ANALISIS BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN INDUSTRI KECIL DI SIDOARJO.

(1)

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas Rahmat serta Hidayah-Nya, Sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Skripsi dengan judul ”Analisis Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Industri kecil di sidoarjo”.

Maksud dan tujuan penulisan skripsi ini adalah memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi, Jurusan Ilmu Ekonomi studi Pembangunan Universitas Pembangunan Nasional ”VETERAN” Jawa Timur

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bantuan, bimbinganm, dorongan seta semangat dari berbagai pihak yang memberikan masukan baik secara langsung maupun tidak langsung.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya saya tujukan kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Teguh Suprapto, MP. selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional ”VETERAN” Jawa Timur

2. Dr. H. Dhani Icshanudin Nur, MM. Selaku Dekan Universitas Pembangunan Nasional ”VETERAN” Jawa Timur.

3. Drs. Ec. H. Marseto, Msi. Selaku Kepala Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan, Universitas Pembangunan Nasional VETERAN Jawa Timur.


(2)

5. Para Dosen Fakultas Ekonomi, Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan, yang telah memberikan bekal ilmu selama menjadi mahasiswa.

6. Pimpinan beserta Staff Badan Pusat Statistik Jawa Timur dan Bada Pusat Statistik Kabupaten Sidoarjo

7. Kedua orang tua, Bapak, Ibu, Kakak, adik, dan semua yang amat aku sayangi, terimakasih atas segala do’a dan dukungan yang diberikan sehingga aku dapat kuliah sampai menyelesaikan penulisan skripsi. 8. Saudara-saudara dan teman-teman di Yogyakarta dan di HIMIESPA

UPN ”Veteran” Jawa Timur.

9. Teman-teman seangkatan dan kakak kelas, adik kelas di Fakultas Ekonomi Jurusan Ekonomi Studi Pembangunan.

10. Serta semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis menharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi ksempurnaan skripsi ini.


(3)

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Surabaya, Desember 2010 Penulis


(4)

Daftar isi……….iv

Daftar Tabel………...viii

Daftar Gambar………ix

DaftarLampiran……….. x

Abstraksi……… xi

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1.LatarBelakang……… 1

1.2.PerumusanMasalah………5

1.3.TujuanPenelitian……… 5

1.4.ManfaatPenelitian……… 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.PenelitianTerdahulu………7

2.2.LandasanTeori……….. 12

2.2.1.TinjauanIndustri……… 12

2.2.1.1. Pengertian Industri………. 12

2.2.1.2. Macam-macam Industri………...14

2.2.1.3. Kriteria Industri………. 16


(5)

2.2.2.2. Pengertian Kredit Modal Kerja………... 20

2.2.2.3. Prinsip-Prinsip Perkreditan………... 21

2.2.2.4. Kebijaksanaan Perkreditan………... 22

2.2.2.5. Tujuan Kredit………... 24

2.2.2.6. Fungsi Kredit Perbankan………... 25

2.2.2.7. Sistematika Perkreditan………... 26

2.2.3. Pengertian Inflasi………. 31

2.2.3.1. Jenis-Jenis Inflasi………. 34

2.2.3.2. Asal Inflasi……… 39

2.2.4. Pendapatan Perkapita………... 40

2.2.4.1. Pengertian Pendapatan... 40

2.2.4.2. Definisi Pendapatan Perkapita………... 41

2.2.5. Tenaga Kerja………... 42

2.2.5.1. Pengertian Tenaga Kerja………... 42

2.2.5.2. Pengertian Angkatan Kerja………... 46

2.2.5.3. Pengertian Bukan Angkatan Kerja………... 47

2.2.5.4. Permintaan Tenaga Kerja………... 48


(6)

3.1. Definisi Operasional dan Pengkuran Variabel……… 54

3.2. Teknik Penentuan Sampel……….. 55

3.3. Jenis dan Sumber Data……… 56

3.3.1. Jenis Data………. 56

3.3.2. Sumber Data……….……... 56

3.4. Teknik dan Pengumpulan Data………... 56

3.5. Teknik Analisis Dan Uji Hipotesis6………... 57

3.5.1. Teknik Analisis……… ……... 57

3.5.2. Uji Hipotesis……… 58

3.6. Pendekatan Asumsi BLUE (Best linear Unbiased Estimator)………... 62

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi obyek penelitian………. 65

4.1.1. Letak Kabupaten Sidoarjo……… 65

4.1.2. Gambaran Umum Perkembangan Industri Kecil Sidoarjo………….. 67

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian………... 68

4.2.1. Perkembangan Pertumbuhan Industri Kecil……… 68

4.2.2. Perkembangan Kredit Modal Kerja………... 69


(7)

4.3.1. Analisis Dan Pengujian Hipotesis……… ……. 77

4.3.2. Uji Hipotesis Secara Simultan……… 79

4.3.3. Uji Hipotesis Secara Parsial... 81

4.3.4.Pembahasan... 87

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan... 89


(8)

Tabel 1. Perkembangan Pertumbuhan Industri Kecil di Sidoarjo

Tahun 1995-2009... 68

Tabel.2. Perkembangan Kredit Modal Kerja Tahun 1995-2009... 70

Tabel.3. Perkembangan Tingkat Inflasi Tahun 1995-2009... 71

Tabel.4. Perkembangan Pendapatan Perkapita di Sidoarjo Tahun 1995-2009... 72

Tabel.5. Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja Tahun 1995-2009... 72

Tabel 6 : Tes Multikolinier……….………... 76

Tabel 7. Tes Heterokedastisitas dengan Korelasi Rank Spearman Korelasi... 76

Tabel 8. Analisis Varian (ANOVA)………. 79


(9)

Gambar 1 : Inflasi Tarikan Permintaan ( Demand Pull Inflation )... 36

Gambar 2 : Inflasi Desakan Biaya(Cosh Push Inflastion)………... 37

Gambar 3 : Inflasi Diimpor dan Stagflasi ……… 38

Gambar 4 : KurvaPermintaanTenagaKerja... 49

Gambar 5 : Kurva Penawaran Tenaga Kerja... 50

Gambar 6 : Paradigma kerangkapikir……….. 52

Gambar 7 : Distribusi Kriteria Penerimaan/Penolakan Hipotesis Secara Simultan atau Keseluruhan... 80

Gambar 8 : Kurva Distribusi Hasil Analisis secara Parsial Faktor Kredit Modal Kerja (X1) terhadap Pertumbuhan Industri Kecil (Y)……….. 82

Gambar 9 : Kurva Distribusi Hasil Analisis secara Parsial faktor Tingkat Inflasi (X2) terhadap Pertumbuhan Industri Kecil (Y) ... 83

Gambar 10 : Kurva Distribusi Hasil Analisis secara Parsial Pendapatan Perkapita(X3) terhadap Pertumbuhan Industri Kecil (Y)... 84

Gambar 11: Kurva Distribusi Hasil Analisis secara Parsial Jumlah Tenaga Kerja (X4) terhadap Pertumbuhan Industri Kecil (Y)... 86


(10)

Lampiran 1. Input Data Lampiran 2. Out Put Data

Lampiran 3. Tabel Analisis Pengujian Nilai t Lampiran 4. Tabel Analisis Pengujian Nilai F Lampiran 5. Tabel Analisis Durbin Watson


(11)

idoarjo. Abstraksi

Tujuan penlitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Kredit Modal Kerja,Tingkat Inflasi, Pendapatan Perkapita serta Jumlah Tenaga Kerja tehadap pertumbuhan Industri kecil di Sidoarjo. Penelitian ini menggunakan data berkala (time series) yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur pada tahun 1995 sampai tahun 2009 mengenai Kredit Modal Kerja, Tingkat Inflasi, Pendapatan Perkapita, serta Jumlah Tenaga Kerja pada Pertumbuhan industri kecil di Sidoarjo. Teknik analisis yang di gunakan regresi linier berganda dengan uji statistik yang digunakan adalah Uji F dan Uji t.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan beberapa variabel independent kredit modal kerja ( X1),tingkat inflasi (X2), pendapatan perkapita (X3), jumlah tenaga kerja (X4) terhadap variabel terikatnya pertumbuhan industri kecil (Y) diperoleh F hitung = 760,546 > F tabel = 3,48 maka Ho ditolak dan Hi diterima, yang berarti bahwa secara keseluruhan faktor–faktor variabel bebas yaitu Kredit Modal Kerja (X1), Tingkat Inflasi (X2), Pendapatan Perkapita (X3), dan Jumlah Tenaga Kerja (X4), berpengaruh secara simultan dan nyata terhadap Pertumbuhan Industri Kecil (Y). sedangkan secara parsial (uji t) Kredit Modal Kerja (X1) diperoleh t-hitung sebesar 7,076 > t-tabel = 2,228 berpengaruh secara nyata dan negatif terhadap Pertumbuhan Industri Kecil. dan Tingkat Inflasi (X2) diperoleh t-hitung sebesar 1,454 < t tabel = 2,228 tidak berpengaruh secara nyata positif terhadap Pertumbuhan Industri Kecil. Sedangkan Pendapatan Perkapita (X3) secara parsial diperoleh t-hitung sebesar 11,948 > t tabel = 2,228 Jumlah Tenaga Kerja (X4) t-hitung sebesar 13,641 > t tabel = 2,228 maka Ho di tolak dan Hi di terima sehingga secara parsial Pendapatan Perkapita (X3) dan Jumlah Tenaga Kerja (X4) berpengaruh secara nyata terhadap Pertumbuhan Industri Kecil di S

Keyword :Kredit Modal Kerja (X1), Inflasi (X2), Pendapatan Perkapita (X3), Tenaga Kerja (X4), Pertumbuhan Industri Kecil (Y)


(12)

x4=jml tenaga kerja, x1=kredit modal kerja, x2=tngkt inflasi, x3=pendapatan pekapitaa . Enter Model 1 Variables Entered Variables Removed Method

All requested variables entered. a.

Dependent Variable: y=pertumbuhan industri kecil b.

Model Summaryb

.998a .997 .995 89.381 1.014

Model 1

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson

Predictors: (Constant), x4=jml tenaga kerja, x2=tngkt inflasi, x1=kredit modal kerja, x3=pendapatan pekapita

a.

Dependent Variable: y=pertumbuhan industri kecil b.

ANOVAb

24303811 4 6075952.670 760.546 .000a

79889.320 10 7988.932

24383700 14 Regression Residual Total Model 1 Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), x4=jml tenaga kerja, x2=tngkt inflasi, x1=kredit modal kerja, x3=pendapatan pekapita

a.

Dependent Variable: y=pertumbuhan industri kecil b.


(13)

(14)

-674.567 120.224 -5.611 .000

5.59E-006 .000 .237 7.076 .000 .913 .292 3.422

1.576 1.084 .027 1.454 .176 .418 .936 1.068

.000 .000 .645 11.948 .000 .967 .113 8.886

.045 .003 .540 13.641 .000 .974 .209 4.776

(Constant)

x1=kredit modal kerja x2=tngkt inflasi

x3=pendapatan pekapita x4=jml tenaga kerja Model

1

B Std. Error

Coefficients

Beta Coefficients

t Sig. Partial

Correlations

Tolerance VIF

Collinearity Statistics

Dependent Variable: y=pertumbuhan industri kecil a.

Collinearity Diagnosticsa

3.421 1.000 .00 .01 .02 .00 .00

.963 1.885 .00 .07 .39 .00 .00

.495 2.628 .01 .17 .45 .00 .01

.111 5.564 .11 .33 .10 .21 .00

.010 18.342 .88 .41 .03 .78 .99

Dimension 1 2 3 4 5 Model 1 Eigenvalue Condition Index (Constant) x1=kredit modal kerja x2=tngkt inflasi x3=pendapat an pekapita x4=jml tenaga kerja Variance Proportions

Dependent Variable: y=pertumbuhan industri kecil a.


