Analisis Dampak Pertambangan Emas Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat Di Kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan

(1)

ANALISIS DAMPAK PERTAMBANGAN EMAS TERHADAP

SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI KECAMATAN

BATANG TORU KABUPATEN

TAPANULI SELATAN

TESIS

Oleh

ARMAN PASARIBU

087003043/PWD

S

E K O L AH

P A

S C

A S A R JA

NA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

ANALISIS DAMPAK PERTAMBANGAN EMAS TERHADAP

SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI KECAMATAN

BATANG TORU KABUPATEN

TAPANULI SELATAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

ARMAN PASARIBU

087003043/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

Judul Tesis : ANALISIS DAMPAK PERTAMBANGAN EMAS TERHADAP SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI KECAMATAN BATANG TORU KABUPATEN TAPANULI SELATAN

Nama Mahasiswa : Arman Pasaribu

Nomor Pokok : 087003043

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. lic. rer. reg. Sirojuzilam, SE) Ketua

(Drs. Rujiman, MA) (Agus Supriadi, S.Sos, M.Si)

Anggota Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. Bachtiar Hassan Miraza) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 23 Nopember 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Lic.rer.reg.Sirojuzilam, SE

Anggota : 1. Drs. Rujiman, MA

2. Agus Supriadi, S.Sos, M.Si

3. Dr. Ir. Rahmanta, M.Si


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul:

ANALISIS DAMPAK PERTAMBANGAN EMAS TERHADAP SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI KECAMATAN BATANG TORU

KABUPATEN TAPANULI SELATAN

Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya.

Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, Nopember 2010 Yang Membuat Pernyataan


(6)

ABSTRAK

Kegiatan pertambangan emas di Kecamatan Batang Toru telah dimulai sejak tahun 1997 dengan ditemukannya cadangan emas di daerah tersebut. Sejak saat ini pemerintah memberikan kontrak karya kepada PT. Agincourt Resources dan sejak saat itu perusahaan melakukan berbagai kegiatan ekslporasi dan saat ini sedang berlangsung kegiatan konstruksi. Kehadiran perusahaan pertambangan emas ini telah memberikan dampak sosial dan ekonomi terhadap masyarakat, khususnya di Kecamatan Batang Toru, yang selanjutnya akan mempengaruhi pengembangan wilayah di Kecamatan Batang Toru. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana dampak pertambangan emas terhadap sosial dan ekonomi masyarakat di Kecamatan Batang Toru, dan bagaimana pengaruh dampak sosial (pendidikan dan kesehatan) dan ekonomi (kesempatan kerja dan berusaha) tambang emas tersebut terhadap pengembangan wilayah di Kecamatan Batang Toru. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis dampak pertambangan emas terhadap sosial ekonomi masyarakat di Kecamatan Batang Toru, serta untuk menganalisis pengaruh dampak sosial dan ekonomi tambang emas tersebut terhadap pengembangan wilayah di Kecamatan Batang Toru.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat di 11 desa yang berdekatan langsung dengan perusahaan. Sampel ditentukan sebanyak 10 orang setiap desa, dengan demikian jumlah sampel sebanyak 110 orang. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, daftar pertanyaan (questionaire) dan studi dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan uji beda rata-rata dan regresi linear.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa kegiatan pertambangan emas berdampak positif terhadap perubahan sosial ekonomi masyarakat di Kecamatan Batang Toru. Kegiatan pertambangan emas telah meningkatkan kondisi sosial melalui peningkatan sarana pendidikan dan kesehatan, sedangkan terhadap perekonomian masyarakat adalah meningkatkan pendapatan dan peluang usaha. Hasil analisis menunjukkan peningkatan pendapatan masyarakat sebesar 26,56%. Peningkatan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat sebagai dampak kegiatan pertambangan emas, selanjutnya berpengaruh terhadap pengembangan wilayah, khususnya Kecamatan Batang Toru, dan umumnya Kabupaten Tapanuli Selatan. Dampak terhadap pengembangan wilayah merupakan dampak langsung maupun multiplier effect dari kegiatan pertambangan emas di wilayah tersebut.


(7)

ABSTRACT

The gold mining activities in the District of Batang Toru has been started since 1997 after the discovery of gold reserves in this area. Since then, the government awarded contracts of works to PT Agincourt Resources and since then the company engaged in various exploration activities and this time the construction activities. The presence of gold mining companies have been providing social and economic impact on society, especially in the District of Batang Toru, and than will influence the regional development in the District of Batang Toru. Formulation of the problem in this research is how the impact of gold mining on the social and economic community in the District of Batang Toru, and how the influence of social impact (education and health) and economic (employment and business opportunity) of the gold mine activities to the regional development in the District of Batang Toru. The research objective is to analyze the impact of gold mining on the social economy in the District of Batang Toru, as well as to analyze the influence of social and economic impacts of gold mining on the regional development in the District of Batang Toru

The population in this study are all the people in 11 villages by side the company. The sample is determined as much as 10 people for each village, thus the total sample of 110 people. Data collection techniques conducted through interviews, questionnaire and study the documentation. The data analyse conducted with the different test of mean and multiple linear regression.

Based on the research, it is known that gold mining activities had a positive impact on socio-economic changes of society in the District of Batang Toru. Gold mining activities have improved to the social conditions through improved education and health facilities, whereas on the economy of society is to increase the revenue and business opportunities. The results showed an increase of people's income amounted to 26.56%. Improved the social and economic conditions of society as the impact of gold mining activity, further influence the regional development, particularly on District of Batang Toru, and generally on South Tapanuli Regency. The impact on regional development represent the multiplier effect of the gold mining activities in the region.


(8)

KATA PENGANTAR

Assalammu ‘alaikum Wr. Wb

Segala puji hanya kepada Alah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, mengucapkan syukur kehadirat-Mu atas segala rahmad dan hidayah yang telah Engkau limpahkan kepadaku, dan dari sebagian rahmad dan hidayah-Mu pula tesis ini dapat rampung seluruhnya.

Tesis ini disusun guna melengkapi persyaratan dalam rangka mengakhiri masa pendidikan Sekolah Pascasarjana dan untuk mendapatkan gelar Magister Sains pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Universitas Sumatera Utara. Pada penulisan tesis ini, penulis memilih judul “Analisis Dampak Pertambangan Emas Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat di Kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan”.

Penulis menyadari, bahwa dalam penyusunan tesis ini penulis banyak memberoleh bantuan, bimbingan, petunjuk, nasehat dan dukungan dari berbagai pihak, maka dari itu penulis menghaturkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc, (CTM) Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc., selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Bachtiar Hassan Miraza selaku Ketua Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Prof. Dr. lir.rer.reg. Sirojuzilam, SE selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah membantu memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

5. Bapak Drs. Rujiman, MA, beserta Bapak Agus Supriadi, S.Sos, MSi, selaku anggota Komisi Pembimbing yang telah membantu memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan tesis ini.


(9)

6. Bapak Dr. Ir. Rahmanta, MSi, Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, MS dan Bapak Kasyful Mahalli, SE,MSi, selaku komisi dosen pembanding yang banyak memberikan masukkan dan pengarahan demi kesempurnaan tesis ini.

7. Seluruh Staf Pengajar dan Staf Administrasi Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana USU yang telah banyak membantu proses administrasi dan kelancaran kegiatan akademis selama mengikuti perkuliahan.

8. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana USU angkatan 2008 yang telah memberikan semangat dan dukungan dalam penyelesaian tesis ini.

9. Bapak Camat Batang Toru, Para Kepala Desa, Manajemen PT. Agincourt Resources dan seluruh masyarakat yang telah berkenan memberikan data dan informasi dalam proses penelitian tesis ini.

10.Isteri tercinta, Erika, dan anakku tersayang Deby Indah A. Pasaribu dan Sofyan Rehnaldy Pasaribu, yang telah sabar dan memberikan do’anya selama penulis menjalani masa pendidikan Strata 2 (S-2) ini.

Penulis yakin Allah SWT akan membalas seluruh amal dan melimpahkan rahmad-Nya kepada kita semua. Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak pada umumnya dan kepada penulis khususnya.

Amin ya rabbal’alamin Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Medan, Nopember 2010 Penulis


(10)

RIWAYAT HIDUP

Arman Pasaribu lahir di Sitinjak pada tanggal 05 Agustus 1970, anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Ali Akbar Pasaribu (Alm) dan Ibunda Salama Siregar (Alm). Menikah dengan Erika dan dikarunai dua orang anak bernama Deby Indah A. Pasaribu dan Sofyan Rehnaldy Pasaribu.

Menempuh pendidikan Sekolah Dasar di Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Sitinjak, tamat tahun dan lulus tahun 1983. Melanjutkan pendidikan ke SLTP Negeri

1 Sitinjak, tamat dan lulus tahun 1986. Selanjutnya menempuh pendidikan ke Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA) Negeri Padang Sidempuan, tamat dan

lulus tahun 1989. Kemudian melanjutkan pendidikan di Fakultas Sosial Politik Universitas Graha Nusantara di Padang Sidempuan, tamat dan lulus pada tahun 2001. Tahun 2008 melanjutkan studi Strata Dua (S-2) di Universitas Sumatera Utara pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD).

Sejak tahun 1993 diterima menjadi Pegawai Negeri Sipil di Tapanuli Tengah dan tahun 2000 dimutasikan ke Kabupaten Tapanuli Selatan dan pada saat ini bertugas di Kelurahan Aek Pining Kecamatan Batang Toru.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Sumberdaya Alam ... 6

2.2. Pengelolaan Sumberdaya Mineral secara Berkelanjutan... 9

2.3. Pembangunan Sosial Ekonomi dan Pengembangan Wilayah ... 15

2.3.1. Konsep Pembangunan Ekonomi... 15

2.3.2. Pembangunan Sosial... 19

2.3.3. Konsep Wilayah dan Pengembangan Wilayah... 22

2.4. Pembangunan Daerah ... 28

2.5. Penelitian Sebelumnya... 32

2.6. Kerangka Pemikiran ... 35

2.7. Hipotesis... 36


(12)

3.1. Lokasi Penelitian... 37

3.3. Populasi dan Sampel ... 37

3.3. Data dan Sumber Data ... 37

3.4. Metode Analisis ... 38

3.5. Batasan Operasional... 41

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN... 42

4.1. Gambaran Umum ... 42

4.1.1. Geografis dan Administratif ... 42

4.1.2. Demografi ... 45

4.3.3. Fasilitas Sosial ... 47

4.2. Deskripsi Kegiatan yang Dilaksanakan Pertambangan Emas Martabe ... 48

4.2.1. PT Agincourt Resources ... 48

4.2.2. Ketenagakerjaan ... 53

4.2.3. Corporate Social Responsibility (CSR) Program ... 55

4.3. Karakteristik Responden ... 67

4.4. Distribusi Jawaban Responden ... 71

4.4.1. Distribusi Jawaban Responden Atas Dampak Sosial ... 71

4.4.2. Distribusi Jawaban Responden Atas Dampak Ekonomi .. 74

4.4.3. Distribusi Jawaban Responden Atas Pengembangan Wilayah ... 77

4.5. Analisis dan Pembahasan... 80

4.5.1. Dampak Sosial Ekonomi ... 80

4.5.2. Pengaruh terhadap Pengembangan Wilayah ... 84

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 90

5.1. Kesimpulan ... 90

5.2. Saran... 90

DAFTAR PUSTAKA ... 92 DAFTAR TABEL


(13)

