BAB IV
PERHITUNGAN UKURAN UTAMA TURBIN
4.1 Perhitungan Ukuran Poros
Pada perencanaan ini poros mempunyai fungsi sebagai penghubung yang memindahkan daya dan putaran turbin serta tempat pemasangan cakram dan sudu,
sehingga beban yang akan dialami poros ini adalah: 1.
Beban lentur yang berasal dari berat sudu-sudu dan cakram 2.
Beban puntir yang berasal dari cakram Dalam perancangan poros dari segi kekuatan mekanis, tegangan-tegangan
pada penampang terlemah diambil sebagai dasar perhitungan, yang antara lain :
Penampang yang momen lenturnya terbesar
Penampang yang momen puntirnya maksimum Untuk poros putaran sedang dan beban berat digunakan baja paduan
dengan pengerasan kulit. Untuk ini dipilih bahan poros adalah baja krom nikel JIS 4102 SNC 21 yang memiliki kekuatan tarik 80 kgmm
2
Lampiran 1.2. Tegangan geser yang diizinkan untuk bahan poros dapat dihitung
berdasarkan persamaan: τ
a
= σ
b
Sf
1
x Sf
2
…………….………..Lit.3, hal. 8 dimana:
Sf
1
= faktor keamanan karena berat poros untuk baja paduan = 6
Sf
2
= faktor keamanan karena adanya pasak, poros bertingkat, dan konsentrasi tegangan 1,3
÷3,0, diambil sebesar 2,2 τ
a
= 2
, 2
6 80
2
× mm
kg
= 6,06 kgmm
2
Daya nominal N yang ditransmisikan pada perancangan ini = 12471 kW pada putaran n = 5700 rpm. Maka besarnya momen torsi poros M
t
[Menurut lit. 3, hal. 7] dapat dihitung dengan persamaan :
M
t
= 9,74 . 10
5
n N
M
t
= 9,74 . 10
5
rpm kW
5700 12471
M
t
= 2131009,47 kg.mm
Diameter poros d
p
dihitung dengan persamaan:
3 1
1 ,
5
×
× ×
t b
t a
p
M C
K d
τ ……….......…Lit.3 hal. 8
dimana : K
t
= faktor pembebanan 1,5 ÷3,0, untuk beban kejutan dan
tumbukan yang besar diambil 2,6 C
b
= faktor pembebanan lentur 1,2 ÷ 2,3 diambil 2,2
217 47
, 2131009
2 ,
2 6
, 2
06 ,
6 1
, 5
3 1
=
×
× ×
=
p
d
mm
Dari standar poros yang ada maka dipilih diameter poros terkecil yang dipakai pada perencanaan ini adalah 220 mm, sedangkan untuk poros
bertingkatnya dipilih 240 mm Lampiran 1.1.
4.2 Perhitungan Ukuran Nosel dan Sudu Gerak
Nosel adalah suatu laluan yang penampangnya bervariasi dimana pada nosel tersebut energi potensial uap dikonversikan menjadi energi kinetik berupa
pancaran uap ke sudu gerak turbin. Dari penyelidikan-penyelidikan secara teoritis dan percobaan, ternyata bahwa uap yang mengalir melalui bagian nozel dengan
penampang konvergen sewaktu berekspansi didalamnya hanya mencapai nilai minimum tertentu yang disebut tekanan kritis p
kr
yang sama dengan 0,577 P
o
untuk uap jenuh dan 0,546 P
o
untuk uap panas lanjut. Kecepatan uap pada tekanan ini disebut kecepatan kritis.
Bila tekanan sesudah nozel lebih besar dari tekanan kritis P
1
p
kr
, maka ekspansi uap yang terjadi hanya sampai tekanan p
1
dan kecepatan uap pada sisi keluar tekanan ini lebih kecil dari kecepatan kritis, dalam hal ini digunakan nozel
konvergen, sedangkan untuk mendapatkan tekanan sisi keluar P
1
p
kr
dan kecepatan superkritis C
1
C
kr
digunakan nosel konvergen divergen. Untuk menentukan jenis nozel yang digunakan dalam perencanan ini,
terlebih dahulu ditentukan harga-harga tekanan kritis p
kr
pada tiap tiap tingkat.