(15)

-134.942 168.066 .000 75.541 15

-.802 2.041 .000 1.000 15

-1.510 1.880 .000 .845 15

Residual

Std. Predicted Value Std. Residual

Dependent Variable: y=pertumbuhan industri kecil a.

Nonparametric Correlations

Correlations .046 .869 15 .179 .524 15 -.225 .420 15 .132 .638 15 1.000 . 15 Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N x1=kredit modal kerja

x2=tngkt inflasi

x3=pendapatan pekapita

x4=jml tenaga kerja

Unstandardized Residual Spearman's rho

Unstandardiz ed Residual


(16)

(17)

BAB I PENDAHULUAN

 

1.1. Latar Belakang

Setiap negara berkembang selalu mendambakan pembangunan industri yang tangguh dinegaranya. Oleh karena industri dianggap lebih mampu membuka lapangan pekerjaan bagi tenaga yang menganggur, mendorong pertumbuhan teknologi yang berguna bagi kehidupan manusia, menumbuhkan berbagai kegiatan yang saling berkaitan dalam jaringan industri sehingga mampu berfungsi sebagai pendorong pembangunan dan akhirnya pembangunan industri merupakan bagian dari ikhtiar dalam merombak struktur ekonomi yang lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat, sedangkan pembangunan industri di Indonesia ditujukan untuk memperluas kesempatan kerja, meratakan kesempatan berusaha, dan meningkatkan ekspor (Johara T Jayadinata, 1986: 135)

Faktor fisik yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan industri meliputi komponen-komponen lahan, bahan mentah atau bahan baku, sumberdaya energi dan iklim dengan segala proses alamiahnya. Sedangkan faktor sosial yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan industri meliputi komponen-komponen tenaga kerja, kemampuan teknologi, tradisi, keadaan politik, keadaaan pemerintahan, transportasi dan komunikasi, konsumen dan pasar dan


(18)

mendukung perkembangan dan maju mundurnya suatu industri. (Mulyono, 2001 : 4).

Perkembangan pembangunan kawasan industri di Kabupaten Sidoarjo mengalami peningkatan yang cukup tajam. Data dari disertasi tahun 2003 oleh I Nyoman Adika (mahasiswa Universitas Gadjah Mada) menyebutkan bahwa pada tahun 1990 terdapat 1.334 unit perusahaan dan pada tahun 2000 meningkat menjadi 4.079 unit. Data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan kabupaten Sidoarjo menyebutkan bahwa pada tahun 2007, jumlah industri yang ada di kabupaten Sidoarjo ialah 5.638 unit dengan kategori 487 unit industri besar dan 5151 unit industri kecil. Jadi, dalam kurun waktu 7 tahun (2000-2007), telah terjadi peningkatan jumlah industri sebesar 1.559 unit atau terjadi penambahan rata-rata jumlah industri 519 unit pertahun. Peningkatan jumlah industri yang cukup tajam memang didukung dengan keadaan topografi kabupaten Sidoarjo yang datar dan aksesbilitas yang baik

Pembangunan industridan pengembangan industri harus disesuaikan

dengan potensi daerah dengan memperhatikan segala masalah yang ada pada daerah yang bersangkutan, sebagai suatu upaya untuk mensejahterakan

masyarakat dan daerah yang bersangkutan. Masalah lain yang juga

sedang dialami masyarakat Indonesia yaitu perbedaan masalah dan

perkembangan sosial ekonomi antara daerah pedesaan dan daerah perkotaan.

Daerah pedesaan yang agraris dapat dikatakan sangat terbatas


(19)

akan mengarah kedaerah perkotaan, padahal daerah perkotaan ini juga mempunyai permasalahannya sendiri yang cukup unik (Sumaatmadja, 1981: 184).

Industri kecil merupakan bagian dari dunia usaha mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang sangat penting untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional, meskipun jika di lihat skala ekonominya tidak seberapa namun jumlah sangat besar dan dominan serta sumbangan yang diberikan selama ini baik untuk masyarakat maupun untuk negara.(Mulyono, 1991 : 82).

Memang cukup berat tantangan yang dihadapi untuk memperkuat struktur perekonomian nasional. Pembinaan pengusaha kecil harus lebih diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pengusaha kecil menjadi pengusaha menengah. Namun disadari pula bahwa pengembangan usaha kecil menghadapi beberapa kendala seperti tingkat kemampuan, ketrampilan, keahlian, manajemen sumber daya manusia, kewirausahaan, pemasaran dan keuangan. Lemahnya kemampuan manajerial dan sumberdaya manusia ini mengakibatkan pengusaha kecil tidak mampu menjalankan usahanya dengan baik. Secara umum, masalah dasar yang dihadapi pengusaha kecil adalah: Pertama, kelemahan dalam memperoleh peluang pasar dan memperbesar pangsa pasar. Kedua, kelemahan dalam struktur permodalan dan keterbatasan untuk memperoleh jalur terhadap sumber-sumber permodalan. Ketiga, kelemahan di bidang organisasi dan manajemen sumber daya manusia. Keempat, keterbatasan jaringan usaha kerjasama antar pengusaha kecil


(20)

karena persaingan yang saling mematikan. Keenam, pembinaan yang telah dilakukan masih kurang terpadu dan kurangnya kepercayaan serta kepedulian masyarakat terhadap usaha kecil (Kuncoro 2006 : 8).

Sektor industri kecil di Sidoarjo cukup berpotensi, tapi memliki masalah pada pendanaan sama dengan yang sering di hadapi oleh sektor industri yang ada di daerah lain. Sehubungan dengan masalah pendanaan maka diperlukan adanya penyediaan sumber dana, baik yang berasal dari sumber dana luar negeri maupun dalam negeri.

Pembangunan industri dan pengembangan industri harus disesuaikan dengan potensi daerah dengan memperhatikan segala masalah yang ada pada daerah yang bersangkutan, sebagai suatu upaya untuk mensejahterakan masyarakat dan daerah yang bersangkutan. Masalah lain yang juga sedang dialami masyarakat Indonesia yaitu perbedaan masalah dan perkembangan sosial ekonomi antara daerah pedesaan dan daerah perkotaan. Daerah pedesaan yang agraris dapat dikatakan sangat terbatas menampung tenaga kerja. Kelebihan tenaga kerja didaerah pedesaan ini akan mengarah kedaerah perkotaan, padahal daerah perkotaan ini juga mempunyai permasalahannya sendiri yang cukup unik (Sumaatmadja, 2001: 184).


(21)

Mengingat peran usaha kecil sangat besar andilnya bagi Negara dan masyarakat kecil dilapisan bawah, maka pembinaan dan pengembangannya sangat perlu diperhatikan agar sector ini bisa memberikan konttibusi yang optimal bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka dapat dirumuskan suatu permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah faktor –faktor kredit modal kerja, inflasi, pendapatan perkapita,

dan jumlah tenaga kerja berpengaruh terhadap pertumbuhan industri kecil di Sidoarjo.

2. Di antara keempat variable bebas tersebut, variable mana yang

mempunyai pengaruh dominan pertumbuhan industri kecil di Sidoarjo.

1.3. Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini dapat dirumuskan sebegai berikut :

1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kredit modal kerja, inflasi

pendapatan perkapita serta jumlah tenaga kerja terhadap variable pertumbuhan industri kecil di Sidoarjo.

2. Untuk mengetahui di antara variable kredit modal kerja, inflasi,

pendapatan perkapita, serta jumlah tenaga kerja yang paling besar pengaruhya terhadap pertumbuhan industri kecil di Sidoarjo.


(22)

1.4 Manfaat Penelitian

Melalui penulisan ini, maka hasilnya diharapkan dapat diambil manfaat sebagai berikut:

a. Bagi Instansi

Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah kota Surabaya dalammenentukan kebijakan pembangunan ekonomi industri yang berhubungan dengan masalah peningkatan pendapatan bagi para pengusaha kecil. Dapat menambah acuan akademis sekaligus untuk koleksi perpustakaan guna membantu mahasiswa maupun masyarakat dalam membahas atau memecahkan permasalahan yang sama.

b. Bagi Pembaca

Hasil penulisan ini di harapkan dapat memberikan pemahaman sebagai wawasan dan tambahan bahan studi atau reverensi bagi mahasiswa-mahasiswa yang sedang dalam proses penyelesaian tugas akhir atau untuk bahan bacaan sehingga dapat berguna bagi para pembaca.

c. Bagi Penulis

Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat,

wawasan dan peningkatan kualitas penulisan karya ilmiah yang baik khususnya penulis sekaligus dapat dipakai bekal jika nantinya terjun ke masyarakat.


(23)

BAB II

TINJUAN PUSTAKA

2.1 Hasil Penelitian Terdahulu

Hasil-hasil penelitian terdahulu pada bidang yang sama telah dilakukan oleh penelitian oleh:

1. Satriawan dan Wigati (2000 : 74), Jurnal, “Entri, Exit dan tingkat Konsentrasi Pada Industri Manufaktur Di Indonesia , 1995-1997” Hubungan antara entry, exit dan tingkat konsenstrasi telah lama menjadi salah satu pusat perhatian ekonomi khususnya yang mendalami ekonomi atau organisasi industri. Tingkat konsenstrasi dipandang sebagai indikator untuk menilai ‘sehatnya’ satu industry. Sementara, entry, yang merupakan tingkat masuknya perusahaan baru kedalam sautu industri dan exit, yaitu tingkat keluarnya perusahaan dari satu industri, merupakan kedua komponen yang dianggap paling mempengaruhi tingkat konsentrasi. Secara teoritis semakin tingkat entry dan semakin rendah exit maka tingkat konsenstrasi diharapkan akan semakin rendah exit maka tingkat konsenstrasi diharapkan akan semakin rendah. Hal ini sebaliknya akan menyebabkan tingkat konsentrasi meningkat.

Berdasarkan beberapa hasil penelitian terdahulu maka dapat disimpulkan bahwa pada pertumbuhan industri kecil dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain investasi, jumlah tenaga kerja, kredit


(24)

modal kerja, pendapatan perkapita, tingkat inflasi dan tingkat suku bunga kredit.

2 Menurut Astutik, (2000 : 75), dengan judul “Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Perkembangan Industri Kecil di Jawa Timur”. Perkembangan Industri Kecil (Y) sedangkan variabel bebasnya adalah

variabel independen X1 (kredit modal kerja), secara parsial mempunyai

pengaruh yang nyata terhadap variabel dependen Y (perkembangan industri kecil) sebesar thitung (2,397) > ttabel (2,365). Variabel independen

X3 (pendapatan perkapita regional), secara parsial mempunyai pengaruh

yang nyata terhadap variabel dependent Y (perkembangan industri kecil) sebesar thitung (25,692) ttabel (2,365).

3 Menurut Soegipriyanto, (2001 : 59), dengan judul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengembangan Industri Kecil di Jawa

timur.” Dengan variabel pengembangan industri kecil (Y) sedangkan variabel bebasnya adalah Kredit Investasi (X1), Modal Usaha (X2) dan Inflasi (X3), hasil analisis dapat disimpulkan bahwa variabel bebas berpengaruh secara nyata terhadap pengembangan industri kecil di Jatim (Y) dengan Fhitung 176,004 > Ftabel 0,76 sedangkan secara parsial

yaitu variabel Y yang berpengaruh secara nyata ditujukkan variabel Kredit Investasi (X1) dan Modal Usaha (X2) dengan thitung 2,934 > ttabel

2,477. Untuk (X1) dan thitung 2,650 > ttabel 2,477. Sedangkan variabel

inflasi (X3) tidak berpengaruh secara nyata dengan terhadap tingkat perkembangan Industri di Jawa Timur. Dengan thitung 2,934 > ttabel 2,477.


