Kajian Sistem Manajemen Terpadu (Iso 9001:2000 Dan Iso 22000:2005) Di Perusahaan Gula Rafinasi Melalui Magang Di Perusahaan Jasa Konsultasi, Premysis Consulting, Jakarta

(1)

KAJIAN SISTEM MANAJEMEN TERPADU (ISO 9001:2000 DAN ISO 22000:2005) DI PERUSAHAAN GULA RAFINASI MELALUI MAGANG

DI PERUSAHAAN JASA KONSULTASI, PREMYSIS CONSULTING, JAKARTA

HANS PUTRA KELANA F24104051

2009

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

KAJIAN SISTEM MANAJEMEN TERPADU (ISO 9001:2000 DAN ISO 22000:2005) DI PERUSAHAAN GULA RAFINASI MELALUI MAGANG

DI PERUSAHAAN JASA KONSULTASI, PREMYSIS CONSULTING, JAKARTA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

HANS PUTRA KELANA F24104051

2009

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(3)

HANS PUTRA KELANA. F24104051. Kajian Sistem Manajemen Terpadu (ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005) di Perusahaan Gula Rafinasi Melalui Magang di Perusahaan Jasa Konsultasi, Premysis Consulting, Jakarta. Di bawah bimbingan Dr. Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc dan Tjahja Muhandri, MT.

ABSTRAK

Isu keamanan pangan kerap menjadi sesuatu yang disepelekan perusahaan pangan tetapi akan berdampak besar ke bisnis perusahaan tersebut jika sampai terjadi. Jaminan keamanan pangan merupakan persyaratan dasar untuk seluruh aktivitas yang meliputi rantai pangan, seperti produksi, distribusi, sampai konsumsi. Selain itu, setiap orang adalah pelanggan yang sangat mencari dan menghargai mutu dari sebuah produk. The International Organization for Standardization (ISO) menjawab kebutuhan perusahaan tersebut dengan mengeluarkan produk berupa sistem manajemen mutu (ISO 9001:2000) dan sistem manajemen keamanan pangan (ISO 22000:2005).

Kegiatan magang ini memiliki enam tujuan yang sistematis. Tujuan tersebut yaitu: (1) mempelajari Hazard Analysis Critical Control Points (HACCP), standar sistem manajemen ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005, (2) melakukan identifikasi kesesuaian dan menganalisis ketidaksesuaian sistem manajemen terpadu milik perusahaan gula rafinasi dengan standar mutu dan keamanan pangan internasional ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005, (3) melakukan pemeriksaan ketidaksesuaian implementasi sistem manajemen terpadu yang ada di perusahaan gula rafinasi dengan acuan standar mutu (ISO 9001:2000) dan keamanan pangan (ISO 22000:2005), (4) menyusun solusi alternatif bagi ketidaksesuaian implementasi sistem manajemen terpadu milik perusahaan gula rafinasi, (5) melakukan verifikasi keberhasilan solusi alternatif yang diberikan, dan (6) memberikan solusi alternatif tahap kedua atas ketidaksesuaian yang ditunjukkan hasil verifikasi. Melalui tujuan-tujuan tersebut diharapkan tulisan ini dapat digunakan sebagai salah satu sumber informasi dan pembelajaran praktis bagi akademisi maupun praktisi industri pangan dalam mengenal sistem manajemen terpadu berbasis ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005.

Pelaksanaan magang dilakukan di tiga tempat. Tempat pertama di Perusahaan Jasa Konsultasi, Premysis Consulting, Jakarta. Tempat kedua di kantor pusat PT Gula Rafinasi A, Jakarta. Tempat ketiga di pabrik PT Gula Rafinasi A, Cilegon. Secara garis besar, pelaksanaan magang dilakukan dengan tiga tahapan, yaitu kajian sistem HACCP, ISO 9001:2000, dan ISO 22000:2005, tinjauan umum perusahaan tempat magang, dan kajian penerapan sistem manajemen terpadu (ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005) di perusahaan gula rafinasi.

Hasil analisis HACCP, ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005 menunjukkan keterkaitan antara ketiga sistem ini. HACCP merupakan sistem analisa bahaya yang dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan titik-titik kritis di dalam proses pangan. ISO mengintegrasikan HACCP ke dalam ISO 22000:2005 dan menjadikannya sebagai salah satu elemen kunci penerapan ISO 22000:2005. ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005 memiliki keterkaitan berupa perbedaan dan persamaan sistem ini bagi sebuah organisasi. Kelima bagian utama pada ISO


(4)

9001:2000 dan ISO 22000:2005 yang dapat diintegrasikan adalah saasaran dan kebijakan, wakil manajemen, pengendalian dokumen dan catatan, audit, dan tinjauan manajemen.

Kajian tahap pertama sistem manajemen terpadu di PT Gula Rafinasi A dengan menggunakan tabel ketidaksesuaian menunjukkan PT Gula Rafinasi A masih belum memenuhi persyaratan ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005 secara penuh. Hasil identifikasi menunjukkan terdapat 4 ketidaksesuaian sistem manajemen mutu berdasarkan ISO 9001:2000. Selain itu, hasil identifikasi menunjukkan 5 ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan berdasarkan ISO 22000:2005.

Ketidaksesuaian yang ada berusaha diselesaikan dengan penyusunan solusi alternatif bersama antara tim konsultan Premysis dengan tim mutu dan keamanan pangan PT Gula Rafinasi A. Solusi alternatif yang telah disusun dicoba diimplementasikan dan diamati tiga bulan berikutnya. Setelah tiga bulan, dilakukan verfikasi sistem manajemen terpadu PT Gula Rafinasi A. Solusi alternatif yang disusun mampu menyelesaikan 4 ketidaksesuaian sistem manajemen mutu dan 3 ketidaksesuaian manajemen keamanan pangan. Selain itu, hasil verifikasi menunjukkan terdapat 2 ketidaksesuaian manajemen keamanan pangan yang baru teridentifikasi di pabrik PT Gula Rafinasi A. Selanjutnya, solusi alternatif tahap kedua disusun untuk menyelesaikan 2 ketidaksesuaian lama dan 2 ketidaksesuaian baru untuk sistem manajemen keamanan pangan. Secara keseluruhan, PT Gula Rafinasi A telah menerapkan sistem manajemen terpadu berbasis ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005.


(5)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Isu keamanan pangan kerap menjadi sesuatu yang disepelekan perusahaan pangan tetapi akan berdampak besar ke bisnis perusahaan tersebut jika sampai terjadi. Jaminan keamanan pangan merupakan persyaratan dasar untuk seluruh aktivitas yang meliputi rantai pangan, seperti produksi, distribusi, sampai konsumsi. Hal ini menjadi perhatian karena setiap orang memiliki hak yang sama untuk mengkonsumsi pangan yang aman bagi kesehatannya. Selain itu, setiap orang adalah pelanggan yang sangat mencari dan menghargai mutu dari sebuah produk.

Perusahaan yang baik akan berusaha menjaga dan meningkatkan mutu produk sesuai yang diharapkan konsumennya. Kepuasan pelanggan adalah ukuran yang penting bagi perusahaan dalam menjaga bisnisnya dan melakukan siklus perbaikan berkelanjutan. Perbaikan secara berkelanjutan, peningkatan kinerja dan mutu, dan pelaksanaan bisnis dengan jaminan keamanan pangan merupakan kebutuhan bagi setiap perusahaan pangan saat ini.

The International Organization for Standardization (ISO) menjawab kebutuhan perusahaan tersebut dengan mengeluarkan produk berupa sistem manajemen mutu (ISO 9001:2000) dan sistem manajemen keamanan pangan (ISO 22000:2005). ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005 adalah perangkat sistem manajemen yang memberikan jaminan proses terkendali, dinamis, dan terstandarisasi internasional yang efektif dalam meningkatkan kinerja dan keuntungan perusahaan.

ISO mengadopsi Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) ke dalam ISO 22000:2005. Hal ini dikarenakan HACCP telah diakui sebagai perangkat yang efektif untuk mengendalikan keamanan pangan. Pengetahuan tentang HACCP, khususnya terkait 12 langkah penerapan meliputi 7 prinsip telah diperkenalkan secara luas pada praktisi industri pangan di berbagai belahan dunia. Penerapan HACCP bisa diterapkan di dalam rantai produksi pangan, mulai dari produsen utama bahan baku pangan (pertanian),


(6)

penanganan, pengolahan, distribusi, pemasaran, sampai dengan pengguna akhir.

Berdasarkan pertimbangan di atas, pelaksana magang berusaha membantu menyediakan informasi pembelajaran memadukan penerapan ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005 dalam industri pangan bagi pihak lain yang membutuhkan seperti praktisi industri maupun akademisi. Penerapan sistem manajemen yang terstandarisasi dan efektif merupakan kebutuhan bagi semua pihak yang terlibat dalam perusahaan pangan. Melalui laporan kegiatan magang ini diharapkan dapat menumbuhkan cara berpikir baru bagi setiap orang yang ingin tahu mengenai penerapan standar internasional di dalam perusahaan pangan.

B. Tujuan

Tujuan dilakukan kegiatan magang di PT Premysis Consulting, Jakarta adalah (1) mempelajari HACCP, standar sistem manajemen ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005, (2) melakukan identifikasi dan analisis ketidaksesuaian sistem manajemen terpadu milik perusahaan gula rafinasi dengan standar mutu dan keamanan pangan internasional ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005, (3) melakukan pemeriksaan ketidaksesuaian implementasi sistem manajemen terpadu yang ada di perusahaan gula rafinasi dengan acuan standar mutu (ISO 9001:2000) dan keamanan pangan (ISO 22000:2005), (4) menyusun solusi alternatif bagi ketidaksesuaian implementasi sistem manajemen terpadu milik perusahaan gula rafinasi, (5) melakukan verifikasi keberhasilan solusi alternatif yang diberikan, dan (6) memberikan solusi alternatif tahap kedua atas ketidaksesuaian yang ditunjukkan hasil verifikasi.

C. Manfaat

Manfaat hasil laporan magang ini adalah sebagai salah satu sumber informasi dan pembelajaran praktis bagi akademisi maupun praktisi industri pangan dalam mengenal sistem manajemen mutu dan keamanan pangan berstandar internasional, ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005.


(7)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sistem Manajemen Mutu

Juran di dalam Muhandri dan Kadarisman (2008) mendefinisikan mutu sebagai ”fitness for use” (kecocokan atau kelayakan untuk digunakan). Hal ini

dapat diartikan penggunaan akan barang atau jasa sesuai dalam pemenuhan kebutuhan konsumennya. Penjelasan fitness for use oleh Juran dapat dikaji menjadi dua bagian, yaitu quality of design (mutu rancangan) dan quality of conformance (mutu kesesuaian). Quality of design disebut sebagai mutu absolut artinya mutu yang direncanakan. Bila biaya untuk menaikkan mutu ini ditingkatkan maka dapat meningkatkan nilai jual lebih tinggi. Quality of conformance merupakan tingkat kesesuaian produk atau jasa terhadap rancangan yang sudah dibuat. Tingkat kesesuaian yang tinggi akan menurunkan biaya produksi per unit produk.

Ada dua unsur mendasar tentang mutu, yaitu pengalaman pelanggan dalam mengenal mutu dan kreatifitas produsen mengenai mutu (Kolarik, 1999). Saat pelanggan melakukan pilihan, secara tidak sadar dirinya membentuk pengertian mutu. Kepuasan pelanggan menggunakan sebuah produk baik barang maupun jasa akan selalu diukur oleh dirinya sendiri yang nantinya akan menjadi sebuah ingatan dan pengalaman dalam menentukan pilihan produk selanjutnya. Bagi pihak produsen, pengalaman-pengalaman konsumen tersebut merupakan kumpulan atribut berharga yang sebisa mungkin dipenuhi agar produk yang dijual sesuai mutu yang ada di pengalaman konsumen.

