balita agar benar benar menerapkan pengetahuan yang mereka miliki sehingga status gizi anak dapat ditingkatkan dan sebagai informasi bagi pendidikan keperawatan untuk dapat mengkaji lebih jauh faktor apa yang paling mempengaruhi status gizi balita di Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal

b) Untuk praktek keperawatan

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan di komunitas tentang gizi balita, perawat diharapkan lebih mengkaji secara komperhensif faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi balita, sehingga dapat menempatkan intervensi yang tepat.

c) Untuk penelitian selanjutnya

Pada penelitian selanjutnya perlu dipertimbangkan jumlah sampel yang lebih banyak dan pengukuran status gizi balita tidak hanya menggunakan indeks berat badan menurut umur saja agar dapat lebih menggambarkan keadaan yang sebenarnya tentang hubungan pengetahuan ibu dengan status gizi balita, kemudian juga perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengidentifikasi faktor-faktor apa yang mempengaruhi status gizi balita selain pengetahuan ibu tentang makanan bergizi di Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal


(65)

DAFTAR PUSTAKA

Almatsar,S. (2001), Perinsip dasar ilmu gizi, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Arlinda,S. (2004). Kompilasi Statistik kesehatan, Medan : Bagian Ilmu kesehatan

masyarakat / ilmu kedoktewran komunitas/ ilmu kedoteran pencegahan FK USU

Arisman. (2004). Buku ajar ilmu gizi ; Gizi dalam daur kehidupan. Jakarta: EGC

Aritonang, I. (1996). Pemantauan pertumbuhan balita. Petunjuk praktis menilai status gizi dan kesehatan. Yogyakarta: Kanisius

Azwar, A. (2000), Pedoman Pemberian Makanan Pendamping Asi, di buka tanggal 20 oktober 2007 dari: http://www. gizi. net /download /mp-asi.doc.

Baliwati, Y, dkk. (2004), Pengantar pangan dan gizi. Jakarta :penebarb swadaya

Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut. (2006). Sumatera Utara dalam angka

Berg, A. (1986). Peranan gizi dalam pembangunan nasional (terjamahan). Jakarta: Rajawali.

Burns and Grove, S.K (2001). The Practice of nursing research counduct, critique & utilization 4th editon. USA :W.B. Saunders Company.

Dahlan,, M.S.(2004). Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : PT. Arkans

Depkes RI (2005) Profil kesehatan Indonesia 2005. dibuka pada website: http.//www, depkes.co. id. Pada tanggal 6 januari 2008)


(66)

Mulfiana, E. (2005). Hubungan pengetahuan ibu tentang gizi terhadap status gizi balita. Ilmu keperawatan SI Fakultas kedokteran USU.

Grigsby, D .G.(2003), Malnutrition. Dibuka Tanggal 20 Januari 2008 dari: http//www. emedicine.com/ped/topic/1360. htm

Grodner, M.et al. (2000). Nutrition and nursing. St. Lois:Mosby, inc.

Harver,L, J.,et. al (1986). Panngan,gizi dan pertanian ((terjumlah). Jakarta :Universitas Sumatra Utara

Khomsan,A (2004). Peran pangan dan gizi untuk kualitas hidup. Jakarta :PT.Grasido

Kozier,B. et al. (2004). Fundamentals of Nursing: Conceps, proces, and practice (7thod). Upper sad les piver. Pearson Education, Inc.

Moehji, S. (1988). Pemeliharaan gizi bayi dan balita. Jakarta: Bharata karya Aksara.

Notoadmojolo, S (2003). Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka cipta

Notoadmojo, S. (2002). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Nursalam (2003).Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan : pedoman skiripsi, tesis, dan instrumen penelitian. Edisi pertama. Jakarta: Salemba Medika.

Pudjiati, S. (2000). Ilmu gizi klinis pada anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Polit & Hungler. (1995). Nursing Research 5 th edition. Principals and Methods. Philadelphia : JB Lippincott

Robert B.W Wiliams, S.R.(2000). Nutritroo throughout the life cycle (4thed) Mc Singapore:Graw-Hill Book companies, Inc.