(25)

terhadap tingkat perkembangan industri kecil di Jawa Timur. Dengan thitung -1,325 < ttabel 2,675 Hal ini di karenakan minat investor untuk

menanamkan investasinya semakin meningkat di sektor industri kecil dengan melihat potensi daerah Jawa Timur untuk mendapatkan keuntungan.

4. Menurut Yunanta, (2003 : 107), dengan judul “Beberapa Faktor Yang

Mempengaruhi Produksi Industri Kecil Unit Usaha Mebel di Kabupaten Pasuruan”. Dalam pengujian hipotesis dengan menguji F secara simultan

diperoleh Fhitung = 9,926 sedangkan Ftabel = 5,19. Hal ini menunjukkan

bahwa adanya hubungan atau pengaruh varabel bebas yaitu tenaga kerja

(X1) dan modal (X2) secara bersama berpengaruh terhadap variabel

terikat yaitu niai produksi (Y). berdasarkan uji t (Parsial). Diperoleh Tenaga Kerja (X1). Dengan thitung untuk tenaga kerja (X1) = 2,738 dengan

ttabel = 2,571. Hal ini berarti thitung > ttabel artinya variabel tenaga kerja

(X1) berpengaruh secara nyata dan berhubungan positif terhadap nilai

produksi (Y). sedangkan untuk modal (X2) diperoleh thitung = 5,335 dan

ttabel = 2,571 yang berarti thitung > ttabel. Artinya bahwa variabel modal (X2)

berpengaruh secata nyata dan berhubungan postitf terhadap nilai produksi (Y)

5 Menurut sibuea, (2004 : 60), yang berjudul “Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Penyaluran Kredit Usaha Kecil (KUK) Terhadap Perkembangan sektor industri kecil sebagai variabel terikat (Y) sedangkan

variebel bebas meliputi Jumlah KUK yang disalurkan (X1), tingkat suku


(26)

analisis dapat di simpulkan bahwa variabel bebas berpengaruh nyata terhadap jumlah industri kecil di Jatim (Y) dengan Fhit 6,147 > Ftab 3,59

sedangkan secara parsial yaitu variabel Y yang berpengaruh nyata di

tunjukkan pada variabel jumlah KUK yang disalurkan (X1) dan tingkat

suku bunga kredit (X2) dengan thit -3,869 < ttab -2,201 untuk (X1), thit

-3,135 < ttab -2,201 untuk (X2) sedangkan variabel jumlah pendapatan

industry kecil (X3) tidak berpengaruh nyata terhadap variabel bebas. Hal

tersebut dikarenakan naiknya pendapatan industry kecil tidak di gunakan sepenuhnya untuk memperluas atau penambahan unit usaha. Peningkatan pendapatan oleh sebagian pengusaha industry kecil digunakan untuk meningkatkan kapasitas produksi, menambah jam kerja dan pembelian alat-alat baru.

6.Parwanti (2004). Dengan judul penelitian “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Industri Kecil di Jawa Timur, menyatakan bahwa:

Hasil penelitian yang diperoleh bahwa secara simultan (uji F) terdapat

pengaruh yang nyata antara variabel nilai Investasi (X1), jumlah tenaga

kerja (X2) dan jumlah industri kecil (X3) terhadap variabel terikat

pendapatan industri kecil di Jawa Timur (Y), dimana diketahui bahwa F

hitung = 7,401 > F tabel = 3,59.

Secara parsial, variabel nilai investasi (X1) dan variabel Jumlah Industri

Kecil (X3) berpengaruh nyata terhadap pendapatan industri kecil di Jawa

Timur, dimana t hitung variabel Investasi (X1) = 2,231 > t tabel = 2,201 dan


(27)

-2,225 > -t tabel = -2,201. Sedangkan variabel Jumlah Tenaga Kerja (X2)

tidak berpengaruh nyata terhadap Pendapatan Industri Kecil di Jawa Timur (Y) dimana t hitung = 0,960 < t tabel = 2,201.

7. Waspodo (2004 : 59), Jurnal, “Pemahaman Ulang Tujuan Perusahaan Industri : Dari Profit Menuju Benefit Membawa Implikasi”. Junal Wimaya 25 TH. XV. Proses evolusi pasti akan terjadi pada waktu perusahaan berusaha menyesuaikan diri untuk mengahadapi tantangan yang di timbulkan oleh iklim perekonomian yang terus berubah. Beberapa di perusahaan ini akan berhasil keluar sebagai perusahaan yang lebih sukses daripada yang lainnya . sementara perusahaan yang tidak dapat menyesuaikan diri pda akhirnya tidak akan bertahan sama sekali. Dengan berjalannya waktu, akhirnaya hanya perusahaan yang sanggup menyesuaikan diri terhadap pada keadaan saja yang dapat tumbuh dengan subur. Hukum “survival of the fittest” ( yang terkuat

yang menang) akan berlaku disini . akkibatnya akan terjadi evolusi dalam kehidupan yang makin lama makin mengarah kepada spesialisasi. Evolusi dari perusahaan dan pendakatan terhadap implikasi dari perusahaan tersebut.

Berdasarkan beberapa hasil penelitian terdahulu maka dapat disimpulkan bahwa pada pertumbuhan industri kecil dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain investasi, jumlah tenaga kerja, kredit modal kerja, pendapatan perkapita, tingkat inflasi dan tingkat suku bunga kredit


(28)

Dan perbedaan penelitian yang deilakukan dengan penelitian sekarang adalah terletak pada kurun waktu, tempat penelitian dan ruang lingkup yang digunakan dalam penelitian. Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian sekarang adalah kredit modal kerja (X1), tingkat inflasi (X2) dan pendapatan kerja (X3). Dan tenaga kerja (X4). Dengan variabel terikat pertumbuhan industri kecil (Y)

2.2. Landasan Teori 2.2.1. Tinjuan Industri 2.2.1.1. Pengertian Industri

Sebelum menjelaskan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan industri maka akan kita ketahui terlebih dahulu tentang pengertian industry itu sendiri. Istilah industry sebenarnya meliputi persyaratan tertentu, industry berasal dari kata latin yaitu “industri” yang berarti pekerja handal (intelegent), penuh ketrampilan. Industri ialah kegiatan

ekonomi yang terorganisir dan sistematik.

Menurut (Sadono Sukirno, 2009 : 194) dalam pengertian yang umum industri pada hakekatnya berarti perusahaan yang menjalankan operasi dalam bidang kegiatan ekonomi yang tergolong ke dalam sector sekunder.

Aktifitas yang dijalankan manusia sangat beraneka ragam apabila digolongkan akan diperoleh delapan kelompok utama yaitu :


(29)

1. Industri perburuan.

2. Industri bahan dasar dari hutan.

3. Industri pertambangan mineral.

4. Industri peternakan. 5. Industri pertanian. 6. Industri manufaktur. 7. Industri perdagangan. 8. Industri jasa.

Adapun pengertian industri ialah tiap usaha yang merupakan unit produksi yang membuat barang atau bahan untuk masyarakat di suatu tempat tertentu.(Sumodisastro,1999:1)

Tahap daur hidup industri 1. Tahap permulaan.

Tahap permulaan merupakan masa-masa awal perkembangan sebuah industri

2. Tahap pertumbuhan.Pada tahap pertumbuhan, penjualan tumbuh

sangat cepat. Permintaan semakin meningkat, sedangkan persaingan belum begitu ketat.

3. Tahap kedewasaan (mature).

Pada tahap ini, pertumbuhan penjualan mulai menurun, karena banyaknya pesaing yang mulai masuk dan permintaan sudah relative stabil.


(30)

4. Tahap stabil.

Tahap stabil merupakan tahap yang paling panjang dalam daur hidup industri.

5. Tahap penurunan

Pada tahap penurunan, tingkat penjualan dan profit industri semakin menurun. Pertumbuhan industry pada tahap ini akan jauh di bawah pertumbuhan perekonomian secara keseluruhan. (Tandellin, 2001 : 225).

2.2.1.2. Macam-macam industri

Untuk mengetahui macam-macam industri ini bisa kita lihat dari berbagai sudut pandang yaitu :

Dalam pengelompokkan jenis industri nasional menurut Departemen Perindustrian secara garis besar maka industri dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu :

1. Industri dasar.

Meliputi 2 (dua) sub kelompok : - Industri mesin dan logam besar. - Industri kimia dasar.

Ditinjau dari misinya yaitu : industri dasar mempunyai misi meningkatkan pertumbuhan ekonomi membantu meningkatkan penjualan struktur industri dan bersifat padat modal. Teknologi tepat


(31)

guna yang digunakan adalah teknologi maju dan teruji serta tidak padat karya.

1. Industri kecil

Merupakan aneka industri, mempunyai misi melaksanakan pemerataan. Sedangkan teknologi yang dipergunakan adalah teknologi menengah atau sederhana dan padat karya.

2. Industri hilir

menengah dan atau teknologi maju. (Arsyad, 2001 : 304). Merupakan aneka industri, mempunyai misi meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan atau memperluas kesempetan kerja, tidak padat modal dan teknoogi yang digunakan adalah teknologi

Pengelompokkan industri menurut jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan Menurut Biro Pusat Statistik (BPS), pengelompokan industri dengan cara ini di bedakan menjadi empat yaitu :

a. Industri kerajinan rumah tangga yaitu yang mempunyai tenaga kerja kurang dari tiga orang (termasuk tenaga kerja yang tidak dibayar).

b. Industri kecil yaitu yang mempunyai tenaga kerja antara 5

sampai 19 orang.

c. Industri sedang yaitu yang mempunyai tenaga kerja antara 20 sampai 99 orang.


(32)

d. Industri besar yaitu yang mempunyai tenaga kerja 100 orang atau lebih. (Arsyad, 2001 : 307)

2.2.1.3. Kriteria Industri Kecil

Kriteria industri kecil adalah sebagai berikut :

a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

b. Memliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1000.000,- c. Memliki kewarganegaraan Indonesia.

d. Berdiri sendiri dan bukan merupakan anak perusahaan yang

dimiliki, dikuasai atau berafilisasi baik yang langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar.

e. Berbentuk usaha orang per orang, badan usaha yang tidak

berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hokum termasuk koperasi (Muljono, 2004 : 5)

Yang dimaksud dengan industri kecil meliputi industri kecil informal dan industri kecil tradisional

1. Industri kecil informal adalah industri yang belum terdaftar, belum di catat, dan belum berbadan hukum antara lain : Petani penggarap, industri rumah tangga, pedagang asongan, pedagang keliling dan pedagang kaki lima.


(33)

2. Industri kecil tradisional adalah industri yang menggunakan alat produksi sederhana yang telah digunakan secara turun temurun dan atau berkaitan dengan budaya (Muljono, 2004 : 27)

2.2.1.4. Pengertian Industri Kecil

Industri kecil antara lain : industri pangan, industri sandang dan industri kulit, industri kimia, dan bahan bangunan, industri galian bukan logam dan industri logam. Kelompok industri kecil ini mempunyai misi melaksanakan pemerataan. Teknologi yang digunakan menengah atau sederhana padat karya.

2.2.1.5. Definisi Industri Kecil

Definisi industri kecil itu bermacam-macam, namun pada dasarnya tidak berbeda satu sama lain. Adapun definisi industri kecil adalah :

a. Biro Pusat Statistik

Industri kecil adalah perusahaan yang menggunakan jumlah tenaga kerja 5 sampai 19 orang kerja

b. Bank Indonesia

Industri kecil adalah industri yang kekayaan bersihnya bernilai kurang dari Rp. 100 juta

Industri kecil adalah Badan Usaha yang penanaman modalnya dalam


(34)

(dengan perkecualian penanaman modal berupa tanah) tidak melebihi Rp. 200 juta. Selain itu, pemilik usaha kecil harus seorang warga negara Indonesia. ( Wie, 2002 : 91)

Berdasarkan definisi mengenai industri kecil maka dapat

disimpulkan sebagai berikut : “Industri kecil adalah perusahaan yang memliki struktur organisasi yang sederhana, jumlah tenaga kerja yang minim sekali (antara 5 sampai 19 orang) serta modal dan jumlahnya lebih kecil jika dibanding dengan industri besar atau industri menengah”.

Definisi industri kecil ialah pola pelaksanaan yang lebih

menitik beratkan pada aspek tenaga kerja dari pada aspek lainnya, secara konseptual pengertian industri kecil adalah sama dengan pengertian industri secara umum, hanya ada beberapa ciri khusus pada industri kecil di antaranya modal yang kecil dan tekonologi yang sederhana serta tenaga kerja yang bersifat padat karya.(Mulyono, 1991 : 89)

Berdasarkan ciri dan sifat yang dimiliki industri kecil, maka

industri kecil ini menjadi andalan dalam pembangunan ekonomi di Indonesia khususnya untuk meningkatkan perekonomian didaerah pedesaan, oleh sebab itu industri kecil perlu mendapat perhatian khusus dalam hal perkembangan yang lebih lanjut.


(35)

2.2.2. Tinjuan Kredit dan Modal Kerja 2.2.2.1 Pengertian Kredit

Pengertian kredit itu sendiri mempunyai demensi yang beraneka ragam, dimulai dari arti kata “Kredit” yang berasal dari

bahasa Yunani “Credere” yang berarti “kepercayaan” atau dalam

bahasa lain “creditum” yang berarti kepercayaan atas kebenaran.

(Kellermen dalam Muljono, 2003 : 9).

Perkreditan dalam sehari-hari berkembang lebih luas lagi antara lain :

1. Kredit adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu pembelian

atau mengadakan suatu pinjaman dengan suatu janji pembayarannya akan dilakukan ditangguhkan pada suatu jangka waktu yang disepakati.

2. Sedangkan pengertian yang lebih mapan untuk kegiatan perbankan Indonesia, pengertian kredit ini telah dirumuskan dalam Bab I, pasal 1,2 Undang-undang Pokok Perbankan Nomor 14 tahun 1967 yang merumuskan :

“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat disamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan pinjam-meminjam antar Bank dengan lain pihak dalam hal yang mana pihak peminjam berkewajiban melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga yang telah ditentukan”. (Kellermen dalam Muljono, 2005 : 3)


(36)

Dari perumusan di atas ada beberapa kesimpulan yang dapat ditarik yaitu:

- Adanya suatu penyerahan uang atau tagihan atau dapat juga

barang yang menimbulkan tagihan tersebut kepada pihak lain, dengan harapan member pinjaman ini bank akan memperoleh suatu tambahan nilai dari pokok pinjaman tersebut yang berupa bunga sebagai pendapatan bagi bank yang bersangkutan.

- Dari proses kredit itu telah didasarkan pada suatu perjanjian yang saling mempercayai kedua belah pihak akan mematuhi kewajiban masing-masing.

- Dalam pemberian kredit ini terkandung kesepakatan pelunasan

utang dan bunga akan diselesaikan dalam jangka waktu tertentu yang telah di sepakati bersama. (Muljono, 2002 : 10).

2.2.2.2 Pengertian Kredit Modal Kerja

a) Kredit modal kerja adalah kredit yang diberikan kepada

pengusaha atau perusahaan kecil golongan ekonomi lemah pribumi dengan persyaratan dan prosedur khusus guna pembiayaan modal kerja yang dipergunakan sescara terus menerus untuk kelancaran usahanya (Cahyono, 2004 : 44).

b) Kredit modal kerja adalah kredit yang diberikan oleh bank

kepada debiturnya untuk memenuhi kebutuhan modal kerjanya. Adapun criteria modal kerja itu sendiri adalah kebutuhan modal


(37)

yang habis dalam satu siklus atau proses produksi. (Muljono, 2002 : 26).

2.2.2.3 Prinsip-prinsip Perkreditan

Untuk dapat melaksanakan kegiatan perkreditan secara sehat telah dikenal adanya prinsip 5C atau juga ada menyebutnya sebagai prinsip 6C :

1. Character

Dasar dari pemberian kredit adalah atas dasar kepercayaan, jadi yang mendasari suatu kepercayaan yaitu adanya keyakinan dari pihak Bank bahwa si peminjam mempunyai moral, watak ataupun sifat-sifat pribadi yang positif dan kooperatif dan juga mempunyai tanggung jawab baik dalam kehidupan pribadi sebagai manusia, menjalankan kegiatan usahanya.

2. Capacity

Suatu penilaian kepada calon debitur mengenai kemampuan melunasi kewajiban-kewajibannya atau kegiatan usaha yang akan dilakukannya yang akan dibiayai dengan kredit dari bank.

3. Capital

Jumlah dana atau modal sendiri yang dimiliki oleh calon debitur.(Semakin kaya seseorang ia semakin dipercaya untuk memperoleh kredit.).


(38)

4. Collateral

Merupakan barang-barang jaminan yang di serahkan oleh peminjam atau debitur sebagai jaminan kredit yang diterimanya.

5. Condition of Economy

Situasi dan kondisi politik, social, ekonomi, budaya dan lain-lain yang mempengaruhi kelancaran usaha dari perusahaan yang memperoleh kredit.

6. Constraint

Batasan-batasan atau hambatan-hambatan yang tidak memungkinkan seseorang mekukan business di suatu tempat. (Muljono, 2002 : 18).

2.2.2.4 Kebijaksanaan Prekreditan

Berbicara soal perkreditan sebetulnya tidak dapat melepaskan dari masalah-masalah lain yang ada dalam suatu kegiatan perbankan, secara minimal suatu bank dapat memberikan kredit kalau ia mempunyai dana yang cukup. Untuk mengatasi berbagai kerumitan serta dalam upaya agar kegiatan perkreditan tersebut dapat berjalan dengan lancar, maka diperlukan suatu rangkaian peraturan-peraturan yang ditetapkan terlebih dahulu baik secara tertulis ataupun tidak tertulis sebelum perkreditan perkreditan itu berlangsung.


(39)

Dalam menetapkan kebijaksanaan perkreditan tersebut harus diperhatikan Tiga azas pokok yaitu :

1. Azas likuiditas

Suatu azas yang mengharuskan bank untuk tetap dapat menjaga tingkat likuiditasnya, karena suatu bank yang tidak likuid akibatnya akan sangat parah yaitu hilangnya kepercayaan dari para nasabahnya atau dari masyarakat luas.

2. Azas solvabilitas

usaha pokok perbankan yaitu menerima simpanan dana dari msayarakat dan disalurkan dalam bentuk kredit. Dalam kebijaksanaan perkreditan maka bank harus pandai-pandai mengatur penanaman dana ini baik pada bidang perkreditan, surat-surat berharga pada suatu tingkat resiko kegagalan yang sekeciil mungkin.

3. Azas rentabilitas

Sebagai mana halnya pada setiap kegiatan usaha akan selalu mengharapkan untuk memperoleh laba, baik untuk mempertahankan eksistensinya maupun untuk keperluan mengembangkan dirinya. (Muljono, 2002 : 21)

Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan perkreditan :

- Keadaan perekonomian, perkembangan politik.


(40)

- Kemampuan bank yang bersangkutan dalam mengumpulkan dana dengan biaya yang relative murah.

- Volume permintaan kredit dari masyarakat business.

- Kemampuan manajemen bank itu sendiri.

- Persaingan dari bank-bank atau lembaga keuangan lainnya yang

memasarkan jasa perkreditan. (Muljono, 2002 : 22)

2.2.2.5 Tujuan Kredit

Tujuan dari penetapan kebijaksanaan kredit dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Untuk penyediaan sarana penjagaan atau pengamanan terhadap

asset bank dan dana yang disimpan oleh para deposan secara memadai, maksudnya yaitu agar dana yang telah ditanamkan kedalam bank tersebut dapat dikembangkan hingga dapat memperoleh return yang optimum.

2. Sebagai dasar pedoman kerja dalam menghadapi perkembangan

perekonomian khususnya yang menyangkut kegiatan perbankan, maksudnya sebagai unit perekonomian sudah tentu tidak dapat melepaskan diri dari setiap perkembangan yang terjadi pada kegiatan perekonomian yang mengelilinginya

3. Sebagai pedoman bagi para pejabat kredit bank yang besangkutan


(41)

4. Sebagai dasar dalam melaksanakan pengawasan, karena policy merupakan

“decision made in advance” maka kebijaksanaan (= policy) ini merupakan pula tolak ukur dari apa-apa yang harus dilaksanakan oleh para petugas lapangan. (Muljono, 1993 : 22).

2.2.2.6. Fungsi Kredit Perbankan

1. Pedoman kredit tersebut harus disebarluaskan dan dipahami oleh setiap petugas secara memadai menurut atau sesuai dengan jenjang jabatannya dan juga sebaliknya kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut diformulasikan secara tertulis dengan redaksi yang baik agar mudah dipahami dan jangan sampai salah tafsir dalam pelaksanaannya.

2. Kebijakan kredit tersebut harus bersifat stimulatif dan bukannya restriktif, maksudnya agar kebijaksanaan yang tertulis tersebut jangan menimbulkan sentralisasi ke satu tangan yang terlalu banyak, disamping itu kebijaksanaan tersebut harus benar-benar dapat bermanfaat untuk pedoman para pelaksanaan, serta memperhatikan umpan balik yang terjadi di lapangan untuk perbaikan dan jangan sampai menjadikan hambatan bagi para pelaksana dalam menjalankan tugasnya.

3. Suatu kebijakan kredit yang sehat harus mampu meletakkan dasar- dasar pemberian wewenang kepada pejabat pemberi kredit atau


(42)

komite kredit secara memadai sehingga yang bersangkutan dapat mengambil atau memberikan dengan cepat dan tepat (Muljono, 2002 : 24).

2.2.2.7. Sistematika Perkreditan

Sejalan dengan luasnya variasi jenis-jenis kegiatan usaha yang ada dalam system perekonomian di masyarakat, ternyata juga membawa pengaruh pula kepada variasi dari jenis-jenis kredit yang disediakan oleh sektor perbankan.

A. Menurut Jenis Kredit yang Dibiayai

Dalam klasifikasi ini bentuk perkreditan dapat dilihat dari obyek yang dibiayai dengan kredit tersebut antara lain :

1. Kredit untuk modal kerja.

Kredit yang diberikan oleh bank kepada debiturnya untuk memenuhi kebutuhan modal kerjanya.

2. Kredit investasi.

Yaitu kredit-kredit yang dikeluarkan oleh perbankan untuk pembelian barang-barang modal yaitu tidak habis dalam satu

cycle, maksudnya proses dari pengeluaran uang kas dan

kembali menjadi uang kas tersebut akan memakan jangka waktu yang cukup panjang setelah beberapa kali perputaran.


(43)

3. Personal loan.

Ada juga bentuk kredit yang diberikan kepada perorangan bukan dalam rangka untuk mendapatkan laba tetapi untuk pemenuhan kebutuhan konsumtif.

4. Non cash loan

Ada sejenis kredit yang belum efektif dapat ditarik secara tunai ataupun secara pemindah bukuan, tetapi didalamnya

telah terkandung adanya kesannggupan untuk melakukan pembayaran dikemudian hari.

5. Kredit Kelolaan.

Dalam pengelolaan kredit-kredit tersebut secara lengkap kepada para nasabah yang menerima oleh bank pelaksana, maka kredit ini disebut sebagai kredit kelolaan.

6. Kredit Industri kecil.

Di dalam kredit ini pemerintah disamping memberikan bantuan dari segi permodalan juga memberikan pembinaan manajemen maupun pemasaran, keahlian teknis dan lain-lain.

