Hak-hak yang Melekat Pada Tawanan Perang

Imam Munawir Siregar : Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Pada Tawanan Perang Dalam Persfektif Hak Asasi Manusia Dan Konvensi Jenewa 1949, 2008. USU Repository © 2009 wilayah yang diduduki negara itu, terutama jika orang-orang bergabung kembali dengan angkatan perang mereka yang terlibat dalam pertempuran, atau jika mereka tidak memenuhi panggilan yang ditujukan kepada mereka berkenaan dengan penginterniran. 2. Orang-orang yang termasuk dalam salah satu golongan tersebut dalam pasal ini, yang telah diterima oleh negara-negara netral atau negara-negara yang tidak turut berperang dalam wilayahnya, dan yang harus diinternir oleh negara-negara itu menurut hukum internasional, tanpa mempengaruhi tiap perlakuan yang lebih baik yang mungkin diberikan kepada mereka oleh negara-negara itu dan dengan pengecualian pasal 8, 10, 15 dan 30 paragraf kelima. Pasal 58-67, 126 dan apabila terdapat hubungan diplomatik antara pihak-pihak dalam sengketa dengan negara netral atau negara pelindung. Jika terdapat hubungan diplomatik demikian, pihak- pihak dalam sengketa yang ditaati oleh negara-negara itu harus diperkenankan menyelenggarakan fungsi negara pelindung terhadap mereka, sebagaimana ditentukan oleh konvensi ini, tanpa mempengaruhi fungsi-fungsi yang biasa dijalankan oleh pihak-pihak itu sesuai dengan kebiasaan dan perjanjian-perjanjian diplomatik dan konsuler. Berpegang pada pengertian tawanan perang tersebut, membuka kemungkinan bagi tentara pendukung yang melakukan penangkapan atas bekas anggota tentara yang diduduki berdasarkan pertimbangan-pertimbangan keamanan untuk menganggap dirinya tidak terikat untuk memperlakukan orang-orang demikian sebagai tawanan perang.