Produk pangan merupakan komoditas yang tidak terlepas dari konsep mutu. Berbagai atribut mutu yang melekat pada produk pangan seperti rasa, aroma, warna, tekstur, harga, dan sebagainya, merupakan faktor penentu bagi konsumen dalam menentukan pilihannya. Oleh karena itu, perusahaan pangan harus mampu secara nyata meningkatkan mutu produknya untuk memberikan kepuasan dan kepercayaan konsumen.

Seiring perjalanan waktu, tidak jarang perusahaan-perusahaan lalai dalam mengendalikan mutu produknya. Pengendalian mutu menurut Juran (1995),


(8)

merupakan proses yang digunakan untuk membantu pencapaian produk dan proses sesuai dengan tujuan. Kegiatan pengendalian mutu mencakup: 1) menilai kinerja operasi yang aktual, 2) membandingkan dengan tujuan (standar) dan 3) mengambil tindakan jika terdapat perbedaan. Melalui pengendalian mutu, sebuah perusahaan selain mampu mengendalikan biaya dalam kegiatan operasional juga mampu bertahan dalam persaingan usaha dari kompetitornya.

Kendala yang umum terjadi di dalam perusahaan yang belum atau tidak memiliki sistem di dalamnya adalah ketergantungan pada pihak tertentu yang menguasai konsep dan pengendalian mutu. Pengendalian disertai peningkatan mutu yang dilakukan berkesinambungan memerlukan sebuah sistem yang mampu mengaturnya. Sistem ini akan membantu perusahaan mampu mengendalikan mutunya walaupun pihak yang selama ini ahli dalam melakukan pengendalian mutu, tidak lagi berada di perusahaan tersebut.

B. Standar Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2000

ISO 9001:2000 adalah sebuah standar internasional yang dibuat oleh The International Organization for Standardization (ISO) untuk memberikan panduan, arahan, dan acuan sistem manajemen mutu di dalam organisasi. Pengadopsian sistem manajemen mutu hendaknya merupakan keputusan strategis dari suatu organisasi. Perancangan dan penerapan dari sistem manajemen mutu organisasi dipengaruhi oleh kebutuhan yang bervariasi, tujuan tertentu, produk yang disediakan, proses yang digunakan, serta ukuran dan struktur dari organisasi (ISO, 2000).

Menurut ISO (2008), ISO 9001:2000 memiliki delapan prinsip dalam memberikan standar sistem manajemen mutu, yaitu:

1) fokus ke pelanggan, 2) kepemimpinan,

3) pelibatan semua pihak, 4) pendekatan proses,

5) pendekatan sistem ke manajemen, 6) perbaikan berkelanjutan,


(9)

7) pendekatan faktual untuk pengambilan keputusan, dan 8) hubungan saling menguntungkan dengan pemasok.

Kedelapan prinsip tersebut menyediakan kerangka bekerja yang ilmiah dan sistematis bagi manajer senior untuk menjalankan organisasinya menuju peningkatan kinerja. Prinsip-prinsip tersebut berguna dalam meningkatkan mutu suatu organisasi dan melibatkan seluruh pihak yang terkait di dalamnya. Penerapan ISO 9001:2000 tidak terlepas dari pentingnya penerapan standar. Standar memberikan kontribusi positif yang besar hampir di setiap aspek kehidupan. Menurut ISO (2008), standar memastikan karakteristik yang diinginkan untuk produk dan jasa seperti mutu, keramahan lingkungan, keamanan, keterandalan, efisiensi dan pertukaran, serta biaya ekonomis. Jika standar tidak muncul dalam suatu hal, baik itu produk maupun proses, hal ini dapat segera diketahui.

Standar sistem manajemen mutu yang terdapat dalam ISO 9001:2000 memiliki tatanan yang ilmiah dalam pengaturan proses yang terdapat dalam organisasi. Standar internasional ini mengutamakan pendekatan proses dalam memberikan arahan untuk menyusun sistem manajemen mutu yang efektif. Hal ini penting, karena syarat sebuah organisasi berjalan efektif, maka organisasi tersebut harus mampu mengidentifikasi dan mengelola sejumlah kegiatan yang saling berhubungan. Kegiatan yang menggunakan sumberdaya dan dikelola untuk memungkinkan perubahan masukan menjadi keluaran dapat dianggap sebagai proses.

Keuntungan yang didapat dengan menjalankan ISO 9001:2000 bagi sebuah organisasi adalah terpenuhinya kebutuhan sesuai dengan harapan organisasi dan regulasi yang berlaku. Selain itu, organisasi yang menjalankan standar internasional ini dapat meningkatkan kepercayaan pelanggan terhadap kinerja dan mutu organisasi. Peningkatan kinerja dan mutu organisasi dapat menurunkan biaya produksi dan meningkatkan produktivitas.

ISO 9001:2000 bisa diterapkan di setiap organisasi apapun. Standar sistem ini memiliki ruang lingkup yang luas karena menekankan kepada sistem manajemen mutu. Makna mutu berlaku universal di seluruh bidang usaha apapun. Standar ini tidak menyiratkan harus terjadi keseragaman sistem


(10)

manajemen mutu maupun dokumentasinya. Sebagai acuan tambahan, standar ini menggunakan beberapa aturan seperti peraturan pemerintah ataupun persyaratan pelanggan.

Penerapan ISO 9001:2000 memerlukan persiapan yang matang untuk suatu organisasi dalam mewujudkan kerangka kerja sistem manajemen mutu. Saat yang tepat bagi sebuah organisasi dalam menerapkan standar internasional ini adalah ketika organisasi telah siap memajukan dan mengembangkan usahanya. Hal ini disebabkan, perubahan di dalam dunia usaha selalu dinamis dan menuntut setiap organisasi untuk selalu bergerak maju. Perubahan tersebut mengharuskan organisasi memiliki suatu kerangka berpikir yang mantap untuk senantiasa mengutamakan mutu.

C. Sistem Manajemen Keamanan Pangan

Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 Tentang: Pangan, keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Pangan bersifat sensitif terhadap kesehatan manusia karena pangan dikonsumsi setidaknya tiga kali dalam sehari. Selama pengolahan mulai dari hulu sampai hilir terdapat berbagai ancaman bagi pangan yang bisa menyebabkan gangguan kesehatan bagi konsumen.

Sementara itu, Codex Alimentarius Commission (2003) menyatakan keamanan pangan adalah jaminan bahwa pangan tidak akan menyebabkan bahaya bagi konsumen ketika disiapkan dan/atau dimakan berdasarkan tujuan penggunanya. Bahaya yang mungkin timbul selama proses persiapan, pengolahan, sampai penyajian pangan disebabkan adanya kontaminasi, reaksi yang timbul selama pengolahan, dan kesalahan penanganan pangan.

Hariyadi (2008) memiliki pandangan lain dengan mengelompokkan keamanan pangan menjadi dua bagian, yaitu keamanan bagi tubuh (safety for body) dan keamanan bagi keyakinan (safety for mind). Tinjauan keamanan pangan bagi tubuh (safety for body) setidaknya meliputi tiga aspek utama, yaitu mikrobiologi, fisik, dan kimia. Keamanan bagi tubuh bila dijabarkan lagi


(11)

KAJIAN SISTEM MANAJEMEN TERPADU (ISO 9001:2000 DAN ISO 22000:2005) DI PERUSAHAAN GULA RAFINASI MELALUI MAGANG

DI PERUSAHAAN JASA KONSULTASI, PREMYSIS CONSULTING, JAKARTA

HANS PUTRA KELANA F24104051

2009

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(12)

KAJIAN SISTEM MANAJEMEN TERPADU (ISO 9001:2000 DAN ISO 22000:2005) DI PERUSAHAAN GULA RAFINASI MELALUI MAGANG

DI PERUSAHAAN JASA KONSULTASI, PREMYSIS CONSULTING, JAKARTA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

HANS PUTRA KELANA F24104051

2009

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(13)

HANS PUTRA KELANA. F24104051. Kajian Sistem Manajemen Terpadu (ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005) di Perusahaan Gula Rafinasi Melalui Magang di Perusahaan Jasa Konsultasi, Premysis Consulting, Jakarta. Di bawah bimbingan Dr. Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc dan Tjahja Muhandri, MT.

ABSTRAK

Isu keamanan pangan kerap menjadi sesuatu yang disepelekan perusahaan pangan tetapi akan berdampak besar ke bisnis perusahaan tersebut jika sampai terjadi. Jaminan keamanan pangan merupakan persyaratan dasar untuk seluruh aktivitas yang meliputi rantai pangan, seperti produksi, distribusi, sampai konsumsi. Selain itu, setiap orang adalah pelanggan yang sangat mencari dan menghargai mutu dari sebuah produk. The International Organization for Standardization (ISO) menjawab kebutuhan perusahaan tersebut dengan mengeluarkan produk berupa sistem manajemen mutu (ISO 9001:2000) dan sistem manajemen keamanan pangan (ISO 22000:2005).

Kegiatan magang ini memiliki enam tujuan yang sistematis. Tujuan tersebut yaitu: (1) mempelajari Hazard Analysis Critical Control Points (HACCP), standar sistem manajemen ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005, (2) melakukan identifikasi kesesuaian dan menganalisis ketidaksesuaian sistem manajemen terpadu milik perusahaan gula rafinasi dengan standar mutu dan keamanan pangan internasional ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005, (3) melakukan pemeriksaan ketidaksesuaian implementasi sistem manajemen terpadu yang ada di perusahaan gula rafinasi dengan acuan standar mutu (ISO 9001:2000) dan keamanan pangan (ISO 22000:2005), (4) menyusun solusi alternatif bagi ketidaksesuaian implementasi sistem manajemen terpadu milik perusahaan gula rafinasi, (5) melakukan verifikasi keberhasilan solusi alternatif yang diberikan, dan (6) memberikan solusi alternatif tahap kedua atas ketidaksesuaian yang ditunjukkan hasil verifikasi. Melalui tujuan-tujuan tersebut diharapkan tulisan ini dapat digunakan sebagai salah satu sumber informasi dan pembelajaran praktis bagi akademisi maupun praktisi industri pangan dalam mengenal sistem manajemen terpadu berbasis ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005.

Pelaksanaan magang dilakukan di tiga tempat. Tempat pertama di Perusahaan Jasa Konsultasi, Premysis Consulting, Jakarta. Tempat kedua di kantor pusat PT Gula Rafinasi A, Jakarta. Tempat ketiga di pabrik PT Gula Rafinasi A, Cilegon. Secara garis besar, pelaksanaan magang dilakukan dengan tiga tahapan, yaitu kajian sistem HACCP, ISO 9001:2000, dan ISO 22000:2005, tinjauan umum perusahaan tempat magang, dan kajian penerapan sistem manajemen terpadu (ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005) di perusahaan gula rafinasi.

Hasil analisis HACCP, ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005 menunjukkan keterkaitan antara ketiga sistem ini. HACCP merupakan sistem analisa bahaya yang dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan titik-titik kritis di dalam proses pangan. ISO mengintegrasikan HACCP ke dalam ISO 22000:2005 dan menjadikannya sebagai salah satu elemen kunci penerapan ISO 22000:2005. ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005 memiliki keterkaitan berupa perbedaan dan persamaan sistem ini bagi sebuah organisasi. Kelima bagian utama pada ISO


(14)

9001:2000 dan ISO 22000:2005 yang dapat diintegrasikan adalah saasaran dan kebijakan, wakil manajemen, pengendalian dokumen dan catatan, audit, dan tinjauan manajemen.