(1)

Tabel 5 Katagori Status Gizi

Berdasarkan Indeks Berat Badan Menurut Umur (BB/U) Anak Perempuan Umur 0-60 Bulan

Umur (Bulan) Status Gizi Umur (Bulan) Status Gizi Buruk( kg) Kurang (kg) Sedang (kg) Baik (kg) Lebih (kg) Buruk (kg) Kurang (kg) Sedang (kg) Baik (kg) Lebih (kg) 0 1 2 3 4 5 6 7

≤ 1,8 ≤ 2,3 ≤ 2,7 ≤ 3,1 ≤ 3,5 ≤ 3,9 ≤ 4,2 ≤ 4,5

1,9-2,1 2,4-2,7 2,8-3,2 3,2-3,7 3,6-4,1 4,0-4,6 4,3-4,9 4,6-5,3 2,3-2,5 2,8-3,1 3,3-3,7 3,8-4,2 4,2-4,7 4,7-5,3 5,0-5,7 5,4-6,1 2,6-3,8 3,2-4,8 3,8-5,6 4,3-6,5 4,8-7,2 5,4-8,0 5,8-8,6 6,2-9,2 ≥3,9 ≥4,9 ≥5,7 ≥6,6 ≥7,3 ≥8,1 ≥8,7 ≥9,3 31 32 33 34 35 36 37

≤ 7,8 ≤ 7,9 ≤ 7,9 ≤ 8,1 ≤ 8,2 ≤ 8,2 ≤ 8,5

7,9-9,1 8,0-9,2 8,0-9,3 8,2-9,4 8,3-9,6 8,3-9,6 8,6-9,9 9,2-10,4 9,3-10,5 9,4-10,6 9,5-10,8 9,7-10,9 9,7-11,0 10,0-11,3 10,5-15,7 10,6-16,0 10,7-16,1 10,9-16,3 11,0-16,6 11,1-16,7 11,4-17,2 ≥15,8 ≥16,1 ≥16,2 ≥16,4 ≥16,7 ≥16,8 ≥17,3


(2)

8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23

≤ 4,8 ≤ 5,1 ≤ 5,2 ≤ 5,4 ≤ 5,6 ≤ 5,8 ≤ 5,9 ≤ 6,0 ≤ 6,1 ≤ 6,3 ≤ 6,4 ≤ 6,5 ≤ 6,6 ≤ 6,7 ≤ 6,8 ≤ 6,9

4,9-5,6 5,2-5,9 5,3-6,1 5,5-6,3 5,7-6,6 5,9-6,8 6,0-6,9 6,1-7,0 6,2-7,2 6,4-7,3 6,5-7,5 6,6-7,6 6,7-7,7 6,8-7,9 6,9-8,0 7,0-8,1 5,7-6,5 6,0-6,8 6,2-7,0 6,4-7,3 6,7-7,5 6,9-7,7 7,0-7,9 7,1-8,1 7,3-8,2 7,4-8,4 7,6-8,5 7,7-8,7 7,8-8,9 8,0-9,0 8,1-9,1 8,2-9,3 6,6-9,8 6,9-10,3 7,1-10,7 7,4-11,0 7,6-11,4 7,8-11,8 8,0-12,0 8,2-12,2 8,3-12,5 8,5-12,7 8,6-13,0 8,8-13,2 9,0-13,4 9,1-13,7 9,2-13,8 9,4-14,0 ≥9,9 ≥10,4 ≥10,8 ≥11,1 ≥11,5 ≥11,9 ≥12,1 ≥12,3 ≥12,6 ≥12,8 ≥13,1 ≥13,2 ≥13,5 ≥13,8 ≥13,9 ≥14,1 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53