D. Hak-hak yang Melekat Pada Tawanan Perang

Pada prinsipnya, terhadap tawanan perang, pihak-pihak bersenjata harus melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut: Imam Munawir Siregar : Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Pada Tawanan Perang Dalam Persfektif Hak Asasi Manusia Dan Konvensi Jenewa 1949, 2008. USU Repository © 2009 1. Pada waktu tertangkap, para tawanan diwajibkan memberikan keterangan mengnai nama, pangkat, tanggal lahir dan nomor anggotanya. Mereka tidak boleh dipaksa memberi leterangan lebih lanjut dalam keadaan apapun. Penyiksaan dan perlakuan kejam terhadap mereka dipandang sebagai kejahatan perang Pasal 12. 2. Segera setelah tertangkap, tawanan perang berhak dilengkapi dengan kartu penangkapan. Kartu penangkapan ini selanjutnya dikirim Biro Penerangan Resmi di negara asal tawanan perang melalui Badan Pusat Pencarian Palang Merah Internasional International Committee of the Red Cross Central Tracing Agency. Badan Pusat Pencarian ini memiliki tugas memberikan keterangan kepada keluarga para tawanan perang. Dengan cara ini, maka hubungan tawanan perang dengan keluarganya tetap terjalin Pasal 18. 3. Secepatnya para tawanan perang harus dipindahkan dari kawasan berbahaya ke tempat yang aman. Kondisi kehidupan mereka harus setara dengan kondisi kehidupan dari anggota perang negara penahan yang tinggal di tempat itu pasal 19. 4. Sedapat mungkin kondisi penawanan mempertimbangkan adat dan kebiasaan- kebiasaan yang dilakukan para tawanan perang Pasal 25. 5. Para tawanan yang sehat dapat diminta untuk bekerja, tapi mereka dapat melakukan pekerjaan yang berbahaya apabila mereka menyetujuinya Pasal 51. 6. Tawanan perang berhak melakukan korespondensi dengan keluarganya biasanya surat ataupun kartu pos dikirimkan melalui Badan Pusat Pencarian Palang Merah Internasional. Mereka juga berhak menerima bantuan dalam bentuk apapun bingkisan perorangan Pasal 72. 7. Tawanan perang tunduk pada hukum yang berlaku di negara penahan, khusunya hukum yang berlaku untuk angkatan bersenjata. Jika terjadi pelanggaran, mereka Imam Munawir Siregar : Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Pada Tawanan Perang Dalam Persfektif Hak Asasi Manusia Dan Konvensi Jenewa 1949, 2008. USU Repository © 2009 dapat dijatuhi sanksi pidan adan juga sanksi indisipliner sesuai dengan aturan yang berlaku. Negara penahan juga dapat menghukum tawanan perang terhadap pelanggaran-pelanggaran yang mereka lakukan sebelum mereka ditawan, Misalnya tuduhan kejahatan perang yang dilakukan di daerah penduduk atau di medan pertempuran Pasal 82. 8. Tawanan perang yang dihukum berhak mendapatkan jaminan peradilan yang wajar, dan bila terbukti bersalah serta dijatuhi hukuman, maka ia tetap berstatus sebagai tawanan perang. Artinya, setelah ia menjalani hukumannya, ia berhak untuk dipulangkan ke negara asalnya pasal 99-106. 9. Dilarang melakukan tindakan pembalasan reprisal terhadap tawanan perang. Dalam hal terjadi pertukaran antar tawanan perang, tidak selalu didasarkan pada jumlah yang sama dari tawanan yang akan dipulangkan, tetapi biasanya didasarkan atas pertimbangan terhadap mereka yang mengalami penedritaan khusus. Pemulangan atau pelepasan penuh tawanan perang juga dapat dilakukan dengan cara bersyarat atau dengan suatu perjanjian. Berdasarkan persyaratan atau perjanjian tersebut, tawanan perang yang dilepaskan berjanji untuk tidak ikut ambil bagian lagi secara aktif dalam pertempuaran. Namun karena persyaratan demikian, maka pelepasan dengan syarat atau perjanjian jarang sekali terjadi. Berdasarkan Pasal 118 Konvensi III, semua tawanan perang harus dipulangkan ke negara asalnya. Berkenaaan dengan hal tersebut, timbul suatu masalah, yaitu apabila para tawanan perang itu sendiri tidak mau untuk dipulangkan. Berkaitan dengan pemulangan tawanan perang, dalam Pasal 109-111 Konvensi III diatur hal-hal sebagai berikut: Imam Munawir Siregar : Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Pada Tawanan Perang Dalam Persfektif Hak Asasi Manusia Dan Konvensi Jenewa 1949, 2008. USU Repository © 2009 1. Segera setelah mampu berjalan, tawanan yang luka dan sakit parah harus langsung dikembalikan tanpa penangguhan. Suatu komite kesehatan bersama mixed medical committe akan memutuskan siapa-siapa yang akan dipulangkan. 2. Setelah peperangan berakhir, semua tawanan harus dibebaskan dan dipulangkan tanpa ada penundaan. 3. Tanpa menunggu berakhirnya perang, para pihak yang bersengketa hendaknya memulangkan para tawanan atas dasar kemanusiaan dan sedapat mungkin bersifat timbal balik, yaitu dengan cara melakukan pertukaran tawanan perang secara langsung ataupun melalui negara ketiga yang netral. Sebagai contoh, dalam perang Korea, para tawanan perang Korea Utara enggan pulang ke negaranya. Dalam hal ini, PBB memutuskan bahwa tidak seorangpun tawanan perang yang dapat dipaksa untuk dikembalikan ke negara asalnya, jika mereka tidak menghendakinya. Namun hal ini harus diputuskan dengan sangat hati-hati. Sebab jika tawanan perang diperbolehkan memutuskan sendiri untuk pulang atau tidak, ada kemungkinan negara penahan akan menegaskan haknya untuk membuat putusan mengenai pemulangan para tawanan perang tersebut, sehingga suatu negara dapat saja menekan para tawanan perang tersebut untuk tinggal. Untuk menghindari kemungkinan tersebut, maka suatu organisasi kemanusiaan yang bersifat netral dapat melakukan jasa-jasanya berkenaan dengan pemulangan para tawanan perang. Setelah peperangan berakhir, para pihak yang bersengketa juga harus melakukan segala tindakan yang dimungkinkan untuk mencari dan mengumpulkan orang-orang yang luka dan sakit. Kondisi mereka dicatat dan secepatnya diberikan kepada biro penerbangan, sebagaimana tercantum dalam Pasal 122 Konvensi III. Imam Munawir Siregar : Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Pada Tawanan Perang Dalam Persfektif Hak Asasi Manusia Dan Konvensi Jenewa 1949, 2008. USU Repository © 2009 Ketentuan tersebut harus meliputi nama Negara asal, nomor anggota, nama lengkap dan nama kecil, tanggal lahir, serta tanggal dan tempat penangkapan. Keterangan ini selanjutnya disampaikan kepada negara asal tawanan perang yang bersangkutan, melalui Kantor Pusat tawanan perang dan juga negara pelindung. Di samping orang-orang yang luka atau sakit, maka pihak yang bersengketa juga harus melakukan semua tindakan untuk mencari dan mengidentifikasi orang-orang yang telah meninggal dunia.Wasiat dan barang-barang si korban harus dikumpulkan. Pemakaman mereka harus dijamin. Pembakaran mayat hanya dimungkinkan karena alasan klesehatan atau karena ajaran agama si korban. Makam mereka harus didaftarkan, ditandai dan dijaga oleh Layanan Pendaftaran Makam Resmi official graves registration services, yang dikelola oleh pihak yang bersengketa. Selain peranan Komite Palang Merah dalam pengawasan atas pelaksanaan Konvensi Jenewa sebagaimana diterangkan sebelumnya, perhimpunan-perhimpunan penolong dan perhimpunan kemanusiaan lainnya dapat memberikan bantuan yang besar dalam meringankan penderitaan tawanan perang. Hal ini terbukti dengan nyata sekali, tidak hanya saat Perang Dunia II, tetapi dalam setiap pertikaian bersenjata yang terjadi setelah perang dunia tersebut. Imam Munawir Siregar : Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Pada Tawanan Perang Dalam Persfektif Hak Asasi Manusia Dan Konvensi Jenewa 1949, 2008. USU Repository © 2009

BAB III TINJAUAN UMUM MENGENAI HAK ASASI MANUSIA