2. Pembahasan
Pembahasan berikut ini ditujukan untuk menjawab pernyataan penelitian tentang gambaran pelaksanaan rawat gabung dan motivasi ibu pasca salin
memberikan ASI di RSUP HAM Medan. 2.1
Gambaran pelaksanaan rawat gabung Hasil analisa data yang diperoleh menunjukkan pelaksanaan rawat gabung
di RSUP HAM Medan masih dalam kategori kurang baik, tidak semua ibu dan bayi segera di tempatkan dalam satu ruangan. Hal ini bertentangan dengan
pendapat Maryuni 2009, Rukiyah 2010 dan Prawirohardjo 2008, yang menyatakan rawat gabung merupakan suatu cara perawatan dimana ibu dan bayi
yang baru dilahirkan tidak dipisahkan, melainkan di tempatkan dalam sebuah ruangan kamar atau tempat bersama-sama selama 24 jam penuh dalam seharinya.
Riset terakhir juga menekankan bahwa jika tidak ada masalah medis, tidak ada alasan untuk memisahkan ibu dan bayinya meskipun sesaat Oslislo and
Kaminski, 2000. Bahkan makin sering ibu melakukan kontak fisik langsung Skin-to-skin-contact dengan bayi akan membantu menstimulasi hormon
proklaktin dalam memproduksi ASI Hurst,1997. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa hanya 23 responden 76,7 yang segera ditempatkan bersama
bayinya segera setelah lahir. Setelah ibu dan bayinya ditempatkan dalam satu ruangan, ibu dan bayi
berada di ruangan yang sama selama 24 jam dalam sehari dan bebas menyusui tanpa adanya penetapan jadwal. Hal ini sesuai dengan pendapat Hopkinson et.al
1998, dalam ACCSCN, 1999 yakni menyusui yang baik adalah sesuai dengan
Universitas Sumatera Utara
kebutuhan bayi on demand karena secara alami bayi akan mengatur kebutuhannnya sendiri. Semakin sering bayi menyusui, payudara akan
memproduksi ASI lebih banyak. Pemberian ASI kepada bayi segera setelah lahir merupakan kesempatan
emas bagi kehidupan seorang bayi karena refleks isap bayi yang paling kuat adalah 30 menit setelah dilahirkan Roesli, 2000. Akan tetapi, dari hasil
penelitian diperoleh bahwa mayoritas bayi yang lahir tidak segera diberi ASI melainkan mendapatkan susu formula. Hal ini bertentangan dengan WHO 2009
dalam “The ten steps for successful breast feeding from Baby-Friendly Hospital Initiative BFHI”, yang merekomendasikan pemberian ASI 30 menit segera
setelah lahir dalam praktek rawat gabung dan tidak memberikan makanan atau minuman apapun selain ASI kepada bayi baru lahir. Bahkan dipertegas oleh
Direktorat Kesehatan Anak Khusus 2010 dalam ‘‘Pelayanan Kesehatan Bayi Baru Lahir Berbasis Perlindungan Anak” untuk memberikan hanya ASI saja tanpa
minuman atau makanan lain kecuali atas indikasi medis. Rawat gabung juga memberikan kesempatan kepada ibu terutama
primipara, untuk mendapatkan pendidikan kesehatan, bagaimana teknik menyusui, memandikan bayi, merawat tali pusat, perawatan payudara, dan nasihat
makan yang baik Prawirohardjo, 2002. Hasil penelitian menunjukkan pelaksanaan rawat gabung sebagai wadah mendapatkan pendidikan kesehatan
bagi ibu terkait dengan manajemen laktasi juga dinilai tidak baik. Mayoritas responden yang menggunakan fasilitas ini, tidak mendapatkan pendidikan
kesehatan yang seharusnya diterima. Hal ini sangat bertentangan dengan
Universitas Sumatera Utara
Mappiwali 2008 yang menyatakan bahwa pelaksanaan rawat gabung memberikan kesempatan kepada ibu untuk belajar cara menyusui yang benar, cara
merawat payudara, merawat tali pusat, memandikan bayi yang diharapkan dapat menjadi modal bagi ibu untuk merawat bayi dan dirinya sendiri setelah pulang
dari rumah sakit dan di samping pendidikan bagi ibu itu sendiri. 2.2
Motivasi ibu pasca salin dalam memberikan ASI Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki
motivasi kuat dalam memberikan ASI 66,7. Dilihat dari jenisnya, motivasi responden mayoritas berasal dari motivasi intrinsik atau berasal dari diri
responden sendiri. Namun, motivasi ekstrinsik atau faktor dari luar juga tidak dipungkiri cukup mempengaruhi responden dalam memberikan ASI kepada
bayinya. Motivasi intrinsik yang mempengaruhi responden dalam memberikan ASI
dapat dilihat dari faktor proses mental, faktor kematangan usia pengalaman, keinginan dalam diri sendiri dan pengetahuan yang dimiliki oleh responden.