No. Judul Halaman

1.1. Perkembangan PDRB Perkapita Kabupaten Tapanuli Selatan 2001–

2008 ... 3

2.1. Pengelolaan Sumber Daya Alam ... 8

3.1. Definisi Operasional Variabel... 41

4.1. Luas Wilayah Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Selatan... 43

4.2. Luas Wilayah Kecamatan Batang Toru Berdasarkan Desa ... 44

4.3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 45

4.4. Jumlah Sarana Kesehatan di Kecamatan Batang Toru ... 47

4.5. Tenaga Paramedis/Non Medis di Kecamatan Batang Toru... 48

4.6. Jumlah Sarana Pendidikan di Kecamatan Batang Toru... 48

4.7. Rencana Penambangan Bijih Emas hingga Tahun ke-8 ... 50

4.8. Jumlah Tenaga Kerja Usaha Pertambangan Emas... 54

4.9. Alokasi Dana CSR PTAR Tahun 2003 – 2009 ... 66

4.10. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 67

4.11. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia... 68

4.12. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan... 68

4.13. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 69

4.14. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendapatan ... 70

4.15. Penjelasan Responden Atas Dampak Sosial ... 72


(14)

4.17. Penjelasan Responden Atas Pengembangan Wilayah ... 78

4.18. Matrik Dampak Sosial Ekonomi Pertambangan EMas ... 81

4.19. Hasil Uji Beda Rata-rata Pendapatan Seluruh Responden ... 82

4.20. Hasil Uji Beda Rata-rata Pendapatan Responden Selain PNS ... 82


(15)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1. Unsur-unsur Pembangunan Berkelanjutan... 11 2.2. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 35


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian... 95

2. Karakteristik Responden ... 98

3. Skor Jawaban Responden... 100

4. Uji t (t-Test)... 106

5. Analisis Regresi... 108

6. Peta Lokasi Tambang ... 109


(17)

ABSTRAK

Kegiatan pertambangan emas di Kecamatan Batang Toru telah dimulai sejak tahun 1997 dengan ditemukannya cadangan emas di daerah tersebut. Sejak saat ini pemerintah memberikan kontrak karya kepada PT. Agincourt Resources dan sejak saat itu perusahaan melakukan berbagai kegiatan ekslporasi dan saat ini sedang berlangsung kegiatan konstruksi. Kehadiran perusahaan pertambangan emas ini telah memberikan dampak sosial dan ekonomi terhadap masyarakat, khususnya di Kecamatan Batang Toru, yang selanjutnya akan mempengaruhi pengembangan wilayah di Kecamatan Batang Toru. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana dampak pertambangan emas terhadap sosial dan ekonomi masyarakat di Kecamatan Batang Toru, dan bagaimana pengaruh dampak sosial (pendidikan dan kesehatan) dan ekonomi (kesempatan kerja dan berusaha) tambang emas tersebut terhadap pengembangan wilayah di Kecamatan Batang Toru. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis dampak pertambangan emas terhadap sosial ekonomi masyarakat di Kecamatan Batang Toru, serta untuk menganalisis pengaruh dampak sosial dan ekonomi tambang emas tersebut terhadap pengembangan wilayah di Kecamatan Batang Toru.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat di 11 desa yang berdekatan langsung dengan perusahaan. Sampel ditentukan sebanyak 10 orang setiap desa, dengan demikian jumlah sampel sebanyak 110 orang. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, daftar pertanyaan (questionaire) dan studi dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan uji beda rata-rata dan regresi linear.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa kegiatan pertambangan emas berdampak positif terhadap perubahan sosial ekonomi masyarakat di Kecamatan Batang Toru. Kegiatan pertambangan emas telah meningkatkan kondisi sosial melalui peningkatan sarana pendidikan dan kesehatan, sedangkan terhadap perekonomian masyarakat adalah meningkatkan pendapatan dan peluang usaha. Hasil analisis menunjukkan peningkatan pendapatan masyarakat sebesar 26,56%. Peningkatan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat sebagai dampak kegiatan pertambangan emas, selanjutnya berpengaruh terhadap pengembangan wilayah, khususnya Kecamatan Batang Toru, dan umumnya Kabupaten Tapanuli Selatan. Dampak terhadap pengembangan wilayah merupakan dampak langsung maupun multiplier effect dari kegiatan pertambangan emas di wilayah tersebut.


(18)

ABSTRACT

The gold mining activities in the District of Batang Toru has been started since 1997 after the discovery of gold reserves in this area. Since then, the government awarded contracts of works to PT Agincourt Resources and since then the company engaged in various exploration activities and this time the construction activities. The presence of gold mining companies have been providing social and economic impact on society, especially in the District of Batang Toru, and than will influence the regional development in the District of Batang Toru. Formulation of the problem in this research is how the impact of gold mining on the social and economic community in the District of Batang Toru, and how the influence of social impact (education and health) and economic (employment and business opportunity) of the gold mine activities to the regional development in the District of Batang Toru. The research objective is to analyze the impact of gold mining on the social economy in the District of Batang Toru, as well as to analyze the influence of social and economic impacts of gold mining on the regional development in the District of Batang Toru

The population in this study are all the people in 11 villages by side the company. The sample is determined as much as 10 people for each village, thus the total sample of 110 people. Data collection techniques conducted through interviews, questionnaire and study the documentation. The data analyse conducted with the different test of mean and multiple linear regression.

Based on the research, it is known that gold mining activities had a positive impact on socio-economic changes of society in the District of Batang Toru. Gold mining activities have improved to the social conditions through improved education and health facilities, whereas on the economy of society is to increase the revenue and business opportunities. The results showed an increase of people's income amounted to 26.56%. Improved the social and economic conditions of society as the impact of gold mining activity, further influence the regional development, particularly on District of Batang Toru, and generally on South Tapanuli Regency. The impact on regional development represent the multiplier effect of the gold mining activities in the region.


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam. Sumberdaya alam (baik renewable maupun non renewable) merupakan sumberdaya yang esensial

bagi kelangsungan hidup manusia. Hilangnya atau berkurangnya ketersediaan sumberdaya tersebut akan berdampak sangat besar bagi kelangsungan hidup umat manusia di muka bumi (Fauzi, 2004). Kekayaan sumberdaya alam Indonesia ini pula yang menyebabkan negara kita dijajah selama berabad-abad oleh negara Belanda dan juga selama tiga setengah tahun oleh negara Jepang.

Salah satu sumberdaya alam yang kita miliki adalah mineral emas dan perak, yang termasuk dalam golongan sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui (non

renewable). Sektor pertambangan merupakan salah satu andalan untuk mendapatkan

devisa dalam rangka kelangsungan pembangunan negara.

Kegiatan pertambangan pada dasarnya merupakan proses pengalihan sumberdaya alam menjadi modal nyata ekonomi bagi negara dan selanjutnya menjadi modal social. Modal yang dihasilkan diharapkan mampu meningkatkan nilai kualitas insan bangsa untuk menghadapi hari depannya secara mandiri. Dalam proses pengalihan tersebut perlu memperhatikan interaksi antara faktor sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup sehingga dampak yang terjadi dapat diketahui sedini mungkin (Soelistijo, 2005).


(20)

Dampak dari kegiatan pertambangan menurut Muhammad (2000) dapat bersifat positif bagi daerah pengusaha pertambangan. Sedangkan Noor (2005) mengatakan bahwa kegiatan pertambangan bersifat negatif terhadap ekosistem daerah setempat. Munculnya dampak positif maupun negatif dari usaha pertambangan, terjadi pada tahap eksplorasi, eksploitasi termasuk pemrosesan serta penjualan hasil tambang serta pasca tambang.

Kontribusi pengusahaan pertambangan terhadap pembangunan secara nasional melalui penerimaan negara sangat besar, namun terhadap pembangunan daerah dan masyarakat di sekitar kegiatan pertambangan baik melalui program pemberdayaan masyarakat (community development)maupun program pembangunan

lainnya belum merupakan jaminan kesejahteraan sosial-ekonomi (Saleng, 2004). Pengusahaan pertambangan yang lokasinya relatif terpencil atau daerah yang baru dibuka, masyarakat pendatang jauh lebih maju dan sejahtera serta mampu/memiliki semangat bersaing (competition spirit) yang tinggi dibandingkan masyarakat asli

setempat.

Pelaksanaan pertambangan emas di Kecamatan Batang Toru dimulai sejak tahun 1997 dengan ditemukan cadangan emas melalui proses pengambilan contoh endapan sungai oleh Normandy Anglo Asia Ltd. Sejak saat itu pemerintah memberikan kontrak karya kepada perusahaan PT. Agincourt Resources (PTAR) untuk pertambangan emas, dan perusahaan mulai aktif melakukan kegiatan sejak tahun 2003. Sejak saat itu perusahaan melakukan berbagai kegiatan eksplorasi di


(21)

Kecamatan Batang Toru. Dari perekonomian daerah, dapat dilihat berdasarkan PDRB perkapita Kabupaten Tapanuli Selatan sebagai berikut:

Tabel 1.1. Perkembangan PDRB Perkapita Kabupaten Tapanuli Selatan 2001– 2008

Tahun PDRB Perkapita

(Harga Berlaku) (Rp)

PDRB Perkapita (Harga Konstan 2000) (Rp)

2001 3.099.493 2.817.249

2002 3.523.803 2.957.718

2003 5.025.391 3.923.093

2004 5.427.688 3.967.584

2005 5.869.857 4.124.559

2006 6.705.789 4.346.106

2007 7.274.352 4.479.129

2008 9.697.944 6.185.431

Sumber: BPS Tapanuli Selatan, 2009.

Data tersebut menunjukkan bahwa PDRB perkapita di Kabupaten Tapanuli Selatan cukup rendah. Oleh karena itu kehadiran pertambangan emas di Kecamatan Batang Toru diharapkan dapat meningkatkan kondisi perekonomian Kabupaten

Tapanuli Selatan. Berdasarkan data BPS (2009), persentase penduduk miskin di Kabupaten Tapanuli Selatan adalah sebanyak 28,7%, sedangkan di Kecamatan

Batang Toru sendiri diperkirakan persentase penduduk miskin sebesar 25 %.

Kehadiran perusahaan pertambangan emas ini telah memberikan sumbangan ekonomi terhadap masyarakat, khususnya di Kecamatan Batang Toru. Sumbangan tersebut adalah berupa keterlibatan masyarakat manjadi tenaga kerja pada usaha tambang emas, serta berbagai peluang usaha yang terbuka lebar sebagai akibat kehadiran tambang emas tersebut. Selain berpengaruh terhadap ekonomi masyarakat, pertambangan tersebut juga memberikan dampak sosial terhadap masyarakat, seperti


(22)

interaksi sosial akibat adanya pendatang baru, dan peningkatan kesejahteraan sosial sebagai dampak dari peningkatan ekonomi masyarakat. Peningkatan sosial ekonomi masyarakat ini selanjutnya akan berdampak terhadap pengembangan wilayah Kecamatan Batang Toru. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian dalam hal dampak sosial ekonomi dari pertambangan emas di Kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana dampak pertambangan emas terhadap sosial dan ekonomi masyarakat di Kecamatan Batang Toru.

2. Bagaimana pengaruh dampak sosial (pendidikan dan kesehatan) dan ekonomi (kesempatan kerja dan berusaha) tambang emas tersebut terhadap pengembangan wilayah di Kecamatan Batang Toru.

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Menganalisis dampak pertambangan emas terhadap sosial ekonomi masyarakat di

Kecamatan Batang Toru.

2. Menganalisis pengaruh dampak sosial dan ekonomi tambang emas tersebut terhadap pengembangan wilayah di Kecamatan Batang Toru.


(23)

1.4. Manfaat Penelitian

Dengan penelitian yang dilakukan ini, mampu memberikan manfaat yang antara lain adalah :

1. Menambah khasanah ilmu pengetahuan, khususnya mengenai dampak sosial ekonomi dari kehadiran pertambangan emas terhadap masyarakat di Kecamatan Batang Toru.

2. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan dalam meningkatkan sosial ekonomi masyarakat di daerah pedesaan.

3. Sebagai referensi bagi peneliti lainnya yang berminat untuk mengkaji dalam bidang yang sama dengan pendekatan dan ruang lingkup yang berbeda.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sumberdaya Alam

Rees dalam Fauzi (2004), sesuatu untuk dapat dikatakan sebagai sumberdaya harus: 1) ada pengetahuan, teknologi atau keterampilan untuk memanfaatkannya dan 2) harus ada permintaan (demand) terhadap sumberdaya tersebut. Dengan kata lain sumberdaya alam adalah faktor produksi yang digunakan untuk menyediakan barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi.

Secara umum sumberdaya alam dapat diklasifikasi kedalam dua kelompok, yaitu:

1) Kelompok Stok (Non Renewable)

Sumberdaya ini dianggap memiliki cadangan yang terbatas, sehingga eksploitasinya terhadap sumberdaya tersebut akan menghabiskan cadangan sumberdaya, sumber stok dikatakan tidak dapat diperbaharui (non renewable)

atau terhabiskan (exhuastible).

2) Kelompok flow

Jenis sumberdaya ini dimana jumlah dan kualitas fisik dari sumberdaya berubah sepanjang waktu. Berapa jumlah yang kita manfaatkan sekarang, bisa

mempengaruhi atau bisa juga tidak mempengaruhi ketersediaan sumberdaya di masa mendatang. Sumberdaya ini dikatakan dapat diperbaharui (renewable)


(25)

Sumberdaya alam tidak dapat terbarukan atau sering juga disebut sebagai sumberdaya terhabiskan adalah sumberdaya alam yang tidak memiliki kemampuan regenerasi secara biologis. Sumberdaya alam ini terbentuk melalui proses geologi yang memerlukan waktu sangat lama untuk dapat dijadikan sebagai sumberdaya alam yang siap diolah atau siap pakai. Jika diambil (eksploitasi) sebagian, maka jumlah yang tinggal tidak akan pulih kembali seperti semula.

Salah satu yang termasuk dalam golongan sumberdaya tidak dapat terbarukan adalah tambang minyak. Tambang minyak memerlukan waktu ribuan bahkan jutaan tahun untuk terbentuk karena ketidakmampuan sumberdaya tersebut untuk melakukan regenerasi. Sumberdaya ini sering kita sebut juga sebagai sumberdaya yang mempunyai stok yang tetap.

Sifat-sifat tersebut menyebabkan masalah eksploitasi sumberdaya alam tidak terbarukan (non renewable) berbeda dengan ekstrasi sumberdaya terbarukan

(renewable). Pengusaha pertambangan, harus memutuskan kombinasi yang tepat dari

berbagai faktor produksi untuk menentukan produksi yang optimal, dan juga seberapa cepat stok harus diekstraksi dengan kendala stok yang terbatas.

Beberapa perbedaan pokok antara pengelolaan sumberdaya alam tidak terbarukan dengan model ekonomi konvensional:


(26)

Tabel 2.1. Pengelolaan Sumber Daya Alam

Parameter Model Ekonomi Kompetetif Model Sumberdaya Non Renewable Maksimasi keuntungan

(maksimasi profit, n)

Penerimaan marjinal (p) sama dengan biaya marjinal (BM) atau p = BM

Stok yang tidak diekstraksi, mempunyai nilai

opportunitasnya atau P=BM+A Ekstraksi sumberdaya Investasi karena nilai rente

sumberdaya terkiat waktu. Penetuan rente/keuntungan tidak dihitung masa kini juga masa sekarang

Terkendala stok, pada waktu tertentu (terminal period), stok akan habis. Peran waktu sangat krusial, intertemporal

Sumber: Fauzi (2004).

Masalah utama dalam usaha pertambangan (termasuk penambangan minyak dan batu bara) adalah menemukan atau menaksir jumlah kandungan sumberdaya alam yang kita miliki dan menurunkan tingkat kesulitan (pemanfaatan) yang akan dihadapi. Menurut Sahat 1997, informasi mengenai letak dan jumlah kandungan sumberdaya alam merupakan suatu hal yang sangat berharga dan vital, baik bagi pemilik sumberdaya (pemerintah) maupun kontraktor (penambang). Jika pemilik tidak mengetahui berapa jumlah dan nilai sumberdaya yang dimiliki, maka perusahaan pertambangan akan menekan harga sewa atau bagi hasil tambang tersebut. Bisa juga dengan menaikan nilai tambang melebihi nilai sebenarnya, sehingga pemilik atau orang lain mau menanamkan modalnya pada usaha patungan yang akan dibuat. Kasus pendugaan stok tambang tembaga (yang sebenarnya lebih banyak kandungan emasnya) di Tembagapura Timika merupakan salah satu contoh ketidakmampuan kita untuk mengetahui jumlah dan jenis kandungan tambang yang ada secara tepat.


(27)

Perkembangan teknologi saat ini, telah mampu menekan biaya dan waktu untuk pendugaan besar kandungan. Dengan bantuan teknologi penginderaan jauh (citra satelit dan foto udara) menjadikan kegiatan lebih mudah, namun survei lapangan atau eksplorasi permukaan (ground survey) dan pengujian contoh masih

tetap sangat diperlukan. Sementara itu, tingkat ketidak pastian dari tahap ekplorasi masih tinggi sebagai salah satu ciri khas usaha pertambangan, waktu yang lama untuk penelitian, risiko dan capital intensive. Hasil penelitian di AS mengenai minyak bumi

dan gas menunjukkan bahwa nilai kiraan eksplorasi berada diantara sepersepuluh sampai sepuluh kali dari jumlah deposit sebenarnya yang diperoleh pada saat/sesudah produksi berjalan. Artinya kiraan eksplorasi deposit bisa melesat sepuluh kali dari nilai sebenarnya (M. Uman et.al 1979, dalam Sahat 1997).

2.2. Pengelolaan Sumberdaya Mineral secara Berkelanjutan

Sebagai sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui (non renewable resources)

seperti mineral disebut juga sumberdaya terhabiskan (depletable)adalah sumberdaya

alam yang tidak memiliki kemampuan regenerasi secara biologis maka suatu saat akan habis. Selain itu sumberdaya mineral memerlukan waktu yang lama untuk siap ditambang. Sebagai basis dari teori ekstraksi sumberdaya alam tidak pulih secara optimal adalah model Hotteling yang telah dikembangkan oleh Harold Hotteling (1931). Prinsip model Hotteling adalah bagaimana mengekstrak sumberdaya mineral secara optimal dengan kendala stok dan waktu. Aplikasi dari teori ini adalah bagi pihak perusahaan pertambangan, untuk mendapatkan produksi sumberdaya mineral


(28)

secara optimal harus mampu menentukan berbagai faktor produksi yang tepat dengan kendala waktu dan stok (deposit). Sedangkan bagi pihak pemilik sumberdaya dalam

hal ini negara harus bersikap mengabaikan (indifferent) terhadap sumberdaya

mineral, apakah akan mengekstrak sekarang atau pada masa yang akan datang. Jadi sebagai pengambil kebijakan peran negara sangat menentukan terhadap eksploitasi sumberdaya mineral yang tidak semata-mata berorientasi ekonomi (economic

oriented) tetapi juga harus mempertimbangkan secara cermat dampak lingkungan,

social, kesiapan kelembagaan baik pemerintah maupun masyarakat.

Eksploitasi dari sumberdaya mineral dapat dibuat berlanjut (economically

sustainable), jika dapat membuat sumber permanen dari pemasukan. Sebagaimana

Visi Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral yakni: Terwujudnya sektor energi dan sumberdaya mineral yang menghasilkan nilai tambah sebagai salah satu sumber kemakmuran rakyat melalui pembangunan berkelanjutan dan ramah lingkungan, adil, transparan, bertanggungjawab, efisien serta sesuai standart etika yang tinggi. Namun yang dimaksud berkelanjutan pada pembahasan ini bukanlah upaya untuk menemukan cadangan baru dari sumberdaya mineral tetapi lebih kepada mencari sumberdaya pengganti jika sumberdaya mineral benar-benar telah habis.

Pembangunan yang berkelanjutan harus diarahkan untuk mencapai tiga tujuan yang mencakup sekurang-kurangnya tiga dimensi, yaitu tujuan ekonomi, tujuan sosial, dan tujuan ekosistem. Hubungan antara ketiga tujuan dan unsur-unsur penting yang harus diperhatikan dalam mencapai tujuan-tujuan tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.1 dibawah ini:


(29)

Sumber: M. Uman et.al 1979, dalam Sahat 1997.

Gambar 2.1. Unsur-unsur Pembangunan Berkelanjutan

Unsur-unsur pembangunan berkelanjutan adalah:

1) Tujuan Ekonomi dan Sosial

Kedalam tujuan ekonomi sosial, terdapat tiga unsur penting yang harus diperhatikan agar tujuan ekonomi dan tujuan sosial dapat dicapai secara bersamaan, yaitu distribusi pendapatan, kesempatan kerja (employment), dan

bantuan bersasaran (targeted assistence). Pertumbuhan ekonomi harus disertai

dengan upaya peningkatan kesempatan kerja dan upaya pemerataan hasil-hasil pembangunan. Untuk mencapai hal tersebut, segala bentuk rintangan (barriers)

yang menghalangi akses masyarakat, terutama masyarakat miskin untuk ikut serta dalam pembangunan, pemanfaatan sumberdaya, dan lain-lain, harus ditekan sekecil mungkin atau dihilangkan sama sekali.


(30)

Dalam konteks industri pertambangan, misalnya dengan memberikan kesempatan berusaha dan mengembangkan usaha bagi masyarakat kecil melalui pemberian pinjaman modal (peningkatan sumberdaya kapital), penyediaan berbagai fasilitas yang mampu meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, dan lain-lain.

Keberpihakan terhadap kelompok masyarakat miskin, masyarakat dipedesaan, wanita dan anak-anak, ataupun kelompok masyarakat lain yang selama ini diabaikan, perlu dilakukan sehingga tujuan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan sekaligus pemerataan dan pengentasan kemiskinan dapat terealisasi. Intinya adalah bahwa pemberdayaan masyarakat adalah hal yang sangat penting untuk dilaksanakan dalam mencapai pembangunan yang berkelanjutan.

2) Tujuan Ekonomi dan Tujuan Ekosistem

Kebijaksanaan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan sebagian besar mempunyai relevansi terhadap konservasi sumberdaya alam dan lingkungan yang berkelanjutan. Response dan akselerasi pembangunan ekonomi membutuhkan pemeliharaan lingkungan hidup yang mendukung kegiatan ekonomi dan sosial yang dinamis, selain menentukan kebijaksaan juga ditingkat nasional membutuhkan program-program di tingkat lokal dan wilayah yang dapat dilaksanakan. Pembangunan nasional tidak akan tumbuh pesat apabila kehidupan ekonomi wilayah dan lokal tidak dinamis, stabil dan penuh ketidakpastian. Pembangunan juga tidak akan berjalan pesat apabila anggaran belanja pembangunan tidak akan mencukupi.


(31)

Kecenderungan yang terjadi dalam pembangunan ekonomi adalah tidak memperhitungkan nilai-nilai pemanfaatan sumberdaya yang tidak memiliki harga, seperti nilai-nilai intrinsik sumberdaya alam maupun beban sosial masyarakat akibat pemanfaatan sumberdaya. Tidak adanya penilaian terhadap sumberdaya ini selanjutnya menimbulkan eksternalitas-eksternalitas tersendiri (terutama eksternalitas negatif) yang sangat merugikan masyarakat secara keseluruhan. Masyarakat harus menanggung beban/biaya sosial yang timbul dalam setiap, pemanfaatan sumberdaya tanpa sedikitpun diberi “kompensasi”. Beban/biaya sosial terbesar yang harus ditanggung oleh masyarakat saat ini maupun masyarakat dimasa yang akan datang adalah penurunan kualitas kehidupan dan lingkungan, yang tentu saja dalam jangka panjang tidak menjamin pengelolaan sumberdaya yang berkelanjutan (tujuan ekosistem dalam pembangunan berkelanjutan tidak akan tercapai).

Oleh karena itu, maka dalam program-program pembangunan wilayah dan pemukiman sekelompok masyarakat, harus memperhatikan tujuan ekosistem ini. Setiap program yang akan dilaksanakan harus dievaluasi dampaknya terhadap lingkungan. Selain itu, penilaian terhadap sumberdaya-sumberdaya yang dimanfaatkan (baik nilai ekstrinsik maupun intrinsiknya) sangat diperlukan untuk menghindari, setidaknya mengurangi, eksternalitas. Jikalau eksternalitas telah terjadi, maka upaya-upaya internalisasi berbagai dampak keluar (eksternalitas) ini

harus dilakukan, misalnya dengan bentuk-bentuk kompensasi. Dengan demikian, segala aktifitas yang ditujukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi


(32)

ataupun efisiensi kapital (tujuan ekonomi) akan tetap memperhatikan pengelolaan yang berkelanjutan.

3) Tujuan Sosial dan Tujuan Ekosistem

Untuk dapat mengelola sumberdaya secara berkelanjutan, kebijaksanaan lingkungan yang lebih menekankan pada konservasi dan perlindungan sumberdaya, perlu memperhitungkan mereka yang masih bergantung kepada sumberdaya tersebut, untuk mendukung kelangsungan hidupnya. Bila hal ini tidak diperhatikan, akan memberikan dampak yang buruk terhadap kemiskinan dan mempengaruhi keberhasilan jangka panjang dalam upaya konservasi sumberdaya dan lingkungan.

Selain itu, masalah hak kepemilikan merupakan faktor penentu dalam pemanfaatan sumberdaya yang efisien, merata dan berkelanjutan. Sumberdaya yang dimiliki oleh umum (tidak jelas hak kepemilikannya) telah mengarah pada sumberdaya akses terbuka (open access), dimana dalam keadaan ini, siapapun dapat

memanfaatkan sumberdaya yang ada tanpa sedikitpun mempunyai insentif untuk memelihara kelestariannya. Pengukuhan hak-hak kepemilikan akan memperjelas posisi kepemilikan suatu pihak sehingga pihak tersebut dapat mencapai kelestarian

(upaya konservasi) dan mempertahankan apa yang telah menjadi miliknya dari

intervensi maupun ancaman dari pihak luar.

Kearifan-kearifan (wisdoms) lokal harus dipahami dan dijadikan sebagai

dasar/landasan dalam membuat program-program pengembangan wilayah tersebut. Untuk itu, masyarakat lokal, sebagai pihak yang menguasai pengetahuan


(33)

tradisional (traditional knowledge)yang dimilikinya harus diikutkan dalam upaya

perumusan/pembuatan program-prpgram tersebut. Jika hal ini dapat dilakukan dan terealisasi, maka partisipasi aktif dari masyarakat dalam pembangunan akan muncul dengan sendirinya.

2.3. Pembangunan Sosial Ekonomi dan Pengembangan Wilayah 2.3.1. Konsep Pembangunan Ekonomi

Pengertian pembangunan ekonomi yang dijadikan pedoman dalam penelitian ini didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Sukirno 1996). Berdasarkan atas definisi ini dapat diketahui bahwa pembangunan ekonomi berarti adanya suatu proses pembangunan yang terjadi terus menerus yang bersifat menambah dan memperbaiki segala sesuatu menjadi lebih baik lagi. Adanya proses pembangunan itu diharapkan adanya kenaikan pendapatan riil masyarakat berlangsung untuk jangka panjang.

Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses pembangunan yang terjadi terus-menerus yang bersifat dinamis. Apapun yang dilakukan, hakikat dari sifat dan proses pembangunan itu mencerminkan adanya terobosan yang baru, jadi bukan merupakan gambaran ekonomi suatu saat saja. Pembangunan ekonomi berkaitan pula dengan pendapatan perkapita riil, di sini ada dua aspek penting yang saling berkaitan yaitu pendapatan total atau yang lebih banyak dikenal dengan pendapatan nasional


(34)

dan jumlah penduduk. Pendapatan perkapita berarti pendapatan total dibagi dengan jumlah penduduk.

Pembangunan ekonomi dipandang sebagai proses multidimensional yang mencakup segala aspek dan kebijaksanaan yang komprehensif baik ekonomi maupun non ekonomi. Oleh sebab itu, sasaran pembangunan yang minimal dan pasti ada menurut Todaro dalam Suryana (2000) adalah:

1. Meningkatkan persediaan dan memperluas pembagian atau pemerataan bahan pokok yang dibutuhkan untuk bisa hidup, seperti perumahan, kesehatan dan lingkungan.

2. Mengangkat taraf hidup temasuk menambah dan mempertinggi pendapatan dan penyediaan lapangan kerja, pendidikan yang lebih baik, dan perhatian yang lebih besar terhadap nilai-nilai budaya manusiawi, yang semata-mata bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan materi, akan tetapi untuk meningkatkan kesadaran akan harga diri baik individu maupun nasional.

3. Memperluas jangkauan pilihan ekonomi dan sosial bagi semua individu dan nasional dengan cara membebaskan mereka dari sikap budak dan ketergantungan, tidak hanya hubungan dengan orang lain dan negara lain, tetapi dari sumber-sumber kebodohan dan penderitaan.

Suryana (2000) menyebutkan ada empat model pembangunan, yaitu model pembangunan ekonomi yang beorientasi pada pertumbuhan, penciptaan lapangan kerja, penghapusan kemiskinan dan model pembangunan yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dasar. Berdasarkan atas model pembangunan tersebut, semua


(35)

itu bertujuan pada perbaikan kualitas hidup, peningkatan barang-barang dan jasa, penciptaan lapangan kerja baru dengan upah yang layak, dengan harapan tercapainya tingkat hidup minimal untuk semua rumah tangga yang kemudian sampai batas maksimal.

Orientasi pembangunan ekonomi Indonesia yang lebih menekankan pada pertumbuhan (growth) turut memperparah ketimpangan antara desa-kota. Ekonomi

perdesaan tidak memperoleh nilai tambah (value added) yang proporsional akibat

dari wilayah perkotaan hanya sekedar menjadi pipa pemasaran dari arus komoditas primer dari perdesaan, sehingga sering terjadi kebocoran wilayah yang merugikan pertumbuhan ekonomi daerah itu sendiri (Tarigan, 2005).

Dalam konteks pembangunan spasial, terjadi urban bias yang cenderung

mendahulukan pertumbuhan ekonomi melalui kutub-kutub pertumbuhan yang diharapkan dapat menimbulkan efek penetesan (trickle down effect) ke wilayah

hinterland-nya. Ternyata net-effect-nya menimbulkan pengurasan besar (massive

backwash effect). Dengan perkataan lain, dalam konteks ekonomi telah terjadi

transfer sumberdaya dari wilayah perdesaan ke kawasan perkotaan secara besar-besaran. Walaupun kawasan perkotaan juga berperan penting dalam mensuplai barang-barang dan pelayanan untuk pertumbuhan dan produktifitas pertanian.

Kegagalan pembangunan di wilayah perdesaan selain mengakibatkan terjadinya backwash effect, juga mengakibatkan penguasaan terhadap pasar, kapital

dan kesejahteraan yang lebih banyak dimiliki oleh masyarakat perkotaan. Sebagai akibatnya kondisi masyarakat perdesaan semakin terpuruk dalam kemiskinan dan


(36)

kebodohan. Keadaan ini juga dinyatakan oleh Yudhoyono (2004) bahwa pembangunan yang telah berkembang selama ini melahirkan kemiskinan dan pengangguran struktural di pertanian dan perdesaan. Untuk itu tantangan pembangunan ke depan adalah mengintegrasikan pembangunan pertanian dan perdesaan secara berimbang. Melihat kondisi yang demikian, masyarakat perdesaan secara rasional mulai melakukan migrasi ke wilayah perkotaan, yang semakin lama semakin deras (speed up proccesses), meskipun tidak ada jaminan bahwa mereka

akan mendapatkan pekerjaan, tetapi bagi mereka kehidupan di kota lebih memberikan harapan untuk menambah penghasilan. Keadaan ini selanjutnya menimbulkan persoalan-persoalan terhadap masyarakat kawasan perkotaan, antara lain timbulnya pemukiman kumuh dan rumah liar, masalah kemacetan, keadaan sanitasi dan air bersih yang buruk, menurunnya kesehatan masyarakat dan pada gilirannya akan menurunkan produktifitas masyarakat di kawasan perkotaan.

Model pengembangan wilayah dengan pendekatan sistim agropolitan sulit dijadikan model pembangunan yang akan dilaksanakan secara berkelanjutan apabila tidak melibatkan peran aktif dari semua stakeholder dari awal perencanaan hingga pasca proyek. Pengembangan wilayah dengan pendekatan sistim agropolitan harus menyentuh (1) pembangunan fisik wilayah, seperti: pembangunan jalan, pasar, terminal, dan lain lain , (2) sumberdaya manusia dan sosial yaitu: koordinasi antar stakeholder dan pemahaman tentang konsep agropolitan, (3) aspek tehnologi yaitu: pengolahan hasil pertanian dan peralatannya.


(37)

2.3.2. Pembangunan Sosial

Pembangunan sosial muncul dan ramai diperdebatkan sejak awal tahun 1990-an. Topik perdebatan tidak hanya terbatas pada substansinya, tetapi juga menyangkut terminologi yang dianggap lebih tepat untuk mewakili gagasan baru itu. Ada beberapa terminologi yang ditawarkan, antara lain Pembangunan Alternatif, Pembangunan Berbasis Rakyat, Pembangunan Partisipatoris. Isu sentral dari gagasan tersebut adalah mencari alternatif bagi pembangunan yang berfokus pertumbuhan, yang menempatkan uang sebagai yang paling pokok (capital centered development),

berubah menjadi pembangunan sebagai proses yang manusiawi (people centered

development). Kenyataan bahwa pembangunan yang sangat berfokus pertumbuhan

memang telah berhasil dengan gemilang mewujudkan kemakmuran, tetapi gagal mewujudkan kesejahteraan yang lebih merata, bahkan sebaliknya banyak membawa masalah yang sulit dicari pemecahannya (Tangdilintin, 1999).

