ARTI DAN MAKNA BATOMBE RATAPAN

90 dimaksud dengan amanat disini lebih banyak berupa nasehat lisan, disamping dapat juga berarti amanat benda titipan. Baik amanat berupa nasehat, maupun amanat berupa benda, maka janganlah sampai dilupakan. Kalau nasehat lisan jadikanlah pedoman hidup didunia ini, jangan dilupakan sesuai dengan kata pusaka.

4.3 ARTI DAN MAKNA BATOMBE RATAPAN

BATOMBE Dalam Bahasa Indonesia Jiko dikaka sidaun pandan, Jatuah badarai sibungo lado. Jiko dikana si untuang badan, Jatuah badarai si aie mato. Kalau ditabur sidaun pandan, Jatuh berderai sibunga lada cabe. Kalau dikenang siuntung badan, Jatuh berderai si air mata. Makna sampiran : Daun pandan biasanya dipergunakan untuk membuat tikar, pembuat topi, tas, dan sebagainya. Untuk itu daun pandan itu dibelah jadi lembaran kecilpanjang, lalu dikeringkan. Cara mengeringkannya dengan dijemur dibawah sinar matahari, biasanya dipekarangan rumah. Cara menjemur itu ialah dengan “dikaka”atau ditaburkan, secara merata, sehingga tidak ada yang menumpuk. Setiap lembaran daun itu diusahakan mendapat penyinaran yang sama, sehingga tingkat kekeringannya sama, merata. Jatuah badarai sibungo lado, maksudnya adalah bunga cabe, yang banyak jatuh ketanah berderai-derai sebelum menjadi buah. Cabe yang disukai oleh orang Minangkabau sekarang dikenal dengan cabe keriting, lebih pedas dari cabe biasa yang terdapat di Jawa, kecuali cabe rawit. Bila cabe tersebut ditanam dan dipelihara dengan baik, tumbuhnya subur dan bunganya banyak sekali. Akan tetapi kebiasaannya bunga cabe itu sangat mudah gugur sebelum membentuk Universitas Sumatera Utara 91 buah, sehingga yang sampai menjadi buah itu jumlahnya tidak banyak. Sifat bunga yang mudah berguguran itu, dimanfaatkan oleh pencipta lagu ini untuk diabadikan. Makna isi pantun : Pantun ini menggambarkan seseorang yang dalam hidupnya sudah banyak mengalami “parasaian”atau penderitaan. Bila pada suatu waktu hidupnya sudah mulai membaik, kemudian dia merenungkan penderitaannya yang pernah dialami pada masa sebelumnya, maka air matanya akan keluar berguguran berderai-derai. Dia sedih mengenang kembali penderitaan hidup yang pernah dialaminya itu. Namun mungkin pula nasibnya itu tidak pernah membaik, sehingga pada waktu penderitaannya sudah hampir tak tertahankan, dia termenung mengenang berbagai penderitaan yang telah dan sedang dialaminya, dan meratapi bagaimana dan mengapa nasibnya selalu dirundung malang seperti itu. BATOMBE Dalam Bahasa Indonesia Makan cubadak baulam manggih, Manggih dimakan dalam parahu. Dilua galak didalam tangih, Indaklah ado urang nan tahu. Makan cempedak berulam manggis, Manggis dimakan dalam perahu. Diluar gelak didalam tangis, Tidaklah ada orang yang tahu. Makna sampiran : Makan buah cempedak atau nangka sebagai hidangan utama waktu itu, dan makan buah manggis sebagai selingan. Sedangkan buah manggis itu dimakan didalam perahu. Ini semua sebenarnya tidak mempunyai kaitan pengertian, hanya sekadar untuk mendapatkan persamaan bunyi saja. Makna isi pantun : Universitas Sumatera Utara 92 Diluar gembira, didalam menangis, tidaklah ada orang yang tahu. Ini adalah gambaran seseorang yang sangat pandai menyembunyikan kesedihannya. Kelihatan dari luar dia biasa saja, malah gembira ria, sementara dia sebenarnya sedang ditimpa oleh penderitaan yang berat, kesulitan besar atau kemalangan yang menyedihkan. Dia hanya menangis didalam hati, sehingga kesedihannya itu tidak ada orang yang tahu. Ada kemungkinan dia berbuat seperti itu, karena dia merasa malu, kalau penderitaannya diketahui orang lain, dari itu dia berusaha sekuat tenaga untuk menyembunyikannya. Adakalanya memang penderitaan itu dapat berupa aib yang memalukan bila diketahjui oleh orang lain. Ada pula kemungkinan orang itu tidak mau menyusahkan orang lain dengan penderitaan yang ditanggungkannya, maka dia pendam saja sendiri, dia selesaikan sendiri, walaupununtuk itu dia sangat sedih dan berusaha keras, namun dari luar, dari tingkah lakunya sehari hari tidak kelihatan. Namun pada umumnya pantun ini ditujukan kepada seorang anak muda yang menderita, bersedih hati, karena cintanya kepada seorang gadis tidak berbalas. Dia bertepuk sebelah tangan. Gadis idamannya itu tidak membalas cintanya, malah segera akan menikah dengan orang lain. Atau mungkin juga orang tua gadis itu tidak setuju mengambilnya sebagai menantu. Untunglah sang pemuda ini tidak berputus asa, tidak cengeng, bagaimanapun sakit hatinya, namun tidak pernah diperlihatkannya diluar. Dia berusaha mempertahankan harga dirinya, dia yakin penderitaan yang dialaminya dalam bathin itu suatu waktu akan habis, dan dia akan menemukan satu jalan keluar yang mungkin malah lebih baik. BATOMBE Dalam Bahasa Indonesia Universitas Sumatera Utara 93 Mandi ka Lubuak Maralian, Dapeklah udang tali-tali. Mabuak untuang jo parasaian , Patang disangko pagi hari. Mandi ke Lubuk Maralian, Dapatlah udang tali-tali. Mabuk untung dan parasaian, Petang disangka pagi hari. Makna sampiran : Bila pada sebuah sungai terdapat aliran air yang tenang, pada tempat yang datar dan sungainya melebar disitu, airnya dalam, maka itu dinamakan lubuk. Biasanya lubuk itu digunakan untuk mandi, biasanya kalau anak-anak suka melompat dari pinggir sungai kedalam lubuk, lalu berenang beramai-ramai. Kadang-kadang diiringi dengan perang air sambil mandi itu, satu permainan yang mengasikkan. Sepanjang aliran sungai dapat dijumpai beberapa buah lubuk. Sedangkan lubuk dalam pantun ini bernama Lubuk Maralian, mungkin terletak dekat pemukiman penduduk. Disebelah kehulu atau disebelah kehilir dari lubuk itu biasanya terdapat batu-batu sungai yang banyak dan aliran air diantara batu- batu itu agak deras. Pada batu-batuan itulah biasanya anak-anak akan mencari ikan dengan tangan kosong, kalau dikampung saya pekerjaan mencari ikan dicelah batu dengan tangan kosong itu namanya “mendehe”. Ikan-ikan kecil yang biasanya terdapat dibebatuan itu adalah udang, tali-tali {sebangsa ikan kecil tidak bertulang, kira-kira 5 cm panjangnya dan situkah bentuknya seperti ikan lele akan tetapi ukurannya kecil. Karena airnya deras maka ikan-ikan kecil itu tidak berenang bebas diair, tetapi selalu berpegangan pada batu. Oleh sebab itulah maka mudah ditangkap dengan tangan kosong. Sampiran dari pantun ini menggambarkan situasi diatas, yaitu mandi ke Lubuk Maralian, sambil menangkap ikan, dan didapatkan udang dan tali-tali. Tidak dikatakan mendapat situkah, sebab situkah itu memang agak liar dan dikiri- kanan kepalanya ada duri kecil yang tajam. Pekerjaan ini dikerjakan oleh anak- Universitas Sumatera Utara 94 anak sambil mandi, kalau orang dewasa akan menangkap ikan yang lebih besar dengan jaring atau pancing. Makna isi pantun : Mabuak untuang jo parasaian, dialami oleh seseorang yang selalu dirundung malang, demikian banyak atau berat penderitaan yang dialaminya, sampai dikatakan dia sebagai telah mabuk tidak sadar lagi, pikirannya sudah kacau, pasrah, tak tahu lagi apa yang akan dikerjakannya. Dia tidak tahu lagi membedakan hari, sehingga sore hari disangkanya masih pagi. Pantun ini mengisyaratkan bahwa seseorang yang sedang mengalami kesusahan atau penderitaan berat, pikirannya bisa tidak normal. Perkataan sore hari disini dapat pula berarti kiasan, jadi bukanlah dalam arti yang sebenarnya. Arti yang sebenarnya dapat berupa seseorang yang sudah lanjut usianya, sudah pensiun, sudah tak ada kegiatan lagi, karena tenaga sudah berkurang. Dalam bahasa kiasan Minangkabau lainnya orang ini dapat pula disebut : “alah laruik sanjo” yang artinya sudah rembang petang. Cahaya matahari sudah mulai memerah dibagian Barat dan tak lama lagi pasti akan tenggelam atau terbenam, tak kelihatan lagi. Bila seseorang sudah tua seperti itu, namun masih merasa muda juga, tingkah lakunya serta perkataannya masih seperti orang muda, dikatakan bahwa bagi orang itu sebenarnya hari sudah sore, namun dia masih mengganggap masih pagi. Dengan kata ungkapan Minangkabau lainnya disebut: “indak tahu diuntuang”.Disamping hal yang disebut diatas, hal tersebut dapat pula dimisalkan kepada seseorang yang sebenarnya miskin tak berpunya, akan tetapi dia tidak menyadari kemiskinannya itu, dia tetap saja berlagak sebagai orang kaya. Atau Universitas Sumatera Utara 95 bisa juga ibarat seseorang yang sebenarnya tidak banyak tahu, akan tetapi dia masih berlagak seperti orang pintar, yang mengetahui segalanya. BATOMBE Dalam Bahasa Indonesia Kapulau kito kapulau, Kapulau manjarieng udang. Samaso iduik dapek bagurau, Kok alah mati tabarieng surang. Kepulau kita kepulau, Kepulau menjaring udang. Semasa hidup dapat bergurau, Kalau sudah mati terbaring surang. Makna sampiran : Kapulau kito kapulau, kapulau menjaring udang, adalah merupakan suatu ajakan untuk pergi beramai-ramai kepulau, dengan tujuan untuk menangkap udang. Ini adalah satu kebiasaan masyarakat yang berdomisili ditepi pantai, yang gemar menagkap udang dan pergi berlayar kepulau-pulau terdekat. Jadi pantun ini di buat oleh masyarakat pesisir, mungkin oleh orang Tiku, orang Pariaman, Batangkapeh, Surantieh, Painan atau Balai Selasa, yang ransangan seninya terpancing dengan adanya laut dan pulau-pulau kecil ditengah laut itu. Kecil kemungkinan pantun ini dibuat oleh orang Padang, walaupun kota Padang itu terletak ditepi pantai. Sebab Padang itu sudah kota besar, semua orang sibuk, asosiasinya lebih didominasi oleh hal-hal yang terkait dengan materi. Juga sangat kecil kemungkinan pantun ini berasal dari daerah “darek” Bukittinggi, Payakumbuh, Padangpanjang, Batusangkar dan sekitarnya, karena didaerah ini tidak ada laut dan tidak ada pulau-pulau. Makna isi pantun : Isi dari pantun ini menerangkan dan membandingkan kehidupan didunia ini dengan apabila kita telah mati kelak. Dikatakan bahwa semasa hidup didunia ini dapat bergurau, sedangkan apabila telah mati kelak, tak ada lagi teman tempat bergurau, hanya terbaring sendirian didalam kubur. Sasaran dari pantun ini lebih Universitas Sumatera Utara 96 terarah kepada ajakan untuk memikirkan bagaimana kita nanti kalau sudah mati. Selama masih hiudup didunia ini ada isteri, ada anak, cucu, teman dan sebagainya. Dengan mereka kita dapat bersendagurau, bertukar pikiran, saling tolong menolong, berdiskusi dan sebagainya. Diantara mereka itu ada yang sangat sayang kepada kita, sangat menghormati kita, akan tetapi tidak seorangpun diantara mereka yang mau ikut dengan kita dikubur bersama apabila kita telah mati. Memang ada kata-kata mutiara yang suda dijanjikan oleh sepasang kekasih yang sedang bercintaan, yaitu janji untuk sehidup semati. Akan tetapi itu hanya sekedar ucapan dimulut saja, tidak sampai kehati dan tidak akan dilaksanakan oleh siapapun. Paling banter orang akan meratapi kematian seseorang dan mengantarkannya keliang kubur. Setelah selesai segala sesuatunya, maka kubur dan mayat yang terbaring diliang lahat, akan ditimbun dengan tanah, lalu semua orang akan pulang, termasuk isterisuami tercinta, anak cucu tersayang. Maka tinggallah orang yang mati itu “tabarieng sorang”. Hal ini adalah suatu kejadian yang biasa terjadi dan pasti terjadi pada semua orang. Firman Allah SWT dalam Kitab Suci Al-Qur’an : “Qullu nafsin zaa ikatul maut.” Semua yang bernafas akan mati, adalah suatu hal yang muthlak, yang pasti terjadi. Secara tidak langsung pantun diatas, memperingatan bahwa semua yang kita cintai didunia ini akan ditinggalkan semuanya, dan kita akan pergi sendirian kealam barzah dan alam akhirat. Maka dari itu carilah bekal yang akan dapat dibawa keakhirat itu nanti, yang berupa milik sejati, teman sejati yang akan dapat dimanfaatkan dan dapat menemani kita nanti diakhirat. Kalau orang Padang terkenal sebagai perantau, dan dirantau itu dia berusaha sekuat tenaga mengumpulkan harta yang sewaktu-waktu Universitas Sumatera Utara 97 dapat dibawa pulang kampuang, maka kita hidup didunia inipun ibaratnya hidup diperantauan. Kampung kita yang asli, kekal dan abadi, bukan didunia ini. Carilah, kumpulkanlah bekal sebanyak-banyaknya selagi hidup didunia untuk nanti akan dibawa “pulang kampuang”, bila telah tiba waktunya. Jangan sebaliknya yang dikerjakan, yaitu membuat hutang sebanyak-banyaknya di dunia, yang nanti pasti harus dibayar diakhirat. BATOMBE Dalam Bahasa Indonesia Urang Padang mandi kagurun, Mandi bakusuak bungo palo. Hari patang mato-ari turun, Dagang baurai aie mato. Orang Padang mandi kegurun. Mandi bergosok bunga pala. Hari petang matahari turun, Dagang ber urai air mata. Makna sampiran : Orang Padang mandi kegurun, adalah suatu hal yang luar biasa, sebab kebiasaan orang Padang itu mandi berenang dilaut, atau dengan air sumur, sebab didataran Padang itu permukaan air tanah dangkal. Tapi memang ada tampat mandi umum di Lubuk Minturun, pada sebuah sungai besar yang ada disitu. Tapi kalau orang-orang yang tinggal dipedalaman memang suka mandi digurun. Sebab dilembah-lembah antar dua bukit selalu ada sungai atau anak sungai atau anak air, yang bisa dibendung dibagian hulu lalu dibuat pancuran bamboo untuk air mandi. Mandi bakusuak bungo palo, hanyalah digunakan untuk merndapatkan kesamaan bunyi, sebab boleh dikatakan tidak biasa orang menggunakan bunga pala untuk membersihkan badannya waktu mandi, yang ada hanya bunga rampai. Makna isi pantun : Hari petang matahari turun, dagang berurai air mata. Ini adalah suatu ungkapan perasaan yang pada umumnya dirasakan oleh orang-orang yang Universitas Sumatera Utara 98 bernasib kurang baik, banyak menanggung penderitaan atau parasaian, apalagi kalau sedang berada dirantau orang. Diwaktu senja hari, dimana matahari sudah menurun dan segera akan memasuki peraduannya, kelihatan warna langit mulai berobah dari warna biru bersih, kemerah-merahan, terus jadi merah dongker, akhirnya gelap. Pada waktu itu sebenarnya bagi seorang seniman, akan merupakan saat yang baik untuk melamun dan mencari inspirasi guna menciptakan satu karya seni. Pada waktu itu sebenarnya pemandangan indah sekali, apalagi kalau langit bersih tidak berawan. Kita duduk pada suatu tempat yang agak ketinggian, memandang kelaut lepas arah ke Barat, tempat matahari terbenam, sungguh sangat menggugah perhatian, akan menimbulkan pikiran bermacam-macam tergantung pengalaman seseorang. Bagi orang yang hidupnya kurang beruntung, tambah lagi dililit masalah, suasana yang demikian itu akan menambah sedih hatinya, yang menyebabkan dia berurai air mata. Selain dari itu pantun ini juga menggambarkan watak orang Minangkabau pada umumnya yang tidak menyukai hari sore, karena sore itu sebagai pertanda bahwa malam akan dating. Pada malam hari biasanya tidak banyak aktifitas yang bisa dilakukan, kebanyakan waktu akan terbuang percuma untuk tidur. Bagi orang Minangkabau, kalau bisa hari itu pagi terus, tidak ada sorenya, atau siang itu lebih lama. Dengan demikian maka mereka akan punya waktu lebih banyak untuk berusaha. Jadi kebanyakan orang Minangkabau lebih suka menyambut pagi dari pada menyambut sore. Kebiasaan orang Minangkabau terutama yang tinggal dipedesaan, adalah bangun pagi. Setelah shalat subuh, mereka tidak tidur lagi, tapi terus bekerja mengerjakan apasaja dipekarangan sampai waktu makan pagi, sekitar jam 7,oo wib. Segera Universitas Sumatera Utara 99 setelah sarapan mereka pergi kesawah atau keladang, untuk bercocok tanam. Ternyata tenaga pada pagi hari itu jauh lebih produktif, karena badan masih segar dan matahari belum terlalu panas. BATOMBE Dalam Bahasa Indonesia Palupuah ikannyo banyak, Dibaliek aua nan baduri. Hati rusuah bimbang kok banyak, Dima karajo kamanjadi. Palupuh ikannya banyak, Dibalik aur yang berduri. Hati rusuh bimbang kok banyak, Dimanalah kerja akan menjadi. Makna Sampiran : Palupuh adalah sebuah desa yang terletak 25 Km dari Bukittinggi pada jalan menuju Medan dan adalah kampung penulis sendiri. Lokasi desa ini persis pada pertemuan dua buah sungai, Dizaman dulu sungai ini banyak ikannya, sehingga kedai nasi dipasar Palupuh itu terkenal dengan gulai ikannya. Kendaraan yang meliwati jalan raya Bukittinggi–Medan biasanya singgah disini untuk makan gulai ikan sungai namanya ikan garieng. Pada sebuah lubuk yang cukup besar, ikannya dilarang diambil, dibiarkan saja berkembang biak, sehingga jumlahnya sudah sangat banyak dan besar-besar. Lubuk ini terletak dipinggir jalan dan menjadi semacam tempat wisata yang banyak dikunjungi orang. Sebagian dari pinggiran lubuk tersebut ditumbuhi oleh tumbuhan aur sebangsa bambu yang berduri. Pada zaman Jepang, ikan yang ada dilubuk tersebut mulai habis, karena ditembaki dan digranat oleh tentara Jepang. Sekarang ini ikan dilubuk itu dan ikan disungai pada umumnya hampir tidak ada lagi artinya, semenjak intensifikasi penanaman padi sawah, yang banyak menggunakan racun, juga telah meracuni sungai. Universitas Sumatera Utara 100 Makna isi pantun : Isi dari pantun ini juga menyangkut dengan penderitaan atau parasaian, yang selalu berhati rusuah sedih. Kesedihan itu bila diiringi dengan bimbang atau ragu-ragu dalam bertindak, akan menyebabkan pekerjaannya atau usahanya tidak akan berhasil. Dan kegagalan usahanya itu akan menambah kesedihan atau penderitaannya. Pantun ini juga menasehatkan agar jangan ragu-ragu dalam bertindak, harus tegas dan bersungguh sungguh. Suatu rencana pekerjaan yang telah dipersiapkan dengan matang, terperinci dengan dasar pemikiran yang kuat, harus dilaksanakan dengan bersungguh-sungguh, tidak boleh ragu atau bimbang. Hal ini lebih diutamakan lagi kepada orang yang kehidupannya tidak terlalu baik. Dia harus memikirkan apa yang akan dilakukannya yang realistis, sesuai dengan kesanggupannya dan melaksanakannya tampa ragu. Biasanya orang yang kehidupannya payah, akan lebih suka bermenung dan berangan-angan, dengan memikirkan sesuatu yang muluk-muluk yang tidak akan mungkin bisa didapatnya. Berusahalah mulai dari yang kecil dulu sesuai kemampuan, lalu secara bertahap, dengan ketekunan tampa bimbang, mulai diperbesar. BATOMBE Dalam Bahasa Indonesia Badabua – dabua ombak Puruih, Baranti tantang Pariaman. Dimalah badan takkan kuruih, Anak nan tujuah den tangguangkan. Berdebur – debur ombak Purus, Berhenti tentang Pariaman. Dimanalah badan tidak akan kurus, Anak tujuh orang yang ditanggungkan. Makna sampiran : Purus adalah nama sebuah desa pantai dalam kota madya Padang. Ombak laut ditepi pantai ini memang besar; pada malam hari yang tenang, biasanya deburan ombak tersebut terdengar kehampir seluruh pelosok kota Padang. Universitas Sumatera Utara 101 Demikian besarnya ombak pantai Padang ini, sehingga secara pelan selalu menguras pantai itu Ombak besar ini tidak hanya terjadi dipantai Padang, akan tetapi disepanjang pantai Barat, yang dalam pantun ini dikatakan berhenti tentang Pariaman. Makna isi pantun : Dimana badan tidakkan kurus, anak tujuh orang yang ditanggungkan. Orang ini menderita sampai menyebabkan badannya kurus, karena mempunyai tujuh orang anak yang menjadi tanggungannya. Jadi orang ini mempunyai keluarga besar dengan banyak anak. Biasanya antara satu anak dengan lainnya tidak terlalu jauh beda umurnya. Sehingga semuanya hampir sama besar. Mata pencahariannya tidak mencukupi untuk memenuhi keperluan keluarganya dengan tujuh anak tersebut. Pantun ini menyatakan bahwa penderitaan yang dialami oleh keluarga ini adalah disebabkan oleh karena anak yang banyak. Hal ini sebenarnya terbalik, kehidupan keluarga ini payah sebenarnya disebabkan oleh mata pencaharian atau pekerjaan mereka sedikit atau kecil, tidak mencukupi. Kalau mereka itu orang kaya maka anak yang tujuh itu tidak masalah, dapat dipenuhi kebutuhannya, bahkan mungkin dapat lagi membantu orang miskin lainnya. Jadi yang salah sebenarnya bukanlah anaknya yang banyak, tapi mata pencahariannya yang kecil. Pantun ini juga menasehatkan agar jangan cengeng, jangan suka ngelamun, tapi hartus cepat bertindak tegas. Sebab pantun ini mengindikasikan sifat cengeng dari sebagian orang; dengan anak yang banyak, dia seolah-olah tidak bisa hidup senang, tidak bisa bahagia dan sebagainya. Sehingga dia berputus asa, pasrah menerima apa adanya. Universitas Sumatera Utara 102 BATOMBE Dalam Bahasa Indonesia Urang Lolong kaiklah kapeh, Sagagang hanyuik ka Muaro. Urang kok condong lai batueh, Awak kok condong karabah sajo. Orang Lolong kaitlah kapas, Segagang hanyut ke Muara. Orang kok condong ada yang menopang, Kita kok condong akan rebah saja. Makna sampiran : Lolong adalah nama tempat di kota Padang, ditepi pantai. Sedangkan yang dimaksud dengan kapas dalam pantun ini adalah tanaman pohon penghasil serat yang dalam bahasa Indonesia disebut kapuk randu. Sedangkan tanaman kapas yang sebenarnya yang merupakan tanaman semusim, dalam bahasa Minangkabau disebut “kapas jawa”. Kapas dalam pantun ini berbentuk pohon yang tinggi, dengan dahan dan ranting yang biasanya tumbuh mendatar. Pada musim berbuah kelihatan buahnya bergelantungan dan memanennya dikait dengan mempergunakan galah atau dalam bahasa Minangkabau disebut “panggalan”.Lalu pada baris kedua dikatakan bahwa satu gagang dari kapas yang dikait itu jatuh kesungai dan seterusnya hanyut ke muara. Makna isi pantun : Isi pantun ini menggambarkan nasib malang seseorang bila diabndingkan dengan orang lain. Secara kias dikatakan bahwa apabila orang lain “condong”, ada yang menopangnya, sehingga tidak jadi rebah. Tapi apabila dia yang condong, tak ada yang akan menopangnya dan akan rebah saja. Yang dimaksud engan condong dalam pantun ini adalah mengalami musibah, atau peristiwa yang menyedihkan. Kalau dia mengalami musibah tidak ada orang yang akan menolong, dibiarkan orang saja, hanya dia sendirilah yang dapat menolong dirinya. Biasanya ini dialamatkan kepada orang yang tidak mempunyai famili dekat, yang bisa dijadikan tempat mengadu, bila mengalami bahaya atau bila ingin mengadakan Universitas Sumatera Utara 103 sesuatu seperti selamatan, pesta kawin dan sebagainya. Karena tak ada famili dekat, maka semuanya terpaksa ditanggulangi sendiri. Secara tidak langsung, pantun ini juga mengisyaratkan bagaimana perlunya menjalin hubungan baik dengan masyarakat sekitar, terutama dengan para tetangga. Satu hal yang juga diharuskan oleh agama kita. “Hablum minan naas”, hubungan dengan manusia harus dibina, tidak hanya dengan famili dekat saja. Cuma dalam kebudayaan Minangkabau semuanya dikemukakan dalam bahasa kias. Kalau hubungan dengan tetangga khususnya dan ummat sekitar umumnya adalah baik maka semua orang adalah famili adalah keluarga, yang tidak akan membiarkan kita rebah bila sedang condong. Pantun ini juga mengisyaratkan bagaimana kalau seseorang mengisolir dirinya dari masyarakat sekitar, menyisihkan diri dari orang lain, sehingga apabila dia mengalami musibah, akan dibiarkan orang saja, tidak ada yang mau menolong. Disamping orang tidak tahu bahwa dia mendapat musibah, orang juga ragu-ragu untuk menolongnya, sebab jangan-jangan