≤ 8,5 ≤ 8,7 ≤ 8,8 ≤ 8,8 ≤ 9,0 ≤ 9,0 ≤ 9,1 ≤ 9,2 ≤ 9,3 ≤ 9,4 ≤ 9,5 ≤ 9,6 ≤ 9,6 ≤ 9,7 ≤ 9,8 ≤ 9,9

8,6-10,0 8,8-10,1 8,9-10,3 8,9-10,3 9,1-10,5 9,1-10,5 9,2-10,7 9,3-10,8 9,4-10,9 9,5-11,0 9,6-11,1 9,7-11,2 9,7-11,2 9,8-11,4 9,9-11,5 10,0-11,6 10,1-11,4 10,2-11,6 10,4-11,7 10,4-11,8 10,6-12,0 10,6-12,1 10,8-12,2 10,9-12,3 11,0 -12,5 11,1-12,5 11,2-12,7 11,3-12,8 11,3-12,9 11,5-13,0 11,6-13,1 11,7-13,3 11,5-17,3 11,7-17,5 11,8-17,8 11,9-17,9 12,1-18,1 12,2-18,2 12,3-18,5 12,4-18,6 12,6-18,8 12,6-19,0 12,8-19,2 12,9-19,3 13,0-19,4 13,1-19,7 13,2-19,8 13,4-20,0 ≥17,4 ≥17,6 ≥17,9 ≥18,0 ≥18,2 ≥18,3 ≥18,6 ≥18,7 ≥18,9 ≥19,1 ≥19,3 ≥19,4 ≥19,5 ≥19,8 ≥19,9 ≥20,1


(3)

Keterangan:

Gizi buruk: <60% Median BB/U Baku WHO-NCHS, 1983 Gizi kurang: 60% Median BB/U Baku WHO-NCHS, 1983 Gizi sedang: 70% Median BB/U Baku WHO-NCHS, 1983

Gizi baik: 80% - 120% Median BB/U Baku WHO-NCHS, 1983 Gizi lebih: >120% Median BB/U Baku WHO-NCHS

24 25 26 27 28 29 30

≤ 7,0 ≤ 7,2 ≤ 7,3 ≤ 7,3 ≤ 7,5 ≤ 7,6 ≤ 7,6

7,1-8,2 7,3-8,4 7,4-8,5 7,4-8,6 7,6-8,7 7,7-8,9 7,7-8,9

8,3-9,4 8,5-9,6 8,6-9,7 8,7-9,8 8,8-10,0 9,0-10,1 9,0-10,2

9,5-14,3 9,7-14,5 9,8-14,8 9,9-14,9 10,1-15,1 10,2-15,4 10,3-15,5

≥14,4 ≥14,6 ≥14,9 ≥15,0 ≥15,2 ≥15,5 ≥15,6

54 55 56 57 58 59 60

≤ 10,0 ≤ 10,1 ≤ 10,2 ≤ 10,2 ≤ 10,3 ≤ 10,4 ≤ 10,5

10,1-11,7 10,2-11,8 10,3-11,9 10,3-11,9 10,4-12,1 10,5-12,2 10,6-12,3

11,8-13,3 11,9-13,5 12,0-13,6 12,0-13,7 12,2-13,8 12,3-13,9 12,4-14,1

13,4-20,2 13,6-20,4 13,7-20,5 13,8-20,6 13,9-20,9 14,0-21,0 14,2-21,2

≥20,3 ≥20,5 ≥20,6 ≥20,7 ≥21,0 ≥21,1 ≥21,3


(4)

Reliabilitas Instrumen

No P1 P2 P3 P4  P5  P6  P7 P8 P9 P10  P11  P12  P13  P14  P15 P16 P17 P1

1 1 1  1 1  1  1 1 1 1 1 1 0 1  1  1 1 1 1

2 1  1  1 1  1  1 1 1 1 1 1 1  1  0 1 1 1 1

3 1  1  1 0  1  1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1

4 1  1  1 1  1  0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1

5 1  1  1 1  1  1 1 1 1 1 1 1  1  1  1 1 1 1

6 1  1  1 1  1  1 1 1 1 0 1 1  1  0 1 1 1 1

7 0 1  1 1  1  1 1 1 1 1 1 1  1  1  1 1 1 1

8 0 1  1 1  1  1 1 1 1 1 1 1  1  1  1 1 1 1

9 1  1  1 1  1  1 1 1 1 1 1 1  1  1  1 1 1 1

10 1  1  1 1  1  1 1 1 1 0 1 1  1  1  1 1 1 1

NP 8 10 10 9 10 9 10 10 10 8 8 9 9 7 10 10 10 1

P 0,8 1 1 0,9 1 0,9 1 1 1 0,8 0,8 0,9 0,9 0,7 1 1 1 1 Q 0,2 0 0 0,1 0 0,1 0 0 0 0,2 0,2 0.1 0,1 0,3 0 0 0 0 P.Q 0,16 0 0 0,09 0 0.09 0 0 0 0,16 0,16 0,09 0,09 0,21 0 0 0 0


(5)

Nonparametric Correlations

Correlations

1.000 -.082

. .447

88 88

-.082 1.000

.447 .

88 88

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)

N

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)

N Pengetahuan Ibu

Status Gizi Balita Spearman's rho

Pengetahuan Ibu

Status Gizi Balita


(6)

CURICULUM VITAE

Nama : Winda Morani

Tempat/tanggal Lahir :7 Maret 1984/ Manambin Kec. Kotanopan Kabupaten Madina

Agama : Islam

Alamat Rumah : Manambin, kec Kotanopan Kab Madina

Riwayat Pendidikan : 1. SD Negeri142624 Manambin, Kotanopan (1991-1997) 2. SLTP Negeri 1 Kotanopan, Madina (1997-2000)

3. SMU Negeri 1 Kotanopan, Madina (2000-2003)


Dokumen yang terkait

Gambaran Penyediaan Pangan dan Status Gizi Balita pada Keluarga petani di Desa Hutapungkut Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2011.

6 60 72

Pengaruh Pola Asuh Ibu terhadap Status Gizi Balita Keluarga Miskin di Kecamatan Panyabungan Utara Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2011

3 53 96

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG GIZI DAN PARTISIPASI IBU KE POSYANDU DENGAN PEMBERIAN MAKANAN BERGIZI KEPADA ANAK BALITA DI KECAMATAN TIRTO KABUPATEN PEKALONGAN

1 5 88

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG GIZI BALITA, ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN BALITA DENGAN STATUS Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Balita, Asupan Energi Dan Protein Balita Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Banyudono I Kabupaten Boyolal

0 2 17

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG MAKANAN BALITA TERHADAP STATUS GIZI BALITA DI DESA MALANGJIWAN, KECAMATAN COLOMADU, KABUPATEN Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Tentang Makanan Balita Terhadap Status Gizi Balita Di Desa Malangjiwan, Kecamatan

0 2 11

KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG MAKANAN Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Tentang Makanan Balita Terhadap Status Gizi Balita Di Desa Malangjiwan, Kecamatan Colomadu, Kabupaten Karanganyar.

0 2 16

PENDAHULUAN Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Tentang Makanan Balita Terhadap Status Gizi Balita Di Desa Malangjiwan, Kecamatan Colomadu, Kabupaten Karanganyar.

0 2 4

DAFTAR PUSTAKA Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Tentang Makanan Balita Terhadap Status Gizi Balita Di Desa Malangjiwan, Kecamatan Colomadu, Kabupaten Karanganyar.

0 4 5

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PENYUSUNAN MENU BALITA DENGAN STATUS GIZI BALITA DI DESA KEMIRI, KECAMATAN KALORAN, KABUPATEN TEMANGGUNG.

0 2 249

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU TENTANG GIZI BALITA DAN POLA MAKAN BALITA TERHADAP STATUS GIZI BALITA DI KELURAHAN SRIHARDONO KECAMATAN PUNDONG.

1 6 174