Wawasan yang lebih luas mengenai pembangunan sosial, mulai berkembang dan diterima secara luas pula pada tahun 1970-an, dengan berbagai varian pemikiran yang dipelopori oleh berbagai disiplin ilmu yang bebeda. Secara garis besar muncul berbagai pemikiran yang memberi makna yang berbeda terhadap pembangunan sosial. Ada yang sangat menyederhanakan sebagai identik dengan pelayanan

(services), ada yang memberi makna sebagai pemenuhan kebutuhan dasar (basic

need), pembangunan mandiri, pembangunan berkelanjutan, dan bahkan pembangunan


(38)

Menurut Paiva (1977) dalam Munandar (2002), pembangunan sosial adalah

development of the capacity of people to work continuosly for their own and

society’s welfare.” Definisi ini mewakili pemikiran pemberdayaan individu yang

akhirnya secara luas dikenal dengan people centered development. Pembangunan

sosial sebagai paradigma alternatif, menempatkan masyarakat sebagai pusat dari proses pembangunan dan ekonomi sebagai cara untuk melayani kebutuhan manusia. Setiap orang, pemerintah, atau lembaga apapun harus menghormati arti kehidupan manusia secara global yang bertanggung jawab terhadap generasi berikutnya dan melindungi kelangsungan lingkungan hidup.

Menurut Margareth dan Midgley (1982) model pembangunan sosial pada dasarnya menekankan pentingnya pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan kelompok marjinal, yakni peningkatan taraf hidup masyarakat yang kurang memiliki kemampuan ekonomi secara berkelanjutan. Tujuan tersebut dicapai melalui (1) upaya menumbuhkembangkan potensi diri (produktivitas masyarakat) yang lemah secara ekonomi sebagai suatu aset tenaga kerja, (2) menyediakan dan memberikan pelayanan sosial khususnya pelayanan kesehatan, pendidikan dan pelatihan, perumahan, serta pelayanan yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan produktivitas dan partisipasi sosial dalam kehidupan masyarakatnya. Upaya pertama mengarah pada penciptaan peluang bagi kelompok yang lemah secara ekonomi. Upaya yang kedua mengarah pada peningkatan kemampuan mereka dalam merebut dan memanfaatkan peluang yang telah diciptakan tadi. Untuk mewujudkan kedua hal ini diperlukan adanya intervensi pemerintah, misalnya melalui perundang-undangan


(39)

yang mengatur quota (keterwakilan sosial) dalam bidang pendidikan dan pekerjaan

bagi golongan penduduk yang lemah.

Pembangunan kesejahteraan sosial sejatinya adalah segenap strategi dan aktifitas yang dilakukan oleh pemerintah, dunia usaha, maupun civil society untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia melalui kebijakan dan program yang bermatra pelayanan sosial, penyembuhan sosial, perlindungan sosial dan pemberdayaan masyarakat (Suharto, 2006). Pembangunan melalui investasi sosial mempunyai dampak langsung berupa penciptaan lapangan kerja, prakarsa partisipasi dalam pembangunan yang lebih luas biarpun pada awalnya dalam lapangan pembangunan sosial yang sederhana. Investasi dalam pembangunan sosial akan meningkatkan produktivitas karena adanya rasa ikut memiliki serta kepercayaan melalui partisipasi yang lebih ikhlas. Karena partisipasi itu dilakukan dengan ikhlas, maka lebih mudah memberikan kepuasan berkat dipenuhinya hak-hak sosial ekonomi dan budaya yang sangat mendasar.

Intervensi pembangunan sosial yang mulai marak di berbagai negara maju menghendaki pendekatan pembangunan bukan lagi untuk mengembangkan negara kesejahteraan (welfare state) dalam arti sempit, tetapi menciptakan suatu komunitas

yang bekerja keras (workfare community) yang akhirnya akan menciptakan suatu

workfare state yang mengharuskan negara memberikan dukungan fasilitasi yang kuat

dalam proses pemberdayaan yang lebih adil dan merata, yang memihak kepada keluarga atau penduduk yang tertinggal.


(40)

Biarpun pendekatan baru ini memerlukan dukungan pertumbuhan ekonomi yang memadai, namun bukan tidak mungkin bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada awalnya tidak akan tercapai. Proses pemerataan akan mengharuskan kesempatan kerja diupayakan meluas secara horizontal sehingga keluarga dan penduduk yang tingkat produktifitasnya rendah harus diberikan kesempatan pemberdayaan untuk dapat bekerja agar rasa keadilan bisa ditegakkan. Karena penduduk yang kualitas dan produktifitasnya masih rendah harus diusahakan bekerja secara merata, tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi bisa tidak tercapai. Kegiatan ekonomi harus lebih dikuasi oleh pelaku yang terdiri dari rakyat biasa yang sedang berjuang untuk maju. Karenanya, ketika pemberdayaan atau kesempatan kerja diberikan kepada rakyat secara luas, pertumbuhan ekonomi tidak mungkin setinggi upaya yang berorientasi pertumbuhan tinggi.

Namun dapat dipastikan penduduk berubah, dari sekadar sebagai penonton pembangunan menjadi pelaku pembangunan. Kalau proses ini dilakukan dengan baik dan konsisten, pada waktunya akan menumbuhkan massa baru, workfare society/

yang lebih berkualitas dan mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi yang disertai kepuasan sosial yang sangat tinggi.

2.3.3. Konsep Wilayah dan Pengembangan Wilayah

Dalam Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait kepadanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek


(41)

administratif dan atau aspek fungsional. Menurut Rustiadi, et al. (2006) wilayah

dapat didefinisikan sebagai unit geografis dengan batas-batas spesifik tertentu dimana komponen-komponen wilayah tersebut satu sama lain saling berinteraksi secara fungsional. Sehingga batasan wilayah tidaklah selalu bersifat fisik dan pasti tetapi seringkali bersifat dinamis. Komponen-komponen wilayah mencakup komponen biofisik alam, sumberdaya buatan (infrastruktur), manusia serta bentuk-bentuk kelembagaan. Dengan demikian istilah wilayah menekankan interaksi antar manusia dengan sumberdaya-sumberdaya lainnya yang ada di dalam suatu batasan unit geografis tertentu. Konsep wilayah yang paling klasik, Hagget, Cliff dan Frey (1977) dalam Rustiadi et al. (2006) mengenai tipologi wilayah, mengklasifikasikan konsep

wilayah ke dalam tiga kategori, yaitu: (1) wilayah homogen (uniform/homogenous

region); (2) wilayah nodal (nodal region); dan (3) wilayah perencanaan (planning

region atau programming region).

Sejalan dengan klasifikasi tersebut, Glason (1974) dalam Tarigan (2005) berdasarkan fase kemajuan perekonomian mengklasifikasikan region/wilayah menjadi : 1) fase pertama yaitu wilayah formal yang berkenaan dengan keseragaman/

homogenitas. Wilayah formal adalah suatu wilayah geografik yang seragam menurut

kriteria tertentu, seperti keadaan fisik geografi, ekonomi, sosial dan politik. 2) fase kedua yaitu wilayah fungsional yang berkenaan dengan koherensi dan interdependensi fungsional, saling hubungan antar bagian-bagian dalam wilayah tersebut. Kadang juga disebut wilayah nodal atau polarized region dan terdiri dari


(42)

berkaitan. 3) fase ketiga yaitu wilayah perencanaan yang memperlihatkan koherensi atau kesatuan keputusan-keputusan ekonomi.

Menurut Saefulhakim, dkk (2002) wilayah adalah satu kesatuan unit geografis yang antar bagiannya mempunyai keterkaitan secara fungsional. Wilayah mengandung arti dasar “saling tolong menolong, saling berdekatan baik secara geometris maupun similarity”. Contohnya: antara supply dan demand, hulu-hilir.

Oleh karena itu, yang dimaksud dengan pewilayahan (penyusunan wilayah) adalah pendelineasian unit geografis berdasarkan kedekatan, kemiripan, atau intensitas hubungan fungsional (tolong menolong, bantu membantu, lindung melindungi) antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya. Wilayah Pengembangan adalah pewilayahan untuk tujuan pengembangan/ pembangunan/development. Tujuan-tujuan

pembangunan terkait dengan lima kata kunci, yaitu: (1) pertumbuhan; (2) penguatan keterkaitan; (3) keberimbangan; (4) kemandirian; dan (5) keberlanjutan.

Sedangkan konsep wilayah perencanaan adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan kenyataan sifat-sifat tertentu pada wilayah tersebut yang bisa bersifat alamiah maupun non alamiah yang sedemikian rupa sehingga perlu direncanakan dalam kesatuan wilayah perencanaan. Pembangunan merupakan upaya yang sistematik dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik. Sedangkan menurut Anwar (2005), pembangunan wilayah dilakukan untuk mencapai tujuan pembangunan wilayah yang mencakup aspek-aspek pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan yang berdimensi lokasi dalam ruang dan


(43)

berkaitan dengan aspek sosial ekonomi wilayah. Pengertian pembangunan dalam sejarah dan strateginya telah mengalami evolusi perubahan, mulai dari strategi pembangunan yang menekankan kepada pertumbuhan ekonomi, kemudian pertumbuhan dan kesempatan kerja, pertumbuhan dan pemerataan, penekanan kepada kebutuhan dasar (basic need approach), pertumbuhan dan lingkungan hidup, dan

pembangunan yang berkelanjutan (suistainable development).

Pendekatan yang diterapkan dalam pengembangan wilayah di Indonesia sangat beragam karena dipengaruhi oleh perkembangan teori dan model pengembangan wilayah serta tatanan sosial-ekonomi, sistim pemerintahan dan administrasi pembangunan. Pendekatan yang mengutamakan pertumbuhan tanpa memperhatikan lingkungan, bahkan akan menghambat pertumbuhan itu sendiri (Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2003). Pengembangan wilayah dengan memperhatikan potensi pertumbuhan akan membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan melalui penyebaran penduduk lebih rasional, meningkatkan kesempatan kerja dan produktifitas (Mercado, 2002).

Menurut Direktorat Pengembangan Kawasan Strategis, Ditjen Penataan Ruang, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2002) prinsip-prinsip dasar dalam pengembangan wilayah adalah :

1. Sebagai growth center

Pengembangan wilayah tidak hanya bersifat internal wilayah, namun harus diperhatikan sebaran atau pengaruh (spred effect) pertumbuhan yang dapat


(44)

2. Pengembangan wilayah memerlukan upaya kerjasama pengembangan antar daerah dan menjadi persyaratan utama bagi keberhasilan pengembangan wilayah. 3. Pola pengembangan wilayah bersifat integral yang merupakan integrasi dari

daerah-daerah yang tercakup dalam wilayah melalui pendekatan kesetaraan. 4. Dalam pengembangan wilayah, mekanisme pasar harus juga menjadi prasyarat

bagi perencanaan pengembangan kawasan.

Dalam pemetaan strategic development region, satu wilayah pengembangan

diharapkan mempunyai unsur-unsur strategis antara lain berupa sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan infrastruktur yang saling berkaitan dan melengkapi sehingga dapat dikembangkan secara optimal dengan memperhatikan sifat sinergisme di antaranya (Direktorat Pengembangan Wilayah dan Transmigrasi, 2003).

Studi pengembangan wilayah melalui tiga indikator, yakni: penghasilan resipien (recipient’a income), pengembangan daerah (regional development) dan

pertumbuhan kelembagaan (institusional growth). Keberhasilan program

pengembangan wilayah diukur dari ada tidaknya “perubahan” (dan atau peningkatan) dalam ketiga indikator tersebut. Suatu program dinilai berhasil apabila program ini berhasil membawakan kenaikan dalam penghasilan resipien (keluarga), membantu mengembangkan daerah, dan mendorong pertumbuhan kelembagaan.

Pembangunan regional adalah bagian yang integral dalam pembangunan nasional. Karena itu diharapkan bahwa hasil pembangunan akan dapat terdistribusi dan teralokasi ke tingkat regional. Untuk mencapai keseimbangan regional terutama dalam perkembangan ekonominya maka diperlukan beberapa kebijaksanaan dan


(45)

program pembangunan daerah yang mengacu pada kebijaksanaan regionalisasi atau perwilayahan. Salah satu model pengembangan wilayah yang erat kaitannya dengan aspek tata ruang adalah konsep pusat-pusat pertumbuhan. Konsep pusat-pusat pertumbuhan ini menekankan pada fakta bahwa pembangunan tidak terjadi dimana-mana secara serentak, tetapi di tempat-tempat tertentu yang disebut sebagai pusat pertumbuhan dan pada akhirnya akan menyebar melalui berbagai saluran dan mempunyai akibat akhir yang berlainan pada perekonomian secara keseluruhan.

Pengembangan wilayah merupakan bagian penting dari pembangunan suatu daerah terutama di perdesaan yang sangat rentan dan berat menghadapi perubahan yang berskala global. Perubahan ini, jika tidak didukung suatu perencanaan wilayah yang baik dengan mempertimbangkan aspek internal, sosial dan pertumbuhan ekonomi akan berakibat semakin bertambahnya desa-desa tertinggal.

Perubahan paradigma perlu dilakukan dalam menata kembali daerah-daerah yang dikatagorikan miskin dan lemah agar mampu meningkatkan daya saing, manajemen produksi dan teknologi tepat guna berbasis lokal yang mampu mempengaruhi daerah lainnya secara timbal balik. Secara sederhana konsep pengembangan wilayah perlu dilakukan dalam perencanaan perdesaan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dan memperkuat masyarakat di lapisan bawah agar dapat mempengaruhi pasar secara berkelanjutan.


(46)

2.4. Pembangunan Daerah

Saat ini tidak ada satu teori pun yang mampu menjelaskan pembangunan ekonomi daerah secara komprehensif. Namun demikian, ada beberapa teori yang secara parsial dapat membantu bagaimana memahami arti penting pembangunan ekonomi daerah. Pada hakikatnya, inti dari teori-teori tersebut berkisar pada dua hal, yaitu pembahasan yang berkisar tentang metode dalam menganalisis perekonomian suatu daerah dan teori-teori yang membahas tentang faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi suatu daerah tertentu (Arsyad 1999).

Pengembangan metode untuk menganalisis suatu perekonomian suatu daerah penting sekali kegunaanya sebagai sarana mengumpulkan data tentang perekonomian daerah yang bersangkutan serta proses pertumbuhannya. Pengembangan metode analisis ini kemudian dapat dipakai sebagai pedoman untuk menentukan tindakan-tindakan apa yang harus diambil guna mempercepat laju pertumbuhan yang ada. Akan tetapi di pihak lain harus diakui, menganalisis perekonomian suatu daerah sangat sulit (Arsyad 1999). Beberapa faktor yang sering menjadi penghambat dalam melakukan analisis perekonomian di antaranya:

a. Data tentang daerah sangat terbatas terutama kalau daerah dibedakan berdasarkan pengertian daerah nodal (berdasarkan fungsinya).

b. Data yang dibutuhkan umumnya tidak sesuai dengan data yang dibutuhkan untuk analisis daerah, karena data yang terkumpul biasanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan analisis perekonomian secara nasional.


(47)

c. Data tentang perekonomian daerah sangat sukar dikumpulkan sebab perekonomian daerah lebih terbuka jika dibandingkan dengan perekonomian nasional. Hal tersebut menyebabkan data tentang aliranaliran yang masuk dan keluar dari suatu daerah sukar diperoleh.

d. Bagi Negara Sedang Berkembang, disamping kekurangan data sebagai kenyataan yang umum, data yang terbatas itu pun banyak yang kurang akurat dan terkadang relatif sulit dipercaya, sehingga menimbulkan kesulitan untuk melakukan analisis yang memadai tentang keadaan perekonomian yang sebenarnya di suatu daerah.

Ada beberapa teori dalam pembangunan daerah yang berhubungan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory)

Teori basis ekonomi ini dikemukakan oleh Harry W. Richardson yang menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah (Arsyad 1999). Dalam penjelasan selanjutnya dijelaskan bahwa pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumberdaya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor, akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja (job creation). Asumsi ini memberikan pengertian

bahwa suatu daerah akan mempunyai sektor unggulan apabila daerah tersebut dapat memenangkan persaingan pada sektor yang sama dengan daerah lain sehingga dapat menghasilkan ekspor (Suyatno 2000).


(48)

Ada serangkaian teori ekonomi sebagai teori yang berusaha menjalankan perubahan-perubahan regional yang menekankan hubungan antara sektor-sektor yang terdapat dalam perekonomian daerah. Teori yang paling sederhana dan populer adalah teori basis ekonomi (economic base theory). Menurut Glasson

(1990), konsep dasar basis ekonomi membagi perekonomian menjadi dua sektor yaitu:

1) Sektor-sektor Basis adalah sektor-sektor yang mengekspor barang-barang dan jasa ke tempat di luar batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan atas masukan barang dan jasa mereka kepada masyarakat yang datang dari luar perbatasan perekonomian masyarakat yang bersangkutan.

2) Sektor-sektor Bukan Basis adalah sektor-sektor yang menjadikan barang-barang yang dibutuhkan oleh orang yang bertempat tinggal di dalam batas perekonomian masyarakat bersangkutan. Sektor-sektor tidak mengekspor barang-barang. Ruang lingkup mereka dan daerah pasar terutama adalah bersifat lokal.

Secara implisit pembagian perekonomian regional yang dibagi menjadi dua sektor tersebut terdapat hubungan sebab-akibat dimana keduanya kemudian menjadi pijakan dalam membentuk teori basis ekonomi. Bertambahnya kegiatan basis di suatu daerah akan menambah arus pendapatan ke dalam daerah yang bersangkutan sehingga menambah permintaan terhadap barang dan jasa yang dihasilkan, akibatnya akan menambah volume kegiatan bukan basis. Sebaliknya semakin berkurangnya kegiatan basis akan menurunkan permintaan terhadap


(49)

produk dari kegiatan bukan basis yang berarti berkurangnya pendapatan yang masuk ke daerah yang bersangkutan. Dengan demikian kegiatan basis mempunyai peran sebagai penggerak utama.

b. Teori Tempat Sentral

Teori Tempat Sentral (central place theory) menganggap bahwa ada hirarki

tempat dimana setiap tempat sentral didukung oleh sejumlah tempat lebih kecil yang menyediakan sumberdaya (industri dan bahan baku). Tempat sentral tersebut merupakan suatu pemukiman yang menyediakan jasa-jasa bagi penduduk daerah yang mendukungnya. Teori tempat sentral memperlihatkan bagaimana pola-pola lahan dari industri yang berbeda-beda terpadu membentuk suatu sistem regional kota-kota (Supomo 2000).

Teori tempat sentral ini bisa diterapkan pada pembangunan ekonomi daerah, baik di daerah perkotaan maupun daerah pedesaaan. Misalnya, perlunya melakukan pembedaan fungsi antara daerah-daerah yang bertetangga (berbatasan). Beberapa daerah bisa menjadi wilayah penyedia jasa sedangkan daerah lainnya hanya sebagai wilayah pemukiman. Seorang ahli pembangunan ekonomi daerah dapat membantu masyarakat untuk mengembangkan peranan fungsional mereka dalam sistem ekonomi daerah.

c. Teori interaksi spasial

Merupakan arus gerak yang terjadi antara pusat-pusat pelayanan baik berupa barang, penduduk, uang maupun yang lainnya. Untuk itu perlu adanya hubungan antar daerah satu dengan yang lain karena dengan adanya interaksi antar wilayah


(50)

maka suatu daerah akan saling melengkapi dan bekerja sama untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonominya.

Dalam teori ini didasarkan pada teori gravitasi, dimana dijelaskan bahwa interaksi antar dua daerah merupakan perbandingan terbalik antara besarnya massa wilayah yang bersangkutan dengan jarak keduanya. Dimana massa wilayah diukur dengan jumlah penduduk. Model interaksi spasial ini mempunyai kegunaan untuk:

1) Menganalisa gerakan antar aktivitas dan kekuatan pusat dalam suatu daerah. 2) Memperkirakan pengaruh yang ada dan ditetapkannya lokasi pusat

pertumbuhan terhadap daerah sekitarnya.

Interaksi antar kelompok masyarakat satu dengan kelompok masyarakat lain sebagai produsen dan konsumen serta barang-barang yang diperlukan menunjukkan adanya gerakan. Produsen suatu barang pada umumnya terletak pada tempat tertentu dalam ruang geografis, sedangkan para langganannya tersebar dengan berbagai jarak di sekitar produsen.

2.5. Penelitian Sebelumnya

Hadi (2004) melakukan penelitian dengan judul: Persepsi Komunitas Setempat Terhadap Perusahaan Pertambangan di Kawasan Batu Hijau Kabupaten Sumbawa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, dan teknik pengumpulan data menggunakan wawancara dan diskusi kelompok terarah. Populasi penelitian adalah anggota komunitas di sekitar lokasi pertambangan Batu


(51)

Hijau yang meliputi Kecamatan Jereweh dan Kecamatan Taliwang, dengan jumlah responden seluruhnya 150 orang. Persepsi tentang perusahaan diukur dari pengamatan dan pengalaman responden menyangkut keberadaan perusahaan. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif berbasiskan tabulasi, dan setelah diolah kemudian disajikan dalam bentuk tabel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anggota komunitas yang memiliki persepsi negatif terhadap perusahaan lebih banyak dari yang bersikap positif, sehingga dari keragaan persepsi komunitas tersebut dapat disimpulkan bahwa program pengembangan komunitas yang dilaksanakan perusahaan belum mampu menciptakan persepsi positif komunitas terhadap perusahaan. Hal ini disebabkan karena dalam program pengembangan komunitas perusahaan lebih berorientasi pada kegiatan fisik daripada mengupayakan perubahan perilaku komunitas melalui pendekatan budaya dan psikologis.

