HASIL MUSYAWARAH PTPN-IV ATAS TUNTUTAN MASYARAKAT

BAB IV HASIL MUSYAWARAH PTPN-IV ATAS TUNTUTAN MASYARAKAT

AKAN LAHAN HGU PTPN-IV A. Hasil musyawarah terhadap penelitian masalah Pertanahan PTPN-IV Secara Umum Di Beberapa Daerah Areal Perkebunan Di dalam hasil penelitian yang telah saya telusuri dibeberapa daerah perkebunan telah banyak mengalami permasalahan lahan garapan.yang mana beberapa perkebunan yang saya teliti yaitu didaerah kebun Balimbingan dan kebun Bah Jambi. Namun hasil penelitian didaerah kebun Balimbingan dan kebun Bah Jambi didalam penangananpenyelesaian masalah lahan garapan tersebut sangat berbeda. Pertama-tama kita membahas hasil penelitian permasalahan lahan garapan di daerah kebun Balimbingan, terlebih dahulu kita ketahui luas areal kebun Balimbingan secara keseluruhan yaitu 3827,98 ha yang mana ada 4 daerah yang terbagi-bagi didaerah kebun Balimbingan yang memiliki tanaman yang menghasilkan yaitu diantaranya : 103 Tm tanaman menghasilkan Afdeling I : 527 ha Tm tanaman menghasilkan Afdeling II : 907 ha Tm tanaman menghasilkan Afdeling III : 861 ha Tm tanaman menghasilkan Afdeling IV : 824 ha, Jadi luas tanaman luas produksi nya adalah 3119 ha yang juga termasuk tanah emplasmen di kebun Balimbingan.kemudian luas lahan yang digarapdikuasai 103 Data riset dari Unit Usaha PTPN-IV Kebun Balimbingan, tanggal 21 Agustus 2009 oleh si penggarap adalah 34,50 ha dan jumlah dari si penggarap yaitu sekitar 88 orang, beberapa diantaranya yaitu : 1. Nama : K. Sihombing Tempat tinggal : Tangga Batu Pekerjaan : Bertani 2. Nama : Japet Sinaga Tempat tinggal : Huta-Gunung Pekerjaan : Bertani Yang mana pertama dari si penggarap K. Sihombing dan Japet Sinaga tersebut selaku yang mengusahai areal HGU PTP Nusantara IV kebun Balimbingan, itu bersedia mengembalikan areal tersebut dengan cara ganti untung tanam tumbuh sejak tahun 2008, dan dapat dibayarkan kepada PTP Nusantara IV Unit Usaha Kebun Balimbingan dari si K.Sihombing yang terletak di Afdeling III kebun Balimbingan seluas +- 3 tiga rante, dengan berbatasan sebagai berikut : Sebelah Utara berbatasan dengan Tumin Sebelah Timur berbatasan dengan PTPN 4 Sebelah Selatan berbatasan dengan Siran Sebelah Barat berbatasan dengan Poniman Dan dari si Japet Sinaga yang terletak di Afdeling III Kebun Balimbingan, seluas +- 15 rante, dengan berbatasan sebagai berikut : Sebelah Utara berbatasan dengan PTP IVKebun Sebelah Timur berbatasan dengan Tuamin Br Manurung Sebelah Selatan berbatasan dengan PTP IVKebun Sebelah Barat berbatasan dengan Maulud Manik Selanjutnya mewawancarai kedua penggarap tersebut yaitu K.Sihombing dan Japet Sinaga.dimana kedua penggarap itu mulai menguasai lahan HGU PTPN-IV itu sejak tahun 1938 yaitu dengan alasan bahwa penggarap itu ingin memanfaatkan lahan areal HGU tersebut, tetapi si penggarap itu tidak bisa memiliki lahan areal HGU tersebut karena lahan areal HGU itu adalah sepenuhnya milik PTPN-IV. Namun dari sebahagian mereka penggarap ada beberapa yang memiliki sertifikat di Kanwil BPN tetapi itu hanya beberapa orang saja, selebihnya lahan areal HGU itu sepenuhnya tetap milik PTPN-IV karena PTPN-IV itu telah memiliki bukti kepemilikan yang sah atas lahan areal HGU tersebut. Akan tetapi si penggarap tetap menginginkan lahan areal tersebut. Disamping itu, kelompok penggarap pernah juga menyampaikan permasalahan lahan garapan ini kepada instansi terkait misalnya : Pemda, DPRD, BPN atau lainnya dengan membuat suatu pengaduan namun tetap tidak ada penyelesaiannya.dan dari itu laporan kelompok penggarap itu pernah ditanggapi oleh instansi tersebut dengan diadakan pertemuan dan melibatkan instansi terkait namun tetap juga tidak terjadi penyelesaian. Namun antara kelompok penggarap dan PTPN-IV tidak pernah terjadi