Sedangkan yang menghambat pemberian ASI adalah kondisi fisik responden. Semua responden menyatakan adanya perasaan senang melihat bayi saat
menyusui dan kenikmatan sebagai ibu saat menyusui. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Wells, Kristen and Nancy Thompson 2002 dalam Intrinsic and
Extrinsic Motivation and Intention to Breast-feed yang menyatakan bahwa dari 8 faktor motivasi intrinsik ibu untuk menyusui, dua diantaranya disebabkan oleh
faktor mental dan pengalaman ibu.
Universitas Sumatera Utara
Keinginan yang kuat dalam diri sendiri untuk tetap berusaha menyusui, juga dialami oleh semua responden. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Prawirohardjo 2008 ibu akan merasa bangga karena dapat menyusui dan merawat bayinya sendiri dan hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Wells,
Kristen and Nancy Thompson 2002 yang menyatakan bahwa keinginan ibu untuk menyusui bayinya umumnya berasal dari motivasi instrinsik yaitu
keinginan ibu sendiri untuk memberikan yang terbaik bagi bayinya lewat pemberian ASI.
Sedangkan faktor yang menghambat motivasi responden yang berasal dari faktor intrinsik adalah faktor payudara bengkak dan terasa nyeri 60. Hal ini
sesuai dengan pendapat Rahayuningsih 2005 kelainan payudara pada ibu seperti puting susu nyeri atau lecet, payudara bengkak, saluran susu tersumbat, radang
payudara dan kelainan anatomis pada punting susu ibu akan menyebabkan ibu kesukaran dalam memberikan ASI secara eksklusif. Hal ini menunjukkan bahwa
kondisi fisik mempengaruhi motivasi responden dalam memberikan ASI Bobak, dkk., 2004.
Motivasi ekstrinsik yang mempengaruhi responden dalam memberikan ASI adalah faktor lingkungan, dukungan petugas kesehatan, dukungan sosial
suami sedangkan yang menghambat responden memberikan ASI kepada bayi adalah faktor budaya malu.
Tangis bayi sebagai faktor yang berasal dari lingkungan adalah faktor yang paling banyak memotivasi responden dalam memberikan ASI. Hal ini dilihat
Universitas Sumatera Utara
dari hasil penelitian yang menunjukkan 29 responden 96,7 segera memberikan ASI saat bayi menangis. Walaupun sebenarnya tangis bayi tidak selalu
menujukkan bayi sedang lapar. Selain itu, dukungan petugas kesehatan juga mempengaruhi responden
untuk menyusui. Hal ini dilihat dari hasil penelitian yang menunjukkan 12 responden 40 termotivasi menyusui karena dukungan petugas kesehatan yang
meskipun pada kenyataannya, dukungan petugas kesehatan seharusnya sangat diharapkan lebih memotivasi responden memberikan ASI. Karena menurut
Nuchsan 2009, bahwa berhasil atau tidaknya penyusuan dini di tempat pelayanan ibu bersalin, rumah sakit sangat tergantung pada petugas kesehatan
yaitu perawat, bidan atau dokter. Berdasarkan hasil observasi penelitian, hal ini mungkin disebabkan karena tidak semua responden mendapatkan pendidikan
kesehatan sehingga menimbulkan adanya bias. Sementara dukungan sosial suami tidak begitu mempengaruhi motivasi
responden dalam memberikan ASI. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang menunjukkan hanya 8 responden 26,7 yang termotivasi untuk menyusui
karena adanya dukungan suami. Hal ini bertentangan dengan pendapat Menon, dkk 2001, pengambilan keputusan dalam hal pemberian ASI oleh ibu
dipengaruhi oleh dukungan suami karena dukungan suami merupakan bagian integral dari peran keluarga dan juga pendapat Wicitra 2009 bahwa dukungan
suami berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif. Semakin besar dukungan suami maka semakin lama pula pemberian ASI. Hal ini menunjukkan bahwa
selain berpengaruh terhadap kemauan ibu memberikan ASI eksklusif, dukungan
Universitas Sumatera Utara
suami juga berpengaruh terhadap lamanya pemberian ASI. Sejalan dengan penelitian Siswanto 1999, bahwa dukungan sosial dukungan keluarga
memberikan sumbangan yang berarti terhadap motivasi seseorang untuk lebih baik.
Sedangkan yang menghambat responden memberikan ASI kepada bayi adalah faktor budaya yaitu malu menyusui karena dapat terlihat oleh orang lain
53,3. Hal ini disebabkan karena adanya anggapan bahwa menyusui di depan orang adalah tindakan yang tidak sopan atau tabu meskipun bayi dalam kondisi
menangis. Hal ini sesuai dengan pendapat Siregar 2004 bahwa kebanyakan ibu mempunyai kebiasaan malu-malu serta sembunyi-sembunyi menyusui bayinya
karena menganggap menyusui tidak sopan dan merupakan sesuatu hal yang harus
dihindarkan.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN