Analisis pengaruh infrastruktur ekonomi dan sosial terhadap produktivitas ekonomi di Indonesia

(1)

OLEH

KRISMANTI TRI WAHYUNI H14094021

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(2)

Sosial terhadap Produktivitas Ekonomi di Indonesia (dibimbing oleh WIDYASTUTIK).

Pembangunan telah mengalami perluasan makna, namun di dalamnya tetap menganggap pertumbuhan sebagai hal yang penting. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan ekspansi GDP potensial atau output nasional, yang menentukan tingkat standar hidup negara tersebut. Berdasarkan perbedaan pertumbuhan ekonomi, nilai PDRB provinsi yang bervariasi dan angka IPM yang masih beragam, pembangunan di Indonesia masih belum merata, yang mencerminkan adanya ketimpangan. Upaya mempercepat pembangunan regional dapat dilaksanakan dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan tingkat produktivitasnya. Kegiatan ekonomi harus didukung oleh infrastruktur yang memadai sehingga mendorong peningkatan potensi daerah masing-masing secara berkesinambungan. Pertumbuhan potensi daerah akan mendorong proses pertukaran sesuai dengan kebutuhan masing-masing dan memungkinkan bergeraknya perekonomian daerah sesuai dengan potensinya serta secara bersama-sama menuju proses pertumbuhan ekonomi nasional yang semakin meningkat sesuai dengan kemampuannya yang optimal.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh serta besarnya kontribusi infrastruktur sosial dan ekonomi terhadap produktivitas ekonomi di Indonesia. Produktivitas ekonomi diperoleh koefisien dari output per tenaga kerja yang diadopsi dari bentuk model pertumbuhan Solow, yang menghubungkan output dengan input faktor produksi. Kapital yang diteliti adalah investasi yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur ekonomi dan sosial.

Analisis regresi data panel digunakan untuk melihat besarnya pengaruh infrastruktur terhadap produktivitas ekonomi di Indonesia. Infrastruktur yang diteliti meliputi: panjang jalan, energi listrik yang terjual, air bersih yang disalurkan dan sarana kesehatan yang diwakili dengan data jumlah rumah sakit dan puskesmas. Analisis dilakukan dengan menggunakan data 26 provinsi di Indonesia dan pada kurun waktu 13 tahun (1995 – 2007). Pendekatan dilakukan dengan model fixed effects menunjukkan hasil bahwa masing-masing infrastruktur memberikan pengaruh yang positif terhadap produktivitas ekonomi dengan tingkat elastisitas yang berbeda-beda, yaitu infrastruktur sarana kesehatan sebesar 0,65, energi listrik 0,08, panjang jalan 0,07 dan air bersih 0,05. Sarana kesehatan yang merupakan bagian dalam modal manusia yang vital bagi pembangunan, mempunyai tingkat elastisitas yang paling besar memengaruhi produktivitas ekonomi dimana setiap kenaikan 1 persen infrastruktur kesehatan akan meningkatkan produktivitas ekonomi sebesar 0,65 persen.


(3)

OLEH

KRISMANTI TRI WAHYUNI H14094021

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(4)

Nama : Krismanti Tri Wahyuni

NRP : H14094021

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

W i d y a s t u t i k, M. S i. NIP. 19751105 200501 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Dedi Budiman Hakim, Ph.D. NIP. 19641022 198903 1 003


(5)

BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Oktober 2009

Krismanti Tri Wahyuni H14094021


(6)

1981 di Kulon Progo (Daerah Istimewa Yogyakarta). Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara, dari pasangan Bapak Kasman Nugroho dan Ibu Suyanti Magdalena. Penulis menamatkan sekolah dasar pada SD Negeri 1 Pengasih pada tahun 1994, selanjutnya menamatkan jenjang SLTP pada SMP Negeri 1 Pengasih pada tahun 1997. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMUN 1 Wates, Kulon Progo dan lulus pada tahun 2000.

Setelah tamat SMU, pada tahun 2000 penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) Jakarta, tamat pada tahun 2004 dengan gelar Sarjana Sains Terapan (S.ST) dan langsung ditempatkan untuk bekerja pada kantor Badan Pusat Statistik Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah selama lebih kurang 1 tahun. Kemudian penulis dimutasikan ke Badan Pusat Statistik Kabupaten Parigi Moutong Provinsi Sulawesi Tengah, yang merupakan wilayah pemekaran Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah.


(7)

anugerah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Infrastruktur Ekonomi dan Sosial terhadap Produktivitas Ekonomi di Indonesia” dengan baik. Infrastruktur merupakan investasi yang dilakukan pemerintah dan masih sangat penting ditingkatkan karena berdampak positif terhadap perekonomian. Oleh karena itu, penulis tertarik melakukan penelitian dengan topik ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian penyusunan skripsi ini terutama kepada Ibu Widyastutik, M.Si., yang memberikan bimbingan baik teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Ibu Dr. Lukytawati Anggraeni sebagai dosen penguji yang memberikan perbaikan-perbaikan skripsi ini. Namun kesalahan yang terjadi dalam penelitian ini sepenuhnya tanggung jawab penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua dan saudara-saudara penulis yang memberikan dorongan sepenuhnya, juga kepada orang tua, kakak adik dan sahabat yang sudah penulis anggap sebagai keluarga serta teman-teman yang memberikan dukungan dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga karya ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2009

Krismanti Tri Wahyuni H14094021


(8)

I.

II.

III.

DAFTAR TABEL ……….……….. DAFTAR GAMBAR ……….…………. DAFTAR LAMPIRAN ………... PENDAHULUAN ………..……….

1.1 Latar Belakang ……….………

1.2 Perumusan Masalah ……….………

1.3 Tujuan Penelitian ……….………

1.4 Kegunaan Penelitian ……….………... TINJAUAN PUSTAKA ……….. 2.1 Tinjauan Teori ………...………... 2.1.1 Pertumbuhan Ekonomi ………..…… 2.1.2 Model Neoklasik Solow ……….………... 2.1.3 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ………... 2.1.4 Produktivitas Ekonomi ……….. 2.1.5 Infrastruktur ………... 2.1.5.1 Infrastruktur Jalan ……… 2.1.5.2 Infrastruktur Listrik ..……… 2.1.5.3 Infrastruktur Air Bersih ……… 2.1.5.4 Infrastruktur Kesehatan ……… 2.1.6 Hubungan Antara Investasi Publik dengan Pertumbuhan Ekonomi ... 2.2 Penelitian Terdahulu ……… 2.3 Kerangka Pemikiran Operasional ……… METODOLOGI PENELITIAN ………..……….. 3.1 Jenis dan Sumber Data ………. 3.2 Analisis Regresi Data Panel ………. 3.2.1 Fixed Effect Model (FEM) …..……….

iii iv v 1 1 6 7 7 9 9 9 14 16 18 19 24 25 26 28 30 32 36 40 40 41 43


(9)

IV.

V.

VI.

3.2.2 Random Effect Model (REM) ……….

3.2.3 Hausman Test ………..

3.3 Model Penelitian Pengaruh Infrastruktur terhadap Produktivitas Ekonomi ... 3.4 Definisi Operasional ……… GAMBARAN UMUM ………

4.1 Pertumbuhan Ekonomi ……….

4.2 Tenaga Kerja ………

4.3 Pembangunan Infrastruktur Jalan ... 4.4 Pembangunan Infrastruktur Listrik ... 4.5 Pembangunan Infrastruktur Air Bersih ... 4.6 Pembangunan Infrastruktur Kesehatan ... PEMBAHASAN ... 5.1 Pemilihan Metode Pendekatan dalam Analisis Pengaruh

Infrastruktur terhadap Produktivitas Ekonomi ... 5.2 Pendugaan Model Analisis Pengaruh Infrastruktur terhadap

Produktivitas Ekonomi di Indonesia ... 5.3 Analisis Pengaruh Infrastruktur terhadap Produktivitas

Ekonomi di Indonesia ... PENUTUP ... 6.1 Kesimpulan ... 6.2 Saran ... DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ... 48 50 51 53 58 58 61 65 67 69 72 75 75 76 77 84 84 84 86 88


(10)

1.1

3.1

4.1

5.1

PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Pulau Jawa dan Luar Pulau Jawa serta Pertumbuhannya, Tahun 2006 – 2007………. Data yang Digunakan dalam Penelitian Analisis Pengaruh Infrastruktur Ekonomi dan Sosial terhadap Produktivitas Ekonomi Indonesia, Tahun 1995 – 2007………... Persentase Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 1993 Menurut Provinsi, Tahun 1996 – 2007 (%) ... Hasil Estimasi Persamaan Pengaruh Infrastruktur terhadap Produktivitas Ekonomi di Indonesia ……….

3

40

60


(11)

OLEH

KRISMANTI TRI WAHYUNI H14094021

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(12)

Sosial terhadap Produktivitas Ekonomi di Indonesia (dibimbing oleh WIDYASTUTIK).

Pembangunan telah mengalami perluasan makna, namun di dalamnya tetap menganggap pertumbuhan sebagai hal yang penting. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan ekspansi GDP potensial atau output nasional, yang menentukan tingkat standar hidup negara tersebut. Berdasarkan perbedaan pertumbuhan ekonomi, nilai PDRB provinsi yang bervariasi dan angka IPM yang masih beragam, pembangunan di Indonesia masih belum merata, yang mencerminkan adanya ketimpangan. Upaya mempercepat pembangunan regional dapat dilaksanakan dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan tingkat produktivitasnya. Kegiatan ekonomi harus didukung oleh infrastruktur yang memadai sehingga mendorong peningkatan potensi daerah masing-masing secara berkesinambungan. Pertumbuhan potensi daerah akan mendorong proses pertukaran sesuai dengan kebutuhan masing-masing dan memungkinkan bergeraknya perekonomian daerah sesuai dengan potensinya serta secara bersama-sama menuju proses pertumbuhan ekonomi nasional yang semakin meningkat sesuai dengan kemampuannya yang optimal.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh serta besarnya kontribusi infrastruktur sosial dan ekonomi terhadap produktivitas ekonomi di Indonesia. Produktivitas ekonomi diperoleh koefisien dari output per tenaga kerja yang diadopsi dari bentuk model pertumbuhan Solow, yang menghubungkan output dengan input faktor produksi. Kapital yang diteliti adalah investasi yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur ekonomi dan sosial.

Analisis regresi data panel digunakan untuk melihat besarnya pengaruh infrastruktur terhadap produktivitas ekonomi di Indonesia. Infrastruktur yang diteliti meliputi: panjang jalan, energi listrik yang terjual, air bersih yang disalurkan dan sarana kesehatan yang diwakili dengan data jumlah rumah sakit dan puskesmas. Analisis dilakukan dengan menggunakan data 26 provinsi di Indonesia dan pada kurun waktu 13 tahun (1995 – 2007). Pendekatan dilakukan dengan model fixed effects menunjukkan hasil bahwa masing-masing infrastruktur memberikan pengaruh yang positif terhadap produktivitas ekonomi dengan tingkat elastisitas yang berbeda-beda, yaitu infrastruktur sarana kesehatan sebesar 0,65, energi listrik 0,08, panjang jalan 0,07 dan air bersih 0,05. Sarana kesehatan yang merupakan bagian dalam modal manusia yang vital bagi pembangunan, mempunyai tingkat elastisitas yang paling besar memengaruhi produktivitas ekonomi dimana setiap kenaikan 1 persen infrastruktur kesehatan akan meningkatkan produktivitas ekonomi sebesar 0,65 persen.


