BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini menggambarkan tentang hubungan perilaku hidup bersih dan sehat dengan kejadian penyakit skabies pada santri perempuan di Pesantren
Syamsudhuha Cot Murong Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara. Pengumpulan data dilakukan terhadap 145 orang responden yaitu santri
perempuan dari kelas 1 sampai kelas 3 Tsanawiyah di Pesantren Syamsudhuha Cot Murong, meliputi karakteristik responden, deskripsi Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat, deskripsi kejadian penyakit skabies, dan hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat dengan kejadian penyakit skabies pada santri perempuan di
Pesantren Syamsudhuha Cot Murong.
1. 1 Data Demografi Responden
Deskripsi karakteristik responden terdiri dari umur, kelas, suku, pekerjaan orang tua dan pemberian uang saku. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa
rata-rata usia responden adalah 12 tahun SD=1,19. Sebagian besar responden duduk di kelas satu sebanyak 41. Mayoritas responden berlatarbelakang suku
Aceh yaitu sebanyak 93. Sebagian besar pekerjaan orang tua responden sebagai petani sebanyak 49 dan pemberian uang saku responden sebagian besar
perminggu Rp, 20.000 sd Rp, 50.000 sebanyak 61.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2 Distribusi Frekuensi dan Persentase berdasarkan Karakteristik Responden
n = 145
Karakteristik Frekuensi
Persentase
Umur 12 Tahun
13 Tahun 14 Tahun
15 Tahun
Mean = 13,28 SD 1,19
51 36
22 36
35 25
15 25
Kelas
Kelas 1 Tsanawiyah Kelas 2 Tsanawiyah
Kelas 3 Tsanawiyah 59
56 30
41 38
21
Suku
Aceh Jawa
Gayo Batak
Lain-lain 133
6 2
2 2
93 4
1 1
1
Pekerjaan Orang Tua
PNSTNIPOLRI Pegawai Swasta
Buruh Petani
Lain-lain 16
31 9
71 18
11 22
6 49
12 Pemberian Uang Saku
Perminggu Rp,20-50 ribu Perminggu Rp,50 ribu
Perbulan Rp,200-300 ribu
88 35
22 61
24 15
1.2 Deskripsi Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat
Tabel 3 menunjukkan hasil penelitian tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat para santri di pesantren kategori buruk 36 dan Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat yang kategori cukup 24, sedangkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
kategori baik 40.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3 Distribusi Frekuensi dan Persentase berdasarkan kategori Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat Responden n = 145 PHBS
Frekuensi Persentase
Baik Cukup
Buruk 58
35 52
40 24
36
Selanjutnya secara uraian tentang Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat dapat dilihat pada tabel 4. Berdasarkan tabel sebanyak 40 responden yang tidak
pernah mandi minimal 2x dalam satu hari, 26 bergantian pakai kain basahan, 30 responden menyatakan bahwa tidak mengganti pakaian setelah mandi, 36
tidak pernah mengganti pakaian dalam setiap hari, 43 bak penampungan tidak pernah dibersihkan secara teratur, 31 tidak pernah membuka jendela kamar
setiap pagi sehingga cahaya matahari tidak bisa masuk, 29 tidak pernah mencuci seprei dan sarung bantal setiap minggu, dan 35 tidak pernah membersihkan
kasur dan bantal setiap minggu. Hal ini menunjukkan bahwa hidup bersih dan sehat para santri di pesantren buruk.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4 Distribusi Frekuensi dan Persentase berdasarkan Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat Responden n = 145 Pernyataan PHBS
Bentuk Perilaku SL
n SR
n KD
n TP
n
Kebersihan Diri Mandi minimal 2x dalam sehari
Mandi menggunakan sabun. Menggunakan kain basahan sendiri.
Setelah mandi, mengeringkan badan dengan handuk.
Mengganti pakaian selesai mandi. Mengganti pakaian dalam setiap hari.
Setelah menggunakan handuk, menjemur handuk di panas matahari.
Menggunakan mukena sendiri. Menggunakan mukena bersih.
Melettakkan pakaian kotor dalam keranjang masing-masing.
Mencuci kaos kaki seminggu sekali. 2819
5739 3927
5840 3121
3927 6041
8357 6947
3524 2618
128 3021
3222 4430
3625 2618
3021 4531
5639 2920
2920 473
3927 3626
1611 3423
2819 4531
1712 139
3524 4531
5840 1913
3826 2719
4430 5236
107
- 75
4632 4531
Penggunaan Air Bersih Menggunakan air bersih.
