BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Jakarta merupakan pusat perkonomian utama di Indonesia, karena Jakarta adalah ibu kota negara dan merupakan pusat pemerintahan. Sebagai
ibu kota negara, maka banyak terdapat lembaga pemerintahan dan pusat bisnis yang berkembang di Jakarta, sehingga terjadi perputaran uang yang cukup
tinggi. Hal ini menyebabkan banyak penduduk daerah yang melakukan urbanisasi ke Jakarta. Selain Warga Negara Indonesia WNI juga banyak
terdapat Warga Negara Asing WNA yang bekerja dan melakukan kegiatan bisnis di Jakarta. Selain itu, Jakarta juga menjadi kota tujuan pariwisata, baik
wisatawan domestik maupun mancanegara. Dengan tingginya minat orang untuk datang ke Jakarta sehingga kebutuhan akan hotel rumah penginapan
dan restoran rumah makan sangat tinggi. Hal ini membuat hotel dan restoran dapat berkembang di kota ini.
Hotel dan restoran merupakan salah satu sarana pendukung perekonomian dan pariwisata. Fungsi utama hotel adalah sebagai tempat
tinggal sementara dan retoran adalah tempat untuk makan. Wisatawan sangat mengandalkan hotel dan restoran sebagai tempat tinggal sementara selama di
Jakarta. Disamping fungsi utamanya, hotel dan restoran juga sering dijadikan sebagai tempat untuk mengadakan pertemuan-pertemuan dan rapat meeting
oleh berbagai pihak, baik dari kalangan pejabat tinggi negara, pebisnis, sampai organisasi.
Gaya hidup masyarakat modern saat ini juga menjadikan hotel dan restoran sebagai ajang berkumpul dan bergaul, tidak hanya anak-anak muda
tetapi juga orang tua menggunakan hotel dan retoran sebagai tempat untuk mengadakan acara-acara seperti pesta tahun baru, pesta pernikahan, pesta
ulang tahun sampai arisan. Dewasa ini, banyak bermunculan hotel dan restoran yang menawarkan jasa dengan tarif miring atau rendah, sehingga
tidak hanya dari kalangan atas saja yang dapat menggunakan jasa hotel dan restoran tetapi juga dari kalangan ekonomi menengah ke bawah.
Berdasarkan data dari Bagian Pengendalian Dinas Pendapatan Daerah DKI Jakarta, jumlah hotel dan restoran di Jakarta sampai Desember 2007
tercatat sebesar 771 untuk hotel dan 5.031 untuk restoran. Pertumbuhan jumlah hotel selama satu tahun meningkat hingga hampir 100 hotel dari tahun
sebelumnya atau sekitar 10,25. Sedangkan jumlah restoran meningkat hingga lebih dari 500 restoran dari tahun sebelumnya yang berjumlah 4.516
restoran atau sekitar 10,24. Melihat dari pertumbuhan jumlah hotel dan restoran yang cukup
signifikan dalam satu tahun dan tingginya antusias masyarakat terhadap hotel dan restoran yang ada di Jakarta, dapat diasumsikan besar pendapatan yang
diterima hotel dan restoran juga tinggi, hal ini mengindikasikan bahwa penerimaan pajak daerah dari sektor hotel dan restoran juga meningkat.
Pajak daerah yang diterima pemerintah daerah dibagi menjadi dua bagian, yaitu: pajak propinsi yang terdiri dari pajak kendaraan bermotor dan
kendaraan diatas air; bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan diatas air; pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak pengambilan dan
pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan, dan pajak kabupatenkota yang terdiri dari pajak hotel; pajak restoran; pajak hiburan; pajak reklame;
pajak penerangan jalan; pajak pengambilan bahan galian golongan C; pajak parkir; pajak lain-lain Mardiasmo:2006.
Dari sekian banyak penerimaan pemerintah daerah dari pajak, sektor pajak hotel dan restoran menyumbangkan setidaknya 15 dari jumlah seluruh
pemasukan setiap tahunnya. Menurut Marihot Siahaan 2005:11, pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan
kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan
untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.
Secara teori, jika hotel dan restoran di Jakarta berkembang maka penerimaan dari sektor pajak hotel dan restoran meningkat, maka akan
meningkatkan penerimaan pajak daerah. Tetapi besarnya penerimaan daerah bukan hanya dilihat dari berkembangnya jumlah wajib pajak hotel dan
restoran, namun juga dari tingkat kepatuhan wajib pajak tax compliance dalam melakukan pembayaran pajaknya. Menurut Gunadi 2005:4,
pengertian kepatuhan pajak dalam hal ini diartikan bahwa wajib pajak
mempunyai kesediaan untuk memenuhi kewajiban pajaknya sesuai dengan aturan yang berlaku tanpa perlu diadakan pemeriksaan, investigasi, seksama,
peringatan ataupun ancaman dan penerapan sanksi administrasi. Menurut Chaizi Nasucha seperti yang dikutip oleh Marcus 2005:71,
kepatuhan Wajib Pajak dapat diidentifikasi dari kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan
diri, kepatuhan
untuk menyetorkan
kembali Surat
Pemberitahuan SPT, kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang, dan kepatuhan dalam pembayaran tunggakan.
Kepatuhan wajib pajak bisa tercermin dalam nilai selisih antara rencana penerimaan pajak dengan realisasi penerimaan pajak tersebut. Maka, apabila
semua wajib pajak hotel dan restoran menaati dan patuh terhadap peraturan perpajakan yang berlaku, maka selisih antara rencana penerimaan pajak
dengan realisasi penerimaan menjadi nol. Oleh karena itu, secara sederhana meningkatnya tingkat kepatuhan pajak akan tercermin pada menyempitnya
jurang kepatuhan, yakni selisih antara rencana penerimaan pajak dengan realisasi penerimaan pajak.