kesepakatan, tapi hanya sebatas musyawarah-musyawarah saja.akan tetapi PTPN-IV ingin menuntut kelompok penggarap melalui proses pengadilan tetapi kelompok penggarap tidak menginginkannya,dan dari itu kelompok penggarap bermohon kepada PTPN-IV agar tidak terjadi proses hukum di pengadilan.dan dari itu PTPN-IV membuat suatu solusi dengan membuat harga ganti untung tanam tumbuh di areal garapan Afdeling II dan Afdeling III PTP Nusantara IV persero Unit Usaha Balimbingan.dan dari itu penggarap setuju dengan kesepakatan yang dibuat oleh PTPN-IV Unit Usaha Balimbingan tersebut dengan melakukan negoisasi harga berdasarkan instansi terkait, dengan alasan bahwa ganti untung tanam tumbuh yang menetapkan harganya oleh Pemda pemerintah daerah.dan semua pembayaran ganti untung tanam tumbuh ini disaksikan oleh notaris Hj. Abdurachman Lumban Tobing SH. MHum. 104 Di dalam masalah HGU pada areal perkebunan Balimbingan tersebut hanya dibayar langsung kepada yang bersangkutan di hadapan notaris, yang mana bahwasanya notaris hanya menyaksikan kelompok penggarap itu menandatangani suatu perjanjian tanda terima bukti pembayaran ganti untung tanam tumbuh areal HGU PTPN-IV kebun Balimbingan.akan tetapi tidak ada jasa yang diterima oleh notaris dalam masalah areal HGU tersebut. namun yang berhak menerima jasa itu hanya kepada masyarakat kelompok penggarap, yang tanda terima bukti pembayaran ganti-untung tanam tumbuh itu diterima kepada masyarakat ada di Unitkebun Balimbingan tersebut. 104 Wawancara dengan K.Sihombing dan Japet Sinaga, Bertani, tanggal 21 Agustus 2009 Kemudian lanjut hasil penelitian permasalahan lahan garapan di kebun Bah Jambi, terlebih dahulu kita ketahui luas areal secara keseluruhannya adalah 80060 ha dan terbagi atas 9 daerahwilayah di kebun Bah Jambi diantara nya terdiri dari : 105 Afdeling I : 559 ha Afdeling II : 1,009 ha Afdeling III : 988 ha Afdeling IV : 755 ha Afdeling V : 786 ha Afdeling VI : 783 ha Afdeling VII : 589 ha Afdeling VIII : 646 ha Afdeling IX : 857 ha Jadi, jumlah luas tanaman luas produksi : 6, 972 ha dan luas non tanaman non produksi itu selebihnya untuk bangunan sosial, rumah sakit, gedung-gedung, dan lainnya. Kemudian luas lahan areal yang digarapdikuasai oleh si penggarap yaitu 112,68 ha, yang mana terdiri dari 2 kelompok tani ; kelompok tani karti oleh Aman Jakaria Silalahi dan kelompok tani mulia jaya oleh Jaruddin Sirait.dan juga di dalam Pengadilan tingkat kasasi luas areal yang seluas 12 ha antara keluarga Jahuruk Saragih dengan Bah Jambi. Dan juga jumlah penggarap yang ada di kebun Bah Jambi yaitu berjumlah 87 orang yang sudah melakukan pembayaran dan selebihnya diganti dengan tanaman areal di tonduhan. 105 Data riset dari Unit Usaha PTPN-IV kebun Bah Jambi, tanggal 22 Agustus 2009 Setelah itu, selanjutnya melakukan wawancara dengan kedua kelompok tani tersebut, yang mana sejak tahun 1998 ada suatu tindakan dari sekelompok masyarakat tani mengatakan bahwa luas areal yang digarapnya itu adalah 112,68 ha yang dinyatakan sebagai tanah leluhur nenek moyang mereka. Jadi sementara di pihak PTPN-IV melihat bahwa hal ini bukan pemilik penggarap tetapi lahan tersebut adalah milik Unit Usaha PTPN-IV Bah Jambi. Namun sebagai orang baru di Bah Jambi itu baru membuka suatu catatan sejarah di Bah Jambi yang telah ditemukan persoalan-persoalan yang ternyata tanah masyarakat tanah konsesi sudah pernah diganti rugi dan diganti barang dengan PTPN-IV bersama dengan pemerintahan di Simalungun. Yang mana dengan ganti barang itu biasanya luasnya hanya 2 ha lahan yang diarah tonduhan sementara dengan ganti uang dimana masyarakat di tiap-tiap kepala keluarga hanya mendapat dalam bentuk rupiah. Dimana hal dari luas areal yang digarapnya seluas 112,68 ha itu diketahui