Syarat Mudharabaah Mudharabah Dalam Perspektif Fiqih dan Perlindungan

tersebut adalah madzhab Hanafi, bahwa rukun mudharabah yang paling mendasar adalah ijab dan qobul offer andacceptence. Adapun rukun dan syarat dalam mudharabah menurut Sayyid Sabiq hanafiyyah : A. Rukun mudharabah 1 Pihak yang berakad : a Pemilik modal shahibul maal b Pengelola modal mudharib 2 Objek yang diakadkan : a Modal b Kegiatan usaha c Keuntungan 3 Sighat akad : a Serah b Terima

A. Syarat Mudharabaah

1 Pihak yang berakad, kedua belah pihak harus mempunyai kemampuan dan kemauan untuk kerjasama mudharabah. 2 Objek yang diakadkan : a Harus dinyatakan dalam jumlah atau nominal yang jelas b Jenis pekerjaan yang dibiayai dan jangka waktu kerjasama pengelolaan dananya c Nisbah porsi pembagian keuntungan telah disepakati bersama dan tata cara pembayaranya 3 Sighat atau akad : a Pihak-pihak yang berakad harus jelas dan disebutkan b Materi akad yang berkaitan dengan modal kegiatan usaha dan telah disepakati bersama saat perjanjian akad. c Resiko yang akan timbul dari proses kerjasama ini harus diperjelas pada saat ijab qobul apabila terjadi kerugian usaha maka akan ditanggung oleh pemilik modal dan pengelola dalam tidak mendapat keuntungan dari usaha yang telah dilakukan. d Untuk memperkecil resiko terjadinya kerugian usaha, pemilik modal dapat menyertakan persyaratan kepada pengelola dalam menjalankan usahanya dan harus disepakati secara besama SOP Koperasi Jasa Keuangan, 2007. Sedangkan Sutan Remi Syahdeini, 2007: 48-52, mengatakan syarat-syarat utama yang menyangkut perjanjian Mudharabah bagi perBMTan Islam adalah: 1. BMT menerima dana dari masyarakat atas dasar mudharabah. Tidak disyaratkan adanya pembatasan-pembatasan bagi BMT dalam menggunakan dana nasabah, baik yang menyangkut kegiatan yang dapat dilakukan BMT, jangka waktu, maupun alokasi kegiatan itu Mudharabah mutlaqah . 2. BMT berhak menanamkan dana yang didepositkan oleh nasabah langsung dalam bentuk investasi dan untuk keperluan overhead cost dari BMT itu sendiri dan atau menawarkan dana itu kepada para pengusaha BMT. 3. BMT boleh menggabungkan keuntungan dan kerugian dari investasi-investasi lain dan berbagai keuntungan bersih dengan para penyimpan dana berdasarkan perbandingan yang sudah ditentukan sebelumnya. 4. Berbeda dengan perjanjian mudharabah antara nasabah penyimpan dana dan BMT yang melakukan mudharabah tidak terbatas. Dalam hal ini BMT sebagai pemberi dana shahib al- mal mempunyai hak untuk menentukan syarat-syarat atas penggunaan dana tersebut yang menyangkut jenis dari kegiatan-kegiatan itu, jangka waktu, lokasi dari proyek, dsb. 5. BMT tidak diperkenankan meminta jaminan apapun dari nasabah mudharib yang bersangkutan, yang bertujuan untuk menjamin modal dalam hal terjadi kerugian. 6. Tanggung jawab dari BMT dalam kedudukannya sebagai shahib al-mal, terbatas hanya sampai pada modal yang disediakan. Sedangkan tanggung jawab nasabah dalam kedudukan sebagai mudharib terbatas semata-mata kepada kerja dan usahanya. 7. Nasabah berbagi keuntungan dengan BMT sesuai dengan perbandingan yang telah disetujui sebelumnya, yaitu sebelum fasilitas mudharabah itu diberikan oleh BMT. 8. Sampai investor itu menghasilkan keuntungan, BMT diperbolehkan membayar gaji nasabah yang bersangkutan demi menunjang gaji nasabah yang bersangkutan. Gaji tersebut ditentukan berdasarkan tingkat gaji yang berlaku di pasar.

B. Bentuk-bentuk Akad Mudharabah