dia tidak suka, sebab selama ini memang tertutup. Seseorang yang selalu shalat berjamaah ke masjid, bersama mengikuti pengajian atau wiridan, selalu ikut menhadiri undangan perkawinan, khitanan, tahlilan dan sebagaionya pasti tidak akan mengalami hal seperti itu. Bila seorang anggota jamaah misalnya sudah beberapa kali tidak datang shalat bersama kemasjid, maka orang lainnya akan bertanya dan mencari tahu apa sebabnya, kalau sakit maka orfang akan datang melihat, kalau perlu pertolongan, maka orang akan berusaha membantu, dan sebagainya. Universitas Sumatera Utara 104 BATOMBE Dalam Bahasa Indonesia Rami pasanyo Ujuang Guguak, Rami manjalang hari patang. Padi jo apo ka di tumbuak, Alu tu bana nan lah hilang. Ramai pasarnya Ujung Guguk, Ramai menjelang hari petang. Padi dengan apa akan di tumbuk, Alu itu benar yang sudah hilang. Makna sampiran : Ujuang Guguak adalah nama desa yang banyak terdapat di Sumatera Barat, diantaranya adalah desa yang terletak sesudah Baso kalau menuju ke Payakumbuh. Tapi didesa itu tidak ada pasar. Dalam sampiran ini dikatakan bahwa pasar yang terdapat didesa Ujung Guguk itu ramai. Dan ramainya itu biasanya menjelang hari petang, lebih ramai dari pada diwaktu pagi atau tengah hari. Fenomena ini adalah merupakan ciri dari pada pasar zaman dulu, yang berbeda dengan pasar zaman sekarang. Dizaman dulu fungsi dari pasar itu selain dari untuk berjual-beli, juga untuk berkumpul beramai-ramai, saling bertemu satu sama lain, seperti pasar keramaian, saling berlagak mempertontonkan baju baru, termasuk sambil mencari-cari pacar atau berpacaran. Keadaan ini sangat berarti pagi penduduk dipedesaan yang sudah bekerja keras, kesawah, keladang atau kehutan selama 6 hari penuh, maka mereka perlu hiburan, untuk pelepas lelah.Jadi mereka pergi kepasar itu tidak selalu untuk berbelanja atau mau menjual sesuatu, akan tetapi untuk hiburan untuk releks. Dan waktu yang tepat untuk itu adalah disore hari, pada sat sengatan matahari sudah mulai berkurang. Maka pasar yang diadakan sekali dalam seminggu itu lebih ramai dipetang hari. Makna isi pantun : Padi jo apo ka di tumbuak, ini berita tentang orang menumbuk padi dalam artian secara harfiah. Untuk memproses padi menjadi beras, dizaman dulu orang menggunakan lesung, ada yang dibuat dari batu ada pula dari kayu yang dipahat. Universitas Sumatera Utara 105 Setelah padi dijemur hingga kering, dimasukkan kedalam lesung, lalu ditumbuk dengan menggunakan alu yang terbuat dari kayu. Biasanya pekerjaan menumbuk padi itu dikerjakan oleh kaum wanita. Biasanya dikerjakan oleh satu orang, tapi bisa juga dua atau tiga orang dalam satu lesung, dengan cara bergantian. Waktu alu ditumbukkan kepadi yang ada dalam lesung itu, terdengar bunyi berdentum. Bila ada tiga orang yang melakukannya maka bunyi dentuman itu tidak sama keras, tergantung tenaga masing-masing. Maka terdengarlah semacam irama yang sedap didengarkan. Apalagi kalau diselibngi pula dengan menumbuk lesungnya, bukan padinya, maka iramanya semakin ramai. Dengan demikian maka pekerjaan itu dilakukan dengan rileks, malah diiringi dengan senda gurau, gelak tawa. Dalam pantun ini dikatakan bahwa padi tersebut tidak bisa ditumbuk, karena alu yang diperlukan tidak ada, sudah hilang. Sedangkan alu ini adalah alat utama untuk menumbuk padi itu yang sangat dibutuhkan. Sudah tentu maknaan tersebut diatas, hanyalah sebagai kiasan, sedangkan arti yang sebenarnya dari pantun ini bukanlah demikian. Orang Minangkabau yang masih mengerti pantun, dan mendengarkan pantun ini, asosiasi pikirannya samasekali bukan pada orang yang sedang menumbuk padi, tetapi kepada makna tersirat dengan pantun ini, yang bisa bermacam persoalan pula. Pada dasarnya pantun ini mengibaratkan segala sesuiatu yang akan dikerjakan, akan tetapi alat atau orang yang sangat diperlukan untuk mengerjakannya, hilang lenyap, tidak ada lagi. Akibatnya rencana atau pekerjaan itu tidak dapat dilaksanakan. Peranan dari alat atau orang yang hilang itu sangat menentukan, tidak bisa diganti dengan yang lain. Sebagai contoh untuk masa sekarang ini, umpamanya seseorang yang ingin mengambil uang di ATM, tetapi kartunya hilang, tak bisa diganti dengan yang lain, kartu itu Universitas Sumatera Utara 106 harus ditemukan dulu atau diganti. Atau seseorang yang akan membuka pintu kamar yang terkunci, tapi kuncinya hilang, dan sebagainya. Dizaman dahulu biasanya pantun ini mengibaratkan seseorang yang menjadi tulang punggung dalam satu keluarga, sudah tidak ada, sudah meninggal dunia. Sewaktu keluarga tersebut mempunyai hajat besar, katakanlah akan menyelenggarakan pernikahan anaknya, maka mereka akan terus teringat kepada “tulang punggung” yang telah tiada tersebut. Demikian terpukulnya mereka dengan kehilangannya maka seakan-akan pekerjaan tersebut tidak akan dapat dilaksanakan. BATOMBE Dalam Bahasa Indonesia Pinyangek diujuang rantieng, Tabang kapulau Angso Duo. Kasiek angek pingganglah gantieng, Namun pukek dihelo juo. Pinyengat di ujung ranting, Terbang ke pulau Angsa Dua. Pasir panas, pinggang lah ganting, Namun pukat dihela jua. Makna sampiran : Pinyangek adalah sebangsa tawon besar, suka terbang menyendiri, tidak didalam kelompok seperti lebah, bisanya sangat tajam. Dalam sampiran ini dikatakan bahwa ada seekor pinyangek yang sedang hinggap diujung ranting sebatang pohon. Mungkin pohon itu tumbuh di Gunung Padang, sebab selanjutnya dikatakan dia terbang ke Pulau Angsa Dua, yang berlokasi searah pantai Padang. Makna isi pantun : Isi pantun ini menyatakan peruntungan atau nasib yang dialami oleh tukang pukat, atau nelayan yang menangkap ikan dengan alat pukad. Tukang pukat biasanya melaut pagi sekali, sekitar jam 3 atau jam 4 dini hari, dengan membawa pukat untuk dikembangkan dilautan. Setelah pukat itu dilepas dilautan, maka sang nelayan segera kembali kepantai, untuk menarik pukat itu. Tali untuk Universitas Sumatera Utara 107 menari pukat itu ada dikiri dan dikanan, biasanya tali yang satu ditarik oleh 4 atau 5, demikian juga dengan tali yang satu lagi. Menarik pukat itu termasuk pekerjaan yang berat, maka untuk membantu tangan agar jangan luka, tali pukat itu dililitkan kepinggang. Kadang-kadang menarik pukat dilakukan sambil menyanyi secara serentak bersama dengan irama tertentu yang menaikkan semangat dan menghilangkan rasa bosan. Karena pukat yang ditarik itu jauh dari tenmgah lautan, maka diperlukan waktu yang cukup lama untuk menariknya sampai kedarat, biasanya sampai sinar matahri mulai keras sekitar jam 10 atau jam 11 siang. Penderitaan tukang pukat itu dikatakan dalam pantun ini sebagai: “kasiek angek”, artinya pasir tempat mereka berpijak dipantai itu sudah panas karena sinar matahari, sementara mereka bekerja dengan kaki telanjang. Dan ”pinggang lah gantieng”, artinya pinggang mereka yang dipakai untuk melilitkan tali penghela pukat sudah genting seperti mau putus. Akan tetapi mereka tidak berhenti menghela pukat itu, sebab itulah pekerjaan mereka, dengan mengerjakan itulah mereka bisa dapat ikan dan mereka bisa hidup. Pengalaman tukang pukat ini adalah sebagai contoh keuletan, ketekunan dan disiplin melaksanakan pekerjaan. Kalaupun ada kesulitan yang dihadapi dalam melaksanakan pekerjaan itu, mereka hadapi dengan tabah, dan itu sudah mereka hadang, sudah mereka perkirakan. Pekerjaan menghela pukat itu yang bisa memakan waktu 4–5 jam terus menerus, harus dilakukan tampa istirahat, secara kontinu. Kalau sebentar saja mereka berhenti, pukatnya dilaut bisa mengendor dan ikannya akan lari keluar. Inilah suatu contoh yang perlu ditiru oleh banyak orang. Universitas Sumatera Utara 108 BATOMBE Dalam Bahasa Indonesia Rang Salo tingga di Salonyo, Rami galanggang Ampek Angkek Nan kayo tingga di kayonyo, Nan bansaik maansua basilambek. Orang Salo tinggal di Salo, Ramai gelanggang Ampat Angkat. Yang kaya tinggal dikayanya, Yang miskin bergerak lambat-lambat. Makna sampiran : Salo adalah nama sebuah desa, demikian juga dengan Ampek Angkek, yang ternal dahulu dengan berasnya yang sangat enak. Jauh lebih enak dari beras Solok yang diabadikan dalam sebuah lagu Minangkabau. Akan tetapi sebagai akibat dari modernisasi pertanian, kedua jenis beras enak itu sudah sulit didapatkan. Sudah berapa ratus jenis padi unggul baru yang disebarkan kepada petani, hasil persilangan buatan, akan tyetapi tidak ada satupun yang rasanya seenak beras Ampek Angkek, setidaknya menurut selera orang Minangkabau. Ampek Angkek Canduang juga terkenal dari zaman Belanda dulu sebagai pencetak alim ulama terkenal pada sebuah pesantren yang ada disitu. Lokasinya tidak terlalu jauh dari Bukittinggi, dikaki gunung Singgalang. Dalam sampiran pantun ini dikatakan bahwa orang Salo tetap tinggal di Slo, sementara di Ampek Angkek sedang ada gelanggang yang ramai pengunjungnya.Antara kedua informasi ini tidak ada hubungannya, hanya sekedar untuk mencari kesamaan bunyi dengan isi pantun. Makna isi pantun : Menyatakan perbedaan antara orang yang kaya dengan orang yang miskin. Disini digambarkan bahwa orang kaya itu merupakan kelompok tersendiri, yang tidak ada hubungannya dengan orang miskin. Sementara orang miskin tetap berusaha secara pelan-pelan sesuai dengan kemampuannya untuk juga menjadi orang kaya. Pernyataan ini sepertinya keluar dari orang miskin, yang mengatakan Universitas Sumatera Utara 109 bahwa orang kaya itu biarkan sajalah menikmati kekayaannya, tak usah diganggu atau dimintai pertolongan. Sedangkan orang miskin harus berusaha terus meningkatkan taraf hidupnya sesuai kemampuan, dan satu masa nanti diharapkan jadi orang kaya juga. Fenomena ini sebenarnya adalah merupakan suatu yang tidak diharapkan terjadi dimasyarakat, apalagi masyarakat yang Islami. Orang Islam itu bersaudara hendaklah saling tolong menolong. Orang kaya mestinya akan membantu yang miskin sesuai dengan kemampuannya. Akan tetapi disini terkandung masalah gengsi yang tinggi bagi orang Minangkabau. Walaupun dia miskin, namun dia gengsi untuk minta bantuan kepada orang kaya. Biarkan sajalah orang kaya itu dikayanya, dia juga berusaha untuk menjadi kaya , walaupun itu akan dicapainya dengan pelan-pelan. Malah keberadan orang kaya itu, dijadikan cemeti oleh simiskin, untuk bekerja keras. Kalau orang lain bisa menjadi kaya, mengapa dia tidak bisa. Ini menunjukkan suatu sifat yang dinamis produktif, tidak pessimis dan konsumptif seperti sifat kebanyakan kaum minta- minta. BATOMBE Dalam Bahasa Indonesia Mamutieh cando riak danau, Nampak nan dari Muko-muko. Batahun badan dalam lunau, Namun intan bacahayo juo. Memutih kelihatan riak danau, Kelihatan dari Muko-muko. Bertahun badan dalam Lumpur, Namun intan bercahaya juga. Makna sampiran : Sampiran ini mengatakan tentang danau Maninjau yang sangat indah di Sumatera Barat. Konon kabarnya danau ini terbentuk dari kawah gunung, terkenal jalan menurun dengan kelok ampek puluah ampek untuk menuju danau ini dari arah Bukittinggi. Desa Muko-muko terletak dimulut danau, pada pintu keluar arah Universitas Sumatera Utara 110 ke Lubuk Basung, persis pada hulu sungai yang mengalirkan air danau ini kelaut. Pada satu kali, mungkin karena tiupan angin permukaan danau itu kelihatan memutih yang ditimbulkan oleh gerakan air permukaan. Kejadian itu terlihat dari desa Muko-muko. Makna isi pantun : Batahun badan dalam lunau, maksudnya seorang yang sudah lama berada dalam kondisi kemiskinan atau penghinaan atau misalnya hidup dalam penjara, namun ada satu sifat baik padanya yang akan selalu dikenang orang, yang dikiaskan dengan: “namun intan bercahaya juga”. Pantun ini ingin menyatakan bahwa seseorang yang dianggap rendah itu tidaklah rendah secara total, namun ada saja sesuatu yang ada padanya yang baik, atau dia ada saja memiliki satu kelebihan dalam hal tertentu. Dan kelebihan atau sifat baiknya itu , yang dalam pantun ini disebut dengan “intan”, akan selalu bercahaya, selalu diingat orang. Disamping itu pantun ini juga memperingatkan kepada masyarakat, agar janganlah terlalu memandang rendah kepada seseorang yang sedang berposisi atau berstatus tidak menguntungkan. Dan janganlah melupakan jasa atau kebaikan seseorang, apabila orang itu karena satu dan lain hal kemudian mengalami musibah, jatuh bangkrut atau yang sejenisnya. BATOMBE Dalam Bahasa Indonesia Luruih jalan ka kampuang Jati, Basimpang jalan ka Tangah Sawah. Iduik sapantun roda padati, Sakali ka-ateh sakali ke bawah. Lurus jalan ke kampung Jati, Bersimpang jalan ke Tengah Sawah. Hidup sepantun roda pedati, Sekali keatas sekali kebawah. Universitas Sumatera Utara 111 Makna sampiran : Kampung Jati dengan Tangah Sawah sebenarnya tidak ada hubungannya. Kedua kata ini adalah nama dari tempat atau desa. Kampung Jati ada dikota Padang, sedangkan kampung Tengah Sawah ada di Bukittinggi, jadi jauh sekali. Disini terbukti lagi bahwa yang diutamakan dari pantun ini adalah persamaan bunyi akhir antara sampiran dan isi, serta kandungan yang memang sangat dalam pada isi pantun. Makna isi pantun : Hidup sepantun roda pedati, sekali keatas, sekali kebawah. Tentunya yang dimaksud adalah pedati yang sedang berjalan, sehingga rodanya selalu bergerak. Gerakan roda pedati itu menimbulkan inspirasi pengarang untuk menjadikannya pantun. Pedati adalah sejenis kendaraan pengangkut barang dizaman dulu yang digerakkan dengan tenaga kerbau. Kalau didaerah lain pedati ada juga yang digerakkan dengan tenaga sapi atau kuda, kalau di Sumatera Barat, umumnya dengan kerbau. Pada waktu kosong saja pedati itu sudah sangat berat, apalagi kalau penuh berisi barang. Bayangkan kalau bagian dari roda sedang berada dibawah sekali, berapa berat beban yang dipikulnya. Namun hal itu tidak lama, sebentar posisinya akan digantikan oleh bagian lainnya dari roda itu. Dan pada saat bagian roda tadi sedang berada pada tempat paling atas dari gerakan melingkar itu, maka pada waktu itu dia merasa sangat senang, berada dibagian atas dan tampa beban sama sekali. Hal itu berlangsung terus menerus, selagi roda pedati itu masih bergerak. Walaupun tidak persis seperti itu, namun itulah gambaran dari kehidupan manusia didunia ini, yang dalam pantun ini dikatakan: “hidup seperti roda padati”. Universitas Sumatera Utara 112 Kalau ini disadari sepenuhnya maka hidup ini akan tenang, tidak gelisah, dari itu janganlah berputus asa selagi berada dibawah, dan janganlah sombong bila sedang berada diatas. Berputus asa dan sombong itu adalah dua hal yang dilarang dalam agam Islam, jadi memang ada relevansinya antara adat dan agama. BATOMBE Dalam Bahasa Indonesia Elok luluaknyo sawah Solok, Ambiak pambajak kabau tuo. Manumpang buruak ka nan elok, Kok untuang kapeh jadi suto. Bagus lumpurnya sawah Solok, Pakai pembajak kerbau tua. Menompang buruk pada yang elok, Kalau untung kapas menjadi sutera. Makna sampiran : Elok luluaknyo sawah Solok, maksudnya tanah pada sawah di Solok itu bagus, subur dan tidak keras, lunak dengan solum yang tebal. Kenyataannya memang demikian, akan tetapi tidak semua sawah di Solok yang demikian sifatnya. Sawah di sekitar kota Solok dan Salayo memang subur tanahnya, tapi kalau kearah Sungai Lasi dan Silungkang tanah sawahnya tidak subur. Demikian suburnya tanah sawah disini sehingga orang menanan padi ada yang dengan jarak 40 x 40 cm, karena