Kajian tahap pertama sistem manajemen terpadu di PT Gula Rafinasi A dengan menggunakan tabel ketidaksesuaian menunjukkan PT Gula Rafinasi A masih belum memenuhi persyaratan ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005 secara penuh. Hasil identifikasi menunjukkan terdapat 4 ketidaksesuaian sistem manajemen mutu berdasarkan ISO 9001:2000. Selain itu, hasil identifikasi menunjukkan 5 ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan berdasarkan ISO 22000:2005.

Ketidaksesuaian yang ada berusaha diselesaikan dengan penyusunan solusi alternatif bersama antara tim konsultan Premysis dengan tim mutu dan keamanan pangan PT Gula Rafinasi A. Solusi alternatif yang telah disusun dicoba diimplementasikan dan diamati tiga bulan berikutnya. Setelah tiga bulan, dilakukan verfikasi sistem manajemen terpadu PT Gula Rafinasi A. Solusi alternatif yang disusun mampu menyelesaikan 4 ketidaksesuaian sistem manajemen mutu dan 3 ketidaksesuaian manajemen keamanan pangan. Selain itu, hasil verifikasi menunjukkan terdapat 2 ketidaksesuaian manajemen keamanan pangan yang baru teridentifikasi di pabrik PT Gula Rafinasi A. Selanjutnya, solusi alternatif tahap kedua disusun untuk menyelesaikan 2 ketidaksesuaian lama dan 2 ketidaksesuaian baru untuk sistem manajemen keamanan pangan. Secara keseluruhan, PT Gula Rafinasi A telah menerapkan sistem manajemen terpadu berbasis ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005.


(15)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Isu keamanan pangan kerap menjadi sesuatu yang disepelekan perusahaan pangan tetapi akan berdampak besar ke bisnis perusahaan tersebut jika sampai terjadi. Jaminan keamanan pangan merupakan persyaratan dasar untuk seluruh aktivitas yang meliputi rantai pangan, seperti produksi, distribusi, sampai konsumsi. Hal ini menjadi perhatian karena setiap orang memiliki hak yang sama untuk mengkonsumsi pangan yang aman bagi kesehatannya. Selain itu, setiap orang adalah pelanggan yang sangat mencari dan menghargai mutu dari sebuah produk.

Perusahaan yang baik akan berusaha menjaga dan meningkatkan mutu produk sesuai yang diharapkan konsumennya. Kepuasan pelanggan adalah ukuran yang penting bagi perusahaan dalam menjaga bisnisnya dan melakukan siklus perbaikan berkelanjutan. Perbaikan secara berkelanjutan, peningkatan kinerja dan mutu, dan pelaksanaan bisnis dengan jaminan keamanan pangan merupakan kebutuhan bagi setiap perusahaan pangan saat ini.

The International Organization for Standardization (ISO) menjawab kebutuhan perusahaan tersebut dengan mengeluarkan produk berupa sistem manajemen mutu (ISO 9001:2000) dan sistem manajemen keamanan pangan (ISO 22000:2005). ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005 adalah perangkat sistem manajemen yang memberikan jaminan proses terkendali, dinamis, dan terstandarisasi internasional yang efektif dalam meningkatkan kinerja dan keuntungan perusahaan.

ISO mengadopsi Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) ke dalam ISO 22000:2005. Hal ini dikarenakan HACCP telah diakui sebagai perangkat yang efektif untuk mengendalikan keamanan pangan. Pengetahuan tentang HACCP, khususnya terkait 12 langkah penerapan meliputi 7 prinsip telah diperkenalkan secara luas pada praktisi industri pangan di berbagai belahan dunia. Penerapan HACCP bisa diterapkan di dalam rantai produksi pangan, mulai dari produsen utama bahan baku pangan (pertanian),


(16)

penanganan, pengolahan, distribusi, pemasaran, sampai dengan pengguna akhir.

Berdasarkan pertimbangan di atas, pelaksana magang berusaha membantu menyediakan informasi pembelajaran memadukan penerapan ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005 dalam industri pangan bagi pihak lain yang membutuhkan seperti praktisi industri maupun akademisi. Penerapan sistem manajemen yang terstandarisasi dan efektif merupakan kebutuhan bagi semua pihak yang terlibat dalam perusahaan pangan. Melalui laporan kegiatan magang ini diharapkan dapat menumbuhkan cara berpikir baru bagi setiap orang yang ingin tahu mengenai penerapan standar internasional di dalam perusahaan pangan.

B. Tujuan

Tujuan dilakukan kegiatan magang di PT Premysis Consulting, Jakarta adalah (1) mempelajari HACCP, standar sistem manajemen ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005, (2) melakukan identifikasi dan analisis ketidaksesuaian sistem manajemen terpadu milik perusahaan gula rafinasi dengan standar mutu dan keamanan pangan internasional ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005, (3) melakukan pemeriksaan ketidaksesuaian implementasi sistem manajemen terpadu yang ada di perusahaan gula rafinasi dengan acuan standar mutu (ISO 9001:2000) dan keamanan pangan (ISO 22000:2005), (4) menyusun solusi alternatif bagi ketidaksesuaian implementasi sistem manajemen terpadu milik perusahaan gula rafinasi, (5) melakukan verifikasi keberhasilan solusi alternatif yang diberikan, dan (6) memberikan solusi alternatif tahap kedua atas ketidaksesuaian yang ditunjukkan hasil verifikasi.

C. Manfaat

Manfaat hasil laporan magang ini adalah sebagai salah satu sumber informasi dan pembelajaran praktis bagi akademisi maupun praktisi industri pangan dalam mengenal sistem manajemen mutu dan keamanan pangan berstandar internasional, ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005.


(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sistem Manajemen Mutu

Juran di dalam Muhandri dan Kadarisman (2008) mendefinisikan mutu sebagai ”fitness for use” (kecocokan atau kelayakan untuk digunakan). Hal ini

dapat diartikan penggunaan akan barang atau jasa sesuai dalam pemenuhan kebutuhan konsumennya. Penjelasan fitness for use oleh Juran dapat dikaji menjadi dua bagian, yaitu quality of design (mutu rancangan) dan quality of conformance (mutu kesesuaian). Quality of design disebut sebagai mutu absolut artinya mutu yang direncanakan. Bila biaya untuk menaikkan mutu ini ditingkatkan maka dapat meningkatkan nilai jual lebih tinggi. Quality of conformance merupakan tingkat kesesuaian produk atau jasa terhadap rancangan yang sudah dibuat. Tingkat kesesuaian yang tinggi akan menurunkan biaya produksi per unit produk.

Ada dua unsur mendasar tentang mutu, yaitu pengalaman pelanggan dalam mengenal mutu dan kreatifitas produsen mengenai mutu (Kolarik, 1999). Saat pelanggan melakukan pilihan, secara tidak sadar dirinya membentuk pengertian mutu. Kepuasan pelanggan menggunakan sebuah produk baik barang maupun jasa akan selalu diukur oleh dirinya sendiri yang nantinya akan menjadi sebuah ingatan dan pengalaman dalam menentukan pilihan produk selanjutnya. Bagi pihak produsen, pengalaman-pengalaman konsumen tersebut merupakan kumpulan atribut berharga yang sebisa mungkin dipenuhi agar produk yang dijual sesuai mutu yang ada di pengalaman konsumen.

Produk pangan merupakan komoditas yang tidak terlepas dari konsep mutu. Berbagai atribut mutu yang melekat pada produk pangan seperti rasa, aroma, warna, tekstur, harga, dan sebagainya, merupakan faktor penentu bagi konsumen dalam menentukan pilihannya. Oleh karena itu, perusahaan pangan harus mampu secara nyata meningkatkan mutu produknya untuk memberikan kepuasan dan kepercayaan konsumen.

Seiring perjalanan waktu, tidak jarang perusahaan-perusahaan lalai dalam mengendalikan mutu produknya. Pengendalian mutu menurut Juran (1995),


(18)

merupakan proses yang digunakan untuk membantu pencapaian produk dan proses sesuai dengan tujuan. Kegiatan pengendalian mutu mencakup: 1) menilai kinerja operasi yang aktual, 2) membandingkan dengan tujuan (standar) dan 3) mengambil tindakan jika terdapat perbedaan. Melalui pengendalian mutu, sebuah perusahaan selain mampu mengendalikan biaya dalam kegiatan operasional juga mampu bertahan dalam persaingan usaha dari kompetitornya.

Kendala yang umum terjadi di dalam perusahaan yang belum atau tidak memiliki sistem di dalamnya adalah ketergantungan pada pihak tertentu yang menguasai konsep dan pengendalian mutu. Pengendalian disertai peningkatan mutu yang dilakukan berkesinambungan memerlukan sebuah sistem yang mampu mengaturnya. Sistem ini akan membantu perusahaan mampu mengendalikan mutunya walaupun pihak yang selama ini ahli dalam melakukan pengendalian mutu, tidak lagi berada di perusahaan tersebut.

B. Standar Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2000

ISO 9001:2000 adalah sebuah standar internasional yang dibuat oleh The International Organization for Standardization (ISO) untuk memberikan panduan, arahan, dan acuan sistem manajemen mutu di dalam organisasi. Pengadopsian sistem manajemen mutu hendaknya merupakan keputusan strategis dari suatu organisasi. Perancangan dan penerapan dari sistem manajemen mutu organisasi dipengaruhi oleh kebutuhan yang bervariasi, tujuan tertentu, produk yang disediakan, proses yang digunakan, serta ukuran dan struktur dari organisasi (ISO, 2000).

Menurut ISO (2008), ISO 9001:2000 memiliki delapan prinsip dalam memberikan standar sistem manajemen mutu, yaitu:

1) fokus ke pelanggan, 2) kepemimpinan,

3) pelibatan semua pihak, 4) pendekatan proses,

5) pendekatan sistem ke manajemen, 6) perbaikan berkelanjutan,


(19)

7) pendekatan faktual untuk pengambilan keputusan, dan 8) hubungan saling menguntungkan dengan pemasok.

Kedelapan prinsip tersebut menyediakan kerangka bekerja yang ilmiah dan sistematis bagi manajer senior untuk menjalankan organisasinya menuju peningkatan kinerja. Prinsip-prinsip tersebut berguna dalam meningkatkan mutu suatu organisasi dan melibatkan seluruh pihak yang terkait di dalamnya. Penerapan ISO 9001:2000 tidak terlepas dari pentingnya penerapan standar. Standar memberikan kontribusi positif yang besar hampir di setiap aspek kehidupan. Menurut ISO (2008), standar memastikan karakteristik yang diinginkan untuk produk dan jasa seperti mutu, keramahan lingkungan, keamanan, keterandalan, efisiensi dan pertukaran, serta biaya ekonomis. Jika standar tidak muncul dalam suatu hal, baik itu produk maupun proses, hal ini dapat segera diketahui.

Standar sistem manajemen mutu yang terdapat dalam ISO 9001:2000 memiliki tatanan yang ilmiah dalam pengaturan proses yang terdapat dalam organisasi. Standar internasional ini mengutamakan pendekatan proses dalam memberikan arahan untuk menyusun sistem manajemen mutu yang efektif. Hal ini penting, karena syarat sebuah organisasi berjalan efektif, maka organisasi tersebut harus mampu mengidentifikasi dan mengelola sejumlah kegiatan yang saling berhubungan. Kegiatan yang menggunakan sumberdaya dan dikelola untuk memungkinkan perubahan masukan menjadi keluaran dapat dianggap sebagai proses.