Menggunakan air mengalir air kran saat wudu.
Bak penampungan air di pesantren dibersihkan secara teratur.
10371 3524
1410 3423
2618 2618
86 3625
4229 -
4833 6343
Kesehatan Kamar Menyapu lantai kamar secara teratur
Membuka jendela kamar setiap pagi supaya sinar matahari masuk.
Tidur dikasur masing-masing. Mencuci seprei dan sarung bantal setiap
minggu. Membersihkan kasur dan bantal setiap
minggu. Menjemur pakaian basah diluar.
4330 2920
4128 3927
2920 4330
3021 3323
3021 3222
3524 2215
3121 3826
3121 3222
3121 3625
4229 4531
4330 4229
5035 4430
Universitas Sumatera Utara
1.3 Deskripsi Kejadian Penyakit Skabies
Dari hasil penelitian diperoleh 83 responden yang menderita skabies 57
dan 62 responden yang tidak menderita skabies 43. Tabel 5
Distribusi Frekuensi dan Persentase berdasarkan kategori Kejadian Penyakit Skabies pada Responden n = 145
Kejadian penyakit skabies Frekuensi
Persentase Tidak mengalami
Mengalami 62
83 43
57
Secara rinci kejadian penyakit skabies dapat dilihat pada tabel 6. Tingkat kejadian skabies pada santri perempuan, 71 menyatakan pernah menderita gatal-
gatal yang hebat pada malam hari dan 79 menyatakan pernyataan penyakit gatal-gatal yang dialami responden sering terjadi di bagian sela jari, ketiak,
pinggang, alat kelamin, siku, dan dipergelangan tangan.
Tabel 6 Distribusi Frekuensi dan Persentase Kejadian Penyakit Skabies
n= 145 Pernyataan Kejadian Penyakit Skabies
Prevalensi Kejadian Penyakit Skabies
Ya n Tidak n
Menderita gatal-gatal hebat pada malam hari. 10371
4229 Gatal-gatal mengganggu belajar.
5034 9566
Setelah digaruk, kulit terasa panas 6847
7753 Kulit yang gatal akan menimbulkan luka jika
digaruk. 6948
7652
Universitas Sumatera Utara
Tabel 6 Lanjutan
Pernyataan Kejadian Penyakit Skabies
Prevalensi Kejadian Penyakit Skabies
Ya n Tidak n
Ketika menderita penyakit gatal-gatal, langsung melakukan pengobatan.
8961 5639
Gambaran dari gatal-gatal yang terjadi dikulit berbentuk memanjang atau berkelok-kelok.
9968 4632
Gatal-gatal sering terjadi di sela jari, ketiak, pinggang, alat kelamin, siku dan dipergelangan
tangan. 11479
3121
Kulit gatal-gatal, saat tidur berhimpitan 8961
56 39
Musim hujan, kulit juga gatal. 40 28
105
1.4 Hubungan Antara Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat dengan Kejadian Penyakit Skabies
Berdasarkan uji statistik menggunakan spearman correlation memperlihatkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,628 dengan nilai p value pada
kolom sig2-tailed sebesar 0,000 yaitu terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang diteliti lihat tabel 7.
Tabel 7 Hasil uji statistik spearman correlation PHBS dengan kejadian penyakit
skabies N=145. Korelasi pearson
R Nilai p
PHBS Kejadian penyakit skabies
0,628 0,000
Universitas Sumatera Utara
2. Pembahasan 2.1 Hubungan antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan Kejadian
Penyakit Skabies
Berdasarkan hasil uji statistik antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan kejadian penyakit skabies menggunakan uji spearman correlation
memperlihatkan koefisien korelasi sebesar 0,628 dengan nilai p-value pada kolom sig2-tailed sebesar 0,000. Nilai p-value sebesar 0,000 lebih kecil dari
level of significant α sebesar 0,05 yang berarti hipotesa alternatif diterima yaitu
terdapat hubungan yang bermakna antara dua variabel yang di uji yaitu antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan kejadian penyakit skabies. Angka
korelasi yang dihasilkan yaitu 0,628, artinya korelasi antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan Kejadian Penyakit Skabies adalah terdapat hubungan
yang kuat antara dua variabel dengan arah korelasinya positif. Menurut data DinKes 2010 dalam Khumayra 2012 Perilaku Hidup Sehat
dan Bersih adalah budaya hidup perorangan, keluarga dan masyarakat yang berorientasi sehat, serta bertujuan untuk meningkatkan, memelihara, dan
melindungi kesehatan baik fisik, mental maupun sosial. Kondisi sehat dapat dicapai dengan mengubah perilaku yang tidak sehat menjadi perilaku sehat dan
menciptakan lingkungan yang bersih. Secara konsep teori perilaku, dari pengetahuan akan berubah menjadi sikap dan sikap menjadi tindakan. Konsep
teori perilaku, dari pengetahuan akan merubah menjadi sikap dan sikap menjadi tindakan Notoatmodjo, 2003.
