Peranan Kepemimpinan Wanita dalam Jabatan Publik (Studi Pada Pegawai Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan).

(1)

PERANAN KEPEMIMPINAN WANITA DALAM JABATAN PUBLIK

(Studi Pada Pegawai Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan)

SKRIPSI

OLEH :

LIA OCTARINA

040903033

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk diperbanyak dan dipertahankan oleh : Nama : LIA OCTARINA

NIM : 040903033

Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Judul : Peranan Kepemimpinan Wanita dalam Jabatan Publik

(Studi Pada Pegawai Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan)

Medan, 12 Maret 2008

Pembimbing Ketua Departemen

(Drs. Burhanuddin Harahap, MSi) (DR. Marlon Sihombing, MA) NIP. 131 460 521 NIP. 131 568 391

Dekan,

(Prof. DR. M. Arif Nasution, MA) NIP. 131 757 010


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat serta hidayahNya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beserta salam atas junjungan kita, Nabi besar Muhammad saw yang telah menjadi utusanNya dan panutan bagi seluruh umat Manusia.

Skripsi ini merupakan sebuah karya tulis ilmiah yang diperlukan untuk melengkapi persyaratan guna memperoleh gelar sarjana serta sebagai wahana untuk melatih diri dan mengembangkan wawasan berfikir. Dalam penulisan karya ilmiah ini, adapun judul dari skripsi penulis adalah peranan kepemimpinan wanita pada kantor pelayanan pajak Madya Medan (Studi pada Pegawai Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan).

Penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian skripsi ini antara lain :

1. Kepada kedua orangtuaku, Ayahanda Waspodo dan Ibunda Rosita Amelia yang tak henti-hentinya memberikan dukungan baik moril maupun materil. Skripsi ini adalah persembahan Ananda bagi Ayahanda dan Ibunda.

2. Kepada adikku, Kris Priambodo, makacih banyak atas dukungannya. Mudah-mudahan Qt bisa menjadi anak yang membanggakan kedua orangtua…. Amin. 3. Kepada Monster-Qu … Febi Yuriandi Nasution, yang selama ini selalu bersedia

menjadi tong sampah ….mendengarkan segala keluh kesah. Selalu berada di kala senang, maupun sedih. Mkacih y chayank atas supportnya ! kebersamaan selama 4 tahun ini sangat berarti …

4. Sahabat-sahabat-Qu …. Mak erot (Zuraida Lubis alias Irut) dan Wak Ditha (Annisa Ninditha alias Ditha), Makcih y… klian dua adalah Best Friends I ever Had ! Thanks for every thing …


(4)

5. Kepada Dosen Pembimbing, Drs. Burhanuddin Harahap MSi, terima kasih bayak karena telah meluangkan waktu guna membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Kepada seluruh keluarga … Yai dan Nyai, Wak Wieda, Wak Ice, Om Andi, Om Panca, Tante Iyut dan Om Rizal yang telah mendoakan agar skripsi ini cepat selesai.

7. Kepada teman-teman seperjuangan … putri alias montox, Ecy alias Derot, Tika alias Tikus, Rachma,Wardah dan Melli.

8. Kepada anak-anak An’04… Permai, Wiwiq, K’Intan, Anak-anak magang Sidempuan, dan semua teman-teman yang namanya ga bisa disebut satu per satu. 9. Kepada kak Siti … yang udah ngebantuin ngetik skripsi ini dari awal hingga

akhir.

10.Kepada Kak Mega dan Kak Emy… yang udah membantu dalam pengurusan berbagai administrasi.

11.Kepada Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

12.Kepada Bapak Drs. Marlon Sihombing, MA selaku Ketua Jurusan Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Sebagai peneliti pemula, penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam skripsi ini, untuk itu penulis dengan senang hati akan menerima kritik dan saran atas perbaikan skripsi ini. Harapan penulis, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Medan, Maret 2008


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

ABSTRAK ... viii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

I.1. Latar Belakang ... 1

I.2. Perumusan Masalah ... 7

I.3. Tujuan Penelitian ... 8

I.4. Manfaat Penelitian ... 8

I.5. Kerangka Teori ... 9

I.5.1. Peranan ... 9

I.5.2. Kepemimpinan ... 10

I.5.2.1. Pengertian Kepemimpinan ... 10

I.5.2.2. Sifat Kepemimpinan ... 12

I.5.2.3. Tipe Kepemimpinan ... 13

I.5.2.4. Gaya Kepemimpinan ... 14

I.5.3. Wanita ... 15

I.5.4. Jabatan Publik ... 17

I.5.5. Peranan Kepemimpinan Wanita Dalam Jabatan Publik ... 18

I.6. Definisi Konsep ... 26

I.7. Definisi Operasional ... 26


(6)

BAB II. METODE PENELITIAN ... 29

II.1. Metode Penelitian ... 29

II.2. Lokasi Penelitian ... 29

II.3. Populasi dan Sampel ... 29

II.3.1. Populasi ... 29

II.3.2. Sampel ... 30

II.4. Teknik Pengumpulan Data ... 31

II.5. Teknik Analisa Data ... 32

BAB III. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ... 33

III.1. Departemen Keuangan ... 33

III.1.1. Gambaran Umum Departemen Keuangan ... 33

III.1.2. Visi dan Misi Departemen Keuangan ... 34

III.1.2.1. Visi ... 34

III.1.2.2. Misi ... 36

III.2. Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan ... 39

III.2.1. Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan ... 39

III.2.2. Instansi Vertikal ... 40

III.2.3. Tugas Pokok Dan Fungsi ... 41

III.2.4. Struktur Organisasi ... 47

BAB IV. PENYAJIAN DATA ... 48

IV.1. Data Pribadi Responden ... 48

IV.2. Hasil Wawancara Dengan Kepala Kantor Sebagai Atasan Kerja Mengenai Kepemimpinan Wanita pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan ... 51

IV.3. Hasil Wawancara Dengan Kasi Pemeriksaan Sebagai Rekan Kerja Mengenai Kepemimpinan Wanita pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan ... 54


(7)

IV.4. Hasil Wawancara Dengan Pemimpin Wanita yang Bersangkutan Sebagai Kasi Pelayanan Mengenai Peranananya Dalam Jabatan Publik pada Kantor

Pelayanan Pajak Madya Medan ... 58

IV.5. Hasil Jawaban Responden Mengenai Peranan Kepemimpinan Wanita Dalam Jabatan Publik Melalui Teknik Angket ... 62

BAB V. ANALISA DATA ... 72

BAB VI. PENUTUP ... 80

VI.1. Kesimpulan ... 80

VI.2. Saran ... 81


(8)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.1. Spesifikasi Jabatan Publik Pada Kantor Pelayanan Pajak

Madya Medan ... 6 Tabel 4.1. Tabulasi Data Pribadi Responden ... 48 Tabel 4.2. Distribusi Jawaban Responden Tentang SOP (Standard

Operational Prosedure) ... 62 Tabel 4.3. Distribusi Jawaban Responden Tentang Job Description ... 63 Tabel 4.4. Distribusi Jawaban Responden Tentang Tipe Kepemimpinan 64 Tabel 4.5. Distribusi Jawaban Responden Tentang Kebijakan diluar dari

SOP ... 65 Tabel 4.6. Distribusi Jawaban Responden Tentang Hubungan

Komunikasi ... 66 Tabel 4.7. Distribusi Jawaban Responden Tentang Tugas dan Fungsi

Sebagai Pejabat Publik ... 67 Tabel 4.8. Distribusi Jawaban Responden Tentang Pola Pengembangan

Karir ... 68 Tabel 4.9. Distribusi Jawaban Responden Tentang Kode Etik Pegawai

Negeri Sipil ... 69 Tabel 4.10. Distribusi Jawaban Responden Tentang Pendidikan /

Pelatihan ... 70 Tabel 4.11. Distribusi Jawaban Responden Tentang Pertanggungjawaban 71


(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 3.1. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan . 47

Gambar 4.1. Persentase Umur Responden ... 49

Gambar 4.2. Persentase Golongan Kerja ... 49

Gambar 4.3. Persentase Masa Kerja ... 50


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Angket (Quesioner) Penelitian Lampiran 2. Pedoman Wawancara

Lampiran 3. Surat Rencana Skripsi

Lampiran 4. Surat Permohonan Pengajuan Skripsi Lampiran 5. Surat Penunjukan Dosen Pembimbing Lampiran 6. Surat Undangan Seminar Proposal

Lampiran 7. Berita Acara Seminar Rencana Usulan Penelitian Departemen Ilmu Administrasi Negara

Lampiran 8. Daftar Hadir Peserta Seminar

Lampiran 9. Izin Penelitian dari Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU

Lampiran 10. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian di Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan


(11)

ABSTRAK

Peranan Kepemimpinan Wanita Dalam Jabatan Publik, (Studi Pada Pegawai Kantor Pajak Madya Medan), oleh : Lia Octarina. Dosen Pembimbing : Drs. Burhanuddin Harahap, MSi.

Isu atau persoalan wanita selalu menarik untuk diminati, bahkan dewasa ini semakin banyak ilmuwan atau peneliti lebih memfokuskan diri pada pengkajian wanita secara khusus. Hal ini tentunya tidak terlepas dari kompleksitas permasalahan yang berhubungan dengan wanita itu sendiri dimana selama ini belum ada kesepakatan mengenai “Bagaimana sesungguhnya eksistensi wanita itu ditempatkan”. Gambaran umum tentang peranan kepemimpinan wanita pada jabatan publik, dapat dilihat pada daerah Sumatera Utara, khususnya pada kantor pelayanan pajak madya Medan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menggambarkan bagaimana peranan kepemimpinan wanita dalam menduduki jabatan sebagai Kasi pelayanan serta untuk mengetahui dan menggamabrkan bagaimana Hambatan-hambatan yang dihadapi oleh pemimpin wanita dalam menduduki jabatan sebagai Kasi Pelayanan pada kantor pelayanan Pajak Madya Medan.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk penelitian deskriptif dengan analisa kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan 2 cara, yaitu pengumpulan data primer antara lain dengan wawancara (interview), angket (quesioner) dan observasi serta pengumpulan data sekunder antara lain dengan studi kepustakaan dan studi dokumentasi.

Hasil penelitian pada kantor pelayanan pajak Madya medan menunjukkan bahwa peranan kepemimpinan wanita telah berjalan dengan baik, akan tetapi dalam kenyataannya masih terdapat hambatan-hambatan baik yang berasal dari faktor internal maupun faktor eksternal. Untuk itu, harus ada perbaikan-perbaikan lagi di masa yang akan datang sehingga akan dapat meningkatkan kinerja dari pemimpin wanita yang bersangkutan. Dengan demikian, akan berpengaruh pula pada peningkatan pelayanan pada kantor pelayanan Pajak Madya Medan.

Key Word : Kepemimpinan Wanita.


(12)

ABSTRAK

Peranan Kepemimpinan Wanita Dalam Jabatan Publik, (Studi Pada Pegawai Kantor Pajak Madya Medan), oleh : Lia Octarina. Dosen Pembimbing : Drs. Burhanuddin Harahap, MSi.

Isu atau persoalan wanita selalu menarik untuk diminati, bahkan dewasa ini semakin banyak ilmuwan atau peneliti lebih memfokuskan diri pada pengkajian wanita secara khusus. Hal ini tentunya tidak terlepas dari kompleksitas permasalahan yang berhubungan dengan wanita itu sendiri dimana selama ini belum ada kesepakatan mengenai “Bagaimana sesungguhnya eksistensi wanita itu ditempatkan”. Gambaran umum tentang peranan kepemimpinan wanita pada jabatan publik, dapat dilihat pada daerah Sumatera Utara, khususnya pada kantor pelayanan pajak madya Medan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menggambarkan bagaimana peranan kepemimpinan wanita dalam menduduki jabatan sebagai Kasi pelayanan serta untuk mengetahui dan menggamabrkan bagaimana Hambatan-hambatan yang dihadapi oleh pemimpin wanita dalam menduduki jabatan sebagai Kasi Pelayanan pada kantor pelayanan Pajak Madya Medan.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk penelitian deskriptif dengan analisa kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan 2 cara, yaitu pengumpulan data primer antara lain dengan wawancara (interview), angket (quesioner) dan observasi serta pengumpulan data sekunder antara lain dengan studi kepustakaan dan studi dokumentasi.

Hasil penelitian pada kantor pelayanan pajak Madya medan menunjukkan bahwa peranan kepemimpinan wanita telah berjalan dengan baik, akan tetapi dalam kenyataannya masih terdapat hambatan-hambatan baik yang berasal dari faktor internal maupun faktor eksternal. Untuk itu, harus ada perbaikan-perbaikan lagi di masa yang akan datang sehingga akan dapat meningkatkan kinerja dari pemimpin wanita yang bersangkutan. Dengan demikian, akan berpengaruh pula pada peningkatan pelayanan pada kantor pelayanan Pajak Madya Medan.

Key Word : Kepemimpinan Wanita.


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Isu atau persoalan wanita selalu menarik untuk diminati, bahkan dewasa ini semakin banyak ilmuwan atau peneliti lebih memfokuskan diri pada pengkajian wanita secara khusus. Hal ini tentunya tidak terlepas dari kompleksitas permasalahan yang berhubungan dengan wanita itu sendiri dimana selama ini belum ada kesepakatan mengenai “Bagaimana sesungguhnya eksistensi wanita itu ditempatkan”.

Namun terlepas dari kontroversi yang ada, dewasa ini di Indonesia, upaya peningkatan peran dan kedudukan wanita terus berlanjut. Salah satu upaya perhatian negara terhadap wanita adalah dimuatnya, hal ini dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999 dengan visi pembangunan pemberdayaan perempuan adalah kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah melalui kebijakan-kebijakannya masih menganggap perlu memaknai peran dan posisi wanita dalam pembangunan. Supardjo Rustam (1993) dalam bukunya “Wanita, martabat dan pembangunan” mengatakan bahwa Indonesia masih jauh dari status “Mitra Sejajar” secara utuh, sehingga masih dibutuhkan pengakuan yang lebih berarti dalam pembangunan.

Mengikuti alur sejarah, sejak abad ke-7 sampai abad ke-19 kita mengenal kepemimpinan wanita dipentas kekuasaan kerajaan-kerajaan di Indonesia. Kepemimpinan para wanita itu bisa dikategorisasikan sebagai kepemimpinan


(14)

tradisional, karena pada umumnya mereka berkuasa berdasarkan jenjang keturunan dari keluarga elit tradisional. Keadaan ini berubah ketika barat yang bersifat modern mulai memperkenalkan dan mendorong munculnya kelompok baru yang disebut kaum elit modern (Robert Van Niel, 1960 : 98). Mereka memiliki cakrawala pandang yang lebih luas dan memahami dimensi permasalahan dengan lebih mendalam dengan ide-ide luar biasa yang mereka pelajari seperti : liberalisme, nasionalisme dan hak azasi manusia.

Memasuki abad ke-20 terjadi perubahan struktur peranan wanita Indonesia, ide atau pemikiran dari barat masuk bersamaan dengan diperkenalkan dan disebarluaskan pendidikan cara barat dalam kaitannya dengan politik etika yang dijalankan oleh kaum wanita pemerintah Hindia Belanda. Walaupun jumlahnya masih terbatas, mulai ada yang berkesempatan menikmati pendidikan barat itu. Oleh karena itu, muncullah orang-orang yang sadar akan diri pribadi dan statusnya. Kesadaran merekapun tumbuh bahwa mereka hidup dibawah kaum penjajah dengan praktek-praktek kolonialnya seperti : R.A. Kartini, Dewi Sartika, Rohana Kudus, Rahmah El Yunussiyah, Nyonya Ahmad Dahlan dan Hajjah Rasuna Said merupakan nama-nama tokoh wanita dari kalangan kaum elit modern Indonesia dari pendidikan dan pengetahuan yang mereka peroleh. Mereka menyadari akan keadaan kaumnya, oleh karena itu dengan berbagai cara mereka berusaha untuk menyadarkan kaum wanita akan kedudukan dan perannya dalam masyarakat.

Memasuki abad ke-21, peranan wanita semakin meningkat. Saat ini, kita dapat melihat kiprah kepemimpinan wanita dalam berbagai peran dan posisi strategis dalam kehidupan masyarakat. Kiprah kepemimpinan wanita tersebut


(15)

menunjukkan bahwa wanita Indonesia memang merupakan sumber daya yang potensial apabila kualitasnya ditingkatkan dan diberikan kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk berperan dalam berbagai aspek kehidupan keluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Wanita Indonesia ternyata bisa memperoleh kedudukan, wewenang dan kekuasaan tertinggi. Hal ini bertentangan dengan gambaran umum yang ada didalam masyarakat Indonesia, dimana kaum wanita dibedakan dengan kaum laki-laki dimana kaum wanita mempunyai kedudukan yang rendah dan hidup terkekang. Namun, pada kenyataannya terdapat banyak bukti bahwa kaum wanita telah memegang jabatan pimpinan dan juga berperan aktif dalam berbagai bidang politik, ekonomi, sosial budaya dan militer. Dengan kesadaran dan pengetahuan baru yang diperolehnya, wanita tidak hanya bisa menjadi ibu rumah tangga atau istri akan tetapi jiwa kepemimpinan yang ada di dalam diri setiap wanita justru harus dikembangkan dengan cara memasuki wilayah publik.

Bertumpu pada titik pandang kemanusiaan, pada dasarnya wanita dan laki-laki sama cerdas otaknya, sama mulia budinya dan sama luhur cita-citanya. Mereka tentu sama-sama memiliki potensi kepemimpinan sebagai individu dan sebagai makhluk sosial. Secara konstitusional tertuang dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa “segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Lebih operasional lagi ditegaskan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yaitu didalam butir tentang “Peranan wanita dalam pembangunan bangsa” GBHN menggariskan, antara lain :


(16)

“Wanita…………., mempunyai hak dan kewajiban serta kesempatan yang sama dengan pria dalam pembangunan di segala bidang. Pembinaan peranan wanita sebagai mitra sejajar pria ditunjukkan untuk meningkatkan peran aktif dalam kegiatan pembangunan…………”

Dijelaskan bahwa wanita, baik warga negara maupun sebagai sumber daya insani pembangunan mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan pria dalam pembangunan disegala bidang. Wanita diakui sebagai mitra sejajar pria.

Meskipun saat ini masih banyak terjadi perlakuan diskriminasi terhadap wanita, namun belakangan ini jumlah wanita yang menduduki posisi strategis semakin bertambah. Persoalannya, perkembangan posisi dan peran politik wanita sangat lamban dan posisi mereka dilembaga politik dan pemerintahan terlihat

sekali kurang proporsional. Hal ini dapat dilihat pada lembaga legislatif (DPR-RI), persentase keterwakilan wanita kurang dari 9 persen dari 500 anggota

(Pemilu 1999), dan tidak ada seorang pun saat ini yang menjadi ketua komisi dari 9 komisi yang ada (2003).

Kondisi di eksekutif (pemerintahan)tidak lebih baik dibanding dengan parlemen. Pada tahun 2000, dari 376 pejabat struktural eselon I mulai dari kantor Menko, Menteri Negara, Departemen dan LPND, hanya terdapat 31 orang pejabat perempuan (9,8%). Dilingkungan kantor kepresidenan (Setneg, Setkab, Setmil, Setwalpres) tidak seorangpun ada pejabat eselon I perempuan, begitu pula disejumlah kementrian termasuk Deplu, Depkeh & HAM, Depkeu, Dephan, Depesom, Deptan, Dephut, Deplaut & perikanan, Dephub, Depdiknas, Depag, Depnaketrans, menpan, Dep.Butpat, BUMN dan KTI.


(17)

Sebagai contoh : dari 38 orang menteri yang berjenis kelamin wanita yaitu : Menteri Perdagangan, Menteri Keuangan, Menteri Kesehatan dan Menteri Pemberdayaan Wanita.

Dibidang yudikatif tidak berbeda, kecuali di MA terdapat 6 Hakim Agung dari 46 (13%), di Kejaksaan Agung dan Kepolisian RI tidak ada pejabat eselon I wanita. Gambaran yang sama terjadi ditingkat daerah baik pejabat politis (Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Walikota) sangat kecil persentase wanita, begitu pula dengan anggota DPRD, pejabat struktural lain seperti Sekda, Kanwil, Ka.Dinas dan sebagainya.

Data lain menunjukkan pada tahun 1999 jumlah PNS wanita adalah 36,9%, laki-laki sebesar 63,1% dari jumlah seluruh PNS (4.005.861) dan dari jumlah tersebut hanya 15,2% PNS wanita yang menduduki jabatan struktural, sedangkan PNS laki-laki sebesar 84,8%. Sedangkan tahun 2000 terjadi sedikit perubahan dimana jumlah PNS wanita adalah 37,6%, laki-laki sebesar 62,4% dari jumlah seluruh PNS (3.927.146) dan dari jumlah tersebut hanya 15,7% yang menduduki jabatan struktural, sedangkan PNS laki-laki sebesar 84,3% (Statistik dan Gender Indikator, BPS : 2000).

Menyikapi hal di atas, selama ini ada anggapan di masyarakat bahwa kuatnya kultur patriarkhi di Indonesia menyebabkan peranan kepemimpinan wanita di Indonesia terbatas. Masih banyak wanita yang belum berani mengambil kesempatan-kesempatan yang tersedia baginya, terlebih lagi untuk merebut kesempatan.

Tentu saja, hal tersebut akan menghambat cita-cita sebagai wanita karir. Selain itu, peranan kepemimpinan wanita pada sektor publik dianggap masih banyak


(18)

memiliki keterbatasan karena wanita dihadapkan pada situasi memainkan peran ganda yaitu sebagai wanita karier dan sebagai istri serta ibu bagi anak-anaknya secara optimal dalam kurun waktu yang bersamaan. Seharusnya, wanita Indonesia sudah diberi kesempatan secara bebas untuk menentukan pilihan kariernya dimana wanita sudah dipahami sebagai manusia utuh dan berperan sebagai mitra sejajar yang diikutsertakan dalam pengambilan keputusan di segala bidang pembangunan. Hal ini akan mendorong wanita Indonesia untuk berproses

mengembangkan dirinya sebagai pribadi yang utuh. (A. Nunuk P. Murniati, 2004 : 221).

Gambaran umum tentang peranan kepemimpinan wanita pada jabatan publik dapat dilihat pada daerah Sumatera Utara, khususnya pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan. Namun pada kenyataannya, wanita yang menduduki jabatan publik dapat dihitung dengan jari karena jabatan tersebut masih didominasi oleh laki-laki. Spesifikasi jabatan publik pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan dapat kita lihat pada tabel berikut :

Tabel 1.1.

Spesifikasi Jabatan Publik Pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan Jabatan Publik Jabatan Wanita

(Orang) Laki-laki (Orang) Jumlah (Orang) Kepala Kantor

Kasi. Kasubag Umum Kasi. Pelayanan Kasi. Penagihan Kasi. Pemeriksaan Kasi. Pengolahan Data dan Informasi Waskon I Waskon II Waskon III Waskon IV Eselon III Eselon IV Eselon IV Eselon IV Eselon IV Eselon IV Eselon IV Eselon IV Eselon IV Eselon IV - - 1 - - - - - - - 1 1 - 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Jumlah 1 9 10


(19)

Dari tabel diatas menunjukkan bahwa jumlah pegawai yang berada dalam jabatan struktural pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan saat ini masih didominasi oleh laki-laki, dimana jumlah laki-laki adalah 9 orang dari seluruh ESELON III dan ESELON IV, sementara jumlah wanita hanya 1 orang yang terkonsentrasi pada jabatan ESELON IV.

Berdasarkan gambaran yang telah dikemukakan diatas, maka penulis tertarik mengadakan penelitian yang berjudul “Peranan Kepemimpinan Wanita dalam Jabatan Publik (Studi Pada Pegawai Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan)” yang akan mengkaji kiprah kepemimpinan wanita khususnya pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan.

I.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana peranan kepemimpinan wanita dalam menduduki jabatan sebagai Kasi Pelayanan Pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan ?

2. Bagaimana hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Pemimpin Wanita dalam menduduki jabatan sebagai Kasi Pelayanan pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan ?


(20)

I.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan menggambarkan bagaimana peranan kepemimpinan wanita dalam menduduki jabatan sebagai Kasi Pelayanan Pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan.

2. Untuk mengetahui dan menggambarkan bagaimana hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Pemimpin Wanita dalam menduduki jabatan sebagai Kasi Pelayanan Pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan.

I.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat antara lain adalah :

1. Bagi penulis khususnya, penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan menulis karya ilmiah terutama dalam menganalisa permasalahan yang terjadi masyarakat yang ada hubungannya dengan teori akademis.

2. Memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu sosial secara umum dan ilmu administrasi negara secara khusus mengenai peranan kepemimpinan wanita dalam jabatan publik.

3. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi bagi pihak-pihak yang ingin mendalami dan melakukan penelitian serupa ditempat lain.


(21)

I.5. Kerangka Teori I.5.1. Peranan

Dalam pengertian umum, peranan dapat diartikan sebagai perbuatan seseorang atas sesuatu pekerjaan. Sedangkan menurut Kamus Umum Bahasa

Indonesia, peranan adalah sesuatu yang menjadi bagian (Poerwadarminta, 1987 : 768).

Menurut Soejono Soekanto dalam bukunya yang berjudul Administrasi Pendidikan menyatakan bahwa setiap orang mempunyai bermacam-macam peranan yang berasal dari pola-pola pergaulan hidupnya. Hal itu sekaligus berarti bahwa peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa yang diberikan oleh masyarakat kepadanya. Pentingnya peranan adalah karena ia mengatur prilaku seseorang. Peranan menyebabkan seseorang pada batas-batas tertentu dapat meramalkan perbuatan-perbuatan orang lain. Peranan diatur oleh norma-norma yang berlaku, dimana peranan lebih banyak menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri dan sebagai suatu proses.

Adapun peranan seseorang seperti yang dikatakan oleh Levinson (1964; 204) meliputi 3 hal :

1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan disini diartikan sebagai rangkaian peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan bermasyarakat. 2. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu


(22)

3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai prilaku individu yang penting sebagai struktur sosial masyarakat.

I.5.2. Kepemimpinan

I.5.2.1. Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan merupakan inti daripada suatu organisasi karena kepemimpinan merupakan motor penggerak bagi sumber-sumber dan alat-alat manusia dan alat lainnya dalam suatu organisasi. Demikian pentingnya peranan kepemimpinan dalam usaha mencapai tujuan suatu organisasi sehingga dapat dikatakan bahwa sukses atau kegagalan yang dialami oleh organisasi sebagian besar ditentukan oleh kualitas kepemimpinan yang dimiliki oleh orang-orang yang diserahi tugas memimpin dalam organisasi itu.

Defenisi tentang kepemimpinan sangat bervariasi sebanyak orang yang mencoba mendefenisikan konsep kepemimpinan. Menurut Rivai (2003 : 2) sebagai berikut :

a) Kepemimpinan secara luas adalah meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi prilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya.

b) Kepemimpinan yaitu sebagai kekuatan untuk menggerakkan dan mempengaruhi orang kepemimpinan hanyalah sebuah alat, sarana atau proses untuk membujuk orang agar bersedia melakukan sesuatu secara sukarela/sukacita.

c) Kepemimpinan adalah proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas-aktivitas yang ada hubungannya dengan pekerjaan para anggota kelompok.


(23)

Menurut Miftah Thoha (2003 : 9) mengatakan bahwa kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi prilaku orang lain atau seni mempengaruhi prilaku manusia baik perorangan maupun kelompok. Sedangkan menurut Kartini Kartono (2005:56), pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan-kelebihan, khususnya kecakapan dan kelebihan disuatu bidang sehingga dia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas tertentu demi pencapaian suatu tujuan atau beberapa tujuan.

Jadi, pemimpin adalah orang yang memiliki satu atau beberapa kelebihan sebagai predisposisi (bakat yang dibawa sejak lahir) dan merupakan kebutuhan dari suatu situasi atau zaman, sehingga orang itu mempunyai kekuatan dan kewibawaan untuk mengarahkan dan membimbing bawahan. Pemimpin juga

mendapat pengakuan serta dukungan dari bawahan dan mau menggerakkan ke arah tujuan tertentu.

Disamping itu, pengertian-pengertian kepemimpinan di atas menunjukkan adanya sejumlah variabel yang penting, yaitu :

1. Pemimpin sebagai orang yang menjalankan fungsi kepemimpinan

2. Pengikut sebagai sekelompok orang yang berkedudukan mengikuti pemimpin 3. Situasi sebagai kondisi atau keadaan yang melingkupi kepemimpinan tersebut. Ketiga variabel tersebut mempengaruhi apa yang dilakukan oleh pemimpin tersebut, atau dapat dikembangkan keputusan yang tepat sesuai dengan karakteristik ketiga variabel tersebut.


(24)

Karena itu, kepemimpinan ada jika memenuhi sejumlah persyaratan sebagai berikut :

1. Mempunyai kekuasaan, yaitu kekuatan, otoritas dan legalitas yang memberikan wewenang kepada pimpinan guna mempengaruhi orang lain untuk berbuat sesuatu.

2. Memiliki kewibawaan, yaitu kelebihan, keunggulan dan keutamaan sehingga mampu mempengaruhi atau mengatur orang lain agar orang lain itu patuh dan bersedia melakukan tindakan tertentu.

3. Mempunyai kemampuan, yaitu segala daya kesanggupan, kekuatan dan kecakapan/keterampilan/pengetahuan yang dianggap melebihi orang lain.

Adapun kelebihan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin menurut James A. Lee dalam bukunya Management Theories and Prescriptions, dalam Salam (2002 : 91), adalah :

1. Kapasitas dalam bidang kecerdasan, kewaspadaan, kemampuan berbicara, keahlian dan kemampuan menilai.

2. Prestasi yang meliputi bidang gelar kesarjanaan dan ilmu pengetahuan.

3. Tanggung jawab, yaitu sifat dan karakteristik pribadi yang mandiri, berinisiatif, tekun, ulet, percaya diri, agresif dan punya hasrat unggul.

4. Partisipasi dalam arti aktif, punya sosiabilitas yang tinggi, mampu bergaul, kooperatif, mudah menyesuaikan diri dan punya rasa humor.

1.5.2.2. Sifat Kepemimpinan

Menurut Keith Davis dalam Sukanto Reksohardiprojo dan T. Hani Handoko (1997 : 285 – 287) mengikhtisarkan ada 4 ciri sifat utama yang mempunyai pengaruh terhadap kesuksesan kepemimpinan dalam organisasi yaitu:


(25)

1. Kecerdasan

Dalam penelitian-penelitian pada umumnya, seorang pemimpin mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi daripada pengikutnya.

2. Kedewasaan sosial dan hubungan sosial yang luas

Pemimpin cenderung mempunyai emosi yang stabil, matang dan mempunyai kegiatan dan perhatian yang luas.

3. Motivasi diri dan dorongan berprestasi

Pemimpin secara relatif mempunyai motivasi dan dorongan berprestasi yang tinggi. Mereka bekerja lebih untuk nilai intrinsik daripada ekstrinsik.

4. Sikap- sikap hubungan manusiawi

Seorang pemimpin yang sukses akan mengakui harga diri dan martabat pengikut-pengikutnya, mempunyai perhatian yang tinggi, dan berorientasi pada anggota organisasinya.

1.5.2.3. Tipe Kepemimpinan

Menurut House dan Mitchel dalam Thoha (1983 : 290 – 293) membagi 4 tipe kepemimpinan sebagai berikut :

1. Kepemimpinan direktif (directive leadership)

Yaitu bawahan tahu secara jelas apa yang diharapkan dari mereka dan perintah-perintah khusus apa yang diberikan oleh pemimpin. Disini tidak dikenal partisipasi bawahan atau bersifat autokratis.

2. Kepemimpinan suportif (Supportive Leadership)

Yaitu pemimpin selalu bersedia menjelaskan, bertindak sebagai rekanan dan mudah didekati.


(26)

3. Kepemimpinan partisipatif (Participative Leadership)

Yaitu pemimpin meminta dan menggunakan saran-saran bawahan, tetapi tetap berperan dalam pengambilan dan pembuatan keputusan.

4. Kepemimpinan berorientasi prestasi (Achievement Oriented Leadership)

Yaitu pemimpin mengajukan tantangan-tantangan dengan tujuan yang menarik bagi bawahan, dan merangsang bawahan untuk mencapai tujuan tersebut serta melaksanakannya dengan baik.

1.5.2.4. Gaya Kepemimpinan

Menurut Hersey dan Blanchard dalam Sutarto (1998 b : 737 – 738) mengkombinasikan prilaku tugas dengan prilaku hubungan, sehingga membedakan 4 gaya kepemimpinan sebagai berikut :

1. Telling

Yaitu gaya kepemimpinan dengan ciri-ciri : tinggi tugas dan rendah hubungan; pemimpin memberikan perintah khusus; pengawasan dilakukan secara ketat ; pemimpin menerangkan kepada bawahan apa yang harus dikerjakan, bagaimana cara mengerjakannya, kapan harus dilaksanakan dan dimana harus dilakukannya.

2. Selling

Yaitu gaya kepemimpinan dengan ciri-ciri : tinggi tugas dan tinggi hubungan; pemimpin menerangkan keputusan, memberikan pengarahan, dan komunikasi dilakukan secara 2 arah.


(27)

3. Participating

Yaitu gaya kepemimpinan dengan ciri-ciri tinggi hubungan dan rendah tugas; pemimpin maupun bawahan saling memberikan gagasan dan membuat keputusan bersama.

4. Delegating

Yaitu gaya kepemimpinan dengan ciri-ciri : rendah hubungan dan rendah tugas; pemimpin melimpahnya pembuatan keputusan dan pelaksanaan kepada bawahan.

I.5.3. Wanita

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (1988 : 1007), wanita berarti “perempuan dewasa” dan berdasarkan “Old Javanese English Dictionary” kata wanita berarti “yang diinginkan” (Zoetmulder, 1982). Dengan maksud bahwa wanita adalah sesuatu yang diinginkan pria. Wanita baru bisa diperhitungkan jika dan bila ia bisa dimanfaatkan oleh pria. Dengan demikian, kata ini berarti wanita hanya menjadi objek bagi pria. Berdasarkan etimologi rakyat Jawa (folk etimology, jarwodoso atau keratabasa, kata wanita dipersepsikan secara kultural sebagai “wani ditoto”; terjemahan leksikalnya ‘berani diatur’; terjemahan kontekstualnya ‘bersedia diatur’; secara sederhana berarti ‘tunduklah pada suami’ atau ‘jangan melawan pria’. Dalam hal ini wanita dianggap mulia bila tunduk dan patuh pada pria. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa wanita berarti “manusia yang bersikap halus, mengabdi dan setia pada tugas-tugas suami”. Suka dan tidak, inilah tugas dan lelakon yang harus dijalankan wanita. (Sadarwati D.


(28)

Jupriono dalam artikelnya Betina, Wanita, Perempuan : Telaah Semantik Leksikal, Semantik Historis, Pragmatik).

Situasi tersebut muncul dengan adanya struktur budaya yang dibuat oleh manusia. Data ini dapat ditelusuri melalui :

1. Struktur budaya patriarkhi yang muncul karena perubahan sosial ke arah masyarakat industri.

2. Struktur ekonomi yang menghasilkan suatu sistem yang merugikan wanita (urusan pangan dibebankan kepada wanita, wanita masuk kategori tenaga kerja kurang produktif, kesempatan memimpin bagi wanita banyak hambatannya).

3. Struktur sosial yang memunculkan hubungan hierarkis dalam keluarga sehingga wanita menjadi manusia nomor dua.

4. Struktur politik yang memunculkan sistem “kelembutan wanita” (sifat feminim) tidak pernah mendapat kesempatan untuk turut mengambil keputusan dalam bidang politik (contoh : Corry Aquino dikategorikan pemimpin yang tidak tegas, Megawati dinilai kapasitasnya meragukan, dst). 5. Struktur sosial religius, memunculkan pandangan “Perempuan yang

kehidupan religiusnya bermutu” adalah mereka yang menafsirkan Kitab Suci sebagai Sabda Tuhan, tanpa mempersoalkan budaya patriarkhat yang melatarbelakangi penulisan kitab tersebut.


(29)

I.5.4. Jabatan Publik

Kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggungjawab, wewenang dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam rangka suatu satuan organisasi disebut dengan jabatan. (PP Republik Indonesia No. 15 Tahun 1994). Jabatan dalam rangka satuan organisasi berfungsi menciptakan, menafsirkan dan memperkuat tata tertib yang mengikat anggota-anggota dalam sistem politik disebut dengan jabatan. Kumpulan jabatan dalam suatu sistem politik membentuk pemerintahan dari sistem itu, pemerintah berperan menetapkan aturan-aturan berperilaku bagi anggota masyarakat yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan masyarakat atau negara. Peranan itu meliputi bidang pembuatan undang-undang bekerjasama dengan lembaga Legislatif, menjalankan Undang-Undang dan peraturan lainnya sebagai wewenang dalam bidang eksekutif, serta bekerjasama dengan badan yudikatif mempertahankan undang-undang dan keputusan lainnya. Kesemuanya itu mengandung tujuan untuk menciptakan dan mengalokasikan nilai-nilai yang bersifat materiil maupun non materiil.

Jabatan publik adalah jabatan yang diduduki seseorang sebagai pejabat pemerintah. Dalam penelitian ini lebih menekankan pada jabatan struktural yang secara khusus penempatan wanita kedalam eselonering pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan. Sedangkan Jabatan Struktural menurut Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara No. 12 tahun 2002 adalah suatu kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang Pegawai Negeri Sipil dalam rangka menjalankan tugas pokok dan fungsi keahlian dan/atau keterampilan untuk mencapai tujuan organisasi.


(30)

Jadi jabatan publik dalam penelitian ini merupakan “kedudukan individu yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan haknya sebagai Pegawai Negeri Sipil dalam rangka menjalankan tugas pokok, fungsi dan keahlian serta keterampilan yang dimiliki untuk mencapai tujuan dari suatu organisasi”.

I.5.5. Peranan Kepemimpinan Wanita dalam Jabatan Publik

Peranan kepemimpinan wanita dalam jabatan publik dapat diartikan sebagai serangkaian prilaku yang dilakukan oleh wanita sesuai dengan kedudukannya sebagai pemimpin dalam jabatan publik.

Apabila wanita telah masuk dan terlibat dalam sektor publik khususnya memegang peranan sebagai pemimpin dalam jabatan publik, ada beberapa hal fundamental yang mempengaruhi posisinya, antara lain :

1) Nilai-nilai Sosial

Nilai sosial dimaksudkan sebagai pengendali perilaku manusia. Nilai sosial ini merupakan ukuran-ukuran didalam menilai tindakan dalam hubungannya dengan orang lain. Menurut Soedjito, dengan nilai-nilai sosial ini orang yang satu dapat memperhitungkan apa yang dilakukan oleh orang lain. Sementara Soejono Soekanto mendefenisikan sebagai konsepsi abstrak di dalam diri manusia mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk. Dari definisi di atas terlihat bahwa nilai-nilai sosial ini menjadi patokan atau ukuran dari masyarakat yang bersangkutan, yang bertujuan untuk mengadakan tata atau ketertiban.


(31)

Nilai-nilai yang ada dalam suatu masyarakat bersifat dinamis. Ia akan selalu mengalami perubahan, bersamaan dengan meningkatnya pengalaman, baik yang diperoleh dari luar masyarakatnya atau perkembangan pola pikir yang selaras dengan tuntutan jaman. Hal ini akan berakhir pada berubahnya nilai-nilai sosial yang dianut. Namun begitu ada nilai-nilai tertentu yang relatif sulit mengalami perubahan, misalnya agama.

Terjadinya perubahan tersebut, baik disengaja atau tidak, akan berpengaruh terhadap peran-peran yang harus dijalankan dalam institusi yang bersangkutan. Keluarga merupakan institusi terkecil dari masyarakat juga mengalami hal demikian. Beberapa peran tersebut ada yang kita warisi, ada yang kita ciptakan dan ada pula yang muncul bersamaan dengan aktifitas kita. (Brunetta R. Wolfman, 1992). Oleh karena itu peran-peran tersebut ditentukan oleh keluarga dan lingkungan budaya kita. Pertentangan timbul jika ketentuan peran dan perasaan kita sendiri tidak sama, sehingga mulai timbul konflik dalam menjalankan peran tersebut. Hal ini disebabkan tidak semua perubahan terjadi dengan mudah, masih dibutuhkan penyesuaian-penyesuaian yang seringkali menimbulkan konflik. Hal yang sama terjadi jika wanita memasuki sektor publik secara lebih khusus bila ia menempati posisi sebagai pemimpin dalam jabatan

publik, ia dinilai mendobrak kemampuan atas sistem nilai yang telah mengakar kuat.

2) Status Sosial

Setiap individu dalam masyarakat memiliki status sosialnya masing-masing. Status merupakan perwujudan atau pencerminan dari hak dan kewajiban individu dalam tingkah lakunya. Status sosial sering pula disebut sebagai


(32)

kedudukan atau posisi, peringkat seseorang dalam kelompok masyarakatnya. Pada semua sistem sosial, tentu terdapat berbagai macam kedudukan atau status, seperti anak, isteri, suami dan sebagainya.

Cara-cara individu memperoleh status atau kedudukan adalah sebagai berikut:

1. Ascribed Status adalah kedudukan yang diperoleh secara otomatis tanpa usaha

seperti : Jenis kelamin, gelar kebangsawanan, keturunan, dsb.

2. Achieved Status adalah kedudukan yang diperoleh seseorang dengan

disengaja, misalnya yang diperoleh melalui pendidikan dokter.

3. Assigned Status merupakan kombinasi dari perolehan status secara otomatis

dan status melalui usaha. Status ini diperoleh melalui penghargaan atau pemberian dari pihak lain, atas jasa perjuangan sesuatu untuk kepentingan atau kebutuhan masyarakat.

Kadangkala seseorang/individu dalam masyarakat memiliki dua atau lebih status yang disandangnya secara bersamaan. Apabila status-status yang dimilikinya tersebut berlawanan akan terjadi benturan atau pertentangan. Hal itulah yang menyebabkan timbul apa yang dinamakan Konflik Status. Jadi akibat yang ditimbulkan dari status sosial seseorang adalah timbulnya konflik status. Konflik status dapat digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu : (a) Konflik status bersifat ndividual, yaitu konflik status dirasakan seseorang dalam hatinya sendiri. (b) Konflik status antar individu terjadi antara individu yang satu dengan individu yang lain, karena status yang dimilikinya. (c) Konflik status antar kelompok karena kedudukan atau status yang terjadi antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.


(33)

Memilih sebagai wanita karier atau ibu rumah tangga merupakan persoalan (konflik status) yang harus dihadapi seorang wanita apabila ia masuk kedalam sektor publik dan menempati posisi sebagai pemimpin dalam jabatan publik.

3) Komunikasi

Komunikasi sangatlah penting bagi organisasi, sebagaimana diungkapkan oleh Chester Bernard (Thoha, 2001) bahwa setiap organisasi yang tuntas, komunikasi akan mendukung suatu tempat utama, karena susunan, keluasan, dan cakupan organisasi secara keseluruhan ditentukan oleh teknik komunikasi. Thoha juga mengatakan bahwa komunikasi sangat penting mengingat suatu program hanya dapat dilaksanakan dengan baik apabila program jelas bagi pelaksana, hal ini menyangkut penyampaian informasi, kejelasan dan informasi yang disampaikan dan konsistensi dari informasi tersebut. Komunikasi juga bertujuan untuk mengembangkan suatu iklim yang mengurangi tekanan dan konflik di dalam masyarakat, maka komunikasi tidak hanya harus datang dari atas, melainkan timbal balik.

Menurut Tubbs dan Moss (1996 : 164), komunikasi organisasi didefinisikan sebagai komunikasi insani yang terjadi dalam konteks organisasi. Disebut demikian karena manusialah yang berkomunikasi dalam organisasi tersebut atau antara manusia anggota organisasi yang satu dengan yang lainnya dan bukan organisasinya sendiri. Ciri-ciri utama dari komunikasi organisasi ini adalah faktor-faktor struktural yang ada dalam organisasi yang mengharuskan para anggotanya bertindak sesuai dengan peranan yang diharapkan.


(34)

Dalam organisasi, komunikasi memiliki empat fungsi. Pertama, menyediakan informasi yang sesuai dengan kebutuhan anggota organisasi untuk membuat keputusan. Kedua, sebagai alat untuk memotivasi anggota. Komunikasi dibutuhkan untuk menjelaskan tujuan organisasi, memberikan umpan balik

terhadap pencapaian tujuan dan penguatan terhadap perilaku anggota. Ketiga, sebagai alat untuk mengendalikan perilaku. Keempat, sebagai media

untuk mengungkapkan emosi antara lain rasa kecewa, rasa puas an lain-lain.

