ANALISIS BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN INDUSTRI KECIL DI KOTA SURABAYA.

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Jurusan Ekonomi Pembangunan

Oleh:

0511215008/FE/IE DENY KURNIAWAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL”VETERAN” JAWA TIMUR


(2)

ANALISIS BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PERTUMBUHAN INDUSTRI KECIL DI KOTA SURABAYA

yang diajukan

0511215008/FE/IE DENY KURNIAWAN

disetujui untuk Ujian Skripsi oleh

Pembimbing Utama

Drs.Ec.Marseto DS,MSi NIP. 030 208 439

Tanggal : ………

Mengetahui

An Dekan Fakultas Ekonomi Wakil Dekan I


(3)

i

serta hidayahnya yang telah dilimpahkan sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu kewajiban mahasiswa untuk memenuhi tugas dan syarat akhir akademis di Perguruan Tinggi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Fakultas Ekonomi khususnya Jurusan Ekonomi Pembangunan. Dalam penulisan skripsi ini penulis mengambil judul “ ANALISIS BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN INDUSTRI KECIL DI KOTA SURABAYA ”.

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa didalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangannya. Hal ini disebabkan karena masih terbatasnya kemampuan dan pengetahuan yang ada.Walaupun demikian berkat bantuan dan bimbingan yang diterima dari Drs. Ec. Marseto D.S, Msi. Selaku Dosen Pembimbing Utama yang dengan penuh kesabaran telah mengarahkan dari awal untuk memberikan bimbingan kepada peneliti, sehingga skripsi ini dapat tersusun dan terselesaikan dengan baik.

Atas terselesainya skripsi ini, penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Dr. Dhani Ichsanuddin Nur, MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran” Jawa Timur.


(4)

4. Drs. Ec. Marseto D.S, Msi, selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan masukan-masukan yang berarti bagi penulis.

5. Segenap staf pengajar dan staf kantor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. Yang telah dengan iklas memberikan ilmu dan pelayanan akademik bagi penulis dan semua mahasiswa UPN.

6. Bapak dan Ibu tercinta yang telah sabar mendidik dan membesarkan dengan penuh kasih sayang baik moral, material, maupun spiritual. Dan semua keluarga besar serta teman-teman semuanya. Semoga mendapatkan pahala yang besar dari Allah SWT.

Akhir kata yang dapat terucapkan semoga penyusunan skripsi ini dapat berguna bagi pembaca dan pihak-pihak lain yang membutuhkan, semoga Allah SWT memberikan balasan setimpal.

Wassallamualaikum Wr. Wb Surabaya, Juli 2009 Penulis


(5)

iii

KATA PENGANTAR ………...……… i

DAFTAR ISI ……...…………...……….. iii

DAFTAR GAMBAR ………...……….. vi

DAFTAR TABEL...…...……….. vii

DAFTAR LAMPIRAN ………... viii

ABSTRAKSI ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu ... 6

2.2 Landasan Teori ... 11

2.2.1 Industri ... 11

2.2.1.1 Perkembangan Industri Kecil ... 14

2.2.1.2 Kebijakan Perkembangan Industri Kecil ... 16

2.2.1.3Pengaruh Industri Besar Terhadap Industri Kecil ... 17

2.2.2 Pendapatan Perkapita ... 18

2.2.3 Pengertian Produksi ... 20

2.2.3.1 Faktor – faktor Produksi ... 21

2.2.3.2 Jenis Proses Produksi ... 23

2.2.3.3 Fungsi Produksi ... 24

2.2.3.4 Pengertian Nilai Produksi ... 25

2.2.4 Investasi ... 26


(6)

2.2.5.2 Jumlah Tenaga Kerja ... 40

2.3 Kerangka Pikir ... 41

2.4 Hipotesis ... 43

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 45

3.2 Teknik Penentuan Sampel ... 47

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 47

3.3.1 Jenis Data ... 47

3.3.2 Sumber Data ...47

3.3.3 Pengumpulan Data ... 47

3.4 Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ... 48

3.4.1 Teknik Analisis ... 48

3.4.2 Uji Asumsi Klasik ... 50

3.4.3 Uji Hipotesis ... 54

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Obyek Penelitian ... 58

4.1.1 Kondisi Geografis ... 58

4.1.2 Kependudukan ... 59

4.2 Deskripsi Hasil Penelitian ... 60

4.2.1 Pertumbuhan Jumlah Industri Kecil ... 61

4.2.2 Pertumbuhan Pendapatan Perkapita ... 62

4.2.3 Pertumbuhan Nilai Produksi Industri Kecil ... 63

4.2.4 Pertumbuhan Investasi Industri Kecil ... 64

4.2.5 Jumlah Tenaga Kerja Industri Kecil ... 65

4.3 Hasil Analisis Asumsi Regresi Klasik ... 66

4.3.1 Analisis Dan Pengujian Hipotesis ... 71


(7)

v

5.2 Saran ... 84 DAFTAR PUSTAKA


(8)

Gambar 1 : Hubungan MEC dengan tingkat bunga dan pengeluaran ... 33

Gambar 2 : Komposisi Penduduk dan Tenaga Kerja ... 39

Gambar 3 : Paradigma Pendapatan Perkapita, Nilai Produksi, Investasi, dan Jumlah Tenaga Kerja terhadap Pertumbuhan Industri Kecil di Kota Surabaya... 43

Gambar 4 : Kurva uji hipotesis secara simultan ... 55

Gambar 5 : Kurva Uji Hipotesis Secara Parsial ... 56

Gambar 6 : Kurva Statistik Durbin Watson ... 67

Gambar 7 : Distribusi Kriteria Penerimaan / Penolakan Hipotesis Secara Simultan Atau Keseluruhan ... 73

Gambar 8 : Kurva Distribusi Hasil Analisis Secara Parsial Faktor Pendapatan Perkapita (X1 (Y) ... 75

) Terhadap Jumlah Industri Kecil Gambar 9 : Kurva Distribusi Hasil Analisis secara Parsial faktor Nilai Produksi Industri Kecil (X2 (Y) ... 76

) terhadap Jumlah Industri Kecil Gambar 10 : Kurva Distribusi Hasil Analisis secara Parsial faktor Investasi Industri Kecil (X3 (Y) ... 77

) terhadap Jumlah Industri Kecil Gambar 11 : Kurva Distribusi Hasil Analisis secara Parsial faktor Jumlah Tenaga Kerja Industri Kecil (X4 (Y) ... 79


(9)

vii

Tahun 1993-2007 ... 61 Tabel 2 : Pertumbuhan Pendapatan Perkapita Industri Kecil Surabaya

Tahun 1993-2007 ... 62 Tabel 3 : Pertumbuhan Nilai Produksi Industri Kecil di Surabaya Tahun

1993-2007 ... 63 Tabel 4 : Pertumbuhan Investasi Industri Kecil di Surabaya Tahun

1993-2007 ... 64 Tabel 5 : Pertumbuhan Jumlah Tenaga Kerja Industri Kecil di Surabaya

Tahun 1993-2007 ... 65 Tabel 6 : Tes Multikolinier ... 69 Tabel 7 : Tes Heterokedastisitas dengan Korelasi Rank Spearman

Korelasi ... 70 Tabel 8 : Analisis Varian (ANOVA) ... 72 Tabel 9 : Hasil Analisis Variabel Pendapatan Perkapita (X1

Produksi Industri Kecil (X

), Nilai 2), Investasi Industri Kecil (X3 Jumlah Tenaga Kerja Industri Kecil (X

),dan 4

Industri Kecil ... 74 ) terhadap Jumlah


(10)

1. Data Regresi

2. Analisis Multiple Regression

3. Analisis Regresi dengan Program SPSS 4. Tabel Uji F

5. Tabel Uji T


(11)

ix

Oleh :

DENY KURNIAWAN

ABSTRAKSI

Salah satu agenda pembangunan Indonesia dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat adalah melalui pemberdayaan usaha mikro kecil (UMK). Pengembangan UMK diharapkan dapat menyerap kesempatan kerja sekaligus meningkatkan pendapatan pelakunya.

Upaya pengembangan usaha kecil dan menengah baik secara langsung maupun tidak langsung menjadi agenda sepanjang perjalanan pembangunan ekonomi nasional. Dalam proses perkembangan sektor industri kecil melalui kebijakan pengadaan modal yang dilakukan lewat perkreditan perbankan oleh bank umum dengan memberikan kredit usaha kecil (KUK). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Perkapita (X1), Nilai Produksi (X2), Investasi Industri Kecil (X3), dan Jumlah Tenaga Kerja Industri Kecil (X4

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari instansi – instansi terkait seperti BPS Surabaya. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda yang menunjukkan pengaruh antara variabel bebas dan variabel terikat.

) baik secara simultan maupun secara parsial terhadap Jumlah Industri Kecil (Y).

Berdasarkan hasil analisis dan hasil hipotesis diperoleh hasil F hitung = 562,907 > F tabel = 3,48. Sehingga secara simultan variabel bebas berpengaruh secara nyata terhadap variabel terikat, sedangkan secara parsial variabel bebas Pendapatan Perkapita (X1) berpengaruh secara nyata terhadap Jumlah Industri Kecil (Y) yaitu t-hitung sebesar 6,700 > t-tabel sebesar 2,228. Nilai Produksi (X2) berpengaruh secara nyata terhadap Jumlah Industri Kecil (Y) yaitu t-hitung sebesar 2,899 > t tabel sebesar 2,228. Investasi Industri Kecil (X3) berpengaruh secara nyata terhadap Jumlah Industri Kecil (Y) yaitu t-hitung sebesar -11,830 > t tabel sebesar 2,228. Jumlah Tenaga Kerja Industri Kecil (X4) berpengaruh secara nyata terhadap Jumlah Industri Kecil (Y) yaitu t-hitung sebesar 11,122 > t tabel sebesar 2,228.

Keywords : Pendapatan Perkapita, Nilai Produksi, Investasi Industri Kecil, Jumlah Tenaga Kerja Industri Kecil, Jumlah Industri Kecil


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu dari agenda pembangunan Indonesia dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat adalah melalui pemberdayaan usaha mikro kecil (UMK). Pengembangan UMK diharapkan dapat menyerap kesempatan kerja sekaligus meningkatkan pendapatan pelakunya (Anonim, 2005:2).

Pengembangan industri kecil sebagai salah satu strategi dan kebijaksanaan nasional mempunyai peranan penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi secara menyeluruh. Potensi yang dimiliki industri kecil cukup besar dan tersebar di seluruh pelosok tanah air, terutama di daerah pedesaan. Namun, kenyataannya industri kecil belum sepenuhnya terlepas dari masalah atau kendala yang dihadapi. Oleh karena itu, diupayakan adanya program untuk membantu industri kecil. Di antaranya ada program sistem manajemen serta program pengendalian mutu di mana program-program ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing dan produktivitas industri kecil (Anonim, 1996: 13).


(13)

Upaya pengembangan usaha kecil dan menengah baik secara langsung maupun tidak langsung menjadi agenda sepanjang perjalanan pembangunan ekonomi nasional. Kemitraan bapak angkat ( Foster father – foster child partneship scheme ), pola sub kontraktor ( Sub contracting networks ) yang merupakan perwujudan dari upaya pemerintah dalam pengembangan kelompok usaha kecil, melalui program kredit usaha kecil (KUK), yang diintrodusir melalui paket deregulasi Januari 1990 (PAKJAN 1990), setiap bank tanpa kecuali diharuskan mengalokasikan minimal 20 % dari kreditnya bagi kelompok usaha kecil. Sedangkan jawa timur merupakan salah satu provinsi yang berkembang industri kecilnya cukup pesat. Dalam proses perkembangan sektor industri kecil melalui kebijakan pengadaan modal yang dilakukan lewat perkreditan perbankan oleh bank umum dengan memberikan kredit usaha kecil (KUK), terdiri dari kredit investasi dan kredit modal kerja dengan plafon kredit maksimum Rp 200 juta untuk membiayai usaha yang produktif. Di mata perbankan, pengusaha kecil sulit mengungkapkan secara transparan kelayakan usahanya karena keterbatasan aspek modal, pemasaran, manajemen usaha, administrasi keuangan, dll. Kendala lain adalah usaha kecil tidak mampu memenuhi persyaratan teknis bank untuk mendapatkan kredit, sering tidak ada batas antar pemilik dan pengelola, laba yang diperoleh sering digunakan untuk hal – hal di luar pengembangan usaha yang sifatnya konsumtif (Harijanto, 1996: 34).


(14)

Dengan semakin bertambahnya dan pertumbuhan industri yang ada di Surabaya, maka industri kecil perlu untuk lebih mendapatkan pembinaan agar dapat meningkatkan dan mengembangkan usahanya, dan juga diberi kemudahan baik dalam permodalan, perizinan, maupun pemasaran. Dalam proses pengembangan sektor industri kecil ini memerlukan pembangunan di berbagai sektor untuk mendorong memperbaiki kualitas produk industri kecil guna meningkatkan taraf hidup rakyat.

Pertumbuhan industri kecil di Kota Surabaya pada tahun 1993 sebesar 3,86 %, sedangkan pada tahun – tahun berikutnya mengalami penurunan hingga tahun 2007 sebesar 6,33 %. Pertumbuhan terbesar terjadi pada tahun 2003 sebesar 10,94 %. Sedangkan penurunan terbesar terjadi pada tahun 2000 sebesar -75,39 % (Anonim, 2008 : 71)

Dari uraian di atas, maka saya sebagai peneliti tertarik untuk mengetahui besar pengaruh dari beberapa faktor berikut yang diduga mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap pertumbuhan industri kecil di kota Surabaya, yaitu pendapatan perkapita, nilai produksi, investasi industri kecil, dan jumlah tenaga industri kecil.

1.2 Perumusan Masalah


(15)

1. Apakah pendapatan perkapita, nilai produksi, investasi industri kecil, dan jumlah tenaga kerja industri kecil berpengaruh terhadap pertumbuhan industri kecil di kota Surabaya?

2. Manakah diantara faktor – faktor tersebut yang mempunyai pengaruh paling dominan terhadap pertumbuhan industri kecil di Kota Surabaya?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dari perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pendapatan perkapita Surabaya, nilai produksi, investasi industri kecil, dan jumlah tenaga kerja industri kecil terhadap pertumbuhan industri kecil di kota Surabaya.

2. Untuk mengetahui manakah dari beberapa faktor yang ada di atas yang mempunyai pengaruh paling besar terhadap pertumbuhan industri kecil di kota Surabaya.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut :

1. Sebagai bahan pertimbangan, terutama bagi para pembaca yang ingin mengetahui pertumbuhan industri kecil di kota Surabaya.


(16)

2. Sebagai bahan pertimbangan pemerintah dalam mengambil keputusan (decision maker) yang berkenaan dengan pertumbuhan industri kecil di kota Surabaya.

3. Sebagai bahan informasi ilmiah bagi para peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan masalah ini.

4. Sebagai pelengkap perbendaharaan Perpusatakaan Fakultas Ekonomi UPN “Veteran” Jawa Timur yang berkaitan dengan pertumbuhan industri kecil.

   

 

 

 

 

 

 

 

 

 


(17)

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai pertumbuhan industri kecil banyak dimuat di literatur surat kabar dan majalah dimana selama ini banyak dibahas oleh para ahli ekonomi. Penulis juga memperoleh informasi kepustakaan dari para peneliti sebelumnya tentang penulisan yang berhubungan dengan pertumbuhan industri kecil, antara lain :

1. Novianto ( 2005 ) Dengan judul penelitian “Analisis beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan industri kecil di Tajur Kabupaten Bogor. ”

Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Bogor selama kurun waktu 15 tahun mulai dari tahun 1988/1989 – 2003. Data yang dianalisis menggunakan model regresi linier berganda yaitu suatu analisis untuk mengetahui pengaruh masing – masing dari variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y) baik secara simultan maupun secara parsial. Dengan variabel dependent Pertumbuhan Industri Kecil (Y) dan variabel independent Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Industri (X1),

Tingkat Suku Bunga Kredit (X2), dan Nilai Produksi (X3).


(18)

Berdasarkan hasil analisis dan pengujian hipotesis diperoleh hasil

Fhitung sebesar 13,549 > Ftabel sebesar 3,59 yang berarti secara simultan

ketiga variabel bebas mempunyai pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan industri kecil di Tajur Kabupaten Bogor.

Pengujian secara parsial diperoleh thitung untuk X1 sebesar 2,772 >

ttabel sebesar 2,201 yang berarti variabel X1 berpengaruh signifikan terhadap

variabel terikat Y. Untuk X2 thitung sebesar -4,343 < ttabel sebesar -2,201

yang berarti variabel X2 berpengaruh signifikan terhadap variabel

terikat Y. Untuk X3 thitung sebesar -3,083 < ttabel -2,201 yang berarti variabel

X3 berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat Y. Untuk

meningkatkan pertumbuhan industri kecil, pemerintah berusaha mengembangkan potensi – potensi yang dapat memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan industri kecil di Tajur Kabupaten Bogor. Selain itu perlu meningkatkan produk domestik regional bruto untuk menaikkan pertumbuhan industri kecil di Tajur Kabupaten Bogor.

2. Nuryanto ( 2004 )Dengan judul penelitian “Pengaruh perkembangan industri kecil terhadap penyerapan tenaga kerja di Kota Bandung”.

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dengan cara mengambil data – data, laporan – laporan, dan tanya jawab yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kota Bandung, selama 15 tahun terakhir dari tahun 1989 – 2003. Model analisis yang digunakan adalah


(19)

model regresi linier berganda dan selanjutnya dilakukan uji hipotesis yang menggunakan uji secara simultan dengan menggunakan uji F. Dengan variabel dependent Penyerapan Tenaga Kerja (Y), dan variabel independent Investasi (X1), Unit Usaha (X2), dan Nilai Produksi (X3).

Hasil analisa data menunjukkan bahwa variabel bebas secara simultan berpengaruh nyata terhadap penyerapan tenaga kerja di Kota Bandung (Y). Hal ini dapat diketahui dari uji F, yaitu Fhitung > Ftabel = 3,59.

Sedangkan secara parsial menunjukkan Investasi (X1), dan Unit Usaha

(X2) berpengaruh nyata terhadap penyerapan tenaga kerja di Kota

Bandung (Y), dimana thitung (X1) = 3,962 dan thitung (X2) = 3,529 > ttabel =

2,201, sedangkan Nilai Produksi (X3) tidak berpengaruh terhadap

penyerapan tenaga kerja di Kota Bandung (Y), dimana thitung (X3) = -0,192

< ttabel = 2,201.

3. Kuningsih ( 2002 ) Dengan judul penelitian “Pengaruh perkembangan industri kecil pakaian jadi dalam kaitannya terhadap penyerapan tenaga kerja di Kotamadya Surabaya”

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari instansi Badan Pusat Statistik Jawa Timur dan Kantor Wilayah Depperindag JawaTimur. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda yang menunjukkan pengaruh signifikan antara variabel bebas terhadap variabel terikat. Dengan variabel dependent


(20)

Penyerapan Tenaga Kerja (Y) dan variabel independent Jumlah Investasi (X1), Jumlah Unit Usaha (X2), Permintaan Produk Industri (X3), dan inflasi

(X4).

Melalui analisa uji regresi linier berganda dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan uji F untuk regresi secara simultan, jumlah investasi, jumlah unit usaha, permintaan produk industri, dan inflasi. Berpengaruh secara nyata terhadap penyerapan tenaga kerja dengan nilai Fhitung = 15,902

> Ftabel = 4,76 menggunakan level of significant sebesar α = 0,05.

Sedangkan dari pengujian secara parsial, menggunakan uji t dapat diketahui bahwa variabel bebas Jumlah Investasi berpengaruh secara nyata terhadap variabel terikat dengan thitung = -2,756 < ttabel -2,447 dengan α =

0,05. Sedangkan untuk variabel Permintaan Produk Industri berpengaruh secara nyata terhadap variabel terikat dengan thitung = 2,463 < ttabel = 2,447

dengan α = 0,05.

4. Wibowo ( 2005 ) Dengan judul penelitian “ Analisis beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan industri kecil di Kabupaten Bojonegoro”.

Penelitian ini menggunakan data runtut waktu (time series) yaitu data tahunan yang diambil pada 1 periode (15 tahun) dimulai dari tahun 1989 – 2004 yang diperoleh dari Badan Pusat Statisik Jawa Timur, Bank Rakyat Indonesia Kabupaten Bojonegoro, serta Depperindag Kabupaten


(21)

Bojonegoro. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda dengan pengujian simultan (uji F) dan parsial (uji t). Dengan variable dependent Perkembangan Industri Kecil (Y) dan variable independent Kredit Usaha Kecil (X1), Pendapatan perkapita Regional

(X2), dan Jumlah Kantor Bank (X3).

Hasil penelitian dalam menguji secara simultan dengan menggunakan uji F menunjukkan adanya pengaruh secara nyata antara variabel bebas dengan variabel terikat, terbukti oleh karena Fhitung sebesar

257,071 > Ftabel sebesar 3,59. Nilai koefisien determinasi (R2) dimana hasil

perhitungan dari lampiran 2 sebesar 0,986 atau 98,6 % yang berarti variable bebas kredit usaha kecil yang disalurkan, pendapatan perkapia regional dan jumlah kantor bank dapat menjelaskan variable terikat (Y) sebesar 98,6 %. Sedangkan keeratan hubungan variable bebas dengan variable terikat diketahui R multiple sebesar 99,3 % yang berarti bahwa hubungan variable bebas dengan variable terikat adalah sangat kuat. Secara parsial kredit yang disalurkan mampu secara signifikan mempengaruhi perkembangan industri kecil di Kabupaten Bojonegoro, tidak berpengaruhnya kredit yang disalurkan. Secara parsial pendapatan perkapita regional mampu secara signifikan mempengaruhi perkembangan industri kecil di Kabupaten Bojonegoro, berpengaruhnya pendapatan perkapita regional. Secara parsial jumlah kantor bank mampu secara


(22)

signifikan mempengaruhi perkembangan industri kecil di Kabupaten Bojonegoro, berpengaruhnya jumlah kantor bank.

Kendati studi terhadap industri kecil telah banyak dilakukan, namun tetap saja relevan untuk diteliti. Alasan logisnya adalah bahwa industri kecil di berbagai daerah mempunyai karakteristik yang tidak sama, meskipun secara umum profil mereka tidak berbeda (Handrimurtjahyo, 2007:1).

Perbedaan dengan penelitian saya sekarang adalah Penelitian sekarang berjudul “ Analisis Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Industri Kecil Di Kota Surabaya ” berbeda dengan keempat penelitian terdahulu yang ada di atas. Perbedaan itu terletak pada tahun penelitian, tempat penelitian, dan variabel yang dipergunakan.