Menurut Safri Nurmantu 2003:148, Isu kepatuhan dan hal-hal yang menyebabkan ketidakpatuhan serta upaya untuk meningkatkan kepatuhan
menjadi agenda penting di negara-negara maju, apalagi di negara-negara berkembang. Isu kepatuhan menjadi penting karena ketidakpatuhan secara
bersamaan menimbulkan upaya menghindarkan pajak, baik dengan fraud dan illegal
yang disebut tax evasion, maupun penghindaran pajak tidak dengan fraud
dan dilakukan secara legal yang disebut tax avoidance. Pada akhirnya
tax evasion dan tax avoidance mempunyai akibat yang sama, yaitu
berkurangnya penyetoran pajak ke kas negara. Pada hakekatnya kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh kondisi sistem
administrasi perpajakan yang meliputi pelayanan pajak dan pelaksanaan perpajakan juga kesadaran masyarakat akan pentingnya membayar pajak.
Kurangnya kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak dipengaruhi oleh hal-hal seperti: kurang efektifnya sosialisasi dari pemerintah untuk
menyerukan membayar pajak; kurangnya pengetahuan wajib pajak tentang pajak; juga adanya kekhawatiran masyarakat dalam penggunaan penerimaan
pajak yang terkumpul tidak dipergunakan dengan semestinya. Kepatuhan terhadap pembayaran pajak sangat penting karena pajak
merupakan merupakan sektor perekonomian yang berperan sebagai sumber pembiayaan pembangunan utama. Sebagai salah satu penerimaan negara,
pajak merupakan pilihan yang tepat disamping penerimaan dari sumber migas dan non migas, karena jumlahnya yang relatif stabil. Dan dari sektor tersebut
diharapkan partisipasi aktif masyarakat dalam pembiayaan pembangunan. Karena pajak merupakan sumber penerimaan strategis dalam
menyokong pembangunan, maka pajak harus dikelola dengan baik agar keuangan negara dapat berjalan dengan lancar dan baik. Dari tahun ke tahun
telah dilakukan berbagai langkah dan kebijakan untuk meningkatkan penerimaan pajak sebagai sumber penerimaan negara. Kebijakan tersebut
dapat dilakukan melalui penyempurnaan perundang-undangan, penerbitan peraturan-peraturan baru dibidang perpajakan, meningkatkan tingkat
kepatuhan wajib pajak maupun menggali sumber-sumber pajak lain. Berbagai upaya diatas tentunya belum dapat menghasilkan peningkatan pajak yang
signifikan bagi penerimaan negara. Penelitian yang membahas tentang hotel dan restoran telah dilakukan
oleh Sapto Nur Edie 2005 dengan judul “Analisis Pengaruh Penerimaan Pajak Hotel dan Restoran Terhadap Pendapatan Asli Daerah Studi Kasus
pada Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat”. Penelitian tersebut dilakukan pada periode 1995-2004. Sapto Nur Edie menggunakan metode uji
statistik regresi sederhana untuk menguji data dan mendapatkan hasil penelitian bahwa besarnya pengaruh hubungan antara penerimaan pajak hotel
dan restoran terhadap pendapatan asli daerah cukup tinggi yaitu sebesar 93,4.
Selain itu ada juga penelitian yang dilakukan oleh Heri Purnama 2006, dengan judul “Analisa Penerimaan Pajak Hotel dan Restoran: Studi
Berdasarkan Jumlah Kunjungan Wisatawan di Kabupaten Garut Periode 1999- 2005”. Adapun kesimpulan yang didapat oleh Heri, yaitu: Jumlah wisatawan
lokal dan asing berpengaruh secara bersama-sama terhadap penerimaan pajak hotel dan restoran di Kabupaten Garut periode 1999-2005. Secara
parsial hanya wisatawan lokal yang berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak hotel dan restoran di Kabupaten Garut.
Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu, objek penelitian yang penulis uji adalah tingkat kepatuhan wajib pajak hotel
dan wajib pajak restoran dengan tujuan untuk mengetahui pengaruhnya
terhadap penerimaan pajak daerah di Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I. Sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah metode
penelitian regresi linier berganda. Selain itu, sampel yang diambil hanya dari bulan Januari sampai Desember tahun 2007. Sementara objek penelitian yang
dilakukan oleh Sapto adalah jumlah penerimaan pajak hotel dan restoran serta di uji menggunakan metode penelitian regresi linier sederhana dan sampel
diambil pada tahun 1995-2004. Sedangkan objek penelitian yang dilakukan Hery adalah jumlah kunjungan wisatawan lokal dan asing dengan tujuan
mengetahui pengaruhnya terhadap penerimaan pajak daerah Kabupaten Garut dan menggunakan sampel dari tahun 1999-2005.
Melihat akan pentingnya kepatuhan wajib pajak dalam melakukan kewajiban perpajakannya terhadap penerimaan negara dari sektor pajak,
penulis ingin mengetahui berapa besar tingkat kepatuhan wajib pajak hotel dan restoran di DKI Jakarta. Dengan latar belakang permasalahan tersebut
penulis tertarik untuk menganalisisnya dalam bentuk skripsi dengan judul
“Analisis Pengaruh Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Hotel dan Restoran Terhadap Penerimaan Pajak Daerah”. Penelitian ini dilakukan pada Suku
Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I.
B. Perumusan Masalah