Nitisemito (1996 : 34) mengemukakan bahwa apabila kita mampu melaksanakan komunikasi dengan baik dan sarat dengan pesan-pesan yang komunikatif, akan diperoleh keuntungan-keuntungan tertentu yaitu :

1. Kelancaran tugas-tugas lebih terjamin 2. Biaya-biaya dapat ditekan

3. Dapat meningkatkan partisipasi

4. Pengawasan dapat dilakukan dengan baik

Dari penjelasan di atas komunikasi merupakan faktor yang sangat penting dalam organisasi yang baik secara langsung maupun secara tidak langsung mempengaruhi posisi wanita sebagai pemimpin dalam jabatan publik. Jika seseorang dapat mencapai kekuasaan atas kemampuannya sendiri, hal ini disebabkan karena ia mampu membangun basis kekuasaan keorganisasian karena ditunjang oleh arus komunikasi yang efektif.


(35)

4) Pendidikan

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Miriam Budihardjo (1998), bahwa : “Pendapatan (income), pendidikan dan status merupakan faktor penting dalam proses memperoleh jabatan atau dengan kata lain, orang yang berpendapatan tinggi, yang berpendidikan tinggi, dan berstatus sosial tinggi. Cenderung lebih banyak daripada orang yang berpendapatan serta pendidikan yang rendah”.

Peningkatan peranan wanita dalam dunia kerja ternyata ditunjang dengan peningkatan tingkat pendidikan wanita. Mereka yang berpendidikan cukup tinggi memiliki pengetahuan dan informasi lebih baik dibandingkan mereka yang berpendidikan lebih rendah atau tidak sekolah. Dengan model tersebut, mereka yang berpendidikan tinggi lebih memahami makna kehidupan politik sehingga lebih cenderung terlibat dalam kegiatan publik. Pekerjaan yang lebih baik yang dimiliki seseorang mencerminkan kemampuan orang tersebut, terutama dalam tingkat intelektual dan kemampuan pribadi lainnya.

Bagi wanita yang memilih bekerja setelah mengenyam pendidikan tinggi, kemungkinan besar akan mendapat dukungan dari sebagian masyarakat yang beranggapan bahwa sekolah atau pendidikan adalah untuk mencari pekerjaan. Pekerjaan dianggap sebagai pemberi status, seperti yang dikemukakan oleh seorang wanita sebagai berikut :

“Walau bermimpi menjadi ibu rumah tangga, saya ragu apakah orang masih memandang saya kalau berhenti bekerja karena pekerjaan memberi

saya status,”

Deborah, 24 tahun editor (Kosmopolitan : 2000; 167)

Sementara bagi wanita yang memilih mendidik anak, keluarga atau bekerja di sektor informal di luar kantor, kemungkinan besar akan mendapat tantangan dari kelompok masyarakat yang menganggap sekolah adalah untuk mencari pekerjaan. Namun akan mendapat dukungan bagi mereka yang


(36)

berpendapat bahwa ilmu adalah harta yang paling bernilai dan akan semakin bernilai jika diamalkan dalam ruang lingkup yang tak terbatas pada ruang kantor semata.

Ada kalanya seorang wanita benar-benar ingin menjadi ibu rumah tangga seratus persen dengan tujuan dapat lebih berkonsentrasi mengikuti perkembangan anak dengan bekal pendidikan yang dimiliki. Namun keinginan itu seringkali harus berhadapan dengan ‘keinginan’ masyarakat Indonesia secara umum, karena diaku atau tidak, ada perubahan nilai yang terjadi di masyarakat yaitu dari wanita sebagai pengurus rumah tangga yang tidak memerlukan pendidikan tinggi menjadi wanita yang harus sekolah untuk kelak juga bekerja di kantor dan terpanang.

“Buat apa sekolah susah-susah kalau Cuma di rumah mengurus anak?!” Kurang

lebih begitulah tanggapan yang akan didengar jika melihat seorang wanita berpendidikan tinggi yang memilih menjadi ibu rumah tangga. Perbedaan pandangan yang terjadi baik pada masyarakat luas maupun wanita berpendidikan itu sendiri tidak lepas dari latar belakang budaya yang ada.

5) Pengalaman Kerja

Ada dua sudut pandang yang berbeda yang menyebabkan para wanita memilih untuk tetap bekerja meskipun sudah menikah. Pertama untuk meningkatkan standar ekonomi keluarga dalam arti karena adanya kebutuhan ekonomi, dan yang kedua untuk meningkatkan kualitas hidup seperti keinginan untuk memuaskan diri sendiri, ketertarikan dalam melakukan sesuatu, atau mengaktualisasikan kemampuan yang ada.


(37)

Uang bukanlah satu-satunya motif bagi wanita untuk bekerja, tapi lebih pada pemenuhan kebutuhan intelektual atau kebutuhan untuk berprestasi. Ada pula wanita yang sebenarnya tidak terlalu berambisi terhadap profesi atau pekerjaan tetapi tetap melanjutkan bekerja meskipun sudah menikah. Hal ini terjadi karena para wanita ini telah terbiasa bekerja dan tidak terbiasa untuk diam di rumah sebagai ibu rumah tangga biasa.

Pengalaman kerja menentukan kesuksesan seseorang dalam karir yang dipengaruhi oleh bentuk dan jenis tugas serta jenis pekerjaan yang spesifik, sehingga mendorong orang mencapai penyelesaian yang sempurna dan lebih baik dibandingkan orang lain, Penelitian dari Mc. Enery & Ms. Enery (Arnold & Davey, 1992) menunjukkan bahwa keinginan untuk sukses dalam karir mendorong seseorang mencari jalan untuk berkembang melalui pelatihan-pelatihan serta lebih suka memilih tugas-tugas yang penuh tantangan (Hellman, Rivero, & Brett, dalam Arnold & Davey, 1992).

Berdasarkan uraian di atas, ada beberapa kendala yang dihadapi oleh wanita yang menempati posisi sebagai pemimpin dalam jabatan publik. Kendala tersebut dapat dibedakan ke dalam tiga kelompok yaitu : (1) kendala yang bersifat internal, (2) kendala yang bersifat eksternal, dan (3) kendala yang merupakan interaksi antara kedua hal tersebut. (Dan Bachor dan Durri Andriani dalam Jurnal No.5 “Analisis Kendala yang Dihadapi Pejabat di Lingkungan perguruan Tinggi di Indonesia”).


(38)

I.6. Definisi Konsep

Menurut Effendi, konsep adalah abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok atau individu tertentu (Singarimbun, 1989 : 480). Beliau juga mengatakan bahwa guna menghindari kesalahan-kesalahan pengertian atau penafsiran, maka perlu kiranya dikemukakan batasan-batasan dari konsep dalam penelitian lapangan tersebut.

Untuk mendapatkan batasan yang jelas dari masing-masing konsep yang diteliti, maka dalam hal ini penulis mengemukakan defenisi dari konsep yang dipergunakan, yaitu :

- Jabatan publik yaitu kedudukan individu yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan haknya sebagai Pegawai Negeri Sipil dalam rangka menjalankan tugas pokok, fungsi dan keahlian serta keterampilan yang dimiliki untuk mencapai tujuan dari organisasi.

- Peranan kepemimpinan wanita dalam jabatan publik yaitu serangkaian prilaku yang dilakukan oleh wanita sesuai dengan kedudukannya sebagai pemimpin dalam jabatan publik.

I.7. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah unsur-unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana cara mengukur suatu variabel sehingga dalam pengukuran ini dapat diketahui indikator-indikator apa saja yang melekat dalam variabel sebagai pendukung untuk dianalisis ke dalam variabel tersebut.


(39)

Adapun yang menjadi indikator dari “Peranan Kepemimpinan Wanita Dalam Jabatan Publik” adalah :

1) Gaya kepemimpinan, yang menjadi indikatornya antara lain : a. Kepemimpinan direktif

b. Kepemimpinan supportif c. Kepemimpinan partisipatif

d. Kepemimpinan berorientasi prestasi

2) Sifat kepemimpinan yang menjadi indikatornya antara lain : a. Kecerdasan

b. Kedewasaan sosial dan hubungan sosial yang luas c. Motivasi diri dan dorongan berprestasi

d. Sikap-sikap hubungan manusiawi

3) Gaya kepemimpinan, yang menjadi indikatornya antara lain :

a. Telling

b. Selling

c. Participating


(40)

I.8. Sistematika Penulisan BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, landasan teori, definisi konsep, definisi operasional dan sistematika penulisan.

BAB II : METODE PENELITIAN

Bab ini terdiri dari metode penelitian, populasi penelitian, teknik penbarikan sampel, teknik pengumpulan data dan metode analisa data.

BAB III : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang gambaran umum lokasi penelitian dimana peneliti melakukan penelitian.

BAB IV : PENYAJIAN DATA

Bab ini berisikan penyajian data-data yang diperoleh dari lapangan, kemudian mentabulasikannya.

BAB V : ANALISA DATA

Bab ini berisikan analisa data dari setiap data yang diperoleh dari lokasi penelitian.

BAB VI : PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran-saran dari hasil penelitian yang dilakukan.


(41)

BAB II

METODE PENELITIAN

II.1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk penelitian deskriptif dengan analisa kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai suatu variabel tanpa membuat perbandingan, ataupun menghubungkan antara variabel yang satu dengan variabel yang lain (Sugiono, 2005 : 12). Penelitian deskriptif ini memusatkan perhatian terhadap masalah-masalah atau fenomena-fenomena yang ada pada saat penelitian dilakukan atau masalah yang aktual, kemudian menggambarkan fakta tentang masalah yang diselidiki tersebut, sebagaimana adanya diiringi dengan interprestasi.

II.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan mengambil lokasi di Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan.

II.3. Populasi dan Sampel II.3.1. Populasi

Menurut Sugiarto (2005 : 90) populasi adalah wilayah generalis yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk mempelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.


(42)

Nazir (Ridwan : 2004 : 6) mengatakan bahwa populasi berkenaan dengan data, bukan orang atau benda. Selain itu Nawawi (Ridwan : 2004 : 6) menyebutkan bahwa populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin baik. Hasil menghitung ataupun pengukuran kuantitatif maupun kualitatif daripada karakteristik tertentu mengenai sekumpulan objek yang lengkap.

Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti menetapkan yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pegawai Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan yang berjumlah 130 orang. Populasi ini diambil berdasarkan data yang diperoleh dari Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan Tahun 2008.

II.3.2. Sampel

Menurut Singarimbun (1989 : 53) sampel diartikan sebagai bagian dari populasi yang menjadi sumber data yang sebenarnya dengan kata lain sampel adalah bagian dari populasi.

Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti menentukan sampel dari Pegawai Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan dengan menggunakan teknis purposive sampling yaitu penentuan sampel tidak didasarkan atas strata, pedoman atau wilayah, tetapi berdasarkan atas adanya tujuan tertentu dan tetap berhubungan dengan permasalahan penelitian untuk dijadikan sebagai Key Informan. Dan yang dijadikan sebagai key informan dalam penelitian ini adalah pihak-pihak yang terkait, yang terdiri dari 23 orang antara lain adalah :

1. Kepala Kantor : 1 orang 2. Kasi Pemeriksaan : 1 orang 3. Kasi pelayanan : 1 orang


(43)

II.4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan menggunakan 2 cara, yaitu :

1. Pengumpulan data primer

Pengumpulan data primer, adalah data yang diperoleh langsung oleh sumbernya atau dari pihak-pihak yang berwenang terhadap masalah yang hendak dibahas, yaitu data yang diperoleh melalui kegiatan penelitian langsung ke lokasi penelitian (Field Research) untuk mencari data-data yang lengkap dan berkaitan dengan masalah yang diteliti dilakukan melalui :

a. Wawancara (interview)

Yaitu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan informasi secara langsung dengan mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan kepada responden. Melalui wawancara, informasi-informasi dari responden dapat digali lebih mendalam.

b. Angket (Quesioner)

Yaitu pemberian daftar pertanyaan kepada responden yang dilengkapi dengan beberapa alternatif pertanyaan.

c. Observasi

Yaitu pengamatan langsung yang dilakukan oleh peneliti dilokasi penelitian sehingga data yang didapat adalah data yang akurat.


(44)

2. Pengumpulan data sekunder

Pengumpulan data sekunder adalah data-data kepustakaan yang relevan dengan penelitian, dilakukan melalui :

a. Studi Kepustakaan

Yaitu dengan mempelajari buku-buku atau literatur, peraturan perundang-undangan, keterangan lain yang ada hubungannya dengan obyek yang diteliti. Studi kepustakaan sangat diperlukan sebagai langkah awal untuk memulai penelitian.

b. Studi Dokumentasi

Teknik ini dilakukan dengan menelaah catatan tertulis, arsip yang menyangkut masalah yang diteliti yang ada pada instansi terkait.

II.5. Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisa data kualitatif, yakni dengan menyajikan data-data yang diperoleh dari lapangan, lalu dilakukan analisis terhadap permasalahan yang telah diteliti sebelumnya. Untuk variabel jabatan publik disajikan dengan bentuk hasil wawancara, karena menggunakan teknik wawancara. Sedangkan untuk variabel kepemimpinan wanita disajikan dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi karena diukur melalui teknik angket (quesioner). Data-data yang diperoleh tersebut, kemudian dianalisis berdasarkan kemampuan nalar peneliti dalam menghubungkan fakta, data dan informasi sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang objek yang diteliti kemudian diambil kesimpulan dari penelitian.


(45)

BAB III

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

III.1. Departemen Keuangan

III.1.1. Gambaran Umum Departemen Keuangan

Berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 102 Tahun 2001 tentang kedudukan, tugas, fungsi, kewenangan, susunan organisasi dan tata kerja departemen yang telah diubah beberapa kali terakhir dengan Kepres Nomor 35 Tahun 2004, Departemen Keuangan merupakan unsur pelaksana pemerintah dipimpin oleh seorang Menteri yang berada dan bertanggung jawab kepada Presiden.

Departemen Keuangan sebagai salah satu departemen yang bertugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian tugas pemerintahan dibidang keuangan dan kekayaan negara.

Secara fungsional Departemen Keuangan menyelenggaraan fungsi :

1. Pelaksanaan urusan pemerintahan dibidang keuangan negara dan kekayaan negara.

2. Pembinaan dan pelaksanaan dibidang penerimaan negara yang berasal dari pajak, bukan pajak, minyak dan pungutan ekspor.

3. Pembinaan dan pelaksanaan dibidang kepabean dan cukai

4. Pembinaan dan pelaksanaan penyusunan tata keuangan, Rencana Anggaran dan Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah serta pelaksanaan APBN.


(46)

5. Pembinaan dan pelaksanaan dibidang lembaga keuangan bukan bank, akuntansi dan penilai.

6. Pembinaan dan pelaksanaan dibidang perbendaharaan negara, akuntansi pemerintah dan pelaporan keuangan pemerintah.

7. Pembinaan dan pelaksanaan pengurusan piutang negara macet dan lelang. 8. Pembinaan dan pengawasan dibidang pasar modal.

9. Pengkajian masalah-masalah ekonomi, keuangan dan fiskal serta kerjasama keuangan internasional.

10.Pembinaan dan pelaksanaan sistem informasi dan teknologi keuangan.

11.Pembinaan dan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tertentu dalam rangka mendukung kebijakan dibidang keuangan negara.

12.Koordinasi pelaksanaan tugas serta pembinaan dan pemberian dukungan administrasi departemen.

13.Pelaksanaan pengawasan fungsional

III.1.2. Visi dan Misi Departemen Keuangan III.1.2.1. Visi

Untuk melaksanakan tugas pemerintahan di bidang keuangan dan kekayaan negara, cita-cita yang akan diwujudkan di masa depan atau visi Departemen Keuangan adalah : menjadi pengelola keuangan dan kekayaan negara bertaraf Internasional yang dipercaya dan dibanggakan masyarakat, serta instrumental bagi proses transformasi bangsa menuju masyarakat adil dan makmur dan berperadaban tinggi.


(47)

Dalam era globaliasi sekarang ini setiap insan Departemen Keuangan harus berpandangan jauh ke depan, berupa meningkatkan kualitas dirinya agar semakin profesional sehingga mampu bersaing di percaturan global. Terkait dengan hal itu aparat Departemen Keuangan harus terdorong agar meningkatkan integritas dan kredibilitasnya sehingga dipercaya dan dibanggakan masyarakat serta bekerja secara profesional dan efisien untuk mendukung tercapainya masyarakat adil dan makmur serta berperadaban tinggi (masyarakat madani).

Menyangkut ungkapan “pengelola keuangan dan kekayaan negara”

dalam visi di atas adalah sebagai lembaga/institusi yang mempunyai tugas menghimpun dan mengalokasikan keuangan negara, yaitu semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang. “Bertaraf Internasional”

dalam visi di atas artinya tidak berbeda dengan lembaga/institusi yang ada di negara lain, yang didukung oleh sumber daya manusia yang profesional dan berorientasi pada pelayanan prima. Sedangkan yang dimaksud dengan ungkap

“dipercaya dan dbanggakan masyarakat” adalah bahwa dalam pengelolaan

keuangan negara harus dilakukan secara transparan yang berarti seluruhnya dilakukan melalui APBN, baik melalui sumber-sumber penerimaan negara maupun pengeluarannya. Selain itu juga memberikan informasi secara terbuka kepada masyarakat mengenai perkembangan indikator besaran ekonomi makro (PDB) yang terbaru, perkembangan moneter, yang dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat. Dalam kebijakan mikro adalah menginformasikan secara terbuka kepada masyarakat mengenai keadaan sesungguhnya dari perusahaan (swasta/BUMN), mengembangkan mekanisme yang transparan dalam bidang investasi, menyederhanakan mekanisme perizinan, serta keterbukaan terhadap


(48)

keuangan perusahaan pemerintah, swasta, dan perbankan (selaras dengan Undang-Undang Perbankan) mengembangkan transparansi dalam pengambilan kebijakan, baik untuk pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

III.1.2.2. Misi

Untuk mewujudkan visi yang telah ditetapkan, maka misi merupakan pernyataan dan penetapan tujuan instansi pemerintah, sasaran yang ingin dicapai serta mengarahkan bidang kegiatan yang akan dilaksanakan. Visi tersebut dituangkan ke dalam misi yang meliputi misi di bidang fiskal, ekonomi, politik, sosial budaya, dan kelembagaan yang selengkapnya diuraikan sebagai berikut : 1. Misi Fiskal

Mengembangkan kebijakan fiskal yang sehat, terpercaya, dan berkesinambungan serta mengelola kekayaan negara dan hutang negara secara hati-hati (prudent) bertanggung jawab dan transparan.

Krisis moneter yang menyebar ke berbagai sektor ekonomi dipicu oleh krisis kepercayaan terhadap mata uang rupiah. Krisis ekonomi tersebut telah memperburuk kinerja dan prospek ekonomi nasional sehingga menuntut adanya pengelolaan kebijaksanaan fiskal yang efisien, transparan, dan akuntabel untuk dapat mempercepat proses pemulihan ekonomi nasional serta untuk melindungi rakyat yang kondisinya sangat parah sebagai akibat krisis yang berkepanjangan tesebut. Oleh karena itu kebijaksanaan fiskal yang efisien, transparan, dan akuntabel untuk dapat mempercepat proses pemulihan ekonomi nasional serta untuk melindungi rakyat yang kondisinya sangat parah sebagai akibat krisis yang berkepanjangan. Oleh karena itu kebijakan fiskal


(49)

diarahkan kepada usaha-usaha stabilisasi dan penggerakkan perekonomian serta pemberdayaan dan mengembangkan ekonomi rakyat dengan “fiscal sustainability”.

Dalam pengelolaan kebijakan fiskal juga diupayakan untuk tetap melaksanakan good governance, antara lain dengan meningkatkan

akuntabilitas dan transparansi serta bersinergi dengan berbagai kebijakan di bidang lain, seperti moneter, perdagangan, luar negeri, neraca pembayaran,

nilai tukar, dan lalu lintas devisa.

2. Misi bidang ekonomi

Mengatasi masalah ekonomi bangsa.

Mengatasi ekonomi bangsa berarti secara proaktif senantiasa mengambil peran strategis dan upaya membangun ekonomi bangsa, yang mempu mengantarkan bangsa Indonesia menuju masyarakat yang dicita-citakan konstitusi. Dengan demikian Departemen Keuangan harus mampu mengatasi masalah ekonomi jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang dengan sumber daya yang dimiliki serta dengan optimisme untuk mewujudkan kemandirian ekonomi yang akan membawa masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang adil dan makmur.

3. Misi sosial budaya

Mengembangkan masyarakat finansial yang berbudaya dan modern

Misi ini dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat di bidang finansial yang disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.


(50)

4. Misi politik

Mendorong proses demokratisasi fiskal dan ekonomi serta meningkatkan kesadaran pertanggungjawaban publik dan transparansi baik dibidang fiskal maupun ekonomi.

Makna misi ini adalah penyiapan peraturan dan perundang-undangan baik fiskal maupun ekonomi sesuai dengan/mendukung demokrasi.

5. Misi kelembagaan

Senantiasa memperbaharui diri (self reinventing) sesuai dengan aspirasi masyarakat dan perkembangan mutakhir teknologi keuangan dan administrasi publik.

Misi kelembagaan ini mengandung makna bahwa pembenahan dan pembangunan kelembagaan di bidang keuangan yang baik dan kuat akan memberikan dukungan dan pedoman pelaksanaan yang nasional dan adil. Upaya ini juga perlu didukung oleh pelaksana yang potensial dan mempunyai integritas yang tinggi. Institusi-institusi yang berfungsi dengan baik akan meningkatkan daya saing nasional yang pada gilirannya akan meningkatkan ketahanan nasional.

Departemen keuangan sebagai departemen yang bertugas melaksanakan tugas umum pemerintahan d bidang keuangan negara berarti menjadi pengelola keuangan negara sekaligus mengelola kekayaan negara.

Dalam pengelolaan keuangan negara berbagai sasaran yang akan dicapai antara lain penyempurnaan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan keuangan negara, pengelolaan keuangan negara secara transparan (seluruhnya melalui APBN), penyusunan APBN yang realistis, percepatan


(51)

proses privatisasi, dan penjualan asset BUMN, meningkatkan likuiditas pasar sekunder obligasi pemerintah. Di bidang pengelolaan kekayaan negara sasaran yang dituju antara lain adalah tersusunnya pedoman manajemen aset negara yang kredibel, terwujudnya pemulihan dan penjualan aset negara, terlaksananya implementasi Sistem Akuntansi Pemerintah.

Sasaran-sasaran tersebut baik di bidang pengelolaan keuangan negara maupun kekayaan negara, semuanya ditugaskan dalam upaya mengurangi ketergantungan terhadap pinjaman luar negeri, meningkatkan derajat kebebasan dalam menggunakan APBN serta meningkatkan dan menciptakan disiplin anggaran.