(13)

OLEH

KRISMANTI TRI WAHYUNI H14094021

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(14)

Nama : Krismanti Tri Wahyuni

NRP : H14094021

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

W i d y a s t u t i k, M. S i. NIP. 19751105 200501 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Dedi Budiman Hakim, Ph.D. NIP. 19641022 198903 1 003


(15)

BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Oktober 2009

Krismanti Tri Wahyuni H14094021


(16)

1981 di Kulon Progo (Daerah Istimewa Yogyakarta). Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara, dari pasangan Bapak Kasman Nugroho dan Ibu Suyanti Magdalena. Penulis menamatkan sekolah dasar pada SD Negeri 1 Pengasih pada tahun 1994, selanjutnya menamatkan jenjang SLTP pada SMP Negeri 1 Pengasih pada tahun 1997. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMUN 1 Wates, Kulon Progo dan lulus pada tahun 2000.

Setelah tamat SMU, pada tahun 2000 penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) Jakarta, tamat pada tahun 2004 dengan gelar Sarjana Sains Terapan (S.ST) dan langsung ditempatkan untuk bekerja pada kantor Badan Pusat Statistik Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah selama lebih kurang 1 tahun. Kemudian penulis dimutasikan ke Badan Pusat Statistik Kabupaten Parigi Moutong Provinsi Sulawesi Tengah, yang merupakan wilayah pemekaran Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah.


(17)

anugerah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Infrastruktur Ekonomi dan Sosial terhadap Produktivitas Ekonomi di Indonesia” dengan baik. Infrastruktur merupakan investasi yang dilakukan pemerintah dan masih sangat penting ditingkatkan karena berdampak positif terhadap perekonomian. Oleh karena itu, penulis tertarik melakukan penelitian dengan topik ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian penyusunan skripsi ini terutama kepada Ibu Widyastutik, M.Si., yang memberikan bimbingan baik teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Ibu Dr. Lukytawati Anggraeni sebagai dosen penguji yang memberikan perbaikan-perbaikan skripsi ini. Namun kesalahan yang terjadi dalam penelitian ini sepenuhnya tanggung jawab penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua dan saudara-saudara penulis yang memberikan dorongan sepenuhnya, juga kepada orang tua, kakak adik dan sahabat yang sudah penulis anggap sebagai keluarga serta teman-teman yang memberikan dukungan dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga karya ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2009

Krismanti Tri Wahyuni H14094021


(18)

I.

II.

III.

DAFTAR TABEL ……….……….. DAFTAR GAMBAR ……….…………. DAFTAR LAMPIRAN ………... PENDAHULUAN ………..……….

1.1 Latar Belakang ……….………

1.2 Perumusan Masalah ……….………

1.3 Tujuan Penelitian ……….………

1.4 Kegunaan Penelitian ……….………... TINJAUAN PUSTAKA ……….. 2.1 Tinjauan Teori ………...………... 2.1.1 Pertumbuhan Ekonomi ………..…… 2.1.2 Model Neoklasik Solow ……….………... 2.1.3 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ………... 2.1.4 Produktivitas Ekonomi ……….. 2.1.5 Infrastruktur ………... 2.1.5.1 Infrastruktur Jalan ……… 2.1.5.2 Infrastruktur Listrik ..……… 2.1.5.3 Infrastruktur Air Bersih ……… 2.1.5.4 Infrastruktur Kesehatan ……… 2.1.6 Hubungan Antara Investasi Publik dengan Pertumbuhan Ekonomi ... 2.2 Penelitian Terdahulu ……… 2.3 Kerangka Pemikiran Operasional ……… METODOLOGI PENELITIAN ………..……….. 3.1 Jenis dan Sumber Data ………. 3.2 Analisis Regresi Data Panel ………. 3.2.1 Fixed Effect Model (FEM) …..……….

iii iv v 1 1 6 7 7 9 9 9 14 16 18 19 24 25 26 28 30 32 36 40 40 41 43


(19)

IV.

V.

VI.

3.2.2 Random Effect Model (REM) ……….

3.2.3 Hausman Test ………..

3.3 Model Penelitian Pengaruh Infrastruktur terhadap Produktivitas Ekonomi ... 3.4 Definisi Operasional ……… GAMBARAN UMUM ………

4.1 Pertumbuhan Ekonomi ……….

4.2 Tenaga Kerja ………

4.3 Pembangunan Infrastruktur Jalan ... 4.4 Pembangunan Infrastruktur Listrik ... 4.5 Pembangunan Infrastruktur Air Bersih ... 4.6 Pembangunan Infrastruktur Kesehatan ... PEMBAHASAN ... 5.1 Pemilihan Metode Pendekatan dalam Analisis Pengaruh

Infrastruktur terhadap Produktivitas Ekonomi ... 5.2 Pendugaan Model Analisis Pengaruh Infrastruktur terhadap

Produktivitas Ekonomi di Indonesia ... 5.3 Analisis Pengaruh Infrastruktur terhadap Produktivitas

Ekonomi di Indonesia ... PENUTUP ... 6.1 Kesimpulan ... 6.2 Saran ... DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ... 48 50 51 53 58 58 61 65 67 69 72 75 75 76 77 84 84 84 86 88


(20)

1.1

3.1

4.1

5.1

PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Pulau Jawa dan Luar Pulau Jawa serta Pertumbuhannya, Tahun 2006 – 2007………. Data yang Digunakan dalam Penelitian Analisis Pengaruh Infrastruktur Ekonomi dan Sosial terhadap Produktivitas Ekonomi Indonesia, Tahun 1995 – 2007………... Persentase Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 1993 Menurut Provinsi, Tahun 1996 – 2007 (%) ... Hasil Estimasi Persamaan Pengaruh Infrastruktur terhadap Produktivitas Ekonomi di Indonesia ……….

3

40

60


(21)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

2.1 2.2 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 4.10 4.11 4.12

Pengaruh Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi.……… Kerangka Pemikiran Operasional …………... Persentase Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000, Tahun 1996 – 2007 (%) Bagan Tenaga Kerja, Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja Menurut Konsep Labour Force Approach ... Jumlah Tenaga Kerja Indonesia, Tahun 1995 – 2007 (Juta Jiwa) ... Jumlah Tenaga Kerja Indonesia Menurut Provinsi, Tahun 2007 (Juta Jiwa) ... Persentase Panjang Jalan Menurut Kualitasnya di Indonesia, Tahun 2007 (%) ... Panjang Jalan Baik dan Sedang Indonesia Menurut Provinsi, Tahun 2007 (Km) ... Energi Listrik yang Terjual di Indonesia, Tahun 1995 – 2007 (GWh) ... Energi Listrik yang Terjual di Indonesia Menurut Provinsi, Tahun 2007 (GWh) ... Persentase Pertumbuhan Jumlah Air Bersih yang Disalurkan PDAM di Indonesia, Tahun 1996 – 2007 ... Jumlah Air Bersih yang Disalurkan PDAM di Indonesia Menurut Provinsi, Tahun 2007 (m3) ... Persentase Jumlah Rumah Sakit dan Puskesmas di Indonesia, Tahun 2007 (%) ... Jumlah Rumah Sakit dan Puskesmas di Indonesia Menurut Provinsi, Tahun 2007 (Unit) ...

20 38 59 62 63 64 65 66 68 69 70 71 72 74


(22)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1

2

3

4

5

PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Provinsi dan Pertumbuhannya, Tahun 2006 – 2007 ………. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Peringkat Menurut Provinsi Serta Reduksi Shortfall-nya, Tahun 2006 – 2007 …………. Uji Chow pada Model Pengaruh Infrastruktur terhadap Produktivitas Ekonomi di Indonesia, Tahun 1995 – 2007 ... Uji Hausman pada Model Pengaruh Infrastruktur terhadap Produktivitas Ekonomi di Indonesia, Tahun 1995 – 2007 ... Hasil Pengolahan Eviews dengan Metode Fixed Effect ...

89

90

91

94 98


(23)

Walaupun banyak kritik terhadap pembangunan Indonesia, harus diakui bahwa perjalanan bangsa Indonesia selama 64 tahun dalam mengisi kemerdekaan telah memberikan nilai tambah yang sangat signifikan dalam seluruh aspek kehidupan masyarakat baik fisik maupun non fisik. Kapasitas dari sebuah perekonomian nasional Indonesia diukur dengan GDP (Gross Domestic Product) telah mampu dinaikkan menjadi 4.954,03 trilyun rupiah dan dengan pertumbuhan mencapai 6,06 persen pada tahun 2008. Demikian juga indeks ekonomi lainnya yang juga sering digunakan untuk mengukur tingkat kemajuan pembangunan yaitu tingkat pertumbuhan GDP per kapita pada tahun yang sama telah mencapai 21,70 juta rupiah. Angka ini mengukur kemampuan suatu negara untuk memperbesar outputnya dalam laju yang lebih cepat daripada tingkat pertumbuhan penduduknya (BPS, 2009).

Pembangunan telah mengalami perluasan makna, namun di dalamnya tetap menganggap pertumbuhan sebagai point yang penting. Menurut Samuelson dan Nordhaus (2004), pertumbuhan ekonomi menggambarkan ekspansi GDP potensial atau output nasional negara, yang menentukan tingkat standar hidup negara tersebut. Pembangunan secara luas dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang meliputi berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta


(24)

pengentasan kemiskinan. Guna mencapai sasaran yang diinginkan dalam pembangunan, maka pembangunan suatu negara dapat diarahkan pada tiga hal pokok, yaitu: meningkatkan ketersediaan dan distribusi kebutuhan pokok bagi masyarakat, meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat, dan meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengakses baik kegiatan ekonomi dan kegiatan sosial dalam kehidupannya (Todaro dan Smith, 2006).

Pembangunan Indonesia memang telah mencapai pertumbuhan yang meningkat, namun jika dilihat dari tingkat pemerataannya, masih menunjukkan ketimpangan. Beberapa provinsi yang pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto-nya masih di bawah 5 persen, menjadi salah satu realitas terciptanya kesenjangan/disparitas antar daerah dan antar kawasan (Lampiran 1). Hal tersebut salah satunya disebabkan oleh perbedaan faktor endowment dari masing-masing daerah. Fakta adanya disparitas tersebut tercermin dalam kesenjangan kinerja pembangunan perekonomian dan kesenjangan kinerja pembangunan antar provinsi di Indonesia.

Berdasarkan Tabel 1.1, terlihat adanya fenomena disparitas perekonomian di Indonesia, dimana terjadi pemusatan produksi barang dan jasa di Pulau Jawa. Pulau yang luasnya hanya mencapai 6,95 persen dari luas Indonesia ini mendominasi pendapatan nasional sebesar 60,25 persen pada tahun 2006 dan meningkat menjadi 60,57 persen pada tahun 2007. Sementara itu wilayah-wilayah di luar Pulau Jawa yang terbagi menjadi 27 provinsi pada tahun 2007 (setelah terjadi pemekaran provinsi) hanya mampu berproduksi tidak lebih dari 40 persen.


