σ
t1
= 2879,23 ≤ 3000 kgcm
2
Sehingga desain cakram ini sudah memenuhi.
4.6 Perhitungan putaran kritis
Putaran kritis adalah putaran permenit yang secara numerik berimpit dengan frekuensi alami getaran getaran poros. Secara teoritis putaran kritis
menyebabkan lendutan poros cenderung untuk memperbesar sampai ke tak hingga. Jadi pengoperasian pada putaran kritis haruslah dihindari ,untuk
menghitung putaran kritis harus menghitung terlebih dahulu pembebanan yang terjadi pada poros . Pembebanan yang dimaksud adalah pembebanan statis yang
disebabkan berat cakram, dan berat poros itu sendiri. Berat cakram pada tingkat terakhir ke-10 dapat dihitung melalui
persamaan berikut ini :
] 2
. .[
.
1 2
1 2
2 2
2 1
y y
r r
y r
r W
o as
ck
+ −
+ −
=
π ρ
] 2
8 2
7 ,
12 4
, 25
16 12
7 ,
12 .[
. 00785
,
2 2
2 2
+ −
+ ×
− =
π
ck
W
=
ck
W 66,51 kg
Untuk berat cakram dari tingkat pengaturan sampai tingkat ke-9 dihitung dengan cara yang sama dan hasilnya ditabelkan, sehingga diperoleh berat total cakram
W
ck,
tot = 459,78 kg Lampiran 5. Pengaruh ujung poros berjuntai overhang [Menurut lit.1, hal. 323] harus
diabaikan untuk idealisasi, karena hal seperti ini hanya sedikit akan menurunkan putaran kritis, sehingga berat total poros W
p
dapat dihitung dengan persamaan :
W
p
=
p as
p
l d
× ⋅
⋅ 4
2
ρ π
Dimana : l
p
= panjang total poros antar bantalan = 200 cm
as
ρ = massa jenis bahan = 0,00785 kgcm
3
= 7850 kgm
3
p
d
= diameter poros yang direncanakan = 24 cm Maka : W
p
= 200
4 00785
, 24
2
× ⋅
⋅ π
= 710,25 kg Sebelum menghitung putaran kritis poros terlebih dahulu ditentukan:
a. Modulus elastisitas poros E = 2,1 x 10
6
kgcm
2
b. Mencari reaksi pada bantalan
160 Ø24
Satuan cm
Ø22
Wp 200
Fcr F10
Ø22
25
RA RB
Gambar 4.5 Pembebanan pada Poros
Σ M
A
= 0 ; W
cr
120 + W
P
100 – R
B
200 = 0 459,78 120 + 710,25 100 – R
B
200 = 0 R
B
= 630,99 kg
ΣF
y
= 0 ; R
A
+ R
B
– W
cr
+W
p
= 0 R
A
+ 630,99 – 459,78+710,25 = 0 R
A
= 539,04 kg
c. Momen inersia untuk poros, dicari dengan persamaan :
I = 64
4 p
d ×
π =
64 24
4
× π
= 16286,054 cm
4
d. Defleksi pada poros ditentukan dengan :
1
= 003461
, 054
, 16286
10 .
1 ,
2 48
200 25
, 710
48
6 3
3
= ×
× ×
= EI
PL cm ,akibat berat poros
2
= 004051
, 054
, 16286
10 .
1 ,
2 768
200 51
, 66
768
6 4
4
= ×
× ×
= EI
qL cm,akibat berat cakram
Selanjutnya ditentukan: ∑F
i
y
i
= Wp.
1
+ W
cr . 2
= 710,25 x 0,003461 + 66,51 x 0,004051 = 2,7277 kg.cm
∑F
i
y
i 2
= 710,25 x 0,003461
2
+ 66,51 x 0,004051
2
= 0,0096 kgcm
2
Maka Putaran kritis diperoleh dengan persamaan:
n
kr
= 300
∑ ∑
2 i
i i
i
y F
y F
………………Lit. 1, hal. 333
= 300 0096
, 7277
, 2
= 5056,88 rpm. Sehingga besarnya perbedaaan putaran kritis dengan putaran normal turbin,
diperoleh :
100 -
x n
n n
n
kr t
kr
= ∆
100 5700
5056,88 -
5700 x
= 11,28 Dari praktek ternyata, bila putaran kritis berbeda dengan putaran
normal sebesar 15 sampai 20 , dapat dipastikan bahwa turbin sudah berada dalam operasi yang aman Lit. 1, hal. 328, akan tetapi kebanyakan pabrik
pembuat turbin memakai kepesatan operasi normal lebih tinggi atau lebih rendah daripada kepesatan kritis sebesar 30 sampai 40.
4.7 Bantalan dan Pelumasan