Siregar (2007) melakukan penelitian dengan judul: Persepsi Masyarakat

Terhadap Pembukaan Pertambangan Emas di Hutan Batang Toru (Studi Kasus di Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan). Penelitian dilaksanakan

dengan metode deskriptif, pada tingkat persepsi menggunakan skala Likert dan untuk melihat hubungan sosio-ekonomi terhadap persepsi masyarakat setempat tentang pembukaan pertambangan emas di Kawasan Hutan Batang Toru dengan

menggunakan korelasi Spearman Rank. Jumlah sampel sebanyak 80 KK.

Pengumpulan data dengan menggunakan kuisioner, wawancara, observasi dan studi literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Desa Aek Pining dan Desa Napa belum memiliki pengetahuan yang cukup baik tentang pertambangan dan hutan.


(52)

Masyarakat juga memandang positif keberadaan pertambangan di Kecamatan Batang Toru karena mampu meningkatkan pendapatan masyarakat, mengurangi pengangguran meskipun hal tersebut baru dirasakan sebagian masyarakat.

Suriansyah (2009), melakukan penelitian dengan judul: Dampak Pertambangan Terhadap Fungsi Ekonomi Lingkungan dan Pendapatan Masyarakat (Studi Kasus Pertambangan Bijih Besi PT Juya Aceh Mining di Kabupaten Aceh Barat Daya Propinsi NAD). Penelitian ini dilakukan dengan metode survey yang merupakan kombinasi dari “descriptive research” dan “problem solving research”.

Jumlah responden sebanyak 91 orang yaitu (20% dari populasi). Analisis data dilakukan secara kuantitatif, dan deskriptif dengan menggunakan teknik triangulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertambangan yang telah mengubah manfaat sumberdaya bersifat common pool goods yaitu sumberdaya yang dikuasai bersama

yang mampu menghasilkan tambahan pendapatan yang cukup nyata, menjadi sumberdaya alam bersifat private goods yaitu sumberdaya apabila dimanfaatkan oleh

individu-individu secara sendiri akan mengurangi jumlah yang tersedia bagi orang lain. Dengan berubahnya pemanfaatan sumberdaya alam tersebut sangat berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat, hal ini terbukti sebelum adanya pertambangan pendapatan rata-rata masyarakat Rp1.253.571/KK/bulan setelah adanya pertambangan menjadi Rp1.193.565/KK/bulan, penurunan pendapatan masyarakat dikarenakan oleh hilangnya lahan perkebunan dan pertanian serta akses pemanfaatan hutan. Kenyataan menunjukkan bahwa konversi lahan perkebunan dan hutan untuk KP (Kuasa Pertambangan) oleh PT Juya Aceh Mining bagi masyarakat yang


(53)

berdomisili di sekitar pertambangan tidak menguntungkan. Namun demikian dilihat dari segi persepsi terhadap kehadiran pertambangan, sebesar 56,1% masyarakat menunjukkan sikap setuju dan 35,2% masyarakat tidak setuju. Persepsi yang dikemukakan oleh masyarakat sangat tergantung pada dampak yang dirasakan dari hadirnya pertambangan. Masyarakat yang setuju karena merasakan dampak positif, atau tidak merasa dirugikan dengan kehadiran pertambangan. Sedangkan yang tidak setuju karena besarnya dampak negatif yang mereka rasakan seperti hilangnya lahan perkebunan dan pertanian, lapangan kerja serta akses ke hutan akibat dari kegiatan pertambangan.

2.6. Kerangka Pemikiran

Sosial - Pendidikan - Kesehatan

Ekonomi - Penyerapan

Tenaga Kerja - Kesempatan

berusaha

Pengembangan Wilayah Pertambangan

Emas


(54)

2.7. Hipotesis

1. Pertambangan emas berdampak positif terhadap sosial ekonomi masyarakat berdasarkan rata-rata pendapatan di Kecamatan Batang Toru.

2. Dampak sosial dan dampak ekonomi pertambangan emas berpengaruh positif terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Tapanuli Selatan, khususnya Kecamatan Batang Toru.


(55)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan Propinsi Sumatera Utara.

3.2. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat di Kecamatan Batang Toru yang terdiri dari 29 desa/kelurahan, dimana cakupan pertambangan emas meliputi 11 desa, yaitu: Kelurahan Wek I, Wek II, Desa Wek III, Wek IV, Telo, Napa, Kelurahan Perkebunan Batangtoru, Aek Pining, Desa Sumuran, Batu Hula, dan Desa Aek Pahu. Sampel dalam penelitian ini ditentukan sebanyak 10 orang setiap desa, sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 110 orang. Teknik sampling dilakukan secara random.

3.3. Data dan Sumber Data

Data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh melalui kuesioner dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Data primer terdiri dari Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari instansi-intansi terkait.


(56)

3.4. Metode Analisis

Data primer yang telah dikumpulkan melalui kuisioner terlebih dahulu diklasifikasi, ditabulasi, dan selanjutnya diolah sesuai dengan alat analisis yang dipakai.

1) Dampak pertambangan emas terhadap kondisi sosial dan ekonomi masyarakat Analisis dilakukan melalui uji beda rata-rata dampak sosial dan ekonomi masyarakat sebelum dan sesudah kehadiran pertambangan emas. Analisis uji beda rata-rata dilakukan dengan menggunakan rumus uji-t (Steel and Torrie, 1998) sebagai berikut:

t =

2 1 1 1

1 2 2

n n s

Y Y

+ −

dimana: 1

Y = rata-rata kondisi sosial dan ekonomi sebelum kehadiran pertambangan emas

(pertambangan emas mulai melakukan kegiatan secara aktif sejak awal tahun 2003 di Batang Toru).

2

Y = rata-rata kondisi sosial dan ekonomi setelah kehadiran pertambangan emas

s2 = varians gabungan n = banyak sampel


(57)

2) Pengaruh tambang emas (sosial dan ekonomi) terhadap pengembangan wilayah Analisis dilakukan dengan menggunakan regresi berganda dengan rumus sebagai berikut:

Y = b0 + b1X1 + b2X2 + e

Di mana :

Y = Pengembangan wilayah X1 = Dampak sosial

X2 = Dampak ekonomi

b0 = Konstanta

b1,b2 = Koefisien Regresi

e = term of error

Kemudian dilanjutkan dengan uji sebagai berikut: a. Uji F (Uji serentak)

Pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat diuji dengan tingkat kepercayaan 95 % atau α = 0,05. Kriteria pengujian hipotesis untuk uji serempak:

H0 : b1,b2 = 0; dampak sosial dan dampak ekonomi dari pertambangan emas

tidak berpengaruh terhadap pengembangan wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan.

H1 : b1,b2 ≠ 0, sosial dan dampak ekonomi dari pertambangan emas

berpengaruh terhadap pengembangan wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan.


(58)

Rumus:

F =

) 1 k n ( / JKres K / reg JK − − Di mana:

K = jumlah variabel n = jumlah sampel

JK reg = jumlah kuadrat regresi JK res = jumlah kuadrat residu

Ketentuan: H0 diterima jika Fhitung ≤ Ftabel, H0 ditolak jika Fhitung≥ Ftabel.

b. Uji t (Uji parsial)

Kriteria hipotesis adalah:

H0 : bi = 0; dampak sosial dan dampak ekonomi dari pertambangan emas

secara parsial tidak berpengaruh terhadap pengembangan wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan.

H1 : bi ≠ 0, dampak sosial dan dampak ekonomi dari pertambangan emas

secara parsial berpengaruh terhadap pengembangan wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan. Rumus: β = se b t Dimana :

b = koefisien regresi


(59)

Ketentuan: H0 di terima jika thitung < ttabel; H0 di tolak jika thitung > ttabel.

3.5. Batasan Operasional

Untuk mengarahkan dan menghindari salah pengertian dalam pelaksanaan penelitian ini, maka dibuat batasan operasional. Khusus untuk dampak sosial, dibatasi hanya pada dua indikator, yaitu pemenuhan pendidikan dan pemenuhan kesehatan. Selanjutnya batasan operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1. Definisi Operasional Variabel

No. Variabel Definisi Operasional Indikator Pengukuran

1 Dampak sosial Perubahan sosial yang terjadi di tengah

masyarakat sebagai akibat dari suatu aktivitas pembangunan atau usaha.

1.Ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan 2.Ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan Skala Interval (1 – 5)

2 Dampak ekonomi Perubahan ekonomi masyarakat sebagai akibat dari suatu aktivitas pembangunan atau usaha

1.Penyerapan tenaga kerja

2.Kesempatan berusaha

Skala Interval (1 – 5)

3 Pengembangan wilayah

Peningkatan sarana dan prasarana wilayah yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk meningkatkan kemajuan suatu wilayah 1.Demografi 2.Aksebilitas wilayah (transportasi, komunikasi) 3.Pelayanan kesehatan, pendidikan, ekonomi Skala Interval (1 – 5)


(60)

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum

4.1.1. Geografis dan Administratif

Kabupaten Tapanuli Selatan terletak pada posisi 0058’35” Lintang Utara dan 98042’50”–99034’16” Bujur Timur, dengan luas wilayah 4.367,05 km2. Batas wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan adalah sebagai berikut: sebelah utara dengan Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kabupaten Tapanuli Utara, sebelah timur dengan Kabupaten Padang Lawas Utara dan Kabupaten Padang Lawas, sebelah selatan dengan Kabupaten Mandailing Natal, serta sebelah barat dengan Kabupaten Mandailing Natal dan Samudra Indonesia. Ketinggian wilayah 0-1900 meter dari permukaan laut.

Kabupaten Tapanuli Selatan memiliki iklim tropis. Berdasarkan pengamatan Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Tapanuli Selatan tahun 2008 menunjukkan rata-rata curah hujan 296 mm per bulan dengan curah hujan tertinggi pada bulan Desember (469 mm) dan curah hujan terendah pada bulan Mei (106 mm). Hari hujan per bulan rata-rata 16 hari dengan kisaran 8-23 hari.

Kabupaten Tapanuli Selatan terdiri dari 12 Kecamatan, dengan luas wilayah masing-masing kecamatan adalah sebagai berikut (Tabel 4.1)


(61)

Tabel 4.1. Luas Wilayah Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Selatan

No. Kecamatan Luas (Km2)

Rasio terhadap Luas Kabupaten

(%)

01. Batang Angkola 474,70 10,87

02. Sayurmatinggi 519,60 11,90

03. Angkola Timur 286,40 6,56

04. Angkola Selatan 301,31 6,90

05. Angkola Barat 413,60 9,47

06. Batang Toru 384,20 8,80

07. Marancar 86,88 1,99

08. Sipirok 577,18 13,22

09. Arse 248,75 5,70

10. Saipar Dolok Hole 474,13 10,86

11. Aek Bilah 327,17 7,49

12. Muara Batang Toru 273,13 6,25

Jumlah 4.367,05 100,00

Sumber: Kabupaten Tapanuli Selatan Dalam Angka, 2009.

Kecamatan Batang Toru sebagai lokasi pertambangan emas adalah salah satu dari 12 kecamatan di wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan. Wilayah Kecamatan Batang Toru meliputi 27 desa dan 2 kelurahan. Secara geografis Kecamatan Batang Toru terletak antara : 01023’18” – 01042’09” Lintang Utara dan 99049’58” – 99011’29” Bujur Timur. Batas wilayah Kecamatan Batang Toru adalah:

1. Sebelah timur dengan Kecamatan Sipirok dan Kecamatan Marancar

2. Sebelah barat dengan Kecamatan Angkola Barat dan Kab. Tapanuli Tengah 3. Sebelah utara dengan Kab. Tapanuli Utara dan Kab. Tapanuli Tengah 4. Sebelah selatan dengan Kecamatan Angkola Barat.


(62)

Secara administratif, Kecamatan Batang Toru terdiri dari 29 desa dengan luas wilayah 281,77 km2. Luas desa di Kecamatan Batang Toru adalah sebagai berikut (Tabel 4.2).

Tabel 4.2. Luas Wilayah Kecamatan Batang Toru Berdasarkan Desa

No. Desa Luas (Km2)

Rasio terhadap Luas Kecamatan

(%)

1 Hapesong Lama 7,15 2,54

2 Perk. Hapesong 40,00 14,20

3 Padang Lancat 8,15 2,89

4 Sialang 4,15 1,47

5 Siloung 3,75 1,33

6 Sisoma Jae 8,15 2,89

7 Parinduhan 5,73 2,03

8 Singgunan 6,10 2,16

9 Huta Baru 7,00 2,48

10 Siagian 5,50 1,95

11 Sipenggeng 9,15 3,25

12 Hapesong Baru 10,15 3,60

13 Sigala-gala 5,29 1,88

14 Perk. Batang Toru 39,00 13,84

15 Telo 5,35 1,90

16 Wek III Batang Toru 4,15 1,47 17 Wek II Batang Toru 3,50 1,24 18 Wek I Batang Toru 4,00 1,42 19 Wek IV Batang Toru 4,15 1,47

20 Napa 8,35 2,96

21 Aek Pining 9,10 3,23

22 Sumuran 10,15 3,60

23 Perk. Aek Pahu 5,51 1,96

24 Batu Hula 7,35 2,61

25 Aek Ngadol 8,10 2,87

26 Sitinjak 6,15 2,18

27 Huta Godang 10,10 3,58

28 Garoga 9,95 3,53

29 Batu Horing 26,59 9,44

Jumlah 281,77 100,00


(63)

4.1.2. Demografi

Jumlah penduduk di Kecamatan Batang Toru pada tahun 2009 adalah sebanyak 29.111 jiwa, yang terdiri dari 14.707 jiwa laki-laki dan 14.404 jiwa perempuan. Persebaran penduduk berdasarkan jenis kelamin di Kecamatan Batang Toru adalah sebagai berikut (Tabel 4.3).

Tabel 4.3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

No. Desa Jumlah KK Laki-laki (Jiwa)

Perempuan (Jiwa)

Jumlah Penduduk

1 Hapesong Lama 305 623 585 1.208

2 Perk. Hapesong 274 588 548 1.136

3 Padang Lancat 261 513 529 1.042

4 Sialang 67 151 149 300

5 Siloung 74 186 167 353

6 Sisoma Jae 98 157 157 314

7 Parinduhan 44 100 107 207

8 Singgunan 249 513 516 1.029

9 Huta Baru 117 236 221 457

10 Siagian 45 80 84 164

11 Sipenggeng 266 523 509 1.032

12 Hapesong Baru 521 1.264 1.241 2.505

13 Sigala-gala 131 278 262 540

14 Perk. Batang Toru 260 538 484 1.022

15 Telo 117 239 238 477

16 Wek III Batang Toru 236 508 541 1.049

17 Wek II Batang Toru 328 747 761 1.508

18 Wek I Batang Toru 318 745 731 1.476

19 Wek IV Batang Toru 244 823 784 1.607

20 Napa 288 853 860 1.713

21 Aek Pining 527 1.352 1.287 2.639

22 Sumuran 250 631 610 1.241

23 Perk. Aek Pahu 58 122 110 232

24 Batu Hula 189 436 422 858

25 Aek Ngadol 164 353 353 706

26 Sitinjak 62 117 141 258

27 Huta Godang 345 820 807 1.627

28 Garoga 187 391 393 784

29 Batu Horing 381 820 807 1.627

Jumlah 6.406 14.707 14.404 29.111


(1)

dan Good Governance, Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS), Banjarmasin 21 Maret 2006.

Sukirno, Sadono. 1996. Pengantar Teori Makro Ekonomi. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Suriansyah, Erlan Aan. 2009. Dampak Pertambangan Terhadap Fungsi Ekonomi Lingkungan dan Pendapatan Masyarakat (Studi Kasus Pertambangan Bijih Besi PT Juya Aceh Mining di Kabupaten Aceh Barat Daya Propinsi NAD). Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.

Suryana. 2000. Ekonomi Pembangunan (Problematika dan Pendekatan). Salemba Empat, Jakarta.

Supomo, 2000. Model Gravitasi sebagai Alat Pengukur Hiterland dari Central Place: Satu Kajian Teoritik. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Vol. 15. Hal 414-423. UGM, Yogyakarta

Suyatno, Prasetyo, 2000. Analisa Econimic Base terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah Tingkat II Wonogiri : Menghadapi Implementasi UU No. 22/1999 dan UU No. 25/1999. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 1. No. 2. Hal. 144-159. UMS, Surakarta.

Tangdilintin, Paulus, 1999. Pembangunan Sosial: Respon Dinamis dan Komprehensif Terhadap Situasi Krisis Suatu Catatan Bagi Sistem Ekonomi Kerakyatan. Pidato Pengukuhan Guru Besar FISIP UI, Jakarta.


(2)

Lampiran 1.

KUESIONER PENELITIAN

Bapak/Ibu yang terhormat,

Pertanyaan yang ada dalam kuesioner ini hanya semata-mata untuk keperluan pengumpulan data dalam rangka penulisan tesis yang berjudul:

ANALISIS DAMPAK PERTAMBANGAN EMAS TERHADAP SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI KECAMATAN BATANG TORU KABUPATEN TAPANULI SELATAN, pada Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Kami mengharapkan agar bapak/ibu para responden bersedia :

1. Menjawab semua pertanyaan ini sesuai dengan pendapat para responden dengan sejujur-jujurnya, dan perlu dketahui bahwa jawaban dari kuesioner ini tidak berhubungan dengan benar atau salah.

2. Mengisi identitas sesuai dengan data yang sesungguhnya.

3. Memilih jawaban dengan cara memberi tanda (X) pada jawaban yang dianggap paling sesuai menurut responden.

Semua jawaban yang Bapak/Ibu/Saudara/i berikan terjamin kerahasiaannya dan semata-mata hanya untuk kepentingan ilmiah dalam rangka penyelesaian tesis.

Adapun sedikit banyak hal ini akan menyita waktu dan mengganggu kenyamanan Bapak/Ibu/Saudara/i dalam bekerja, untuk itu kami mohon maaf dan mengucapkan terimakasih atas kesediannya.


(3)

A. Petunjuk :

1. Isilah jawaban pertanyaan dengan kondisi yang sebenarnya untuk pertanyaan isian.

2. Berikan tanda silang (x) untuk pilihan jawaban yang tersedia yang menurut bapak/ibu paling sesuai.

Pilihan jawaban:

1. Sangat Setuju (SS)

2. Setuju (S)

3. Kurang Setuju (KS) 4. Tidak Setuju (TS) 5. Sangat Tidak Setuju (STS)

3. Jawaban kuesioner ini hanya untuk tujuan penelitian dan tidak akan dipublikasikan.

Nomor Responden : ... (diisi peneliti)

B. Identitas Responden

No. Uraian Jawaban

1. Jenis kelamin L / P

2. Umur tahun

3. Pendidikan terakhir 4. Pekerjaan saat ini

5. Besar penghasilan sebelum ada pertambangan emas

6. Besar penghasilan setelah ada pertambangan emas

C. Dampak Sosial Setelah Kehadiran Pertambangan Emas

No. Pernyataan SS S KS TS STS

1. Ketersediaan prasarana pendidikan bertambah 2. Terjadi peningkatan kualitas tenaga pendidik 3. Kemampuan untuk memenuhi uang sekolah


(4)

4. Kemampuan untuk membeli buku-buku pelajaran anak lebih baik

5. Kebutuhan-kebutuhan lainnya untuk anak di sekolah dapat saya penuhi

6. Ketersediaan prasarana kesehatan bertambah 7. Perusahaan memberikan pemberdayaan

kesehatan kepada masyarakat

8. Terjadi peningkatan kualitas tenaga kesehatan

D. Dampak Ekonomi Setelah Kehadiran Pertambangan Emas

No. Pernyataan SS S KS TS STS

1. Usaha pertambangan emas membuka

kesempatan kerja yang cukup besar di daerah ini

2. Tingkat penyerapan tenaga kerja pada usaha pertambangan emas di daerah ini cukup tinggi 3. Tenaga kerja lokal mendapat prioritas untuk

bekerja di perusahaan

4. Upah yang diterima karyawan perusahaan sesuai dengan harapan masyarakat

5. Pertambangan emas mengakibatkan

peningkatan aktivitas usaha yang telah ada di daerah ini

6. Usaha pertambangan emas meningkatkan penghasilan responden

7. Pertambangan emas menumbuhkan peluang usaha lain bagi masyarakat di desa ini 8. Perusahaan melakukan program

pengembangan ekonomi masyarakat di daerah ini


(5)

114

E. Pengembangan Wilayah

No. Pernyataan SS S KS TS STS

1. Jumlah penduduk di daerah ini mengalami peningkatan

2. Perusahaan mengakibatkan perubahan kondisi jalan

3. Perusahaan menambah infrastruktur jalan 4. Terjadi pertambahan sarana transportasi 5. Sarana transportasi dari dan ke daerah ini

sudah lancar

6. Pemasaran hasil-hasil produksi dari daerah ini cukup baik

7. Jaringan telekomunikasi ke daerah ini menjadi lebih baik

8. Terjadi kemudahan komunkasi dari dan ke daerah ini

9. Pelayanan kesehatan di daerah ini sudah cukup baik

10. Fasilitas pendidikan di daerah ini sudah cukup baik


(6)

Dokumen yang terkait

Analisis Dampak Keberadaan PT.Agincourt Resources Terhadap Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan

2 36 107

Analisis Dampak Sosial dan Kawasan Ekonomi Khusus Penggalian Tambang Emas di Kec. Batang Toru Kab. Tapanuli Selatan

9 67 87

Analisis Dampak Keberadaan PT. Agincourt Resources Terhadap Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan

3 67 85

Analisis Dampak Keberadaan PT. Agincourt Resources Terhadap Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan

0 43 85

Persepsi Masyarakat Terhadap Pembukaan Pertambangan Emas Di Hutan Batang Toru (Studi Kasus Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan)

2 48 94

DAMPAK PERTAMBANGAN EMAS RAKYAT TERHADAP SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI DESA HUTABARGOT NAULI KECAMATAN HUTABARGOT KABUPATEN MANDAILING NATAL.

7 42 29

KATA PENGANTAR - Analisis Dampak Keberadaan PT.Agincourt Resources Terhadap Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan

0 4 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pertambangan - Analisis Dampak Sosial dan Kawasan Ekonomi Khusus Penggalian Tambang Emas di Kec. Batang Toru Kab. Tapanuli Selatan

0 0 17

Analisis Dampak Keberadaan PT. Agincourt Resources Terhadap Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan

0 0 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pertambangan - Analisis Dampak Keberadaan PT. Agincourt Resources Terhadap Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan

0 0 20