(25)

Dengan tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan luar Pulau Jawa, ketimpangan pembangunan akan semakin melebar.

Tabel 1.1. PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Pulau Jawa dan Luar Pulau Jawa serta Pertumbuhannya, Tahun 2006 – 2007

PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Juta Rupiah) No Uraian

2006 2007

Pertumbuhan (%)

(1) (2) (3) (4) (5)

1 Pulau Jawa 1.071.135.143 1.137.224.181 6,17

2 Luar Pulau Jawa 706.800.621 740.409.944 4,76 Sumber: BPS, 2006 dan 2007 (diolah)

Seperti halnya jika pembangunan dilihat secara ekonomi, pembangunan manusia secara keseluruhan menunjukkan indikasi masih terdapat disparitas antar wilayah, yaitu dengan membandingkan nilai IPM provinsi di Indonesia. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) digunakan untuk menganalisis perbandingan status pembangunan sosial ekonomi secara sistematis dan komprehensif dalam ukuran indeks. Luasnya cakupan pembangunan manusia menjadikan peningkatan IPM sebagai manifestasi dari pembangunan manusia dapat ditafsirkan sebagai keberhasilan dalam meningkatkan kemampuan dalam memperluas pilihan-pilihan (enlarging the choices of the people). Dalam ukuran ini diungkapkan bahwa suatu wilayah dapat berbuat jauh lebih baik dalam pembangunan manusia sekalipun mempunyai pendapatan (kondisi ekonomi) yang rendah, karena pengukuran indeks ini juga menekankan pada aspek pendidikan dan kesehatan (BPS, Bappenas dan UNDP Indonesia, 2004).


(26)

Perkembangan IPM di Indonesia menunjukkan suatu peningkatan, yang berarti memberikan indikasi bahwa terjadi peningkatan kinerja pembangunan manusia. Capaian angka IPM akan menentukan urutan (ranking) antar daerah. Namun keberhasilan pembangunan manusia di suatu daerah tidak mutlak dilihat dari posisi (ranking), tetapi juga dilihat berdasarkan besaran nilai reduksi shortfall. Rata-rata nilai IPM untuk nasional mencapai 70,59 pada tahun 2007, meningkat dari tahun 2006 sebesar 70,10. Angka ini menutupi variasi nilai IPM antar provinsi yang beragam dan tidak merata (Lampiran 2). Perbedaan capaian antara IPM yang tertinggi dan terendah sebesar 13,2 poin, dengan rentang 63,41 untuk Papua dan 76,59 untuk DKI Jakarta. Dibandingkan dengan perbedaan pencapaian IPM provinsi tahun 2006 yang mencapai 13,6 poin, maka perbedaan tahun 2007 relatif lebih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata peningkatan IPM provinsi cenderung melambat. Kecepatan pembangunan manusia dilihat dengan ukuran reduksi shortfall (BPS, 2008).

Ketimpangan dan ketidakmerataan pembangunan ini bila dibiarkan berlangsung bisa memperlebar tingkat kesenjangan dalam masyarakat sehingga tujuan pembangunan yang adil dan merata terancam tidak tercapai. Ketimpangan juga menimbulkan kerawanan ekonomi dan beban sosial yang tinggi karena orang miskin terlilit dalam lingkaran setan kemiskinan sehingga menurunkan generasi yang miskin pula. Sementara itu orang kaya akan menjadi semakin kaya jika ketimpangan yang berkelanjutan ini tidak diantisipasi. Menurut Todaro dan Smith (2006), pemerataan yang lebih adil di negara berkembang merupakan suatu kondisi atau syarat yang menunjang pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian,


(27)

semakin timpang distribusi pendapatan di suatu negara akan berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Ketimpangan pendapatan antar daerah tergantung dari besarnya jumlah pendapatan yang diterima oleh setiap penerima pendapatan dalam daerah tersebut. Perbedaan jumlah pendapatan yang diterima itu menimbulkan suatu distribusi pendapatan yang berbeda.

Menurut Nurkse dalam Jhingan (2008), faktor utama dalam pembangunan ekonomi adalah pembentukan atau pengumpulan modal. Tujuan pokok pembangunan ekonomi ialah untuk membangun peralatan modal dalam skala yang cukup untuk meningkatkan produktivitas di bidang pertanian, pertambangan, perkebunan dan industri. Modal juga diperlukan untuk mendirikan sekolah, rumah sakit, jalan raya, kereta api, dan sebagainya. Singkatnya, hakikat pembangunan ekonomi adalah penciptaan overhead sosial dan ekonomi. Hal ini hanya mungkin jika laju pembentukan modal di dalam negeri cukup cepat, yaitu jika bagian dari pendapatan atau output masyarakat yang ada, hanya sedikit saja yang dipergunakan untuk konsumsi dan sisanya ditabung dan diinvestasikan dalam peralatan modal. Pembentukan modal dalam prakteknya dilaksanakan oleh pihak swasta dan juga pemerintah. Investasi sarana dan prasarana infrastruktur biasanya dilakukan oleh pemerintah, hanya sebagaian yang sangat kecil saja yang dilakukan oleh pihak swasta. Peningkatan prasarana infrastruktur diharapkan dapat membawa kesejahteraan dan mempercepat pembangunan ekonomi karena kegiatan perekonomian akan lebih efisien. Oleh karena itu, dalam upaya pembangunan ekonomi, diperlukan analisis produktivitas ekonomi yang telah


(28)

dicapai dan peranan infrastruktur yang mendukung keberhasilan pembangunan tersebut.

1.2. Perumusan Masalah

Ketimpangan dalam pembangunan ekonomi masih terjadi di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan pertumbuhan ekonomi, nilai PDRB provinsi yang bervariasi dan angka IPM yang masih beragam. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan Indonesia masih belum merata. Fakta dan indikasi ini perlu mendapat perhatian agar upaya pembangunan ekonomi di Indonesia terus mengalami peningkatan yang signifikan dan merata di seluruh wilayah Indonesia.

Upaya mempercepat pembangunan regional dapat dilaksanakan dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan tingkat produktivitasnya. Efisensi dalam kegiatan ekonomi harus didukung oleh infrastruktur yang memadai sehingga mendorong peningkatan potensi daerah masing-masing secara berkesinambungan. Pertumbuhan potensi daerah akan mendorong proses pertukaran sesuai dengan kebutuhan masing-masing dan memungkinkan bergeraknya perekonomian daerah sesuai dengan potensinya serta secara bersama-sama menuju proses pertumbuhan ekonomi nasional yang semakin meningkat sesuai dengan kemampuannya yang optimal.

Walaupun kebijakan pembangunan infrastruktur di Indonesia telah berlangsung cukup lama dengan biaya yang cukup besar dan kontribusinya dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi cukup signifikan, namun masih banyak masalah yang dihadapi beberapa wilayah di Indonesia, antara lain perencanaan


(29)

yang lemah, kuantitas yang belum mencukupi dan kualitas yang masih rendah (Ikhsan, 2004).

Berdasarkan uraian tersebut, permasalahan pokok yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh infrastruktur ekonomi dan sosial terhadap produktivitas ekonomi di Indonesia?

2. Seberapa besar pengaruh infrastruktur ekonomi dan sosial terhadap produktivitas ekonomi di Indonesia?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis pengaruh infrastruktur terhadap produktivitas ekonomi di Indonesia.

2. Menganalisis besarnya pengaruh infrastruktur terhadap produktivitas ekonomi di Indonesia dilihat menurut jenis infrastruktur yang diteliti.

1.4. Kegunaan Penelitian

Secara umum penelitian ini berguna untuk: pertama, memberikan informasi dan gambaran mengenai dinamika pembangunan ekonomi di Indonesia baik dilihat dari nilai PDRB-nya maupun pertumbuhan ekonominya; kedua, memberikan masukan bagi kebijakan pemerintah yang terkait dengan pembangunan infrastruktur di Indonesia guna peningkatan pembangunan ekonomi yang dianalisis melalui produktivitas dalam kegiatan ekonomi; ketiga, memberi


(30)

informasi seberapa besar pengaruh setiap jenis infrastruktur yang perlu disediakan dalam meningkatkan produktivitas ekonomi di Indonesia, dan keempat, dapat menjadi sumber referensi dan informasi tambahan bagi penelitian yang akan datang, khususnya penelitian yang terkait dengan produktivitas ekonomi dan infrastruktur.


(31)

2.1.1. Pertumbuhan Ekonomi

Kuznets dalam Jhingan (2008) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya, yang tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi, penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukannya. Definisi ini memiliki tiga komponen, yaitu: pertama, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terlihat dari meningkatnya secara terus-menerus persediaan barang; kedua, teknologi maju merupakan faktor dalam pertumbuhan ekonomi yang menentukan derajat pertumbuhan kemampuan dalam penyediaan aneka macam barang kepada penduduknya; ketiga, penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan adanya penyesuaian di bidang kelembagaan dan ideologi sehingga inovasi yang dihasilkan dapat dimanfaatkan secara tepat.

Sementara itu Todaro dan Smith (2006) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai suatu proses peningkatan kapasitas produktif dalam suatu perekonomian secara terus-menerus atau berkesinambungan sepanjang waktu sehingga menghasilkan tingkat pendapatan dan output nasional yang semakin lama semakin besar. Ada tiga faktor atau komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi, yaitu:


(32)

1. Akumulasi modal, yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik, dan modal atau sumber daya manusia.

2. Pertumbuhan penduduk yang pada tahun-tahun berikutnya akan memperbanyak jumlah angkatan kerja.

3. Kemajuan teknologi.

Akumulasi modal akan diperoleh bila sebagian dari pendapatan yang diterima oleh masyarakat tersebut ditabung dan diinvestasikan kembali dengan tujuan meningkatkan output dan pendapatan di masa depan. Akumulasi modal ini dapat dilakukan dengan investasi langsung terhadap stok modal secara fisik (pengadaan pabrik baru, mesin-mesin, peralatan, dan bahan baku) dan dapat juga dilakukan dengan investasi terhadap fasilitas-fasilitas penunjang seperti investasi infrastruktur, ekonomi dan sosial (pembangunan jalan raya, penyediaan listrik, air bersih, dan sebagainya).

Pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja, secara tradisional dianggap sebagai sebagai faktor positif dalam merangsang pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan menambah jumlah tenaga kerja produktif, walaupun hal ini tergantung kepada kemampuan sistem perekonomian untuk menyerap dan memekerjakan secara produktif tambahan tenaga kerja tersebut. Selanjutnya, pertumbuhan penduduk yang besar berarti menambah ukuran pasar domestik menjadi lebih besar.

Komponen kemajuan teknologi merupakan sumber pertumbuhan ekonomi yang paling penting. Perkembangan teknologi merupakan dasar atau prakondisi


(33)

bagi berlangsungnya suatu pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan. Dalam bentuk yang paling sederhana, kemajuan teknologi dihasilkan dari pengembangan cara-cara lama atau penemuan metode baru dalam menyelesaikan tugas-tugas tradisional.