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Industri

Menurut Sumodisastro (1998 : 1) pengertian indutri adalah tiap usaha yang merupakan unit produksi yang membuat barang dan atau yang mengerjakan sesuatu atau bahan untuk masyarakat disuatu tempat tertentu. Sehingga industri dapat diartikan sebagai kumpulan – kumpulan suatu unit usaha yang memproduksi barang atau jasa.


(23)

industrialisasi kepada semua lapisan masyarakat, dengan memanfaatkan segala potensi dan pemilikan yang ada pada diri sendiri atau masing-masing secara berkelompok yang dimanifestasikan secara nyata, berupa pengolahan kekayaan alam yang tersedia atau kegiatan-kegiatan perusahaan lainnya, yang hasil-hasilnya (produknya) dapat berguna bagi kepentingannya sendiri, kepentingan sebagian dari rakyat atau seluruhnya dan akhirnya berfaedah pula bagi Negara. (Sumodisastro, 1998 : 4)

Untuk mengetahui macam-macam industri ini bisa dilihat dari beberapa sudut pandang yaitu pengelompokan industri yang dilakukan oleh Dinas Perindustian dibagi dalam 3 kelompokan besar yaitu :

1. Industri Dasar.

Yang meliputi industri mesin dan logam dasar (IMDL) dan kelompokan kimia dasar dari misinya industri dasar mempunyai misi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, membantu penjualan struktur industri dan bersifat padat modal. Teknologi maju, teruji dan tidak padat karya namun dapat mendorong terciptanya lapangan kerja baru secara besar sajajar dengan tumbuhnya industri hilir dan kegiatan ekonomi lainnya.

2. Industri Kecil.

Antara lain indutri pangan, industri sedang, industri sandang dan kulit, industri kimia dan bahan-bahan bangunan, industri galian bukan


(24)

logam dan industri logam. Kelompok industri ini mempunyai misi melaksanakan pemerataan teknologi yang digunakan menengah atau sederhana dan padat kaya. Pengembangan industri kecil ini diharapkan dapat menambah kesempatan kerja dan memanfaatkan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.

3. Industri Hilir.

Kelompok aneka industri yang meliputi antara lain : industri yang mengolah sumber daya hutan, industri yang mengolah sumber daya pertanian secara luas. Kelompok industri ini mempunyai misi meingkatkan pertumbuhan ekonomi dan atau pemerataan, memperluas kesempatan kerja tidak padat modal dan teknologi yang digunakan adalah teknologi menengah dan teknlogi maju. (Arsyad, 1992 : 306).

Sedangkan penggolongan industri berdasarkan besarnya modal yang ditanam dalam industri menurut Undang-Undang No.5 tahun 1984 tersebut yaitu :

1. Industri Besar

Pada umumnya industri ini adalah industri padat modal yang menggunakan teknologi tinggi dan kurang menyerap tenaga kerja, sasaran utamanya adalah peningkatan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang dan mempunyai investasi lebih dari 100 juta rupiah.


(25)

2. Industri Menengah

Adalah perusahaan industri yang mempunyai investasi antara 70 juta sampai dengan 100 juta rupiah.

3. Industri Kecil

Adalah industri yang berdasarkan keterampilan dan mempunyai investasi maksimum 70 juta rupiah dan industri ini masih terbagi menjadi 2 yaitu :

a. Industri kecil yang mempunyai investasi sebesar 10 juta rupiah kebawah termasuk industri kecil yang belum terdaftar pada Depperindag.

b. Industri kecil yang mempunyai investasi sebesar 10 juta rupiah keatas, termasuk industri kecil yang sudah terdaftar pada Depperindag.

2.2.1.1 Perkembangan Industri Kecil

Dengan berjalannya proses pembangunan pemerintah semakin memberikan prioritas untuk mengatasi kesenjangan sosial masyarakat, diantaranya golongan ekonomi lemah. Bank pemerintah maupun bank swasta mengatasi kesenjangan sosial ini dengan memberikan kemudahan, memberikan kredit yang dikategorikan berkapasitas tinggi.


(26)

Pembinaan pengusaha kecil yang tergolong ekonomi lemah jelas merupakan usaha terus – menerus dilakukan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya golongan ekonomi lemah, dan pembinaan itu sendiri yaitu mengembangkan potensi yang ada. Kunci pembinaan pengusaha kecil dewasa ini terletak di bidang pemasaran atau perdaganganagar hasil produksi kecil dapat terjual (Prayitno,1997:70)

Industri kecil adalah sebagai suatu usaha dalam proses produksi yang di dalamnya ada perubahan bentuk atau sifat barang dalam proses ini faktor alam dan juga misi pemerataan dan menerapkan teknologi madya atau sederhana serta bersifat padat karya (Anonim,2005:7)

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa industri kecil adalah sebagai suatu usaha dalam proses produksi yang di dalamnya ada perubahan bentuk atau sifat barang, dalam proses itu faktor manusia sangat menentukan dari faktor alam. Definisi tersebut menitikberatkan pada aspek tenaga kerja daripada aspek lainnya. Secara konseptual pengertian industri kecil adalah sama dengan pengertian industri secara umum, hanya ada beberapa ciri khusus pada industri kecil diantaranya adalah modal yang kecil dan teknologi yang masih sederhana serta tenaga kerja yang bersifat padat karya. Berdasarkan ciri dan sifat yang dimiliki oleh industri kecil ini menjadi andalan dalam pembangunan ekonomi di Indonesia.


(27)

2.2.1.2 Kebijakan Pengembangan Industri Kecil

Pada dewasa ini terutama dalam pengembangan industri kecil diharapkan dapat meningkatkan nilai industri kecil antara lain melalui perbaikan sitem produksi, peningkatan kemampuan manajerial dan penyempurnaan iklim usaha. Oleh karena itu Depatemen Perindustrian dan Perdagangan menekankan pelaksanaan program pengembangan usaha kecil yang terdiri dari rincian sebagai berikut :

1. Pengembangan industri kecil termasuk industri tradisional dalam upaya penciptaan lapangan usaha dan lapangan kerja yang lebih luas.

2. Pengembangan kewirausahaan dan profesionalisme tenaga kerja pada industri kecil yang mencakup aspek kualitas dan kuantitas.

3. Program perbaikan terus – menerus untuk pengusaha kecil yang menjalankan usahanya.

4. Program bapak angkat untuk mendorong perkembangan industri kecil terutama dalam menanggulangi masalah – masalah pemasaran dan penyediaan bahan baku mereka.

5. Keharusan perusahaan – perusahaan besar dan menengah untuk menjadi bagian sahamnya ( 25% kepada koperasi, termasuk diantaranya industri kecil) (Anonim, 1999:89)


(28)

2.2.1.3 Pengaruh Industri Besar Terhadap Industri Kecil

Dampak adanya industri besar tentunya membawa pengaruh terhadap industri kecil. Terdapat pengaruh positif dan pengaruh negatif dalam hal ini. Layaknya dua sisi mata uang koin, kedua hal tersebut membawa dampak-dampak tersendir dalam situasi dan kondisi yang ada. Dalam situasi krisis yang ada, Industri besar tidak membawa dampak besar terhadpa perkembangan industri kecil. Hal ini dikarenakan Indutri kecil memiliki kemampuan bertahan (survival ability). Kemampuan bertahan lebih dimiliki oleh industri kecil karena sifat bisnis itu sendiri yang langsung dimanajemeni oleh para pemilik sehingga fleksibel dalam beradaptasi terhadap perubahan lingkungan dan mempunyai kecepatan dan tekad (speed and passion).

Kemampuan bertahan industri kecil ini sejalan dengan pendapat Audretsch (1997) yang menyatakan bahwa bertahan suatu perusahaan tergantung dari: (1) the startup size, banyaknya jumlah karyawan yang dimiliki pada waktu perusahaan dimulai, (2) capital intensity,

mencerminkan biaya produksi yang harus dikeluarkan, terutama untuk biaya-biaya tetap, dan (3) debt structure, struktur modal, terutama yang disebabkan oleh banyaknya bunga utang sebagai beban tetap yang harus ditanggung. Perbedaan nilai dari ketiga unsur itu menyebabkan perbedaan tingkat bertahan suatu perusahaan.


(29)

Di lain sisi jika keadaan ekonomi membaik, sehingga industri besar memiliki kesempatan mengekspansi diri, meskipun industri kecil memungkinkan untuk melakukan hal yang sama, tetapi jika diiringi pertumbuhan industri-industri besar yang pesat maka industri kecil dapat terancam pula keberadaannya.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengaruh industri besar terhadap industri kecil bergantung pada situai dan keadaan ekonomi yang sedang berlangsung. Pengaruh Industri besar terhadap industri kecil berdifat berbanding terbalik terhadap pertumbuhan ekonomi. Jika pertumbuhan ekonomi maju dan disertai pertumbuhan Industri besar pula maka akan membawa dampak negatif terhadap industri kecil Sedangkan jika pertumbuhan ekonomi menurun diirimgi dengan pertumbuhan industri besar yang melambat pula, maka akan terjadi oppurtinity bagi industri kecil untuk berkembang, dikarenakan industri memiliki kemampuan bertahan dalam hal ini..

2.2.2 Pendapatan Perkapita

Pendapatan perkapita adalah pendapatan rata-rata tiap jiwa dalam satu wilayah yang diperoleh dengan membagi jumlah total produk barang dan jasa yang dihasilkan penduduk dalam satu wilayah tertentu dalam satu tahun yang bersangkutan. Untuk lebih jelasnya, pengertian pendapatan perkapita adalah pendapatan rata-rata penduduk suatu Negara pada waktu tertentu. Nilainya diperoleh dari membagi nilai pendapatan nasional atau


(30)

pendapatan domestic pada suatu tahun tertentu dengan jumlah penduduk pada tahun tersebut.

Dengan demikian pendapatan perkapita dapat dihitung dengan mengunakan salah satu rumus berikut :

a. Pendapatan perkapita : Produk Domestik Regional Bruto Jumlah Penduduk

 

b. Pendapatan perkapita : Pendapatan Nasional Bruto Jumlah Penduduk

 

c. Pendapatan perkapita : Pendapatan Bruto Jumlah Penduduk

      ( Sukirno, 1991:31 ) 

 

Apabila pendapatan perkapita suatu daerah meningkat maka hal ini berarti terjadi peningkatan pendapatan pada tiap masyarakat di daerah tersebut.

Tingkat perkembangan pendapatan perkapita yang dicapai seringkali digunakan sebagai ukuran dari kesuksesan suatu Negara dalam mencapai cita-cita untuk menciptakan pembangunan ekonomi yang pesat.

Disamping kegunaan ini, pendapatan perkapita, mempunyai beberapa kegunaan lain diantaranya :

1. Untuk membandingkan tingkat kesejahteraan masyarakat


(31)

2.2.3 Pengertian Produksi

Produksi (production) merujuk pada transformasi dari berbagai input atau sumber daya menjadi output berupa barang dan jasa. Perusahaan sebagai suatu organisasi yang mengkombinasikan dan mengorganisasikan tenaga kerja, modal dan tanah, atau bahan mentah dengan tujuan memproduksi barang dan jasa untuk dijual (Salvatore,1993:241)

Dan bagian terpenting dari suatu produksi terdapat 2 unsur, yaitu :

1. Input (inputs)

Adalah berbagai sumber daya yang digunakan dalam memproduksi barang dan jasa. Agar bisa terorganisasi dengan baik. Input diklasifikasikan ke dalam tenaga kerja (termasuk bakat kewirausahaan), modal, dan tanah (sumber daya alam). Setiap kategori yang luas ini mencakup juga input dasar yang mempunyai variasi beragam. Sebagai contoh, input tenaga kerja meliputi sopir bus, pekerja perakit, akuntan, pengacara, dokter, ilmuwan, dan sebagainya. Input juga bisa diklasifikasikan sebagai :

a. Input Tetap (fixed inputs)

Adalah input yang tidak dapat diubah dengan mudah selama periode tertentu. Kecuali dengan mengeluarkan biaya yang sangat besar. Sebagai contoh input tetap adalah pabrik dan perlengkapan


(32)

khusus (IBM membutuhkan waktu bebrapa tahun untuk membangun pabrik baru untuk memproduksi chip komputer yang digunakan dalam komputernya).

b. Input Variabel (variabel inputs)

Adalah input yang dapat divariasikan atau diubah secara mudah dan cepat. Contoh input variabel adalah sebagian besar bahan lengkap dan tenaga kerja yang tidak terdidik (Salvatore,1993:241)

2. Output

Adalah jumlah unit barang (misalnya mobil) yang diproduksi, “tenaga kerja” berarti jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan, dan (model) berarti jumlah perlengkapan yang digunakan dalam produksi (Salvatore,1993:242)

2.2.3.1 Faktor – faktor produksi

Faktor – faktor produksi adalah semua unsur yang menopang usaha penciptaan nilai atau usaha memperbesar nilai atau usaha memperbesar nilai barang. Adapun faktor –faktor produksi terdiri atas :


(33)

a. Tanah (land) atau Sumber Daya Alam (natural resources)

Adalah segala sesuatu yang bisa menjadi faktor produksi dan berasal atau disediakan oleh alam atau dapat juga dikatakan sebagai segala sumber asli yang tidak berasal dari kegiatan manusia, yang meliputi antara lain :

1. Tenaga penumbuh daripada tanah, baik untuk pertanian, perikanan, maupun pertambangan.

2. Tenaga air, baik untuk pengairan, penggaraman, maupun pelayaran.

3. Iklim, cuaca, curah hujan, arus angin, dan sebagainya.

4. dan lain – lain.

b. Tenaga kerja manusia (labor) atau Sumber Daya Manusia (Human Resources)

Adalah semua kemampuan manusia yang dapat disumbangkan untuk memungkinkan dilakukan produksi barang – barang dan jasa – jasa, berupa kemampuan fisik dan kemampuan mental. Sedangkan tenaga terdidik serta tenaga terampil dan tenaga tidak terampil.


(34)

c. Modal (capital)

Yaitu dana yang digunakan untuk membeli barang – barang modal dan faktor produksi lainnya. Modal dalam faktor produksi ini yang dipakai adalah modal dalam arti barang – barang modal riil.

d. Kecakapan tata laksana (Managerial Skill)

Adalah suatu kemampuan yang dapat dihargai sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, sebagai contoh :

1. Faktor produksi tanah dihargai dengan sewa.

2. Tenaga manusia dihargai dengan upah/gaji.

3. Modal dihargai dengan bunga.

(Rosyidi,1999:55-59)

2.2.3.2 Jenis Proses Produksi

Secara umum jenis produksi dapat dibedakan menjadi 2 golongan, yaitu :

1. Proses produksi terus – menerus (continuos process)

Suatu proses yang ditandai dengan adanya aliran bahan baku yang selalu tetap atau mempunyai pola yang selalu sama sampai


(35)

produk selesai dikerjakan, biasanya untuk membuat produk dalam jumlah besar.

2. Proses produksi terputus – putus

Dalam proses ini aliran bahan baku sampai produk jadi tidak memiliki pola yang pasti atau selalu berubah – ubah. Antara produk jadi yang lain berbeda – beda dalam hal jumlah, kualitas, desain maupun harga. Contoh : Perusahaan percetakan, mebel, dan lain – lain.

2.2.3.3 Fungsi Produksi

Fungsi produksi menggambarkan hubungan antara input dan output. Input atau factor produksi biasanya diklasifikasikan sebagai tanah, tenaga kerja (labor) atau modal. Tanah dan tenaga kerja dikategorikan sebagai input yang tidak diproduksi untuk menjadi input atau yang tidak di produksi untuk menjadi input atau untuk proses selanjutnya. Sedangkan modal adalah factor yang sengaja di produksi untukproses produksi selanjutnya. Jadi modal adalah suatu output dari proses yang satu, kemudian menjadi input untuk proses produksi (Nopirin, 1995 : 70)

. Fungsi produksi merupakan hubungan fisik antara input produksi dan output produksi. Oleh karma itu, dalam fungsi produksi dikenal dengan istilah “factor ketidaktentuan (uncertainty) dan resiko (risk)”. Besarnya factor ketidaktentuan ini akan menentukan factor besarnya


(36)

resiko yang dihadapi. Bila petani sulit untuk menduga kapan akan terjadi musibah (misalkan usaha yang dilakukan terlalu banyak resiko), maka usaha yang dilakukan berdasarkan konsep ketidaktentuan. (Suparmoko, 1997 : 82-83).

Di dalam fungsi produksi kita mengenal tentang isoquant dan

isocost, di situ isoquant merupakan kombinasi input yang berbeda-beda dari dua sumberdaya, yang dapat dipergunakan oleh perusahaan untuk menghasilkan produk yang sama jumlahnya. Sedangkan isocost (kendala anggaran perusahaan) menunjukan kombinasi input yang berbeda-beda dari sumberdaya yang dapat dibeli oleh perusahaan (Arsyad, 1992 : 136-140)

2.2.3.4 Pengertian Nilai Produksi

Dari pengertian di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa nilai produksi adalah semua yang menyangkut perubahan input menjadi output dalam suatu periode tertentu dengan output mempunyai nilai yang juga bisa mengalami peningkatan dan penurunan dalam satu periode tersebut. Nilai produksi dapat diperoleh dari hasil perkalian output dengan harga barang/jasa di pasaran.

Nilai produksi = Output x Harga


(37)

2.2.4 Investasi

Investasi (investment) adalah pembelian peralatan modal, persediaan, dan struktur usaha, termasuk pembelian rumah baru oleh rumah tangga (N. Gregory Mankiw,2003:12). Belanja pada barang kapital baru dan tambahan untuk persediaan (McEachern,2000:147).

Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pembelanjaan penanam – penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang – barang modal dan perlengkapan – perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang – barang dan jasa – jasa yang tersedia dalam perekonomian (Sukirno,2002:107).

Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa investasi adalah sebagai pengeluaran yang dilakukan oleh para pengusaha untuk membeli barang – barang dan perlengkapan – perlengkapan produksi guna meningkatkan kapasitas produksi pada masa yang akan datang.

Menurut Hoselitz, membagi pengertian investasi menjadi 3 motif, yaitu :

1. Profit Motive

Merupakam investasi yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar – besarnya. Jadi para investor yang menanamkan modalnya akan berusaha semaksimal mungkin untuk


(38)

mendapatkan keuntungan dan mendorong mereka untuk selalu bekerja keras.

2. Technological Motive

Adalah motif dimana para investor lebih mengutamakan kemajuan teknologi dalam setiap usahanya. Ini berarti bahwa para investor akan lebih cenderung mengadakan penambahan kapasitas produksi dan menentukan produk – produk baru.

3. Marketing Motive

Adalah keinginan untuk memperluas pasar sehingga memperoleh posisi yang luas dalam persaingan.Usaha ini dimaksudkan untuk kepentingan memasarkan hasil produksi seluas – luasnya, baik di dalam negeri maupun luar negeri.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya seseorang pengusaha yang melakukan investasi selalu mempertimbangkan besarnya keuntungan yang diperoleh di masa depan dan berapa biaya dari penggunaan uang yang dipinjam guna membeli barang modal tersebut.


(39)

2.2.4.1 Faktor – faktor yang menentukan investasi

Berhasil tidaknya para pemilik modal dalam menjalankan usahanya, dalam kenyataan akan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat ditentukan, yaitu :

1. Ramalan manusia mengenai keadaan di masa yang akan datang

Kegiatan perusahaan untuk mendirikan industri dan memasarkan barang – barang modal dinamakan kegiatan memakan waktu. Dan apabila industri tersebut telah selesai dilaksanakan, yaitu pada waktu industri atau perusahaan itu sudah mulai menghasilkan barang atau jasa yang menjadi produksinya, maka para pemilik modal biasanya akan melakukan kegiatan terus selama beberapa tahun. Oleh karena itu dalam menentukan apakah semua kegiatan yang akan dikembangkan itu dapat memperoleh atau menimbulkan kerugian, maka para pemilik modal harus membuat ramalan – ramalan mengenai kegiatan di masa mendatang.

2. Tingkat Bunga

Bagi perusahaan yang bijaksana hendaknya selalu mengikuti dan memperhatikan perkembangan pasar, terutama tentang perkembangan tingkat suku bunga yangt dapat mempengaruhi beroperasinya setiap perusahaan. Oleh karena itu tingkat bunga dapat


(40)

digolongkan sebagai salah satu faktor penting yang akan menentukan besarnya investasi yang akan dilakukan oleh para pengusaha.

3. Penambahan atau perkembangan teknologi

Kegiatan yang dikembangkan dalam kegiatan produksi atau usaha lain, maka hal itu dinamakan mengadakan pembaharuan. Pada umumnya, semakin banyak perkembangan teknologi maka semakin banyak pula jumlah kegiatan pembaharuan yang dilakukan oleh para pengusaha.

4. Tingkat pendapatan nasional dan perubahan – perubahannya

Sejarah perkembangan ekonomi dunia menunjukkan bahwa akhir – akhir ini berbagai penemuan dan pembaharuan sangat bbesar peranannya. Kenyataan yang ada menggambarkan bahwa hubungan antara pendapatan nasional dan investasi merupakan hal yang saling berkaitan. Dimana investasi itu pada umumnya cenderung untuk mencapai tingkat yang lebih besar apabila pendapatan nasional semakin besar jumlahnya. Demikian pula sebaliknya, apabila pendapatan nasionalnya rendah biasanya investasi juga rendah.

5. Keuntungan yang dicapai perusahaan

Setiap perusahaan yang sangat berkembang, salah satu faktor penting yang dapat menentukan suatu kegiatan atau pengembangan


(41)

investasi adalah keuntungan yang diperolehnya. Apabila perusahaan – perusahaan itu melakukan investasi dengan menggunakan tabungannya atau modal kas, maka perusahaan yang dimaksud tidak lagi dikenakan biaya – biaya yang harus dibayar untuk jangka waktu berikutnya. Ini berarti disamping mengurangi biaya investasi yang dilakukan secara otomatis akan menambah modal atau keuntungan perusahaan – perusahaan yang bersangkutan (Sukirno,1991:185-188)

2.2.4.2 Jenis – jenis investasi

Investasi dapat dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu :

1. Otonomous Invesment dan Induced Invesment

Investasi Otonom adalah investasi yang besar kecilnya tidak dipengaruhi oleh pendapatan, tetapi dapat berubah oleh perubahan faktor – faktor diluar pendapatan. Faktor – faktor selain pendapatan yang dipengaruhi tingkat investasi, misalnya juga teknologi, kebijakan pemerintah serta harapan seorang pengusaha  dan sebagainya. Sedangkan Induced Investment atau investasi terimbas adalah investasi yang dipengaruhi oleh tingkat pendapatan.

2. Public Investment dan Private Investment

Public Investment adalah investasi atau penanam modal yang dilakukan pemerintah. Pemerintah disini adalah pemerintah pusat


(42)

maupun pemerintah daerah. Public Investment tidak dilakukan oleh pihak – pihak yang bersiftat personal, investasi ini bersifat impersonal atau resmi.

Private Investment adalah investasi yang dilakukan oleh swasta. Dalam private investment, unsur – unsur keuntungan yang akan diperoleh, masa depan penjualan, dan sebagainya memainkan peranan penting dalam menentukan volume investasi. Sementara dalam menetukan volume public investment pertimbangan itu lebih diarahkan dalam melayani atau menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat.

3. Domestic Investment dan Foreign Investment

Domestic Investment adalah penanam modal dari dalam negeri. Sedangkan Foreign Investment adalah penanam modal asing.

4. Gross Investment dan Nett Investment

Gross Investment atau investasi bruto adalah total seluruh investasi yang diadakan atau dilaksanakan pada suatu saat, sedangkan yang dimaksud dengan Nett Investment atau investasi netto adalah selisih antara investasi bruto dengan penyusutan (Rosyidi,1999:169-172)


(43)

2.2.4.3Teori Keputusan Untuk Melakukan Investasi

Keputusan melakukan investasi berguna untuk menambah barang modal yang dipengaruhi 2 (dua) faktor, yaitu :

1. Suku Bunga

2. Marginal Efficiency of Capital (MEC)

Marginal Efficiency of Capital menyatakan bahwa besarnya keuntungan yang diperoleh beraal dari modal yang telah ditanamkannya. Sedangkan suku bunga adalah tingkat harga dan uang, yakni seberapa persenkah dari sejumlah uang tertentu yang harus dikembalikan atau dibayar karena dipakai uang tersebut.

Secara singkat pengaruh Marginal Efficiency of Capital dan suku bunga itu atas volume investasi. Volume investasi adalah bahwa jika

Marginal Efficiency of Capital lebih kecil dari suku bunga, maka kesempatan untuk melakukan investasi tertutup (Nopirin, 1997:135).

Investasi akan dilakukan apabila tingkat keuntungan yang diharapkan dari investasi tersebut dari tingkat suku bunga dengan kurva

Marginal Efficiency of Capital yang menghubungkan dengan tingkat suku bunga dan pengeluaran, maka dapat digambarkan sebagai berikut


(44)

Gambar 1: Hubungan MEC dengan tingkat bunga dan pengeluaran

Sumber : Nopirin, 1997, Ekonomi Moneter II, BPFE UGM, Yogyakarta, halaman 136.

Dengan demikian dapat diperoleh hubungan antara tingkat bunga dengan pengeluaran investasi. Makin tinggi bunga menyebabkan rendahnya pengeluaran investasi untuk MEC tetapi makin rendahnya tingkat suku bunga maka makin tinggi pengeluaran investasinya (Nopirin, 1997:136).

2.2.5 Pengertian Tenaga Kerja.

Definisi tenaga kerja (man power) menurut ( Manulang 1995:2)

adalah penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan lain seperti bersekolah dan

rate 

MEC r1 

r2 


(45)

kerja, bersekolah dan yang mengurus rumah tangga walaupun sedang tidak bekerja mereka dianggap secara fisik mampu dan sewaktu-waktu dapat ikut bekerja.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari penjelasan sebagai berikut :

 Angkatan kerja yang digolongkan bekerja adalah :

1. Mereka yang selama seminggu sebelum pencacahan melakukan suatu pekerjaan dengan memperoleh penghasilan atau keuntungan dan lamanya bekerja paling sedikit dua hari.

2. Mereka yang selama seminggu sebelum pencacahan tidak melakukan pekerjaan atau bekerja kurang dari dua hari, tetapi mereka adalah :

a. Pekerja tetap pada kantor pemerintah atau swasta yang sedang tidak masuk kerja karena cuti, sakit.

b. Petani-petani yang mengusahakan tanah pertanian yang tidak bekerja karena menunggu hujan untuk menggarap sawah dan sebagainya.

c. Orang-orang yang bekerja dibidang keahlian, seperti dokter, tukang cukur, tukang pijit dan sebagainya. ( Manulang, 1995:5)


(46)

 Angkatan kerja yang digolongkan mencari pekerjaan adalah :

1. Mereka yang belum pernah bekerja dan sedang berusaha mendapatkan pekerjaan .

2. Mereka yang pernah bekerja pada saat pencatatan sedang menganggur dan berusaha mendapatkan pekerjaan.

3. Mereka yang bebas tugas dan sedang berusaha mendapatkan pekerjaan.

Suparmoko (1997:67) menyatakan definisi tenaga kerja adalah penduduk pada usia kerja yaitu antara 15 sampai 64 tahun. Penduduk dalam usia ini dapat digolongkan menjadi dua yaitu angkatan kerja (labor force) dan bukan angkatan kerja.

Angkatan kerja atau labor force terdiri dari (1) golongan yang bekerja, dan (2) golongan yang menganggur dan mencari pekerjaan. Sedangkan kelompok bukan angkatan kerja terdiri dari (1) golongan yang bersekolah, (2) golongan yang mengurus rumah tangga, dan (3) golongan lain-lain atau penerima pendapatan. Ketiga golongan dalam kelompok angkatan kerja sewaktu-waktu dapat menawarkan jasanya untuk bekerja. Oleh sebab itu, kelompok ini sering dinamakan sebagai potensial labor force (Manulang, 1995:5)


(47)

Berdasarkan penjelasan tentang definisi tenaga kerja maka dapat disimpulkan tenaga kerja adalah setiap orang atau penduduk yang mempunyai kemampuan usaha atau kegiatan guna menghasilkan barang atau jasa untuk menerima upah atau gaji.

(Dumairy, 1996 : 11) angkatan kerja adalah bagian dari tenaga kerja yang sesungguhnya terlibat dalam kegiatan produktif untuk menghasilkan barang dan jasa. Golongan angkatan kerja terdiri dari:

1. Golongan yang bekerja dan

2. Golongan yang menganggur dan mencari pekerjaan

Angkatan kerja yang digolongkan bekerja menurut Biro Pusat Statistik dari hasil sensus penduduk tahun 2002 adalah :

a. Mereka yang selama seminggu sebelum pencacahan melakukan suatu pekerjaan dengan memperoleh penghasilan atau keuntungan yang lamanya bekerja paling sedikit 2 (dua) hari.

b. Mereka selama seminggu sebelum pencacahan tidak melakukan suatu pekerjaan atau bekerja kurang dari 2 (dua) hari, tetapi mereka adalah :

1. Pekerja tetap pada kantor pemerintah atau swasta yang sedang tidak masuk kerja karena cuti, sakit, mogok.


(48)

2. Petani-petani yang mengusahakan tanah pertanian yang tidak bekerja karena menunggu hujan untuk sawah dan sebagainya.

3. Orang-orang yang bekerja dibidang keahlian seperti dokter, tukang cukur, tukang pijat, dalang dan sebagainya.

Golongan yang menganggur ini dapat dibedakan dalam pengangguran yaitu sebagai berikut :

1. Golongan pengangguran adalah orang yang sama sekali tidak mau bekerja dan berusaha mencari pekerjaan.

2. Setengah pengangguran adalah mereka yang kurang dimanfaatkan dalam bekerja dilihat dari segi jam kerja, produktifitas kerja dan pendapatan.

Menurut Dumairy, (1996 : 11) Bagian dari tenaga kerja yang tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan, adalah bagian daripada tenaga kerja yang sebenarnya tidak terlibat, atau tidak berusaha untuk terlibat dalam kegiatan yang produktif, yaitu kegiatan untuk memproduksi barang dan jasa.

Kelompok bukan angkatan kerja terdiri dari :

1. Golongan sekolah, untuk mereka yang memiliki kegiatan hanya bersekolah saja.


(49)

2. Golongan yang mengurus rumah tangga, mereka ini kegiatannya hanya mengurus rumah tangga tanpa sedikitpun mendapatkan upah.

3. Golongan penerima pendapatan, mereka ini tidak termasuk melakukan kegiatan tetapi mereka memperoleh penghasilan, misalnya pensiunan, hasil persewaan dan bunga simpanan.

4. Golongan lain-lain, untuk mereka yang hidupnya hanya bergantung pada orang lain karena usia lanjut, lumpuh, dungu, dan lain sebagainya

2.2.5.1 Pengertian kesempatan kerja

Menurut Manulang, (1995 : 22) pengertian kesempatan kerja adalah besarnya jumlah tenaga kerja yang dipakai untuk menghasilkan suatu produk nasional tiap tahunnya, selainitu kesempatan kerja mengandung arti bahwa dengan adanya waktu yang tersedia akan memungkinkan dilaksanakannya aktifitas yang dinamakan dengan bekerja. Kesempatan kerja baru dapat diwujudkan apabila waktu itu telah tersedia sebuah lapangan kerja yang memungkinkan untuk mendapatkan suatu aktifitas yang dinamakan bekerja. Faktor-faktor yang sangat penting dalam kesempatan kerja adalah unsur manusia, maka diperlukan pendekatan terhadap sumber daya manusia


(50)

Gambar 2 : Komposisi Penduduk dan Tenaga Kerja

Sumber : Manulang, Sedjun, 1995, pokok – pokok ketenagakerjaan indonesia, edisi kedua, hal 35

Keterangan :

Jumlah penduduk dan angkatan kerja serta laju pertumbuhan penduduk yang tinggi sebenarnya tidak perlu menjadi masalah bila daya

Penduduk

Tenaga Kerja Bukan Tenaga Kerja

Bukan Angkatan Angkatan Kerja

Bekerja Menganggur

Setengah Pengangguran

Sekolah Mengurus Rumah

Menerima Pendapatan

Bekerja Penuh

Kentara Jam Tidak Kentara

Produktivitas Rendah

Penghasilan Rendah


(51)

dukung yang efektif dinegara itu cukup kuat untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan masyarakat termasuk penyediaan kesempatan kerja.

Penduduk disuatu negara bisa menjadi tenaga kerja atau bukan tenaga kerja. Tenaga kerja dapat dibaggi menjadi angkatan kerja dan bukan angkatan kerja, sekalipun mereka adalah angkatan kerja tidak semua angkatan kerja akan bekerja ada juga yang menganggur. Penduduk yang telah bekerja juga tidak selalu bekerja penuh ada penduduk yang bekerja setengah menganggur, dapat dilihat dari setengah pengangguran kentara karena jam kerja yang sedikit dan pengangguran tidak kentara karena produktivitas rendah ataupun penghasilan yang rendah.

Bukan angkatan kerja dalam hal ini disebabkan oleh beberapa hal karena masih duduk dibangku sekolah, mengurus rumah tangga bagi mereka yang telah berkeluarga, penerima pendapatan atau orang yang tidak produktif tetapi mendapatkan imbalan seperti, pensiunan pendapatan dari jasa sewa, bunga simpanan dan lain sebagainya.

2.2.5.2 Jumlah tenaga kerja

Jumlah Tenaga Kerja adalah banyaknya orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat dengan batasan minimal usia tenaga kerja adalah 15 tahun atau lebih.


(52)

Pengertian tenaga kerja yaitu Setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.

Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam analisa penyediaan tenaga kerja, tidak cukup dengan hanya memperhatikan jumlah orang yang bekerja, akan tetapi juga perlu diberikan perhatian kepada jumlah jam kerja dan usaha produktif yang diberikan oleh setiap pekerja serta perbedaan tingkat pendidikan dan latihan pekerja tersebut.

2.3 Kerangka Pikir

Pendapatan perkapita Surabaya (X1) adalah pendapatan rata-rata tiap

jiwa dalam satu wilayah Kota Surabaya yang diperoleh dengan membagi jumlah total produk barang dan jasa yang dihasilkan penduduk dalam satu wilayah tertentu dalam satu tahun yang bersangkutan. Apabila pendapatan perkapita masyarakat naik, maka permintaan kebutuhan akan barang dan jasa akan meningkat juga. Sehingga hal itu juga akan berpengaruh terhadap perkembangan industri kecil di Kota Surabaya.

Nilai Produksi (X2) adalah suatu kegiatan untuk menciptakan dan

menambah kegunaan barang dan jasa dengan memanfaatkan faktor – faktor produksi yang tersedia..Yang dipakai pengukuran adalah nilai produksi di sektor industri di Kota Surabaya yang dinyatakan dalam satuan juta rupiah.


(53)

Apabila nilai produksi naik maka laba akan naik. Sehingga jumlah industri kecil di Kota Surabaya ini juga akan meningkat.

Investasi industri kecil (X3) adalah pengeluaran yang dilakukan oleh

para pengusaha untuk membeli barang – barang dan perlengkapan – perlengkapan produksi industri kecil guna meningkatkan kapasitas produksi pada masa yang akan datang. Apabila investasi industri kecil naik, maka modal otomatis juga akan bertambah. Sehingga jika modal bertambah, maka jumlah industri kecil akan meningkat.

Jumlah tenaga kerja (X4) adalah banyaknya orang yang mampu

melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat dengan batasan minimal usia tenaga kerja adalah 15 tahun atau lebih. Apabila jumlah tenaga kerja bertambah, maka jumlah produksi industri kecil juga akan naik. Sehingga membuat jumlah industri kecil akan meningkat.


(54)

Gambar 3: Paradigma Pendapatan Perkapita, Nilai Produksi, Investasi, dan Jumlah Tenaga Kerja terhadap Pertumbuhan Industri Kecil di Kota

Surabaya.

2.4 Hipotesis

Berdasarkan pokok – pokok permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disusun suatu hipotesis yang merupakan kesimpulan sementara terhadap permasalahan penelitian yang masih harus dibuktikan secara empiris sebagai berikut :

Permintaan Barang & Jasa Pendapatan

Perkapita Surabaya (X1)

Laba Nilai Produksi

(X2)

Modal Investasi Industri

Kecil (X3)

Jumlah Produksi Jumlah Tenaga

Kerja Industri Kecil (X4)

Jumlah Industri Kecil (Y)


(55)

1. “ Diduga bahwa pendapatan perkapita, nilai produksi, investasi industri kecil, dan jumlah tenaga kerja berpengaruh terhadap pertumbuhan industri kecil di Kota Surabaya “.

2. “ Diduga bahwa investasi industri kecil adalah faktor yang paling dominan mempengaruhi pertumbuhan industri kecil di Kota Surabaya “.


(56)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel dengan cara memberikan arti, atau menspesifikasikan kegiatan ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut.

Variabel-variabel yang diamati dalam pelaksanaan penelitian sehubungan dengan penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut :

a. Variabel Terikat (Y)

Yaitu Variabel yang tidak dapat berdiri sendiri (dependent variabel) yaitu Jumlah Industri Kecil di Surabaya dengan satuan Unit.

b. Variabel Bebas (X)

Yaitu faktor-faktor yang dianggap berpengaruh terhadap perkembangan Jumlah Industri Kecil yaitu pendapatan perkapita Surabaya, nilai produksi, investasi industri kecil dan jumlah tenaga kerja. Indikasi tersebut dapat dilihat sebagai berikut :


(57)

1. Pendapatan Perkapita (X1)

Yaitu pendapatan rata-rata tiap jiwa dalam satu wilayah yang diperoleh dengan membagi jumlah total produk barang dan jasa yang dihasilkan penduduk dalam satu wilayah tertentu dalam satu tahun yang bersangkutan dengan satuan Ribuan rupiah.

2. Nilai Produksi (X2)

Yaitu suatu kegiatan untuk menciptakan dan menambah kegunaan barang dan jasa dengan memanfaatkan faktor – faktor produksi yang tersedia dengan satuan Juta rupiah.

4. Investasi Industri Kecil (X3)

Yaitu pengeluaran yang dilakukan oleh para pengusaha untuk membeli barang – barang dan perlengkapan – perlengkapan produksi industri kecil guna meningkatkan kapasitas produksi pada masa yang akan datang dengan satuan Juta rupiah.

5. Jumlah Tenaga Kerja (X4)

Yaitu banyaknya orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat dengan batasan minimal usia tenaga kerja adalah 15 tahun atau lebih dengan satuan Jiwa.


(58)

3.2. Teknik Penentuan Sampel

Data yang digunakan sebagai sample penelitian skripsi ini adalah data yang mencakup wilayah Surabaya. Teknik penentuan sampel mengenai pengaruh pendapatan perkapita Surabaya, nilai produksi, investasi industri kecil, dan jumlah tenaga kerja adalah data yang diambil secara time series

(runtun waktu) yaitu data yang diambil tiap periode dan waktu, yang diambil dari kurun waktu antara tahun 1993 sampai dengan 2007.

3.3. Teknik Pengumpulan Data 3.3.1. Jenis Data

Dalam melakukan penelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh dan telah diolah oleh instansi-instansi yang berkaitan dalam penelitian ini.

3.3.2 Sumber Data

Sumber Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari instansi yang terkait, yaitu :

1. Kantor Badan Pusat Statistik Jawa Timur di Surabaya. 2. Bank Indonesia Cabang Surabaya.

3.3.3. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:


(59)

a. Studi Kepustakaan

Yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan memanfaatkan sarana kepustakaan untuk membaca buku-buku, literature-literatur, jurnal-jurnal, makalah-makalah dan beberapa informasi di internet yang berhubungan dengan penelitian ini yang sesuai dengan materi bahan skripsi ini.

b. Studi Lapangan

Yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan jalan mengambil laporan, mencatat atau mengutip data-data yang ada pada Kantor Badan Pusat Statistik Jawa Timur atau Instansi yang terkait dengan masalah yang dibahas. Studi lapangan ini dimaksudkan untuk mendapatkan data sekunder yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini.

3.4. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis 3.4.1 Teknik Analisis

Dengan melihat hasil pengamatan dengan metode kuantitatif langkah-langkah yang akan dilakukan dalam menganalisis penelitian ini adalah : Analisis regresi linear berganda dengan asumsi Klasik BLUE

(Best, Linear, Unbiassed, Estimator) yang bertujuan untuk menentukan arah dan kekuatan pengaruh dari masing-masing variabel. Adapun bentuk persamaan untuk menentukan hubungan antara variabel dependent dengan variabel independent, sehingga dapat diformulasikan sebagai berikut :


(60)

Y = F (X1, X2, X3,X4)

Model fungsional tersebut di atas akan ditetapkan pada model regresi berganda baik linear maupun non linear seperti rumus di bawah ini :

Yi = β0 + β1X1i + β2X2i + β3 X 3i + β4 X4i + μi

Dimana :

Y = Jumlah Industri Kecil

X1 = Pendapatan Perkapita Surabaya

X2 = Nilai Produksi

X3 = Investasi Industri Kecil

X4 = Jumlah Tenaga Kerja

β 0 = Konstanta

β1…..β4 = Koefisien regresi X1, X,2 X 3,X4

i = Pengamatan

μ = Variabel pengganggu, merupakan wakil dari semua faktor lain yang dapat mempengaruhi namun tidak dapat dimasukkan dalam model.


(61)

2.4.2. Uji Asumsi Klasik

Persamaan regresi tersebut di atas harus bersifat BLUE (Best Linear Unbiaseed Estimator), artinya pengambilan keputusan melalui uji F dan uji t tidak boleh bias. Untuk menghasilkan keputusan yang BLUE maka persamaan regresi harus memenuhi ketiga asumsi klasik ini :

1. Tidak boleh ada autokorelasi 2. Tidak boleh ada multikolinearitas 3. Tidak boleh ada heteroskedatisitas

Sifat BLUE dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Best = Pentingnya sifat ini bila diterapkan dalam uji signifikan buku terhadap α dan β.

2. Linear = Sifat ini dibutuhkan untuk memudahkan dalam

penaksiran.

3. Unbiassed = Nilai jumlah sampel sangat besar penaksir

parameter diperoleh dari sampel besar kira-kira mendekati nilai parameter.

4. Estimated = μi diharapkan sekecil mungkin.

Apabila salah satu dari ketiga asumsi dasar tersebut dilanggar, maka persamaan regresi yang diperoleh tidak lagi bersifat BLUE, sehingga pengambilan keputusan melalui uji F dan uji t menjadi bias.


(62)

1. Uji Multikolinearitas

Persamaan regresi linier berganda di atas diasumsikan tidak terjadi pengaruh anatar variabel bebas. Apabila ternyata ada pengaruh linier antar variabel bebas, maka asumsi tersebut tidak berlaku lagi (terjadi bias).

Untuk mendeteksi adanya multikolinieritas dapat dilihat cirri-cirinya sebagai berikut :

a. Koefisien determinan berganda (R square) tinggi. b. Koefisien korelasi sederhananya tinggi.

c. Nilai F hitung tinggi (signifikan).

d. Tapi tak satupun (sedikit sekali) di antara variabel-variabel bebas yang signifikan.

Akibat adanya multikolinieritas adalah :

1. Nilai standart error (standart baku) tinggi sehingga taraf kepercayaan (confidence intervalnya) akan semakin melebar. Dengan demikian, pengujian koefisien regresi secara individual menjadi tidak signifikan. 2. Probabilitas untuk menerima hipotesa Ho diterima (tidak ada pengaruh

antara variabel bebas terhadap variabel terikat) akan semakin besar.

Identifikasi secara statistic ada atau tidaknya gejala multikolinier dapat dilakukan dengan menghitung koefisien korelasi product moment atau


(63)

Variance Inflation Factor (VIF).

1 VIF =

Q – Rj

VIF menyatakan tingkat “pembengkakan” varian. Apabila varians lebih besar dari 10. hal ini berarti terdapat multikolinieritas pada persamaan regresi linier.

2. Uji Heteroskedatisitas

Pada regresi linier nilai residual tidak boleh ada hubungan dengan variabel X. Hal ini biasa diidentifikasikan dengan cara menghitung korelasi rank Spearman antara residual dengan seluruh variabel bebas.

Rumus Rank Spearman adalah :

di2

rs = 1-6

N(N2 – 1) Keterangan :

di = Perbedaan dalam rank antara residual dengan variable bebas ke-


(64)

3. Uji Autokorelasi

Autokorelasi adalah antara anggota seri observasi yang disusun menurut urutan waktu atau menurut urutan tempat/ruang atau korelasi pada dirinya sendiri, dengan symbol yang dapat dinyatakan sebagai berikut : E (u I u j ) = 0, i=j.

Untuk melihat apakah hasil dari estimasi regresi tidak mengandung korelasi, maka diperlukan uji. Yaitu dengan menggunakan uji Durbin Watson.

Ho : tidak ada autokorelasi positif

Ho : tidak ada autokorelasi negatif

 Jika Ho : tidak ada autokorelasi positif, maka d<dL : menolak Ho

d>dU : tidak menolak Ho

dL<d>dU : pengujian tidak meyakinkan

 Jika Ho : tidak ada autokorelasi negative, maka jika d<4 – dL : menolak Ho

d>4 – dU : tidak menolak Ho

4-dU<4-dL : pengujian Ho tidak meyakinkan


(65)

d>4 – dL : menolak Ho

dU<d<4-dU : tidak menolak Ho

dL<d<dU atau 4-dU<d<4-dL : pengujian tidak meyakinkan

3.4.3. Uji Hipotesis

Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh secara simultan antara variabel bebas dan variabel terikat maka digunakan hipotesis sebagai berikut :

a. Uji F

Disebut juga uji beda varians yaitu pengujian yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari variabel bebas secara simultan atau serempak terhadap variabel terikat, dengan kriteria sebagai berikut :

HO : β1 = β2 = β3 = β4 = 0 (tidak ada pengaruh)


(66)

Gambar 4 : Kurva uji hipotesis secara simultan

Daerah Penolakan HO

Daerah Penerimaan Ho

Ftabel Fhitung

Sumber : Supranto,,J, 1997, Ekonometrika, Cetakan Kesatu, Penerbit. FE-UI, Jakarta, hal. 152

H0 diterima jika F hitung ≤ F tabel

H0 ditolak jika F hitung ≥ F tabel

Fhitung = KT Regresi KT Galat

(Sudrajat,1998 :94)

Dengan derajat bebas = (k, n – k – 1)

Keterangan : n = Jumlah Sampel


(67)

Kaidah pengujiannya :

1. Bila F hitung < F tabel, maka Ho diterima dan Hi ditolak, artinya variabel bebas tidak mempengaruhi variabel terikat secara simultan. 2. Bila F hitung > F tabel, maka Ho ditolak dan Hi diterima, artinya

variabel bebas mempengaruhi variabel terikat secara simultan.

b. Uji t

Yaitu pengujian yang dilakukan untuk mempengaruhi pengaruh dari masing-masing variabel bebas secara parsial atau individu atau terpisah terhadap variabel terikat dan kriterianya sebagai berikut :

Ho : βj = 0 (tidak ada pengaruh)

Hi : βj≠ 0 (ada pengaruh)

Gambar 5 : Kurva Uji Hipotesis Secara Parsial

(-t α / 2 ; n – k – 1) (-t α / 2 ; n – k – 1)

Sumber : Supranto, J, 1997, Ekonometrika, Cetakan Kesatu, Penerbit. FE-UI, Jakarta, hal. 152.

.

Daerah Penolakan

Ho

Daerah Penerimaan

Ho

Daerah Penolakan


(68)

Ho diterima jika – t tabel ≤ t hitung ≥ t hitung

Ho ditolak jika t hitung ≤ - t tabel atau t hitung ≤ t tabel

t hitung = βj ……….. (Sudrajat, 1998: 74) Se(βj)

Dengan derajat kebebasan sebesar n – k – 1 dimana :

β = Koefisien Regresi

Se = Standart Error

n = Jumlah sampel

k = Jumlah parameter regresi

j = Variabel bebas ke j (j = 1,2,3,4)

Kaidah pengujian :

a. Apabila t hitung ≥ t tabel maka Ho ditolak dan Hi diterima, berarti ada pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat.

b. Apabila t hitung ≤ t tabel maka Ho diterima dan Hi ditolak, berarti tidak ada pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat.


(69)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Obyek Penelitian

4.1.1. Kondisi Geografis

Secara geografis Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya terletak antara 7° 21’ Lintang selatan dan 112° 36’ Lintang Selatan sampai dengan 112° 54’ Bujur Timur. Wilayahnya merupakan dataran rendah dengan ketinggian 3 – 6 meter diatas permukaan laut, kecuali di sebelah selatan yang mencapai daerah Llidah dan Gayungan

Adapun batas – batas wilayah kota Surabaya adalah sebagai berikut : a. Sebelah Utara : Selat Madura

b. Sebelah Timur : Selat Madura c. Sebelah Selatan : Kabupaten Sidoarjo d. Sebelah Barat : Kabupaten Gresik

Luas wilayah seluruhnya kurang lebih 326,36 KM² yang terbagi dalam 5 wilayah pembantu Walikotamadya,28 wilayah kecamatan dan 163 Desa/Kelurahaan, secara administrative 5 wilayah kerja pembantu walikotamadya Surabaya yaitu:

a. Wilayah kerja pembantu walikotamadya Surabaya pusat meliputi kecamatan Tegalsari, kecamatan Bubutan, kecamatan Genteng, kecamatan Siwalankerto.


(70)

b. Wilayah kerja pembantu walikotamadya Surabaya utara meliputi kecamatan Semampir, kecamatan Krembangan, kecamatan Kenjeran, kecamatan Pabean Cantikan.

c. Wilayah kerja pembantu walikotamadya Surabaya timur meliputi kecamatan Rungkut, kecamatan Tambak Sari, kecamatan Mulyorejo, kecamatan Gunung Anyar, kecamatan Tenggilis Mejoyo.

d. Wilayah kerja pembantu walikotamadya Surabaya selatan meliputi kecamatan Gayungan , kecamatan Jambangan , kecamatan Wonocolo, kecamatan Wonokromo, kecamatan Sawahan, kecamatanDukuh Pakis, kecamatanWiyung,dan kecamatan Karang Pilang

e. Wilayah kerja pembantu walikotamadya Surabaya Barat meliputi kecamatan Tandes, kecamatan Suko Manunggal, kecamatan Asem Rowo , kecamatan Benowo, kecamatan Lakarsantri.

4.1.2. Kependudukan

Kota Surabaya merupakan kota dengan tingkat kepadatan penduduk yang cukup tinggi setelah DKI Jakarta yang merupakan ibukota Negara Indonesia dimana jumlah penduduk kota Surabaya pada tahun 1998 mencapai 2.373.282 jiwa, yang terdiri dari 1.184834 laki – laki dan 1.188448 perempuan.

Tingkat kepadatan penduduk yang terjadi di kota Surabaya di sebabkan dengan adanya beberapa factor, yaitu :


(71)

a. Faktor Geografis dan letak stategis

Surabaya merupakan gerbang utama bagi kawasan Indonesia bagian Timur, memiliki posisi penting dan fasilitas yng menunjang bagi kegiatan perekonomian seperti perdagangan industri, perhubungan, dan perbankan.

b. Faktor Industri

Pertumbuhan dan perkembangan baik industri besar, sedang, kecil, maupun industri kerajinan tangan merupakan daya tarik tersendiri bagi arus penyebaran urbanisasi. Hal ini dapat diketahui bahwa wilayah kecamatan yang banyak memiliki industri, tingkat kepadatan penduduk lebih besar di bandingkan dengan wilayah yang jarang industrinya. Dengan besarnya jumlah penduduk akan mempengaruhi terhadap jumlah tenaga kerja yang tersedia di masyarakat, yang perlu di tampung pada berbagai sector ekonomi.

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian

Deskripsi hasil penelitian ini memberikan gambaran tentang data- data serta pertumbuhan Jumlah Industri Kecil sehingga dapat mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi terhadap pertumbuhan Jumlah Industri Kecil, Pendapatan Perkapita , Nilai Produksi, Investasi Industri Kecil dan Jumlah Tenaga Kerja.


(72)

4.2.1. Pertumbuhan Jumlah Industri Kecil

Pertumbuhan Jumlah Industri Kecil dapat disajikan dalam tabel di bawah ini :

Tabel.1. Pertumbuhan Jumlah Industri Kecil di Surabaya Tahun 1993-2007

Tahun Jumlah Industri Kecil (Unit)

Pertumbuhan ( % )

1993 7973 -

1994 8328 4,45

1995 8648 3,84

1996 8664 0,18

1997 8942 3,20

1998 9184 2,70

1999 9286 1,11

2000 9628 3,68

2001 2490 - 74,13

2002 2614 4,97

2003 2900 10,94

2004 3151 8,65

2005 3458 9,74

2006 3710 7,28

2007 3945 6,33

Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Timur ( diolah )

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa pertumbuhan Jumlah Industri Kecil selama 15 tahun (1993-2007) cenderung mengalami fluktuasi. Pertumbuhan tertinggi Jumlah Industri Kecil adalah pada tahun 2003 sebesar 10,94 % karena adanya program UKM yang diluncurkan oleh pemerintah untuk meningkatkan jumlah industri kecil dan terendah sebesar – 74,13 % terjadi pada tahun 2001 disebabkan pada tahun tersebut adanya kenaikan BBM sehingga banyak industri kecil yang gulung tikar karena


(73)

terbesar pada tahun 2000 sebesar 9628 unit dan Jumlah Industri Kecil yang terendah yaitu pada tahun 2001 sebesar 2490 unit.

4.2.2. Pertumbuhan Pendapatan Perkapita

Berdasarkan tabel 2 dapat dijelaskan bahwa pertumbuhan Pendapatan Perkapita setiap tahunnya mengalami fluktuatif yang tidak tentu besarnya. Pertumbuhan tertinggi Pendapatan Industri Kecil adalah pada tahun 1998 sebesar 46,09 % dan pertumbuhan terendah adalah pada tahun 1999 sebesar 8,93 %. Pendapatan Industri Kecil tertinggi terjadi pada tahun 2007 sebesar Rp. 40.426,40 ribu dan Pendapatan Industri Kecil terendah pada tahun 1993 sebesar Rp. 3.206,31 ribu.

Tabel.2. Pertumbuhan Pendapatan Perkapita di Surabaya Tahun 1993-2007

Tahun Pendapatan Perkapita (Ribuan Rupiah)

Pertumbuhan ( % )

1993 3.206,31 -

1994 3.507,19 9,38

1995 4.354,82 24,16

1996 6.009,52 37,99

1997 6.790,20 12,99

1998 9.919,85 46,09

1999 10.806,39 8,93

2000 13.358,47 23,61

2001 15.334,23 14,79

2002 17.422,69 13,61

2003 19.512,17 11,99

2004 25.933,75 32,91

2005 29.933,20 15,42

2006 34.596,65 15,57

2007 40.426,40 16,85


(74)

4.2.3. Pertumbuhan Nilai Produksi

Berdasarkan tabel 3 dapat dijelaskan bahwa pertumbuhan Nilai Produksiselama 15 tahun (1993-2007) cenderung mengalami fluktuasi. Pertumbuhan tertinggi Nilai Produksi adalah pada pada tahun 1994 sebesar 22,90 % dengan nilai Nilai Produksi sebesar Rp.702.283 yang ditahun sebelumnya nilainya sebesar Rp.571.382. Sedangkan pertumbuhan terendah adalah pada tahun 2001 sebesar -57,21 % Karena pada tahun 2001 terjadi kenaikan harga BBM sehingga nilai produksi yang dihasilkan industri kecil kurang optimal dan berkurang . Nilai Produksi tertinggi terjadi pada tahun 2000 sebesar Rp.998.966.

Tabel.3. Pertumbuhan Nilai Produksi Tahun 1993-2007

Tahun Nilai Produksi

( Juta Rupiah )

Pertumbuhan ( % )

1993 571.382 -

1994 702.283 22,90

1995 841.401 19,80

1996 799.667 - 4,96

1997 823.657 3,00

1998 847.252 2,86

1999 978.849 15,53

2000 998.966 2,05

2001 427.381 -57,21

2002 341.132 -20,18

2003 372.983 9,33

2004 405.645 8,75

2005 433.046 6,75

2006 469.145 8,33

2007 484.513 3,27


(75)

4.2.4 Pertumbuhan Investasi Industri Kecil

Berdasarkan tabel 4 dapat dijelaskan bahwa pertumbuhan Investasi Industri Kecil setiap tahunnya mengalami kenaikan yang tidak tentu besarnya, Pertumbuhan tertinggi Investasi adalah pada tahun 1999 sebesar 119,59 % sudah membaiknya perekonomian di Indonesia karena pada tahun 1998 terjadi krisis yang melanda di Indonesia dan pertumbuhan terendah adalah pada tahun 2001 sebesar -66,73 %. Karena pada tahun 2001 terjadi kenaikan harga BBM sehingga banyak Investor yang mau menginvestasikan modalnya di Indonesia khususnya di Surabaya. Investasi tertinggi terjadi pada tahun 2000 sebesar Rp.899.834 juta dan Investasi terendah pada tahun 1996 sebesar Rp.330.414 juta.

Tabel.4. Pertumbuhan Investasi Tahun 1993-2007

Tahun Investasi

(Juta Rupiah)

Pertumbuhan ( % )

1993 348.647 -

1994 358.213 2,74

1995 366.238 2,24

1996 330.414 - 9,78

1997 340.327 3,00

1998 394.644 15,96

1999 866.637 119,59

2000 899.834 3,83

2001 299.371 - 66,73

2002 320.012 6,89

2003 349.890 9,33

2004 380.530 8,75

2005 406.234 6,75

2006 440.346 8,39

2007 470.234 6,78


(76)

4.2.5 Pertumbuhan Jumlah Tenaga Kerja

Pertumbuhan Jumlah Tenaga Kerja dapat disajikan dalam tabel di bawah ini :

Tabel.5. Pertumbuhan Jumlah Tenaga Kerja Tahun 1993-2007 Tahun Jumlah Tenaga Kerja

( orang )

Pertumbuhan ( % )

1993 117.395 -

1994 119.710 1,97

1995 121.911 1,83

1996 111.065 - 8,89

1997 114.397 3,00

1998 119.948 4,85

1999 194.669 62,29

2000 198.246 1,83

2001 57.595 - 70,94

2002 58.595 1,73

2003 61.298 4,61

2004 63.690 3,90

2005 67.668 6,24

2006 69.786 3,13

2007 71.210 2,04

Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Timur ( diolah )

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa pertumbuhan Jumlah Tenaga Kerja selama 15 tahun ( 1993-2007 ) cenderung mengalami fluktuasi. Pertumbuhan tertinggi Jumlah Tenaga Kerja adalah pada tahun 1999 sebesar 62,29 % hal ini disebabkan pada tahun 1999 sudah membaiknya perekonomian di Indonesia karena pada tahun 1998 terjadi krisis yang melanda di Indonesia. dan pertumbuhan terendah adalah pada tahun 2001 sebesar -70,94 % yang disebabkan pada tahun tersebut adanya kenaikan BBM sehingga banyak tenaga kerja yang di PHK dan di


(1)

untuk mendirikan industri, mendapatkan bahan baku, sehingga dapat menambah jumlah barang atau produksi yang di hasilkan maka secara langsung akan mengakibatkan pendapatan atau modal industri kecil akan bertambah.

Jumlah Tenaga Kerja berpengaruh nyata (signifikan) terhadap Jumlah Industri Kecil . Hal ini disebabakan karena dengan Jumlah Tenaga Kerja yang banyak dan mempunyai kualitas, kuantitas dan ketrampilan yang bagus akan meningkatkan produksi untuk menghasilkan barang dan jasa sehingga jumlah Industri Kecil di Surabaya juga akan meningkat .


(2)

82

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang telah diuraikan pada bab IV, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Setelah dilakukan uji statistik untuk mengetahui pengaruh secara simultan antara variabel bebas Pendapatan Perkapita (X1), Nilai Produksi (X2), Investasi Industri Kecil (X3) dan Jumlah Tenaga Kerja (X4

2. Pengujian secara parsial atau individu Pendapatan Perkapita (X

) terhadap variabel terikatnya Jumlah Industri Kecil (Y) diperoleh F hitung = 562,907 > F tabel = 3,48 maka Ho ditolak dan Hi diterima, yang berati bahwa secara keseluruhan faktor-faktor variabel bebas berpengaruh secara simultan dan nyata terhadap Jumlah Industri Kecil.

1) terhadap Jumlah Industri Kecil (Y). Diketahui hasil perhitungan secara parsial diperoleh t hitung = 6,700 > t tabel = 2,228, maka Ho ditolak dan Hi diterima pada level signifikan 5 % sehingga secara parsial Pendapatan Perkapita (X1) berpengaruh secara nyata dan positif terhadap Jumlah Industri Kecil (Y). Hal ini disebabkan karena semakin meningkatnya Pendapatan Perkapita maka permintaan masyarakat akan kebutuhan juga akan meningkat, dan semakin tinggi pendapatan perkapita maka akan berpengaruh terhadap perkembangan industri kecil.


(3)

3. Pengujian secara parsial atau individu Nilai Produksi (X2) terhadap Jumlah Industri Kecil (Y). Diketahui hasil perhitungan secara parsial diperoleh t hitung = 2,899 > t tabel = 2,228, maka Ho ditolak dan Hi diterima, pada level signifikan 5 % sehingga secara parsial Nilai Produksi (X2

4. Pengujian secara parsial atau individu Investasi Industri Kecil (X ) berpengaruh secara nyata positif terhadap Jumlah Industri Kecil (Y). Hal ini disebabkan karena output yang dihasilkan meningkat, maka penawaran suatu barang akan juga meningkat, hal ini akan mengakibatkan peningkatkan permintaan terhadap factor produksi sehingga dengan bertambahnya jumlah output maka akan menambah jumlah industri kecil di Surabaya.

3) terhadap Jumlah Industri Kecil (Y). Diketahui hasil perhitungan secara parsial diperoleh t hitung = -11,830 > t tabel = -2,228, maka Ho ditolak dan Hi diterima pada level signifikan 5 % sehingga secara parsial Investasi Industri Kecil (X3) berpengaruh secara nyata negatif terhadap Jumlah Industri Kecil (Y). Hal ini disebabakan karena semakin sedikit investasi yang masuk bukan berarti tidak menambah jumlah industri hal ini disebabkan banyak investor yang memilih letak geografis yang strategis untuk mendirikan industri, mendapatkan bahan baku, sehingga dapat menambah jumlah barang atau produksi yang di hasilkan maka secara langsung akan mengakibatkan pendapatan atau modal industri kecil akan bertambah.


(4)

84

5. Pengujian secara parsial atau individu Jumlah Tenaga Kerja (X4) terhadap Jumlah Industri Kecil (Y). Diketahui hasil perhitungan secara parsial diperoleh t hitung = 11,122 > t tabel 2,228, maka Ho ditolak dan Hi diterima pada level signifikan 5 % sehingga secara parsial Jumlah Tenaga Kerja (X4

Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka berikut ini diketahui beberapa saran sebagai bahan pertimbangan sebagai berikut :

) berpengaruh secara nyata positif terhadap Jumlah Industri Kecil (Y). Hal ini disebabakan karena dengan Jumlah Tenaga Kerja yang banyak dan mempunyai kualitas, kuantitas dan ketrampilan yang bagus akan meningkatkan produksi untuk menghasilkan barang dan jasa sehingga jumlah Industri Kecil di Surabaya juga akan meningkat.

1. Pemerintah daerah maupun pemerintah pusat dapat memberikan proses perizinan agar yang tidak rumit agar lebih banyak lagi Investor maupun pengusaha untuk menanamkan modalnya.

2. Memberikan rekommendasi kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk mengkaji kembali penrapan peraturean – peraturan yang diindentifikasi menimbulkan high cost economy bagi pengembangan UMKM.


(5)

Anonim, 1996, Profil Usaha Kecil, Biro Pusat Statistik Surabaya.

, 1999, Statistical Yearbook of Indonesia, Biro Pusat Statistik Jakarta.

, 1999, Majalah Media Nusantara, Jakarta

, 2005, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004 – 2009, Sinar Grafika, Jakarta.

, 2008, Surabaya Dalam Angka, Biro Pusat Statistik Surabaya.

Arsyad, Lincolin, 1992, Ekonomi Pembangunan Edisi Ke – 2, STIE YKPN, Yogyakarta.

Gujarati, Damodar, 1999, Ekonometrika Dasar, penerbit Erlangga, Jakarta

Handrimurtjahyo, Dedi, 2007, Faktor – faktor Penentu Pertumbuhan Usaha Industri Kecil : Kasus Pada Industri Gerabah Dan Keramik Kasongan, Bantul, Yogyakarta , Skripsi (S1) FE/IESP, Universitas Indonesia, Jakarta.

Kuncoro, Mundrajad, 2000, Usaha Kecil di Indonesia : Profil, Masalah, Dan Strategi Pemberdayaan. STIE Kerja Sama. Yogyakarta.

Kuningsih, Sulis, 2004, Pengaruh Perkembangan Industri Kecil Pakaian Jadi Dalam Kaitannya Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Kotamadya Surabaya, Skripsi (S1) FE/IESP, UPN “veteran” Jawa Timur, Surabaya. Mankiw, N Gregory, 2003, Pengantar Ekonomi, Edisi Kedua, Penerbit

Erlangga, Jakarta.

Manulang, Sedjun, H., 1995, Pokok-pokok Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Penerbit PT. Reneka Cipta, Jakarta.

McEachern, William A, 2000, Ekonomi Makro : Pendekatan Kontemporer, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

Nopirin, 1995, Pengantar Ilmu Ekonomi Makro dan Mikro, Edisi Pertama, penerbit BPFE, Yogyakarta.


(6)

Novianto, Doni, 2005, Analisis Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Industri Kecil di Tajur Kabupaten Bogor, Skripsi (S1) FE/IESP, UPN “veteran” Jawa Timur, Surabaya.

Nuryanto, Rahman, 2004, Pengaruh Perkembangan Industri Kecil Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Kota Bandung, Skripsi (S1) FE/IESP, UPN “veteran” Jawa Timur, Surabaya.

Prayitno, Hadi, 1997, Pembangunan Ekonomi Pedesaan, Penerbit BPFE, Yogyakarta.

Rosyidi, Suherman, 1999, Pengantar Teori (Pendekatan Teori Ekonomi Mikro & Makro), Penerbit PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

, 2000, Pengantar Teori Ekonomi (Pendekatan Kepada Teori Mikro & Makro), Edisi Baru, Cetakan Ke – 4, Penerbit PT Raja Grafindo Persada, Jakarta

Salvatore, Dominick, 1993, Teori Mikroekonomi, Penerbit Erlangga, Jakarta. Sudisman, U., & Sari, A, 1996. Undang-Undang Usaha kecil 1995 dan

Peraturan Perkoperasian. Mitrainfo. Jakarta.

Sudrajat, 1998, Mengenal Ekonometrika Pemula Edisi Ke – 2, Penerbit CV Amico, Bandung.

Sukirno, Sadono, 1991, Pengantar Teori Makro Ekonomi, Penerbit Bina Grafika, Jakarta.

, 2002, Pengantar Teori Makro Ekonomi, Edisi Kedua, Penerbit PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Sumodisastro, 1998, Pembangunan Ekonomi Indonesia Dan Kapita Selekta, PT Raja Grafindo Persada

Suparmoko dan Irawan, 1997, Ekonomi Pembangunan, BPFE UGM, Yogyakarta.

Supranto,J, 1997, Ekonometrika, Cetakan Kesatu, Penerbit. FE-UI, Jakarta.

Wibowo, Guntur, 2004, Analisis Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Industri Kecil di Kabupaten Bojonegoro, Skripsi (S1) FE/IESP, UPN “veteran” Jawa Timur, Surabaya.