Anomali Penggunaan Istilah Jaksa Pengacara Negara

Perluasan jurisdiction scope dari civil forfeiture merupakan suatu hal yang mutlak, mengingat aset hasil korupsi lebih banyak disembunyikan di negara lain. Yang lebih penting, adalah perlu dipertimbangkannya aspek check and balance karena jalur ini rawan penyalahgunaan oleh aparat penegak hukum 96 .

C. Anomali Penggunaan Istilah Jaksa Pengacara Negara

Terhadap penggunaan istilah Jaksa Pengacara Negara disingkat JPN adalah sangat rancu alias kabur, bahkan sangat lucu jika dipergunakan untuk sebutan terhadap Jaksa yang membela negara dalam mengembalikan aset negara. Profesi penegak hukum Jaksa Penuntu Umum JPU biasa dipakai dalam perkara pidana adalah untuk melakukan penuntutan demi kepentingan publiknegara. Demikian pula JPU diperkenankan untuk menuntut ganti rugi, kepada pihak yang diduga telah merugikan negara secara perdata. Profesi Jaksa memiliki aturan hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, dimana definisi Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang 97 , sedangkan defenisi Pengacara atau Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, 96 Bismar Nasution, ”Stolen Asset Recavery Initiative dari Perspektif Hukum Ekonomi di Indonesia”, Makalah Narasumber dalam Seminar Pengkajian Hukum Nasional SPHN 2007, Jakarta, 28 Nopember 2007, hal. 11. 97 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, Pasal 1 Ayat 1. Universitas Sumatera Utara baik di dalam maupun di luar pengadilan, yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan undang-undang. 98 Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, terdapat dua pasal yang mengatur Jaksa diperbolehkan beracara dalam lapangan hukum perdata dan Tata Usaha Negara yakni Pasal 30 Ayat 2 dan Pasal 35 Butir d. 99 Kedua pasal ini, tertulis adalah Jaksa Di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, yang bertindak untuk dan atas nama Negara atau Pemerintah boleh bertindak di dalam maupun diluar pengadilan termaksud dalam lapangan hukum perdata untuk beracara hingga ke Mahkamah Agung. Ketika beracara di muka peradilan umum lapangan perdata, penggunaan istilah Jaksa Pengacara Negara sangat kontra-versi, 100 karena antara ”Jaksa” dan ”Pengacara” memiliki pengertian dan fungsi berbeda. Contoh dalam persidangan pidana, biasanya jaksa akan menuntut terdakwa, dan akan berhadapan dengan Pengacara Advokat akan membela hak-hak serta kepentingan terdakwa. Bukankah di sini terlihat fungsi yang sangat beda. Jadi kedua istilah ini memerankan profesi yang antagonis, berlawanan satu sama lain. 98 Undang-Undang Nomor 18 Athun 2003 tentang Advokat, Pasal 1 Ayat 1. 99 Dasar hukumnya adalah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004, Pasal 30 Ayat 2 yang berbunyi: ”Di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah”, dan Pasal 35 butir d berbunyi, ”Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang mengajukan kasasi demi kepentingan hukum kepada Mahkamah Agung dalam perkara Pidana, Perdata, dan Tata Usaha Negara. 100 http:www.republika.co.idonline_detail.asp?id=321609kat_id=23, Jangan Gunakan Istilah Jaksa Pengacara Negara. Universitas Sumatera Utara Profesi pengacara saat ini sudah dilebur menjadi satu pengertian yaitu Advokat, adalah profesi yang tunduk pada ketentuan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, Dimana salah satu syarat menjadi Advokat pengacara adalah bukan Pegawai Negeri Sipil PNS. Sementara JPN juga merupakan PNS. Apabila dalam bahasa sehari-hari, digunakan istilah JPN jaksa pengacara negara maka, akan terkesan seorang yang menjalankan profesi sebagai pengacara sekaligus menjalankan profesi sebagai Jaksa Penuntut Umum yang sudah pasti pegawai negeri untuk membela kepentingan negara. Sebaiknya, mass media atau mungkin para jaksa sendiri, jangan menggunakan istilah menyesatkan masyarakat. Tetapi, dengan istilah lain seperti Jaksa Perdata- TUN yang membela kepentingan publik atau negara, ketika menghadapi persidangan di muka peradilan perdata atau TUN. Karena jika digunakan istilah Jaksa Pengacara Negara ketika menuntut kerugian kepada seseorang melalui Pengadilan Negeri, sesungguhnya jaksa ini tidak tunduk pada kode etik Advokat. Istilah atau sebutan Jaksa Pengacara Negara JPN dipandang perlu untuk dikaji, baik dari sisi istilah bahasanya berdasarkan kamus bahasa Indonesia dan kamus hukum Indonesia, serta ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Universitas Sumatera Utara Pada kalimat ”Jaksa Pengacara Negara”, terdapat 3 tiga suku kata yakni, Jaksa, Pengacara, dan Negara. Menurut kamus lengkap bahasa Indonesia karangan Em Zul Fajri dan Ratu Aprillia Senja: 101 1. Jaksa adalah penuntut dalam suatu perkara yang merupakan wakil pemerintah. 2. Pengacara Advokat adalah pembela dalam perkara hukum; ahli hukum yang berwenang sebagai penasehat atau terdakwa. 3. Negara adalah organisasi dalam suatu wilayah tertentu yang diatur oleh kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati rakyat. Sedangkan menurut kamus hukum Indonesia karangan BN. Marbun, SH. 102 1. Jaksa atau Penuntut Umum adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh UU untuk bertindak sebagai penuntut umum terhadap pelanggar hukum pidana dimuka pengadilan serta melaksanakan putusan pengadilan eksekusi yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan UU. 2. Pengacara atau Advokat adalah pembela perkara, penasehat hukum, pokrol, seseorang yang bertindak didalam suatu perkara untuk kepentingan yang berperkara, dalam perkara perdata untuk tergugatpenggugat dan dalam perkara pidana untuk terdakwa. Bantuan seorang pengacara itu tidak diharuskan, kecuali dalam perkara pidana dimana terdakwa ada kemungkinan dijatuhi hukuman mati. 3. Negara adalah suatu persekutuan bangsa dalam satu wilayah yang jelas batas- batasnya, dan mempunyai pemerintahan sendiri; unsur negara adalah terdapatnya wilayah, penduduk, pemerintahan dan memiliki kedaulatan kedalam dan keluar. Pemerintahan adalah sebagai penyelenggara negara. Dari penjelasan di atas, dari segi bahasa dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan ”Jaksa Pengacara Negara” adalah Jaksa yang bertindak sebagai Pengacara, pembela perkara mewakili Negara dalam mengajukan sesuatu tuntutan. 101 http:blog.mnr-advokat.web.id200802sebutan-jaksa-sebagai-pengacara-negara.html, diaskes terakhir tanggal 12 Oktober 2009. Adakah Jabatan Jaksa Pengacara Negara? Oleh: Ismail Saleh, SH. 102 Ibid. Universitas Sumatera Utara Ditinjau dari segi bahasa sebagaimana uraian di atas, sudahlah tepat, istilah atau penyebutan ”Jaksa Pengacara Negara”, namun demikian jika ditinjau dari sisi undang-undang atau ketentuan hukum yang berlaku, apakah penyebutan ”Jaksa Pengacara Negara” itupun sudah tepat? Untuk menjawabnya, berikut ini akan diuraikan berdasarkan ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang berlaku, sebagai berikut: 1. Jaksa. a. Merujuk pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, Pasal 1 Ayat 1 berbunyi; “Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh Undang-undang untuk bertindak sebagai Penuntut Umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang”. b. Sedangkan wewenang lain dari Kejaksaan sebagaimana Pasal 1 Ayat 1 di atas di bidang perdata jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004, Pasal 30 Ayat 2 adalah berbunyi; “Di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah”. 2. Pangacara Advokat. a. Merujuk pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, Pasal 1 Ayat 1 berbunyi; Universitas Sumatera Utara “Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan UU ini”. b. Merujuk pada Pasal 2 Ayat 2, ”Pengangkatan Advokat dilakukan oleh Organisasi Advokat”. c. Merujuk pada Pasal 3 Ayat 1 c, ”Advokat tidak berstatus pegawai negeri atau pejabat negara”. d. Merujuk pada Pasal 32 Ayat 1 Advokat, pengacara praktik dan konsultan hukum yang telah diangkat pada saat undang-undang ini mulai berlaku, dinyatakan sebagai Advokat sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Dengan merujuk pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, jika berprofesi sebagai Advokat pengacara, persyaratan-persyaratan khusus yang harus dipenuhi oleh seseorang yang berprofesi sebagai Advokat pengacara. Dengan demikian Jaksa sebagai penerima surat kuasa khusus mewakili Negara berperkara perdata di pengadilan, maka ia tidak dibenarkan diistilahkan atau disebut sebagai Pengacara atau Advokat, apalagi jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004, Pasal 1 Ayat 1, Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh Undang-undang untuk bertindak sebagai Penuntut Umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang, dimana undang-undnag ini sama sekali Universitas Sumatera Utara tidak menyebutkan bahwa Jaksa adalah juga sebagai pengacara Negara atau Jaksa Pengacara Negara JPN. Kembali ke pertanyaan di atas, apakah Jaksa sebagai penerima kuasa khusus mewakili Negara untuk perkara perdata, sudah tepatkah menggunakan istilah atau sebutan sebagai pengacara Advokat? Jawabannya adalah Jaksa sebagai pembela Negara pada perkara Perdata, tidak tepat menggunakan istilah atau sebutan sebagai Pengacara Negara atau Jaksa Pengacara Negara JPN, karena Pengacara Advokat adalah satu profesi yang tidak dapat dirangkap jabatan oleh profesi yang lain termasuk oleh Jaksa, dan Jaksa tidak memenuhi persyaratan untuk berprofesi sebagai Pengacara Negara Advokat. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia membuka ruang bagi Jaksa sebagai Pengacara Negara. Oleh sebab itu, aturan main Jaksa ada aturannya yang dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Sedangkan Pengacara tunduk pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Dari segi Kode Etik, Kode Etik Jaksa sendiri, demikian pula bagi Advokat ada Kode Etik tersendiri. Dua jabatan tersebut yaitu sebagai Jaksa dan Advokat tidak bisa dirangkap karena profil seorang Jaksa berbeda dengan profil seorang Advokat menurut undang- undang. Dalam undang-undang yang dimaksud dengan : Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh Undang-undang untuk bertindak sebagai Penuntut Umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah Universitas Sumatera Utara memperoleh kekuatan hukum tetap. Penuntut Umum adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh Undang-undang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim Pasal 1 Ayat 1 dan 2 UU Kejaksaan RI. Sedangkan Pengacara diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 tentang Advokat. Advokat sebagai profesi terhormat officium nobile yang dalam menjalankan profesinya berada di bawah perlindungan hukum, Undang-Undang dan Kode Etik, memiliki kebebasan yang didasarkan kepada kehormatan dan kepribadian Advokat yang berpegang teguh kepada kemandirian, kejujuran, kerahasiaan dan keterbukaan. Advokat adalah orang yang berpraktek memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan undang-undang yang berlaku, baik sebagai Advokat, Pengacara, Penasehat Hukum, Pengacara Praktek ataupun sebagai Konsultan Hukum. Advokat dalam melakukan tugasnya tidak bertujuan semata-mata untuk memperoleh imbalan materi tetapi lebih mengutamakan tegaknya hukum, kebenaran dan keadilan. Advokat dalam menjalankan profesinya adalah bebas dan mandiri serta tidak dipengaruhi oleh siapapun dan wajib memperjuangkan hak-hak azasi manusia dalam negara hukum Indonesia. Advokat dalam perkara-perkara perdata harus mengutamakan penyelesaian dengan jalan damai. Advokat harus menolak mengurus perkara yang menurut keyakinannya tidak ada dasar hukumnya. Profesi Advokat adalah profesi yang mulia dan terhormat officium nobile, dan karenanya dalam menjalankan profesi selaku penegak hukum di pengadilan sejajar dengan Jaksa dan Hakim, yang Universitas Sumatera Utara dalam melaksanakan profesinya berada dibawah perlindungan hukum, Undang- Undang dan Kode Etik. Dari segi pengaturan tugas, sangat nampak perbedaan makna, tujuan, dan hakikatnya. Oleh karena itu, maka profesi yang bernama Jaksa Pengacara Negara, tidak tepat untuk digunakan karena dari segi hukum dan perundang-undangan, Jaksa tidak bisa dirangkap dengan posisi hukum Advokat. Jaksa Pengacara Negara dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dinyatakan sebagai berikut: 1. UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat menentukan bahwa pemberian jasa hukum keadvokatan hanya dapat diberikan oleh seorang advokat yang diangkat secara sah menurut prosedur yang ditentukan di dalam Undang-Undang tersebut vide Pasal 1 Angka 1 dan 2; 2. Pada saat UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat berlaku, struktur organisasi dan tata kerja Kejaksaan masih didasarkan pada UU No. 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan; 3. Pasal 27 ayat 2 UU No. 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan, menentukan bahwa di bidang hukum perdata dan hukum tata usaha negara, Kejaksaan, atas dasar Surat Kuasa Khusus, dapat mewakili NegaraPemerintah baik di dalam maupun di luar pengadilan; 4. Meskipun UU No. 5 Tahun 1991 telah diganti menjadi UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, namun Pasal 30 ayat 2 UU No. 16 Tahun Universitas Sumatera Utara 2004 tetap mengatur hal yang sama dengan ketentuan Pasal 27 Ayat 2 UU No. 5 Tahun 1991 5. Dengan demikian dalam Perkara Perdata dan Tata Usaha Negara, Kejaksaan dapat mewakili Negara dan Pemerinta, termasuk BUMN dan BUMD. 6. Perlu diperhatikan bahwa UU No. 16 Tahun 2004 tidak mewajibkan NegaraPemerintah kongkritnya, Instansi PemerintahBUMN BUMD untuk menggunakan Jaksa Pengacara Negara dalam penyelesaian masalah hukum perdatahukum tata usaha negara yang dihadapi oleh Instansi PemerintahBUMNBUMD karena Istilah yang digunakan oleh UU tersebut adalah kata “dapat” bukan kata “harus”. Sedikit terjadi penyimpangan anomali dalam penggunaan istilah redaksi terhadap kata ”Jaksa” dan kata ”Pengacara”. Kedua kata ini, jika dipergunakan mengandung unsur pemikiran publik yang bertentangan dengan undang-undang seperti Undang-Undang Kepegawaian, Undang-Undang Advokat, Undang-Undang Kejaksaan, dimana dalam melaksanakan tugasnya seorang Pegawai Negeri Sipil tidak diperbolehkan rangkap jabatan.

D. Dasar Hukum Kewenangan Jaksa Sebagai Pengacara Negara Dalam