Keuntungan yang didapat dengan menjalankan ISO 9001:2000 bagi sebuah organisasi adalah terpenuhinya kebutuhan sesuai dengan harapan organisasi dan regulasi yang berlaku. Selain itu, organisasi yang menjalankan standar internasional ini dapat meningkatkan kepercayaan pelanggan terhadap kinerja dan mutu organisasi. Peningkatan kinerja dan mutu organisasi dapat menurunkan biaya produksi dan meningkatkan produktivitas.

ISO 9001:2000 bisa diterapkan di setiap organisasi apapun. Standar sistem ini memiliki ruang lingkup yang luas karena menekankan kepada sistem manajemen mutu. Makna mutu berlaku universal di seluruh bidang usaha apapun. Standar ini tidak menyiratkan harus terjadi keseragaman sistem


(20)

manajemen mutu maupun dokumentasinya. Sebagai acuan tambahan, standar ini menggunakan beberapa aturan seperti peraturan pemerintah ataupun persyaratan pelanggan.

Penerapan ISO 9001:2000 memerlukan persiapan yang matang untuk suatu organisasi dalam mewujudkan kerangka kerja sistem manajemen mutu. Saat yang tepat bagi sebuah organisasi dalam menerapkan standar internasional ini adalah ketika organisasi telah siap memajukan dan mengembangkan usahanya. Hal ini disebabkan, perubahan di dalam dunia usaha selalu dinamis dan menuntut setiap organisasi untuk selalu bergerak maju. Perubahan tersebut mengharuskan organisasi memiliki suatu kerangka berpikir yang mantap untuk senantiasa mengutamakan mutu.

C. Sistem Manajemen Keamanan Pangan

Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 Tentang: Pangan, keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Pangan bersifat sensitif terhadap kesehatan manusia karena pangan dikonsumsi setidaknya tiga kali dalam sehari. Selama pengolahan mulai dari hulu sampai hilir terdapat berbagai ancaman bagi pangan yang bisa menyebabkan gangguan kesehatan bagi konsumen.

Sementara itu, Codex Alimentarius Commission (2003) menyatakan keamanan pangan adalah jaminan bahwa pangan tidak akan menyebabkan bahaya bagi konsumen ketika disiapkan dan/atau dimakan berdasarkan tujuan penggunanya. Bahaya yang mungkin timbul selama proses persiapan, pengolahan, sampai penyajian pangan disebabkan adanya kontaminasi, reaksi yang timbul selama pengolahan, dan kesalahan penanganan pangan.

Hariyadi (2008) memiliki pandangan lain dengan mengelompokkan keamanan pangan menjadi dua bagian, yaitu keamanan bagi tubuh (safety for body) dan keamanan bagi keyakinan (safety for mind). Tinjauan keamanan pangan bagi tubuh (safety for body) setidaknya meliputi tiga aspek utama, yaitu mikrobiologi, fisik, dan kimia. Keamanan bagi tubuh bila dijabarkan lagi


(21)

berdasarkan sumber-sumbernya dapat dikelompokkan menjadi tujuh yaitu kimia (residu pestisida, obat hewan ternak, antibiotik, dan lain-lain), kontaminan lingkungan, biologi (bakteri, virus, parasit, protozoa, dan lain-lain), mikotoksin (toksin dari kapang), alergen, non-konvensional (prion), dan bioterorisme. Keamanan pangan untuk keyakinan (safety for mind) biasanya berlaku bagi pemeluk agama tertentu. Contoh keamanan pangan ini berupa jaminan Kosher bagi umat Yahudi atau Halal bagi umat Islam.

Mengacu kepada konsep Codex Alimentarius Commission (CAC), terdapat kemungkinan bahaya keamanan dalam perdagangan pangan yang dikategorikan menjadi 3 hal yaitu bahaya biologi, kimia, dan fisik.

1. Bahaya biologi

Bahaya biologi artinya pangan terjamin keamanannya dari kontaminan biologi yang bersumber dari bakteri, virus, parasit, dan protozoa, yang patogenik bagi kesehatan manusia dan menyebabkan gangguan penyakit karena makanan (foodborne disease). Penyakit-penyakit keracunan pangan di Indonesia yang terpublikasi biasanya disebabkan patogen dan atau senyawa kimia. Mengingat di negara-negara maju dengan tingkat sanitasi tinggi dilaporkan bahwa patogen adalah penyebab utama kasus-kasus penyakit asal pangan, maka cukup aman untuk mengasumsikan bahwa kemungkinan besar kasus-kasus penyakit asal pangan di Indonesia juga didominasi oleh patogen asal pangan (foodbornepathogen) Dewanti-Hariyadi (2008).

Secara umum penyakit-penyakit karena patogen asal pangan dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu infeksi dan intoksikasi. Infeksi adalah penyakit asal pangan yang terjadi karena masuknya patogen hidup seperti virus, bakteri, protozoa, cacing melalui bahan pangan. Jika patogen berhasil mencapai usus, pada saat yang bersamaan mereka akan mengganggu kesehatan inang (manusia) yang ditumpanginya dengan berbagai cara. Intoksikasi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuknya toksin melalui bahan pangan ke dalam tubuh. Toksin dalam bahan pangan dapat berupa toksin secara alami terdapat dalam bahan pangan tersebut,


(22)

toksin yang dihasilkan bakteri atau kapang, toksin lingkungan, atau toksin dari penggunaan pestisida (Dewanti-Hariyadi, 2008).

2. Bahaya kimia

Kontaminan kimia yang terpapar dalam pangan cukup banyak jenisnya. Pembagian jenis menurut Andrews et. al. (2001) mengacu kepada perkembangan ditemukannya kontaminan kimia. Pertama, kontaminan kimia yang dapat menyebabkan penyakit dalam jangka waktu yang panjang seperti senyawa karsinogenik. Kedua, kontaminan kimia yang dapat menyebabkan penyakit degenerasi permanen secara perlahan seperti yang disebabkan timbal dan merkuri. Ketiga, kontaminan kimia yang muncul dalam pengolahan pangan dan bersifat karsinogen seperti 3-monokloropropanadiol (3-MCPD), dan asam lemak trans (Muhandri dan Kadarisman, 2006). Keempat, kontaminan kimia yang terpapar pada produk pertanian, seperti residu pestisida dan herbisida. Kelima, kontaminan kimia yang baru diketahui memiliki efek negatif bagi manusia seperti residu perawatan hewan ternak (veterinary residues) dan organisme genetik termodifikasi/genetically modified organism (GMO) (Andrews et.

al., 2001). 3. Bahaya fisik

Keamanan dari bahaya fisik di sini berarti pangan terjamin keamanannya dari benda-benda asing (kontaminan fisik) yang dapat menyebabkan luka jika konsumen mengonsumsinya. Kontaminan fisik dapat menyebabkan resiko keamanan dan penurunan kualitas pangan. Kontaminan fisik biasanya jarang ditemukan dalam kasus keamanan pangan dan hanya mempengaruhi sejumlah kecil konsumen, berbeda dengan kontaminan biologi atau kimia yang mampu mempengaruhi seluruh populasi.

Kontaminan fisik ada yang langsung mempengaruhi keamanan tubuh konsumen dan ada yang dapat mempengaruhi pandangan konsumen terhadap mutu. Kontaminan yang dapat menyebabkan luka biasanya pecahan gelas, potongan kayu tajam, serpihan besi, batu dan logam-logam non besi. Bila ada pecahan gelas di makanan bayi, potongan paku di dalam


(23)

sekaleng minuman ringan, atau serpihan kacang dalam makanan bebas kacang, dapat dikategorikan bahaya keamanan pangan. Contoh terakhir lebih terkait dengan isu alergen. Kontaminan fisik jenis lain yang menurunkan mutu produk dalam pandangan konsumen biasanya kotoran atau potongan tubuh hewan kecil seperti serangga dan serpihan kayu. Jika konsumen menemukan potongan tubuh serangga pada salad atau menemukan serpihan kayu pada kue pai akan menyebabkan ketidakpuasan konsumen. (Andrews et. al., 2001).

Maraknya kasus keracunan pangan di dunia mengindikasikan minimnya kesadaran dan pengetahuan tentang keamanan pangan bagi sebagian besar pelaksana usaha pangan. Hal ini perlu menjadi pembelajaran bagi setiap organisasi yang membuat, menangani, atau memasok pangan untuk lebih memperhatikan keamanan pangan. Dampak keracunan pangan tidak hanya berimbas kepada konsumen tetapi juga kepada nama baik dan kelangsungan bisnis produsen. Sebagai contoh kasus keamanan pangan, Amerika Serikat dan Indonesia memiliki kasus dalam jumlah yang besar. Sebagai pembanding Amerika Serikat dipilih karena sistem pendataannya yang baik dan akurat.

Berdasarkan data Centre for Disease Control and Prevention (CDC), Amerika Serikat pada tahun 2006 memiliki kasus penyakit diakibatkan pangan (foodborne illness) dan kejadian luar biasa (outbreaks) dalam jumlah yang besar. Kejadian luar biasa setidaknya memiliki dua arti, yaitu: 1) suatu kejadian dimana terdapat dua atau lebih orang mengalami sebuah penyakit yang sama setelah menelan makanan yang sama, atau 2) analisis epidemiologi dari suatu kejadian yang mengindikasikan pangan sebagai sumber dari penyebab penyakit (Hui, et. al., 2001). Sebagian besar kasus penyakit disebabkan oleh virus, yang tercatat sebanyak 11.122 kasus terkonfirmasi dan 2841 kasus dugaan. Ilustrasi data jumlah kasus penyakit diakibatkan pangan di Amerika Serikat pada tahun 2006, dapat dilihat pada Gambar 1. Kasus kejadian luar biasa (KLB) pada tahun ini, tercatat virus sebagai penyebab terbesar, yaitu sebanyak 337 KLB terkonfirmasi dan 165 KLB dugaan. Ilustrasi data jumlah kejadian luar biasa di Amerika Serikat pada tahun 2006,


(24)

0 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000

Bakteri Kimia Parasit Virus

5,336

221 129

11,122

1,440

39 18

2,841

Ka

su

s

Penyebab

Konfirmasi Dugaan

0 50 100 150 200 250 300 350

Bakteri Kimia Parasit Virus

223

53

9

337

75

11 3

165

Ka

su

s

Penyebab

Konfirmasi Dugaan

dapat dilihat pada Gambar 2. Total keseluruhan kasus penyakit diakibatkan pangan dan KLB di Amerika Serikat ditampilkan pada Gambar 3. Data keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 1.

Gambar 1. Jumlah kasus penyakit diakibatkan pangan di Amerika Serikat tahun 2006 (dimodifikasi dari CDC, 2006)

Gambar 2. Jumlah Kejadian Luar Biasa di Amerika Serikat tahun 2006 (dimodifikasi dari CDC, 2006)


(25)

0 5000 10000 15000 20000

Total Konfirmasi Sumber Penyakit

Total Dugaan Sumber Penyakit

Sumber Penyakit yang tidak

diketahui

623 275 349

16,904

4,592 4,163

Ka

su

s

Jumlah Kejadian Luar Biasa (KLB) Jumlah Kasus

0 50 100 150 200

2001 2002 2003 2004 2005 2006

26 43 34

164 184 159

K

L

B

Tahun

Gambar 3. Jumlah Kejadian Luar Biasa dan kasus penyakit diakibatkan pangan di Amerika Serikat tahun 2006 (dimodifikasi dari CDC, 2006)

Berdasarkan data Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI), Indonesia memiliki kasus keamanan pangan dalam jumlah besar (Hariyadi, 2008). Kejadian luar biasa yang terjadi di Indonesia tercatat mengalami peningkatan seperti terlihat pada Gambar 4. Hal yang serupa juga terlihat pada jumlah korban sakit seperti terlihat pada Gambar 5, sedangkan jumlah korban yang meninggal akibat pangan seperti terlihat pada Gambar 6. Data keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 2.

Gambar 4. Jumlah Kejadian Luar Biasa di Indonesia dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2006 (dimodifikasi dari BPOM tahun 2008)


(26)

0 2000 4000 6000 8000 10000

2001 2002 2003 2004 2005 2006

1183

3635

1843

7366

8949 8747

K

or

b

an

s

ak

it

Tahun

0 10 20 30 40 50 60

2001 2002 2003 2004 2005 2006

16

10 12

51 49

38

K

or

ban

m

eni

nggal

Tahun

Gambar 5. Jumlah korban sakit akibat pangan di Indonesia dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2006 (dimodifikasi dari BPOM tahun 2008)

Gambar 6. Jumlah korban meninggal akibat pangan di Indonesia dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2006 (dimodifikasi dari BPOM tahun 2008)

Era keterbukaan dan globalisasi memberikan kemajuan pesat informasi di berbagai bidang termasuk keamanan pangan. Setiap pelanggan akan semakin peduli terhadap keamanan pangan yang mereka konsumsi. Hal ini berdampak langsung bagi setiap organisasi yang menghasilkan, menangani, atau memasok pangan, wajib mengetahui bahwa semakin meningkatnya persyaratan keamanan pangan yang diajukan pelanggan.


(27)

D. Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)

1. Pengertian HACCP

HACCP atau Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis adalah suatu sistem jaminan mutu yang berdasarkan kepada kesadaran atau penghayatan bahwa bahaya (hazard) dapat timbul pada berbagai titik atau tahap produksi tertentu, tetapi dapat dilakukan pengendalian untuk mengontrol bahaya-bahaya tersebut (Winarno dan Surono, 2002). Bahaya-bahaya yang dimaksud bisa berupa Bahaya-bahaya yang bersifat fisik, kimia, atau biologi yang bisa terdapat pada bahan baku maupun proses. Bahaya-bahaya tersebut dapat mengakibatkan masalah kesehatan bagi manusia yang terdapat pada produk pangan jika tidak dikendalikan oleh produsen.

Sistem HACCP yang didasarkan pada ilmu pengetahuan dan sistematika, mengidentifikasi bahaya dan tindakan pengendaliannya untuk menjamin keamanan pangan. HACCP menilai bahaya dan menetapkan sistem pengendalian yang memfokuskan pada pencegahan daripada mengandalkan sebagian besar pengujian produk akhir. Setiap sistem HACCP mengakomodasi perubahan seperti kemajuan dalam rancangan peralatan, prosedur pengolahan atau perkembangan teknologi (BSN, 1998).

Beberapa negara dunia menetapkan aturan untuk keamanan dan kelayakan dari produk pangan untuk menerapkan HACCP dalam setiap usaha dan organisasi yang menghasilkan pangan. Bidang yang tercakup meliputi keseluruhan, baik itu organisasi profit maupun tidak, baik umum maupun pribadi, aktivitas-aktivitas seperti persiapan, proses, manufaktur, pengemasan, penyimpanan, transportasi, distribusi, penanganan, penawaran langsung untuk dijual ataupun untuk mensuplai kebutuhan pangan. Di Eropa, melalui acuan aturan EU Directive 93/94/EEC on Food Hygiene, semua pihak yang beroperasi di bidang pangan di dalam Uni Eropa harus menerapkan HACCP (National Board of Experts-HACCP, 2002). Mereka harus memastikan bahwa prosedur keamanan yang cukup memenuhi untuk diidentifikasi, didokumentasikan, dipelihara, dan ditinjau


(28)

berdasarkan prinsip-prinsip yang digunakan untuk mengembangkan sistem HACCP.

Indonesia sering mengalami permasalahan di bidang keamanan pangan saat melakukan ekspor produk pangannya ke uni eropa. Pada tahun 2004 tercatat 71 Unit Pengolahan Ikan (UPI) mendapatkan notifikasi

Rapid Alert System for Food and Feed (RASFF). Kemudian jumlah notifikasi menurun pada tahun 2005 menjadi 65 UPI. Tahun 2006, Indonesia mendapatkan notifikasi 46 UPI pada tahun 2006, sedangkan pada tahun 2007 (Maret) tercatat 12 UPI memperoleh notifikasi RASFF (Retnowati, 2007).

Penerapan sistem keamanan pangan yang melibatkan HACCP terbukti meningkatkan kualitas keamanan produk perikanan Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari penurunan notifikasi yang diterima Indonesia pada tahun 2007 menjadi 12 notifikasi terhadap UPI. Oleh karena itu, penerapan konsep sistem HACCP dalam melakukan upaya yang berhubungan dengan keamanan pangan merupakan salah satu piranti yang cukup efektif.

2. Sejarah HACCP

Sejarah perkembangan HACCP oleh beberapa ahli dianggap sebagai evolusi, karena perkembangannya melalui proses yang panjang sejak dimulai pada tahun 1959. Awalnya, Pillsbury Company bekerja sama dengan National Aeronautics and Space Agency (NASA), Natick Research and Development Laboratories dan US Air Force Space Laboratory Project pada tahun 1959, mengadakan penelitian penerapan HACCP dengan tujuan mengembangkan makanan yang aman bagi astronot (Thaheer, 2005). Kemudian, pada tahun 1971, dimulai pemaparan pertama kepada masyarakat mengenai sistem HACCP di American National Conference for Food Protection, Amerika Serikat. Lalu, pada tahun 1973, FDA mengeluarkan aturan untuk menerapkan prinsip HACCP pada makanan kaleng berasam rendah (low acid canned food). Selanjutnya, sistem HACCP selalu dipelajari dan dikembangkan terus menerus oleh negara-negara di dunia dan mengalami perkembangan yang pesat sejak tahun 1990-an.


(29)

HACCP mulai dikenal di Indonesia melalui panduan HACCP yang berasal dari Codex Alimentarius Commission. Pada tahun 1993, Codex Guidelines for the Application of the HACCP diadopsi oleh FAO/WHO Codex Alimentarius Commission (CAC) termasuk the Codex Code on General Principles of Food Hygiene direvisi untuk mencakup sistem HACCP. Selanjutnya diadakan revisi Codex Guidelines for the Application of the HACCP pada tahun 1997 menjadi Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) System and Guidelines for Its Application. Sejak tahun 1998, Indonesia mengadopsi Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) System and Guidelines for Its Application menjadi Standar Nasional Indonesia (SNI 01-4852-1998) “Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard Analysis and Critical Control Point) Serta Pedoman Penerapannya.”

3. Keunggulan HACCP

HACCP merupakan sistem yang efektif biaya dalam proses bisnis pangan. Sistem ini menargetkan ke sumber area kritis proses. Selain itu, HACCP juga mengurangi risiko pembuatan dan penjualan produk yang tidak aman. Oleh karena itu, di dunia internasional hingga saat ini, HACCP adalah metode paling efektif dalam memaksimalkan keamanan pangan (Mortimore dan Wallace, 1998)

Pengguna HACCP hampir sepenuhnya yakin akan menemukan manfaat tambahan di area mutu produk. Peningkatan kesadaran akan bahaya (hazard) secara umum dan partisipasi aktif dari orang-orang yang terlibat di area operasi merupakan keutamaan dari sistem ini. Banyak mekanisme pengendalian keamanan berfungsi sekaligus dalam pengendalian mutu produk (Mortimore dan Wallace, 1998).

Penerapan sistem HACCP dapat membantu inspeksi oleh lembaga yang berwenang dan memajukan perdagangan internasional melalui peningkatan kepercayaan keamanan pangan (BSN, 1998). Karena keunggulan dan tatanan kerja yang sistematis dan logis, HACCP diakui banyak negara di seluruh dunia sebagai sebuah sistem keamanan pangan yang dapat diterapkan di mana pun. Pengujian akan keefektifan sistem


(30)

keamanan pangan yang terdapat dalam organisasi yang memproduksi pangan lebih mudah dilakukan karena salah satu prinsip HACCP, yaitu dokumentasi. Penjaminan dari lembaga sertifikasi akan pengoperasian HACCP dalam organisasi berupa sertifikat HACCP memudahkan penerimaan produk organisasi tersebut dalam perdagangan internasional. 4. Cara menerapkan HACCP

Penerapan HACCP tidak terlepas dari keduabelas langkah penerapannya yang terdiri dari lima langkah awal dan tujuh prinsip penerapannya. Lima langkah awal penerapan HACCP yaitu: 1) pembentukan tim HACCP, 2) deskripsi produk, 3) identifikasi rencana penggunaan, 4) penyusunan diagram alir, dan 5) verifikasi diagram alir di lapangan. Tujuh prinsip penerapan HACCP yaitu: 1) analisa bahaya, 2) penentuan titik kendali kritis (TTK/CCPs), 3) penetapan batas kritis, 4) penetapan sistem untuk memantau pengendalian titik kendali kritis (monitoring), 5) penetapan tindakan perbaikan (corrective action), 6) penetapan prosedur verifikasi, dan 7) penetapan dokumentasi mengenai semua prosedur dan catatan. Semua prinsip HACCP ini terdapat hampir di seluruh standar keamanan pangan di negara-negara dunia, seperti International Food Standards, ISO 22000:2005, Recommended International Code of Practise General Principles of Food Hygiene CAC/RCP I -1969, Rev.4 (2003) dan SNI 01-4852-1998.

A. Lima langkah awal penerapan HACCP 1. Pembentukan tim HACCP

Operasi pangan harus menjamin bahwa pengetahuan dan keahlian spesifik produk tertentu tersedia untuk pengembangan rencana HACCP yang efektif. Secara optimal, hal tersebut dapat dicapai dengan pembentukan sebuah tim dari berbagai disiplin ilmu. Apabila beberapa keahlian tidak tersedia, diperlukan konsultan dari pihak luar. Adapun lingkup dari program HACCP harus diidentifikasi. Lingkup tersebut harus menggambarkan segmen-segmen mana saja dari rantai pangan tersebut yang terlibat dan


(31)

penjenjangan secara umum bahaya-bahaya yang dimaksudkan (yaitu meliputi semua jenjang bahaya atau hanya jenjang tertentu). 2. Deskripsi produk

Penjelasan lengkap dari produk harus dibuat termasuk informasi mengenai komposisi, struktur fisika/kimia (termasuk aw,

pH, dll.), perlakuan-perlakuan mikrosidal/statis (seperti perlakuan pemanasan, pembekuan, penggaraman, pengasapan, dll.), pengemasan, kondisi penyimpanan dan daya tahan serta metoda pendistribusiannya.

3. Identifikasi rencana penggunaan

Rencana penggunaan harus didasarkan pada kegunaan-kegunaan yang diharapkan dari produk oleh pengguna produk atau konsumen. Dalam hal-hal tertentu, kelompok-kelompok populasi yang rentan, seperti yang menerima pangan dari institusi, mungkin perlu dipertimbangkan.

4. Penyusunan diagram alir

Diagram alir harus disusun oleh tim HACCP. Dalam diagram alir harus memuat segala tahapan dalam operasional produksi. Bila HACCP diterapkan pada suatu operasi tertentu, maka harus dipertimbangkan tahapan sebelum dan sesudah operasi tersebut. 5. Verifikasi diagram alir di lapangan

Tim HACCP, sebagai penyusun diagram alir harus memverifikasi operasional produksi dengan semua tahapan dan jam operasi serta bilamana perlu mengadakan perubahan diagram alir. B. Tujuh prinsip HACCP

1. Analisa bahaya

Tim HACCP harus membuat daftar bahaya yang mungkin terdapat pada tiap tahapan dari produksi utama, pengolahan, manufaktur, dan distribusi hingga sampai pada titik konsumen saat konsumsi. Tim HACCP harus mengadakan analisis bahaya untuk mengidentifikasi program HACCP dimana bahaya yang terdapat secara alami, karena sifatnya mutlak harus ditiadakan atau dikurangi


(32)

hingga batas-batas yang dapat diterima, sehingga produksi pangan tersebut dinyatakan aman.

Dalam mengadakan analisis bahaya, apabila mungkin seyogyanya dicakup hal-hal sebagai berikut:

- kemungkinan timbulnya bahaya dan pengaruh yang merugikan terbadap kesehatan;

- evaluasi secara kualitatif dan/atau kuantitatif dari keberadaan bahaya;

- perkembangbiakan dan daya tahan hidup mikroorganisme-mikroorganisme tertentu;

- produksi terus menerus toksin-toksin pangan, unsur-unsur fisika dan kimia; dan

- kondisi-kondisi yang memacu keadaan di atas.

2. Penentuan titik kendali kritis (TTK)/critical control points (CCP) Pengendalian bahaya yang sama mungkin terdapat lebih dari satu CCP pada saat pengendalian dilakukan. Penentuan dari CCP pada sistem HACCP dapat dibantu dengan menggunakan pohon keputusan seperti pada Gambar 7 yang menyatakan pendekatan pemikiran yang logis (masuk akal).

Penerapan dari pohon keputusan harus fleksibel, tergantung apakah operasi tersebut produksi, penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, distribusi atau lainnya. Pohon keputusan ini mungkin tidak dapat diterapkan pada setiap CCP dan mempertimbangkan situasi yang ada. Pendekatan-pendekatan lain dapat digunakan serta dianjurkan untuk mengadakan pelatihan dalam penggunaan pohon keputusan.

3. Penentuan batas kritis

Batas-batas kritis (critical limits) harus ditetapkan secara spesifik dan divalidasi apabila mungkin untuk setiap CCP. Dalam beberapa kasus lebih dari satu batas kritis akan diuraikan pada suatu tahap khusus. Kriteria yang sering digunakan mencakup pengukuran-pengukuran terhadap suhu, waktu, tingkat kelembaban,


(33)

Apakah ada tindakan pengendalian?

Apakah langkah ini khusus dibuat untuk mengendalikan bahaya?

Dapatkah kontaminasi dengan bahaya teridentifikasi

terjadi melebihi tingkatan yang dapat diterima?

Apakah tahapan berikutnya menghilangkan bahaya yang teridentifikasi atau mengurangi tingkatan kemungkinan terjadinya

hingga ke tingkatan yang dapat diterima?

Ya

Tidak Apakah pengendalian pada tahap ini perlu untuk pengamanan?

Modifikasi Tahapan Proses Ya

Tidak

Bukan CCP

Tidak

Ya

Ya

CCP

Tidak

Tidak

Ya

Q1

Q2

Q3

Q4

Gambar 7. Pohon keputusan CCP untuk proses

pH, aw, keberadaan klorin, dan parameter-parameter sensori seperti

penampakan visual dan tekstur.

4. Penetapan sistem untuk memantau pengendalian titik kendali kritis Pemantauan merupakan pengukuran atau pengamatan terjadwal dari CCP yang dibandingkan terhadap batas kritisnya. Prosedur pemantauan harus dapat menemukan kehilangan kendali


(34)

pada CCP. Pemantauan seyogianya dilaksanakan sebelum terjadi penyimpangan dan memberi informasi yang tepat waktu untuk memastikan pengendalian proses dapat mencegah penyimpangan dari batas kritis. Penyesuaian proses harus dilaksanakan pada saat hasil pemantauan sebab mungkin saja hasil tersebut menunjukkan kecenderungan ke arah kehilangan kendali pada suatu CCP. Data yang diperoleh dari pemantauan harus dinilai oleh orang yang diberi tugas, berpengetahuan dan berwewenang untuk melaksanakan tindakan perbaikan yang diperlukan. Apabila pemantauan tidak berkesinambungan, maka jumlah atau frekuensi pemantauan harus cukup untuk menjamin agar TKK terkendali.

5. Penetapan tindakan perbaikan

Tindakan perbaikan yang spesifik harus dikembangkan untuk setiap TKK dalam sistem HACCP agar dapat menangani penyimpangan yang terjadi. Tindakan-tindakan harus memastikan bahwa TKK telah berada dibawah kendali. Tindakan-tindakan harus mencakup disposisi yang tepat dan produk yang terpengaruh. Penyimpangan dan prosedur disposisi produk harus didokumentasikan dalam catatan HACCP.

6. Penetapan prosedur verifikasi

Penetapan prosedur verifikasi. Metode audit dan verifikasi, prosedur dan pengujian, termasuk pengambilan contoh secara acak dan analisa, dapat dipergunakan untuk menentukan apakah sistem HACCP bekerja secara benar. Frekuensi verifikasi harus cukup untuk memverifikasi bahwa sistem HACCP bekerja secara efektif. Contoh kegiatan verifikasi mencakup :

- Peninjauan kembali sistem HACCP dan catatannya - Peninjauan kembali penyimpangan dan disposisi produk - Memverifikasi apakah TKK dalam kendali

Apabila memungkinkan, kegiatan validasi harus mencakup tindakan untuk memverifikasi keefektifan semua elemen-elemen rencana HACCP.


(35)

7. Penetapan dokumentasi mengenai semua prosedur dan catatan. Pencatatan dan pembuktian yang efisien serta akurat penting dalam penerapan sistem HACCP. Prosedur dalam menjalankan kegiatan yang berkaitan dengan keamanan pangan harus didokumentasikan. Dokumentasi dan pencatatan harus cukup memadai sesuai sifat dan besarnya operasi.

Contoh dokumentasi : - Analisa Bahaya - Penentuan TKK - Penentuan Batas Kritis Contoh pencatatan :

- Kegiatan pemantuan Titik Kendali Kritis/TKK (CCP) - Penyimpangan dan Tindakan perbaikan yang terkait - Perubahan pada sistem HACCP

Selain 5 langkah awal dan 7 prinsip HACCP, keberhasilan penerapan sistem ini juga memerlukan beberapa kondisi. Kondisi penting di tingkat manajemen yaitu komitmen dan keterlibatan penuh dari manajemen dan tenaga kerja. Selanjutnya, HACCP juga mensyaratkan pendekatan dan berbagai disiplin. Pendekatan berbagai disiplin ini harus mencakup keahlian dalam agronomi, kesehatan veteriner, produksi, mikrobiologi, obat-obatan, kesehatan masyarakat, teknologi pangan, kesehatan lingkungan, kimia, perekayasa sesuai dengan pengkajian yang teliti (BSN, 1998).

5. Area penerapan HACCP

HACCP dapat diterapkan pada seluruh rantai pangan dari produk primer sampai pada konsumsi akhir dan penerapannya harus dipedomani dengan bukti secara ilmiah terhadap resiko kesehatan manusia (BSN, 1998). Keseluruhan rantai pangan yang dimaksud bisa meliputi produsen hasil pertanian, pakan ternak, produsen pangan primer, pabrik pangan, produsen makanan sekunder, grosir, pengecer, jasaboga, katering, hingga pangan tersebut sampai ke tangan konsumen. Pengawasan dan pengendalian keamanan pangan melalui HACCP di setiap titik rantai


(36)

pangan dapat menurunkan risiko terjadinya gangguan kesehatan pada konsumen akibat pangan.

E. Standar Sistem Manajemen Keamanan Pangan ISO 22000:2005

Organisasi yang menghasilkan, menangani, atau memasok pangan, dituntut untuk mampu menampilkan dan menyediakan bukti yang cukup atas kemampuan mereka dalam menangani keamanan pangan. Mereka harus bisa mengidentifikasi dan mengendalikan bahaya keamanan pangan dan berbagai kondisi yang berdampak bagi keamanan pangan. Kemudian, pembuktian usaha tersebut lebih dapat dipertanggungjawabkan melalui sertifikasi sistem manajemen keamanan pangan.

ISO 9001:2000 yang diterapkan pada industri pangan tidak selalu dapat berfungsi menjaga keamanan pangan. Menurut Færgemand dan Jespersen, (2004), sebagai sebuah standar sistem manajemen mutu, ISO 9001:2000 tidak mengulas secara spesifik mengenai keamanan pangan Hasilnya, banyak negara, seperti Denmark, Belanda, Irlandia, dan Australia mengembangkan standar nasional sukarela untuk sistem keamanan pangan.

Standar nasional sukarela yang dimiliki beberapa negara tersebut akan menemui masalah jika menghadapi perdagangan internasional. Keberagaman persyaratan dan kondisi dari masing-masing negara tidak akan menemukan titik temu jika menggunakan standar nasional sukarela dari sebuah negara tertentu. Perlunya sebuah standar internasional yang membahas sistem keamanan pangan yang bisa digunakan di keseluruhan organisasi apa pun di wilayah mana pun menjadi sebuah kebutuhan yang terelakkan. Oleh karena itu, dibentuklah suatu standar internasional sistem manajemen keamanan pangan oleh The International Organization for Standardization (ISO), yang dikenal dengan nama ISO 22000:2005.

1. Sejarah ISO 22000:2005

Tanggal 1 September 2005 adalah publikasi resmi standar internasional ISO 22000:2005 (ISO, 2005). Standar ini diluncurkan dengan tujuan menjamin keamanan pangan di keseluruhan rantai pangan bagi seluruh organisasi yang bergerak di bidang pangan di seluruh dunia.


(37)

Standar ini telah mengalami perubahan berulangkali dalam penyusunannya hingga sampai pematangan konsep sistem keamanan pangan. Standar ini selanjutnya banyak diadopsi oleh berbagai organisasi yang bergerak di bidang pangan hingga saat ini.

2. Manfaat ISO 22000:2005

Banyak manfaat yang diperoleh organisasi dari penerapan ISO 22000 seperti yang diungkapkan Færgemand dan Jespersen (2004) dari ISO dalam artikel mereka saat rancangan ISO 22000 hampir selesai. Manfaat pertama, terjalinnya komunikasi yang terarah dan terorganisasi antar mitra bisnis. Manfaat kedua adalah pengoptimasian sumberdaya baik internal maupun sepanjang rantai pangan. Manfaat ketiga, sistem pendokumentasian yang lebih baik. Manfaat keempat, perencanaan proses lebih baik dan mampu mengurangi verifikasi pasca proses. Manfaat kelima, pengendalian yang dinamis dan efisien terhadap bahaya keamanan pangan. Manfaat keenam, semua ukuran pengendalian diterapkan ke analisis bahaya. Manfaat ketujuh, manajemen yang sistematis dari program-program prayarat (Prerequisite programmes). Manfaat kedelapan, memiliki dasar yang sah untuk pengambilan keputusan Manfaat kesembilan pengendalian terfokus kepada apa yang diperlukan sehingga mampu menyimpan sumberdaya dengan mengurangi biaya lebih dari sistem audit.

Menurut Færgemand dan Jespersen (2004), ISO 22000 akan menyediakan sistem keamanan pangan yang tepat digunakan dalam organisasi yang bergerak di bidang rantai pangan apapun. Sistem keamanan pangan yang paling efektif dirancang, dioperasikan dan diperbarui dalam kerangka kerja sistem manajemen yang terstruktur ke dalam keseluruhan aktivitas manajemen organisasi. Kondisi ini memaksimalkan keuntungan untuk organisasi dan pihak yang berkepentingan. ISO 22000:2005 juga mempertimbangkan persyaratan yang dibutuhkan ISO 9001:2000 untuk meningkatkan kesesuaian kedua standar tersebut serta memungkinkan jika mau dilakukan pengintegrasian.


(38)

3. Cara menerapkan ISO 22000:2005

Penerapan ISO 22000:2005 secara sederhana mengacu kepada empat elemen kunci yang dimilikinya. Elemen pertama adalah HACCP, sebuah sistem analisa bahaya dan pengendalian titik-titik kritis bahaya pada proses pengolahan pangan. Elemen kedua adalah Pre Requisite Programme

(PRP), kondisi dasar dan aktivitas yang diperlukan untuk memelihara lingkungan yang higienis sepanjang rantai makanan. Elemen ketiga adalah komunikasi interaktif, sebuah sistem komunikasi yang melibatkan pihak internal dan eksternal untuk mengkomunikasikan informasi atau perubahan apa pun yang berkaitan dengan jaminan keamanan sepanjang rantai makanan. Elemen keempat adalah sistem manajemen yang menyediakan sumberdaya yang diperlukan untuk sistem keamanan pangan, menjamin sistem keamanan pangan dilaksanakan seluruh pihak di organisasi, dan mengendalikan sistem keamanan pangan tersebut.

a. Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)

HACCP adalah suatu sistem jaminan mutu yang berdasarkan kepada kesadaran bahwa bahaya (hazard) dapat timbul pada berbagai titik atau tahap produksi tertentu Bahaya-bahaya yang dimaksud bisa berupa bahaya yang bersifat fisik, kimia, atau biologi yang bisa terdapat pada bahan baku maupun proses. Bahaya-bahaya tersebut dapat mengakibatkan masalah kesehatan bagi manusia yang terdapat pada produk pangan jika tidak dikendalikan oleh produsen. Penjaminan keamanan pangan melalui HACCP didasarkan pada ilmu pengetahuan dan sistematika pengidentifikasian bahaya dan tindakan pengenda-liannya untuk menjamin keamanan pangan.

b. Pre Requisite Programme (PRP)

Pre requisite programme atau program persyaratan dasar keamanan pangan adalah kondisi dasar dan aktifitas yang diperlukan untuk memelihara lingkungan yang higienis sepanjang rantai makanan. Kondisi dasar dan aktivitas yang ditentukan disesuaikan dengan proses produksi, penanganan dan ketetapan produk akhir yang aman untuk konsumsi manusia. PRP yang diperlukan tergantung pada bagian mana


(39)

dari rantai makanan organisasi tersebut beroperasi dan jenis organsasi. Contoh istilah yang setara digunakan dalam organisasi yang bergerak di bidang pangan adalah: Good Agricultural Practices (GAP), Good Manufacturing Practices (GMP), Good Hygienic Practices (GHP),

GoodProduction Practices (GPP), GoodDistribution Practices (GDP) dan GoodTradingPractices (GTP).

Organisasi harus mempertimbangkan hal-hal berikut pada saat menetapkan program ini:

1) konstruksi dan tata letak bangunan dan utilitas yang berkaitan; 2) tata letak tempat, meliputi ruang kerja dan fasilitas pekerja; 3) pasokan udara, air, energi, dan utilitas lainnya;

4) layanan pendukung, meliputi pembuangan limbah dan kotoran; 5) kesesuaian dengan peralatan dan kemudahan akses untuk proses

pembersihan, perawatan, dan perawatan untuk mencegah kerusakan; 6) pengaturan pembelian bahan (contohnya bahan baku, bahan penyusun, bahan kimia, dan pengemas), pasokan (contohnya air, udara, uap air, dan es), pembuangan (contohnya limbah dan kotoran) dan penanganan produk (contohnya penyimpanan dan transportasi);

7) ukuran untuk tindakan pencegahan kontaminasi silang; 8) pembersihan dan sanitasi;

9) pengendalian hama; 10)kebersihan pekerja;

11)aspek-aspek lain yang sesuai kondisi perusahaan. c. Komunikasi interaktif

Komunikasi sepanjang rantai makanan penting untuk memastikan bahwa semua bahaya keamanan pangan yang relevan teridentifikasi dan dikendalikan secara memadai pada setiap tahapan dalam rantai makanan. Komunikasi yang dilakukan berlaku bagi pihak internal dan pihak eksternal. Ini menyiratkan bahwa komunikasi antara organisasi baik dari hulu hingga hilir dalam rantai makanan harus terjalin baik.


(40)

1) Komunikasi eksternal

Komunikasi dengan para pelanggan dan pemasok tentang bahaya yang teridentifikasi dan tindakan pengendalian akan membantu dalam menjelaskan persyaratan-persyaratan pelanggan dan pemasok. Sebagai contoh, kelayakan dan kebutuhan untuk persyaratan-persyaratan tersebut dan dampak peran mereka terhadap produk akhir.

Pengenalan peran organisasi dan posisi dalam rantai makanan merupakan sebuah hal yang penting. Hal ini untuk memastikan komunikasi interaktif yang efektif sepanjang rantai makanan dalam rangka mengirimkan produk yang aman kepada konsumen akhir. Demi mendapatkan informasi yang cukup tentang isu mengenai keamanan pangan tersedia di seluruh rantai makanan, organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara bentuk komunikasi yang efektif dengan:

a) para pemasok dan kontraktor,

b) para pelanggan atau konsumen, khususnya yang berkaitan dengan informasi produk (termasuk instruksi mengenai sasaran penggunaan, persyaratan penyimpanan yang spesifik dan, bilamana sesuai, umur simpan), permintaan keterangan, kontrak atau penanganan order termasuk perubahan-perubahannya dan umpan balik pelanggan yang juga mencakup keluhan pelanggan, c) pihak yang berwenang dalam perundang-undangan dan peraturan

yang berlaku, serta

d) organisasi lainnya yang berdampak pada, atau yang akan terpengaruh oleh keefektifan atau perbaharuan dari sistem manajemen keamanan pangan.

Komunikasi tersebut harus menyediakan informasi mengenai aspek keamanan pangan dari produk organisasi tersebut yang mungkin relevan terhadap organisasi lainnya dalam rantai makanan. Penerapan ini terutama untuk bahaya keamanan pangan yang diketahui bahwa perlu dikendalikan oleh organisasi lainnya dalam


(41)

rantai makanan. Catatan komunikasi eksternal harus dipelihara untuk menjaga sistem.

2) Komunikasi internal

Organisasi harus menetapkan, mengimplementasikan dan memelihara bentuk komunikasi yang efektif dengan personal internal tentang isu yang memiliki dampak terhadap kemanan pangan. Dalam rangka memelihara efektivitas sistem manajemen keamanan pangan, organisasi harus memastikan bahwa tim keamanan pangan diinformasikan tepat pada waktunya untuk setiap adanya perubahan setidaknya meliputi:

a) produk ataupun produk baru; b) bahan baku, bahan dan jasa; c) sistem produksi dan peralatan;

d) fasilitas produksi, lokasi peralatan, lingkungan sekitar; e) program pembersihan dan sanitasi;

f) sistem pengemasan, penyimpanan dan distribusi;

g) tingkatan kualifikasi personal dan/atau pembagian tanggung jawab dan wewenang

h) persyaratan perundang-undangan dan peraturan;

i) pengetahuan mengenai bahaya keamanan pangan dan tindakan pengendalian;

j) persyaratan pelanggan, sector atau lainnya yang organisasi pantau;

k) permintaan keterangan yang relevan dari pihak eksternal yang berkepentingan

l) komplain yang mengindikasikan bahaya keamanan pangan m) kondisi lainnya yang berdampak pada keamanan pangan.

Tim keamanan pangan harus memastikan bahwa informasi ini dimasukkan dalam pembaharuan sistem manajemen keamanan pangan. Manajemen puncak harus memastikan bahwa informasi yang relevan dengan keamanan pangan dimasukkan sebagai masukan tinjauan manajemen. Setelah didapatkan keputusan tindak


(42)

lanjut atas informasi keamanan pangan dari tinjauan manajemen, tim keamanan pangan mensosialisasikannya kepada personil yang terkait agar melaksanakan ketetapan yang baru.

d. Sistem manajemen

Sistem keamanan pangan yang paling efektif dibuat, dilaksanakan dan diperbaharui dalam kerangka suatu sistem manajemen yang terstruktur dan satu kesatuan dalam keseluruhan aktivitas manajemen organisasi. Hal ini memberikan manfaat maksimum untuk organisasi dan pihak yang berkepentingan. Selain itu, standar Internasional ISO 22000:2005 telah disejajarkan dengan ISO 9001 dalam rangka meningkatkan kesesuaian dua standar.

Organisasi harus menetapkan, mendokumentasikan, mengimple-mentasikan dan memelihara suatu sistem manajemen keamanan pangan dan memperbaharuinya bilamana diperlukan sehubungan dengan standar ISO 22000:2005. Ruang lingkup sistem manajemen keamanan pangan harus ditetapkan oleh organisasi agar menyesuaikan dengan standar. Ruang lingkup tersebut harus menentukan produk atau kategori produk, proses dan lokasi produksi yang ditujukan oleh sistem manajemen keamanan makanan.

Dalam rangka membangun sistem manajemen keamanan pangan, organisasi harus melakukan minimal empat hal. Pertama, organisasi harus memastikan bahwa bahaya keamanan pangan yang mungkin terjadi dalam hubungannya dengan produk dalam lingkup sistem diidentifikasi, dievaluasi, dan dikendalikan dengan cara yang sedemikian rupa agar produk dari organisasi tersebut tidak, secara langsung atau tidak langsung, merugikan konsumen. Kedua, organisasi harus mengkomunikasikan informasi yang sesuai sepanjang rantai makanan mengenai isu keamanan yang berhubungan dengan produknya. Ketiga, organisasi harus mengkomunikasikan informasi mengenai pengembangan, implementasi dan pembaharuan sistem manajemen keamanan pangan sepanjang organisasi tersebut, kepada tingkat yang diperlukan untuk memastikan keamanan pangan yang


(43)

diperlukan oleh ISO 22000:2005. Keempat, organisasi harus mengevaluasi secara periodik, dan memperbaharui sistem manajemen keamanan pangan guna memastikan bahwa sistem tersebut mencerminkan aktivitas organisasi dan menyertakan informasi terbaru mengenai bahaya keamanan pangan yang terkendali.

Bukti berjalannya sistem manajemen keamanan pangan terdapat dalam dokumen dan catatan organisasi. Dokumen dan catatan ini harus dikendalikan, dipelihara, dan diperbaharui jika diperlukan untuk menjaga kelangsungan sistem. Suatu prosedur yang terdokumentasi harus dibuat dalam rangka pengendalian dokumen yang diperlukan untuk:

1) Menyetujui dokumen akan kecukupannya sebelum diedarkan

2) Meninjau, memperbaharui seperlunya dan menyetujui ulang dokumen.

3) Memastikan perubahan dan status revisi terakhir dari dokumen dapat teridentifikasi.

4) Memastikan versi relevan dari dokumen yang berlaku tersedia di tempat pemakaiannya.

5) Memastikan dokumen tetap dapat dibaca dan mudah diidentifikasi 6) Memastikan dokumen yang relevan dari luar teridentifikasi dan

pendistribusiannya dikendalikan; dan

7) Mencegah penggunaan yang tidak diinginkan terhadap dokumen yang kadaluwarsa, dan guna memastikan bahwa dokumen tersebut teridentifikasi secara memadai sebagaimana jika disimpan untuk tujuan tertentu.

5. Area penerapan ISO 22000:2005

Seperti HACCP, ISO 22000:2005 dapat diterapkan pada seluruh rantai pangan dari produk primer sampai pada konsumsi akhir. Organisasi dalam rantai makanan terbentang dari produsen pakan dan produsen utama melalui pabrikan makanan, jasa pengangkutan dan penyimpanan serta para kontraktor hingga pengeceran dan toko-toko pelayanan makanan


(44)

(bersama-sama dengan organisasi terkait di dalamnya seperti produsen peralatan, material kemas, bahan pembersih, bahan aditif dan bahan baku). ISO 22000 mengharuskan bahwa semua bahaya yang mungkin terjadi dalam rantai makanan, termasuk bahaya yang berhubungan dengan proses dan fasilitas yang digunakan, diidentifikasi dan ditinjau. Jadi hal ini menyediakan cara untuk menentukan dan mendokumenkan alasan bahaya teridentifikasi yang tertentu perlu dikendalikan oleh organisasi tertentu dan mengapa yang lainnya tidak perlu. Ilustrasi skema rantai pangan di mana ISO 22000:2005 dapat diterapkan dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Skema rantai pangan di mana ISO 22000:2005 dapat diterapkan (ISO, 2005)

F. Industri dan Teknologi Pengolahan Gula

Gula adalah sebutan untuk bahan pemanis yang diekstraksi dari tumbuh-tumbuhan yang menghasilkan gula alami (Anonimc, 2008). Gula yang umum dikenal di dunia berasal dari tumbuhan bit dan tebu. Tumbuhan lainnya yang dapat digunakan juga untuk menghasilkan gula adalah kelapa dan aren.

Kegunaan dari gula sebagai bahan pangan cukup bervariasi. Gula dapat berfungsi sebagai pemberi rasa manis pada pangan maupun minuman. Gula merupakan bahan baku utama dalam produk konfeksioneri. Selain itu, gula bisa berguna sebagai humektan atau pengikat air untuk pangan tertentu yang


(45)

memiliki aw rendah. Selain menentukan tekstur, sifat pengikat air ini juga

menjadikan gula sebagai salah satu pengawet alami. Melalui pengikatan air bebas oleh gula hingga kadar aw tertentu, sebagian mikroba tidak mampu

untuk tumbuh maupun hidup di dalam pangan. Gula juga bisa berfungsi sebagai agen pembentuk warna coklat melalui proses karamelisasinya.

Gula memiliki berbagai jenis bentuk dan karakter fisik yang bergantung pada pengolahannya. Melalui ekstraksi cairan tumbuhan, biasanya dihasilkan gula kristal mentah dan molase. Gula kristal mentah ini yang nantinya dapat diolah menjadi berbagai jenis produk turunan lainnya. Secara umum, diagram pengolahan berbagai jenis gula dapat dilihat padaGambar 9.

Gambar 9. Pengolahan berbagai jenis gula secara umum (dimodifikasi dari Anonimb, 2008)

Gula kristal mentah Molase

Cairan gula Ekstraksi

Kristalisasi lambat Gula Batu

Pemurnian sederhana Kristalisasi

Gula granulasi

Rafinasi

Gula rafinasi/

caster

Pencampuran

Gula

coklat bubuk Gula

Gula icing (icing sugar) Penghancuran

mekanis

Penghancuran mekanis + sirup jagung Tumbuhan


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Andrews, Geoff, Alastair Penman, dan Chris Hart. 2001. Safety and quality research priorities in the food industry. 2001. Di dalam: R.E. Hester dan R.M. Harrison, editor. Food Safety and Food Quality: Issues in

Environmental Science and Technology. Cambridge: The Royal Society of Chemistry.

[Anonima], 2008. Unrefined raw sugar. [terhubung berkala]. http://www.natural organiclifestyle.com/images/organic-raw-sugar.jpg [2 Februari 2009].

[Anonimb], 2008. Types of sugar and related products. [terhubung berkala]. http://www.food-info.net/uk/products/sugar/types.htm. [4 Desember 2008].

[Anonimc]. 2008. Types of sugar. [terhubung berkala]. http://www.sugarweb. co.uk/sugar/types/index.html. [15 Desember 2008].

Apriyantono, Anton, Dedi Fardiaz, L. Puspitasari, Y. Sedarnawati dan B. Budiyanto. 1989. Petunjuk Lab Analisis Pangan. Bogor: PAU IPB.

Arfi, 2008. Macam-macam gula. [terhubung berkala]. http://foodngarden. multiply.com/journal/item/169/Macam-Macam_Gula. [4 Desember 2008].

Bender, Arnold E. 1990. Dictionary of Nutrition and Food Technology. Di dalam Anonim. 2008. [terhubung berkala].http://food.oregonstate.edu/glossary/r/ rawsugar.html [7 Januari 2009].

Belitz, H.-D dan W. Grosch. 1987. Food Chemistry. Hadziyev, penerjemah. Berlin: Springer-Verlag. Terjemahan dari: Lehrbuhr der


(2)

Bloch, Michael. 2007. White sugar vs raw sugar. [terhubung berkala]. http://www. greenlivingtips.com / articles / 73/1/White-sugar-vs-raw-sugar.html. [15 Januari 2009].

[BSN ] Badan Standardisasi Nasional. 1998. SNI 01-4852-1998: Sistem analisa bahaya dan pengendalian titik kritis (HACCP) serta pedoman penerapannya. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.

[BSN ] Badan Standardisasi Nasional. 2006. SNI 01-3140.2-2006: Gula kristal – Bagian 2: Rafinasi (refined sugar). Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.

[CAC] Codex Alimentarius Commission. 2003. Recommended International Code of Practice General Principles of Food Hygiene: CAC/RCP 1-1969, rev. 4-2003.

[CDC] Centers for Disease Control and Prevention. 2006. Annual listing of Foodborne diseases outbreaks, [terhubung berkala]. http://www.cdc.gov/ foodborneoutbreaks/outbreak_data.htm. [26 Agustus 2008].

Dewanti-Hariyadi, Ratih. 2008. Keracunan pangan “tidak” hanya diare.

[terhubung berkala]. http://web.ipb.ac.id/~tpg/de/pubde_fdsf_krcn.php. [19 Januari 2009].

European Commission. 2006. COMMISSION DECISION of 21 March 2006 on special conditions governing fishery products imported from Indonesia and intended for human consumption. [terhubung berkala]. http://eurlex.europa. eu/ LexUriServ/LexUriServ.do?uri=OJ:L:2006:083: 0016:0 01:EN:PDF [20 Agustus 2008].


(3)

Færgemand, Jacob dan Dorte Jespersen. 2004. ISO 22000 to ensure integrity of food supply chain. [terhubung berkala]. http://www.iso.org/iso/tool_5-04.pdf [25 Agustus 2008].

Hariyadi, Purwiyatno. 2008. Isu terkini keamanan pangan. [terhubung berkala]. http://www.foodreview.biz/pdf/PH_Food%20Safety%20Issues-FRI% 202008.pdf. [22 Agustus 2008].

Hui, Y.H., Merie D. Pierson, dan J. Richard Gorham. 2001. Foodborne Disease Handbook. Volume 1: Bacterial Pathogen. New York: Marcel Dekker, Inc.

[ISO] International Organization for Standardization. 2000. International Standard ISO 9001:2000 Quality Management Systems – Requirements. Geneva: ISO copyright office.

[ISO] International Organization for Standardization. 2005. International Standard ISO 22000:2005 Food Safety Management System – Requirements for any organization in the food chain. Geneva: ISO copyright office.

[ISO] International Organization for Standardization. 2005. ISO 22000 for safe food supply chains. [terhubung berkala]. http://www.iso.org/iso/

pressrelease.htm?refid=Ref966 [1 September 2005].

[ISO] International Organization for Standardization. 2008. ISO 9001:2000 – What does it mean in the supply chain? [terhubung berkala].

http://www.iso.org/iso/iso_catalogue/management_standards/iso_9000_iso_ 14000/more_resources_9000/9001supchain.htm#how_does_iso_9001:2000 _help_you_in_selecting_a_supplier [8 Agustus 2008].

James, D. 1999. Sugar. Di dalam: Jackson, E.B. Sugar Confectionary Manufacture second edition. Maryland: Aspen Publisher, Inc.


(4)

Kolarik, William J. 1999. Creating Quality, Process Design for Results. Singapura: McGraw-Hill Book, Co.

Massarani, Luisa. 2005. Fatal outbreak in Brazil could stem from sugar cane. [terhubung berkala]. http://www.scidev.net/en/news/fatal-outbreak-in-brazil-could-stem-from-sugar-can.html. [15 Desember 2008].

Mortimore, Sara dan Carol Wallace. 1998. HACCP: A Practical Approach. Maryland: Aspen Publishers, Inc.

Muhandri, Tjahja dan Darwin Kadarisman. 2006. Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan. Jakarta: IPB Press.

Muhandri, Tjahja dan Darwin Kadarisman. 2008. Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan edisi ke-2. Jakarta: IPB Press.

National Board of Experts – HACCP. 2002. Requirements for a HACCP Based Food Safety System. Hague: National Board of Experts – HACCP. Retnowati, Nur. 2007. Mutu dan Keamanan Pangan: Dua Sisi Uang Logam.

[terhubung berkala]. http://www.trobos.com/show_article.php? rid=22&aid=548 [20 Agustus 2008].

Thaheer, Hermawan. 2005. Sistem Manajemen HACCP (Hazard Analysis Critical Control Points). Jakarta: Bumi Aksara.

Vanderzart, C. dan D.F. Splittstoetsser. 1992. Compendium of Method for the Microbiological Examination of Foods 3th ed. Washington: American Public Health Association.

Winarno, F.G. dan Surono. 2004. HACCP dan Penerapannya dalam Industri Pangan Cetakan ke-2. Bogor: M-BRIO Press.


(5)

Lampiran 1. Statistik kejadian luar biasa akibat pangan di Amerika tahun 2006 (CDC, 2006)

Konfirmasi Sumber Penyakit

Jumlah Kejadian Luar Biasa (KLB)

Jumlah Kasus

Bakteri 223 5,336

Kimia 53 221

Parasit 9 129

Virus 337 11,122

Dugaan Sumber Penyakit Jumlah Kejadian Luar Biasa (KLB)

Jumlah Kasus

Bakteri 75 1,440

Kimia 11 39

Parasit 3 18

Virus 165 2,841

Macam-macam Sumber Penyakit

Jumlah Kejadian Luar Biasa (KLB)

Jumlah Kasus

Konfirmasi 1 96

Dugaan 20 254

Konfirmasi dan dugaan 1 32

Semua Status Sumber Penyakit

Jumlah Kejadian Luar Biasa (KLB)

Jumlah Kasus

Total Konfirmasi Sumber Penyakit

623 16,904

Total Dugaan Sumber Penyakit

275 4,592

Sumber Penyakit yang tidak diketahui

349 4,163


(6)

Lampiran 2. Kinerja keamanan pangan domestik tahun 2001-2006 (Hariyadi, 2008)

Tahun Jumlah KLB Jumlah Orang

yang Makan

Jumlah Korban Sakit

Jumlah Korban Meninggal

2001 26 1965 1183 16

2002 43 6543 3635 10

2003 34 8651 1843 12

2004 164 22297 7366 51

2005 184 23864 8949 49