III.2. Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan

III.2.1. Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan

Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan merupakan bagian organisasi dari Departemen Keuangan di daerah. Penyelenggaraan bidang pemerintahan yang menjadi wewenang pemerintah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dilaksanakan dilingkungan Departemen Keuangan melalui instansi vertikal. Pembentukan dan susunan oragnisasi, formasi dan tata laksana instansi vertikal dilingkungan departemen ditetapkan dengan keputusan Presiden.

Instansi vertikal departemen merupakan penyelenggara tugas pokok dan fungsi departemen didaerah/wilayah. Instansi vertikal departemen dapat berupa Kantor Wilayah Departemen atau Kantor Wilayah Direktorat Jenderal.


(52)

di lingkungan Departemen Keuangan ditetapkan dengan Keputusan Presiden Nomor 84 Tahun 2001, yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keppres Nomor 37 Tahun 2004 tanggal 10 Mei 2004, yang terdiri dari instansi vertikal Ditjen Perbendaharaan, Ditjen Pajak, Ditjen Bea dan Cukai, Ditjen Piutang dan Lelang Negara.

III.2.2. Instansi Vertikal

Instansi vertikal adalah penyelenggara tugas dan fungsi departemen didaerah. Instansi vertikal departemen dapat dibedakan dalam 2 macam :

a. Integrated Type Department

Ciri dari tipe ini instansi vertikalnya mempunyai sifat yang sejenis dalam melakukan tugas dan fungsinya. Penyelenggara tugas dan fungsi departemen didaerah dilaksanakan oleh Kantor Wilayah Departemen.

b. Holding Company Type Department

Pada tipe ini dalam melakukan tugas dan fungsinya mempunyai sifat dan jenis yang berbeda-beda satu sama lain.

Penyelenggara tugas dan fungsi departemen didaerah dilaksanakan oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal.

Untuk membentuk sinergi antar unit-unit instansi vertikal di daerah, sesuai tugas pokok dan fungsinya. Pada departemen Tipe Holding Company unit-unit instansi vertikalnya dikoordinasikan oleh seorang kepala instansi vertikal.

Untuk melaksanakan tugas dan fungsi Departemen Keuangan didaerah dilakukan oleh instansi vertikal dari keempat unit instansi pusat menurut Keppres Nomor 37 tahun 2004 tanggal 10 Mei 2004 terdiri dari :


(53)

1. Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan 2. Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak

3. Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

4. Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara

III.2.3. Tugas Pokok dan Fungsi

Kantor Pelayanan Pajak mempunyai tugas melaksanakan pelayanan, pengawasan administratif, dan pemeriksaan sederhana terhadap wajib pajak dibidang pajak penghasilan. Pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atasa barang mewah dan pajak tidak langsung lainnya dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam melaksanakan tugas tersebut, Kantor Pelayanan Pajak menyelenggarakan fungsi :

1. Pengumpulan, pencarian dan pengolahan data, pengamatan potensi perpajakan serta penyajian informasi perpajakan.

2. Penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan.

3. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan serta penerimaan surat lainnya.

4. Penyuluhan perpajakan

5. Pelaksanaan registrasi wajib pajak 6. Pelaksanaan ekstensifikasi

7. Penatausahaan piutang pajak dan pelaksanaan penagihan pajak 8. Pelaksanaan pemeriksaan pajak


(54)

10.Pelaksanaan konsultasi perpajakan 11.Pelaksanaan intensifikasi

12.Pelaksanaan administrasi Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan

Dari masing-masing susunan organisasi dari Kantor Pelayanan Pajak mempunyai tugas pokok dan fungsi antara lain :

A. Sub Bagian Umum Melakukan urusan : 1. Kepegawaian 2. Keuangan 3. Tata Usaha 4. Rumah Tangga

B. Seksi Pengolahan Data dan Informasi

1. Melakukan pengumpulan, pencarian dan pengolahan data 2. Pengamatan potensi perpajakan

3. Penyajian informasi perpajakan 4. Perekaman dokumen perpajakan 5. Pelayanan dukungan teknis komputer

6. Pemantauan aplikasi e-SPT dan e-filing serta 7. Penyiapan laporan kinerja

C. Seksi Pelayanan

1. Melakukan penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan 2. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan

3. Penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan serta penerimaan surat lainnya.


(55)

4. Penyuluhan perpajakan

5. Pelaksanaan registrasi wajib pajak serta 6. Melakukan kerjasama perpajakan D. Seksi Penagihan

1. Melakukan urusan penatausahaan piutang pajak 2. Penundaan dan angsuran tunggakan pajak 3. Penagihan aktif

4. Usulan penghapusan piutang pajak serta 5. Penyimpanan dokumen-dokumen penagihan E. Seksi Pemeriksaan

1. Membuat rencana kerja seksi pemeriksaan

2. Membuat penyesuaian rencana kerja pemeriksaan pajak 3. Menyusun daftar nominatif wajib pajak yang akan diperiksa

4. Menyiapkan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3), pemberitahuan tentang pemeriksaan pajak kepada wajib pajak.

5. Membuat laporan kegiatan pemeriksaan

6. Melakukan pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan 7. Melaksanakan penelitan permohonan Wajib Pajak Patuh 8. Melaksanakan administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya

9. Menyiapkan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3) dalam rangka penagihan pajak

10.Membuat usulan penyidikan bukti permulaan tindak pidana sesuai ketentuan yang berlaku.


(56)

11.Membuat tanggapan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dari aparat pengawasan fungsional dan pengawasan masyarakat yang berkaitan dengan seksi pemeriksaan.

12.Membuat laporan/surat tanggapan atas permasalahan yang berkaitan dengan seksi pemeriksaan.

13.Membuat laporan berkala seksi pemeriksaan F. Seksi Pengawasan dan Konsultasi

1. Penyusunan rencana kerja seksi Waskon 2. Penyusunan estimasi penerimaan pajak 3. Pengawasan formal wajib pajak

4. Penelitian dan analisa kepatuhan material wajib pajak 5. Bimbingan/himbauan mengenai ketentuan perpajakan 6. Konsultasi teknis perpajakan

7. Pembuatan/pemutakhiran profil wajib pajak

8. Pembuatan surat pemberitahuan besarnya angsuran PPH berdasarkan data yang diterima.

9. Pembuatan surat pemberitahuan besarnya angsuran PPH

10.Pembuatan uraian penelitian pembebasan/pengurangan angsuran PPH 11.Kunjungan kerja ke lokasi wajib dalam rangka pengawasan dan

pemutakhiran data wajib pajak.

12.Penyusunan Not Hit dalam rangka penerbitan STP 13.Proses pembetulan ketetapan pajak

14.Penyusunan konsep surat usulan wajib pajak/PKP fiktif. 15.Penghitungan PLB


(57)

16.Penelitian dan penerbitan bukti Pbk berdasarkan permohonan wajib pajak. 17.Penelitian bukti Pbk secara jabatan

18.Penyusunan konsep SKPPKP sesuai dengan ketentuan 19.Penyusunan konsep SKPKPP

20.Penyusunan konsep SPMKP sesuai ketentuan 21.Penyusunan konsep SKPIB sesuai ketentuan 22.Penyusunan konsep SKPIB sesuai ketentuan 23.Penelitian untuk mengusulkan wajib pajak patuh

24.Penelitian dalam rangka penerbitan SKP Pot put PPh dan pemungutan PPN

25.Penelitian untuk mengusulkan penerbitan SKF non bursa sesuai ketentuan 26.Penelitian untuk mengusulkan penerbitan SKF bursa

27.Penelitian dalam rangka penerbitan SKPPS

28.Penelitian dalam rangka penerbitan surat izin penggunaan mesin teraan materai, pembubuhan tanda bea materai lunas dengan teknologi percetakan dan pembubuhan tanda bea materai lunas dengan sistem komputerisasi. 29.Pencabutan ijin penggunaan mesin teraan materai, pembubuhan tanda bea

materai lunas dengan teknologi percetakan dan pembubuhan tanda bea materai lunas dengan sistem komputerisasi.

30.Pelaksanaan pembukaan segel mesin teraan dan pembuatan BA pembukaan segel mesin teraan.

31.Pengalihan saldo bea materai dengan mesin teraan, pengalihan saldo bea materai dengan teknologi percetakan dan pengalihan saldo bea materai dengan sistem komputerisasi


(58)

32.Pelaksana rokonsiliasi data WP (data Matching)

33.Usulan pemeriksaan dan atau penyidikan sesuai dengan ketentuan

34.Pembuatan uraian pelaksanaan putusan banding atau putusan PK Mahkamah Agung

35.pembuatan konsep evaluasi, putusan banding atau putusan PK Mahkamah Agung.

36.Pembuatan ijin perubahan tahun buku dan metode pembukuan pertama. 37.Penyusunan konsep LHP dari aparat pengawasan fungsional dan

pengawasan masyarakat yang berkaitan dengan seksi pengawasan dan konsultasi.

38.Penyusunan konsep surat tanggapan atas permasalahan yang berkaitan dengan seksi pengawasan dan konsultasi.

39.membimbing pegawai pada seksi pengawasan untuk meningkatkan motivasi dan prestasi kerja.

40.Penyusunan laporan berkala seksi pengawasan dan konsultasi sebagai bahan penyusunan laporan berkala kantor pelayanan pajak.


(59)

III.2.4. Struktur Organisasi

Gambar 3.1.

Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan

Sumber : Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan, 2008 Kepala Kantor

Sub Bagian Umum

Kasi Penagihan

Kasi Pelayanan

Kasi Pemeriksaan

Kasi Pengolahan data

dan informasi

Kasi Pengawasan dan

Konsultasi I

Kasi Pengawasan dan

Konsultasi II

Kasi Pengawasan dan

Konsultasi III

Kasi Pengawasan dan

Konsultasi IV

Kelompok Jabatan Fungsional


(60)

BAB IV

PENYAJIAN DATA

IV.1. Data Pribadi Responden

Tabel 4.1.

Tabulasi Data Pribadi Responden No.

Responden

Umur (Tahun) Golongan Kerja Masa Kerja Jenis

Kelamin 20-25 26-30 31-35 36 keatas

A1-4 B1-4 C1-4 D1-4 1-5 6-10 11-15 16-20 Pr Lk

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2

1 1 1 1 1

2 1 1 1 1

3 1 1 1 1

4 1 1 1 1

5 1 1 1 1

6 1 1 1 1

7 1 1 1 1

8 1 1 1 1

9 1 1 1 1

10 1 1 1 1

11 1 1 1 1

12 1 1 1 1

13 1 1 1 1

14 1 1 1 1

15 1 1 1 1

16 1 1 1 1

17 1 1 1 1

18 1 1 1 1

19 1 1 1 1

20 1 1 1 1

Frek. 6 6 5 3 2 6 6 6 5 9 6 0 5 15 Sumber : Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan, 2008


(61)

Gambar 4.1. Persentase Umur Responden

Gambar 4.2. Persentase Golongan Kerja

10%

30%

30% 30%

A1-4 B1-4 C1-4 D1-4

30%

30% 25%

15%

20-25 Tahun 26-30 tahun 31-35 Tahun 36 Tahun ke Atas


(62)

Gambar 4.3. Persentase Masa Kerja

Gambar 4.4. Persentase Jenis Kelamin

25%

45% 30%

1-5. 6-10. 11-15.

25%

75%

Perempuan Laki-laki


(63)

IV.2. Hasil Wawancara Dengan Kepala Kantor Sebagai Atasan Kerja Mengenai Kepemimpinan Wanita di Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan

1. Berapakah jumlah pegawai yang ada di Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan ini ?

Jawab : Berdasarkan pada data laporan yang saya terima, pegawai yang ada di Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan ini berjumlah 130 orang. Akan tetapi, jumlah pegawai tersebut dapat saja terjadi perubahan yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti adanya pegawai yang mengundurkan diri, dipecat, pensiun dan lain sebagainya.

2. Berapakah jumlah Pegawai Wanita yang menduduki jabatan sebagai pemimpin di Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan ini ?

Jawab : Jumlah Pegawai Wanita yang menempati jabatan strategis pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan ini hanya 1 orang, dimana hanya terdapat pada Kasi Pelayanan (ESELON IV). Para pegawai wanita lainnya masih menempati posisi sebagai pelaksana.

3. Apakah yang menjadi hambatan-hambatan bagi seorang wanita dalam menempati jabatan sebagai pemimpin ?

Jawab : Sebenarnya, tidak ada hambatan-hambatan yang berarti bagi seorang wanita untuk dapat menempati posisi sebagai pemimpin. Semuanya telah diatur di dalam prosedur yang berlaku. Wanita dapat naik jabatan setelah bekerja minimal 4 tahun. Dan selama 4 tahun tersebut akan ada penilaian mengenai kinerja dari pegawai wanita tersebut. Apabila ia dapat bekerja dengan baik, maka terbuka


(64)

kesempatan untuk dapat menduduki jabatan sebagai pemimpin tentu saja wanita tersebut harus dapat menerima dan menjalankan segala konsekuensi yang ada.

4. Pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan ini, apakah masih terdapat diskriminasi bagi para wanita untuk dapat menduduki jabatan sebagai pemimpin ?

Jawab : Saya sebagai Kepala Kantor, tidak pernah membeda-bedakan antara pegawai wanita dan pegawai pria. Semua pegawai dilihat berdasarkan tingkat kemampuan yang mereka miliki. Apabila ia dianggap memiliki kemampuan dan dianggap pantas untuk dapat menduduki jabatan sebagai pemimpin, maka ia akan diangkat dengan berdasarkan prosedur yang berlaku.

5. Menurut Bapak, Bagaimanakah tingkat kinerja dari seorang pemimpin wanita yang menduduki jabatan sebagai Kasi Pelayanan pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan ini ?

Jawab : Tingkat kinerja dari Kasi Pelayanan sudah cukup memuaskan. Ia bekerja dengan cukup baik. Hal tersebut dapat dilihat dari

berbagai tugas yang telah dilaksanakan. Ia bertanggung jawab dalam menyelesaikan berbagai tugas yang ada dalam waktu yang singkat. Pelayanan yang ia berikan kepada Wajib Pajakpun sangat mendapat responden positif dimana tidak ada satu wajib pajak pun yang memberikan tanggapan yang negatif terhadap berbagai pelayanan yang ia berikan. Ia juga cukup bertanggung jawab dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang muncul di lapangan.


(65)

6. Apakah tipe kepemimpinan yang digunakan oleh pemimpin wanita sudah sesuai dan berpengaruh positif pada peningkatan kinerja para bawahan/pelaksana ?

Jawab : Saya melihat bahwa ia adalah seorang pemimpin yang bijaksana. Ia selalu bersedia menjelaskan, bertindak sebagai rekanan dan

mudah didekati. Ia dapat merangsang para bawahan/pelaksana untuk dapat bersama-sama mencapai suatu tujuan dan melaksanakannya dengan baik. Apabila terdapat suatu permasalahan, ia meminta saran-saran dari para bawahan/pelaksana akan tetapi tetap berperan dalam pembuatan dan pengambilan keputusan.

7. Bagaimana hubungan komunikasi antara pemimpin wanita sebagai Kasi Pelayanan dengan para bawahan/pelaksana ?

Jawab : Hubungan antara pemimpin wanita sebagai Kasi Pelayanan dengan para bawahan/pelaksana cukup baik. Mereka sering bertukar pikiran untuk dapat menemukan solusi yang terbaik dalam memecahkan suatu permasalahan.

8. Apakah kendala-kendala yang sering dihadapi oleh seorang pemimpin wanita? Jawab : Dalam memimpin suatu jabatan sebagai seorang Kasi Pelayanan,

terkadang Pemimpin wanita terlalu lambat dalam mengambil suatu keputusan yang penting. Ia terlalu banyak melakukan pertimbangan-pertimbangan. Padahal, keputusan tersebut harus dapat diambil dalam waktu yang singkat.


(1)

mendapat dukungan dari sebagian masyarakat yang beranggapan bahwa pendidikan adalah untuk mencapai pekerjaan. Dengan demikian, apabila sudah banyak wanita yang mengenyam pendidikan yang tinggi maka ketimpangan wanita dan pria dalam menduduki jabatan sebagai Pejabat Publik dapat diminimalisir.

Pada masalah pengalaman kerja, maka akan sangat berpengaruh dalam menentukan kesuksesan seseorang dalam karir sehingga akan mendorong pemimpin wanita dalam penyelesaian yang sempurna dan lebih baik. Pengalaman kerja juga akan sangat berpengaruh guna mendapatkan kenaikan pangkat/jabatan. Pada wanita yang menduduki jabatan sebagai Kasi Pelayanan pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan ini telah mempunyai jam terbang yang cukup tinggi sehingga ia mempunyai pengalaman kerja yang cukup baik dimana ia akan dapat mengatasi berbagai permasalahan yang muncul dengan cukup bijaksana.

Oleh karena itu, peranan kepemimpinan wanita yang menduduki jabatan sebagai Kasi Pelayanan pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan berjalan dengan baik walaupun pada kenyataannya masih ada hambatan-hambatan yang terjadi baik yang berasal dari faktor internal maupun dari faktor eksternal. Hal tersebut memerlukan perbaikan dimasa yang akan datang sehingga akan dapat meningkatkan kinerja dari pemimpin wanita yang bersangkutan. Dengan demikian, akan berpengaruh pula pada peningkatan pelayanan pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan.


(2)

BAB VI

PENUTUP

VI.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka penulis dapat memberikan beberapa kesimpulan antara lain :

1. Peranan kepemimpinan wanita pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan telah berjalan dengan baik, akan tetapi dalam kenyataannya masih terdapat hambatan-hambatan baik yang berasal dari faktor eksternal maupun internal contohnya, dapat dilihat dari sifat kepemimpinan wanita yang menduduki jabatan sebagai Kasi Pelayanan Pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan. Bahwa sebagai pemimpin, terkadang pemimpin wanita tersebut terlalu lambat dalam mengambil suatu keputusan yang penting (urgent). Ia terlalu banyak melakukan pertimbangan-pertimbangan. Untuk itu harus ada perbaikan-perbaikan lagi ke depan yang akan berdampak pada peningkatan kinerja dari pemimpin wanita yang bersangkutan.

2. Keberhasilan seorang wanita dalam menduduki jabatan sebagai Kasi Pelayanan pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain seorang pemimpin harus mempunyai kapasitas dalam bidang kecerdasan, prestasi, tanggung jawab serta partisipasi aktif baik kepada atasan kerja, rekan kerja maupun kepada pelaksana. Dengan demikian, ia dapat menjalankan tugas dan fungsi yang diembannya secara maksimal serta akan menciptakan suasana yang kondusif sehingga secara bersama-sama


(3)

seluruh Pegawai Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan dapat mencapai tujuan yang diinginkan.

3. Sebagai pemimpin wanita, ada beberapa hal fundamental yang sangat mempengaruhi posisinya sebagai pejabat publik, yang dapat dilihat dari segi nilai-nilai sosial, status sosial, komunikasi, pendidikan dan pengalaman kerja. Untuk itu, diperlukan kembali peningkatan kinerja dari pemimpin wanita yang bersangkutan agar sebagai seorang wanita ia dianggap pantas dalam menduduki jabatan sebagai Kasi Pelayanan pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan dan mempunyai kapabilitas yang cukup dalam menjalankan segala tugas dan fungsinya dengan baik.

VI.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka penulis dapat memberikan beberapa saran yang dapat dijadikan sebagai masukan antara lain :

1. Peranan kepemimpinan wanita pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan telah berjalan dengan baik, namun masih terdapat hambatan-hambatan yang terjadi. Hal ini dapat dilihat dari sikap kepemimpinan wanita yang masih terlalu lambat dalam mengambil suatu keputusan yang penting (urgent). Untuk itu, hendaknya pemimpin wanita yang bersangkutan diberikan pelatihan khusus agar pemimpin wanita yang menduduki jabatan sebagai Kasi Pelayanan tersebut dapat menjalankan peranannya dengan lebih baik yaitu dengan bersikap lebih tegas dan bijaksana. Hal tersebut juga akan memberikan pengaruh yang positif pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan.


(4)

2. Bagi seorang pemimpin wanita yang menduduki sebagai Kasi Pelayanan, hendaknya pendidikan dan pengalaman kerja yang ia miliki lebih ditingkatkan lagi. Hal ini dikarenakan pendidikan dan pengalaman kerja sangat berpengaruh dalam menentukan kesuksesan seseorang dalam karir. Pendidikan dan pengalaman kerja juga akan sangat berpengaruh guna mendapatkan kenaikan pangkat atau jabatan.

3. Bagi Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan, hendaknya memberikan kesempatan lebih kepada para wanita untuk dapat menduduki jabatan sebagai pejabat publik yang tentunya didukung dengan kemampuan yang cukup dalam menjalankan segala tugas dan fungsi yang akan diberikan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Budiman, Arif, 1985. “Pembagian Kerja Secara Seksual”, Jakarta : PT. Gramedia.

Fakih, Mansoer, 1997. Gender dan Perubahan Organisasi, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Ibrahim, Zakaria, 2002. Psikologi Wanita, Bandung : Pustaka Hidayah. Ginting, Paham, 2005. Teknik Penelitian Sosial, Medan : USU Press.

_____________, 2006, Filsafat Ilmu dan Metode Penelitian, Medan : USU Press. Hadi, Sutrisno, 2004. Metodologi Research, Yogyakarta : Andi Offset.

Moleong, Lexy J, 2002. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Mosse, Julia Cleves, 2002. Gender dan Pembangunan, Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset.

Murniati, Nunuk A, 2004. Getar Gender, Magelang : Indonesia Tera.

Rivai, Veithzal, 2003. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

____________, 2004. Kiat Memimpin dalam Abad Ke-2, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Tan, Meli G, 1996. Perempuan Indonesia Pemimpin Masa Depan, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.

Tangkilisan, Hesel Nogi, 2005. Manajemen Publik, Jakarta : PT. Gramedia Widya Sarana Indonesia.

Tayipnapis, A. Burhanuddin, 1995. Administrasi Kepegawaian, Jakarta : PT. Pradnya Paramita.

Toha, M. 2001. Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya, Jakarta : Rajawali.

Laporan Penelitian Kebijakan Bank Dunia, 2005. Pembangunan Berspektif Gender, Jakarta : Penerbit Dian Rakyat.


(6)

Referensi Lain-lain :

Undang-Undang No. 12 Tahun 2003 Tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural.

Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/Kep/M.Psi/2003 Tahun 2003 Tentang Pedoman Umur Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 132 Tahun 2003 Tentang Pedoman

Umum Pelaksanaan Pengarus Utamaan Gender Dalam Pembangunan di Daerah.

www.depkeu.go.id. www.pajak.go.id.