7. Kredit Kelayakan.

Pemberian kredit yang lebih ditekankan pada pertimbangan kelayakan usaha dan tidak ditekankan pada pertimbangan kelayakan usaha dan tidak ditekankan pada tersedianya jaminan, tetapi keberhasilan usaha nasabahlah yang diutamakan dan bukannya jaminan fisik lagi


(44)

8. Kredit Untuk Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Kredit ini erat hubungannya dengan penyediaan dana dalam rangka pengembangan pengetahuan, ketrampilan,

profesionalisme seseorang atau kelompok masyarakat tertentu yang memerlukannya.

9. Kredit Ekspor

Di dalam rangka pengembangan kegiatan ekspor komoditi nonmigas telah dikembangkan suatu jenis kredit yang berupa kredit ekspor. Kredit ini ditujukan untuk penyediaan dana dalam pelaksanaan maupun dalam pengadaan atau produksi barang-barang yang akan di ekspor.

10.Overdraft Facility

Jenis kredit ini terjadi akibat pemberian fasilitas overdraft terhadap pra pemegang rekening baik giro atau debitur dari suatu bank, karena suatu transaksi yang melebihi kelonggaran tariknya.

11.Syndication loan

Untuk membiayai proyek-proyek yang jumlahnya sangat besar biasanya dtempuh dengan pembentukan sindikasi dari para penyedia dana yang lebih luas dari kredit konsorsium. (Muljono, 1993 : 39).


(45)

B. Jenis Kredit Menurut Wewenang Keputusan

Dalam rangka pelaksanaan pengawasan dalam pemberian kredit, maka diciptakan beberapa batasan tentang wewenang dalam pemutusan kredit sesuai kemampuan masing-masing jenjang jabatan yang ada dalam bank yang bersangkutan.

Urutan pembagian kredit menurut wewenang tersebut dapat dibagi sebagai berikut :

1) Kredit atas dasar wewenang cabang pembantu yaitu suatu jenis kredit

dengan jumlah tertentu yang dapat diberikan oleh cabang pembantu.

2) Kredit atas dasar wewenang keputusan cabang.

3) Kredit atas dasar wewenang keputusan atas dasar kepala kantor wilayah.

4) Kredit atas dasar wewenang keputusan kantor pusat.

5) Kredit atas dasar wewenang keputusan bank Indonesia.

6) Kredit atas dasar keputusan committee credit dan lain-lain.

(Mujono,1993:42)

Dari pembagian kredit atas dasar wewenang tersebut jelas lebih banyak untuk kepentingan manajemen intern bank itu sendiri. Pemberian wewenang kredit pada jenjang jabatan yang terendah maksudnya yang menghilangkan birokrasi dalam merebut pasar dengan tepat dan cepat

C. Jenis Kredit Menurut Resiko Pembiayaan.

Untuk menampung resiko yang mungkin terjadi atau menimpa bank apabila ditinjau dari sumberdana pembiayaan untyk pemberian kredit tersebut yaitu dapat dibedakan antara lain :


(46)

1) Kredit dari Dana Bank yang bersangkutan. 2) Kredit dengan Dana Likuiditas Bank Indonesia. 3) Kredit kelolaan.

4) Kredit konsorsium.

5) Join Financing (Muljono, 1993 : 42). D. Jenis Kredit Menurut Asal Sumber Dana.

Dengan terbukanya system perkonomian suatu negara memungkinkan pula suatu bank beroperasi jauh ke kawasan negara-negara lain.

Jenis kredit ini dapat dibedakan antara lain:

1) Kredit yang sumber dananya berasal dari luar negeri, baik dalam valuta asing maupun rupiah.

2) Kredit yang sumber dananya berasal dari bank-bank di dalam negeri;

dalam valuta asing. (Muljono, 1993 : 44). E. Jenis Kredit Menurut Sektor Ekonomi

Untuk kepentingan perencanaan pengembangan kegiatan perekonomian maka pembagian sektor-sektor ekonomi mempunyai arti yang sangat penting. Secara garis besar pembagian kredit menurut sektor ekonomi tersebut dapat di gambarkan sebagai berikut:

1) Sektor pertanian.

2) Pertambangan

3) Perindustrian 4) Listrik, gas dan air. 5) Konstruksi.


(47)

6) Perdagangan, restoran dan hotel

7) Pengangkatan, pergudangan dan komunikasi.

8) Jasa-jasa dunia usaha.

9) Jasa-jasa sosial atau masyarakat. (Muljono, 1993 : 46). F. Jenis Kredit Menurut Sifat-sifatnya.

Mengingat bidang usaha mempunyai variasi yang sangat banyak ternyata dari sifat-sifat usaha ini juga akan mempengaruhi bentuk dari pola kebutuhan modalnya dan bentuk dari srukturnya pelunasan dari kreditnya. Jenis-jenis perkreditan menurut sifatnya dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Berulang (Revolving Credit).

2) Kredit sekali tarik (Einmalig Kredit atau Self Liquidating Credit).

3) Kombinasi bentuk Revolving Credit dan Self Liquidating Credit.

4) Kredit dengan Platfond Menurun atau Kredit Investasi. 5) Open Platfond Credit.

6) Plafond Kredit terikat. (Muljono, 1993 : 57).

2.2.3. Pengertian Inflasi

Inflasi dapat di definisikan sebagai suatu proses kenaikan harga- harga yang berlaku dalam suatu perekonomian (Google, 31 Mei 2010)


(48)

Definisi singkat dari inflasi adalah kecenderungan harga-harga untuk naik secara umum dan terus menerus. (Google, 31 Mei 2010).

Inflasi dapat pula berlaku sebagai akibat dari pertama, kenaikan harga-harga barang yang diimpor, kedua penambahan penawaran uang yang berlebihan tanpa diikuti pertumbuhan produksi dan penawaran barang, ketiga kekacauan politik dan ekonomi sebagai akibat pemerintah yang kurang bertanggung jawab.(Google, Wikipedia)

Inflasi adalah kenaikan harga-harga umum barang secara terus- menerus pada suatu periode tertentu. (Nopirin, 2000 : 25)

Inflasi terjadi ketika tingkat harga umum naik. Saat ini, kita menghitung inflsi dengan menggunakan indeks harga rata-rata terimbang dari harga ribuan produk individual. Indeks harga konsumen (CPI) mengukur biaya sekeranjang. (Samuelson, 2004 :381)

Peningkatan dalam seluruh tingkat harga ini di sebut inflasi, yang menjadi salah satu perhatian utama para ekonom dan pembuat kebijakan.(Gregory Mankiw, 2007 : 30)

Inflasi merupakan kenaikan di dalam tingkat harga umum, laju inflsi merupakan lagu perubahan tingkat harga umum. (Samuelson, 2004 : 118)


(49)

Inflasi adalah kenaikan dalam keseluruhan tingkat harga. Target inflasi yaitu kebijakan moneter di mana bank sentral mengumumkan target tertentu, atau rentang target untuk tingkat inflasi. Pajak inflasi yaitu penerimaan yang diperoleh pemerintah melalui penciptaan uang disebut juga seigniorage.(Gregory, 2007 : 547)

Tingkat inflasi (presentasi pertambahan kenaikan harga) berbeda dari satu periode ke periode lainnya dan berbeda pula dari suatu negara dengan negara lain. Faktor-faktor penyebab inflasi pada umumnya inflasi bersumber dari salah satu atau gabungan dari dua masalah berikut : Tingkat Pengeluaran agregat yamg melebihi kemampuan perusahaan perusahaan untuk menghasilkan barang dan jasa. Pekerja-pekerja di berbagai kegiatan ekonomi menuntut kenaikan upah. (Google, Wikipedia Ensiklopedia Bahasa)

Beberapa pengertian yang patut digaris bawahi dalam definisi tersebut adalah mencakup tiga aspek yaitu :

1. Adanya kecenderungan (tendency) harga-harga untuk meningkat,

yang berarti mungkin saja tingkat harga yang terjadi pada waktu tertentu naik dibandingkan dengan sebelumnya.

2. Peningkatan harga tersebut berlangsung terus-menerus

(sustained), yang berarti peningkatan harga tersebut bukan hanya

terjadi pada suatu waktu tertentu atau sekali waktu saja, melainkan secara terus-menerus dalam jangka waktu yang lama.


(50)

3. Mencakup pengertian tingkat harga umum (general level prices), yang berarti tingkat harga yang meningkat itu bukan hanya pada satu atau beberapa komoditi saja.

2.2.3.1. Jenis-jenis inflasi

Penggolongan di dasarkan atas ”parah” tidaknya inflasi tersebut. Disini kita bedakan beberapa macam inflasi antara lain:

1. Inflasi ringan (dibawah 10% setahun)

2. Inflasi sedang (antara 10% sampai 30% setahun)

3. Inflasi berat (antara 30% sampai dengan 100%)

4. Hiperinflasi (di atas 100% setahun) (Google, 31 Mei 2010)

Berdasarkan kepada sumber atau penyebab kenaikan harga-harga yang berlaku, inflasi biasanya dibedakan kepada tiga bentuk berikut :

a. inflasi tarikan permintaan.

b. inflasi desakan biaya

c. inflasi diimpor

a. Inflasi Tarikan Permintaan (Demand Pull Inflation)

Inflasi ini biasanya terjadi pada masa perekonomian berkembang dengan pesat. Kesempatan kerja yang tinggi menciptakan tingkat pendapatan yang tinggi dan selanjutnya menimbulkan pengeluaran yang melebihi kemampuan ekonomi mengeluarkan barang dan jasa. Pengeluaran yang berlebihan ini akan menimbulkan inflasi. (Sadono, 2008 : 333)


(51)

b. Inflasi Desakan Biaya (Cost Push Inflation)

juga inflasi ini terutama berlaku dalam masa perekonomian berkembang dengan pesat ketika tingkat pengangguran adalah sangat

rendah. Apabila perusahaan-perusahaan masih menghadapi permintaan bertambah, mereka akan berusaha menaikan produksi dengan cara memberikan gaji dan upah yang lebih tinggi kepada pekerjanya dan mencari pekerja baru dengan tawaran pembayaran yang lebih tinggi ini. Langkah ini mengakibatkan biaya produksi meningkat, yang akhirnya

akan menyebabkan kenaikan harga-harga berbagai barang.(Sadono,

2008 : 333)

c. Inflasi Diimpor

Inflasi yang bersumber dari kenaikan harga-harga barang yang

diimpor. Inflasi ini akan wujud apabila barang-barang impor yang mengalami kenaikan harga mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan pengeluaran perusahaan-perusahaan. Satu contoh yang nyata dalam hal ini adalah efek kenaikan harga minyak dalam tahun 1970an kepada perekonomian negara-negara barat dan negara-negara pengimpor minyak lainnya. Minyak penting artinya dalam proses produksi barang-barang industri, maka kenaikan harga minyak tersebut menaikkan biaya produksi, otomatis harga-harga akan naik pula. Sehingga pada masa itu terjadi lah Stagflasi, yaitu


(52)

inflasi ketika pengangguran adalah tinggi, di berbagai negara. (Sadono, 2008 : 336)

Gambar 1 : Inflasi Tarikan Permintaan ( Demand Pull Inflation )

   

       

          

Sumber : Sadono sukirno, 2008, Makro Ekonomi, Penerbit , PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. hal : 334

Kurva AS adalah penawaran agregat dalam ekonomi, sedangkan AD1, AD2, AD3, adalah permintaan agregat. Misalkan pada mulanya permintaan agregat adalah AD1. Maka pendapatan nasional adalah Y1

dan tingkat harga adalah P1 perekonomian yang berkembang pesat

mendorong kepada kenaikan harga permintaan agregat, yaitu menjadi AD2. Akibatnya pendapatan nasional mencapai tingkat kesempatan kerja penuh yaitu YF dan tingkat harga naik menjadi P1 ke PF ini inflasi telah terwujud. Apabila masyarakat masih tetap menambah pengeluarannya maka permintaan agregat menjadi AD3. Untuk memenuhi permintaan

Y AD1

AS

AD2

AD3

0

PF P1 P2

Y2

Y1 Tingkat harga

YF


(53)

yang semakin bertambah tersebut, perusahaan-perusahaan akan menambah produksinya dan menyebabkan pendapatan nasional riil meningkat dari YF menjad Y2. kenaikan produksi nasional melebihi kesempatan kerja penuh akan menyebabkan kenaikan harga yang lebih cepat, yaitu dari PF ke P2.

Gambar 2 : Inflasi Desakan Biaya (Cost Push Inflastion)       

          

 

       

      

Sumber : Boediono, 2001, Ekonomi Makro, Penerbit BPFE, UGM, Yogyakarta. hal. 157

Pada gambar diatas bahwa bila ongkos produksi naik (misalnya kenaikan sarana produksi naik dari luar negeri atau karena harga bahan bakar minyak) maka kurva penawaran masyarakat bergeser dari S1 ke S2, harga tentu saja naik dan menyebabkan inflasi dorongan biaya.

S1 S2

P1 P2

Q1 Q2

Q


(54)

Gambar 3 : Inflasi Diimpor dan Stagflasi

Sumber : Sadono sukirno, 2008, Ekonomi Makro, Teori Pengantar, Edisi

Ketiga Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Hal : 337.

Wujudnya stagflasi sebagai akibat inflasi diimpor dan penurunan nilai mata uang seperti yang di terangkan di atas dapat di gambarkan secara grafik, yaitu seperti di tunjukkan dalam Gambar di atas. Permintaan agregat dalam ekonomi adalah AD sedangkan pada mulanya

penawaran agregat adalah AS1. Dengan demikian pada mulanya

pendapatan nasional adalah kerja penuh (YF ) maka jumlah

pengangguran adalah tinggi. Kenaikan harga barang impor yang pening artinya di berbagai industri menyebabkan biaya produksi naik, dan ini

AS1 AS2

P2 P1

Y2 Y1

ADD

YF

Pendapatan nasional riil Tingkat harga


(55)

seterusnya akan mengakibatkan perpindahan kurva penwaran agregar dari AS1 menjadi AS2. pendapatan menurun dari Y1 kepada Y2 sedangkan tingkat harga naik dari P1 menjadi P2. ini berarti secara serentak menamakan masalah seperti ini dengan istilah Stagflasi, yaitu istilah yang bersumber dari kata “stagnation” dan” inflation”. Dengan

demikian sagflasi menggambarkan keadaan di mana kegiatan ekonomi semakin menrun, pengangguran semakin tinggi dan pada waktu yang sama proses kenaikan harga-harga semakin bertambah cepat.

2.2.3.2. Asal inflasi

Inflasi dapat dilihat dari asalnya yaitu :

1. Inflasiyang berasal dari dalam negeri (domestic inflation) timbul misalnya karena defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan pencetakkan uang baru, panen yang gagal dan lain sebagainya. 2. Inflasi yang berasal dari luar negeri (imported inflation) adalah

inflasi yang timbul karena kenaikan harga barang-barang impor hal ini terjadi karena biaya produksi barang dari luar negeri tinggi atau karena adanya kenaikan tariff impor barang.(Google, 31 Mei 2010)


(56)

2.2.4. Pendapatan perkapita 2.2.4.1. Pendapatan

Faktor utama bagi setiap orang untuk dapat memenuhi kebutuhan adalah pendapatan dengan demikian seseorang dtuntut untuk lebih dapat meningkatkan pendapatan yang dperoleh dengan

harapan dapat di penuhi. Adapun pendapatan itu sendiri adalah penghasilan seseorang yang diperoleh dalam jangka waktu tertentu.

Menurut Rosyidi, (1993 : 96) pendapatan adalah gaji bunga, sewa, laba dan bunga yang di terima oleh anggota sebagai balas jasa dari faktor-faktor produksi.

Adapun pendapatan menurut difinisi Simorangkir, (1985 : 32) dalam kamus perbankan yang disamakan dengan income adalah jumlah yang berupa laba, bunga dan sebagainya yang berasal dari usaha profesi atau milik.

Sedangkan pendapatan menurut ahli ekonomi Budiono, (1985 : 150), bahwa pendapatan atau income dari warga masyarakat adalah hasil penjualan dari factor-faktor produksi untuk digunakan sebagai input proses produksi dengan harga yang berlaku di pasar produksi.

Dengan arti kata bahwa pendapatan suatu masyarakat akan naik apabila terdapat penawaran yang tinggi terhadap factor-faktor produksi yang ditawarkan kepada sektor produksi.


(57)

Dengan demikian permintaan dan penawaran sangat berpengaruh pada pendapatan masyarakat.

2.2.4.2. Pendapatan perkapita

Pendapatan perkapita yaitu pendapatan rata-rata penduduk suatu Negara pada suatu masa tertentu.(Sadono sukirno, 2008 : 424)

cita-cita untuk menciptakan pembangunan ekonomi yang pesat. Disamping itu pendapatan perkapita regional mempunyai beberapa kegunaan antara lain untuk membandingkan tingkat kesejahteraan masyarakat, untuk laju perkembangan

Pendapatan perkapita adalah besarnya pendapatan rata-rata penduduk suatu Negara. (google, Juni 2010)

Pendapatan perkapita sering di gunakan sebagai tolak ukur kemakmuran dan tingkat pembangunan sebuah Negara semakin pendapatan semakin makmur Negara tersebut. (google, Juni 2010)

pendapatan adalah barang atau jasa yang dapat di konsumsi selama periode tertentu. Dengan demikian dapat terlihat pendapatan mempunyai pengaruh terhadap konsumsi dan tabungan. Dengan adanya peningkatan pendapatan maka konsumsi meningkat dan tabungan akan meningkat pula. (winiardi, 1991 : 28)

Pendapatan menunjukkan jumlah seluruh uang yang diterima oleh seseorang atau rumah tangga selama jangka pendek waktu tertentu (biasanya satu tahun) sedangkan pendapatan itu sendiri terdiri dari


(58)

kekayaan seperti : sewa, bunga, deviden serta pembayaran transfer atau penerimaan dari pemerintah seperti: Tunjangan social atau asuransi. Dari kedua pengertian tersebut bisa disimpulkan bahwa pendapatan merupakan jumlah seluruh uang yang deterima oleh seseorang atau factor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi dalam jangka waktu tertentu (satu tahun). (Samuelson Nordhaus, 1993 : 258) Adapun beberapa faktor yang menimbulkan adanya perbedaan pada tingkat pendapatan yaitu :

1. Perbedaan corak permintaan dan penawaran dalam berbagai jenis pekerjaan.

2. Perbedaan dalam jenis pekerjaan

3. Terdapatnya pertimbangan bukan keuangan dalam memlih pekerjaan. 4. Perbedaan kemampuan, keahlian dan pendidikan.

5. Ketidak sempurnaan dalam mobilitas tenaga kerja (Sukirno, 1994 : 367)

2.2.5. Tenaga Kerja

2.2.5.1. Pengertian Tenaga Kerja

Secara umum tenaga kerja dapat di artikan sebagai berikut: “Bagian dari penduduk suatu negara yang sanggup menghasilkan pekerjaan yang mempunyai nilai ekonomis, baik itu berupa pekerjaan


(59)

tanah, pekerjaan dalam tambang, dalam pengangkutan atau perdagangan maupun pekerjaan-pekerjaan administrasi atau pekerjaan ilmiah”.

Menurut Dumairy (1997 : 74), tenaga kerja adalah penduduk yang berumur di dalam batas usia kerja. Batasan usia kerja berbeda-beda antara negara satu dengan negara lain. Batas usia yang di anut oleh Indonesia adalah minimum 10 tahun tergolong sebagai tenaga kerja.

Definisi tenaga kerja (man power) menurut (Manulang, 1995 : 2)

adalah penduduk yang sudah tua atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan lain seperti bersekolah

dan mengurus rumah tangga. Tiga golongan yang terakhir pencari kerja, bersekolah dan yang mengurus rurnah tangga walaupun sedang tidak bekerja mereka dianggap secara fisik mampu dan sewaktu- waktu dapat ikut bekerja

Menurut Suroto (1992 : 17), tenaga kerja (man power) adalah

kemampuan manusia untuk mengeluarkan usaha tiap satuan waktu guna menghasilkan barang dan jasa, baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain Menurut Partadiredja (2002 : 228), tenaga kerja adalah sebagian dari penduduk yang berfungsi ikut serta dalam proses produksi dan menghasilkan barang barang dan jasa-jasa.

Sedangkan menurut Irawan dan Suparmoko (2002 : 114), Tenaga kerja yaitu penduduk pada usia kerja yaitu antara 15 sampai 64 tahun. Penduduk pada usia kerja ini digolongkan menjadi dua yaitu angkatan kerja (labour force) dan bukan angkatan kerja.


(60)

Tenaga kerja adalah semua orang yang bersedia untuk sanggup bekerja. Pengertian tenaga kerja ini meliputi mereka yang bekerja untuk diri sendiri ataupun untuk anggota keluarga yang tidak menerima bayaran berupa upah ataupun mereka yang bersedia dan mampu untuk bekerja, dalam arti mereka menganggur dengan terpaksa karena tidak ada kesempatan kerja. (Sumarsono, 2003 : 5)

Tenaga kerja (man power) adalah penduduk dalam usia kerja (16-64 tahun) atau jumlah seluruh penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga kerja mereka dan mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut. (Subri, 2003:57)

Tenaga kerja adalah mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja, sedang mencari pekerjaan dan melakukan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Tiga golongan yang disebut terakhir (pencari kerja, bersekolah dan mengurus rumah tangga) walaupun sedang tidak bekerja, mereka dianggap fisik mampu dan sewaktu-waktu dapat ikut bekerja. (Simanjuntak, 2001:2)

Dari konsep usia kerja yang di tetapkan di Indonesia mencerminkan suatu keadaan dimana masyarakat Indonesia taraf hidupnya cukup memprihatinkan, karena masih banyak masyarakat masih yang

mempunyai kondisi keuangan yang masih relative rendah dan masih banyak faktor kemiskinan. Secara luas pengertian dari tenaga kerja mencakup penduduk yang bekerja, yang sedang mencari kerja dan yang


(61)

melakukan kegiatan. Walaupun sedang tidak bekerja sebab secara fisik mereka mampu bekerja dan sewaktu-waktu dapat ikut bekerja. Dengan

demikian dalam konteks ketenagakerjaan, penduduk (Simanjuntak, 2001 :

4) dipilah-pilah menurut angkatan kerja yaitu sebagai berikut

Sumber : Dumairy, 1997. Perekonomian Indonesia, Penerbit Erlangga, Jakarta

Keterangan :

Gambar 3 diatas menunjukkan bahwa tenaga kerja (man power) dipilah

menjadi dua kelompok, yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan

kerja dibedakan pula menjadi dua sebab, yaitu :

1. Pekerja adalah orang-orang yang mempunyai pekerjaan dan memang

sedang bekerja, serta orang-orang yang mempunyai pekerjaan namun untuk sementara waktu kebetulan sedang tidak bekerja

2. Pengangguran adalah orang yang tidak mempunyai pekerjaan,

lengkapnya orang yang tidak bekerja dan masih atau sedang mencari

pekerjaan. Sedangkan tenaga kerja yang bukan angkatan kerja dibedakan menjadi beberapa kelompok, yaitu penduduk dalam usia kerja yang sedang

Penduduk

Tenaga kerja (berusia ≥ 10 tahun)

Bukan Tenaga kerja (berusia < 10 tahun)

Angkatan Kerja:

 Pekerja

 Pengangguran

Bukan Angkatan Kerja:

 Pelajar

 PengurusRumah Tangga


(62)

bersekolah, mengurus rumah tangga (tanpa mendapat upah), serta penerimaan pendapatan lain. ( Dumairy 1997 : 75 ).

2.2.5.2. Pengertian Angkatan Kerja

Menurut (Dumairy, 1997 : 75) angkatan kerja adalah bagian

penduduk yang mampu dan bersedia melakukan pekerjaan. Kata“mampu”

disini menunjukkan kepada tiga hal, yaitu :

a. Mampu fisik, yaitu sudah cukup umur, jasmani, sudah cukup kuat

dan tidak mempunyai cacat mental.

b. Mampu mental, yaitu mempunyai mental yang sehat dan tidak

memiliki kelainan untuk melakukan pekerjaan normal.

c. Mampu Yuridis, yaitu tidak kehilangan kebebasan dan bersedia

untuk memiliki dan melakukan pekerjaan. Kata “bersedia” berarti orang yang bersangkutan dapat secara aktif mampu dan pasif atas kemauannya sendiri mencari pekerjaan.

Menurut (Irawan dan Suparmoko, 1999 : 67), angkatan kerja adalah penduduk yang bekerja dan penduduk yang belum bekerja, namun siap untuk bekerja atau sedang mencari pekerjaan pada tingkat upah yang berlaku. Sedangkan penduduk yang bekerja adalah mereka yang melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan jasa untuk memperoleh penghasilan, baik bekerja penuh maupun tidak bekerja

penuh. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa angkatan kerja adalah tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja yang bekerja atau


(63)

mempunyai pekerjaan, namun untuk sementara sedang tidak mencari pekerjaan.

2.2.5.3. Pengertian Bukan Angkatan Kerja

Menurut (Dumairy, 1997 : 75) Bukan Angkatan kerja adalah

tenaga kerja atau penduduk dalam usia yang tidak bekerja, tidak mempunyai pekerjaan dan sedang tidak mencari pekerjaan.

Menurut ( Soemarsono, 2003 : 116 ). Bukan Angkatan kerja

adalah bagian dari tenaga kerja yang tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan.

Kelompok ini merupakan bagian dari tenaga kerja yang sebenarnya tidak terlibat, tidak berusaha terlibat dalam kegiatan produktif, yaitu memproduksi barang dan jasa. Terdiri dari :

1. Golongan yang bersekolah, yaitu mereka yang kegiatanya hanya sekolah

2. Golongan yang mengurus rumah tangga, yaitu mereka yang mengurus rumah tangga tanpa memperoleh upah

3. Golongan yang menerima pendapatan, yaitu mereka yang tidak melakukan suatu kegiatan ekonomi, tapi memperoleh pendapatan seperti tunjangan pension, lanjut usia, cacat. ( Simanjuntak, 2001 : 6).


(64)

2.2.5.4 Permintaan Tenaga Kerja

Permintaan tenaga kerja adalah kebutuhan yang sudah didasarkan atas kesediaan membayarkan upah tertentu sebagai imbalan pemberian kerja bermaksud menggunakan atau meminta sekian orang karyawan dengan kesediaan membayar upah sekian rupiah setiap waktu. Jadi, dalam permintaan ini sudah ikut dipertimbangkan tinggi rendahnya upah yang berlaku dalam masyarakat atau yang dibayarkan kepada tenaga kerja yang bersangkutan. (Suroto, 1992 : 21).

Suatu perusahaan dalam membeli atau menggunakan tenaga kerja tidak dapat menentukan tingkat upah tenaga kerja, melainkan hanya akan mengikuti upah, pada umumnya yang berlaku di pasar tenaga kerja. Misalnya tingkat upah tenaga kerja itu setinggi W, maka jumlah tenaga kerja yang akan digunakan oleh perusahaan agar jumlah laba yang didapatnya maksimum adalan sebanyak N*, yaitu ditentukan oleh perpotongan antara kurva VMPN dan kurva w* W*. Jumlah tenaga kerja yang digunakan tidak sebanyak N1, karena N1 terlihat bahwa tingkat upah merupakan biaya atau pengorbanan yang harus dibayar oleh perusahaan lebih tinggi daripada manfaat dalam bentuk nilai produksi yang disumbangkan terakhir.

Dengan demikian hal ini tidak menguntungkan bagi perusahaan. Sebaliknya bila jumlah tenaga kerja yang dipakai hanya sebanyak N2, ini berarti bahwa nilai produksi marginal lebih tinggi daripada tingkat upah


(65)

yang harus dibayar perusahaan, artinya perusahaan mendapat manfaat yang lebih tinggi daripada korban yang harus dipikulnya dengan sendirinya perusahaan akan terdorong untuk menambah tenaga kerja lebih banyak lagi. Kedudukan keseimbangan tercapai pada posisi jumlah tenaga kerja N*

Gambar 4 : Kurva Permintaan Tenaga Kerja

W

w*            W* 

0

N

N* N1

Sumber : Suparmoko. M, 2000, Pengantar Ekonomika Makro, Penerbit BPFE,UGM, Yokyakarta, hal 161.

 

2.2.5.5 Penawaran Tenaga Kerja

Persediaan tenaga kerja adalah istilah yang biasanya juga belum dihubungkan dengan factor upah. Sedangkan dalam istilah penawaran tenaga kerja sudah ikut dipertimbangkan faktor upahnya. Dalam hal ini pencari kerja bersedia menerima pekerjaan itu atau menawarkan tenaganya apabila kepadanya diberikan upah sekian rupiah setiap waktu.

Misalnya dengan menggunakan teknologi tertentu, seseorang pengusaha mungkin membutuhkan 500 orang tenaga kerjanya. Akan tepai karena upah yang dituntut terlalu tinggi, mungkin ia hanya mampu


(66)

mempekerjakan atau meminta 400 orang saja, sedangkan yang lainnya ditunda dahulu atau dibatalkan, karena kebutuhan tenaga kerja merupakan

permintaan potensial. Dari uraian diatas menjadi jelas, bahwa persediaan tenaga kerja merupakan penawaran potensial ( Suroto, 1992 : 22 ).

Penawaran tenaga kerja yang datangnya dari pemilik tenaga atau katakanlah buruh. Mereka ini mencari pekerjaan untuk mendapatkan penghasilan dengan cara menjual tenaga mereka atau pada saat mereka mencari pekerjaan dikatakan bahwa mereka menawarkan tenaga kerja mereka. Pada saat tingkat upah tinggi, akan sedikit jumlah tenaga kerja yang ditawarkan, sedangkan pada tingkat upah rendah, akan banyak tenaga kerja yang ditawarkan. Pada tingkat upah W1, jumlah tenaga kerja yang ditawarkan lebih banyak yaitu sebanyak N2. Pada tingkat upah W2, jumlah tenaga kerja yang ditawarkan lebih sedikit yaitu sebanyak N1.

Gambar 5 : Kurva Penawaran Tenaga Kerja

       

 

Sumber : Suparmoko. M, 2000, Pengantar Ekonomika Makro, Penerbit BPFE, UGM, Yokyakarta, hal 163.

0 N1 N2

W1

W2

W

NS


(67)

2.6. Kerangka Pikir

Dalam penelitian ini, faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap pertumbuhan industri kecil adalah kredit modal kerja, tingkat inflasi, pendapatan perkapita dan julmlah tenaga kerja sebagai variabek bebas dan pertumbuhan industri kecil sebagai variabel terikat.

1. Kredit modal kerja, dengan pemberian kredit yang diberikan kepada industri atau yang berarti dapat meningkatkan atau menambah modal. Dengan tersedianya modal yang mencukupi, maka faktor produksi (Mesin, material, dan lain-lain) dapat dibelinya sehingga aktivitas pengusaha kecil meningkat maka pada akhirnya akan menambah tingkat pertumbuhan industri kecil. (Budisantoso, 2006 :171)

2. Tingkat inflasi, kecenderungan naiknya harga-harga umum barang secara terus menerus pada suatu periode tertentu. Dalam hal ini apabila inflasi mengalami penurunan maka permintaan akan suatu barang dan jasa secara langsung akan mempengaruhi industri kecil menjadi meningkat. (Boediono, 2001 : 150)

3. Pendapatan Perkapita, Merupakan indikator kesejahteraan masyarakat bila pendapatan perkapita meningkat maka daya beli masyarakat akan mengalami peningkatan sehingga nantinya akan bisa menambah pertumbuhan industri kecil (Tambunan, 2009 : 83)


(68)

4. Jumlah Tenaga kerja, Penyediaan Tenaga kerja juga sangat dibutuhkan dalam proses produksi untuk menjalankan dan mengelola faktor produksi untuk mengasilkan barang dan jasa. Dengan bertambahnya Tenaga kerja maka kegiatan produksi dapat

terus meningkat sehingga pertumbuhan Industri kecil juga akan

meningkat. (Tambunan, 2009 :158)

Gambar 6 : Paradigma kerangka pikir

Sumber : Peneliti Kredit Modal

Kerja (X1)

Modal Industri Kecil

Tingkat Inflasi (X2)

Permintaan Barang

Pendapatan Perkapita

(X3)

Daya Beli Masyarakat

Jumlah Tenaga Kerja

(X4)

Hasil Produksi

Pertumbuhan Industri Kecil di


(69)

2.7. Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian dapat di kemukakan hipotesis sebagai berikut :

1. Diduga kredit modal kerja, tingkat inflasi dan pendapatan perkapita

Jumlah Tenaga Kerja berpengaruh terhadap pertumbuhan industri kecil di wilayah Sidoarjo.

2. Diduga dari keempat variable tersebut variable kredit modal kerja

dominan mempengaruhi pertumbuhan industri kecil di wilayah Sidoarjo.


(70)

3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Yang dimaksud dengan definisi operasional dan pengukuran variabel adalah pernyataan tentang definisi dan pengukuran variabel-variabel alami pemilihan secara operasional, baik berdasarkan teori yang telah ada maupun pengalaman empiris.

Untuk memperjelas terhadap masing-masing variabel yang diamati, maka pengukuran terhadap variabel-variabel tersebut adalah yang dapat diuraikan sebagai tersebut:

a. Variabel Terikat (Dependent Variabel) adalah sebuah variabel yang

ditentukan oleh beberapa variabel yang lain. Dimana Variabel Terikat adalah pertumbuhan industri kecil (Y) adalah pertumbuhan industri kecil di wilayah sidoarjo yaitu suatu keadaan dimana terjadi pertumbuhan di tempat tersebut terjadi perubahan yang dinamis dan positif dari seluruh kegiatan pada sektor industri selama periode tertentu di wilayah sidoarjo. Dalam satuan unit.

b. Variabel Bebas (Independent Variabel) adalah sebuah variabel yang


(71)

1. Jumlah kredit modal Kerja (X1)

Adalah Jumlah kredit modal kerja yang dapat disalurkan pada tahun tertentu yang dinyatakan dalam satuan rupiah

2. Tingkat inflasi (X2)

Adalah gejala kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terus menerus, disini kita lihat tinggi rendahnya tingkat inflasi yang terjadi di Sidoarjo yang dinyatakan dalam prosen (%) 3. Pendapatan perkapita (X3)

Adalah perbandingan antara besarnya jumlah pendapatan regional atas harga konstan dengan jumlah penduduk dalam suatu wilayah dinyatakan dalam satuan persen (%)

4. Jumlah Tenaga kerja (X4)

Adalah penduduk yang berumur di dalam batas usia kerja. Batas usia yang di anut oleh Indonesia adalah minimum 10 tahun tergolong sebagai tenaga kerja. Dalam satuan juta jiwa

3.2. Teknik Penentuan Sampel

Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data berkala (Time Series) yaitu data dari tahun ke tahun selama lima belas tahun terhitung sejak tahun 1995-2009. Dimana teknik penentuan sampel mengenai pengaruh Inflasi, Pertumbuhan Ekonomi dan fluktuasi nilai rupiah.