oleh Pemerintah Simalungun dan sekaligus juga diketahui oleh Panitia Landreform atau sekarang disebut dengan Panitia BPN. Setelah data-data itu dilengkapi dengan seutuhnya, namun persoalan tersebut bukan dianggap sebagai persoalan perdata melainkan dianggap persoalan pidana, karena sebelumnya mereka membuat suatu pemberitahuan kepada masyarakat bahwa lahan yang diambil alih oleh PTPN-IV itu sekaligus juga membuat suatu pamflet- pamflet dan kemudian membuat suatu selembaran-selembaran terhadap mereka kelompok tani tetapi mereka malah melawan dan akibatnya PTPN-IV meminta pertolongan kepada pihak kepolisian agar : 1. pengambil alihan tidak melawan hukum 2. meminta perlindungan dari pihak kepolisian agar tidak timbul persoalan pidana yang baru. Yang mana para pihak kepolisian hanya dalam waktu 2 hari menyelesaikan hal tersebut pada tanggal 25 dan 26 Agustus 2008 dan PTPN-IV berhasil mengambil alih lahan areal tersebut dan juga langsung ditanam dengan berbagai tanaman perkebunan. Dan akhirnya para kelompok tani mengajukan PTPN-IV ke dalam PN Pengadilan Negeri, dan ternyata Pengadilan memenangkan Unit Usaha PTPN-IV Bah Jambi, karena PTPN-IV memiliki bukti kepemilikan alas hak yang sah atas areal HGU tersebut. Yang mana alasan para kelompok tani ingin mengusahai areal HGU PTPN-IV tersebut adalah karena dulunya areal HGU itu adalah tanah konsesi dari leluhur mereka yang telah diusahainya itu dulunya dapat menunjukkan alas kepemilikan berupa grand sultan namun tidak terdaftar di BPN diragukan palsu,tetapi persoalan tanah itu bukan milik penggarap kelompok tani tetapi milik tanah konsesi yang merupakan tanah kesepakatan, tetapi mereka boleh menanam tanaman semusim dan tetapi mereka kelompok tani tidak boleh memilikinya dengan sepenuhnya karena lahan areal HGU itu adalah milik PTPN-IV.dan dari itu kelompok tani tidak pernah diurus surat-suratnya baik itu HGU,surat camat dan surat-surat lainnya karena yang memiliki alat bukti yang sah hanya PTPN-IV Bah Jambi. Akan tetapi kelompok tani sangat keberatan kalau lahan areal HGU itu diambil alih oleh PTPN-IV, tetapi lahan itu tidak bisa kembali lagi ke tangan kelompok tani karena lahan areal HGU itu sudah sah milik PTPN-IV tersebut. Yang mana kelompok tani pernah mendapat dukungan dari LSM, Pemda dan lain sebagainya, namun lahan areal itu tetap milik PTPN-IV walaupun kelompok tani tersebut melakukan dengan berbagai cara. Akan tetapi suatu penyelesaian terakhir antara kelompok tani dengan PTPN- IV adalah melalui jalur hukum di pengadilan negeri. Namun penanganan masalah lahan garapan di kebun Bah Jambi itu dimenangkan oleh PTPN-IV, walaupun para kelompok tani itu ingin mengusahai lahan areal HGU secara terus-menerus tetapi bagaimanapun lahan areal itu tetap milik PTPN-IV. 106 B. Lembaga Yang Berperan Dalam Menyelesaikan Masalah Pertanahan Pada Areal Perkebunan Secara konvensional penyelesaian masalah lahan garapan di daerah kebun Balimbingan itu diselesaikan melalui membuat harga ganti untung tanam tumbuh di areal garapan Afdeling II dan Afdeling III PTP Nusantara IV persero Unit Usaha Balimbingan sedangkan penyelesaian masalah lahan garapan di daerah kebun Bah Jambi itu diselesaikan melalui jalur hukum di pengadilan. Tetapi biasanya penyelesaian masalah dilakukan secara litigasi atau penyelesaian sengketa di depan pengadilan. Dimana peradilan merupakan tumpuan harapan bagi setiap pencari keadilan untuk mendapatkan suatu keadilan yang memuaskan dalam suatu perkara. Dari pengadilan ini diharapkan suatu putusan yang tidak berat sebelah, karena itu 106 Wawancara dengan Kelompok Tani Karti Oleh Aman Jakaria Silalahi dan Kelompok Tani Mulia Jaya Oleh Jaruddin Sirait, tanggal 22 Agustus 2009. jalan jalan yang sebaik-baiknya untuk mendapatkan penyelesaian suatu perkara dalam suatu Negara hukum adalah melalui pengadilan. 