rumpun padinya besar-besar, Ambiak pambajak kabau tuo, maksudnya karena tanahnya subur lunak dan gembur, maka untuk membajaknya cukuplah dipakai kerbau yang sudah tua, tidak perlu kerbau yang kuat dan muda. Makna isi pantun : Manompang buruak ka nan elok, yaitu apabila dicampurkan atau diperdekatkan sesuatu yang jelek atau yang rendah mutunya kepada yang lebih baik, seperti misalnya seorang yang bodoh, disuruh tinggal dengan orang pintar, orang yang jahat kelakuannya disuruh tinggal dengan orang baik-baik, orang pemalas disuruh tinggal dengan orang rajin, dan sebagainya, lama-lama akan Universitas Sumatera Utara 113 terjadi perpindahan sifat. Seperti dikatakan: kok untuang kapas jadi sutra, jadi akan terjadi peningkatan mutu. Tapi kadang-kadang hal ini disalah gunakan oleh para pedagang orang Minangkabau dengan mencampur barang yang mutunya jelek dengan barang yang mutunya bagus, dengan harapan terjual mahal dan benyak mendapat keuntungan. Ini namanya penipu, pembohong yang dosanya sangat besar, sangat dilarang oleh agama. Ingat bahwa yang dimaksud oleh pantun ini adalah terjadi peningkatan mutu dalam arti yang sebenarnya. Kalau ada pedagang duku misalnya yang mencampur duku Palembang yang manis, dengan duku lain yang asam, tak akan terjadi perpindahan sifat. BATOMBE Dalam Bahasa Indonesia Alang tingginyo batang anau, Bakulipak baijuak pulo. Alang basakik batimbakau, Maracik maampai pulo. Alang tingginya pohon enau, Berpelepah ber ijuk pula. Alang sulitnya punya tembakau, Sudah meracik menjemur pula. Makna sampiran : Pohon enau sebangsa palm, satu famili dengan sagu, tumbuh secara liar dihutan. Ini termasuk pohon kehidupan yang setiap bahagiannya berguna. Akarnya untuk obat, batangnya untuk bangunan, dari isi batang dapat diambil tepung yang sangat enak, ijuknya untuk atap dan tali, pucuknya untuk pembungkus tembakau rokok, daunnya untuk atap dan buahnya untuk kolang kaling. Dalam sampiran pantun ini disebutkan batang enau yang tinggi, yang dilingkari dengan pelepah dan ijuk. Makna isi pantun : Isi pantun ini menjelaskan nasib dari pada petani tembakau, bahwa bertaman tembakau itu sulit, banyak pekerjaannya. Tidak hanya menanm, sampai Universitas Sumatera Utara 114 panen, tetapi pekerjaan yang lebih sulit malah setelah panen itu. Daun tempakau yang dipanen harus disimpan baik-baik, kemudian digulung lalu diracik diiris tipis, kemudian dijamur. Jadi dalam pertanian tembakau, harus ada ketrampilan bercocok tanam dan ketrampilan memporoses hasil panen menjadi barang siap pakai. Yang disebut diatas itu adalah pengertian harfiah dari pantun ini, sedangkan arti sebenarnya yang dimaksud bukanlah itu. Banyak sekali yang dapat diumpamakan dengan isi pantun ini. Yang umum adalah seumpama mempunyai isteri cantik, itu tidak mudah, sama dengan tembakau harganya mahal tetapi sulit. Apalagi kalau isteri itu, tak ada tandingannya didaerah sekitar, maka banyak orang yang akan mengincarnya atau menginginkannya, maka sang suami akan selalu khawatir, menurut istilah Minangkabau lainnya: “raso kalapeh dari tangan” rasa akan lepas dari tangan, diambil oleh orang lain Biasanya tembakau itu memang suatu produk yang berharga, mahal. Petani tembakau bisa kaya raya saat panen. Jadi pantun ini dapat djuga diumpamakan dengan seorang yang banyak memiliki harta, kaya raya. Akan tetapi memeliharanya dan menjaganya susah. Apalagi seperti sekarang ini banyak perampok. BATOMBE Dalam Bahasa Indonesia Laka jo dulang dalam lubuak, Pandan baduri malendo jalan. Aka hilang paham tatumbuak, Basarah diri pado Tuhan. Laka dengan dulang didalam lubuk, Pandan berduri melenda jalan. Akal hilang paham tertumbuk, Berserah diri pada Tuhan. Makna sampiran : Universitas Sumatera Utara 115 Laka dan dulang dalam lubuk, maksudnya kedua alat yang berkaitan dengan makanan tersebut ada dalam lubuk. Mungkin sedang dicuci atau dibersihkan sesudah dipakai. Dizaman dulu memang ada kebiasaan mencuci alat- alat disungai, kalau rumahnya tidak terlalu jauh dari sungai. Mandi, mencuci pakaian dan kejambanpun dilakukan disungai itu, pada lokasi dimana airnya agak dalam lubuk. Pada kalimat kedua dikatakan bahwa pandan berduri melenda jalan, mungkin pandan ini tumbuh disaluran air pinggir jalan, tanahnya subur dan basah, sehingga pandan ini tumbuh merayap sampai kejalan, sedangkan daunnya berduri. Makna isi pantun : Akal hilang paham tertumbuk, yang biasa dialami orang yang ditimpa berbagai persoalan yang berat yang datang bertubi-tubi. Belum selesai satu masalah sudah datang lagi masalah lain, sehingga dia hilang akal bagaimana untuk menyelesaikannya, tak tahu lagi apa yang akan dikerjakan. Maka pantun ini menasehatkan agar berserah diri kepada Tuhan, sebagai jalan keluar yang paling ampuh untuk menyelesaikan masalah. Setidak-tidaknya dengan demikian kita bisa tenang, perasaan tenang, maka kita tidak akan sampai stress, apalagi berputus asa. Kalau sudah hilang akal, paham tertumbuk, lupakan keadaan itu sejenak, ingat Allah SWT, istigfar, terus lakukan shalat, pusatkan piliran dalam shalat itu kepada Allah SWT dengan mengerti dan memahami apa yang dibaca. Selesai shalat berzikir dan berdo’a, memohon pertolongan kepada Allah SWT untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Ini merupakan satu bukti lagi bahwa adat Minangkabau itu bersendi syarak. Universitas Sumatera Utara 116 BATOMBE Dalam Bahasa Indonesia Dek ameh sagalo kameh, Dek padi mangko manjadi. Hiduik dirantau taraso lameh, Dek marasai satiok hari. Karena emas semuanya beres, Karena padi semuanya jadi. Hidup dirantau terasa lemas, Karena merana setiap hari. Makna sampiran : Karena ada emas yang cukup, maka apa saja yang direncanakan dapat dikerjakan dengan baik. Demikian pula karena banyak memiliki padi maka semua pekerjaan menjadi. Emas dan padi memang merupakan dua macam harta yang sangat berharga bagi masyarakat Minangkabau. Kalau kedua benda itu ada tersimpan dirumah, maka tenanglah pikiran. Seorang dikatakan kaya kalau padinya banyak tersimpan didalam lumbung dan banyak simpanan emasnya dalam peti. Orang Minangkabau zaman dulu biasanya menabung dalam bentuk emas. Makna isi pantun : Orang Minangkabau memang suka merantau, pada umumnya merteka berhasil dirantau dalam menemukan mata pencaharian yang baik. Namun sebelumnya tidak sedikit penderitaan yang mereka tanggungkan, sebab orang Minangkabau merantau itu sifatnya memang untung-untungan,biasanya mereka tidak mambawa modal yang cukup untuk pergi merantau, baik modal uang maupun modal kepandaian. Mereka pergi merantau dengan tujuan untuk mencari kepandaian melaluji pengalaman dan mencari uang untuk bekal hidup. Yang merekan bawa hanyalah akal atau kelihaian, bahkan kadang-kadang tempat yang akan dituju dirantau itupun belum jelas. Jadi tempat menompang saja belum pasti setiba di Jakartta nanti, yang jelas merantau, berangkat saja dulu, nanti setiba dirantau dipikirkan pula. Sungguh suatu keberanian yang luar biasa. Itulah yang Universitas Sumatera Utara 117 menyebabkan para perantau Minang itu mengalami penderitaan yang berat pada saat-saat permulaan itu. Tetapi berkat kegigihan dan malu kalau gagal, maka umumnya meraka berhasil survive. Tentu ada juga beberapa pengecualian, ada yang bernasib sial, sehingga terpaksa pulang kampung dalam keadaan gagal, untuk ongkos pulang saja terpaksa dikirimi dari kampung. Yang dituju dalam pantun ini adalah perantau yang bernasib malang, yang tidak atau belum berhasil, dia sudah merasa bosan tinggal dirantau karena merana setiap hari. Mungkin berbagai cara telah diusahakannya, namun belum berhasil juga, atau anak ini termasuk yang cengeng tidak tabah, cepat berputus asa. BATOMBE Dalam Bahasa Indonesia Badantam badie urang Mudiek, Timbalan badie urang Jao. Bialah bansaik asa cadiek, Talawan dunie urang kayo. Berdentam bedil orang Mudik, Timbalan bedil orang Jawa. Biarlah miskin asalkan cerdik, Terlawan dunia orang kaya. Makna sampiran : Mudik adalah nama suatu desa, yang biasanya terletak dibagian hulu sungai. Di desa ini terdapat bedil atau senapang, yang biasanya dipergunakan untuk berburu, atau untuk dibunyi pada upacara adat tertentu. Bedil yang terdapat didesa Mudik ini adalah merupakan timbalan, atau pecahan atau kembaran dari bedil orang Jawa. Makna isi pantun : Biarlah miskin asalkan kaya, terlawan juga dunia orang kaya, pada intinya adalah menyatakan bagaimana orang Minangkabau lebih mengutamakan kepintaran, kelihaian akal dibandingkan dengan kekayaan materi. Walaupun Universitas Sumatera Utara 118 seseorang itu bukan orang kaya, akan tetapi karena pintar, dan kepintarannya itu sudah terkenal luas dikalangan masyarakat, maka dia bisa juga disejajarkan dengan orang kaya. Sedangkan pendapat ataupun gagasan-gagasannya lebih banyak diterima dibandingkan dengan orang kaya. Bahkan dengan kecerdikannya itu biasanya dia tidak lama berstatus sebagai orang miskin, segera statusnya akan berobah menjadi orang kaya. Dengan kepintarannya itu dia tahu bagaimana caranya untuk menjadi orang kaya. Sebaliknya seorang yang kaya, namun tidak pintar, ada kemungkinan suatu waktu kekayaannya akan habis dan jatuh miskin. Karena tidak pandai menggunakan dan mengembangkan kekayaan itu. Akan lebih sempurna lagi apabila kecerdikan atau kepintaran itu dilengkapi dengan dasar- dasar agama yang kuat, dengan demikian maka segala usaha dan tingkah lakunya selalu disesuaikan dengan syari’at Islam, dia akan selalu mengingat Allah SWT dalam setiap apa saja yang dikerjakan, sehingga tidak akan mengerjakan larangan- Nya dan senantiasa mengerjakan perintah-Nya. BATOMBE Dalam Bahasa Indonesia Ijuak samo di ampaikan, Babanda ka Limau Puruik. Isuak ka samo dirasokan, Ajaran niniek tak dituruik. Ijuk sama di sebarkan, Berbandar ke Limau Purut. Nanti akan sama dirasakan, Bila ajaran orang tua tidak diturut. Makna sampiran : Ijuk diambil dari pohon enau, dizaman dulu banyak dipergunakan untuk atap rumah, banyak rumah gadang atau rumah bagonjong yang beratap ijuk. Atap dari ijuk itu kuat bisa bertahan lama dan yang lebih penting bisa meredam panas. Akan tetapi sekarang ini tidak banyak lagi yang menggunakan atap ijuk. Dalam jumlah terbatas, ijuk masih dipakai sekarang ini untuk tali dan untuk sapu.Sebab utamanya karena sudah sulit untuk mendapatkan ijuk dalam jumlah banyak. Universitas Sumatera Utara 119 Pohon enau yang menghasilkan ijuk ini biasanya tumbuh liar dihutan. Walaupun banyak kegunaan dari pohon ini, dan hampir semua bagian pohon enau bermanfaat untuk manusia, namun sampai saat ini belum ada orang yang membudidayakan enau. Pohon enau hanya dipanen saja, tidak pernah ditanam, akibatnya makin lama makin habis. Ijuk yang baru diambil itu terlebih dahulu dikeringkan sebelum dipergunakan. Dalam pantun ini dikatakan ijuk itu diampaikan atay dijemur dengan panas matahari, dengan jalan diampaikan dihalaman rumah. Babanda ka Limau Puruik, maksudnya mendapatkan air mengalir melalui selokan yang berasal dari desa Limau Purut. Makna isi pantun : Isuak kasamo dirasaikan, ajaran niniek tak dituruik. Ini adalah suatu peringatan bagaiman akibatnya apabila tidak mengikuti ajaran orang-orang tua. Biasanya banyak ajaran atau petuah yang diterima dari orang tua ibu, ayah, nenek, kakek, paman dan sebagainya. Terutama kepada anak gadis atau pemuda yang menanjak dewasa, apalagi yang akan pergi merantau. Namun tidak semua orang mengindahkan nasehat orang tua itu, malah banyak yang melupakannya. Nanti setelah dia mengalami musibah, misalnya jatuh miskin dan menderita, barulah teringat akan kata-kata petuah tersebut. Akan tetapi saying, biasanya kesadaran itu datangnya selalu terlambat; setelah menerima akibatnya baru ingat dan sadar. Pantun ini mencoba memperingatkan jauh sebelumnya agar jangan sampai terlambat. Sebab “sesal dahulu peringatan, sesal kemudian tak berguna”. Selalulah diingat dan dipatuhi nasehat orang tua itu, sebab kalau tidak, nantinya pasti akan dirasakan akibatnya. Universitas Sumatera Utara 120 BATOMBE Dalam Bahasa Indonesia Simantuang di Bukik Putuih, Jarajak di Tanah Taban. Bakeh bagantuang nanlah putuih, Bakeh bapijak nan lah taban. Simantung di Bukit Putus, Jerajak ditanah Taban. Tempat bergantung sudah putus, Tempat berpijak sudah terban. Makna sampiran : Simantung adalah semacam pohon buah-buahan liar yang tumbuh dihutan. Buahnya bergetah, tidak biasa dimakan orang. Hanya moyet atau kera yang suka memakannya.Bukit Putus adalah nama suatu desa, yang banyak terdapat di Sumatera Barat, antara lain dekar Bukuttinggi, Sedangkan yang dimaksud dengan tanah taban, adalah tanah runtuh, mungkin dari tebing yang longsor dalam skala besar. Jadi tanah taban itu bukanlah nama sebuah desa. Makna isi pantun : Tampek bagantuang nan lah putuih, tampek bapijak nanlah taban, maksudnya orang yang sangat membantu, yang selalu dimintai pertolongan, sudah tiada. Akibatnya sangat fatal, karena selama ini dia sangat tergantung kepada oaring itu. Tempat berpijak dan tempat bergantung adalah dua hal yang sangat menentukan dalam kehidupan. Jadi kalau kedua hal itu sudah tidak ada lagi maka merupakan musibah besar kepada yang bersangkutan. Secara tidak langsung pantun ini memperingatkan agar berusaha berdikari, atau berdiri diatas kaki sendiri, jangan terlalu ban yak tergantung kepada orang lain atau pihak lain. Dengan demikian maka ketahanan kehidupan akan lebih kuat. BATOMBE Dalam Bahasa Indonesia Universitas Sumatera Utara 121 Putuih tasentak tali balam, Putuih digigik samuik api. Tasintak lalok tangah malam, Diambiek banta ditangisi. Putus tersentak tali balam, Putus digigit semut api. Tersintak tidur tengah malam, Diambil bantal ditangisi. Universitas Sumatera Utara Makna sampiran : Balam adalah termasuk jenis burung yang suka dipelihara orang, karena bunyinya yang merdu. Dalam sampiran pantun ini, burung balam itu bukan dikurung dalam sangkar, akan tetapi diikat kakinya engan tali. Kemudian tali itu putus, tentunya burung tersebut akan terbang bebas. Yang menyebabkan tali itu putus ternyata karena digigit oleh semut api. Makna isi pantun : Tasintak lalok tangah malam, diambiek banta ditangisi. Menggambarkan seseorang yang sedang susah, ditimpa musibah, menderita. Dia hidup seorang diri, biasanya bersedih karena berpisah dengan kekasihnya, dapat pula seorang duda yang teringat kembali segala kebaikan bekas isterinya, tapi dia sudah kawin lagi dengan orang lain, atau berbagai macam musibah lainnya yang tidak terkait dengan percintaan. Semuanya itu membuat dia gelisah, tidak ada selera makan, tidur tidak enak, tak ada nafsu untuk bekerja dan sebagainya. Pada suatu kali ditengah malam, tiba-tiba dia terbangun dari tidurnya, seterusnya pikirannya kembali diganggu oleh persoalan yang dihadapinya, yang sangat rumit dan menyedihkan. Matanya tidak mau lagi dipejamkan, mau mengobrol untuk membagi kesedihan, tak ada teman, dia tinggal seorang diri. Satu-satunya yang dapat dia kerjakan adalah memeluk bantal, lalu menangis. BATOMBE Dalam Bahasa Indonesia Babiduak usah badayuang, Badayuang badai kok tibo. Kok duduak usah bamanuang, Bamanuang hati kok ibo. Berbiduk usah berdayung, Berdayung badai kok tiba. Kalau duduk usah bermenung, Bermenung hati kok iba sedih. Makna sampiran : Universitas Sumatera Utara Berbiduk atau naik