(72)

3.3. Jenis dan Sumber Data 3.3.1. Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data sekunder yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan dari instansi-instansi atau lembaga yang ada hubungannya dalam penelitian ini.

3.3.2. Sumber Data

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini berasal dari :

• Kantor Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Jawa Timur, Surabaya. • Kantor Dinas Tenaga Kerja Propinsi Jawa Timur, Surabaya.

3.4. Teknik dan Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara:

Studi kepustakaan yaitu pengumpulan data dengan jalan mempelajari buku-buku literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang ada di penelitian ini.Selain itu, penelitian ini mengambil Kota Surabaya,Sampang dan nganjuk sebagai lokasi penelitian. Lingkup penelitian dibatasi pada faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengangguran antara lain Inflasi, Pertumbuhan Ekonomi dan Fluktuasi nilai rupiah


(73)

3.5. Teknik Analisis Dan Uji Hipotesis 3.5.1. Teknik Analisis

Untuk menganalisis pengaruh yang disebutkan dalam hipotesis diatas maka analisa data ini dilakukan dengan menggunakan model regresi linier berganda dengan asumsi BLUE (Best Linier Unbiased Estimation) untuk mengetahui koefisiensi pada persamaan tersebut betul-betul linier (tidak bias). Model ini menunujukkan hubungan spesifik antara variabel-variabel bebas dan terikat.

Bentuk perumusannya sebagai berikut :

Y = o + 1X1 + 2X2 + X3 + u ……...( Sulaiman, 2004 : 80 )

egresi Dimana :

Y = Pertumbuhan Industri kecil

X1 = Kredit Modal Kerja

X2 = Tingkat Inflasi

X3 = Pendapatan Perkapita

X4 = Tenaga Kerja

 = Konstanta

1, ,  = Koefisien R


(74)

3.5.2. Uji Hipotesis

Untuk menguji pengaruh variabel bebas (X1, X2, X3) terhadap variabel terikat Y dengan prosedur sebagai berikut :

1. Uji F

Uji F dipergunakan untuk menguji pengaruh variabel bebas secara simultan terhadap variabel terikat.

Dengan langkah-langkah pengujian sebagai berikut : - Merumuskan hipotesis

Ho : 1 =3 = 0 (Tidak terdapat pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat )

Hi : 1 0 (Ada pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat)

- Menentukan level of signifikan sebesar 5 %

- Menghitung nilai F untuk mengetahui hubungan secara simultan antara variabel bebas dan variabel terikat drngan rumus sebagai berikut :

Fhitung = KT Regresi ( Soelistyo, 2001 : 325 ). KT Galat

- Menggunakan derajat kebebasan = (n-k-l) dengan ketentuan :

n = Jumlah Sampel / pengamatan

k = Jumlah variabel bebas / parameter regresi KT = Kuadrat Tengah


(75)

Gambar 5 : Kurva Distribusi F

Daerah penolakan

Daerah penerimaan

F ()

Sumber: Soelistyo, 2001, Dasar – dasar Ekonometrika, BPFE, Yogyakarta, Jakarta, hal. 326

Kaidah pengujiannya:

1. Apabila F hitung ≤ F table, maka Ho diterima dan Hi ditolak, artinya variabel bebas secara keseluruhan tidak mempengaruhi variabel terikat.

2. Apabila Fhitung > Ftabel maka Ho ditolak dan Hi diterima. Artinya variabel bebas secara keseluruhan mempengaruhi variabel terikat. 2. Uji t

Uji t dipergunakan untuk menguji pengaruh variabel bebas secara parsial terhadap variabel terikat.

 Uji t dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

t hitung = i ( Nachrowi dan Usman, 2006 : 19 ). Se ()


(76)

 Merumuskan hipotesis sebagai berikut :

Ho : i = 0 (tidak terdapat pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat)

Hi : i0 (ada pengaruh variabel bebas terhadap vriabel terikat) Derajat kebebasan sebesar n-k-l, dalam persamaan tersebut : Dimana :

 = Koefisien Regresi Se = Standart Error

n = Jumlah sampel

k = Jumlah parameter regresi Gambar 6 : Kurva Distribusi t

Ho ditolak Daerah penerimaan Ho ditolak Ho

( -t  2 ; n-k-l ) ( t  2 ; n-k-l )

Sumber: Widarjono, Agus. 2005, Ekonometrika, Teori dan Aplikasi, Edisi Pertama, Ekonosia FE UII, Yogyakarta, hal. 59.


(77)

 Kaidah pengujiannya :

1. Bila t hitung ≤ t table, maka Ho diterima dan Hi ditolak, yang artinya secara parsial tidak ada pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat.

2. Bila t hitung > t table, maka Ho ditolak dan Hi diterima, yang artinya secara parsial variabel bebas mempengaruhi variabel terikat.

Untuk mengetahui apakah model analisis tersebut layak digunakan dalam pembuktian selanjutnya dan untuk mengetahui sejauh mana variabel bebas mampu menjelaskan variabel terikat maka perlu diketahui nilai adjusted

R2 atau koefisien nilai determinasi dengan menggunakan rumus:

Jadi R2 = JK Regresi ………( Sulaiman, 2004 : 86 ).

JK Total Dimana :

R2 = koefisien determinasi JK total = jumlah kuadrat Karateristik utama dari R2 adalah : a. Tidak mempunyai nilai negatif


(1)

Kurva Distribusi Hasil Analisis secara Parsial Jumlah Tenaga Kerja (X4)

terhadap Pertumbuhan Industri Kecil (Y)

S

x. pengujian

Gambar 11

umber : Lampiran 3

Berdasarkan pehitungan diperoleh t-hitung sebesar 13,641 > t tabel sebesar 2,228 maka Ho di tolak dan Hi di terima, pada level signifikan 5 %, sehingga secara parsial Faktor Jumlah Tenaga Kerja (X4) berpengaruh

secara nyata positif terhadap Pertumbuhan Industri Kecil (Y). hal ini didukung juga dengan nilai signifikasi dari Jumlah Tenaga Kerja (X4)

sebesar 0,000 yang lebih kecil dari 0,05.

Nilai r parsial untuk variabel Jumlah Tenaga Kerja sebesar 0,948 yang artinya Jumlah Tenaga Kerja (X4) secara parsial mampu

menjelaskan variabel terikat Pertumbuhan Industri Kecil (Y) sebesar 94,8 %, sedangkan sisanya 5,2 % tidak mampu dijelaskan oleh variabel tersebut.

Kemudian untuk mengetahui variabel mana yang berpengaruh paling dominan empat variabel bebas terhadap Pertumbuhan Industri Kecil

2

2,228 13,641

- 2,228

Daerah Penerimaan Ho Daerah Penolakan

Ho

Daerah Penolakan Ho


(2)

87

di Sidoarjo : Kredit Modal Kerja (X1), Tingkat Inflasi (X2), Pendapatan

Perkapita (X3), dan Jumlah Tenaga Kerja (X4) dapat diketahui dengan

koefisien determinasi parsial yang paling besar, dimana dalam

atau sebesar 94,8 %.

4.3.4 Pemb

ng berarti dapat meningkatkan atau m

a barang dan jasa juga akan turun maupun naik tetapi

melihat

perhitungan ditunjukkan oleh variabel Jumlah Tenaga Kerja dengan koefisien determinasi parsial (r2) sebesar 0,948

ahasan

Dengan melihat hasil regresi yang didapat maka peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa untuk Pertumbuhan Industri Kecil:

Kredit Modal Kerja berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap Pertumbuhan Industri Kecil. Hal ini disebabkan karena dengan pemberian kredit yang diberikan kepada industri sangat rendah ya

enambah modal sehingga tersedianya modal yang mencukupi maka aktivitas pengusaha kecil meningkat yang pada akhirnya akan menambah tingkat pertumbuhan industri kecil di Sidoarjo.

Tingkat Inflasi tidak berpengaruh secara nyata (tidak signifikan) terhadap Pertumbuhan Industri Kecil. Hal ini disebabkan apabila tingkat inflasi turun maupun naik maka harga – harg

hal tersebut tidak mempengaruhi permintaan masyarakat akan barang dan jasa meningkat dikarenakan masih banyaknya kebutuhan yang lain yang lebih


(3)

perkapita maka daya beli masyarakat akan kebutuhan juga akan meningkat sehingga nantinya akan menambah pertumbuhan industri kecil.

Jumlah Tenaga Kerja berpengaruh nyata (signifikan) terhadap Pertumbuhan Industri Kecil. Hal ini disebabkan karena dengan penyediaan tenaga kerja yang banyak dan memiliki kemampuan baik kualitas dan kuantitas dalam menjalankan proses dan mengelola produksi maka akan meningkatkan kegiatan produksi sehingga pertumbuhan industri kecil juga akan meningkat.


(4)

89

MPULAN DAN SARAN

simultan antara

bkan karena dengan pemberian kredit yang diberikan

BAB V KESI

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang telah diuraikan pada bab IV, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Setelah dilakukan uji statistik untuk mengetahui pengaruh secara

variabel bebas Kredit Modal Kerja, Tingkat Inflasi, Pendapatan Perkapita dan Jumlah Tenaga Kerja terhadap variabel terikatnya Pertumbuhan Industri Kecil yang berati bahwa secara keseluruhan faktor-faktor variabel bebas berpengaruh secara simultan dan nyata terhadap Pertumbuhan Industri Kecil.

2. Pengujian secara parsial atau individu Kredit Modal Kerja terhadap Pertumbuhan Industri Kecil berpengaruh secara nyata dan negatif terhadap Pertumbuhan Industri Kecil. Hal ini diseba


(5)

3. Pengujian secara parsial atau individu Tingkat Inflasi terhadap Pertumbuhan Industri Kecil tidak berpengaruh secara nyata positif terhadap Pertumbuhan

aga Kerja terhadap Pertumbuhan Industri Kecil berpengaruh secara nyata terhadap Pertumbuhan Industri Kecil. Hal ini disebabkan karena dengan penyediaan tenaga kerja yang banyak dan memiliki kemampuan baik kualitas dan kuantitas dalam menjalankan proses dan mengelola produksi maka akan meningkatkan kegiatan produksi sehingga pertumbuhan industri kecil juga akan meningkat.

Industri Kecil. Hal ini disebabkan karena apabila tingkat inflasi turun maupun naik maka harga – harga barang dan jasa juga akan turun maupun naik tetapi hal tersebut tidak mempengaruhi permintaan masyarakat akan barang dan jasa meningkat dikarenakan masih banyaknya kebutuhan yang lain yang lebih penting atau lebih di dahulukan.

4. Pengujian secara parsial atau individu Pendapatan Perkapita terhadap Pertumbuhan Industri Kecil berpengaruh secara nyata positif terhadap Pertumbuhan Industri Kecil. Hal ini disebabakan karena semakin meningkatnya pendapatan perkapita maka daya beli masyarakat akan kebutuhan juga akan meningkat sehingga nantinya akan menambah pertumbuhan industri kecil.


(6)

91

ui beberapa saran

ya inovasi baru demi menunjang kualitas dan kuantitas produk yang akan dihasilkan.

2. pemberdayaan industri kecil sangatlah sesuai untuk mningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan masyarakat pada suatu daerah dikarenakan Industri kecil biasanya padat karya dan di harapkan banyak tenaga kerja yang akan terserap didalamnya dengan perkembangan yang terus meningkat.

5.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka berikut ini diketah sebagai bahan pertimbangan sebagai berikut :

1. Untuk Para Pengusaha Industri Kecil di Kabupaten Sidoarjo di harapkan mampu meningkatkan hasil produksinya dengan peningkatan skill dan ketrampilanl yang bertujuan meningkatkan kualitas produk serta terciptan