107 Dalam hal penyelesaian masalah pertanahan, sebagaimana digambarkan di atas bahwa masyarakat sangat rendah tingkat kepercayaannya kepada lembaga peradilan, terutama karena lambannya proses penyelesaian dengan putusan pengadilan yang membutuhkan waktu lebih dari 6 enam tahun untuk mendapatkan putusan yang berkekuatan hukum tetap, disamping juga menandakan lemahnya kemampuan hakim di Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara dalam menyelesaikan masalah pertanahan yang memenuhi rasa keadilan masyarakat. Dengan perkataan lain, apabila masalah pertanahan sampai ke pengadilan, sering hakim tidak mampu memberikan keputusan yang adil sesuai dengan keadilan hukum tanah, tetapi hanya aspek keperdataannya saja yang diutamakan, sementara kasus tanah hanya dapat diselesaikan dengan benar sesuai hukum tanah, filosofi dan pendekatan hukum tanah. 108 Dengan berdasarkan pada realitas permasalahankonflik agrarianpertanahan yang semakin hari semakin meningkat seperti fenomena gunung es, ketidakpercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan yang ada saat ini dan seringnya penyelesaian masalah pertanahan yang ditempuh oleh Pemerintah cenderung dengan pendekatan politik yang hasilnya selalu tidak tuntas dan menimbulkan ketidakpastian hukum, maka pembentukkan peradilan khusus yang masih dimungkinkan oleh konstitusi, 107 Ibid., h. 64. 108 Muhammad Yamin Lubis, Harian Analisa, Loc.cit. pengalaman sejarah dengan peradilan landreform yang mana bahwa peradilan landreform ini tidak mengalami kesulitan karena diselesaikan melalui Tim tanah yang secara hukum itu sah, komperatif pengadilan ad hoc bidang lainnya serta yang terpenting penegakan hukum yang memberikan tempat yang wajar kepada kemanusiaan berupa penerapan persamaan dan keadilan terhadap manusia dalam kehidupannya atau persamaan kedudukan dan derajat di depan umum equality before the law disamping sebagai perwujudan dari Negara Indonesia sebagai Negara hukum serta mengacu kepada cita penegakan hukum yang berkeadilan, kepastian dan kemanfaatan, maka pembentukan Peradilan Agraria merupakan sesuatu yang urgen untuk diwujudkan sebagai wadah terakhir yang memberikan perlindungan hukum bagi warga masyarakat yang tersangkut dengan masalah agraria. Dengan demikian rekomendasi dari hasil penelitian saya ini adalah bahwa upaya peyelesaian masalah lahan garapan di daerah kebun balimbingan dan kebun Bah Jambi tersebut sudah dapat dituntaskan dengan semaksimal mungkin. Oleh karena itu, dari kedua kebun yang memiliki areal yang bermasalah itu sudah bisa dijamin keabsahannya, karena pertama di daerah kebun Balimbingan telah setuju dengan kesepakatan PTP Nusantara IV Unit Usaha Balimbingan yaitu bahwa kelompok penggarap sepakat dengan penentuan harga ganti untung tanam tumbuh di areal garapan Afdeling II dan Afdeling III PTP Nusantara IV persero Unit Usaha Balimbingan, berarti telah selesai permasalahan tanah garapan antara kelompok penggarap dengan PTPN-IV Unit Usaha Balimbingan.sedangkan penyelesaian masalah lahan garapan di daerah kebun Bah Jambi ini hanya diselesaikan melalui jalur hukum di pengadilan. Itulah satu-satu nya jalan penyelesaian masalah tanah garapan antara kelompok tani dengan PTPN-IV Unit Usaha Bah Jambi. Yang mana upaya penyelesaian nya melalui pengadilan tersebut itulah proses hukum terakhir yang harus digunakan, tetapi kelompok tani tetap ingin mengusahai lahan areal HGU itu walaupun proses sengketa di pengadilan sedang berlangsung berjalan.bagaimanapun hal tersebut juga harus dilaksanakan demi menjamin kepastian hukum sekaligus menyelesaikan masalah pertanahan benar-benar dapat terwujud.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN