dijadikan indikator keadaan social ekonomi penduduk Soekirman,2000 Supariasa dkk, 2001
Adapun kelemahan indeks TBU antara lain: tinggi badan tidak cepat naik bahkan tidak mungkin turun, pengukuran relative sulit dilakukan karena anda harus
berdiri tegak, sehingga diperlukan dua orang untuk mengukurnya, ketepatan umur sulit didapat, tidak dapat digambarkan keadaan gizi saat ini, dan dapat terjadi
masalah dalam pembaaan skala Soekirman, 2000 Berat badan menurut tinggi badan BBTB . Berat badan memiliki hubungan
yang linier dengan tinggi badan dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Indeks
BBTB merupakan indicator yang baik untuk menilai status gizi saat ini. Terutama bila data umur yang akurat sulit diperoleh Supariasa, dkk, Soekirman, 2000
Keuntungan indeks BBTB antara lain independent terhadap umur dan ras dapat membedakan proporsi badan gemuk, normal, kurus
Kelemahan indeks BBTB ini adalah tidak dapat memberikan gambaran apakah anak tersebut pendek, normal, tinggi. Sulit untuk melakukan pengukuran
tinggi badan, menggunakan dua buah alat ukur, pengukuran relative lama, membutuhkan dua orang untuk melakukannya Supariasa, dkk, 2001; Soekirman,
2000.
2.2 Klasifikasi Status Gizi
Dalam buku petunjuk teknik pemantauan status gizi, dapat diklasifikasikan menjadi 5, yaitu gizi lebih, gizi baik, gizi sedang, gizi kurang dan
Universitas Sumatera Utara
gizi buruk, buku rujukan yang digunakan adalah WHO–NHCS Word Health Organization – National Centre for Statistics dengan indeks berat badan menurut
usia Supariasa, dkk,200. Berat badan adalah suatu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan- perubahan
yang mendadak, misalnya terinfeksi penyakit. Baku tentang Antropometri ada beberapa macam, yaitu baku Boston dan Harverd, baku Tunner, dan baku NCHS.
Akan tetapi yang direkomendasikan oleh WHO adalah baku NCHS National Center for Health Statistik, karena pengumpulan datanya lebih menggambarkan
populasi yang sebenarnya. Pada baku NCHS juga dibedakan untuk anak laki-laki dan perempuan.
Table 3. Klasifikasi status gizi masyarakat direktorat Bina Gizi masyarakat Depkes RI tahun 1999 Supariasa, dkk, 2001 hal 76
Katagori Ambang Batas
Gizi lebih 120 median BB U baku WHO - NHCS
Gizi baik 80 - 120 median BB U baku WHO - NHCS
Gisi sedang 70 - 79,9 median BB U baku WHO - NHCS
Gizi kurang 60 - 69,9 median BB U baku WHO - NHCS
Gizi buruk 60 median BB U baku WHO - NHCS
2.3 Faktor – faktor yang mempengaruhi status gizi
2.3.1 Pengetahuan
Universitas Sumatera Utara
Apabila seorang ibu mempunyai cukup pengetahuan tentang cara memelihara gizi serta mengatur makanan kejadian gizi kurang akan dapat dihindari. Kurangnya
pengetahuan dan salah persepsi tentang kebutuhan pangan dan nilai pangan adalah umum disetiap negara. Hal ini didukung juga dengan penelitian yang dilakukan
Sandjaja 2000 yang melaporkan bahwa sebagian besar anak dalam keluarga tertentu dengan sosial ekonomi rendah mempunyai daya adaptasi yang tinggi
sehingga mampu tumbuh dan kembang, salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatan.
2.3.2 Sosial Ekonomi
Di negara berkembang seperti Indonesia yang jumlah pendapatan penduduk sebagian besar adalah golongan ekonomi rendah dan menengah sehingga akan
berdampak kepada pemenuhan bahan makanan terutama mkanan yang bergizi. Keterbatasan ekonomi yang berarti tidak mampu membeli bahan makanan yang
berkualitas baik, maka pemenuhan gizi juga akan terganggu.
2.3.3 Sosial budaya
Pada dasarnya kebiasaan makan seseorang tidak didasarkan akan keperluan fisik akan zat-zat yangterkandung dalam makanan. Kebiasaan ini berasal dari pola
makan yang didasarkan pada budaya kelompok dan diajarkan pada seluruh anggota keluarga.Beberapa budaya masyarakat tertentu masih menganut adanya makanan
tertentu yang dianggap sebagai pantangan atau kepercayaan tahayul. Orang-orang Indonesia masih banyak yang beranggapan ada beberapa makanan yang harus
dhindari atau menjadi pantangan terutama pada kondisi tertentu, misalnya pada ibu hamil. Dikalimantan masih banyak orang beranggapan bahwa ibu hamil harus
Universitas Sumatera Utara
menghindari makan 27 jenis ikan, padahal ikan adalah sumber utama protein yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan janin dan akan berdampak pada kesehatan dan
status nutrisi anak kelak setelah lahir.