biduk sampan atau perahu disungai atau dilaut, tidak uasahlah mendayung. Sebab kalau berdayung mungkin datang badai. Maksud sebenarnya bila ada angin badai, biduk itu tak usah didayung lagi, akan percuma saja, karena dia akan bergerak sesuai dengan keinginan badai itu. Makna isi pantun : Kok duduak usah bamanuang, bamanuang hati kok ibo, ditujukan untuk mencegah orang agar jangan duduk bermenung atau ngelamun. Sebab bermenung itu tidak baik, tidak produktif, bermacam-macam bisa teringat terutama peristiwa- perintiwa yang menyedihkan. Akibatnya hati menjadi hiba, menjadi risau, yang malah akan menyebabkan kita bertambah larut dengan penderitaan. Jadi jangan suka membuang buang waktu, selalulah mengisi waktu yang lowong. Atau dari pada bermenung lebih baik tidur saja, kalau tidak mau tidur, cari pekerjaan apa saja, pokoknya tak boleh bermenung. Ini adalah suatu nasehat yang bagus sekali. Akan tetapi kalau kita lihat kebiasaan masyarakat Minangkabau zaman dulu, kenyataannya lebih banyak bertentangan dengan itu, nampaknya petunjuk dalam pantun itu tidak banyak diindahkan. Kebiasaan anak-anak dikampung yang diberi pekerjaan menggembalakan ternak, termasuk pendidikan yang tidak sesuai dengan pantun itu. Hampir tak ada pekerjaan yang dilakukan selagi menggembala itu, sedangkan waktunya bisa seharian dari pagi hingga petang. BATOMBE Dalam Bahasa Indonesia Padi diladang barumpuik-kan. Batang salibu nan di kisai. Hati gadang dipaturuik kan, Indak dikana iduik kasansai. Padi diladang dibiar berumput, Batang salibu yang dikisai. Hati besar jangan diturutkan, Diingat hidup akan merasai. Makna sampiran : Universitas Sumatera Utara Menanam padi diladang dilahan kering memang banyhak rumputnya. Biasanya disiangi 2 kali seperti padi sawah, seharusnya supaya bersih disiangi 3 kali. Tapi karena hanya disiang 2 kali, maka pada waktu sudah hampir panen, sudah banyak lagi ditumbuhi rumput. Tapi dibiarkan saja lagi, karena toh mau panen juga. Batang salibu nan dikisai maksudnya batang padi atau jerami padi yang banyak terdapat pada waktu orang mengirik padi waktu panen. Padi dipanen dengan memotong beserta batangnya, lalu ditumpuk pada satu tempat dan dinamakan lampok. Padi yang dilampok itu diirik beramai-ramai, sebagian orang biasanya wanita bertugas mengirai jerami , yang kalam pantun ini disebut dikisai. Makna isi pantun : Hati gadang dipaturuikkan, indak diingek iduik kasansai; Ini diibaratka kepada orang yang memperturutkan kegembiraan yang dialaminya secara berlebihan, sehingga dia tidak menyadari bahaya atau musibah yang dapat menimpanya setiap saat. Berbesar hati itu boleh tapi yang wajar-wajar saja, sekadar menyatakan rasa syukur kepada Allah SWT. Ada lagi satu ungkapan yang artinya juga terkait dengan hal ini, yaitu :”bayang-bayang sepanjang badan.” Jangan tidak sampai tahu diri, kurang perhitungan, sehingga pada akhirnya penderitaan yang akan diperoleh. Orang yang terbiasa dengan memperturutkan hati besar, terkadang berlagak sombong, memperlihatkan supaya kelihatan lebih, atau mempamerkan kekayaan. Bolehlah kalau kekayaan itu adalah yang sebenarnya, tapi kadang-kadang kekayaan semu. Sifat seperti ini yang dalam agama Islam sudah termasuk “ria” sangat tidak sesuai dengan syari’at . Sombong adalah satu sifat yang sangat dibenci oleh Allah SWT , banyak ayat suci Al- Universitas Sumatera Utara Qur’an dan hadist yang menyatakan ini. Cukup banyak contoh kehidupan sehari- hari yang terkait dengan ini, karena ingin berlagak memperturutkan hati besar, misalnya dalam mengadakan pesta perkawinan yang diadakan secara besar- besaran, mewah sekali, sedangkan sebenarnya kesanggupan tidak memadai untuk itu. Mungkin juga untuk melaksanakan maksudnya itu sebagian sudah meminjam duit lebih dulu, dan sebagian lagi belum dibayar, sehingga sesudah pesta banyak datang tagihan, akhirnya yang didapat kesukaran. Pantun ini sebenarnya dapat juga digolongkan kepada pantun nasehat, yang berisi petunjuk yang sangat berguna sebagai pedoman hidup. Jadi tetaplah dilestarikan pantun Minangkabau ini, jangan biarkan sampai hilang dari peredaran suatu masa nanti. Tetaplah dipertahankan dan dikaji serta dihayati maksudnya. BATOMBE Dalam Bahasa Indonesia Hari Salasa pukuah satu, Urang malapeh laying-layang. Lai sarawa indak babaju, Jo-a dilawan dunie urang. Hari Selasa pukul satu, Orang melepas layang-layang. Ada celana tidak berbaju, Dengan apa dilawan dunia orang. Makna sampiran : Hari Selasa pukuah satu, urang malapeh layang-layang. Ini pengertiannya bahwa pada hari Selasa jam satu siang, banyak orang melepas layang-layang. Dikatakan jam satu siang sebab tak mungkin orang main laying-layang pada jam satu malam. Dan biasanya orang main layang-layang itu tidak hanya sendirian. Memang bermain layang–layang itu biasa dilakukan pada tengah hari, pada waktu ada gerakan udara yang cukup kuat. Lalu mengapa pada jam satu?, Sebab pada jam 12,30 orang Minangkabau biasanya shalat zuhur dulu, lalu makan, termasuk orang yang main layang-layang ini. Universitas Sumatera Utara Makna isi pantun : Lai sarawa tak babaju, joa dilawan dunie urang, pernyataan ini bukanlah arti yang sebenarnya, Cuma menyatakan orang ini miskin, sehingga dia tidak pantas berbaur dengan orang lain, karena ada kekurangannya. Dengan lain pengertian, pantun ini membuktikan adanya kelas dalam masyarakat. Ada golongan masyarakat yang lebih rendah derajadnya dari yang lain,sehingga sehingga tidak pantas berkumpul bersama. Akan tetapi pantun ini biasanya dialamatkan kepada seorang yang miskin, yang banyak kekurangannya, sehingga lebih memilih menyendiri dari pada bergaul dengan orang banyak. Bisa juga menggambarkan sifat cengeng sifat rendah diri dari orang lain dan lebih suka ber- iba hati. BATOMBE Dalam Bahasa Indonesia Urang Arab pai mangaji Mangaji wakatu subuah. Apo diharok dikayu mati, Palieng-palieng cindawan tumbuah. Orang Arab pergi mengaji, Mengaji diwaktu subuh. Apa diharap di kayu mati, Paling-paling cendawan tumbuh. Makna sampiran : Orang Arab pergi mengaji, mengaji diwaktu subuh. Dalam pengertian orang Minangkabau, mengaji itu termasuk belajar membaca Al-Qur’an, mengikuti wirid-wirid, mendengarkan ceramah agama dan sebagainya. Waktu pengajian itu adalah waktu shubuh, tentunya sesudah shalat subuh. Kalau sekarang memang sedang pop[uler yang disebut kuliah subuh. Makna isi pantun : Universitas Sumatera Utara Apo diharok dikayu mati, paliang-paliang cindawan tumbuah. Pengertian harfiahnya adalah kayu yang telah mati, menag tidak banyak gunanya lagi, apalagi yang sudah mulai melapuk. Paling-paling untuk kayu bakar, tetapi sekarang sudah jarang orang yang memasak dengan kayu bakar. Kalau cendawan atau jamur memang suka tumbuh pada kayu yang sudah mati, yang sedang melapuk. Ini mengibaratkan orang yang miskin atau orang yang bodoh, yang hampir tidak ada yang akan diharapkan darinya. Minta Bantu soal keuangan, dia miskin, tak mungkin membantu, mau dimintai pendapatnya tentang sesuatu masalah, dia tidak cukup pintar untuk itu. Atau diminta membantu kerja yang memerlukan tenaga, dia lemah dsan cacat.Akan tetapi ungkapan ini biasa dikatakan oleh orang yang telah jatuh bangkrut, orang yang cacat dan sejenisnya, yang merasa minder dan suka bersedih hati. Orang ini beranggapan bahwa dia tidak ada gunanya lagi untuk orang lain, dia tidak akan dapat menyumbangkan sesuatu untuk orang lain. Dari pantun ini terlihat bahwa pada zaman dulu, cendawan atau jamur adalah termasuk barang yang tidak berharga, berbeda dengan sekarang ini, dimana cendawan itu termasuk barang mewah. Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN