Posisi, Peran Dan Aspirasi Karyawan Perempuan : ( Analisis Gender Terhadap Fenomena Banyaknya Perempuan Di PT Duta Ayumas Persada Medan )

(1)

POSISI, PERAN DAN ASPIRASI KARYAWAN

PEREMPUAN :

( Analisis Gender Terhadap Fenomena Banyaknya Perempuan

Di PT Duta Ayumas Persada Medan )

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Antropologi

O

L

E

H

BOY FREEDOM SEMBIRING

030905017

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI

MEDAN


(2)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “ POSISI,PERAN DAN ASPIRASI KARYAWAN PEREMPUAN : ( Analisis Gender Terhadap Fenomena Banyaknya Perempuan Di PT Duta Ayumas Persada Medan )”. Penelitian ini dilaksanakan di pabrik PT Duta Ayumas Persada Medan yang berlokasi Jl Besar Namorambe Gedung Johor Medan. Skripsi ini terdiri dari 6 Bab, dan 94 halaman. Skripsi ini dilengkapi lampiran berupa daftar tabel, surat izin penelitian dari FISIP USU, serta surat izin penelitian dari PT DAP.

Penelitian ini bertujuan untuk mencari jawaban tentang kondisi perlakuan yang diterima perempuan serta bagaimana aspirasi mereka tentang perlakuan tersebut apakah hal tersebut merupakan fenomena kesetaraan atau bukan. Penelitan ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif dengan sumber data yang diperoleh melalui observasi dan wawancara mendalam ( Dept Interview ). Konsep kesetaraan yang digunakan adalah kesetaraan berdasarkan keharmonisan.

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian lapangan maka diperoleh jawaban bahwa fenomena banyaknya perempuan di PT DAP merupakan fenomena kesetaraan. Hal ini dapat dilihat dari tolak ukur posisi yang dipegang perempuan tersebut merupakan posisi yang benar – benar memperhatikan sifat alamiah perempuan, dari sisi gaji yang diterima tergambar juga bahwa gaji yang diperoleh sudah sesuai dengan harapan karyawan perempuan tersebut serta dari sisi kebijakan – kebijakan yang dibuat perusahaan semuanya masih memperhatikan kebutuhan dan keinginan karyawan dan khususnya hal ini adalah kebutuhan karyawan perempuan. Berdasarkan hasil yang diperoleh dilapangan maka disarankan agar hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai pendekatan baru untuk analisis gender menggantikan pendekatan konsep 50/50 yang cenderung melihat bias gender terjadi pada perempuan.


(3)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdullillahi Robbil Alamin penulis panjatkan kehadiran Allah SWT karena atas rahmat dan karuniaNya maka penulis mampu mengikuti proses perkuliahan dengan lancar hingga sampai pada berhasil terciptanya skripsi ini.

Kemudian dalam proses pembuatan skripsi ini penulis juga banyak mendapat masukan dan bantuan dari berbagai pihak yang benar – benar membantu mempersiapkan segala sesuatu dalam penyelesaian skripsi ini.

Oleh karena itu dalam kesempatan ini saya juga menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :

1. Bapak Prof.Dr Arief Nasution selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs Zulkifly Lubis,M.Si selaku Ketua Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra Sri Emiyanti, M.Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah membimbing dan memberikan pengarahan kepada penulis. 4. Bapak Drs Zulkifly, M.A selaku Dosen Pembimbing Akademik

penulis.

5. Bapak Henry Djuandi selaku Manajer Personalia dan mewakili perusahaan PT.Duta Ayumas Persada Medan yang merupakan lokasi penelitian penulis.

6. Ibu Rumaini selaku Koordinator Administrasi yang telah membantu kelengkapan administrasi dan informasi kepada penulis dalam melaksanakan penelitian ini.


(4)

7. Saudari Ikva selaku asisten dari Bapak Henry Djuandi yang merupakan pembimbing lapangan penulis saat melakukan penelitian. 8. Ayahanda tercinta Almarhum Cepat Sembiring Pelawi dan Ibunda N.

Br Tarigan yang tercinta yang selalu memberikan dorongan dan nasehatnya.

9. Teman – teman yang selalu membantu saya yaitu Annis Amalia, Roynaldi Ginting, Nanik Kartika, Martha Ulina, Darius Ginting Yudita Theresia L Tobing, Rukun S Hia, Luna Adhisty serta rekan – rekan lain yang selalu memerikan masukan pada saya.

10. Rekan – rekan stambuk 2003 dan adik – adik stambuk ( 2004, 2005, 2006, 2007 ) yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sepenuhnya sempurna dan masih terdapat kekurangan di sana – sini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan skripsi ini.

Medan, April 2008


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar ... i

Abstrak ... iii

Daftar Isi ... iv

Daftar Tabel ... ix

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 12

1.3 Alasan Pemilihan Judul ... 12

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 13

1.4.1 Tujuan Penelitian... 13

1.4.2 Manfaat Penelitian ... 13

1.5 Tinjauan Pustaka ... 13

1.5.1 Konsep Kesetaraan Gender 50/50 ... 19

1.5.2 Konsep Kesetaraan Dalam Keragaman ... 22

1.5.2.1 Kesatuan Harmonis ... 24

1.5.2.2 Signifikansi Keberadaan Struktur Hierarkis... 27

1.6 Metode Penelitian ... 30

1.6.1 Teknik Observasi... 31


(6)

1.6.3 Penentuan Informan... 31

1.7 Analisis Data ... 32

BAB II GAMBARAN DAN LOKASI PENELITIAN. 2.1 Sejarah Berdirinya Pabrik... 33

2.1.1 Tujuan Umum Pabrik ... 34

2.1.2 Tujuan Khusus Pabrik ... 35

2.1.3 Lokasi Pabrik ... 35

2.2 Struktur Organisasi ... 36

2.2.1 Direktur ... 38

2.2.2 Manager ... 38

2.2.3 Sekretaris ... 38

2.2.4 Bagian Pemasaran ... 38

2.2.5 Bagian Pembelian ... 38

2.2.6 Bagian Keuangan ... 39

2.2.7 Personalia ... 39

2.2.8 Produksi ... 39

2.3 Struktur Penggajian ... 39

2.3.1 Gaji Pokok ... 39

2.3.2 Tunjangan Jabatan ... 40

2.3.3 Tunjangan Insentif ... 40

2.3.4 Tunjangan Lembur ... 40

2.3.5 Tunjangan Cuti ... 40


(7)

2.4 Jumlah Karyawan ... 41

2.5 Ruang Lingkup Bidang Usaha ... 42

2.5.1 Daerah Pemasaran ... 43

2.5.2 Fasilitas yang Dimiliki... 44

BAB III PERAN DAN FUNGSI KARYAWAN PEREMPUAN. 3.1 Posisi dan Peran Karyawan Perempuan ... 47

3.1.1 Posisi Karyawan Perempuan ... 47

3.1.1.1 Bagian Administrasi ... 48

3.1.1.2 Bagian Produksi ... 49

3.1.2 Peran Karyawan Perempuan ... 51

3.2 Aspirasi Karyawan Perempuan ... 51

3.2.1 Kesesuaian Tempat Kerja ... 52

3.2.2 Pandangan Keluarga ... 54

3.2.3 Kondisi Ekonomi ... 57

3.2.3.1 Sebelum Bekerja ... 57

3.2.3.2 Setelah Bekerja ... 58

3.2.4 Keadaan Kerja ... 59

3.2.4.1 Perlakuan Yang Diterima Dari Pemilik Pabrik ... 59

3.2.4.2 Pekerjaan Yang Dikerjakan Perempuan... 63

3.2.4.3 Upah/Gaji ... 63

3.2.4.4 Jam Kerja... 64


(8)

BAB IV LATAR BELAKANG KEHIDUPAN KARYAWAN PEREMPUAN.

4.1 Informan Pertama ... 67

4.1.1 Sejarah Hidup ... 67

4.1.2 Proses Pengambilan Keputusan ... 68

4.1.3 Keadaan Aktual ... 69

4.2 Informan Kedua ... 70

4.2.1 Sejarah Hidup ... 70

4.2.2 Proses Pengambilan Keputusan ... 71

4.2.3 Keadaan Aktual ... 72

4.3 Informan Ketiga ... 72

4.3.1 Sejarah Hidup ... 72

4.3.2 Proses Pengambilan Keputusan ... 73

4.3.3 Keadaan Aktual ... 73

4.4 Informan Keempat ... 73

4.4.1 Sejarah Hidup ... 74

4.4.2 Proses Pengambilan Keputusan ... 74

4.4.3 Keadaan Aktual ... 75

BAB V REALITA KONDISI KARYAWAN PEREMPUAN DALAM ANALISIS KESETARAAN GENDER 5.1 Analisis Kondisi Karyawan Perempuan ... 77

5.1.1 Posisi Yang Dipegang Oleh Karyawan Perempuan ... 77

5.1.2 Posisi Pengambilan Keputusan ... 78

5.1.3 Perwujudan Keharmonisan ... 78


(9)

5.1.4.1 Kebijakan Mengenai Gaji Karyawan ... 79 5.1.4.2 Kebijakan Mengenai Target Produksi barang ... 80 5.2 Analisis Latar Belakang Kehidupan Karyawan Perempuan ... 81

BAB VI PENUTUP.

6.1 Kesimpulan ... 83 6.2 Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 85


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 ... 10

Tabel 1.2 ... 10

Tabel 1.3 ... 11

Tabel 1.4 ... 11

Tabel 2.1 ... 37

Tabel 2.2 ... 41

Tabel 2.3 ... 44


(11)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “ POSISI,PERAN DAN ASPIRASI KARYAWAN PEREMPUAN : ( Analisis Gender Terhadap Fenomena Banyaknya Perempuan Di PT Duta Ayumas Persada Medan )”. Penelitian ini dilaksanakan di pabrik PT Duta Ayumas Persada Medan yang berlokasi Jl Besar Namorambe Gedung Johor Medan. Skripsi ini terdiri dari 6 Bab, dan 94 halaman. Skripsi ini dilengkapi lampiran berupa daftar tabel, surat izin penelitian dari FISIP USU, serta surat izin penelitian dari PT DAP.

Penelitian ini bertujuan untuk mencari jawaban tentang kondisi perlakuan yang diterima perempuan serta bagaimana aspirasi mereka tentang perlakuan tersebut apakah hal tersebut merupakan fenomena kesetaraan atau bukan. Penelitan ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif dengan sumber data yang diperoleh melalui observasi dan wawancara mendalam ( Dept Interview ). Konsep kesetaraan yang digunakan adalah kesetaraan berdasarkan keharmonisan.

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian lapangan maka diperoleh jawaban bahwa fenomena banyaknya perempuan di PT DAP merupakan fenomena kesetaraan. Hal ini dapat dilihat dari tolak ukur posisi yang dipegang perempuan tersebut merupakan posisi yang benar – benar memperhatikan sifat alamiah perempuan, dari sisi gaji yang diterima tergambar juga bahwa gaji yang diperoleh sudah sesuai dengan harapan karyawan perempuan tersebut serta dari sisi kebijakan – kebijakan yang dibuat perusahaan semuanya masih memperhatikan kebutuhan dan keinginan karyawan dan khususnya hal ini adalah kebutuhan karyawan perempuan. Berdasarkan hasil yang diperoleh dilapangan maka disarankan agar hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai pendekatan baru untuk analisis gender menggantikan pendekatan konsep 50/50 yang cenderung melihat bias gender terjadi pada perempuan.


(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kajian mengenai perempuan akhir – akhir ini semakin banyak dilakukan. Dalam kepustakaan sosiologi dan antropologi budaya tercatat semakin banyak karya yang menyoroti peranan dan kedudukan perempuan dalam berbagai konteks kebudayaan. Sebagian lagi terdorong oleh gerakan peningkatan kedudukan perempuan yang sekarang telah menjadi gejala dan meliputi seluruh dunia. Kajian – kajian tersebut ingin mengetahui apakah memang peranan perempuan dibatasi oleh sifat – sifat biologis yang berarti peranan itu akan berubah.

Melalui penelitian komparatif, Rosaldo dan Lamphere (1974) menjelaskan memang banyak kecenderungan bahwa peranan perempuan terbatas kepada hal – hal tertentu yang ada hubungannya dengan fungsi melahirkan, tetapi hal itu tidak mutlak, karena cukup banyak masyarakat yang memberi peranan kepada perempuan, fungsi - fungsi yang sering dianggap khas fungsi laki - laki seperti : mengepalai kerajaan, menjadi pemimpin agama, pemimpin peperangan dan politik ( Nasution, 1994 :10-11).

Pada zaman dahulu pekerjaan laki – laki dan perempuan dibedakan berdasarkan jenis kelamin ( warisan biologis ), seperti di beberapa tempat di New Guinea, perempuan menanam ubi jalar, dan laki – laki menanam Yams. Yams adalah makanan yang bernilai tinggi dan dibagi – bagikan ketika pesta. Contoh


(13)

yang lainnya misalnya perempuan sebagai peladang/petani dan laki - laki sebagai pemburu. Walaupun para perempuan yang mensuplai makanan, namun hasil buruan dianggap makanan yang mempunyai nilai yang lebih tinggi, seperti masyarakat Aborigin di Australia, hanya daging yang didistribusi laki – laki yang dianggap sebagai makanan yang tepat seperti yang diungkapkan oleh Kaberry dalam buku ( Rasaldo, 1974, Bangun, 1997 ).

Ternyata kejadian di atas terdapat pula di daerah - daerah lain di dunia, misalnya kebanyakan masyarakat di dunia memberi sambutan yang berbeda atas kelahiran anak laki – laki dan anak perempuan. Di kalangan suku Turkana di Kenya bagian Utara, kaum perempuan berkumpul bersama dalam menyambut kelahiran seorang anak. Jika bayi itu laki – laki, tali pusarnya dipotong dengan sebilah tombak, dan pesta diselenggarakan dengan penyembelihan empat ekor kambing bagi perempuan yang melahirkan anak bayi itu maupun suaminya. Ketika perempuan itu bangun dan keluar dari rumahnya empat hari setelah persalinannya, tombak itu diambil dulu dan digunakan untuk memenggal seekor lembu jantan, kemudian perempuan itu maupun suaminya memakan daging lembu sembelihan sebagai tanda bahwa sang suami kini telah memiliki seorang untuk membantunya mengurus ternak. Akan tetapi jika bayinya perempuan, digunakan pisau untuk memotong tali pusar, cuma seekor kambing yang disembelih, dan tidak ada pesta ( Mosse, 1999 : 1-2 ).

Di seluruh dunia, kerja perempuan dinilai rendah. Jika petugas sensus diinstruksikan untuk tidak memasukkan kerja rumah tangga perempuan dalam formulir sensusnya, pesannya jelas “ jangan menghitung kerja perempuan karena kerja perempuan tidak diperhitungkan.” Jika pekerjaan rumah tangga ditambahkan


(14)

kedalam angka – angka bagi GNP global, diperkirakan bahwa angka GNP global akan meningkat setidak – tidaknya sepertiga. Kerja perempuan kadang – kadang dilukiskan sebagai “tidak tampak” karena kerja itu tidak terekam secara statistik ( Mosse, 1999 : 58 – 59 ).

Di Yunani dan Rusia menjadi ibu dianggap sebagai penebus dosa karena ia telah terlahir sebagai perempuan ( Mosse, 1999 : 39 ).

Di Indonesia pada saat ini perempuan dapat digambarkan sebagai manusia yang harus hidup dalam situasi yang dilematis. Di satu sisi perempuan Indonesia dituntut untuk berperan dalam sektor domestik, tetapi disisi lain muncul pula tuntutan lain agar perempuan Indonesia berkarier. Di satu sisi perempuan karier merasa terpanggil untuk mendarmabaktikan bakat dan keahliannya bagi perkembangan bangsa dan negara mereka; disisi lain mereka dihantui oleh opini dalam masyarakat yang melihat bahwa perempuan karier/ibu karier sebagai salah satu sumber ketidakberhasilan pendidikan anak – anak mereka. Yang sangat memprihatinkan adalah adanya opini di kalangan masyarakat yang melihat perempuan karier adalah “ pengganggu suami orang lain “ (Soetrisno, 1997 : 61 – 62 ).

Menurut Dzuyahatin (1997) konsep kekuasaan pada budaya patriarchi adalah ekspresi kelaki – lakian dari “ sang penentu “. Sehingga setiap laki – laki merefleksikan kekuasaan tersebut kepada masyarakat yang lain, seperti ayah terhadap anak, suami terhadap istri, kakak laki – laki terhadap adik, dan yang tertinggi raja terhadap rakyatnya.

Selanjutnya dan masih di Indonesia, perempuan telah diberi peluang yang sama dengan laki – laki di bidang pendidikan, namun persepsi masyarakat


(15)

terhadap perempuan tidak mengalami perubahan yang berarti. Masih kuatnya anggapan bahwa pendidikan pada perempuan tujuannya adalah agar ia lebih mampu mendidik anak – anaknya. Perempuan tetap saja dianggap the second sex. Perempuan direndahkan ketika ia hanya dirumah dan dieksploitasi ketika mereka berada di tempat kerja. Persepsi demikian tidak hanya dianut dikalangan awam, juga cendikiawan, dan yang lebih memprihatinkan pemerintah juga menjustifikasi persepsi tersebut dalam kebijakan pembangunan, yang diungkapkan dalam panca tugas perempuan: sebagai istri dan pendamping suami, sebagai pendidik anak dan pembina generasi muda, sebagai pekerja yang menambah penghasilan negara dan sebagai anggota organisasi sosial masyarakat khususnya organisasi sosial dan organisasi perempuan ( Dzuhayatin, 1997 ).

Hal diatas juga terdapat dalam hubungan kerabat dalam sitem kekerabatan orang Bali. Menurut desain hidup dalam kebudayaan Bali, perhitungan garis keturunan adalah suatu hal yang maha penting. Nilai utamanya ialah gagasan bahwa hanya anak laki – laki yang diakui sebagai penghubung dalam garis keturunan. Hal ini menghasilkan norma sosial, yaitu seseorang memperhitungkan garis keturunannya melalui ayah sehingga dapat di konstruksikan ( menjadi suatu konstruksi konseptual ) suatu garis keturunan yang berkesinambungan, yang menghubungkan para laki – laki sebagai penghubung - penghubung garis keturunan. Norma sosial mengenai garis keturunan itu berhubungan dengan norma sosial lainnya dalam kaitannya dengan pengaturan soal – soal yang berkenaan dengan kekerabatan, seperti norma sosial bahwa seorang istri harus mengikuti suami ketempat tinggal kerabat dari suami itu, seperti norma sosial


(16)

bahwa waktu sudah meninggal, harta dari seorang ayah diwariskan kepada anaknya yang laki – laki ( Ihromi, 2000 : 4-5 ).

Dari data – data yang ada menunjukkan bahwa kondisi perempuan di Indonesia masih banyak memerlukan perhatian. Di bidang pendidikan perempuan masih tertinggal dibandingkan mitra laki-laki sementara bahan ajar yang digunakan serta proses pengelolaan pendidikan masih bias gender, sebagai akibat dominasi laki-laki sebagai penentuan kebijakan pendidikan. Di bidang ekonomi kemampuan perempuan untuk memeproleh peluang kerja dan berusaha masih rendah. Demikian pula halnya akses terhadap sumber daya ekonomi, seperti teknologi, informasi, pasar, kredit dan modal kerja. Tingkat pengangguran pada perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. Besarnya upah yang diterima perempuan lebih rendah dari pada laki-laki. Dengan tingkat pendidikan yang sama, pekerja perempuan hanya menerima 50 persen sampai 80 persen upah yang diterima laki-laki. Selain itu banyak perempuan yang bekerja pada pekerjaan marginal sebagai buruh lepas atau pekerja keluarga tanpa memperoleh upah atau dengan upah rendah. Mereka tidak memperoleh perlindungan hukum dan kesejahteraan. Dengan adanya krisis ekonomi yang berkepanjangan perempuan dan anak-anak memperoleh kelompok yang paling rentan kena dampak (Soemartoyo 2002). Di bidang pengambilan keputusan politik perempuan hanya diwakili oleh 8,8 persen dari seluruh jumlah anggota DPR jumlah perempuan yang menjabat sebagai hakim agung di Mahkamah Agung hanya 13 persen. Jumlah Pegawai Negeri Sipil perempuan 36,9 persen dan jumlah tersebut hanya 15 persen yang menduduki jabatan penting. Dengan kondisi demikian dapat


(17)

dibayangkan bahwa peran perempuan sebagai pengambil keputusan atau kebijakan relatif kecil dibanding laki-laki.

Dalam kegitan fisik pada produksi pertanian ternyata dibagi menurut garis gender, walaupun dalam kondisi terdapat keragaman yang berkaitan dengan norma-norma lokal (Suradisastro, 1998) misalnya Koentjaraningrat (1967) mengemukakan bahwa dikalangan masyarakat jawa seorang suami adalah kepala keluarga, namun tidak berarti bahwa istri memiliki status lebih rendah karena ia bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup keluarga. Akan tetapi seorang anak laki-laki umumnya memiliki peran yang lebih kuat dan jelas sebagaimana yang ditunjukan dalam pengalihan tanggung jawab dari ayah kepada anak laki-laki yang dilaporkan oleh Stevens (1974) yang mengamati etnis Sunda, yang merupakan masyarakat patrilineal dengan hierarki kuat di daerah Bugis di Sulawesi Selatan ternyata terdapat norma yang cukup kuat bahwa perempuan sama sekali tidak diperbolehkan bekerja di sawah kecuali mengawasi pada saat panen. Sedang di daerah Sumbar yang menganut budaya Matriarkat dimana perempuan sebagai penguasa dan kepala atas keluarga, ternyata terdapat norma “ pria sebagai kepala keluarga dan pengurus rumah tangga, sedang perempuan sebagai pelaksana”.

Kenyataan secara fisik perempuan di daerah ini melakukan hampir semua kegiatan usaha tani, bahkan banyak perempuan yang melakukan kegiatan mencangkul yang secara umum merupakan peran gender laki –laki. Selain itu terdapat norma “ tinggi lantai dari palupuah” yang berarti bahwa istri tidak dapat memerintah suami. Di daerah itu pada umumnya laki – laki menguasai tanaman utama dan perempuan hanya mengontrol tanaman sampingan. Bahkan suami pula


(18)

yang mengelola pendapatan rumah tangga, sehingga kalau istri memerlukan kebutuhan rumah tangga harus meminta ijin pada suami. Di daerah istimewa Yogyakarta terdapat norma yang mengatakan “Ngono yo ngono, ning ojo ngono” hal ini berati perempuan boleh saja bekerja di bidang apapun, tapi jangan sampai melanggar batas-batas norma yang tidak pantas dilakukan (Hastuti, 1998). Misalnya kegiatan mencangkul secara normatif bukan pekerjaan perempuan dan kegiatan pemasaran hasil pertanian bukan pekerjaan laki – laki. Di daerah Boyolali laki – laki yang menjual hasil taninya disebut “Cupar” yang merupakan sindiran yang sangat memalukan. Di dalam kegiatan agrobisnis pada umumnya perempuan mempunyai peran yang relatif besar pada bidang pemasaran dari laki-laki (Irawan, 2001). Dari sini terlihat sering peran gender tradisional perempuan di nilai lebih rendah di banding peran gender laki-laki (Fakih, 1996).

Pada bangsa yang sudah sangat terindustrialisasi seperti Amerika Serikat, peran perempuan kurang diperhitungkan dan kurang dianalisis. Karya Rachel Rosenfeld (1985) mengenai perempuan tanah pertanian mengungkapkan bahwa 60 persen perempuan yang tinggal di tanah pertanian menggambarkan pekerjaan – pekerjaan mereka sebagai “ istri, ibu, nyonya rumah atau ibu rumah tangga “, hanya 5 persen mengatakan sebagai istri petani, dan kurang dari 4 persen menegaskan titel pekerjaan petani, pengusaha peternakan atau produsen ( Moore, 1996 : 116 ).

Berbagai bias gender yang terjadi di seluruh dunia sebagaimana yang telah dijelaskan diatas tadi pada akhirnya memunculkan reaksi menentang dari pihak perempuan. Salah satu aliran yang paling terkenal dalam usaha tersebut yaitu aliran Feminisme. Dalam tuntutannya mereka mengatakan bahwa kesetaraan


(19)

gender harus diwujudkan yaitu perempuan harus memiliki hak yang sama dengan laki – laki di segala bidang tanpa adanya diskriminasi dalam bentuk apapun ( Moore, 1996 ).

Menurut aliran feminisme kesetaraan gender secara kuantitatif harus diwujudkan yaitu laki - laki dan perempuan harus sama – sama ( fifty – fifty ) berperan baik di luar maupun di dalam rumah. Lebih jauh mereka mengatakan bahwa konsep gender adalah konstruksi sosial, sehingga perbedaan jenis kelamin tidak perlu mengakibatkan perbedaan peran dan prilaku gender dalam tatapan sosial karenanya segala jenis pekerjaan yang berbau gender, misalnya perempuan cocok untuk melakukan pekerjaan pengasuh anak dan pria sebagai pencari nafkah keluarga, harus dihilangkan dalam kehidupan sosial kalau tidak, akan sulit menghilangkan kondisi ketidaksetaraan ( Megawangi,1999: 20 ).

Gerakan feminis tersebut pada akhirnya mendapat dukungan dari pihak – pihak lain bahkan hingga saat ini. Salah satu yang cukup terkenal saat ini adalah Ratna Megawangi. Namun Megawangi ternyata tidak sepenuhnya setuju dengan apa yang diinginkan oleh aliran feminis. Ada beberapa bagian yang tidak ia setujui. Hal tersebut adalah mengenai penghapusan nature ( sifat alamiah ) dan nurture ( sosialisasi dan perubahan kultur ) yang dituntut oleh aliran feminis. Secara lebih terperinci ada 2 hal mendasar yang di tentang oleh Megawangi yaitu :

1. Menghilangkan female modesty yaitu menghilangkan sifat – sifat feminim perempuan ( secara extrim diilustrasikan dengan cara berlari telanjang bersama – sama laki - laki, dan menghilangkan sifat keibuan ).


(20)

2. Menggunakan instrumen instistusi sosial untuk mendukung usaha pertama. Instrumen sosial yang digunakan adalah perubahan lingkungan sosial yang kondusif untuk menghilangkan stereotif gender. Misalnya dengan menciptakan undang – undang dimana negara harus menyediakan tempat pengasuhan anak, membenarkan adanya kehancuran keluarga atau melegalkan aborsi bahkan kalau perlu dengan pembunuhan bayi ( Socrates dalam Megawangi,1999 : 113 ).

Menurut Megawangi sangat sulit untuk mewujudkan 2 hal diatas. Hal ini terjadi karena ada satu hal yang paling sulit dalam menerapkan konsep kesetaraan dalam praktiknya yaitu kenyataan bahwa manusia itu selalu tidak sama, baik dalam kapasitas, kesenangan, maupun kebutuhan ( Megawangi,1999 : 45 ). Alasan lain adalah adanya penolakan dari pihak perempuan sendiri, terhadap keinginan kaum feminis yang karena merasa terganggu kebiasaan yang telah dijalaninya dengan senang. Misalnya di daerah Jawa dimana terdapat kelompok perempuan yang mempunyai suami dengan penghasilan yang tinggi bersedia dirumah mengasuh anak dan menolak bila ditawari pekerjaan diluar rumah walaupun itu dapat memberinya karier dan penghasilan besar. ( Megawangi,1999 : 48 ).

Sejalan dengan itu Megawangi,(1999:228) memaparkan bahwa kesetaraan yang baik yaitu terjadi struktur yang akan melengkapi satu dengan yang lainnya. Kalau dalam suatu struktur diperlukan satu peran direktur, peran sekretaris, atau peran penyapu jalan diperlukan dalam sebuah sistem organisasi


(21)

misalnya maka mau tidak mau harus ada struktur organisasi dimana ada segmen yang pandai otaknya, yang sedang, dan kurang pandai.

Pertanyaan yang muncul apakah kesetaraan seperti yang diutarakan oleh Megawangi telah terealisasi dengan baik di perusahaan – perusahaan. Pertanyaan ini muncul di benak peneliti karena peneliti melihat saat ini perempuan mendominasi jumlah karyawan di Indonesia khususnya di Sumatera Utara.

Di beberapa perusahaan di Sumatera Utara terlihat perempuan mendominasi jumlah karyawan. Berikut beberapa contohnya :

Tabel 1.1

Nama Perusahaan Jumlah Karyawan Laki – laki / Org

Jumlah Karyawan

Perempuan/Org Total/Org

PT. Duta Ayumas Persada

25 145 170

Sumber data : Personalia PT.Duta Ayumas Persada.

Pada PT. DAP dari 175 jumlah karyawan yang ada 145 diantaranya merupakan perempuan dan 25 orang laki – laki.

Tabel 1.2

Nama Perusahaan Jumlah Karyawan Laki – laki / Org

Jumlah Karyawan

Perempuan/Org Total/Org

Agung Supermarket 10 40 50

Sumber data : Personalia Agung Supermarket.

Pada Agung Supermarket terdapat 50 karyawan. Jumlah karyawan laki – laki sebanyak 10 orang lalu karyawan wanita sebanyak 40 orang.


(22)

Tabel 1.3

Nama Perusahaan Jumlah Karyawan Laki – laki / Org

Jumlah Karyawan

Perempuan/Org Total/Org

Pabrik Sarung Tangan SHAMROCK

95 225 320

Sumber data : Personalia Pabrik Sarung Tangan SHAMROCK.

Pada perusahaan diatas terdapat 320 karyawan dengan karyawan laki – laki sebanyak 95 orang dan karyawan perempuan sebanyak 225 orang.

Tabel 1.4

Nama perusahaan Jumlah Karyawan Laki – laki / Org

Jumlah Karyawan

Perempuan/Org Total/Org

Pabrik Jagung Berdikari Padang

Bulan.

7 38 45

Sumber data : Personalia Pabrik Jagung Padang Bulan.

Pada perusahaan pabrik jagung diatas terlihat hal yang sama dimana jumlah kuantitas perempuan mendominasi jumlah laki – laki.

Dari data di atas terlihat bahwa secara kuantitas perempuan telah mendominasi jumlah karyawaan di berbagai perusahaan, namun apakah ini sejalan dengan kualitasnya.

Harkrisnowo ( 2003 ) dalam penelitiannya menemukan banyak ketimpangan terjadi yaitu upah perempuan dibayar dibawah dari upah buruh laki – laki .


(23)

Hal ini jugalah yang menarik keinginan peneliti untuk melakukan penelitian terhadap buruh wanita yang ada di PT. Duta Ayumas Persada.

1.2 Perumusan Masalah

Ketika melihat fenomena banyaknya perempuan mendominasi jumlah karyawan di perusahaan – perusahaan, sepertinya perjuangan penghapusan bias gender telah terwujud. Namun ternyata banyak terjadi kejadian menyimpang yang masih dialami oleh perempuan dalam posisinya sebagai karyawan. Satu contoh yaitu seringya gaji perempuan dibuat lebih rendah dari laki – laki. Berdasarkan hal itu peneliti ingin melihat apakah perempuan pada pabrik ini telah mendapat kesetaraan dalam posisinya sebagai karyawan.

Maka perumusan masalah penelitian ini adalah :

1. Apakah fenomena banyak karyawan perempuan menjadi penegasan terhadap kesetaraan gender ?

2. Apakah fenomena banyak karyawan perempuan ini malah menjadi bukti bahwa belum terealisasinya kesetaraan gender ?

1.3 Alasan Pemilihan Lokasi

Penelitian saya pusatkan di pabrik milik PT Duta Ayumas Persada yang terletak di jalan besar Namorambe Pasar 4 Gedung Johor Medan. Pabrik ini merupakan pabrik yang bergerak dalam produksi susu kedelai. Lokasi ini saya pilih sebagai lokasi penelitian karena sekilas saya lihat jumlah karyawan perempuan lebih banyak dari karyawan laki – laki. Lokasi penelitian mudah dicapai serta saya sebagai peneliti telah cukup mengenal pabrik tersebut karena


(24)

informan pangkal yang saya gunakan adalah salah seorang karyawan administrasi di kantor tersebut yang merupakan saudara saya dan salah satu hal yang penting adalah materi yang saya keluarkan akan lebih irit.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian

1. Menggambarkan bagaimana perasaan karyawan perempuan di pabrik tersebut terhadap kondisi yang mereka terima.

2. Menggambarkan apa posisi dan peran karyawan perempuan di pabrik tersebut.

3. Menjawab apakah perempuan telah mendapatkan kesetaraan dalam posisinya sebagai karyawan di PT DAP.

1.4.2 Manfaat Penelitian

Selain sebagai tujuan penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat menambah masukan bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti dan mengkaji secara lebih mendalam mengenai gender dikaitkan dengan kedudukan perempuan dalam sektor publik. Lebih dari itu dengan adanya penelitian ini maka semakin banyak diperoleh masukan untuk penyelesaian kasus gender.

1.5 Tinjauan Pustaka

Perubahan sistem pembagian kerja seksual sebagai akibat dari pembangunan selalu diperdebatkan dewasa ini khususnya masalah perempuan dalam kaitannya dengan laki - laki, baik dalam sektor ekonomi, sosial, politik maupun budaya. Ada asumsi bahwa permasalahan perempuan berawal pada rendahnya kualitas perempuan itu sendiri, sehingga tidak mampu bersaing dengan


(25)

laki – laki. Ada juga anggapan bahwa keadaan perempuan yang teramat lemah membuat mereka memang ditakdirkan untuk selalu berada di bawah bayang – bayang laki – laki. Sejalan dengan itu kita harus melihat perbedaan – perbedaan itu dengan melihat “ gender “. Untuk memahami masalah dalam hubungannya dengan pekerjaan antara laki – laki dan perempuan, terlebih dahulu kita harus memahami apa yang dimaksud dengan gender.

Gender adalah seperangkat peran yang, seperti halnya kostum dan topeng di teater, menyampaikan kepada orang lain bahwa kita adalah feminin atau maskulin ( Mosse, 1999 : 3 ).

Pendapat lain mengatakan gender merupakan perbedaan antara laki – laki dan perempuan. Ada dua asumsi yang mengungkapkan asal mula gender. Asumsi yang pertama mengatakan bahwa gender muncul akibat sifat alami yang dimiliki oleh laki – laki dan perempuan. Asumsi kedua mengatakan bahwa gender muncul karena ia dikonstruksi oleh budaya. Kedua asumsi ini masih menjadi perdebatan bahkan hingga saat ini ( Berger : 1984 )

Sedangkan konsep lainnya yakni gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki – laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural, misalnya perempuan itu dikenal lemah lembut cantik, emosional, atau keibuan sementara laki – laki dianggap : kuat, rasional, jantan, perkasa

( Fakih,1996 : 8 ).

Menurut Megawangi ( 1999 : 94 – 102 ) gender adalah perbedaan peran antara laki – laki dan perempuan yang disebabkan adanya perbedaan sifat alamiah ( Nature ) dan konstruksi budaya ( Nurture ).


(26)

Sejarah perbedaan gender ( gender differences ) antara manusia jenis laki – laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu terbentuknya perbedaan – perbedaan gender dikarenakan oleh banyak hal, diantaranya dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikonstruksi secara sosial atau kultural, melalui ajaran keagamaan maupun negara. Melalui proses panjang, sosialisasi gender tersebut akhirnya dianggap menjadi ketentuan Tuhan seolah – olah bersifat biologis yang tidak bisa dirubah lagi sehingga perbedaan – perbedaan gender dianggap dan dipahami sebagai kodrat laki – laki dan kodrat perempuan ( Fakih, 1996 : 9 ).

Gender berasal dari kamus bahasa inggris yang berarti jenis kelamin. Kalau dilihat dari kamus tidak dibedakan secara jelas kata sex dan gender. Untuk memahami konsep gender harus dibedakan kata sex dan gender. Pengertian sex merupakan persifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Misalnya laki – laki memiliki penis, jatkala atau kalamenjing dan memproduksi sperma. Perempuan memiliki vagina dan alat menyusui. Alat – alat tersebut tidak bisa dipertukarkan pada manusia laki – laki dan perempuan karena bersifat tetap yang disebut ketentuan Tuhan ( Fakih, 2001 ).

Menurut Najlah ( 2005 ) isu gender di era global adalah masalah penindasan dan eksploitasi, kekerasan, dan persamaan hak dalam keluarga, masyarakat dan negara. Masalah yang sering muncul adalah perdagangan perempuan dan pelacuran paksa, yang umumnya timbul dari berbagai faktor yang saling terkait, antara lain dampak negatif dari proses urbanisasi, relatif tingginya angka kemiskinan dan pengangguran, serta rendahnya tingkat pendidikan.


(27)

Perbedaan gender melahirkan ketidakadilan ( gender inequalities ) terutama bagi kaum perempuan. Hal ini dapat terlihat dari manifestasi ketidakadilan yang ada diantaranya yaitu

1. Marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi. Gelombang perdagangan bebas dikendalikan oleh pemilik modal yang serakah. Marginalisasi dan penindasan bagi kaum kecil yang dieksploitasi. 2. Subordinasi atau anggapan tidak penting dalam keputusan politik.

Perampasan daya sosial mencakup perampasan akses seperti informasi, pengetahuan, pengembangan keterampilan dan potensi kolektif, serta partisipasi dalam organisasi dan sumber – sumber keuangan. Perampasan daya politik meliputi perampasan akses individu pada pengambilan keputusan politik, termasuk kemampuan memilih dan menyuarakan aspirasi serta bertindak kolektif. Tekanan ini lebih merupakan akibat dari operasi watak otoritarian rezim dan pendukung koersifnya. Kebisuan ini yang harus dibongkar. Perampasan daya psikologis mencakup tekanan eksternal yang menyebabkan hilangnya perasaan individual mengenai potensi dirinya dalam kancah sosial politik, sehingga individu itu tidak punya peluang untuk berpikir kritis. 3. Tekanan eksternal itu diinternalisasi simiskin menjadi kesadaran palsu. Mereka percaya bahwa mereka miskin dan bodoh, tidak bisa apa – apa, selain mengendalikan orang lain untuk mengubah keadaannya.

4. Pembentukan sterotipe atau pelabelan negatif. Sterotipe yang dimaksud adalah citra baku tentang individu atau kelompok yang tidak sesuai dengan kenyataan empiris yang ada. Pelabelan negatif secara


(28)

umum selalu melahirkan ketidakadilan. Salah satu sterotipe yang berkembang berdasarkan pengertian gender, yakni terjadi terhadap salah satu jenis kelamin yaitu perempuan. Hal ini mengakibatkan terjadinya diskriminasi dan berbagai ketidakadilan yang merugikan kaum perempuan. Misalnya pandangan terhadap perempuan yang tugas dan fungsinya hanya melaksanakan pekerjaan yang berkaitan dengan pekerjaan domestik atau kerumahtanggaan. Konsep gender ialah suatu sifat laki – laki dan perempuan yang dikonstruksi oleh masyarakat baik secara kultural maupun sistematik. Misalnya perempuan secara kultural dikenal lemah lembut, cantik, emosional, atau keibuan, sedangkan laki – laki dikenal kuat, rasional jantan dan perkasa. Sifat – sifat tersebut dapat dipertukarkan dan berubah dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat lain. Hal ini tidak hanya terjadi dalam lingkup rumah tangga tetapi juga terjadi di tempat kerja dan masyarakat, bahkan di tingkat pemerintahan dan negara.

5. Kekerasan ( violence ). Kekerasan tidak hanya menyangkut serangan fisik saja seperi pemerkosaan, pemukulan dan penyiksaan, tetapi juga yang bersifat non fisik, seperti pelecehan seksual sehingga secara emosional terusik. Pelaku kekerasan bermacam – macam ada yang bersifat individu, baik dalam rumah tangga sendiri maupun di tempat umum, ada juga didalam masyarakat itu sendiri. Pelaku bisa saja suami sendiri, ayah, keponakan, sepupu, paman, mertua, anak laki – laki, tetangga atau majikan.


(29)

6. Beban kerja yang panjang dan lebih banyak ( burden ). Bentuk lain dari diskriminasi dan ketidakadilan gender adalah beban ganda yang harus dilakukan terutama bagi perempuan. Berbagai observasi, menunjukkan perempuan mengerjakan hampir 90 persen dari perkerjaan rumah tangga. Sehingga bagi mereka yang bekerja, selain bekerja di tempat kerja juga masih harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga.

7. Sosialisasi ideologi nilai peran gender. Yusuf Supriandi membeberkan bagaimana ketidaksetaraan gender memberi pengaruh yang cukup besar terhadap kemiskinan. Misalnya, investasi terhadap SDM, khususnya anak – anak dan perempuan dalam pendidikan dan kesehatan. Perempuan yang berpendidikan dan mempunyai kesehatan yang baik akan mempunyai kesempatan untuk aktif bekerja secara produktif pada sektor – sektor formal serta akan menikmati pendapatan yang baik dibanding dengan perempuan yang tidak punya pendidikan dan sakit sakitan. Selain itu perempuan yang punya pendidikan akan memberikan perhatian yang lebih besar pada anak – anaknya yang merupakan investasi bagi anak – anaknya.

Belum selesai mengenai perdebatan tentang gender maka muncul perdebatan baru tentang apa yang dimaksud dengan kesetaraan gender. Konsep kesetaraan gender juga memiliki dua asumsi yang muncul. Asumsi pertama dikenal dengan konsep kesetaraan 50/50 yang didukung oleh aliran yang sangat terkenal yaitu aliran feminisme. Asumsi kedua dikenal dengan konsep kesetaraan


(30)

dalam keragaman. Kedua aliran diatas memiliki alasan teori yang bisa digunakan untuk mendukung asumsi mereka masing – masing ( Berger : 1984 )

1.5.1 Konsep Kesetaraan Gender 50/50

Sejak tahun 1990, UNDP ( United Nations Development Program ) melalui laporan berkalanya “Human Development Report” ( HDR ) telah memperkenalkan sebuah tambahan indikator baru dalam menilai keberhasilan pembangunan suatu negara yang sebelumnya hanya diukur dengan pertumbuhan GDP ( Growht Domestic Product ). Ukuran tambahan ini adalah indikator pembangunan manusia ( Human Development Index ). Pengenalan konsep HDI tersebut melalui pengukuran tiga aspek yaitu usia harapan hidup, angka kematian bayi, dan kecukupan pangan. Hal ini telah memberikan pengaruh besar dalam arah kebijakan pembangunan ekonomi di berbagai negara. Pertumbuhan ekonomi adalah penting, tetapi tidak selalu menggambarkan keberhasilan pembangunan kualitas manusia. Melalui HDI pertumbuhan ekonomi harus diterjemahkan dalam konteks peningkatan kualitas manusia melalui iklim dan kebijaksanaan yang tepat. Pembangunan manusia diartikan sebagai usaha untuk memberi kesempatan sebesar – besarnya kepada seluruh strata masyarakat secara merata dan berkesinambungan sampai generasi berikutnya, yang tujuannya adalah memberdayakan masyarakat agar mereka dapat berpartisipasi dalam dan dapat mengecap hasil proses pembangunan ( Human Development Report, 1995 )

Konsep HDI telah memberikan inspirasi yang besar pada penentuan arah dan kebijakan pembangunan di negara berkembang, sehingga pembangunan sumber daya manusia telah memperlihatkan kemajuan yang positif. Pembangunan ini telah meningkatkan pemberdayaan masyarakat yaitu melalui beberapa program


(31)

yang melibatkan peran serta seluruh masyarakat. Setelah lima tahun konsep HDI diperkenalkan UNDP merinci lebih lanjut tentang arti pemberdayaan masyarakat ini bahwa bukan saja diberikan kepada seluruh strata masyarakat, melainkan yang terpenting adalah kepada segmen masyarakat wanita. Maka konsep HDI sejak 1995 diberi tambahan lagi yaitu konsep kesetaraan gender ( gender equality ) ( Human Development Report, 1995 )

Faktor kesetaraan gender harus selalu diikutsertakan dalam mengevaluasi keberhasilan pembangunan nasional. Perhitungan yang dipakai adalah GDI ( Gender Development Index ) yaitu kesetaraan antara laki – laki dan perempuan dalam usia harapan hidup, pendidikan, pendapatan serta kesetaraan dalam bidang politik dan beberapa sektor lainnya. Ukuran ini bertitik tolak pada konsep kesetaraan samarata. Misalnya apabila rata – rata laki – laki dan perempuan sama – sama berpenghasilan 2 juta rupiah menerima pendidikan sama – sama sepuluh tahun atau proporsi yang aktif dalam politik sama – sama 20 persen maka angka GDI dan GEM adalah 1 atau terjadi “ perfect equality” ( Megawangi, 1999 :23 – 24 ).

Dengan aturan UNDP di atas yang didukung dengan data statistik dapat dengan jelas memberikan gambaran bahwa kaum perempuan adalah sosok yang selalu dalam kondisi yang tidak menguntungkan. Karenanya ketimpangan dalam data statistik sering diidentikan dengan adanya diskriminasi. Dengan adanya hal itu maka tuntutan akan adanya kesetaraan yang sama rata ( 50/50 ) antara laki – laki dan perempuan terutama dari kaum feminis semakin kencang berkumandang.

Namun banyak kelemahan yang terdapat pada konsep kesetaraan 50/50. Para feminis boleh saja mengatakan bahwa secara de jure bahwa tidak ada


(32)

implikasi perbedaan biologis laki – laki dan perempuan. Namun sudah dipastikan bahwa secara de facto hormon perempuan dan laki – laki berbeda dimana hormon ini dapat mempengaruhi perbedaan sifat dan tingkah laku. Perbedaan de facto ini tampaknya berlaku secara universal dan dapat dijumpai setiap saat di setiap tempat ( Megawangi, 1999 : 28 ).]

Kelemahan lain ialah bahwa kondisi yang samarata belum tentu baik untuk setiap orang. Satu ilustrasi yang mudah untuk dilihat ialah pembagian kue pada keluarga yang terdiri dari lima orang anggota. Secara ideal mungkin kue tersebut harus dibagi menjadi lima bagian yang sama besar. Namun bila kita kaji secara lebih mendalam bahwa dari lima anggota keluarga tersebut ada satu anak gadis yang berdiet dan sang ayah harus mengurangi kolesterol tinggi di dalam tubuhnya. Apabila kue tadi dipaksa kepada anak gadis dan sang ayah untuk dimakan maka hal tersebut tidak baik kepada mereka. Ini mencerminkan bahwa tidak selamanya sesuatu yang samarata itu baik untuk diterapkan.

Satu hal lagi yang penting adalah bahwa secara nyata masyarakat didunia pada umumnya masih munjunjung tinggi nilai kebudayaan mereka. Karena itu kesetaraan 50/50 mungkin hanya cocok untuk masyarakat yang sangat individualistis.

1.5.2 Konsep Kesetaraan Dalam Keragaman.

Kesetaraan ini bukan dengan memberi perlakuan sama kepada setiap individu yang mempunyai aspirasi dan kebutuhan berbeda, melainkan dengan memberikan perhatian sama kepada setiap individu agar kebutuhannya yang spesifik, dapat terpenuhi. Kesetaraan adalah bukan kesamaan (sameness) yang sering menuntut persamaan matematis, melainkan lebih kepada kesetaraan yang


(33)

adil yang sesuai dengan konteks masing-masing individu. Konsep keadilan mempunyai arti yang lebih abstrak dan relatif, sehingga pengukurannya tidak dapat dibatasi dengan angka-angka yang ukurannya terbatas ( Megawangi, 1999 :225 ).

Sejalan dengan hal di atas, Vandana Shiva ( dalam Megawangi,1999 : 226 ), seorang tokoh ekofeminis, juga mempunyai konsep yang mirip dengan konsep kesetaraan kontekstual yang menghormati keragaman individu. Ia berpendapat bahwa diferensiasi peran tradisional antara pria dan wanita harus dilihat sebagai dua peran sama pentingnya, walaupun dalam bentuk dan aktivitas yang berbeda. Diferensiasi peran ini disebut equality in diversity (kesetaraan dalam keragaman). Menurut Shiva kesatuan dalam keragaman (Bhineka Tunggal Ika) atau kesaling melengkapi peran pria/wanita, telah dirusak image-nya baik pada tataran konsep maupun praktik oleh Western Technological Man. Inilah paradigma pembangunan yang memakai teknologi Barat, yang mengukur segala kemajuan secara linier progresif dan materialistis; berapa kenaikan GNP, berapa senjata yang dimiliki, dan sebagainya, yang akhirnya membawa kerusakan alam. Para feminis mainstream juga terjebak pada pola ini yang memakai standar keberhasilan wanita dengan standar ukuran Barat. Mereka menuntut perbuatan perubahan pada para wanita terutama di dunia ketiga, yang menganggap diri lebih superior ketika mendekati dan menganalisis masyarakat-masyarakat (para wanita) non Barat ( Vandana Shiva dalam Megawangi, 1999 : 227 )

Apabila kesetaraan dalam keragaman (equality in diversity) ingin diciptakan, tentu diperlukan sebuah struktur masyarakat yang melandasinya. Keragaman peran berarti pula keragaman stuktural, atau adanya masyarakat yang


(34)

berstruktur. Kalau memang peran direktur, peran sekretaris, atau peran penyapu jalan diperlukan dalam sebuah sistem organisasi misalnya, maka mau tidak mau harus ada struktur organisasi dimana ada segmen yang pandai otaknya, yang sedang, atau yang kurang pandai, agar peran-peran tersebut dapat terisi. Secara esensi kemanusiaan, adanya segmen-segmen ini tidak berarti seorang direktur harus lebih baik daripada seorang penyapu jalan, namun keduanya mempunyai peran yang berbeda dalam menjalankan roda kehidupan berorganisasi, dimana peran berbeda ini timbul akibat adanya keragaman kemampuan atau kapasitas dalam masyarakat. Masalah-masalah adalah masyarakat berstruktur atau hierarkis sudah terlanjur diartikan negatif, apabila oleh para egalitis, termasuk feminis yang memang anti masyarakat dan anti hierarkis ( Megawangi, 1999 :228 ).

Berdasarkan asumsi diatas maka untuk membuktikan apakah kondisi harmonis atau kesetaraan dalam keragaman dapat terwujud dalam struktur hierarkis, maka perlu dibahas secara panjang lebar untuk menjawab apakah struktur hierarkis akan selalu opresif, juga mengingat struktur ini keberadaannya universal adalah segala kehidupan sosial, apakah signifikansi keberadaan struktur ini? Pertanyaan-pertanyaan ini perlu dijawab, karena kalau kesatuan harmonis ingin diwujudkan, berarti struktur yang melandasinya (hierarkis), secara konseptual perlu dibuktikan bahwa struktur ini memang dapat mewujudkan hubungan yang harmonis. Namun sebelumnya, perlu dibahas terlebih dahulu dalam kondisi seperti apa kesatuan harmonis tersebut dapat tercipta.

1.5.2.1 Kesatuan Harmonis

Kosmologi Cina menggambarkan seluruh alam semesta dalam ungkapan-ungkapan yin dan yang. Ungkapan yin/yang dapat diartikan sebagai


(35)

prinsip-prinsip eksistensi yang bersifat aktif (yang) dan reseptif (yin), kuat dan lemah, atau laki – laki dan perempuan. Pemikiran Cina sangat menekankan konsep harmoni dan keseimbangan, dan ini disimbolkan antara keduanya yang saling merangkul dalam kesetaraan dan keterpaduan. Jika harmoni antara keduanya hilang, maka alam semesta akan berhenti mengalir dan segala sesuatu akan kacau. Dikatakan kesatuan wajah yin dan yang tidak lain adalah Tao, yaitu kualitas paling promordial. Kesatuan Tao ini memanifestasikan dirinya pada setiap ciptaan secara unik, sehingga terjadi diferensiasi dengan kualitasnya masing-masing. Namun semua kualitas selalu terkait dengan yang dua (yin/yang) dan yang satu (Tao).

Sebetulnya kosmologi Cina ada kemiripan dengan kosmologi Islam, tetapi hal ini belum banyak dikenal. Sachiko Murata ( dalam Megawangi,1999 :229-230), seorang wanita Jepang yang mendalami filsafat Islam, melihat analogi filsafat Cina dan Islam, menuangkannya dalam bukunya The Tao of Islam. Ternyata prinsip-prinsip yin dan yang yang menggambarkan pola relasi patriarkat, terdapat juga dalam Islam. Namun Murata tidak melihat patriarkat sebagai suatu yang negatif karena Tuhan, melalui nama-nama-Nya adalah juga bersifat patriarkat, yaitu Agung, Kuasa, Menghukum, dan sebagainya. Sifat Tuhan yang patriarkat ini juga tecermin dalam segala sesuatu di alam semesta, karena kosmos adalah lokus di mana semua sifat-sifat Tuhan termanifestasi. Sifat patriarkat ini selalu bersifat aktif. Sehingga segala sesuatu yang aktif melimpahkan, berkuasa, adalah sifat maskulin. Seperti langit yang melimpahkan hujan, jenis kelamin pria membuahkan telur, dan sebagainya. Di balik sifat patriarkat ini Tuhan juga mempunyai sifat matriarkat, yaitu dekat, pengasih, penyayang, penerima. Filsafat


(36)

teologis, termasuk Islam mengakui adanya lawan kebalikan dari segala sesuatu, seperti nama-nama Tuhan Jamal/Jalal (Keindahan/Keagungan) atau Luf/Qahr (kelembutan/kekerasan), atau Rahma/Ghadab (Pengasih/Kemurkaan), termasuk ciptaan-ciptaannya langit/bumi, atas/bawah, raja/abdi, cahaya/gelap, nyata/ghaib, feminin/maskulin, termasuk patriarkat/matriarkat. Karena curahan hujan dari langit memerlukan bumi yang menerima curahan, maka langit ditegaskan sebagai maskulin karena adanya bumi. Dualitas ini selalu ada baik dalam tataran ilahiah, tataran kosmos, maupun tataran manusia, yang semuanya menuntut keseimbangan di antara keduanya. Tuhan adalah keseimbangan antara nama-namanya yang Jalal (patriarkat) dan Jamal (matriarkat). Inti dari penciptaan kosmos adalah bagaimana kesatuan harmonis ini dapat terwujud dalam kosmos, karena kesatuan ini menegaskan Tuhan yang satu.

Pergeseran keseimbangan harmonis yin/yang pada tataran kehidupan sosial juga tampak dalam segala segi kehidupan, terutama dalam peradaban modern yang lebih menekankan kepada pengutamaan aspek yang atau kekuasaan. Hal ini terlihat dari berlomba-lombanya manusia meraih power, baik itu dalam hal materi, ketenaran maupun pengaruh. Sifat yang yang dominan, dapat menggeser keseimbangan ke arah negatif, dan ini hal yang menarik ia kemukakan adalah bahwa patriarkat (yang) dan matriarkat (yin) pada tataran manusia masing-masing mempunyai sisi positif dan negatif, yang keduanya saling melengkapi.

Kalau menurut Johan Jacob Bachofen ( dalam Megawangi,1999 : 231), sisi matriarkat yang disimbolkan oleh kelekatan manusia dengan figur ibu, mempunyai sisi negatif dan positif. Sisi positif adalah manusia akan mempunyai rasa penuh kasih sayang dan melihat segala sesuatu sebagai bagian dari kesatuan


(37)

tanpa pandang bulu. Kalau kualitas matriarkat ini terlalu berlebihan, maka yang terjadi akan terlalu toleran terhadap apa saja, termasuk yang melanggar norma-norma baik dan buruk, tidak disiplin, tidak memperhatikan hukum-hukum, dan hilanglah individualitas manusia. Sedangkan sisi patriarkat disimbolkan dengan figur ayah adalah kehidupan manusia yang direpresentasikan dengan sikap keagungan, kekuasaan, hukum-hukum kewajiban, dan hierarkis. Sisi positif dari aspek patriarkat ini adalah disiplin, ketaatan pada hukum, serta berkembangnya individualitas dan rasionalitas manusia. Namun sisi negatif dari aspek ini adalah otoriter, penindasan, dan hubungan manusia yang serba instrumental.

Oleh karena itu, kedua aspek patriarkat dan matriarkat pada segala aspek kehidupan manusia harus diseimbangkan, sehingga terjadilah kesatuan harmonis. Tujuan penciptaan adalah penegasan Allah yang Satu, atau Tao dalam filsafat Taoisme, melalui keseimbangan dan kesatuan Jamal (feminitas) dan Jalal (maskulinitas) baik secara internal maupun eksternal. Dengan kata lain, esensi tujuan kehidupan manusia baik pria maupun wanita adalah untuk menjadi insan kamil, yaitu manusia yang dapat menyatukan sisi ilmiah Jamal (Yin-kelembutan) dan Jalal (Yang-kekuasaan) menjadi kamal (kesatuan yin/yang sempurna), atau insan kamil. Inilah sebuah manifestasi dari wujud manusia yang mempunyai keseimbangan harmonis dalam aspek Jalal/Jamal atau yang/yin-nya.

Apa pun yang telah dilakukan dalam kondisi seperti ini, dambaan kaum feminis untuk mengubah lingkungan sosial yang lebih egaliter akan sulit sekali, kalau individu-individu manusianya masih tetap mempunyai sifat-sifat negatif. Maka mungkin benar apa yang dikatakan Murata bahwa “Our problem today is not that men and women are unequal, but that there are hardly any true men or


(38)

true women left in the world”. (Masalah kita sekarang adalah bukan pria dan perempuan tidak setara, tetapi hanya sedikit sekali pria sejati yang tinggal di dunia ini.)

Terwujudnya keharmonisan sosial perlu didekati dengan penyadaran pada tingkat individu terlebih dahulu. Setiap individu, baik laki -laki maupun perempuan, perlu mengadakan introspeksi ke dalam untuk mentransformasikan batinnya agar manusia yang lebih sempurna dan seterusnya menjadi insan kamil. Manusia yang mempunyai keunggulan batin ini, tentu akan penuh kedamaian, dan akan menghormati dan memenuhi hak setiap mahluk hidup di luar dirinya. Keadaan ini tentu akan terefleksi juga dalam setiap relasi sosial yang diwarnai dengan keharmonisan, walaupun penuh dengan keragaman ( Megawangi, 1999 : 237 ).

1.5.2.2 Signifikansi Keberadaan Struktur Hierarkis

Supaya konsep equality in diversity dan kesatuan yang/yin dalam paradigma inklusif dapat diterima, maka ini harus ditunjang oleh suatu pembenaran teoritis, bahwa hubungan harmonis yin/yang memang dapat tumbuh subur dalam struktur hierarkis. Karena bagi kaum kiri radikal atau mereka yang ingin mengadakan perubahan struktural, struktur hierarkis dianggap struktur yang menindas yang tidak mungkin menciptakan relasi sosial yang harmonis. Namun pada kenyataannya struktur ini adalah bersifat generik (universal), yang dapat ditemui dalam segala macam bentuk kehidupan masyarakat, bahkan dalam pola relasi segala sesuatu dalam alam semesta. Struktur hierarkis ini adalah struktur patriarkat yang berakar dari sifat kodrati maskulin (yang). Para egalitis (kaum sosialis atau kiri) ingin mengubah struktur ini menjadi horizontal. Sistem


(39)

horizontal ini berakar dari sifat kodrati feminin (yin), yaitu sifat saling peduli, ingin berkorban, memelihara, sehingga tidak ada lagi strata-strata kehidupan sosial. Sistem matriarkat ini, walaupun tidak ada dalam tataran sosial (kegagalan sistem komunis adalah bukti nyata bahwa struktur sosial horizontal samarata adalah tidak dapat terwujud dalam tataran sosial), pada kenyataannya banyak ditemui dalam struktur hierarkis, dimana masyarakatnya penuh dengan kepedulian, dan kebersamaan ( Megawangi, 1999 : 237 ).

Adanya struktur hierarkis ini memungkinkan orang untuk dapat mengenal baik dan buruk, karena baik itu akan termanifestasi kalau ada yang buruk. Bagaimana kata baik bisa ada kalau semuanya samarata? Struktur ini dapat mengasah diri manusia untuk dapat peduli kepada orang-orang di bawahnya, karena melihat adanya kemiskinan. Seseorang akan belajar bahwa ada orang yang kurang beruntung yang harus ditolong. Apabila orang-orang yang kurang beruntung, miskin, atau tidak mampu mendapatkan perhatian dan rasa kepedulian yang besar dari orang-orang yang berada di atasnya, maka yang terjadi adalah suatu keseimbangan yang harmonis, dimana keadaan dan rasa kasih sayang akan mewarnai kehidupan masyarakat ( Megawangi,1999 : 238 ).

Selain itu struktur hierarkis harus ada dalam tatanan sosial, karena ini merupakan simbol-simbol, yang nantinya akan menyadarkan manusia bahwa ada satu realitas tinggi, Tuhan. Oleh sebab itu, struktur hierarkis adalah kebutuhan mendasar manusia, agar manusia belajar untuk dapat mengabdi dan menghormati figur-figur diatasnya. Suatu penghormatan atau pengabdian yang diberikan oleh seseorang, bukan untuk diberikan kepada individu, atau kekuasaan yang dipegangnya, tetapi hanya merupakan simbol. Apa yang disimbolkan adalah suatu


(40)

realitas abstrak yang jauh berada diatas seluruh manusia, yang harus diekspresikan oleh manusia dalam bentuk tanggung jawab atau obligasi yang harus dilakukan kepada sesama manusia. Struktur ini juga menyimbolkan bahwa manusia memerlukan adanya figur yang dianggap lebih kuat dari dirinya, di mana ia dapat berlindung dan bergantung kepada-Nya (the powerful other). Tentunya, seorang individu perlu diberikan struktur untuk menunjang ini.

Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa segala bentuk keragaman pada tataran sosial atau eksternal akan selalu ada. Adapun hilangnya perbedaan antar manusia atau terciptanya kondisi kesetaraan dalam arti sebenarnya, hanya ada dalam pengertian hakiki, dimana manusia-manusia yang telah mempunyai tingkatan normal sosialis sejati akan mewujudkannya dalam relasi sosial, misalnya, seorang yang mempunyai kesadaran moral tinggi akan selalu memperlakukan manusia lainnya dengan penuh hormat dan adil karena hakiki kemanusiaannya, walaupun kondisi eksternalnya beragam; pria/wanita, kulit hitam/putih, kaya/miskin. Namun sekali lagi perlu ditekankan bahwa kondisi samarata hanya ada dalam tataran batin, internal, atau esensi. Adapun manifestasi kesadaran moral ini (atau terjadinya kesatuan yin/yang), adalah kondisi dimana pola relasi antar individu, antar golongan, antar kelas, sosial-ekonomi, adalah dalam suasana damai, yaitu suasana yang tidak ada pertentangan dan konflik. Dengan perkataan lain, apabila manusia telah menginternalisasikan dalam dirinya kesatuan yin/yang, maka akan tercipta kehidupan sosial yang harmonis, walaupun kondisi eksternal yang berbeda. Implisit dari pernyataan ini adalah tatanan masyarakat yang sosialis (harmonis), hanya dapat dicapai oleh para manusia-manusia yang telah mempunyai tingkat moral sosialis sejati, yaitu mereka yang


(41)

telah mencapai nilai kemanusian tertinggi, atau nafs muthma’innah telah ( Megawangi, 1999 :249-250).

Dengan melihat beberapan teori yang telah dipaparkan diatas maka penelitian ini akan menggunakan konsep Megawangi yang mengungkapkan kesetaraan adalah pemberian keadilan, kemudian konsep yang mengungkapkan penghormatan terhadap perbedaan peran serta Sachiko Murata yang menggunakan konsep keseimbangan yin/yang.

1.6 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif. Dalam penelitian ini peneliti akan mencoba memberi gambaran tentang kegiatan yang dilakukan perempuan dalam tugasnya sebagai karyawan.

Teknik penelitian yang digunakan dalam pencarian data di lapangan antara lain :

1.6.1 Teknik Observasi ( pengamatan )

Observasi yang dilakukan ialah mengamati kegiatan – kegiatan yang dikerjakan oleh perempuan di dalam pabrik serta melihat fasilitas yang disediakan oleh pabrik untuk menjaga dan membantu proses bekerja karyawan.

1.6.1 Teknik Wawancara

Wawancara dilakukan untuk memperoleh data primer. Wawancara dilakukan dengan memilih informan dengan menggunakan metode snow ball sampling yaitu memilih informan secara berjenjang. Wawancara dimulai dengan perkenalan secara biasa untuk menghindari rasa takut dan curiga dari informan.


(42)

Setelah tercipta suasana dan keadaan yang nyaman dan bersahabat dengan informan barulah peneliti melakukan wawancara mendalam (Dept Interview). Hal pertama yang dilakukan oleh peneliti yaitu mengenai riwayat hidup dari informan. Kemudian peneliti akan menanyakan kenapa dia sampai bekerja pada pabrik tersebut lalu sudah berapa lama, lalu apakah ini merupakan pekerjaan utama, dilanjutkan dengan pertanyaan apakah ada hal – hal yang mengganggu ataupun perlakuan diskriminasi dari pihak perusahaan yang dianggap merugikan dirinya.

1.6.2 Penentuan Informan

Informan pangkal dalam penelitian ini adalah salah seorang karyawan administrasi pabrik tersebut. Dari informan pangkal akan diperoleh tata cara aturan yang tepat untuk bisa melakukan serta memilih waktu untuk melakukan wawancara. Selain itu dari informan pangkal ini peneliti akan memperoleh data tentang statistik karyawan yang merupakan data awal. Selanjutnya menentukan informan inti. Informan inti difokuskan pada wanita yang telah bekerja di pabrik tersebut dalam waktu yang lama yaitu 4 orang yang mempunyai masa bekerja 5 tahun, karena dia kemungkinan telah mengenal perusahaan dengan baik.

1.7 Analisis Data

Data yang diperoleh akan dianalisis secara kualitatif. Proses analisa data pada penelitian ini dimulai dengan menelaah keseluruhan data yang diperoleh dari observasi dan wawancara yang seterusnya disusun secara sistematis agar lebih mudah dipahami. Pada akhirnya peneliti akan menemukan dan mengelompokkan hal – hal menonjol yang bisa menyimpulkan apakah kesetaraan telah tercapai atau belum


(43)

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2.1 Sejarah Berdirinya Pabrik

PT Duta Ayumas Persada Medan didirikan pada tanggal 14 juli 1985. Lokasi ini terletak di jalan Raya Namorambe, Gedung Johor, Deli Serdang dan berkantor pusat di jalan Timor Baru II No. 22/79 Medan. PT Duta Ayumas Persada adalah perusahaan yang bergerak di bidang barang – barang konsumen ( consumer goods ). Barang – barang konsumen yang dihasilkan meliputi, tepung, susu, dan saos dengan ruang lingkup yang cukup luas.

Sebelum resmi berdiri menjadi PT DAP, perusahaan ini merupakan toko kecil yang menjual bahan – bahan perlengkapan sehari – hari dan menerima pesanan pembuatan atau pengolahan tepung, bumbu dan penyedap makanan yang lain dan sangat terbatas pada pesanan konsumen tertentu.

Tahun berganti tahun dan hasil pengolahan dari toko tersebut semakin baik dan memuaskan konsumen, maka pesanan dari konsumen semakin banyak dan terus meningkat, sehingga pengolahan secara manual tidak dapat lagi memenuhi pesanan dari konsumen. Akhirnya dengan pertimbangan atas produk – produk yang dihasilkan, banyaknya konsumen dan luasnya daerah pemasaran serta persaingan, maka timbullah suatu ide untuk membeli peralatan yan lebih baik yang tidak lagi hanya mengolah pesanan dari pelanggan, tetapi sudah dapat memproduksi secara kecil – kecilan beberapa jenis bahan perlengkapan untuk makanan sehari – hari yang banyak peminatnya.


(44)

Akhirnya jumlah produk – produk yang diproduksi semakin banyak dan ruang pemasaran produk – produk semakin luas, maka PT Duta Ayumas Persada tidak lagi menerima order dari pelanggan, tetapi sudah memproduksi sendiri. Dengan tekad untuk semakin meningkatkan mutu dan mencapai kemajuan yang lebih tinggi serta didukung oleh peralatan – peralatan yang lebih canggih, maka pada tahun 1989 status dari toko berubah menjadi PT Duta Ayumas Persada.

Ruang pemasaran PT Duta Ayumas Persada Medan saat ini sudah sangat luas dan tidak hanya bersifat lokal tetapi sudah mencapai propinsi – propinsi yang lain di Indonesia.

2.1.1 Tujuan Umum Pabrik

PT Duta Ayumas Persada dalam kegiatannya mempunyai beberapa tujuan umum yaitu :

 Untuk menampung tenaga kerja, sehingga dapat membantu mengurangi masalah pengangguran.

 Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan bahan – bahan makanan atau pelengkap bahan makanan.

 Agar dapat membantu usaha pemerintah dalam mensukseskan program pembangunan nasional terutama dalam hal pangan.

 Untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat khususnya masyarakat di daerah Gedung Johor, Deli Serdang.


(45)

2.1.2 Tujuan Khusus Pabrik

 Untuk memperoleh laba atau keuntungan yang layak bagi pemilik perusahaan guna menunjang kelangsngan hidup perusahaan.

 Untuk memperluas usaha dengan cara mengadakan sarana – sarana atau fasilitas yang mendukung sehingga omzet dari perusahaan semakin besar.

2.1.3 Lokasi Pabrik

PT. Duta Ayumas Persada dalam menentukan letak lokasi perusahaan membagi unit kegiatan usahanya menjadi 2 (dua) bagian, yang antara bagian yang satu dengan bagian yang berlainan tempat. Pusat PT. Duta Ayumas Persada yang menangani administrasi bertempat di Jalan Timor Baru II No. 22/79 Medan, sedangkan unit industri ( Pabrik ) PT. Duta Ayumas Persada yang menempati tanah seluas1,5 hektar yang berlokasi di Jalan Raya Namorambe, Gedung Johor, Deli Serdang Medan atau lebih kurang sepuluh kilometer arah selatan dari pusat kota Medan.

Untuk mencapai lokasi penelitian ada beberapa angkutan kota yang dapat dipergunakan. Angkutan kota yang pertama yaitu KPUM NITRA dengan nomor trayek P25 dan angkutan ini dapat digunakan untuk penumpang yang berasal dari daerah Simalingkar, Simpang Selayang dan Binjai. Angkutan kota yang kedua yaitu KPUM NITRA dengan nomor trayek P95 dan angkutan ini dapat digunakan

oleh penumpang yang berasal dari daerah Jl Brigjen Katamso, Jl Sisingamangaraja dan Jl Delitua serta Terminal Amplas.


(46)

1. Dekatnya perusahaan dengan sumber bahan mentah, yaitu: beras, pulut, dan gula pasir.

2. Dekatnya perusahaan dengan pasar yang dituju, jalur perdagangan yagn strategis seperti: Berastagi, Kabanjahe, Aceh, Lhoksumawe, Sibolga, Medan, Belawan, Rantau Prapat dan Pekan Baru.

3. Transportasi

PT. Duta Ayumas Persada yang terletak dipinggir jalan raya, mempermudah pengangkutan bahan baku maupun hasil produksi.

4. Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang mudah didapati di sekitar kawasan Raya Namorambe, Deli Serdang.

2.2 Stuktur Organisasi

Organisasi adalah merupakan suatu penetapan dan pembagian tugas yang dilaksanakan, pembatas tugas, tanggung jawab, serta wewenang dan penetapan hubungan antara unsur – unsur organisasi sehingga individu – individu yang terlibat dapat bekerja seefektif mungkin, sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan baik.

Struktur organisasi merupakan kerangka yang menunjukkan bagian – bagian tugas dan tanggung jawab di dalam suatu perusahaan yang saling bekerja sama untuk mencapai tujuan perusahaan.

Secara umum struktur organisasi PT. Duta Ayumas Persada dapat digambarkan sebagai berikut:


(47)

Tabel 2.1

Bagan Struktur Organsasi PT. Duta Ayumas Persada Medan

Sumber : Personalia PT. Duta Ayu Mas Persada.

Stuktur organisasi PT. Duta Ayumas Persada merupakan suatu struktur yang berbentuk hierarki karena tiap subset memiliki tingkatan yang lebih rendah daripada subset diri sendiri. Dalam stuktur organisasi yang berbentuk hierarki, menajemen puncak berada paling atas dalam bagan, manajemen menengah berada

DIREKTUR

( Laki – Laki )

MANAJER ( Laki – Laki )

SEKRETARIS ( Perempuan )

Bag. PEMASARAN ( Perempuan )

Bag. PEMBELIAN ( Perempuan )

Bag. KEUANGAN ( Perempuan )

Bag. PRODUKSI ( Perempuan ) Bag.

PERSONALIA

( Perempuan )

SALESMAN ( Laki – Laki )

PETUGAS LAPANG AN ( Laki-laki) KAS (Perempuan) PEMBUKUAN (Perempuan) PELAKSANA (Laki-laki dan Perempuan)


(48)

di tengah, dan manajemen bawahan berada di tempat yang paling bawah. Bagan hierarki berbentuk seperti piramida karena manajemen puncak jumlahnya relatif sedikit dibandingkan dengan menajemen yang ada di bawahnya.

Dengan adanya pembagian organisasi yang jelas, maka setiap organisasi atau departemen mempunyai wewenang dan tugas yang berbeda, sehingga menimbulkan spesialisasi. Misalnya akuntan dalam fungsi perangkuman mengkhususkan diri dalam perangkuman. Petugas pemasaran mengkhususkan diri dalam pemasaran. Spesialisasi dapat berlanjut sedemikian sehingga dalam sebuah fungsi terdapat para spesialisasi masing – masing divisi yaitu:

2.2.1 Direktur

• Memimpin rapat direksi dan rapat anggaran belanja.

• Mengkoordinir seluruh aktivitas perusahaan.

2.2.2 Manajer

• Mengawasi bagian – bagian dalam pelaksana.

• Memberi laporan kemajuan perusahaan.

2.2.3 Sekretaris

• Mempersiapkan surat – surat yang berasal dari dalam maupun dari luar perusahaan.

• Mempersiapkan pekerjaan bila ada tamu perusahaan.

2.2.4 Bagian Pemasaran

• Membawahi para salesman dan supervisor.

• Merencanakan dan mempersiapkan pasar yang akan dimasuki.

2.2.5 Bagian Pembelian


(49)

• Mengadakan pembelian spare part.

• Mengadakan pengawasan mutu bahan baku.

2.2.6 Bagian Keuangan

• Mengurusi keuangan perusahaan.

• Mempersiapkan gaji karyawan.

• Menghitung pemasukan dan pengeluran perusahaan.

2.2.7 Bagian Personalia

• Mengurusi penerimaan karyawan.

• Melayani tamu perusahaan dan memberi informasi tentang kondisi perusahaan.

2.2.8 Bagian Produksi

• Mengawasi kualitas hasil produksi.

• Merencanakan dan mengurusi secara efisien semua aktivitas yang menyangkut bagian produksi.

• Merencanakan dan membuat sendiri perlengkapan – perlengkapan produksi demi menghemat biaya perusahaan.

2.3 Struktur Penggajian

Penggajian di PT Duta Ayumas Persada Medan terdiri dari beberapa komponen yang dipadukan.

2.3.1 Gaji Pokok

Besarnya gaji pokok karyawan PT Duta Ayumas Persada adalah sama pada setiap jabatan. Rata – rata gaji yang diterima oleh setiap karyawan adalah


(50)

Rp 30.000/ hari atau berkisar antara Rp 900.000/ sebulan. Gaji karyawan dapat mengalami pemotongan jika karyawan tidak hadir tanpa adanya izin dari perusahaan

2.3.2 Tunjangan Jabatan

Tunjangan jabatan diberikan pada seluruh karyawan tanpa terkecuali yang telah mengabdi pada perusahaan untuk jangka waktu tertentu berdasarkan persetujuan direktur. Besarnya tunjangan jabatan ditentukan oleh jabatan karyawan tersebut.

2.3.3 Tunjangan Insentif

PT Duta Ayumas Persada akan memberikan insentif kepada seluruh karyawan yang tidak kehilangan jam kerja dalam satu bulan takwim.

2.3.4 Tunjangan Lembur

PT Duta Ayumas Persada tidak membatasi jumlah jam kerja lembur dalam sebulan. Upah yang diterima untuk lembur akan sama dengan jumlah gaji yang diterima dalam sehari dengan jangka waktu yang lebih singkat.

2.3.5 Tunjangan Cuti

PT Duta Ayumas Persada membrikan tunjangan cuti bulanan selama1 hari dan cuti haid selama 2 hari. Cuti tersebut harus diajukan ke personalia sebelum pelaksanaannya.

2.3.6 Tunjangan Hari Besar Keagamaan

PT Duta Ayumas Persada memberikan tunjangan Hari Raya ( THR ) dan tunjangan hari Natal yaitu sebanyak satu bulan gaji dan itu diberikan kepada karyawan yang telah memenuhi syarat dan telah tercantum sebagai karayawan yang telah lulus masa percobaan.


(51)

2.4 Jumlah Karyawan

Jumlah karyawan yang dipekerjakan PT Duta Ayumas Persada Medan diklasifikasikan berdasarkan departemen tempatnya bekerja yang secara umum terbagi atas Top Manajemen, Departemen Produksi, Departemen Administrasi Umum, Departemen Keuangan, Departemen Pemasaran, dan Departemen Penelitian.

Tabel 2.2 Jumlah Karyawan PT Duta Ayumas Persada

No Departemen Posisi Jumlah

1. Top Manajemen General Manajer 1

Sekretaris ( Perempuan ) 1

2. Produksi

Manajer Produksi 1

Operator Teh/Susu

( Perempuan berjumlah 50 orang )

65 Operator Saos

( Perempuan berjumlah 50 orang )

62 Operator Tepung

( Perempuan berjumlah 12 orang )

20 Selektor

( Perempuan berjumlah 2orang )

4

3 Administrasi Umum Personalia Umum ( Semua perempuan )

3 Administrator Administrasi

Umum ( Semua perempuan ) 4

Security 3

Sopir 6

Office Boy ( Perempuan 2 orang ) 7

4 Keuangan Kasir ( Perempuan ) 1

Pembukuan ( Perempuan ) 1

5 Pemasaran Supervisor Pembelian 3

Pemasaran ( Perempuan 4 Orang ) 13

Kepala Gudang 3

6 Reseach ( Peneliti ) Analisis Material 4

Analisis Mikrobiologi ( Perempuan 2 orang )

6


(52)

2.5 Ruang Lingkup Bidang Usaha

PT Duta Ayumas Persada memproduksi berbagai jenis makanan berupa saos, tomat, cabai dan tepung beras, tepung pulut, tepung gula, tepung maizena dan tepung Hun Kwe serta minuman susu kedelai, sirup terong belanda dan teh kembang botolan. Semua produk ini sebagian besar diproduksi berdasarkan permintaan konsumen yang telah mengkonsumsi produk – produk PT Duta Ayumas Persada.

Secara rinci jenis – jenis produk yang dihasilkan oleh PT Duta Ayumas Persada ini diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Minuman meliputi : susu kedelai Dena, teh kembang, serta sirup terong belanda dan spring water Dena.

b. Saos meliputi : saos chili, tomato Surya dan Sunflower.

c. Tepung meliputi : tepung beras, tepung pulut, dan gula serta Hun Kwe.

Pemasaran teh kembang dan susu kedelai Dena difokuskan oleh PT Duta Ayumas Persada pada restoran – restoran yang meminati jenis minuman teh kembang ini seperti restoran Simpang Tiga di wilayah Tebing Tinggi, rumah makan Sentang Asahan, dan sejumlah restoran lainnya di berbagai daerah Sumatera Utara. Sedangkan untuk tepung, pemasarannya cukup luas pada retailer – retailer besar di sebagian besar wilayah Sumatera Utara. Keberadaan PT Duta Ayumas Persada saat ini telah diterima oleh industri makanan lokal karena kemampuannya menjangkau pasar dan selera konsumen.

PT Duta Ayumas Persada Medan mengutamakan kualitas pada keseluruhan proses produksi maupun produk akhirnya serta sangat


(53)

memperhatikan keselamatan dan kesejahteraan para karyawannya serta keharmonisan perusahaan dengan lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu pula PT Duta Ayumas Persada Medan dianggap sebagai industri manufaktur yang sangat kompeten dan peduli secara sosial.

2.5.1 Daerah Pemasaran

PT Duta Ayumas Persada Medan menjangkau pasar yang cukup potensial di wilayah Sumatera ini. PT Duta Ayumas Persada sebagai supplier saos, susu kedelai dan teh kembang mengembangkan saluran distribusinya keberbagai wilayah di kota Medan, Tebing tinggi, Asahan, Labuhan Batu, dan daerah – daerah lainnya untuk memenuhi permintaan konsumen yang semakin meningkat.

Daerah pemasaran ini terdistribusi secara merata dengan jumlah permintaan yang relatif sama. Kegiatan pemasaran sendiri dilakukan oleh PT Duta Ayumas Persada dengan menggunakan sarana transportasi yang disediakan perusahaan. Namun untuk wilayah – wilayah diluar kota Medan, PT Duta Ayumas Persada menggunakan jasa retailer besar untuk mendistribusikannya ke wilayah – wilayah terpencil sekalipun.

Berikut ini daftar data penjualan salah satu produk PT Duta Ayumas Persada Medan dalam hal ini berupa data pemasaran Teh Kembang Dena di sejumlah wilayah pemasaran di Sumatera Utara untuk tahun 2006.


(54)

Tabel 2.3 Data Distribusi Pemasaran Teh Kembang Dena Di Sumatera Utara Tahun 2006

Dalam Satuan Krat

Periode Medan T.Tinggi Binjai L.Batu Asahan

Januari 7800 6000 4500 5200 6500

Februari 8000 6050 4500 4900 6520

Maret 8000 6000 4430 5120 6550

April 8370 5780 4500 5000 6400

Mei 8350 5750 4545 5100 6400

Juni 8300 5940 4560 5000 6500

Juli 8230 5700 4600 5024 6518

Agustus 8700 5300 4550 5024 5870

September 8700 5600 4527 5200 6300

Oktober 8500 6000 4300 4930 6470

November 8618 5420 4450 5000 6500

Desember 8840 6000 4500 4760 6000

Sumber : Personalia PT Duta Ayumas Persada

Pada tabel data diatas terlihat bahwa jumlah pemasaran produk PT Duta Ayumas Persada Medan mempunyai jumlah peminat yang besar dibeberapa daerah dan dalam setahun minat dari setiap daerah stabil dan terlihat pula bahwa peminat di kota Medan adalah konsumen terbesar dari produk PT Duta Ayumas Persada Medan.

2.5.2 Fasilitas Yang Dimiliki

Agar karyawan dapat bekerja baik, maka pabrik menyediakan beberapa fasilitas yang mendukung dan menjamin kelancaran pekerjaan mereka. Fasilitas tersebut adalah :


(55)

b. Disediakan alat perlindungan pernafasan. c. Tersedianya alat pemadam kebakaran.

d. Fasilitas untuk keperluan MCK yang cukup baik. e. Ruangan parkir yang cukup luas.

f. Fasilitas yaitu beberapa alat canggih yang digunakan untuk memproduksi bahan produksi seperti boiler, generator besar, dan beberpa alat lainnya.


(56)

BAB III

POSISI, PERAN DAN ASPIRASI KARYAWAN PEREMPUAN

Seperti yang telah dikemukakan pada pendahuluan dan telah diperjelas pada gambaran umum penelitian bahwa PT DAP adalah sebuah perusahaan yang bergerak dibidang produksi barang – barang olahan seperti saus, tepung dan susu kedelai. Perusahaan ini telah berdiri dalam waktu yang cukup lama dengan jumlah karyawan perempuan yang lebih besar terdapat didalamnya. Melalui pra penelitian penulis menemukan bahwa jumlah karyawan perempuan bahkan berjumlah hampir 75 % dari total karyawan pada pabrik perusahaan tersebut.

Masih menjadi pertanyaan bahkan hingga saat ini bahwa dibalik keberhasilan perempuan untuk bisa masuk ke sektor publik menimbulkan pertanyaan, apakah dapat ditegaskan bahwa melalui perjuangan yang tiada henti perempuan pada akhirnya mampu memperoleh kesetaraan menggantikan bias gender yang selama ini diterima oleh perempuan di seluruh dunia atau malah sebaliknya timbul bias gender dalam bentuk baru atau secara lebih singkat dirumuskan apakah kesetaraan kuantitatif bisa sejalan dengan kesetaraan kualitatif.

Untuk mengetahui hal tersebut maka penulis akan menggambarkan 2 hal yaitu :

a. Menggambarkan Posisi dan Peran yang dipegang perempuan di pabrik tersebut.


(57)

b. Menggambarkan aspirasi karyawan perempuan terhadap kondisi yang mereka terima

3.1 Posisi dan Peran Karyawan Perempuan

Berbicara mengenai posisi berarti berbicara mengenai tempat yang diduduki/dipegang oleh seseorang sedangkan berbicara mengenai peran maka kita sedang membahas tentang pekerjaan yang dikerjakan pada suatu bidang atau bagian ( Nurhayati, 2001 ).

Melalui keterangan awal yang diperoleh dari informan, telah diterangkan posisi dan peran dari karyawan perempuan di PT DAP. Namun untuk lebih jelasnya maka akan dipaparkan secara rinci tentang posisi dan peran perempuan di PT DAP.

3.1.1 Posisi Karyawan Perempuan

Karyawan perempuan di PT DAP menempati beberapa posisi. Posisi tersebut diantaranya :

1. Bagian Administrasi. 2. Bagian Produksi.

Kedudukan tertinggi yaitu manajer dan direktur ternyata masih dipegang laki – laki. Namun kedudukan yang ada ternyata tidak menjadi sebuah permasalahan bagi perempuan yang hanya duduk di bagian administrasi dan produksi. Melalui wawancara yang dilakukan dilapangan ternyata perempuan memberikan tanggapan yang baik.


(58)

3.1.1.1 Bagian Administrasi

Pada bagian administrasi perempuan ditempatkan sebagai personalia, pemasaran, pembelian dan keuangan. Seperti yang telah dikemukakan diatas perempuan merasa cukup nyaman dengan posisi yang mereka duduki saat ini. Ketika ditanya pendapat mereka tentang kedudukan manajer yang dipegang laki – laki perempuan memberikan beberapa tanggapan.

Ikva karyawan yang memegang jabatan personalia mengatakan adalah sebuah kewajaran jabatan direktur dipegang laki – laki. Hal itu dikatakannya karena PT DAP adalah sebuah perusahaan pribadi dan direktur yang menjabat merupakan pemilik perusahaan tersebut. Dalam wawancara dikatakan

“ Ya wajarlah direkturnya laki – laki karena perusahaan ini adalah milik pribadi, jadi tidak mungkin dipercayakan kepada orang lain sebagai direkturnya.“

Hal senada juga diungkapkan oleh karyawan pemasaran bernama Sri Mulyani alias a-sen. Ia mengatakan jabatan direktur memang pantas dipegang laki – laki, karena selain PT DAP merupakan milik pribadi direktur pekerjaan dan tanggung jawab yang diemban juga sangat besar dan beresiko. Ditambahkan juga Sri ketika ia diberi sebuah kesempatan untuk memilih maka ia lebih memilih posisi yang dipegang saat ini, karena selain gaji yang diterima cukup besar, tanggung jawab pekerjaan yang dibebankan juga tidak terlalu berat. Dalam wawancara dikatakan :

“ Ya pantaslah laki – laki yang jadi direktur, tanggung jawabnya besar. Kalo saya disuruh jadi direktur saya merasa tidak sanggup untuk memenuhi tanggung jawab pekerjaan saya.”

Selain jabatan direktur jabatan penting lain yang dipegang laki – laki adalah sebagai manajer perusahaan. Namun sekali lagi jabatan tersebut tidak


(59)

membuat perempuan merasa iri dengan keadaan tersebut. Keadaan tersebut terjadi dikarenakan beberapa hal. Salah satunya seperti yang diungkapkan oleh Fei – Fei.

Menurutnya manajer perusahaan tersebut merupakan orang yang memimpin dengan bijak dan bersahabat. Sifat bijak dan bersahabat manajer tersebut dianggap Fei – Fei menimbulkan rasa percaya diri dan semangat bagi karyawan yang bekerja di PT DAP sehingga suasana kondusif dan tenang selalu tercipta sehingga hampir tidak terlihat perbedaan kedudukan yang ada antara manajer dan karyawan.

Terlepas dari permasalahan kepemimpinan tertinggi yang dipegang oleh laki – laki ternyata kedudukan yang diduduki dianggap cukup pas dan menyenangkan bagi karyawan perempuan. Dalam wawancara ditemukan bahwa perempuan sudah merasa cukup puas dengan posisi yang dimiliki saat ini.

Seperti yang diungkapkan karyawan keuangan Betaria Br Saragih. Dia merasa sangat beruntung bisa menjadi karyawan keuangan. Menurutnya posisi yang dipegang saat ini sangat sesuai dengan pendidikan yang diperoleh yaitu sebagai seorang sarjana dalam bidang akuntansi. Sehingga pekerjaan yang diberikan dapat dikerjakan dengan baik tanpa ada kesalahan yang berarti terlebih lagi gaji yang diperoleh cukup besar.

3.1.1.2 Bagian Produksi

Karyawan pada bagian produksi ternyata memiliki pendapat yang sama dengan karyawan adaministrasi tentang posisi yang mereka pegang saat ini. Umumnya mereka merasa apa yang saat ini telah diperoleh cukup baik dan beberapa diantaranya bahkan merasa beruntung.


(60)

Seperti yang dirasakan oleh ibu Supeni. Menurutnya posisi yang dipegang saat ini sudah sesuai dengan kemampuan yang dia miliki terlebih menurutnya latar pendidikan yang hanya mengecap sekolah menengah pertama membatasi kemampuan yang dimiliki. Lebih jauh dia menuturkan jika kita merasa mampu maka kita setiap saat diberikan perusahaan kesempatan untuk mennduduki posisi yang lebih tinggi seperti menjadi karyawan personalia, keuangan atau bagian administrasi lainnya. Dalam wawancara dikatakan:

“ Ya sudah syukur saya bisa seperti ini wong saya cuma tamatan SMP. Kalo kita mau kita bisa saja naik jabatan ke administrasi cuma kemampuan tidak ada jadi tidak mungkin kita berani. “

Pendapat yang sama diungkapkan oleh ibu Warti. Dia mengatakan bahwa jika mereka ( karyawan produksi ) merasa mampu mereka bisa saja kerja ke bagian administrasi, dia menggambarkan nasib Lindawati Nainggolan yang pada awalnya juga bekerja sebagai karyawan produksi akhirnya bisa menjadi karyawan administrasi karena merasa mampu. Masalah yang ada menurutnya adalah memang kemampuan tidak mendukung dan salah satu yang sudah pasti tidak bisa digunakan adalah komputer sementara hampir semua kegiatan karyawan administrasi adalah berhubungan dengan komputer. Dalam wawancara dikatakan :

“ Siapa saja boleh naik jabatan, tergantung kemampuan seperti ibu Linda dulu karyawan produksi juga, tapi dia belajar komputer akhirnya jadi karyawan administrasi, kalo saya jangankan komputer menggunakan hp aja saya tidak bisa. “


(61)

3.1.2 Peran Karyawan Perempuan

Berbicara mengenai peran pada bagian ini adalah membahas tentang partisipasi karyawan perempuan dalam mendukung kemajuan perusahaan. Melalui informasi yang diperoleh di lapangan ternyata karyawan perempuan memiliki peran dalam usaha memberi kemajuan terhadap perusahaan.

Salah satu peran yang terlihat dari jabatan yang hampir secara keseluruhan dikuasai oleh perempuan adalah pada bagian administrasi. Perempuan diberi kepercayaan untuk mengatur segala keperluan surat – surat yang diperlukan perusahaan saat akan melakukan kegiatan produksi. Petimbangan yang ada disini adalah bahwa perempuan memang seharusnya berada pada posisi tersebut. Kelembutan dan ketelitian dan kesabaran perempuan diyakini mampu memperkecil kesalahan yang bisa memberi kerugian pada perusahaan.

Peran lain yang terlihat adalah perempuan selalu diikutsertakan ketika perusahaan melakukan sebuah pertemuan atau rapat untuk melakukan pemantauan kemajuan perusahaan. Aspirasi perempuan dianggap penting untuk menjadi pertimbangan kemajuan perusahaan. Bahkan perwakilan dari bagian produksi ketika mengikuti rapat biasanya selalu dipercayakan kepada karyawan perempuan.

3.2 Aspirasi Karyawan Perempuan

Pada bagian sebelumnya telah diuraikan secara rinci Posisi dan Peran karyawan perempuan di PT DAP. Dari uraian gambaran umum penelitian terlihat jumlah lebih besar karyawan perempuan pada setiap bagian yang ada di pabrik tersebut dengan kata lain bahwa secara kuantitatif perempuan telah


(1)

16. Nama : R Pinem

Alamat : Perumnas Simalingkar Usia : 40 Tahun

Status : Berkeluarga 17. Nama : Rani Sinta

Alamat : Jl Karya Jasa Usia : 24 Tahun Status : Belum Menikah 18. Nama : Een

Alamat : 23 Tahun

Usia : Pasar 7 Padang Bulan Medan No 58 Status : Belum Menikah

19. Nama : Corah

Alamat : Jl Irigasi Padang Bulan Medan Usia : 33 Tahun

Status : Berkeluarga

20. Nama : Agusta Br Situmorang Alamat : Jl Darusalam No 11 Usia : 31 Tahun

Status : Berkeluarga 21 Nama : Ikva Fatma

Alamat : Jl. Karya Jasa Usia : 27 Tahun Status : Belum Menikah 22. Nama : Sri Mulyani

Alamat : Sukaramai Usia : 25 Tahun


(2)

23. Nama : Fei – Fei Alamat : Delitua Usia : 28 Tahun Status : Berkeluarga 24. Nama : Supeni

Alamat : Jln Ekawarni Usia : 41 Tahun Status : Berkeluarga 25. Nama : Warti

Alamat : Delitua Usia : 29 Tahun Alamat : Berkeluarga


(3)

Tabel Interview Guide

Isu Utama Variabel Parameter Sumber Data Cara Memperoleh Data Gambaran Umum Sejarah Berdirinya Pabrik Lokasi Pabrik Jumlah Karyawan 1. Kapan pabrik berdiri 2. Bagaimana perkembangan pabrik 1. Mengetahui alamat lengkap pabrik serta kantor pusat 2. Berapa luas

pabrik 3. Angkutan apa yang bisa

digunakan untuk mencapai pabrik 1. Berapa jumlah karyawan secara Personalia PT DAP Personalia PT DAP dan

informan Personalia PT DAP Mencatat tanggal dan tahun berdiri pabrik Wawancara mendalam serta mencatat alamat lengkap, serta luas pabrik dan angkutan yang bisa digunakan mencapai pabrik. Mencatat dan memfotocopy data statistik pabrik.


(4)

Struktur Organisasi

Ruang Lingkup Bidang Usaha

Fasilitas Yang

keseluruhan 2. Berapa

jumlah karyawan perempuan 1. Apa – apa

saja jabatan yang terdapat

pada pabrik tersebut 2. Apa – apa saja tugas yang

mereka kerjakan 1. Jenis produk

apa yang dihasilkan

2. Berapa lokasi tempat

pemasaran produk

1. Apa – apa

Personalian PT DAP

Personalia PT DAP dan

informan ( karyawan administrasi

)

Mencatat tugas yang dikerjakan

serta menggambar

struktur karyawan PT

DAP

Mencatat jenis produk

yang dihasilkan

serta wawancara

mendalam dengan informan Mencatat dan


(5)

Posisi, Peran dan Aspirasi

Karyawan Perempuan

Dimiliki

Posisi Karyawan Perempuan

Aspirasi Karyawan Perempuan

saja alat yang digunakan

untuk membantu kelancaran pekerjaan 1. Pada bidang apa perempuan ditempatkan 2. Apa yang tugas yang

dimiliki 1. Apakah pekerjaan yang

diperoleh sudah sesuai

keinginan 2. Bagaimana

pandangan keluarga 3. Bagaimana

kondisi ekonomi

sebelum

Personalia PT DAP

Personalia PT DAP dan

Informan

Informan

barang yang digunakan pada pabrik

Wawancara mendalam serta mencatat

data penting

Wawancara mendalam


(6)

bekerja 4. Bagaimana

kondisi ekonomi setelah bekerja

5. Bagaimana perempuan diperlakukan

6. Pekerjaan apa yang dikerjakan perempuan 7. Berapa upah yang diberikan 8. Apakah hak

– hak yang wajib dipenuhi

pihak perusahaan.