2.3.4 Status kesehatan
Apabila seseorang mengalami kondisi yang kurang sehat atau mengalami suatu penyakit tertentu maka berpengaruh terhadap selera makannya dan pola diet
sehingga terganggu pemenuhan kebutuhan gizi untuk energi dan pertumbuhan, perkembangan, dan kesehatannya. Misalnya orang yang mengalami gangguan
dalam saluran pencernaan infeksi lambung, kanker kolon, dll yang harus mengikuti program diet dari dokter dan hal ini akan berdampak pada status nutrisinya. Massa
tubuh sangat sensitif terhadap perubahan- perubahan yang mendadak, misalnya terinfeksi penyakit, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan
yang dikomsumsi Supariasa,dkk, 2001.
2.3.5. Pola makan pemberian makan
Selain pengetahuan, Sumiarta 2005 menyebutkan bahwa pola asuh dan pemberian makanan sangat berpengaruh pada status gizi balita. Pola makan yang
seimbang akan menyajikan semua makanan yang berasal dari setiap kelompok makanan dengan jumlahnya sehingga zat gizi dikomsumsi seimbang satu sama lain.
Meskipun makanan yang diberikan orang tua kepada anak- anaknya makanan yang
Universitas Sumatera Utara
bergizi, tetapi kalau diberikan tanpa makan yang teratur maka anak- anak tetap saja bisa mengalami gizi buruk Budianingrum, 2005
2.4 Masalah – masalah Gizi balita
Masalah gizi adalah gangguan pada beberapa segi kesejahteraan perorangan dan masyarakat yang disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan akan zat gizi
yang diperoleh dari makanan Soekirman, 2000. Di Indonesia saat ini balita menunjukkan prevalensi paling tinggi untuk penyakit kurang energi protein KEP,
defisiensi vitamin A dan anemia defisiensi zat besi Santosa Ranti 1999. Kurang energi protein KEP adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya
konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari – hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi Supariasa, 2001.
Akibat KEP timbul keadaan KEP derajat yang sangat rendah, tidak banyak ditemukan kelainan dan hanya terdapat pertumbuhan yang kurang, sedang kelainan
biokimia maupun gejala klinis tidak ditemukan. Pada keadan yang besar ditemukan 2 tipe, yaitu kwashiorkor dan marasmus Arisman 2004; Supariasa dkk, 2001.Untuk
mengetahui ada tidaknya dan tingkat keparahan KEP perlu dilakukan pengukuran keadaan status gizi anak dan ini disesuaikan dengan klasifikasi KEP yang telah
ditetapkan oleh berbagai sarjana di berbagai tempat atau Negara Soekirman, 2000; Pudjiati, 2000; Arisman, 2004.
Anemia defisiensi zat besi pada anak bisa disebabkan oleh kekurangan zat besi, dan juga adanya peningkatan kebutuhan akan zat besi untuk pembentukan sel
darah merah yang lazim berlangsung pada pertumbuhan bayi Arisman,
Universitas Sumatera Utara
2004.Makanan yang banyak mengandung zat besi adalah makanan yang berasal dari daging hewan, disamping banyak mengandung zat besi serapan zat besi dari sumber
makanan tersebut mempunyai angka keterserapan sebesar 20–30 , sayangnya sebagian besar penduduk di negara yang belumsedang berkembang tidak belum
mampu menyediakan makanan tersebut untuk konsumsi sehari–hari Arisman, 2004.
Anemia defisiensi zat besi berakibat buruk terhadap anak. Selain menyebabkan anak tambah lemah, juga berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangankematangan sel otak serta mengahambat produksi dan pemecahan zat senyawa transmiter yang diperlukan untuk mengantar rangsangan pesan dari satu sel
neuron ke neuron lainnya. Gangguan ini dapat berpengaruh pada kinerja otak dan kecerdasan anak Soekirman 2000.
Defisiensi vitamin A dikenal sebagai vitamin penglihatan karena kekurangan vitamin A menyebabkan gangguan penglihatan yang dikenal sebagai buta senja atau
xeroptalmia yang berarti mata kering yang dapat berlanjut pada kebutaan Soekirman 2000.
Kebutaan akibat defisiensi biasanya terjadi pada anak yang berusia antara 1-3 tahun segera setelah anak diberi makanan yang rendah vitamin A dan lemak,
semakin muda usia saat terjangkit, semakin parah penyakitnya dan angka kematian yang diakibatkan juga semakin tinggi Arisman, 2004
3. Hubungan pengetahuan ibu tentang makanan bergizi terhadap status
gizi balita
Universitas Sumatera Utara