Temuan dan Pembahasan Penemuan dan Pengolahan Data

Struktur

B. Penemuan dan Pengolahan Data

1. Temuan dan Pembahasan

Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat pada awalnya hanya ada satu yang terdiri dari 9 kecamatan. Namun, sesuai dengan Keputusan Gubernur Nomor 329 Tahun 2002 Tentang Penetapan Wilayah Kerja Suku Dinas Pendapatan Daerah Kotamadya di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, wilayah kerja Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat dibagi menjadi dua, yaitu Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I yang terdiri dari 4 kecamatan yaitu: Tanah Abang; Menteng; Senen dan Johar Baru, dan Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat II yang juga terdiri dari 4 kecamatan yaitu: Cempaka putih; kemayoran; Sawah Besar dan Gambir. Alasan pemisahan wilayah kerja tersebut adalah pemerintah daerah ingin agar mendekatkan pelayanan terhadap wajib pajak, untuk lebih tergalinya potensi-potensi pajak daerah, dan lebih mudah melakukan pendataan dan pengawasan pajak daerah. Sumber penerimaan pajak daerah pada Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I adalah terdiri dari: Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak ABT Air Bawah Tanah, dan Pajak Parkir. Diantara seluruh sumber penerimaan pajak daerah tersebut, pajak hotel dan pajak restoran merupakan sumber pendapatan pajak daerah yang utama. Karena penerimaan dari Pajak Hotel dan Pajak Restoran adalah yang paling besar diantara penerimaan pajak daerah yang lain. Data mengenai penerimaan pajak daerah Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I perbulan tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel 4.1 Tabel 4.1 Daftar Rencana dan Realisasi Penerimaan Pajak Daerah Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I Bulan Rencana penerimaan Realisasi penerimaan Y Presentase Januari 42.080.260.417 34.453.342.249 81,87 Februari 84.166.520.833 65.757.592.680 78,13 Maret 126.249.781.250 95.743.142.008 75,83 April 168.333.041.667 130.185.946.695 77,34 Mei 210.416.302.083 164.125.667.952 78,00 Juni 252.499.562.500 200.818.107.651 79,53 Juli 294.582.822.917 235.990.807.571 80,11 Agustus 336.666.083.333 275.032.970.016 81,69 September 378.749.343.750 313.328.336.787 82,73 Oktober 420.832.604.167 351.189.935.983 83,45 Nopember 462.915.864.583 386.513.617.204 83,50 Desember 504.999.125.000 431.920.987.789 85,53 Sumber: Bagian Penagihan dan Keberatan SuDin Penda Jakarta Pusat I Tabel 4.1 di atas menunjukkan penerimaan pajak daerah selama tahun 2007 belum mencapai target penerimaan pajak yang direncanakan. Namun, penerimaan pajak terus mengalami kenaikan setiap bulannya walaupun realisasi penerimaan sempat menurun pada bulan Februari yaitu turun menjadi 78,13 dan pada bulan Maret penerimaan pajak turun kembali sampai 75,83. Akan tetapi, realisasi penerimaan pajak daerah pada bulan Mei hingga Desember meningkat dan semakin mendekati rencana penerimaan pajak daerah sebesar 85,53. Seperti yang kita ketahui, sejak berlakunya Perda No. 4 Tahun 2002 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah, Pajak Hotel dan Restoran yang sebelumnya menjadi satu dipisah menjadi Pajak Hotel dan Pajak Restoran. Hal ini dilakukan karena adanya ketidakjelasan objek pajak antara pajak hotel dan pajak restoran. Dengan dipisahnya kedua objek pajak tersebut, maka pemerintah dapat menggali potensi yang lebih besar dari pajak hotel dan pajak restoran agar penerimaan pajak daerah bisa ditingkatkan. Tabel 4.2 Rekapitulasi Pertumbuhan dan Kepatuhan Dalam Penyetoran SPT Masa Wajib Pajak Hotel Dan Restoran Tahun 2007 Hotel Restoran Bulan Jumlah WP WP Patuh X 1 Jumlah WP WP Patuh X 2 Januari 55 52 94.55 385 279 72.47 Februari 55 52 94.55 385 281 72.99 Maret 55 51 92.73 389 286 73.52 April 55 51 92.73 397 284 71.54 Mei 55 50 90.91 403 293 72.70 Juni 55 52 94.55 419 297 70.88 Juli 55 50 90.91 419 299 71.36 Agustus 55 41 74.55 428 306 71.50 September 55 50 90.91 437 305 69.79 Oktober 55 49 89.09 437 310 70.94 Nopember 55 46 83.64 439 295 67.20 Desember 55 45 81.82 442 308 69.68 Sumber: Bagian Penagihan dan Keberatan SuDin Penda Jakarta Pusat I Tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa jumlah wajib pajak hotel tetap selama tahun 2007 yaitu berjumlah 55 wajib pajak dan kepatuhan wajib pajak hotel mengalami penurunan pada bulan Januari sampai Mei. Bulan Juni kepatuhan wajib pajak naik hingga 94,55 namun pada bulan Agustus turun drastis hingga 74,55 kemudian naik lagi pada bulan September hingga 90,91. Tetapi, lagi-lagi kepatuhan wajib pajak mengalami penurunan hingga 81,82 pada akhir tahun. Rata-rata tingkat kepatuhan wajib pajak hotel pada tahun 2007 adalah 89.24 Jumlah wajib pajak restoran mengalami peningkatan yang signifikan setiap bulannya, tetapi hal itu tidak mempengaruhi tingkat kepatuhan wajib pajak restoran. Kepatuhan wajib pajak restoran sempat naik pada 3 bulan pertama yaitu hingga 73,52 namun menurun pada bulan berikutnya hingga 71,54. Kepatuhan wajib pajak restoran mengalami kenaikan dan penurunan pada bulan-bulan berikutnya hingga pada akhir tahun kepatuhan turun hingga 69.68. Rata-rata tingkat kepatuhan wajib pajak restoran pada tahun 2007 adalah 71,21 Menurunnya tingkat kepatuhan wajib pajak hotel dan wajib pajak restoran disebabkan karena memburuknya kondisi ekonomi yang ditandai dengan krisis pangan dan kenaikan harga bahan pokok yang menyebabkan naiknya harga produksi dan membuat daya beli masyarakat menurun sehingga penerimaan wajib pajakpun menurun. Hal ini menyebabkan wajib pajak lebih memilih untuk memenuhi kebutuhannya terlebih dahulu baru memikirkan membayar pajak. Ketua PHRI DKI Jakarta Krishnadi mengatakan, kenaikan bahan pokok telah memukul usaha yang berbasis makanan, yang menyebabkan food cost atau biaya memproduksi masakan naik rata-rata 10 persen. Menurut dia, jumlah itu sudah cukup mulai menggoyang jalannya usaha sebab kondisinya diikuti oleh daya beli konsumen yang merosot Kompas, 3 Februari 2008. Sapto 2005:45 berpendapat bahwa penurunan populasi hotel kemungkinan karena ketatnya persaingan usaha dan isu-isu negatif yang sering terdengar tentang terorisme dan ancaman ledakan bom. Dimana dunia perhotelan khususnya sektor pariwisata sangatlah labil dengan isu- isu semacam ini. Sementara itu, Ulfah 2007:69 berpendapat bahwa walaupun penerimaan dari pajak hotel besar, tetapi kontribusinya kecil karena kurangnya keamanan di DKI Jakarta dan penerima pajak hotel dalam hal ini pemerintah daerah tidak menjalankan fungsi pembinaan yang optimal sehingga masih ada wajib pajak hotel yang masih belum menjalankan kewajiban pelaporan pajaknya secara baik. Begitu pula dari sisi kepatuan wajib pajak dalam melaporkan omset penjualannya, masih terdapat data yang tidak sesuai dengan laporan yang wajib pajak yang disampaikan.

2. Pengolahan Data dan Hasil Pengujian Statistik