Jumlah uang yang beredar JUB

51 T = jumlah unit transaksi Velositas uang merupakan konsep menunjukkan berapa kali dalam setahun uang berputar di dalam suatu perekonomian. Dalam jangka pendek, kecepatan uang beredar dianggap tetap. Kesulitan dari model ini adalah pengukuran unit tranasaksi T yang memungkinkan kesulitan tersebut, maka nilai untuk T yang digunakan adalah nilai output riil GDP riil. Pandangan teori kuantitas uang dapat diringkas sebagai berikut: perubahan dalam penawaran uang yang akan menimbulkan perubahan yang sama tingkatnya ke atas harga-harga dan perubahan kedua variabel tersebut adalah kea rah yang sama. Apabila penawaran uang bertambah sebanyak lima persen, maka harga-harga bertambah sebanyak lima persen dan apabila penawaran uang berkurang sebanyak lima persen maka harga- harga juga akan berkurang lima persen Sadono Sukirno, 2010:297. 2. Teori sisa tunai Teori ini dikembangkan oleh Alfred Marshall dari Cambridge, adalah orang pertama yang menerangkan teori kuantitas uang yang meneliti hubungan antara JUB dengan inflasi. Teori ini juga menerangka sifat hubungan di antara penawaran uang dan tingkat harga. Teori sisa tunai mempunyai pandangan yang sama dengan teori kuantitas uang. Teori ini juga berependapat bahwa perubahan dalam penawaran uang akan 52 menimbulkan perubahan harga-harga yang sama tingkatnya. Teori ini diterangkan dalam persamaan berikut Putong dan Andjaswati, 2010:116: M = kPT Di mana M, P, dan T mempunyai arti yang sama dengan M, P, dan T dalam persamaan MV = PT. Dalam teori sisa tunai k adalah pendapatan masyarakat yang tetap dipegang dalam bentuk tunai. Sekiranya 20 persen dari pendapatan akan dipegang masyarakat dalam bentuk tunai, maka k =15. Dalam teori sisa tunai M = kPT atau Mk = PT. Sedangkan dalam persamaan teori kuantitas uang MV = PT. Dengan demikian Mk = MV, atau k = 1V. b. Teori permintaan uang Keynes Di pasar uang, penawaran akan uang bertemu dengan permintaan akan uang dan menetukan “harga” dari uang. Menurut Keynes, “harga” uang adalah harga yang harus dibayar untuk penggunaan uang, yang tidak lain adalah tingkat bunga. Penawaran akan uang dianggap ditentukan oleh penguasa moneter sehingga identik dengan jumlah uang yang beredar. Dalam analisis Keynes masyarakat meminta memegang uang untuk tiga tujuan yaitu : 1. Permintaan uang untuk transaksi Memegang uang untuk membayar transaksi merupakan tujuan memegang uang yang paling penting. Uang sangat penting peranannya 53 untuk melancarkan kegiatan ekonomi dan transaksi. Sebagian besar dari uang yang diterima masyarakat dari pekerjaanya digunakan untuk membeli kebutuhan-kebutuhannya seperti makanan, pakaian, dan pengeluaran lainnya. 2. Permintaan uang untuk berjaga-jaga Di samping untuk membiayai transaksi, uang diminta pula oleh masyarakat untuk menghadapi keadaan kesusahan atau masalah penting lain di masa depan. Masa depan adalah keadaan yang tidak bias diramalkan. Ada kalanya keadaan masa depan bertambah baik, tetapi ada kalanya masalah-masalah buruk akan di hadapi. Untuk mengahadapi masa depan yang tidak pasti, terutama untuk mengahadapi masa kesusahan, sebagian uang yang di minta masyarakat digunakan untuk menghadapi masa kesusahan di masa yang akan datang. Di samping itu uang digunakan pula untuk mewujudkan kesejahteraan keluarga yang lebih baik, yaitu untuk membeli rumah, membiayai persekolahan anak-anak dan untuk pergi melancong. 3. Permintaan uang untuk spekulasi Masyarakat menggunakan uangnya untuk tujuan spekulasi yaitu disimpan dan digunakan untuk membeli surat-surat berharga seperti obligasi pemerintah, saham perusahaan dan treasury bill. Dalam menggunakan uang untuk tujuan spekulasi ini, suku bunga atau dividen yang diperoleh dari memiliki surat-surat berharga tersebut sangat penting 54 dalam menetukan besarnya permintaan uang. Apabila suku bunga atau dividen surat-surat berharga itu tinggi, masyarakat akan menggunakan uang untuk membeli surat-surat berharga tersebut. Apabila suku bunga dan tingkat pengembalian modal rendah, masyarakat akan lebih suka menyimpan uangnya dari pada membeli surat-surat berharga. Jumlah uang yang beredar juga mempunyai keterkaitan dengan suku bunga depsito. Semakin banyak jumlah uang yang beredar di masyarakat, investasi menjadi lebih menarik bila dibandingkan dengan menyimpan didalam bentuk tabungan. Pengertian uang beredar yang umum digunakan di Indonesia dapat dibedakan dalam dua kategori, yaitu uang beredar dalam arti sempit atau disebut juga narrow money M1 dan uang beredar dalam arti luas atau broad money M2. M1 terdiri dari semua uang kartal yang beredar di masyarakat tidak termasuk uang kartal yang ada di bank di tambah tabungan dan deposito berjangka atau disebut juga uang kuasi atau quasi money Dahlan Siamat, 2005:93. a. Uang dalam arti sempit M1 M1 diartikan sebagai uang tunai uang kartal dan uang uang logam yang dipegang oleh masyarakat, tidak termasuk uang yang ada di kas bank serta kas negara. Uang tersebut dikenal dengan uang kartal. Kemudian ditambah dengan uang yang berada di rekening giro perbankan 55 yang langsung dapat digunakan dengan menggunakan cek dan biasa disebut dengan uang giral, sehingga persamaan M1 adalah: M1 = C + DD Dimana : M1 = uang dalam arti sempit C = currency, uang kartal DD = Demand deposit, uang giral Pengertian uang giral DD diatas hanya mencakup saldo rekening Koran atau giro milik masyarakat umum yang disimpan di bank dan belum digunakan pemiliknya untuk berbelanja atau membayar. b. Uang dalam arti luas M2 M2 merupakan perluasan dari defines M1 dengan uang kuasi. Uang kuasi adalah bentuk kekayaan yang paling likuid yang terdiri dari deposito berjangka atau rekening tabungan pada bank, sehingga persamaan M2 adalah : M2 = M1 + TD + SD Dimana : M2 = uang dalam arti luas M1 = uang dalam arti sempit TD = time deposits deposito berjangka SD = saving deposits saldo tabungan 56 Orang menempatkan uangnya dalam TD atau SD karena simpanan ini memberikan bunga. M2 juga disebut uang yang beredar dalam arti luas. Di Indonesia, M2 biasanya mencakup semua TD dan SD rupiah pada bank-bank tidak tergantung besar kecilnya simpanan, tetapi tidak mencakup TD dan SD mata uang asing dollar.

H. Keterkaitan Antar Variabel

1. Capital Adequacy Ratio CAR dengan Penyaluran Kredit

Penelitian yang dilakukan Billy Arma Pratama 2010, Luh Gede Meydianawathi 2007, Desi Arisandi 2009, Abdul Rosyid 2009, dan Sesy Rizkiyanti Oktavia 2006 menyimpulkan bahwa capital adequacy ratio mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap penyaluran kredit. Karena capital adequacy ratio merupakan rasio permodalan yang menunjukkan kemampuan bank dalam menyediakan dana untuk keperluan pengembangan usaha dan menampung risiko kerugian dana yang diakibatkan oleh kegiatan operasi bank. Tingginya capital adequacy ratio mengindikasikan adanya sumber daya financial modal yang idle. Kondisi CAR yang cukup tinggi jauh diatas ketentuan minimal yang disyaratkan oleh Bank Indonesia sebesar 8 mengahuskan Bank Umum untuk lebih optimal dalam memanfaatkan kegunaan sumber daya financial modal yang dimiliki melalui penyaluran kredit sektor produktif. 57

2. Loan to Deposit Ratio LDR dengan Penyaluran Kredit

Penelitian yang dilakukan Abdul Rosyid 2009 menyimpulkan bahwa Loan to Deposit Ratio berpengaruh signifikan terhadap penawaran kredit investasi. Ini dikarenakan dalam kenyataannya perilaku penawaran kredit perbankan tidak hanya dipengaruhi oleh dana yang tersedia yang bersumber dari DPK Dana Pihak Ketiga, tetapi juga dipengaruhi oleh persepsi bank terhadap prospek usaha debitur dan kondisi perbankan itu sendiri seperti permodalan atau CAR Capital Adequacy Ratio, jumlah kredit macet atau NPLs Non Performing Loans, dan LDR Loan to Deposit Ratio. LDR adalah perbandingan antara total kredit yang diberikan dengan total Dana Pihak Ketiga yang dapat dihimpun oleh Bank. LDR akan menunjukan tingkat kemampuan Bank dalam menyaluran dana pihak ketiga yang dihimpun oleh Bank yang bersangkutan. LDR menyatakan seberapa jauh kemampuan bank untuk membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya.