Sukirno (2004) menerangkan bahwa pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan kegiatan ekonomi dari waktu ke waktu dan menyebabkan pendapatan nasional riil berubah. Tingkat pertumbuhan ekonomi menunjukkan persentase kenaikan pendapatan nasional riil pada suatu tahun tertentu dibandingkan dengan pendapatan nasional riil pada tahun sebelumnya. Oleh karena itu faktor perting dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi disebutkan sebagai beriktut:

1. Tanah dan kekayaan alam lainnya.

Kekayaan alam suatu negara meliputi luas dan kesuburan tanah, keadaan iklim dan cuaca, jumlah dan jenis hutan dan hasil laut, serta jumlah dan jenis kekayaan barang tambang yang terdapat di dalamnya.

2. Jumlah dan mutu dari penduduk dan tenaga kerja.

Penduduk yang bertambah dari waktu ke waktu dapat menjadi pendorong maupun penghambat perkembangan ekonomi.

3. Barang-barang modal dan tingkat teknologi.

Barang-barang modal yang bertambah dan teknologi yang modern memegang peranan penting dalam mewujudkan kemajuan ekonomi.

4. Sistem ekonomi dan sikap masyarakat.


(34)

Selanjutnya Jhingan (2008) menyebutkan bahwa proses pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh dua macam faktor yaitu faktor ekonomi dan nonekonomi. Faktor ekonomi terdiri dari faktor produksi yang dipandang sebagai kekuatan utama yang memengaruhi pertumbuhan. Diantaranya adalah:

1. Sumber alam, yang mencakup kesuburan tanah, letak dan susunannya, kekayaan hutan, mineral, iklim, sumber air, sumber lautan, dan sebagainya. 2. Akumulasi modal, yang berarti mengadakan persediaan faktor produksi

yang secara fisik dapat direproduksi. Proses pembentukan modal bersifat kumulatif dan membiayai diri sendiri serta mencakup tiga tahap yang saling berkaitan, yaitu:

(a) Keberadaan tabungan nyata dan kenaikannya,

(b) Keberadaan lembaga keuangan dan kredit untuk menggalakkan tabungan dan menyalurkannya ke jalur yang dikehendaki,

(c) Menggunakan tabungan untuk investasi barang modal.

3. Organisasi, yang terdiri dari para wiraswastawan (pengusaha) dan pemerintah, yang melengkapi (komplemen) modal, buruh dan yang membantu produktivitasnya, termasuk dalam menyelenggarakan overhead sosial dan ekonomi.

4. Kemajuan teknologi, yang berkaitan dengan perubahan di dalam metode produksi yang merupakan hasil pembaharuan atau hasil dari teknik penelitian baru sehingga menaikkan produktivitas buruh, modal dan faktor produksi lainnya.


(35)

5. Pembagian kerja dan skala produksi, yang menimbulkan peningkatan produktivitas.

Sedangkan faktor nonekonomi yang memengaruhi kemajuan perekonomian antara lain:

1. Faktor sosial dan budaya, yang menghasilkan perubahan pandangan, harapan, struktur dan nilai-nilai sosial.

2. Faktor sumber daya manusia, yang disebut sebagai “pembentukan modal insani” yaitu proses peningkatan ilmu pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan seluruh penduduk, termasuk di dalamnya aspek kesehatan, pendidikan dan pelayanan sosial lainnya.

3. Faktor politik dan administratif, termasuk pemerintahan yang baik dengan menerapkan kebijakan fiskal dan moneter yang tepat.

Uraian tersebut menunjukkan bahwa dengan berbagai pendapat, pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan faktor terpenting dalam pembangunan. Keberhasilan pembangunan suatu negara diukur berdasarkan tinggi rendahnya tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapainya. Pengukuran pertumbuhan ekonomi secara konvensional biasanya dengan menghitung peningkatan persentase dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara/wilayah tertentu atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi selama periode tertentu. Oleh karena itu, tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara/wilayah dapat diperoleh melalui tingkat pertumbuhan nilai PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK). Indeks


(36)

pertumbuhan ekonomi tersebut dapat dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut :

% 100 ) 1 ( ) 1 ( × − = − − t i t i it it PDRB PDRB PDRB LP ...(2.1) Dimana:

LP = laju pertumbuhan ekonomi i = sektor 1,2,…9

t = tahun t

2.1.2. Model Neoklasik Solow

Model pertumbuhan Solow merupakan pilar yang sangat memberi kontribusi terhadap teori pertumbuhan neoklasik. Model ini memungkinkan analisis pertumbuhan ekonomi secara dinamis, menjelaskan mengapa pendapatan nasional tumbuh dan mengapa sebagian perekonomian tumbuh lebih cepat dibandingkan yang lainnya serta menjelaskan perubahan-perubahan dalam perekonomian sepanjang waktu. Secara ekonomi, model pertumbuhan Solow dirancang untuk menunjukkan bagaimana pertumbuhan persediaan modal, pertumbuhan angkatan kerja, dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam perekonomian, serta bagaimana pengaruhnya terhadap output barang dan jasa suatu negara secara keseluruhan (Mankiw, 2007).

Pada intinya model ini merupakan pengembangan dari model pertumbuhan Harrod-Domar dengan menambahkan faktor tenaga kerja dan teknologi ke dalam persamaan pertumbuhan (growth equation). Dalam model pertumbuhan Solow, input tenaga kerja dan modal memakai asumsi skala yang


(37)

terus berkurang (diminishing returns) jika keduanya dianalisis secara terpisah, sedangkan jika keduanya dianalisis secara bersamaan memakai asumsi skala hasil tetap (constant returns to scale). Kemajuan teknologi ditetapkan sebagai faktor residu untuk menjelaskan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang dan tinggi rendahnya pertumbuhan itu diasumsikan bersifat eksogen atau tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor lain (Todaro dan Smith, 2006).

Jhingan (2008) mengemukakan asumsi-asumsi dalam model Solow sebagai berikut:

1. Ada satu komoditi gabungan yang diproduksi.

2. Yang dimaksud output ialah output netto yaitu sesudah dikurangi biaya penyusutan modal.

3. Return to scale bersifat konstan (fungsi produksi homogen pada derajat pertama).

4. Dua faktor produksi tenaga kerja dan modal dibayar sesuai dengan produktivitas fisik marjinalnya.

5. Harga dan upah fleksibel.

6. Tenaga kerja terpekerjakan secara penuh.

7. Stok modal yang ada juga terpekerjakan secara penuh. 8. Tenaga kerja dan modal dapat disubstitusikan satu sama lain. 9. Kemajuan teknologi bersifat netral.

Dengan menganggap bahwa fungsi produksi adalah dalam bentuk Cobb-Douglas, maka model pertumbuhan neoklasik Solow dapat ditulis:

α α −

= 1

L AK


(38)

dimana:

Y : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB),

A : tingkat kemajuan teknologi, yang menentukan produktivitas tenaga kerja dan pertumbuhannya ditentukan oleh variabel eksogen,

K : stok modal fisik dan modal manusia, L : tenaga kerja,

α : elastisitas output terhadap modal (persentase kenaikan PDRB yang bersumber dari 1 persen penambahan modal fisik dan modal manusia).

Pertumbuhan ekonomi suatu daerah sangat ditentukan oleh kemampuan daerah tersebut untuk meningkatkan kegiatan produksinya. Berdasarkan model pertumbuhan ini, disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu daerah ditentukan oleh kemajuan teknologi, penambahan modal atau investasi dan tenaga kerja.

2.1.3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Seperti dikemukakan di atas, PDRB merupakan dasar pengukuran atas nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha yang timbul akibat adanya aktivitas ekonomi dalam suatu wilayah tertentu. Penghitungan angka-angka PDRB dapat menggunakan tiga pendekatan, yaitu:

1. Pendekatan Produksi

PDRB adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun).


(39)

2. Pendekatan Pendapatan

PDRB merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi di suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun).

3. Pendekatan Pengeluaran

PDRB adalah semua komponen permintaan akhir dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun), yang dirinci sebagai berikut:

(a) pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga nirlaba, (b) konsumsi pemerintah,

(c) pembentukan modal tetap domestik bruto, (d) perubahan stok, dan

(e) ekspor neto.

Penghitungan PDRB dibedakan menjadi dua yaitu PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK). PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) menunjukkan pendapatan yang memungkinkan dapat dinikmati oleh penduduk suatu daerah serta menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun yang bersangkutan. Angka ini digunakan untuk menganalisis pola atau struktur ekonomi di wilayah tersebut. Sedangkan PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) menggambarkan perkembangan produksi riil barang dan jasa yang dihasilkan oleh kegiatan ekonomi daerah tersebut. Angka ini digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun.


(40)

Tingkat pertumbuhan PDRB dapat digunakan sebagai salah satu indikator untuk mengukur pertumbuhan ekonomi karena:

1. PDRB adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh aktivitas produksi di dalam perekonomian. Hal ini berarti peningkatan PDRB juga mencerminkan balas jasa kepada faktor produksi yang digunakan dalam aktivitas produksi tersebut.

2. PDRB dihitung atas dasar konsep aliran (flow concept), artinya perhitungan PDRB hanya mencakup nilai produk yang dihasilkan pada satu periode tertentu. Perhitungan ini tidak mencakup nilai produk yang dihasilkan pada periode sebelumnya. Pemanfaatan konsep aliran guna menghitung PDRB yakni untuk membandingkan jumlah nilai tambah yang dihasilkan pada tahun ini dengan tahun sebelumnya.

3. Batas wilayah perhitungan PDRB adalah wilayah domestik. Hal ini memungkinkan kita untuk mengukur sejauh mana kebijakan ekonomi yang diterapkan pemerintah mampu mendorong aktivitas perekonomian domestik.

2.1.4. Produktivitas Ekonomi

Menurut Kuznets dalam Jhingan (2008), laju kenaikan produktivitas dapat menjelaskan hampir keseluruhan pertumbuhan produk per kapita di negara maju. Pertumbuhan ekonomi modern terlihat dari semakin meningkatnya laju produk per kapita terutama sebagai akibat adanya perbaikan kualitas input yang meningkatkan efisiensi atau produktivitas per unit input. Hal ini dapat dilihat dari semakin besarnya masukan sumber tenaga kerja dan modal atau semakin meningkatnya


(41)

efisiensi.

Untuk melihat produktivitas ekonomi tidak dapat dilepaskan dari konsep fungsi produksi yang merupakan konsep sistematis yang menghubungkan output dengan berbagai kombinasi input faktor produksi (sementara tingkat kemajuan teknologi dianggap sebagai faktor yang konstan) untuk menjelaskan cara penduduk menyediakan kebutuhannya (Todaro dan Smith, 2006). Jumlah ouput/produk barang dan jasa dalam perekonomian di suatu wilayah telah diuraikan dengan menghitung besarnya PDRB (Produk Domestik Regional Bruto). Selanjutnya tenaga kerja sebagai salah satu faktor produksi yang berperan dalam proses produksi, merupakan populasi orang yang bekerja dalam angkatan kerja pada periode tertentu.

2.1.5. Infrastruktur

Menurut Setyaningrum (1997), infrastruktur adalah bagian dari capital stock dari suatu negara, yaitu biaya tetap sosial yang langsung mendukung produksi. Stone dalam Kodoatie (2003) mendefinisikan infrastruktur sebagai fasilitas-fasilitas fisik yang dikembangkan atau dibutuhkan oleh agen-agen publik untuk fungsi-fungsi pemerintahan dalam penyediaan air, tenaga listrik, pembuangan limbah, transportasi dan pelayanan-pelayanan lainnya untuk memfasilitasi tujuan-tujuan ekonomi dan sosial.

Infrastruktur merupakan input penting bagi kegiatan produksi dan dapat memengaruhi kegiatan ekonomi dalam berbagai cara baik secara langsung maupun tidak langsung. Infrastruktur tidak hanya merupakan kegiatan produksi yang akan menciptakan output dan kesempatan kerja, namun keberadaan infrastruktur juga


(42)

memengaruhi efisiensi dan kelancaran kegiatan ekonomi di sektor-sektor lainnya. Pengaruh infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi dinyatakan oleh Cicilia dalam Sibarani (2002) seperti pada Gambar 2.2.

Infrastruktur

Pendapatan Rumah Tangga

Pendapatan Dunia Usaha

Peningkatan Kesejahteraan

Pengembangan Pasar

Penurunan Biaya

Pertumbuhan Ekonomi Sumber: Cicilia dalam Sibarani (2002)

Gambar 2.1. Pengaruh Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Sementara itu The World Bank (1994) membagi infrastruktur menjadi tiga, yaitu:

1. Infrastruktur ekonomi, merupakan aset fisik yang diperlukan untuk menunjang aktivitas ekonomi baik dalam produksi maupun konsumsi final, meliputi public utilities (tenaga, telekomunikasi, air minum, sanitasi dan gas), public work (jalan, bendungan, kanal, saluran irigasi dan


(43)

drainase) serta sektor transportasi (jalan, rel kereta api, angkutan pelabuhan, lapangan terbang dan sebagainya).

2. Infrastruktur sosial, merupakan aset yang mendukung kesehatan dan keahlian masyarakat, meliputi pendidikan (sekolah dan perpustakaan), kesehatan (rumah sakit dan pusat kesehatan), perumahan dan rekreasi (taman, museum dan lain-lain).

3. Infrastruktur administrasi/institusi, meliputi penegakan hukum, kontrol administrasi dan koordinasi serta kebudayaan.

Infrastruktur juga dapat digolongkan menjadi infrastruktur dasar dan pelengkap. Infrastruktur dasar (basic infrastructure), meliputi sektor-sektor yang mempunyai karakteristik publik dan kepentingan yang mendasar untuk perekonomian lainnya, tidak dapat diperjualbelikan (non tradable) dan tidak dapat dipisah-pisahkan baik secara teknis maupun spasial. Contohnya jalan raya, rel kereta api, pelabuhan laut, drainase, bendungan, dan sebagainya. Sedangkan infrastruktur pelengkap (complementary infrastructure) misalnya gas, listrik, telepon dan pengadaan air minum. Infrastruktur dasar biasanya diselenggarakan oleh pemerintah karena sifatnya yang dibutuhkan oleh masyarakat luas. Namun dalam penyediaannya pemerintah dapat bekerja sama dengan badan usaha sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Perbedaan antara infrastruktur dasar dan pelengkap tidaklah selalu sama dan dapat berubah menurut waktu. Misalnya pengadaan air minum yang dulunya digolongkan sebagai infrastruktur pelengkap, sekarang digolongkan sebagai


(44)

infrastruktur dasar.

Fasilitas infrastruktur bukan hanya berfungsi melayani berbagai kepentingan umum tetapi juga memegang peranan penting pada kegiatan-kegiatan swasta di bidang ekonomi. Kebutuhan prasarana merupakan pilihan (preference), dimana tidak ada standar umum untuk menentukan berapa besarnya fasilitas yang tepat di suatu daerah atau populasi. Edwin (1998) menguraikan prasarana umum yang diambil dari Catanese (1992), terdiri dari kategori-kategori dalam fasilitas pelayanan dan fasilitas produksi. Fasilitas pelayanan meliputi kategori-kategori sebagai berikut:

1. Pendidikan, berupa Sekolah Dasar, SMP, SMA dan perpustakaan umum. 2. Kesehatan, berupa rumah sakit, rumah perawatan, fasilitas pemeriksaan

oleh dokter keliling, fasilitas perawatan gigi dengan mobil keliling, fasilitas kesehatan mental dengan mobil keliling, rumah yatim piatu, perawatan penderita gangguan emosi, perawatan pecandu alkohol dan obat bius, perawatan penderita cacat fisik dan mental, rumah buta dan tuli, serta mobil ambulans.

3. Transportasi, berupa jaringan rel kereta api, bandar udara dan fasilitas yang berkaitan, jalan raya dan jembatan di dalam kota dan antar kota serta terminal penumpang.

4. Kehakiman, berupa fasilitas penegakan hukum dan penjara. 5. Rekreasi, berupa fasilitas rekreasi masyarakat dan olahraga. Sedangkan fasilitas produksi meliputi kategori-kategori:


(45)

2. Pemadam kebakaran, berupa stasiun pemadam kebakaran, mobil pemadam kebakaran, sistem komunikasi, suplai air dan penyimpanan air.

3. Sampah padat, berupa fasilitas pengumpulan dan peralatan sampah padat dan lokasi pembuangannya.

4. Telekomunikasi, berupa televisi kabel, televisi udara, telepon kabel dan kesiagaan menghadapi bencana alam.

5. Air limbah, berupa waduk dan sistem saluran air limbah, sistem pengolahan dan pembuangannya.

6. Air bersih, berupa sistem suplai untuk masyarakat, fasilitas penyimpanan, pengolahan dan penyalurannya, lokasi sumur dan tangki air di bawah tanah.

Dengan melihat jenis-jenis infrastruktur yang banyak berhubungan dengan masyarakat, peranan pemerintah sangat penting dalam penyediaannya. Walaupun pengadaan infrastruktur bisa dilakukan dengan kerja sama dengan badan usaha yang telah ditunjuk, tidak semua layanan infrastruktur bisa dilaksanakan oleh pihak swasta karena ada layanan infrastruktur yang memerlukan modal yang besar dengan waktu pengembalian yang lama dan resiko investasi yang besar.

Pemerintah sebagai pemain utama dalam penyediaan infrastruktur selayaknya menjaga kesinambungan investasi pembangunan infrastruktur dan memrioritaskan infrastruktur dalam rencana pembangunan nasional, sehingga infrastruktur dapat dibenahi baik secara kuantitas maupun kualitas. Selain itu perlu pendekatan yang lebih terpadu dalam pembangunan infrastruktur guna menjamin sinergi antar sektor dan wilayah (Bulohlabna, 2008).


(46)

2.1.5.1.Infrastruktur Jalan

Infrastruktur jalan sebagai salah satu infrastruktur pengangkutan berperan dalam merangsang pertumbuhan ekonomi karena ketersediaan jalan akan meminimalkan modal komplementer sehingga proses produksi dan distribusi akan lebih efisien. Pembangunan prasarana jalan turut akan meningkatkan pertumbuhan wilayah-wilayah baru dengan meningkatnya volume lalu lintas. Sebaiknya prasarana jalan yang buruk dan rusak akan menghambat alokasi sumber daya, pengembangan industri, pendistribusian faktor produksi, barang dan jasa, yang pada akhirnya akan memengaruhi pendapatan.

Ikhsan (2004) mengemukakan bahwa jalan raya akan memengaruhi biaya variabel dan biaya tetap. Jika infrastruktur harus dibangun sendiri oleh sektor swasta, maka biaya akan meningkat secara signifikan dan menyebabkan cost of entry untuk suatu kegiatan ekonomi menjadi sangat mahal sehingga kegiatan-kegiatan ekonomi yang sebetulnya secara potensial mempunyai keunggulan komparatif menjadi tidak bisa terealisasikan karena ketiadaan infrastruktur. Lebih jauh lagi infrastruktur sangat berpengaruh terhadap biaya marketing. Sebagai contoh adanya pembukaan dan peningkatan jalan di Sulawesi tidak hanya menurunkan biaya transportasi, namun juga menjadi faktor penting dalam memperkuat bargaining power dari petani coklat. Akibatnya, margin yang diterima petani coklat meningkat dari sekitar 62 persen pada tahun 1980-an menjadi sekitar 90 persen setelah tersedianya Jalan Trans Sulawesi.

Queiroz dalam Sibarani (2002) juga menunjukkan adanya hubungan yang konsisten dan signifikan antara pendapatan dengan panjang jalan. Negara


(47)

berpenghasilan lebih dari US$ 6.000/kapita mempunyai rasio panjang jalan ± 10.110 km/1 juta penduduk, sedangkan negara berpenghasilan US$ 545 - US$ 6.000/kapita mempunyai rasio panjang jalan ± 1.660 km/1 juta penduduk dan negara berpenghasilan kurang dari US$ 545/kapita mempunyai rasio panjang jalan ± 170 km/1 juta penduduk. Jika data tersebut dibandingkan, negara yang berpenghasilan tinggi mempunyai panjang jalan 59 kali lipat dibandingkan dengan negara berpenghasilan rendah.

2.1.5.2.Infrastruktur Listrik

Dengan semakin majunya suatu wilayah, kebutuhan akan listrik menjadi tuntutan primer yang harus dipenuhi, tidak hanya untuk rumah tangga namun juga untuk kegiatan ekonomi terutama industri. Dalam kehidupan masyarakat yang semakin modern, semakin banyak peralatan rumah tangga, peralatan kantor serta aktivitas-aktivitas masyarakat yang mengandalkan sumber energi dari listrik. Peningkatan kegiatan ekonomi dalam produksi dan investasi juga membutuhkan listrik yang memadai. Oleh karena itu permintaan listrik meningkat dari tahun ke tahun baik dari segi kuantitasnya maupun kualitasnya.

Sebagian besar kebutuhan listrik di Indonesia dipenuhi oleh PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero). Sementara sebagian lagi masih disuplai oleh perusahaan-perusahaan non PLN. Sampai dengan tahun 2007, belum semua wilayah di Indonesia telah tersambung dalam jaringan PLN. Oleh karena itu, sebagian masyarakat mengusahakannya secara swasembada yaitu melalui perusahaan non PLN yang dikelola Pemda, koperasi maupun perusahaan swasta lainnya.


(48)

2.1.5.3.Infrastruktur Air Bersih

Air bersih merupakan kebutuhan vital yang mutlak diperlukan dalam kehidupan manusia sehingga pengadaan sumber daya ini termasuk dalam prioritas pembangunan. Pengalokasian air bersih yang efisien harus didasarkan pada sifat zat cair yang mudah mengalir, menguap, meresap dan keluar melalui suatu media tertentu. Karakteristik sumber daya air dikemukakan oleh Anwar dalam Oktavianus (2003), yaitu:

1. Mobilitas air, menyebabkan sulitnya penegasan hak-hak (property right) atas sumber daya air secara ekslusif agar dapat menjadi komoditas ekonomi yang dapat dipertukarkan dalam sistem ekonomi pasar.

2. Sifat skala ekonomi yang melekat, menyebabkan penawaran air bersifat monopoli alami (natural monopoly), dimana semakin besar jumlah air yang ditawarkan, maka biaya per satuan yang ditanggung produsennya semakin murah.

3. Sifat penawaran air dapat berubah-ubah menurut waktu, ruang dan kualitasnya sehingga penyaluran air dalam keadaan kekeringan hebat dan banjir biasanya hanya dapat ditangani oleh pemerintah untuk kepentingan umum.

4. Kapasitas daya asimilasi dari badan air (water bodies) yang dapat melarutkan dan menyerap zat-zat tertentu selama daya dukungnya tidak melampaui, sehingga komoditas air dapat dimasukkan dalam barang umum (public good) dalam upaya mengurangi pencemaran lingkungan atas air bersih.


(49)

5. Penggunaan air bisa dilakukan secara beruntun ketika air mengalir dari suatu daerah aliran sungai (DAS) sampai ke laut, yang dapat menyebabkan perubahan kuantitas dan kualitasnya.

6. Penggunaan yang serba guna (multiple use).

7. Berbobot besar dan memakan tempat (bulkiness) sehingga biaya transportasinya menjadi mahal.

8. Nilai kultur masyarakat yang menganggap bahwa sumber daya air sebagai anugerah dari Tuhan, dapat menjadi kendala dalam pendistribusiannya secara komersial.

Penggunaan air terbesar berdasarkan sektor kegiatan dapat dibagi ke dalam tiga kelompok besar yaitu kebutuhan domestik, irigasi pertanian dan industri. Kebutuhan domestik untuk masyarakat akan meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk baik di perkotaan maupun pedesaan. Air untuk keperluan irigasi pertanian juga terus meningkat dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan penduduk yang terus bertambah. Demikian juga dalam bidang industri, yang kian mengalami peningkatan karena struktur perekonomian yang mengarah pada industrialisasi.

Air harus dipandang sebagai barang ekonomi sehingga untuk mendapatkannya memerlukan pengorbanan baik waktu maupun biaya. Sebagaimana barang ekonomi lainnya, air mempunyai nilai bagi penggunanya, yaitu jumlah maksimum yang bersedia dibayarkan untuk penggunaan sumber daya tersebut, dimana pengguna akan menggunakan air selama manfaat dari tambahan setiap kubik air yang digunakan melebihi biaya yang dikeluarkan


(50)

(Briscoe dalam Oktavianus, 2003).

Industrialisasi yang meluas membutuhkan investasi yang besar untuk menjaga tingkat penyediaan air dan mendukung pertumbuhan ekonomi. Di Indonesia, tingkat kebutuhan masyarakat terhadap keberadaan air bersih secara kontinyu terus meningkat dari tahun ke tahun. Infrastruktur air bersih merupakan salah satu bagian penting dalam infrastruktur dasar yang dapat memberi pengaruh bagi pertumbuhan output (Bulohlabna, 2008).

2.1.5.4.Infrastruktur Kesehatan

World Health Organization (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai sebuah kondisi kesejahteraan fisik, mental dan sosial, dan bukan sekedar bebas penyakit dan kelemahan fisik. Dalam prakteknya, pengukuran tingkat kesehatan yang digunakan antara lain tingkat harapan hidup. Ukuran ini merupakan salah satu dari tiga komponen dalam penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

Pembangunan kesehatan menjadi bagian integral dari pembangunan nasional karena bidang kesehatan menyentuh hampir seluruh aspek kehidupan manusia secara berkesinambungan, yang merupakan suatu rangkaian pembangunan yang menyeluruh, terpadu, dan terarah. Pembangunan ini merupakan upaya untuk tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar terwujud derajat kesehatan yang optimal. Melalui pembangunan kesehatan diharapkan setiap penduduk memiliki kemampuan hidup sehat sehingga di masa mendatang tercipta generasi penerus yang bermutu sebagai modal penting dalam pembangunan nasional.


(51)

Secara ekonomi, masyarakat yang sehat akan menghasilkan tenaga kerja yang sehat dan merupakan input penting untuk pertumbuhan ekonomi. Negara-negara yang mempunyai tingkat kesehatan dan pendidikan yang rendah menghadapi tantangan yang lebih berat untuk mencapai pertumbuhan berkelanjutan dibandingkan dengan negara yang lebih baik tingkat kesehatan dan pendidikannya. Tenaga kerja yang berkualitas akan mempunyai peluang yang lebih besar untuk lebih produktif, mempunyai kesempatan kerja yang lebih besar, memperoleh pendapatan yang lebih tinggi, dan menghasilkan output ekonomi yang lebih besar juga.

Tujuan pembangunan kesehatan yang tercantum dalam Rencana Strategi Pembangunan Kesehatan adalah terselenggaranya program atau kegiatan pembangunan kesehatan yang memberi jaminan tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya sesuai dengan visi “Indonesia Sehat 2010”. Arah kebijakan pembangunan kesehatan menurut Depkes (2004) adalah:

1. Meningkatkan mutu sumber daya manusia dan lingkungan yang saling mendukung, dengan pendekatan paradigma sehat yang memberikan prioritas pada upaya peningkatan kesehatan, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, dan rehabilitasi sejak pembuahan dalam kandungan sampai usia lanjut.

2. Meningkatkan dan memelihara mutu lembaga dan pelayanan kesehatan melalui pemberdayaan sumber daya manusia secara berkelanjutan dan sarana prasarana dalam bidang medis, termasuk ketersediaan obat yang dapat dijangkau oleh masyarakat.


(52)

Pelayanan kesehatan melalui rumah sakit dan puskesmas serta pelayanan kesehatan lainnya diharapkan meningkatkan mutu kesehatan yang menjangkau seluruh masyarakat untuk mewujudkan pembangunan kesehatan yang merata. Pengembangan infrastruktur kesehatan, baik secara kuantitas maupun kualitas, akan mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia, yang merupakan faktor input pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan.

2.1.6. Hubungan Antara Investasi Publik dengan Pertumbuhan Ekonomi Menurut Sturm dalam Sibarani (2002) ada beberapa cara untuk mencari hubungan antara investasi publik dengan pertumbuhan ekonomi, diantaranya adalah:

a. Fungsi Produksi

Modal publik masuk dalam fungsi produksi melalui produktivitas multifaktor (multifactor productivity) atau sebagai input dalam fungsi produksi. Kelemahan model ini adalah variabel tenaga kerja dan modal merupakan variabel eksogen. Beberapa peneliti menggunakan data regional dalam analisisnya untuk memberikan hasil yang penting terhadap desain kebijakan pemerintah lokal. Keuntungan penggunaan data regional adalah teknologi produksi yang sama antar daerah karena adanya kebebasan teknologi untuk ke luar masuk antar wilayah, hukum dan institusi politik yang tidak bervariasi terlalu besar antar daerah, serta data yang ada cukup besar dan dikumpulkan dengan basis yang konsisten. Kelemahannya adalah faktor mobilitas yang relatif tinggi akibat adanya keterbukaan ekonomi antar daerah serta perlunya penanganan yang


(53)

mengabaikan efek spesifik regional akan memberikan hasil yang bias dan tidak konsisten. Contohnya wilayah yang lebih makmur akan melakukan investasi yang lebih banyak, sehingga ada korelasi positif antara efek spesifik daerah dan modal sektor publik.

Studi dengan data agregat nasional umumnya mendapatkan elastisitas yang lebih besar daripada data disagregat. Hal ini disebabkan adanya spillover effects dari investasi infrastruktur pada area geografi yang kecil tidak terlihat dengan baik.

b. Fungsi Biaya/Profit

Stok modal publik diestimasi dengan pendekatan perilaku (behavioural approach) baik dengan maksimisasi profit atau minimisasi biaya. Dua perbedaan antara pendekatan ini dengan fungsi produksi yaitu:

1) Penggunaan bentuk fungsional yang fleksibel menghilangkan batasan pada struktur produksi, sehingga dampak langsung maupun tidak langsung dari modal publik melalui input swasta dapat ditentukan. 2) Estimasi dengan fungsi produksi dapat menghasilkan persamaan

simultan yang bias sedangkan pada behavioural approach tidak terjadi bias karena biaya atau keuntungan secara langsung diwakili.

Kekurangan model ini adalah banyaknya parameter yang harus diestimasi sehingga dapat menimbulkan masalah multikolinearitas dan membutuhkan data yang banyak. Kelemahan lainnya adalah masalah nonstasioner, bentuk fungsional yang fleksibel tidak menjamin global concavity dari fungsi biaya.


(54)

c. Vector Auto Regression (VAR)

VAR menggunakan sesedikit mungkin batasan dan teori ekonomi. VAR berorientasi pada data dan juga memperhitungkan dampak tidak langsung dari modal publik. Keuntungan dari VAR adalah tidak dibutuhkan arah kausalitas dan tidak perlu mengidentifikasi kondisi yang diturunkan dari teori ekonomi. Namun pendekatan VAR tidak secara sempurna menjelaskan proses produksi sehingga sukar untuk mencari nilai elastisitas.

2.2. Penelitian Terdahulu

Ketersediaan infrastruktur yang memadai sangat penting dalam perekonomian karena mampu mengefisienkan proses produksi dalam perekonomian. Semakin tinggi tingkat output perkapita, semakin tinggi pula produktivitas ekonominya. Dengan demikian, penyediaaan infrastruktur berperan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan distribusi pendapatan antar wilayah.

Sibarani (2002) dalam penelitiannya mengenai kontribusi infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, menganalisis bahwa kebijakan pembangunan infrastruktur yang terpusat di Pulau Jawa dan Indonesia Bagian Barat menimbulkan disparitas pendapatan per kapita di masing-masing daerah Indonesia, terutama antara Pulau Jawa dengan luar Jawa dan Indonesia Bagian Barat dengan Indonesia Bagian Timur, meskipun pada saat yang sama pertumbuhan ekonomi meningkat. Model yang digunakan merujuk pada model Barro (1990) dengan


(55)

infrastruktur sebagai input dalam produksi agregat. Asumsi yang digunakan Barro adalah total faktor produksi mempunyai bentuk log Ait = ai + bt. Pendekatan yang dipilih dalam analisis ini adalah fixed effects dari masing-masing provinsi dengan indeks i dan pertumbuhan produktivitas Indonesia secara keseluruhan dengan indeks t. Hasil dari studi ini menunjukkan bahwa setiap jenis infrastruktur yang diteliti yaitu jalan, listrik dan telepon, memberikan kontribusi positif dengan elastisitas yang berbeda.

Prasetyo (2008) yang meneliti pengaruh infrastruktur terhadap pembangunan ekonomi di Kawasan Barat Indonesia dengan menggunakan data panel tahun 1995 – 2006, membagi modelnya dengan variabel dependen yang berbeda yaitu pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita. Pengaruh infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi dianalisis dengan pendekatan fixed effects, yang menyimpulkan bahwa variabel bebas jalan, listrik, investasi dan dummy otonomi daerah berhubungan secara positif dengan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan variabel air bersih tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini terjadi karena data yang digunakan adalah kapasitas air bersih yang disalurkan oleh perusahaan air bersih untuk pelanggan, yang umumnya adalah pelanggan rumah tangga. Sedangkan pengaruh infrastruktur terhadap pendapatan per kapita dianalisis dengan pendekatan random effects, dengan hasil yang sama dengan hasil dari estimasi pengaruh infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi, yaitu semua variabel bebas jalan, listrik, investasi dan dummy otonomi daerah berhubungan secara positif dengan pendapatan per kapita, dan variabel air bersih juga tidak berpengaruh secara


(56)

signifikan terhadap pendapatan per kapita. Yang membedakan kedua model tersebut adalah nilai elastisitas masing-masing infrastruktur yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita.