Universitas Sumatera Utara
Menurut hasil penelitian, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat para santri dengan kategori baik 40 dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat yang kategori cukup
24, sedangkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat para santri dengan kategori buruk 36. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Ma’rufi 2005
menyatakan bahwa Perilaku Hidup Bersih dan Sehat para santri di pesantren buruk, hal ini berkaitan dengan perilaku kebersihan diri santri yang buruk, sosial
ekonomi yang rendah dan kepadatan hunian dalam kamar. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat pada santri sebagaian besar buruk, hal ini
dipengaruhi oleh usia responden yang masih muda yaitu rata-rata berusia 12 tahun SD=1,19, dan sebagian besar santri duduk di kelas satu sebanyak 41.
Hal ini berpengaruh karena kurangnya pengalaman dan pengetahuan responden tentang penyakit skabies. Kurangnya pengetahuan terhadap penyakit skabies
menyebabkan cepatnya penularan skabies yang terjadi dalam lingkungan pesantren. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Muzakir 2008 dalam
Werner dan Bower 1986, WHO 1992 menyatakan bahwa faktor yang bisa mempengaruhi terjadinya penyakit skabies antara lain karena motivasi,
pengetahuan, kurangnya informasi, pengalaman, guru dan media massa. Menurut Wawan, A 2010 dalam penelitian Khumayra 2012 menyatakan
bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang diterima.
Pengetahuan tersebut merupakan awal terbentuknya sikap yang akan membentuk perilaku atau tidakan. Tingkat pendidikan akan mempengaruhi pengetahuan
Universitas Sumatera Utara
mengenai perilaku hidup bersih dan sehat. Individu yang tingkat pendidikannya lebih tinggi akan lebih mampu mengaplikasikan perilaku hidup bersih dan sehat.
Sebagian besar responden dengan pekerjaan orang tua sebagai petani sebanyak 49 dan pemberian uang saku sebagian besar perminggu Rp, 20.000-50.000
sebanyak 61. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Ardhana. P 2011 yang menyatakan bahwa skabies disebabkan karena faktor sosial ekonomi dan
hygiene yang buruk. Penyakit skabies banyak ditemukan di tempat seperti di asrama, panti asuhan dan tempat dengan hunian yang padat.
Dari penelitian ini sebagian besar responden menyatakan tidak mandi minimal 2x dalam sehari sebanyak 58 responden 40. Hal ini sesuai dengan teori oleh
Iskandar 2000 dalam penelitian Muslih 2011 bahwa mandi setiap hari minimal 2 kali sehari secara teratur dan menggunakan sabun merupakan salah satu cara
untuk menjaga kebersihan diri terutama kebersihan kulit, karena kulit merupakan pintu masuknya kutu sarkoptes scabie sehingga menimbulkan terowongan dengan
garis keabu-abuan. Bila kulit bersih dan terpelihara maka bisa menekan dalam penularan penyakit skabies.
Sedangkan pernyataan lain dari responden tentang kebersihan diri, tidak mengganti pakaian dalam dalam setiap hari sebanyak 36. Menurut penelitian
Afraniza 2011 santri yang tidak menjaga kebersihan pakaiannya dengan baik mempunyai resiko 2,9 kali untuk menderita skabies disbanding dengan santri
yang menjaga kebersihan pakaiannya dengan baik. Menjaga kebersihan pakaian dengan baik, dapat menurunkan resiko santri untuk terkena penyakit skabies. Hal
ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa pakaian berperan dalam
Universitas Sumatera Utara
transmisi tungau skabies melalui kontak tak langsung sehingga mempengaruhi kejadian skabies.
Secara teori yang disebutkan oleh Wolf 2000 dalam penelitian Muslih 2011 di Pondok Pesantren Cipasung Kabupaten Tasikmalaya bahwa kebersihan
diri merupakan faktor penting dalam usaha pemeliharaan kesehatan, agar kita selalu dapat hidup sehat dan terhindar dari penyakit skabies. Cara menjaga
kebersihan diri dapat dilakukan dengan cara mengganti pakaian setelah mandi dengan pakaian yang habis dicuci bersih dengan sabundetergen, dijemur dibawah
sinar matahari dan disetrika. Menurut hasil penelitian, mayoritas responden menyatakan tidak pernah
membersihkan bak penampungan air secara teratur sebanyak 43. Penelitian Ma’rufi 2005 menyatakan bahwa penyediaan air bersih merupakan kunci utama
sanitasi yang berperan terhadap penularan penyakit skabies pada para santri Ponpes, karena penyakit skabies merupakan penyakit yang berbasis pada
persyaratan air bersih water washed disease yang dipergunakan untuk membasuh badan dan angota tubuh lainnya.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa responden tidak pernah membersihkan kasur dan bantal setiap minggu sebanyak 35. Berdasarkan
penelitian Muslih 2011 adanya hubungan antara menjemur kasur dengan
kejadian skabies. Diperoleh bahwa responden yang tidak menjemur kasur, proporsi menderita skabies 55 sedangkan pada responden yang menjemur
kasur, proporsi menderita skabies 28. Kasur merupakan salah satu faktor yang menyebabkan penularan skabies secara tak langsung. Agar kasur tetap bersih dan
Universitas Sumatera Utara
terhindar dari kuman penyakit maka menjemur kasur sangat perlu karena tanpa disadari kasur bisa juga menjadi lembab hal ini dikarenakan seringnya berbaring
dan suhu kamar yang berubah-ubah. Sedangkan sebanyak 29 responden tidak pernah mencuci seprei dan sarung bantal setiap minggu, ini berpengaruh terhadap
kejadian skabies. Hal ini ditegaskan oleh Wendel dan Rompalo 2002 dalam penelitian Wardhana 2006 bahwa seprei penderita skabies harus dicuci
maksimal tiga kali sehari dan semua benda-benda bantal, guling dan selimut dimasukkan dalam kantung plastik selama tujuh hari, selanjutnya dicuci kering
dan dijemur dibawah panas matahari sambil dibolak-balik minimal 20 menit sekali. Kebersihan adalah kunci untuk memutuskan mata rantai penularan skabies.
Berdasarkan penelitian Ma’rufi 2005 di Pondok Pesantren Kabupaten Lamongan, kepadatan hunian dalam kamar juga berpengaruh terhadap terjadinya
penyakit skabies. Kepadatan hunian juga merupakan syarat mutlak untuk kesehatan kamar tidur karena dengan kepadatan hunian yang tinggi memudahkan
penularan penyakit skabies secara kontak dari satu santri kepada santri lainnya. Kelembaban ruangan kamar santri. Nampak kurang memadai karena buruknya
ventilasi, sanitasi karena berbagai barang dan baju, handuk, sarung tidak tertata rapi dan kepadatan hunian diruangan ikut berperan dalam penularan penyakit
skabies. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa responden 31 tidak pernah
membuka jendela kamar setiap pagi sehingga cahaya matahari tidak bisa masuk, ini sangat berpengaruh terhadap kejadian penyakit skabies. Pernyataan ini sesuai
dengan pernyataan bahwa suhu dalam ruangan kamar juga harus diperhatikan,
Universitas Sumatera Utara
suhu sebaiknya tetap berkisar antara 18-20 C. Suhu ruangan ini sangat di
pengaruhi oleh suhu udara luar, pergerakan udara, kelembaban udara dan suhu benda-benda yang ada disekitarnya. Kamar juga harus cukup mendapatkan
penerangan yang baik pada siang hari maupun malam hari. Idealnya penerangan didapat dengan bantuan listrik. Setiap kamar diupayakan mendapat sinar matahari
terutama di pagi hari. Apabila kamar tidak memenuhi pencahayaan yang baik akan memudahkan terjadinya penularan penyakit diantara penghuninya khususnya
penyakit kulit skabies. Pertukaran udara ventilasi udara juga sangat berpengaruh terhadap kesehatan kamar. Pertukaran udara yang cukup menyebabkan hawa
ruangan tetap segar cukup mengandung oksigen. Dengan demikaian setiap ruangan harus memiliki jendela yang memadai. Luas jendela secara keseluruhan
kurang lebih 15 dari luas lantai. Susunan kamar juga harus dibuat sedemikian rupa sehingga udara dapat mengalir bebas jika jendela dan pintu dibuka Chandra,
2006. Berdasarkan hasil penelitian tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dapat
disimpulkan bahwa sebagian besar perilaku kebersihan santri buruk sehingga berpengaruh pada kesehatan kulit santri. Sebagian besar santri mengeluh gejala-
gejala penyakit skabies. Skabies disebabkan oleh tungau kecil berkaki delapan sarcoptes scabiei, dan didapatkan melalui kontak fisik yang erat dengan orang
lain yang menderita penyakit skabies. Penyakit ini bisa menyerang semua tingkat usia Brown, 2005.
Menurut hasil penelitian 71 menyatakan pernah menderita gatal-gatal yang hebat pada malam hari. Hal ini sesuai dengan pernyataan Muttaqin 2011 yang
Universitas Sumatera Utara
menunjukkn bahwa Skabies merupakan penyakit infeksi kulit menular dengan manifestasi keluhan gatal pada lesi terutama pada waktu malam hari yang
disebabkan oleh Sarcoptes scabiei var. hominis. 79 responden menyatakan pernyataan penyakit gatal-gatal yang dialami responden sering terjadi di bagian
sela jari, ketiak, pinggang, alat kelamin, siku, dan dipergelangan tangan, hal ini sesuai dengan pernyataan Masjoer 2000, bahwa tempat predileksi skabies
biasanya terdapat di daerah dengan stratum kornium tipis, yaitu sela- sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian
depan, areola mammae dan lipat glutea, umbilicus, bokong, genitalia eksterna dan perut bagian bawah.
Menurut hasil penelitian tersebut didapatkan 57 responden mengalami skabies dan 43 tidak mengalami skabies. Penyakit skabies ditularkan melalui
kontak langsung maupun tak langsung. Penularan melalui kontak langsung kulit dengan kulit merupakan penularan skabies melalui kontak langsung seperti
berjabat tangan dan tidur bersama Sedangkan penularan tak langsung melalui benda, misalnya melalui perlengkapan tidur, pakaian atau handuk Brown,
1999.Penyakit skabies erat kaitannya dengan kebersihan perseorangan dan lingkungan apabila banyak orang yang tinggal secara bersama-sama disatu tempat
yang relatif sempit Benneth, 1997. Penularan skabies terjadi ketika orang-orang tidur bersama di satu tempat
tidur yang sama di lingkungan rumah tangga, sekolah-sekolah yang menyediakan fasilitas asrama dan pemondokan. Faktor lainnya adalah fasilitas umum yang
dipakai secara bersama-sama di lingkungan padat penduduk Meyer, 2000.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Wolf 2000 dalam Frenki 2001, kebersihan merupakan faktor penting dalam usaha pemeliharaan kesehatan agar selalu hidup sehat. Menjaga
kebersihan diri berarti juga menjaga kesehatan umum. Cara menjaga kebersihan diri dapat dilakukan dengan cara mandi setiap hari minimal 2 kali sehari secara
teratur dengan menggunakan sabun, bagian wajah dan telinga serta genitalia juga harus bersih. Sebelum menyiapkan makanan dan minuman, sebelum makan,
sesudah buang air besar dan buang air kecil tangan harus dicuci, kuku digunting pendek dan bersih agar tidak melukai dan tidak menjadi sumber infeksi dan
menggunakan pakaian yang bersih setelah mandi.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 145 responden di peroleh hasil penelitian tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat para santri di
pesantren kategori buruk 36 dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat yang kategori cukup 24, sedangkan perilaku hidup bersih dan sehat kategori baik 40. Dan
57 responden yang menderita skabies dan 43 responden yang tidak menderita skabies.
Beradasarkan hasil uji statistik menggunakan uji spearman correlation antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan kejadian penyakit skabies
didapatkan koefisien korelasi sebesar 0,628 dengan nilai p-value pada kolom sig2-tailed sebesar 0,000. Nilai p-value sebesar 0,000 lebih kecil dari level of
significant α sebesar 0,05 yang berarti hipotesa alternatif diterima yaitu ada
hubungan yang kuat antara dua variabel yang di uji yaitu antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan kejadian penyakit skabies.
2. Rekomendasi 2.1 Rekomendasi bagi Santri
Peneliti merekomendasikan santri untuk meningkatkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat untuk mencegah meningkatnya kejadian penyakit skabies selama
santri tinggal di pesantren.
Universitas Sumatera Utara