3. Return On Assets ROA dengan Penyaluran Kredit

Penelitian yang dilakukan oleh Luh Gede Meydianawathi 2007 menyimpulkan bahwa return on assets berpengaruh positif terhadap penawaran kredit investasi dan kredit modal kerja yang disebabkan oleh stabilnya jumlah modal dan laba bank umum. Kondisi perbankan yang stabil akan meningkatkan kemampuan bank umum dalam menyalurkan kredit kepada sektor UMKM. Slope positif dari variabel ROA 58 menunjukkan bahwa selama periode penelitian, Januari 2002-Februari 2006, jumlah kredit investasi dan modal kerja yang disalurkan bank umum kepada sektor UMKM akan bertambah apabila: 1 Rasio kecukupan modal bank umum dinaikkan, 2 rentabilitas bank umum yang terus meningkat. Berbeda dengan penelitian Desi Arisandi 2009 yang menyimpulkan bahwa return on assets berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap tingkat penawaran kredit. Ini dikarenakan oleh pada tahun 2005 menunjukkan peningkatan relative lambat namun stabil, setelah tahun 2006 return on assets menagalami peningkatan yang cukup signifikan yang kemudian akhirnya melemah pada tahun 2007 inilah yang menyababkan return on assets mengalami pengaruh yang tidak signifikan.

4. Non Performing Loan NPL dengan Penyaluran Kredit

Penelitian yang dilakukan oleh Luh Gede Meydianawathi 2007, Billy Arma Pratama 2010, dan Abdul Rosyid 2009 menyimpulkan bahwa Non Performing Loan NPL berpengaruh positif terhada penyaluran kredit. Karena Non Performing Loan NPL merupakan faktor yang mendukun penyaluran kredit perbankan. Semakin rendah NPL maka semakin besar jumlah kredit yang disalurkan. Bank Umum diharuskan memiliki manajemen perkreditan yang baik, agar tingkat NPL-nya tetap berada dalam batas maksimal yang disyaratkan oleh 59 Bank Indonesia sebesar 5. Dengan demikian Bank Umum dapat menyalurkan kredit secara optimal.

5. Dana Pihak Ketiga dengan Penyaluran Kredit

Penelitian yang dilakukan oleh Luh Gede Meydianawathi 2007, Billy Arma Pratama 2010, Desi Arisandi 2009, Nresna Iqlima 2005, dan Abdul Rosyid 2009 menyimpulkan bahwa Dana Pihak Ketiga DPK merupakan faktor yang mendukung penyaluran kredit perbankan. Semakin besar DPK yang berhasil dihimpun maka semakin besar pula jumlah kredit yang disalurkan. Oleh karena itu Bank Umum harus melakukan penghimpunan DPK secara optimal. Hal ini dapat dilakukan antara lain melalui program reward yang menarik, sales people, dan service people yang qualified, suku bunga simpanan yang menarik, dan jaringan layanan yang luas dan mudah diakses, guna menarik minat masyarakat untuk menyimpan dananya. Di sisi lain ketatnya persaingan dalam rangka penghimpunan dana baik dengan sesama bank maupun dengan lembaga keuangan bukan bank dan tuntutan sebagai business entity untuk meningkatkan peroleha laba, mendorong Bank Umum untuk mempergunakan DPK yang berhasil dihimpun dengan optimal. Penyaluran kredit merupakan alokasi DPK yang paling utama dalam menghasilkan keuntungan, disamping sebagai bentuk tanggung jawab moral perbankan atas DPK yang berhasil dihimpun dari masyarakat. 60

6. Suku Bunga SBI dengan Penyaluran Kredit

Penelitian yang dilakukan oleh Billy Arma Pratama 2010 menyatakan bahwa suku bunga SBI tidak berpengaruh signifikan terhadap penyaluran kredit. Hal ini dikarenakan SBI merupakan instrumen yang menawarkan return yang cukup kompetitif serta bebas risiko risk free gagal bayar. Suku bunga SBI yang terlalu tinggi membuat perbankan betah menempatkannya dananya di SBI ketimbang menyalurkan kredit, inilah yang menyebabkan tidak ada pengaruhnya SBI terhadap penyaluran kredit.

7. Jumlah Uang Beredar dengan Penyaluran Kredit

Penelitian yang dilakukan oleh Sesy Rizkiyanti Oktavia 2006 menyatakan bahwa jumlah uang beredar berpengaruh signifikan terhadap penyaluran kredit. Dikarenakan jika jumlah uang beredar mengalami peningkatan maka jumlah penyaluran kredit juga akan mengalami peningkatan.