Sedangkan Bulohlabna (2008) meneliti tipologi dan pengaruh infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi Kawasan Timur Indonesia (KTI). Metode penelitian yang digunakan adalah data panel dengan pendekatan fixed effects untuk provinsi KTI yang termasuk dalam klasifikasi daerah tertinggal dengan referensi data tahun 1995 – 2006. Hasil penelitian ini dibagi menjadi empat model yang perbedaaannya pada variabel dependennya, yaitu output total, output di sektor primer, output di sektor sekunder dan output di sektor tersier. Analisis data panel menunjukkan bahwa untuk wilayah KTI yang digolongkan sebagai daerah tertinggal, kontribusi positif infrastruktur yang paling besar terhadap pertumbuhan output adalah berasal dari infrastruktur jalan, kemudian listrik dan pendidikan. Sementara itu, variabel kesehatan dan otonomi daerah memberikan pengaruh negatif terhadap pertumbuhan output. Hal ini didasarkan pada teori bahwa kebutuhan akan infrastruktur akan meningkat seiring dengan peningkatan kemakmurannya. Sehingga infrastruktur dasar akan memberikan produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan infrastruktur lanjutan. Selain itu, dapat diduga juga bahwa penyebab nilai negatif pada pengaruh infrastruktur ini lebih disebabkan karena kualitas dan kuantitas layanan yang rendah, sedangkan nilai negatif pada otonomi daerah lebih disebabkan karena kemampuan pemerintah daerah untuk menerapkan kebijakan. Kontribusi dari setiap layanan infrastruktur terhadap pertumbuhan output perekonomian baik secara umum maupun sektoral


(57)

berbeda. Besarnya kontribusi tersebut menentukan infrastrutur apa yang tepat dilakukan dalam mengembangkan tiap sektor perekonomian.

Sementara itu Yanuar (2006) menganalisis kaitan infrastruktur terhadap pertumbuhan output baik dari sektor pertanian maupun industri dengan menggunakan analisis data panel pendekatan fixed effects. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa modal fisik, infrastruktur jalan, telepon, kesehatan dan pendidikan memberikan pengaruh terhadap output. Infrastruktur kesehatan dan pendidikan memberikan kontribusi terbesar pada sektor pertanian sementara infrastruktur jalan merupakan kontributor terbesar pada sektor industri. Kesenjangan yang terjadi antar daerah dan wilayah menurut Yanuar dapat disebabkan oleh kesenjangan stok infrastruktur dan besaran produktivitas infrastruktur terhadap output.

Walaupun penelitian yang menganalisis mengenai pengaruh infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi sudah dilakukan oleh beberapa peneliti, namun penelitian ini masih dirasakan perlu dengan pemikiran bahwa ada hal-hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian lainnya, antara lain:

1. Cakupan wilayah yang dianalisis meliputi seluruh Indonesia (sebanyak 26 provinsi). Untuk menjamin data seriesnya, data provinsi-provinsi pemekaran digabungkan dengan provinsi induknya.

2. Tahun data yaitu dari tahun 1995 sampai dengan 2007 (data series selama 13 tahun).


(58)

• Variabel variabel dependen yang digunakan adalah PDRB riil per tenaga kerja.

• Variabel independen terdiri dari infrastruktur dan investasi swasta. Infrastruktur yang dikaji meliputi infrastruktur ekonomi yang meliputi variabel jalan, listrik dan air bersih serta infrastruktur sosial yang diwakili oleh variabel kesehatan.

2.3. Kerangka Pemikiran Operasional

Keberhasilan pembangunan di Indonesia masih meninggalkan masalah berupa disparitas wilayah dan pendapatan. Sumber daya yang ada masih belum merata dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat sehingga masih ada daerah yang termasuk kategori miskin dan yang kaya. Disparitas pembangunan ini bila dibiarkan berlangsung bisa memperlebar ketimpangan dan tingkat kesenjangan sehingga peningkatan kegiatan perekonomian tidak dapat mencukupi kebutuhan seluruh lapisan masyarakat. Ketimpangan juga dapat menimbulkan beban ekonomi dan sosial yang tinggi. Hal ini disebabkan kemampuan masing-masing daerah untuk tumbuh dan berkembang yang bervariasi dan sangat ditentukan oleh berbagai faktor ekonomi yang dimiliki oleh suatu wilayah.

Pembangunan ekonomi suatu wilayah dapat dianalisis melalui tingkat pertumbuhan ekonominya, dimana perkembangannya ditentukan oleh kapasitas output produksi yang dihasilkan wilayah tersebut. Sementara itu kapasitas output produksi sangat ditentukan oleh akumulasi modal atau investasi yang dilakukan, produktivitas tenaga kerja, serta penggunaan teknologi dalam kegiatan ekonomi.


(59)

Salah satu bentuk pemanfaatan investasi publik adalah pembangunan pelayanan infrastruktur yang menunjang kegiatan ekonomi baik infrastruktur ekonomi, infrastruktur sosial, maupun infrastruktur administrasi. Pembangunan infrastruktur yang beragam dan bervariasi baik kuantitas maupun kualitasnya di setiap provinsi di Indonesia membawa pengaruh terhadap produktivitas ekonomi di masing-masing wilayah, yang bisa digunakan untuk menganalisis masalah ketimpangan yang terjadi. Untuk itu perlu dilakukan analisis terhadap pembangunan ekonomi di Indonesia dan melihat besarnya pengaruh pembangunan infrastruktur terhadap produktivitas ekonomi di Indonesia. Infrastruktur yang diteliti terdiri dari infrastruktur yang menunjang kegiatan ekonomi yaitu: panjang jalan, energi listrik, sumber daya air bersih dan fasilitas kesehatan.

Tingkat produktivitas tiap infrastruktur dicerminkan oleh nilai elastisitas dari ketersediaan infrastruktur terhadap perekonomian. Semakin besar nilai elastisitas menunjukkan infrastruktur tersebut semakin produktif meningkatkan perekonomian. Layanan infrastruktur yang buruk, dilihat dari kualitas dan kuantitasnya, berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi, sebaliknya semakin efektif (optimal) layanan infrastruktur tersebut dimanfaatkan maka akan memberikan rate of return yang tinggi (Yanuar, 2006). Mengingat layanan infrastruktur memerlukan modal yang besar dengan waktu pengembalian yang lama dan beresiko tinggi, maka pembangunan infrastruktur lebih banyak dilakukan oleh pemerintah.


(60)

tepat untuk digunakan dalam penelitian ini. Model yang digunakan adalah model pertumbuhan neoklasik Solow yang didasarkan pada fungsi produksi Cobb-Douglas, dimana infrastruktur merupakan bagian dari stok modal yang dilakukan pemerintah sebagai investasi publik. Produktivitas ekonomi yang dihasilkan di suatu daerah dianalisis sebagai variabel eksogen yang diteliti dari input dalam fungsi produksi tersebut. Variabel eksogen diperoleh dari output per tenaga kerja, sedangkan produktivitas ekonomi merupakan nilai koefisien dari variabel eksogen yang dianalisis dalam model operasional. Nilai koefisien dalam model menunjukkan tingkat elastisistas variabel endogen terhadap variabel eksogen, yang artinya setiap kenaikan satu persen variabel endogen akan meningkatkan variabel eksogen sebesar nilai koefisien dari model hasil penelitian.

Alur pemikiran dalam kerangka operasional ini secara sistematis dapat dilihat pada Gambar 2.2.


(61)

Teknologi Pertumbuhan

Ekonomi

Produktivitas Output Ekonomi

Tenaga Kerja Kapital

Infrastruktur

Infrastruktur Ekonomi Infrastruktur Sosial

Kesehatan Jalan

Listrik Air Bersih

Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran Operasional Keterangan:

: variabel yang diteliti.

: variabel yang tidak dimasukkan dalam penelitian karena dianggap konstan.


(62)

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber, yang mencakup kurun waktu 1995 – 2007. Dengan berbagai keterbatasan, data yang digunakan dalam analisis ini ditunjukkan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Data yang Digunakan dalam Penelitian Analisis Pengaruh Infrastruktur Ekonomi dan Sosial terhadap Produktivitas Ekonomi Indonesia, Tahun 1995 – 2007

No Jenis Data Sumber

(1) (2) (3)

1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar

Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 1993 seluruh provinsi di Indonesia.

BPS

2. Tenaga kerja masing-masing provinsi di Indonesia. BPS

3. Panjang jalan menurut kondisi jalan di masing-masing

provinsi di Indonesia.

Publikasi Statistik Perhubungan BPS

4. Jumlah energi listrik yang terjual masing-masing provinsi di Indonesia.

PT. PLN

5. Jumlah air bersih yang disalurkan masing-masing provinsi di Indonesia.

Publikasi Statistik Air Bersih BPS

6. Jumlah rumah sakit dan puskesmas masing-masing

provinsi di Indonesia.

Publikasi Statistik Indonesia BPS dan

Departemen Kesehatan


(63)

Selanjutnya data-data tersebut diolah dengan menggunakan software Microsoft Excel 2007 dan Eviews 5.1.

3.2. Analisis Regresi Data Panel

Data panel adalah gabungan antara data silang (cross section) dengan data runtut waktu (time series). Analisis secara terpisah memberikan beberapa kelemahan. Sebagai contoh untuk analisis pertumbuhan ekonomi suatu wilayah yang dilihat dari pertumbuhan PDRB, tingkat investasi dan tingkat konsumsi. Jika hanya menggunakan data cross section, yang diamati hanya pada satu titik waktu, maka perkembangan ekonomi wilayah-wilayah tersebut antar waktu tidak dapat dilihat. Di sisi lain, penggunaan model time series juga menimbulkan persoalan tersendiri melalui peubah-peubah yang diobservasi secara agregat dari satu unit individu sehingga mungkin memberikan hasil estimasi yang bias. Pendekatan data panel menggunakan informasi dari gabungan kedua pendekatan tersebut (cross section dan time series) sehingga akan meminimalisir kelemahan masing-masing pendekatan.

Keuntungan penggunaan model data panel dibandingkan data time series dan cross section yaitu:

1. Jumlah observasi menjadi lebih besar, sehingga estimasi yang dilihat dari dua dimensi (individu dan waktu) akan lebih akurat dibandingkan dengan model lain. Secara teknis, data panel dapat memberikan data yang lebih banyak dan informasi yang lebih lengkap, mengurangi kolinearitas antar peubah serta menambah derajat bebas (degree of freedom) sehingga


(64)

meningkatkan efisiensi.

2. Mengurangi masalah identifikasi karena mampu mengakomodasi tingkat heterogenitas variabel-variabel yang tidak dimasukkan dalam model (unobserved heterogeneity), mengindikasikan dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diperoleh dengan data deret waktu murni dan data silang murni.

Secara umum, persamaan model regresi data panel dapat dituliskan sebagai berikut:

it it i

it X

y =α + β +ε ...(3.1) dimana, yit dan xit masing-masing merupakan nilai variabel tak bebas dan

variabel-variabel bebas untuk setiap individu i pada periode t. Sedangkan αit merupakan

intersep yang dapat bernilai konstan atau berbeda-beda baik sepanjang periode t ataupun untuk setiap individu i.

Melalui analisis data panel, kita dapat menangkap perilaku sejumlah individu yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda dalam suatu rentang waktu yang terdiri dari unit-unit waktu yang juga berbeda. Heterogenitas antar individu maupun antar waktu digambarkan dalam model dengan intersep dan koefisien slope yang berbeda-beda. Nilai intersep dan koefisien slope yang berbeda-beda ini berasal dari pengaruh variabel yang tidak termasuk dalam variabel penjelas dalam persamaan regresi biasa.

Berdasarkan asumsi ada tidaknya korelasi antara komponen eror dengan variabel bebasnya, ada 2 model pendekatan yang diaplikasikan dalam regresi data panel, yaitu model fixed effect model (FEM), dan random effect


(65)

model (REM) (Firdaus dan Irawan, 2009).

3.2.1. Fixed Effect Model (FEM)

FEM digunakan bila ada korelasi antara komponen eror dengan variabel bebasnya. Oleh karena itu, komponen eror dari efek individu ( i) dan efek dari waktu (μt) dapat menjadi bagian dari intersep. Dengan dua pendekatan, dapat

dinyatakan sebagai berikut:

1. Untuk one way error component sebagai:

it it i i

it X u

y =α +λ + β + ...(3.2) 2. Untuk two way error component sebagai:

it it t i i

it X u

y =α +λ +μ + β + ...(3.3) Penduga dalam FEM dapat dihitung dengan beberapa teknik sebagai berikut:

1. Pendekatan Pooled Least Square (PLS)

Pendekatan ini menggunakan gabungan dari seluruh data (pooled), sehingga terdapat N x T observasi, dimana N menunjukkan jumlah unit cross section dan T menunjukkan jumlah series yang digunakan, yang diregresikan dengan model:

it it i

it X u

y =α + β + ...(3.4)

dimana αi bersifat konstan untuk semua observasi, atau αi = α. Formula perhitungannya adalah:

x

y β


(66)

∑∑

∑∑

= = = = = N i T t it N i T t it it x NT y x NT 1 1 2 1 1 1 1 ˆ β ...(3.6)

∑∑

= = = N i T t it x NT x 1 1 1 x x xit = it

Dimana dan

Dengan mengkombinasikan semua data cross section dan data time series, data panel dapat meningkatkan derajat kebebasan sehingga dapat memberikan hasil estimasi yang lebih efisien, yaitu dengan varian:

∑∑

= = = N i T t it it x u 1 1 2 ) var( ) ˆ

var(β ...(3.7)

Pendekatan ini memiliki kelemahan yaitu dugaan parameter akan bias. Hal ini ditunjukkan dari arah kemiringan PLS yang tidak sejajar dengan garis regresi dari masing-masing individu. Parameter yang bias ini disebabkan karena PLS tidak dapat membedakan observasi yang berbeda pada periode yang sama, atau tidak dapat membedakan observasi yang sama pada periode yang berbeda.

2. Pendekatan Within Group (WG)

Pendekatan ini digunakan untuk mengatasi masalah bias pada PLS. Teknik yang digunakan adalah dengan menggunakan data deviasi dari rata-rata individu dimana:

= − = T i it y T y 1 1 ...(3.8)

= − = T i it

i T x

x

1


(67)

Dalam hal ini

it it it x x

x* = − ...(3.10)

it it it y y

y* = − ...(3.11) dan

i i i

i x u

y =α + 'β + ...(3.12) Jika yit = αi + xitβ + uit , maka diperoleh:

) ( ) ( ) ( ' i it i it i i i

it y x x u u

y − = α −α + − β + − ...(3.13) atau * *' * it it it x u

y = β + ...(3.14) sehingga,

∑∑

∑∑

= = = = = N i T t it N i T t it it WG x NT y x NT 1 1 2 * 1 1 * * 1 1 ˆ β ...(3.15)

Berdasarkan persamaan tersebut, FEM dengan pendekatan WG tidak memiliki intersep. Kelebihan dari WG ini adalah dapat menghasilkan parameter yang tidak bias, tetapi kelemahannya adalah nilai var ( WG)

cenderung lebih besar dari var ( PLS) sehingga dugaan WG menjadi relatif

lebih tidak efisien. Untuk melihat hal ini dapat dibuktikan dengan:

∑∑

= = − = N i T t it

xx x x

S 1 1 2 ) ( ...(3.16)

∑∑

= = − = N i T t i it w

xx x x

S

1 1

2

)


(1)

Correlated Random Effects - Hausman Test Pool: POOL

Test cross-section and period random effects

Test Summary

Chi-Sq.

Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 0.000000 4 1.0000

Period random 0.000000 4 1.0000

Cross-section and period random 0.000000 4 1.0000 * Cross-section test variance is invalid. Hausman statistic set to zero.

* Period test variance is invalid. Hausman statistic set to zero. Cross-section random effects test comparisons:

Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob.

JALAN? 0.094237 0.089908 -0.000106 NA

LISTRIK? 0.178544 0.199342 -0.000052 NA

AIR? 0.061950 0.075377 -0.000062 NA

KES? 0.444760 0.421101 0.000002 0.0000

Cross-section random effects test equation: Dependent Variable: PDRB?

Method: Panel EGLS (Period random effects) Sample: 1995 2007

Included observations: 13 Cross-sections included: 26

Total pool (balanced) observations: 338

Swamy and Arora estimator of component variances

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 21.45802 0.827410 25.93395 0.0000

JALAN? 0.094237 0.028881 3.262970 0.0012

LISTRIK? 0.178544 0.022496 7.936776 0.0000

AIR? 0.061950 0.022405 2.765016 0.0060

KES? 0.444760 0.091128 4.880588 0.0000

Effects Specification


(2)

Lampiran 4. Lanjutan

Cross-section fixed (dummy variables)

Period random 0.021284 0.0479

Idiosyncratic random 0.094855 0.9521

Weighted Statistics

R-squared 0.976248 Mean dependent var 15.29109 Adjusted R-squared 0.974011 S.D. dependent var 0.613524 S.E. of regression 0.098906 Sum squared resid 3.012972 F-statistic 436.5262 Durbin-Watson stat 0.356658 Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.973948 Mean dependent var 15.29109 Sum squared resid 3.324958 Durbin-Watson stat 0.376387

Period random effects test comparisons:

Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob.

JALAN? 0.069029 0.089908 -0.000091 NA

LISTRIK? 0.142930 0.199342 0.000319 0.0016

AIR? 0.073875 0.075377 -0.000043 NA

KES? 0.543500 0.421101 0.000103 0.0000

Period random effects test equation: Dependent Variable: PDRB?

Method: Panel EGLS (Cross-section random effects) Sample: 1995 2007

Included observations: 13 Cross-sections included: 26

Total pool (balanced) observations: 338

Swamy and Arora estimator of component variances

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 21.98524 0.787264 27.92613 0.0000

JALAN? 0.069029 0.029140 2.368855 0.0184

LISTRIK? 0.142930 0.029617 4.825960 0.0000

AIR? 0.073875 0.022815 3.238048 0.0013


(3)

Effects Specification

S.D. Rho

Cross-section random 0.349378 0.9313

Period fixed (dummy variables)

Idiosyncratic random 0.094855 0.0687

Weighted Statistics

R-squared 0.425756 Mean dependent var 15.29109 Adjusted R-squared 0.397134 S.D. dependent var 0.128519 S.E. of regression 0.099788 Sum squared resid 3.196373 F-statistic 14.87476 Durbin-Watson stat 0.279011 Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.305291 Mean dependent var 15.29109 Sum squared resid 88.66573 Durbin-Watson stat 0.010058

Cross-section and period random effects test comparisons:

Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob.

JALAN? 0.069066 0.089908 -0.000078 NA

LISTRIK? 0.083688 0.199342 0.000417 0.0000

AIR? 0.051436 0.075377 -0.000024 NA

KES? 0.654881 0.421101 0.001823 0.0000

Cross-section and period random effects test equation: Dependent Variable: PDRB?

Method: Panel Least Squares Sample: 1995 2007

Included observations: 13 Cross-sections included: 26

Total pool (balanced) observations: 338

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 22.44395 0.857997 26.15853 0.0000

JALAN? 0.069066 0.029369 2.351656 0.0193

LISTRIK? 0.083688 0.031230 2.679704 0.0078

AIR? 0.051436 0.023226 2.214584 0.0276


(4)

Lampiran 4. Lanjutan

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables) Period fixed (dummy variables)

R-squared 0.979133 Mean dependent var 15.29109 Adjusted R-squared 0.976243 S.D. dependent var 0.615405 S.E. of regression 0.094855 Akaike info criterion -1.757097 Sum squared resid 2.663261 Schwarz criterion -1.282044 Log likelihood 338.9494 F-statistic 338.7571 Durbin-Watson stat 0.315300 Prob(F-statistic) 0.000000


(5)

Dependent Variable: PDRB? Method: Pooled Least Squares Sample: 1995 2007

Included observations: 13 Cross-sections included: 26

Total pool (balanced) observations: 338

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 22.44395 0.857997 26.15853 0.0000

JALAN? 0.069066 0.029369 2.351656 0.0193

LISTRIK? 0.083688 0.031230 2.679704 0.0078

AIR? 0.051436 0.023226 2.214584 0.0276

KES? 0.654881 0.100628 6.507973 0.0000

Fixed Effects (Cross)

_NAD--C 0.153529

_SUMUT--C 0.218120

_SUMBAR--C -0.055032

_RIAU--C 1.194139

_JAMBI--C -0.330691

_SUMSEL--C 0.115811

_BENGKULU--C -0.686518

_LAMPUNG--C -0.095868

_DKI--C 1.215948

_JABAR--C 0.440431

_JATENG--C 0.069264

_DIY--C -0.107717

_JATIM--C 0.263073

_BALI--C 0.230186

_NTB--C -0.168760

_NTT--C -0.850745

_KALBAR--C -0.007144

_KALTENG--C -0.071690

_KALSEL--C -0.085843

_KALTIM--C 1.261359

_SULUT--C -0.370710

_SULTENG--C -0.650604

_SULSEL--C -0.373107

_SULTRA--C -0.822440

_MALUKU--C -0.640259


(6)

Lampiran 5. Lanjutan

Fixed Effects (Period)

1995--C -0.075257

1996--C -0.037413

1997--C -0.006624

1998--C -0.083547

1999--C -0.083070

2000--C -0.046172

2001--C -0.033075

2002--C 0.000576

2003--C 0.030870

2004--C 0.060153

2005--C 0.070298

2006--C 0.097716

2007--C 0.105545

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables) Period fixed (dummy variables)

R-squared 0.979133 Mean dependent var 15.29109 Adjusted R-squared 0.976243 S.D. dependent var 0.615405 S.E. of regression 0.094855 Akaike info criterion -1.757097 Sum squared resid 2.663261 Schwarz criterion -1.282044

Log likelihood 338.9494 F-statistic 338.7571