4.2.1 Tinggi Nozel dan Sudu Gerak
Kondisi uap pada tingkat pertama adalah uap panas lanjut, maka tekanan kritisnya:
: p
kr
= 0,546 x P = 0,546 x 39.9 bar = 21,785 bar
dimana tekanan sesudah nozel P
1
= 22 bar, karena P
1
lebih besar dari p
kr,
maka digunakan nozel konvergen.
Penampang sisi keluar nozel f
1
=
1 1
o
c G υ m
2
………………………………...…..Lit.1, hal. 22 dimana :
G = massa aliran uap = 14,145 kgdet
ν
1
= volume spesifik uap pada penampang sisi keluar = 0,2030 m
3
kg C
1
= kecepatan aktual uap pada penampang sisi keluar = 689,946 mdet f
1
= 004162
, 2030
, 946
, 689
145 ,
14 =
× m
2
atau 41,62 cm
2
Tinggi nosel, disarankan diantara10 mm-20 mm, dan derajat pemasukan parsial,
ε tidak kurang dari 0,2. untuk turbin-turbin dengan kapasitas besar dan menengah dengan sudu-sudu yang relarif besar, nilai derajat pemasukan parsial
dapat mencapai satu Dengan membuat tinggi nozel l
n
sebesar 16 mm................Lit. 1, hal. 57 diperoleh derajat pemasukan parsial uap
=
1 1
sin l
d f
α ×
× ×
π
= 3837
, 20
sin 10
16 631
, 004162
,
3
= °
× ×
× ×
−
π
Tinggi sisi masuk sudu gerak baris yang pertama dibuat sebesar: l
1
= l
n
+ 2 = 16 + 2 = 18 mm
Tinggi sudu nosel baris yang pertama pada sisi keluarnya: l
1
=
2 2
1
sin .
. .
.
β ε
π
w d
v G
o
………………………………….Lit. 1, hal. 58
l
1
= 02097
, 15
, 24
sin 165
, 453
3837 ,
631 ,
2091 ,
145 ,
14 =
× ×
× ×
× π
m 20,97 mm
1
-merupakan volume spesifik uap keluar sudu gerak baris pertama = 0,2030m
3
kg. Tinggi masuk sudu pengarah diambil lebih besar 1,1 mm dari tinggi sudu
nosel baris pertama, sehingga : l
gb
= l
1
+ 1,1 = 20,97 + 1,1 = 22,07 mm Tinggi sisi keluar sudu ini akan sebesar
l
gb
=
1 1
gb o
sin c
. .
d .
v .
G α
ε π
2219 ,
47 ,
36 sin
544 ,
297 3837
, 631
, 2110
, 145
, 14
= °
× ×
× ×
× = π
gb
l m
dalam perencanaan ini diambil tinggi sisi keluar sudu sebesar 23mm l
gb
= 23 mm Tinggi sudu gerak sisi masuk baris kedua
l
2
= l
gb
+ 2 l
2
= 23 + 2 = 25 mm
Tinggi sudu gerak sisi keluar baris kedua
l
2
=
2 2
sin .
. .
2 .
β ε
π
w d
v G
o
…………………………….Lit. 1, hal. 58
l
2
= 0337
, 35
sin 112
, 204
3837 ,
631 ,
2123 ,
145 ,
14 =
° ×
× ×
× ×
π
m
l
2
= 34 mm
Gambar 4.1 Ukuran Nozel dan Sudu Gerak Untuk bahan nosel diambil bahan dari baja yang sama dengan bahan sudu
karena dari kondisi uap yang masuk merupakan uap panas lanjut, sehingga material nosel yang dipilih adalah baja krom nikel tahan karat AISI UNS
NO.41400 dengan tegangan tarik dan lentur total akibat gaya sentrifugal yang adalah sebesar 8436,84 kgcm
2
atau 120 kPsi Lampiran 1.4, jadi pemilihan bahan di atas sudah aman.
4.2.2 Lebar Sudu Gerak
Lebar sudu gerak berkisar 20 ÷25 mm untuk turbin kapasitas menengah dan
besar lit.1, hal 286. Dalam perencanaan ini ditetapkan lebar sudu gerak 25 mm. Besarnya jari-jari busur dari profil sudu baris pertama dapat dihitung dengan
persamaan:
R
1
=
2 1
cos cos
b β
+ β
= °
+ °
15 ,
24 cos
15 ,
27 cos
25 = 13,87 mm
Jari-jari busur sudu gerak baris kedua R
2
=
2 1
cos cos
b β
+ β
=
° +
° 35
cos 74
cos 25
= 22,84 mm
Jari-jari busur sudu pengarah R
gb
=
1 2
cos cos
b α
+ α
= °
+ °
47 ,
36 cos
47 ,
39 cos
25 = 15,86 mm
4.2.3 Jarak -bagi antara Sudu Gerak
Jarak antara masing-masing sudu pada sudu gerak turbin dapat dihitung dengan persamaan:
• Jarak bagi sudu-sudu gerak baris pertama
t
1
=
2 1
1
sin sin
β β +
R =
03 ,
16 15
, 24
sin 15
, 27
sin 87
, 13
= °
+ °
mm
• Jarak bagi sudu-sudu gerak baris kedua
t
2
=
2 1
2
sin sin
R β
+ β
=
88 ,
14 35
sin 74
sin 84
, 22
= °
+ °
mm •
Jarak bagi sudu-sudu pengarah t
gb
=
1 2
gb
sin sin
R α
+ α
= 89
, 12
47 ,
36 sin
47 ,
39 sin
86 ,
15 =
° +
° mm
Jumlah nosel yang dipakai, dicari berdasarkan persamaan :
min 1
n n
l a
f z
× =
dimana :
1
f = penampang sisi keluar nosel, = 0,004162 m
2
a = lebar penampang setiap nozel,
1
sin α
× = t
a m
mm a
00548 ,
48 ,
5 20
sin 03
, 16
= =
° ×
= m
mm l
n
016 ,
16
min
= =
maka, 5
, 47
016 ,
00548 ,
004162 ,
= ×
=
n
z dalam perencanaan ini diambil jumlah nozel, z = 48 buah, dimana nosel dipasang
di sekeliling cakram, sehingga besar luas penampang setiap nosel adalah:
z f
f
1 1
=
=
2 2
867 ,
48 62
, 41
cm cm =
4.2.4 Jumlah Sudu
Jumlah sudu pada tingkat pengaturan dihitung dengan persamaan: •
Pada sudu gerak baris pertama z
1
= 124
03 ,
16 631
.
1
= ×
= π π
t d
sudu dengan:
d = diameter sudu rata rata tingkat pertama t = jarak bagi sudu baris pertama
• Pada sudu gerak baris kedua
z
2
= 133
88 ,
14 631
.
2
= ×
= π π
t d
sudu •
Pada sudu pengarah Z
p
=
154 89
, 12
631 .
= ×
=
π π
gb
t d
sudu
4.2.5 Nozel dan Sudu Gerak Tingkat 2
Tinggi sisi keluar nozel tingkat kedua, disebabkan adanya kebocoran melalui diafragma, ditentukan dengan persamaan
mm dc
G G
l
kebocoran n
19 12
sin 376
, 437
631 ,
10 2774
, 1453
, 145
, 14
sin 10
3 1
1 3
1
= °
× ×
× ×
× −
= ×
× −
=
π α
π υ
Tinggi sisi keluar sudu mm
dw G
l 22
21 sin
476 ,
216 631
, 10
2800 ,
145 ,
14 sin
10
3 2
2 3
2 2
= °
× ×
× ×
× =
× ×
= π
β π
υ
Untuk tingkat ketiga sampai tingkat sepuluh dihitung dengan cara yang sama seperti di atas, diperoleh ukuran utama nosel dan sudu gerak dan hasilnya
ditabelkan Lampiran 8.
4.3 Kekuatan Sudu