Sejarah Tradisi Kesenian Batombe

46

BAB III BATOMBE

3.1 Sejarah Tradisi Kesenian Batombe

Dahulu tradisi Batombe merupakan kesenian penyemangat orang-orang yang sedang bekerja mengambil kayu di hutan untuk membuat Rumah Gadang. Menurut Datuak Sati Nan Panjang, Batombe adalah nyanyian masyarakat yang syairnya merupakan pantun-pantun berbalasan yang berisikan pesan-pesan sosial, moral dan tingkah laku, kebiasaan ini dilakukan masyarakat ketika mereka mengangkat kayu dari hutan ke kampung, selain itu juga mereka lantunkan pada saat beristirahat kerja di hutan. Jauh sebelum masa penjajahan Belanda, Kenagarian Abai masih begitu sunyi. Wilayahnya diselimuti hutan belantara berikut satwa liar yang hidup bebas didalamnya. Menurut Datuak Sati Nan Panjang, penduduk Kenagarian Abai ketika itu masih beberapa kepala keluarga dan beberapa suku “Kaum” yang keadaannya masih sepi dan sunyi. Suatu hari, orang-orang terhormat seperti pemuka adat, agama, dan tokoh masyarakat Kenagarian Abai berkumpul dan melakukan musyawarah, mereka membicarakan sesuatu `proyek besar, yakni membuat Rumah gadang besar yang pertama di Kenagarian Abai. Tujuan pembuatan Rumah gadang tersebut untuk menjaga keselamatan warga dari binatang buas, juga sebagai rumah tinggal, dan sekaligus tempat pertemuan, serta pusat seni dan budaya masyarakat Kenagarian Abai ketika itu. Universitas Sumatera Utara 47 Hasil musyawarah tersebut lalu diumumkan pada khalayak ramai agar bergotong-royong mempersiapkan pembangunan. Langkah pertama mencari bahan baku untuk bangunan, berupa kayu yang diambil dari hutan yang ada di sekitar mereka. Kaum ibu memberikan dukungan dengan menyiapkan makanan dan minuman bagi para pekerja. Pagi itu ditepi hutan, masyarakat berkumpul. Ada orang tua, muda-mudi, dan anak-anak. Semua nampak sibuk dengan tugas masing-masing. Kaum pria dewasa membawa alat-alat untuk menebang kayu. Mereka menuju hutan untuk menebang pohon besar secara bergotong royong. Sebagian lagi membersihkan batang pohon untuk dijadikan tiang. Batang pohon lainnya dipotong-potong menjadi balok, papan, dan sebagainya. Sementara kaum perempuan menyiapkan makanan dan minuman. Ketika itulah beberapa muda-mudi termasuk orang tua berpantun irama seperti sedang melantunkan lagu. Ketika mereka mengangkat kayu tersebut, mereka baik laki-laki dan perempuan saling berbalas pantun, yang dimulai dari satu orang dan dibalas oleh orang lain. Apabila perempuan yang terlebih dahulu berpantun, maka laki-laki lah yang harus membalasnya. Pantun yang dilantunkan pada saat itu berbentuk pantun keceriaan untuk menimbulkan semangat pada saat mereka bekerja mengangkat kayu. Tak terasa matahari sudah diatas kepala. Mereka pun beristirahat sejenak sambil menikmati makan siang bersama. pada saat makan tersebut masih ada juga yang masih melakukan balas pantun.Pantun yang mereka bawakan berisi kata- kata semangat. Pantun yang mereka bawakan itu kemudian dikenal dengan Batombe. Mereka sengaja menampilkan Batombe agar setiap orang yang sedang bekerja membuat rumah gadang kembali bersemangat mengambil kayu di hutan. Universitas Sumatera Utara 48 Menurut Datuak Sati Nan Panjang, saat mengambil kayu di hutan, ada kejadian aneh. Sebatang kayu usai ditebang tidak bisa ditarik untuk dijadikan tiang Rumah gadang. Pada saat itu dibacakanlah ayat alqur’an supaya kayu dapat ditarik, akan tetapi kayu ini tidak bisa ditarik juga. Pada saat itu masyarakat berusaha dengan sedemikian rupa, sampai-sampai memohon kepada roh atau dewa yang ada dalam hutan tersebut, dengan menyembelih seekor kerbau, dan kemudian batang pohon tersebut dibasahi dengan darah kerbau sambil melantunkan Batombe, sehingga kayu tersebut bisa ditarik oleh warga Kenagarian Abai dengan menggunakan tali panjang dan kemudian diangkat ke perkampungan sambil berbalasan pantun.Sejak kejadian itulah dalam penyelenggaraan kesenian tradisi Batombe selalu menyembelih kerbau. Kalau tidak, akan dikenai denda adat. Dengan kata lain berhutang. Setelah beberapa hari bekerja keras secara gotong royong, akhirnya rumah gadang yang diimpikan rampung. Masyarakat Kenagarian Abai pun bergembira dan bangga bisa menyelesaikan Rumah gadang pertama di kenagariannya. Dalam peremian Rumah Gadang tersebut diacara terakhirnya, kerbau yang sebelumnya disembelih dimakan bersama-sama oleh warga kampung di Rumah Gadang tersebut. Itulah makna sejati, awal kesenian tradisi Batombe di Nagari Abai, yakni “Pambao baban nan barek” 18 18 Pahelo baban nan barek adalah pendirian rumah gadang , menyemangati orang-orang yang mengambil kayu di hutan untuk membangun Rumah gadang pertama di Abai. Sekarang Rumah gadang tersebut menjadi Rumah gadang terpanjang di Sumatera Barat yang dikenal dengan sebutan Rumah Gadang 21 Ruang. Universitas Sumatera Utara 49

3.2 Tata Cara Pelaksanaan Tradisi Kesenian Batombe